Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Traktus Uvealis

Traktus uvealis terdiri dari iris, corpus cilliare, dan koroid.


Bagian ini merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi
(3)
oleh sklera. Struktur ini ikut mendarahi retina.

Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan


posterior yang berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan
badan siliaris berasal dari sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di
badan siliaris yang merupakan anastomosis arteri siliaris anterior dan
arteri siliaris posterior longus. Vaskularisasi koroid berasal dari
(7)
arteri siliaris posterior longus dan brevis.

2.1.1 Iris
Iris adalah perpanjangan corpus cilliare ke anterior. Iris

berupa permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletak di

tengah, pupil. Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior

lensa, memisahkan bilik mata depan dari bi


lik mata belakang, yang
masing-masing berisi aqueous humor. Didalam stroma iris
terdapat sfingter dan otot-otot dilator. Kedua lapisan berpigmen
pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan
(3)
neuroretina dan lapisan epitel pigmen retina kearah anterior.
Pendarahan iris didapat dari circulus major iris. Kapiler-

kapiler iris mempunyai lapisan endotel yang tak berlubang

(
nonfenestrated) sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein
yang disuntikkan secara IV. Persarafan sensoris iris melalui
(3)
serabut-serabut dalam nervi cilliares.

3
4

Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam


mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan
antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan
melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh
(3)
aktivitas simpatis.

Gambar 1. Bagian penampang


(4)
mata

2.1.2 Corpus Ciliare

Corpus ciliare
yang secara kasar berbentuk segitiga pada
potongan melintang, membentang ke depan dari ujung anterior
koroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). corpus cilliare terdiri atas
zona anterior yang berombak-ombak, pars plicata (2 mm), dan
zona posterior yang datar, pars plana (4 mm). Processus ciliares
berasal dari pars plicata. Processus ciliare ini terutama terbentuk

Universitas Muhammadiyah Palembang


5

dari kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vorticosa.


Kapiler-kapilernya besar dan berlubang-lubang sehingga
(3)
membocorkan fluoresein yang disuntikkan secara intravena.
Ada 2 lapisan epitel siliaris yaitu satu lapisan tanpa pigmen

disebelah dalam yang merupakan perluasan neuroretina ke anterior


dan satu lapisan berpigmen disebelah luar, yang merupakan
perluasan lapisan epitel pigmen retina. Procesus cilliares dan epitel
siliaris pembungkusnya berfungsi sebagai pembentuk aqueous
(3)
humor.
Muscullus cilliares tersusun dari gabungan serat-serat

longitudional, sirkular, dan radial. Fungsi serat-serat sirkular adalah

untuk mengerutkan dan relaksasi serat-serat zonula yang berorigo

di lembah-lembah di antara procesus cilliares. Otot ini mengubah

tegangan pada kapsul lensa sehingga lensa dapat mempunyai

berbagai focus baik


untuk objek berjarak dekat maupun yang
berjarak jauh dalam lapangan pandang. Serat-serat longitudinal
muscullus cilliaris menyisip ke dalam anyaman trabekula untuk
(3)
mempengaruhi besar porinya.
Pembuluh-pembuluh darah yang mendarahi corpus cilliaris
berasal dari circulus arteriosus major iris. Persarafan sensoris iris
(3)
melalui saraf-saraf siliaris.

2.1.3 Koroid
Koroid adalah segmen posterior uvea, diantara retina dan
sclera. Koroid tersusun atas tiga lapis pembuluh darah koroid,
vesikuler besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh
terletak di dalam koroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam
pembuluh darah koroid dikenal sebagai koriokapilaris. Darah dari

Universitas Muhammadiyah Palembang


6

pembuluh koroid dialirkan melalui empat vena vorticosa, satu di


tiap kuadran posterior. Koroid disebelah dalam dibatasi oleh
membran bruch dan disebelah luar oleh sclera. Ruang suprakoroid
terletak diantara koroid dan sclera. Koroid melekat erat ke posterior
pada tepi-tepi nervus opticus. Di sebelah anterior koroid
bergabung dengan corpus cilliares. Kumpulan pembuluh darah
(3)
koroid mendarahi bagian luar retina yang menyokongnya.

Gambar 2. Lapisan koroid

2.2 Uveitis
2.2.1 Definisi
Uveitis adalah bentuk peradangan mata yang mempengaruhi
lapisan tengah jaringan di dinding mata (uvea). Uveitis sebagai tanda
bahaya karena seringkali datang secara tiba-tiba dan progresif, menjadi
lebih buruk dengan cepat. Kondisi uveitis ini dapat mempengaruhi satu
atau dua mata dan terutama mempengaruhi pada usai 20 tahun hingga
50 tahun tetapi dapat juga mempengaruhi anak-anak. Uveitis bisa
menjadi serius karena menyebabkan kehilangan penglihatan yang
permanen.(5)

Universitas Muhammadiyah Palembang


7

2.2.2 Epidemiologi
Penderita umumnya berada pada usia 20-50 tahun. Setelah usia

70 tahun, angka kejadian uveitis mulai berkurang.


Pada penderita
berusia tua umumnya uveitis diakibatkan oleh toksoplasmosis, herpes
zoster dan afakia. Bentuk uveitis pada laki-laki umumnya oftalmia
simpatika akibat tingginya angka trauma tembus dan uveitis
nongranulomatosa anterior akut. Sedangkan pada wanita umumnya
(9)
berupa uveitis anterior kronik idiopatik dan toksoplasmosis.
Sekitar 25% kebutaan di negara-negara berkembang
disebabkan oleh uveitis dan komplikasinya seperti katarak sekunder,
glaucoma, edema macula cystoids atau fotoreseptor retina atau
kerusakan saraf optic. Di negara maju sebaliknya kebutaan dari uveitis
bervariasi dari 3% menjadi 10%. Di Eropa kejadian tersebut
diperkirakan antara 3% dan 7% dan di Amerika Serikat, angka terbaru
dari California mengungkapkan bahwa 10% kebutaan karena uveitis.
Perbedaan yang luar biasa dalam kejadian kebutaan antara negara
berkembang dan negara maju bisa disebabkan oleh perbedaan kondisi
sosial ekonomi atau akses keperawatan medis atau kesenjangan lain,
perbedaan etiologi yang mendasari, serta adanya infeksi terutama
penyebab uveitis di negara-negara berkembang, sedangkan uveitis
idiopatik diyakini sebagai proses kekebalan inflamasi organ spesifik
(1)
adalah penyebab utama di negara-negara maju.

2.2.3 Etiologi
1. Berdasarkan spesifisitas penyebab:
 Penyebab spesifik infeksi
a. Uveitis tuberkulosis
Tuberkulosis dapat menyebabkan berbagai jenis
uveitis, tetapi memerlukan perhatian khusus bila terdapat
keratic precipitate granulomatosa atau granuloma koroid

Universitas Muhammadiyah Palembang


8

atau granuloma iris. Granuloma-granuloma atau tuberkel,


tersebut mengandung sel epithelial dan sel raksasa.
Nekrosis perkijuan yang khas ditemukan pada pemeriksaan
histopatologik. Walaupun infeksi berasal dari suatu focus
primer di suatu tempat di dalam tubuh, uveitis tuberkulosis
jarang ditemukan pada pasien-pasien tuberkulosis paru
aktif. Temuan yang khas pada pasien ini adanya mutton fat
(11)
keratic precipitate, nodul busacca dan posterior sinekia.

b. Iridosiklitis heterokromik fuchs (Sindrom Uveitis Fuchs)


Iridosiklitis heterokromik fuchs adalah suatu
kelainan yang jarang, tidak sampai 5% dari semua kasus
uveitis. Biasanya mengenai dewasa muda, khususnya
perempuan. Penyakit ini awalnya samar dan muncul pada
dekade ketiga atau keempat. Kemerahan, nyeri, dan
fotofobia hanya minimal. Pasien biasanya mengeluhkan
penglihatan kabur, yang disebabkan oleh katarak. Iris
heterokromia, tampak jelas pada cahaya alami, dapat
tersembunyi dan sering kali paling jelas terlihat di atas
muskulus spinhcter pupil. Keratic precipitate pada penyakit
ini bentuknya stelata, kecil, dan tersebar di seluruh endotel.
Pada pemeriksaan akan idapatkan 1+ - 2+ sel flare.
Pembuluh darah teleangiektatik terlihat di sudut bilik mata
pada gonioskopi. Sinekia posterior jarang terjadi, tetapi
bisa timbul pada beberapa pasien pascaoperasi katarak.
Suatu reaksi vitreus bisa ditemukan pada 10-20%
pasien. Hilangnya pigmen stroma cenderung menjadikan
mata yang berpigmentasi padat tampak hipokromik
sebaliknya, atrofi stroma pada iris berpigmen sedikit dapat
menampakkan epitel berpigmen dibaliknya, dipermukaan
posterior iris dan menyebabkan hiperkromia paradoksikal.
Secara patologis, iris dan korps silairis menunjukkan atrofi

Universitas Muhammadiyah Palembang


9

sedang dengan depigmentasi berbentuk bercak dan


infiltrasi difus sel-sel plasma dan limfosit. Akhirnya,
katarak akan timbul pada sebagian besar pasien; glaukoma
lebih jarang, tetapi bisa terjadi pada 10-15% kasus.
(11)
Prognosisnya baik.

c. Sarkoidosis
Sarkoidosis adalah penyakit granulomatosa kronik
yang belum diketahui penyebabnya; biasanya terjadi pada
decade keempat atau kelima kehidupan. Kelainan paru
ditemukan pada lebih dari 90% pasien. Nyatanya, hamper
seluruh system organ tubuh dapat terlibat, termasuk kulit,
tulang, hati, limpa, system saraf pusat, dan mata. Reaksi
jaringan yang terjadi jauh lebih ringan daripada uveitis
tuberkulosis dan jarang disertai perkijaun. Rekasi alergi
pada uji kulit menukung diagnosis sarkoidosis. Bila
kelenjar parotis terkena, penyakit ini disebut demam
uveoparotis (Heerfordt), bila kelenjar lakrimal terkena
disebut sindrom Mikulicz. Uveitis terjadi pada sekitar 25%
pasien sarkoidosis sistemik. Sama halnya dengan
tuberkulosis, setiap jenis uveitis bisa ditemukan, tetapi
sarkoid memerlukan perhatian khusus bila uveitisnya
granulomatosa atau terdapat flebitis retina, terutama
(11)
pada pasien-pasien ras kulit hitam.

d. Toksoplasmosis okular
Toksoplasmosis disebabkan oleh Toxoplasma
gondii, suatu protozoa intrasel obligat. Lesi ocular mungkin
didapat in utero atau muncul sesudah infeksi sistemik.
Gejala-gejala konstitusional mungkin ringan dan mudah

Universitas Muhammadiyah Palembang


10

terlewatkan. Kucing peliharaan dan spesies kucing lainnya


berperan sebagai hospes definitive parasite ini. Wanita
rentan yang terkena selama kehamilan dapat menularkan
penyakit ke janinnya, yang bisa berakibat fatal. Sumber
infeksi pada manusia adalah ookista di tanah atau debu di
udara, daging kurang matang yang mengadnugn bradiozit
(parasite bentuk kista) dan takizoit (bentuk proliferative)
yang ditularkan melalui plasenta. Pasien retinokoroiditis
mengelihkan floaters dan penglihatan kabur. Pada kasus-
kasus yang berat, dapat pula disertai nyeri dan fotofobia.
Lesi okularnya terdiri atas sejumlah daerah putih halus
retinokoroiditis nekrotik fokal yang bisa kecil atau besar,
tungga atau multiple. Lesi edema yang aktif sering
didapatkan bersebelahan dengan parut retina yang telah
sembuh. Pada retina dapat terjadi vaskulitis dan
perdarahan. Edema macula kistoid bisa menyertai lesi pada
macula atau didekatnya. Iridosiklitis sering terlihat pada
pasien-pasien dengan infeksi berat dan tekanan

intraokularnya bisa meningkat.(11)

e.
Sifilis

Sifilis merupakan penyebab uveitis yang jarang,


tetapi dapat disembuhkan. Peradangan intraocular hamper
seluruhnya terjadi pada infeksi stadium kedua dan ketiga,
dan semua jenis uveits bisa terjadi. Retinitis atau neuritis
optic sering menyertai. Atrofi luas dan hyperplasia epiel
pigmen retina dapat terjadi pada stadium lanjut jika
(11)
peradangan dibiarkan tanpa diobati.

f. Herpes virus
Uveitis yang disebabkan oleh virus herpes, biasanya

Universitas Muhammadiyah Palembang


11

penyebabnya ada dua yaitu virus herpes simpleks dan virus


varicella zoster. Biasanya untuk mengetahui penyebab pasti
diantara kedua virus tersebut agak sulit. Namun biasanya
virus herpes simpleks mengenai anak-anak dan dewasa
muda, sedangkan virus varicella zoster mengenai orang
lanjut usia atau orang yang immunocompromised. Selain
itu, virus herpes simpleks menimbulkan vesikel-vesikel
bergerombol di kulit penderita dan terdapat edema,
sedangkan vesikel yang ditimbulkan oleh virus varicella
zoster terpisah-pisah. Manifestasi klinis yang timbul
biasanya hanya pada satu mata (unilateral), penglihatan
kabur, mata sakit dan merah, fotofobia. Pada pemeriksaan
akan didapatkan hipopion, hifema, tekanan intraocular
(3,11)
meningkat, iris atrofi sektoral, edema kornea.

g. Reiter Syndrome
Biasanya mengenai dewasa muda laki-laki, di
antara umur 15-25 tahun. Trias dari penyakit ini adalah
artritis, urethritis dan konjungtivitis. Pada pemeriksaan
mata akan didapatkan mukopurulen konjungtivitis,
(3,11)
subepitelial keratitis.

 Penyebab non spesifik atau reaksi hipersensitivitas


a. Juvenille Rheumatoid Arthritis
Anterior uveitis terjadi pada penderita JRA yang

mengenai beberapa persendian. Sekitar 20% anak

penderita arthritis idiopatik juvenillis (JIA) disertai dengan

iridosiklitis non-granulomatosa bilateral kronik. JRA lebih

banyak mengenai anak perempuan 4-5 kali lebih sering

dibanding anak lelaki. Uveitis pada JIA biasanya

Universitas Muhammadiyah Palembang


12

terdeteksi pada usia 5-6 tahun setelah timbulnya katarak

(leukokoria), perbedaan warna kedua mata (heterokromia),

perbedaan ukuran atau bentuk pupil (anisokor), atau

gangguan penjajaran mata (strabismus). Kelainan-

kelainan ini sering kali baru ditemukan pada uji

penyaringan penglihatan di sekolah. Tidak ada korelasi

antara onset arthritis dan uveitis; uveitis dapat muncul

lebih dulu hingga 10 tahun sebelum arthritis. Lutut adalah

sendi yang
paling sering terkena. Tanda utama penyakit
ini adalah sel dan flare dalam bilik mata depan,
keratic precipitate putih berukuran kecil sampai sedang
dengan atau tanpa bintik-bintik fibrin pada endotel,
sinekia posterior-yang sering menimbulkan seclusion
pupil, dan katarak. Keratopati pita, glaukoma sekunder,
edema macula kistoid juga bisa ditemukan dan
menimbulkan penurunan penglihatan. Merupakan suatu
anjuran pada semua anak yang menderita JRA untuk
(3,11)
diperiksa kemungkinan terdapatnya uveitis anterior.

b. Uveitis Terinduksi Lensa


Uveitis terinduksi lensa (uveitis fakogenik)
adalah suatu penyakit autoimun terhadap antigen lensa.
Hingga kini belum ada data yang mendukung bahwa
materi lensa iu sendirilah yang toksik. Jadi, istilah
uveitis fakotoksik sebaiknya dihindari. Kasus klasik
terjadi bila lensa mengalami katarak hipermatur;
kapsul lensa bocor dan materi lensa masuk ke bilik mata
depan dan belakang. Materi ini menimbulkan reaksi
radang yang ditandai dengan pengumpulan sel plasma,

Universitas Muhammadiyah Palembang


13

fagosit mononukear dan sedikit sel polimorfonuklear.


Gejala khas uveitis anterior, seperti nyeri, fotofobia, dan
penglihatan kabur sering ditemukan. Uveitis teinduksi
lensa dapat pula terjadi paska trauma pada lensa atau
paskaoperasi katarak dengan sisa materi lensa yang
tertinggal. Glaukma fakolitik adalah kompliksi umum
pada uveitis terinduksi lensa.(3,11)

c. Oftalmia simpatika
Oftalmia simpatika adalah uveitis granulomatosa
bilateral yang jarang, tetapi menghancurkan, timbul 10
hari sampai beberapa tahu setelah trauma tembus mata.
Sembilan puluh persen kasus terjadi dalam 1 tahun setelah
trauma. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi penyakit ini
agaknya berkaitan dengan hipersensitivitas terhadap
beberapa unsur dari sel-sel berpigmen di uvea. Kondisi ini
sangat jarang terjadi setelah bedah intraocular yang tanpa
komplikasi dan bahkan lebih jarang lagi pasca
endoftalmitis. Mata yang cedera mula-mula meradang dan
mata sebelahnya (mata simpatik) meradang kemudian.
Pasien biasanya mengeluhkan fotofobia, kemerahan dan
penglihatan kabur; namun, adanya floaters bisa juga
menjadi keluhan diawal. Uveitis umumnya difus. Eksudat
halus putih-kekuningan di lapisan dalam retina (nodul
dalen Fuchs) kadang-kadang tampak di segmen posterior.
(3,11)
Juga ditemukan adanya ablasio retina serosa.

d. Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada
Terdiri dari peradangan uvea pada satu atau kdua

mata yang ditandai oleh iridosiklitis akut, koroiditis bercak

dan pelepasan serosa retina. Penyakit ini biasanya diawali

Universitas Muhammadiyah Palembang


14

oleh suatu episode demam akut disertai nyeri kepala dan

kadang-kadang vertigo.
Pada beberapa bulan pertama
penyakit dilaporkan terjadi kerusakan rambut atau timbul
uban. Walaupun iridosiklitis awal mungkin membaik
dengan cepat, perjalanan penyakit di bagian posterior
sering indolen dengan efek jangka anjang berupa
pelepasan serosa retina dan gangguan penglihatan. Pada
sindrom vogt koyanagi harada diperkiraka terjadi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap struktur-struktu yang
mengandung melanin. Tetapi virus sebagai penyebab
belum dapat disingkirkan. Diperkirakan bahwa suatu
gangguan atau cedera, infeksi atau yang lain, menubah
struktur berpigmen di mata, kulit, dan rambut sedemikian
rupa sehingga tercetus hipersensitivtas tipe lamabat
terhadap struktur-struktur tersebut. Barubaru ini
diperlihatkan adanya bahan larut dari segmen luar lapisan
fotoreseptor retina (antigen-s retina) yang mungkin
menjadi autoantigennya. Pasien sindrom Vogt- Koyanagi-
Harada biasanya adalah orang-orang oriental yang
(3,11)
mengisyaratkan adanya disposisi imunogenetik.
2. Berdasarkan asalnya
 Eksogen
o Traumatik uveitis
Trauma merupakan salah satu penyebab uveitis

anterior, biasanya terdapat riwayat trauma tumpul mata atau

adneksa mata. Luka lain seperti luka bakar pada mata, benda

asing, atau abrasi kornea dapat menyebabkan terjadinya

uveitis anterior. Visual aquity dan tekanan intraocular

mungkin terpengaruh dan mungkin juga terdapat darah pada

Universitas Muhammadiyah Palembang


15

anterior chamber.(3,11)

o Uveitis terinduksi IOL


Hal ini mungkin disebabkan karena adanya iritasi pada

iris karena terdapatnya manipulasi berlebihan saat operasi

katarak. Tetapi hal ini juga bisa disebabkan karena adanya

reaksi hipersensitivitas terhadap IOL sehingga sel-sel radang

menyerang IOL dan akhirnya berkumpullah sel radang dan

menyebabkan uveitis.(3,11)

 Endogen
a. Idiopathic Anterior Uveitis
Istilah idiopatik dipergunakan pada uveitis anterior
dengan etiologi yang tidak diketahui apakah merupakan
kelainan sistemik atau traumatic. Diagnosis ini ditegakkan
sesudah menyingkirkan penyebab lain dengan anamnesis dan
(3,11)
pemeriksaan.

b. Masquerade Syndrome
Merupakan keadaan yang mengancam seperti
limfoma, leukemia, retinoblastoma dan melanoma malignant
(3,11)
dari koroid, dapat menimbulkan uveitis anterior.

3. Berdasarkan perjalanan penyakitnya


• Akut: Apabila serangan timbulnya mendadak, sembuh
dalam waktu kurang dari 3 bulan dan penderita sembuh
(1,2)
sempurna di luar serangan itu
• Residif: Apabila terjadi serangan berulang disertai

Universitas Muhammadiyah Palembang


16

dengan penyembuhan yang sempurna di antara


serangan-serangan tersebut. Biasanya penyembuhan
(3,11)
sudah berlangsung tiga bulan atau lebih
• Kronis: Apabila terjadi serangan berulang tanpa pernah
sembuh di antara serangan tersebut dan biasanya
(3,11)
menetap.

4. Berdasarkan reaksi radang yang terjadi



Non granulomatosa: Diduga akibat alergi, karena tak
pernah ditemukan kumannya dan sembuh dengan pemberian
kortikosteroid. Timbulnya sangat akut. Reaksi vaskuler lebih
hebat dari reaksi seluler sehingga injeksinya hebat. Di iris tak
tampak nodul. Sinekia posterior halus-halus oleh karena hanya
sedikit megandung sel. Cairan COA mengandung lebih
banyak fibrin dari pada sel. Badan kaca tak bayak kekeruhan.
Rasa sakit lebih hebat, fotofobia dan visus juga banyak
terganggu. Pada stadium akut karena banyak mengandung
fibrin dapat terbentuk hipopion. Lebih banyak mengenai uvea
anterior. Patologi anatomis: di iris dan badan siliar didapatkan
(3,11)
sel plasma dan sel- sel mononuclear

• Granulomatosa: Terjadi karena invasi mikrobakteri


yang patogen ke jaringan uvea, meskipun kumannya sering
tidak ditemukan sehingga diagnose ditegakkan berdasarkan
keadaan klinis saja. Timbulnya tidak akut. Reaksi seluler lebih
hebat daripada reaksi vaskuler. Karenanya injeksi siliar tidak
hebat. Iris bengkak, menebal, gambaran bergarisnya kabur. Di
permukaannya terdapat nodul busacca. Di pinggir pupil juga
didapat nodul Koepe. Keratic presipitat besar-besar, kelabu dan
disebut mutton fat deposit. Coa keruh seperti awan, lebih
banyak sel daripada fibrin. Badan kaca keruh. Rasa sakit
sedang, fotofobia sedikit. Visus terganggu hebat oleh karena

Universitas Muhammadiyah Palembang


17

media yang dialui cahaya banyak terganggu. Keadaan ini


terutama mengenai uvea posterior. Patologis anatomis
(11)
nodul, terdiri dari sel raksasa, sel epiteloid dan limfosit.

2.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan anatomis

o Uveitis anterior

a. Iritis: peradangan terbatas pada iris


b. Iridosklitis: peradangan pada iris dan badan siliar

o Uveitis intermediet: Uveitis intermediet disebut juga


siklitis, uveitis perifer atau pars planitis, adalah jenis
peradanan intraocular terbanyak kedua. Tanda
uveitis intermediet yang terpenting adanya peradangan
korpus siliaris pars plana, retina perifer dan vitreus.

o Uveitis posterior: Termasuk di dalam uveitis posterior


adalah retinitis, koroiditis, vaskulitis retina, dan papilitis,
yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan
(11)
o Panuveitis: inflamasi pada seluruh uvea

Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam


uveitis anterior akut yaitu uveitis yang berlangsung selama <
6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan
uveitis anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6
minggu bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahun-tahun,
seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimptomatik. Pada
kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.
Penyebab uveitis anterior akutnon-granulomatosa dapat
oleh karena trauma, diare kronis, penyakit Reiter, herpes

Universitas Muhammadiyah Palembang


18

simpleks, sindrom Bechet, sindrom Posner Schlosman, pasca


bedah, infeksi adenovirus, parotitis, influenza, dan klamidia.
Uveitis anterior kronis non-granulomatosa dapat
disebabkan rheumatoid arthritis dan Fuchs heterkromik
iridosiklitis. Uveitis anterior granulomatosa terjadi akibat
sarkoiditis, sifilis, tuberkulosis, virus, jamur (histoplasmosis),
dan parasit (toksoplasmosis).

2.2.5 Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh
efek langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi.
Bentuk uveitis paling sering terjadi adalah uveitis anterior akut
(iritis), umumnya unilateral dan ditandai dengan adanya riwayat
sakit, fotopobia dan penglihatan kabur, mata merah dan pupil kecil
serta ireguler. Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya
unilateral, biasanya terjadi pada orang dewasa dan usia
pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.
Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang
non- granulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Uveitis non-
granulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus ini, yaitu
iris dan korpus siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya
infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma dengan jumlah cukup
(3)
banyak dan sedikit mononuklear. Uveitis yang berhubungan
dengan mekanisme alergi merupakan reaksi hipersensitivitas
terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari
dalam (antigen endogen).
Badan siliar berfungsi sebagai pembentuk cairan bilik mata
(humor aqueus) yang memberi makanan kepada lensa dan kornea.
(10)
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya blood
aqueous barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan
sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan
biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu

Universitas Muhammadiyah Palembang


19

partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).


Dengan adanya peradangan di iris dan badan siliar, maka timbullah
hiperemi yang aktif, pembuluh darah melebar, pembentukan cairan
bertambah, sehingga dapat menyebabkan glaukoma sekunder.
Selain oleh cairan bilik mata, dinding pembuluh darah dapat juga
dilalui oleh sel darah putih, sel darah merah, dan eksudat yang akan
mengakibatkan tekanan osmose cairan bilik mata bertambah dan
dapat mengakibatkan glaukoma.
Cairan dengan lain-lainya ini, dari bilik mata belakang
melalui celah antar lensa iris, dan pupil ke kamera okuli anterior. Di
kamera okuli anterior, oleh karena iris banyak mengandung
pembuluh darah, maka suhunya meningkat dan berat jenis cairan
berkurang, sehingga cairan akan bergerak ke atas. Di daerah kornea
karena tidak mengandung pembuluh darah, suhu menurun dan berat
jenis cairan bertambah, sehingga di sini cairan akan bergerak ke
bawah. Sambil turun sel-sel radang dan fibrin dapat melekat pada
endotel kornea, membentuk keratik presipitat yang dari depan
tampak sebagai segitiga dengan endapan yang makin ke bawah
semakin besar. Di sudut kamera okuli anterior cairan melalui
trabekula masuk ke dalam kanalis Schlemn untuk menuju ke
pembuluh darah episklera. Bila keluar masuknya cairan ini masih
seimbang maka tekanan mata akan berada pada batas normal 15-20
mmHg. Sel radang dan fibrin dapat pula menyumbat sudut
kamera okuli anterior, sehingga alirannya terhambat dan terjadilah
glaukoma sekunder. Galukoma juga bisa terjadi akibat trabekula
(10)
yang meradang atau sakit.
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai
penumpukan sel-sel radang didalam bilik mata depan (BMD) yang
disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit kedalam BMD dikenal
dengan hifema. Akumulasi sel-sel radang dapat juga terjadi pada
perifer pupil yang disebut Koeppe nodules, bila dipermukaan iris
(3)
disebut Busacca nodules.

Universitas Muhammadiyah Palembang


20

Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblast dapat menimbulkan


perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang
disebut sinekia posterior, ataupun antara iris dengan endotel kornea
yang disebut dengan sinekia anterior. Pada kasus berat dapat
terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera okuli
anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian tepi pupil, yang
disebut seklusio pupil. Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah
dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel radang, akan
menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik
mata depan sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata
belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak
sebagai iris bombe dan menyebabkan sudut kamera okuli anterior
menyempit dan timbullah glaukoma sekunder. Perlekatan-
perlekatan iris pada lens menyebabkan bentuk pupil tidak teratur.
Pupil dapat pula diisi oleh sel-sel radang yang menyebabkan
organisasi jaringan dan terjadi oklusi pupil. Peradangan badan siliar
dapat pula menyebabkan kekeruhan pada badan kaca, yang tampak
seperti kekeruhan karena debu. Dengan adanya peradangan ini
maka metabolisme pada lensa terganggu dan dapat mengakibatkan
katarak. Pada kasus yang sudah lanjut, kekeruhan badan kaca pun
dapat mengakibtakan organisasi jaringan yang tampak sebagai
membrana yang terdiri dari jaringan ikat dengan neurovaskularisasi
dari retina yang disebut retinitis proloferans. Pada kasus yang
lebih lanjut lagi dapat mengakibatkan ablasi retina.

Universitas Muhammadiyah Palembang


21

2.2.6 Diagnosis
Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan pemeriksaan penunjang
lainnya.(6,8)

a. Anamnesis
Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan
pasien, misalnya pernah menderita iritis atau penyakit mata lainnya,
kemudian riwayat penyakit sistemik yang mungkin pernah diderita
oleh pasien.
Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain:
a) Nyeri dangkal (dull pain) nyeri yang muncul dan sering
menjadi lebih terasa ketika mata disentuh pada kelopak
mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis atau

Universitas Muhammadiyah Palembang


22

daerah periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan


menghilang segera setelah muncul.
b) Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama
cahaya matahari yang dapat menambah rasa tidak nyaman
pasien.
c) Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
d) Pandangan kabur (blurring)
e) Umumnya unilateral

b. Pemeriksaan Oftalmologi
1. Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun
2. Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih
rendah daripada mata yang sehat. Hal ini secara sekunder
disebabkan oleh penurunan produksi cairan akuos akibat radang
pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat meningkat
akibat perubahan aliran keluar (outflow) cairan akuos
3. Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula
(pada kasus yang jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
4. Kornea : KP (+), udema stroma kornea
5. Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion
Ditemukannya sel-sel pada cairan akuos merupakan tanda dari
proses inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang ditemukan pada
pemeriksaan slit-lamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0
sampai +4 ditentukan dari:
0 : tidak ditemukan sel
+1 : 5-10 sel
+2 : 11-20 sel
+3 : 21-50 sel
+4 : > 50 sel
Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari
pembuluh darah iris yang mengalami peradangan. Adanya flare
tanpa ditemukannya sel-sel bukan indikasi bagi pengobatan.

Universitas Muhammadiyah Palembang


23

Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan


pemeriksaan sel, flare juga diklasifikasikan sebagai berikut:
0 : tidak ditemukan flare
+1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
+2 : moderat, iris terlihat bersih
+3 : iris dan lensa terlihat keruh
+4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos
Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan
dengan penyakit terkait HLA-B27, penyakit Behcet atau
penyakit infeksi terkait iritis.
6. Iris : dapat ditemukan sinekia posterior
7. Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular
presipitat pada kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler
posterior dapat ditemukan bila pasien mengalami iritis berulang.

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak
diperlukan untuk uveitis anterior, apalagi bila jenisnya non-
granulomatosa atau menunjukkan respon terhadap pengobatan non
spesifik. Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior tetap
tidak responsif terhadap pengobatan maka diperlukan usaha untuk
menemukan diagnosis etiologiknya. Pada pria muda dengan
iridosiklitis akut rekurens, foto rontgen sakroiliaka diperlukan
untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis ankilosa.
Pada kelompok usia yang lebih muda, arthritis reumatoid juvenil
harus selalu dipertimbangkan khususnya pada kasus-kasus
iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah untuk antinuclear antibody
dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan.

2.2.7 Diagnosis banding

Universitas Muhammadiyah Palembang


24

Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior: (12,13)


1. Konjungtivitis
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil
normal, ada kotoran mata dan umumnya tidak ada rasa sakit,
fotofobia atau injeksi siliaris.
2. Keratitis atau keratokonjungtivitis.
Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat
kabur dan ada rasa sakit dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis
seperti herpes simpleks dan herpes zoster dapat menyertai uveitis
anterior sebenarnya.
3. Glaukoma akut.
Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia
posterior dan korneanya “beruap”.

2.2.8 Tatalaksana
Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk
mengembalikan atau mempebaiki fungsi penglihatan mata. Apabila
sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipuilihkan
seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah
memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak
diharapkan.

Tujuan terapi uveitis anterior adalah mencegah sinekia


posterior, mengurangi keparahan (severity) dan frekuensi serangan
atau eksaserbasi uveitis, mencegah kerusakan pembuluh darah iris
yang dapat mengubah kondisi dari iridosiklitis akut menjadi
iridosiklitis kronik (terjadi perburukan diagnosis) dan meningkatkan
derajat keparahan keadaan yang memang sudah kronik, mencegah
atau meminimalkan perkembangan katarak sekunder, dan tidak
melakukan tindakan yang dapat menyakiti atau merugikan pasien.

1. Untuk uveitis anterior non-granulomatosa

Universitas Muhammadiyah Palembang


25

a) Analgetik sistemik secukupnya untuk mengurangi rasa


sakit
b) Kacamata gelap untuk keluhan fotofobia
c) Pupil harus tetap dilebarkan untuk mencegah sinekia
posterior.
Atropine digunakan sebagai pilihan utama untuk tujuan
ini. Kemudian setelah reda, dilanjutkan dengan kerja
singkat seperti siklopentolat atau homatropin.
d) Tetes steroid lokal cukup efektif digunakan sebagai anti
radang dan menurunkan TIO. Tetes steroid local yang
paling aman adalah Fluorometalon dengan pemberian
kurang dari 1 bulan dan membutuhkan pengawasan
e) Steroid sistemik bila perlu diberikan dalam dosis tunggal
selang sehari yang tinggi dan kemudian diturunkan sampai
dosis efektif. Steroid dapat juga diberikan subkonjungtiva
dan peribulbar. Pemberian steroid untuk jangka lama dapat
menimbulkan katarak, glaukoma dan midriasis pada pupil.
f) Sikoplegik spesifik diberikan dengan waktu 2 minggu
untuk mengatasi penglihatan. Namun, dapat diberikan
dalam jangka waktu yang lama sampai tidak ada sinekia
posterior. Sikloplegik dapat meminimalisir pengeluaran
sel-sel radang dengan mengistirahatkan badan siliar yang
sedang meradang.
2. Untuk uveitis anterior granulomatosa
Terapi diberikan sesuai dengan penyebab spesifiknya.
Atropin 2% diberikan sebagai dilator pupil bila segmen anterior
terkena.
2.2.9 Prognosis
Uveitis umumnya berulang, penting bagi pasien untuk
melakukan pemeriksaan berkala dan cepat mewaspadai bila terjadi
keluhan pada matanya. Tetapi bergantung dimana letak eksudat dan

Universitas Muhammadiyah Palembang


26

dapat menyebabkan atrofi. Apabila mengenai daerah macula dapat


menyebabkan gangguan penglihatan yang serius.(6)

2.2.10 Komplikasi
Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:
1) Glaukoma.
Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang
menghalangi humor akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera
anterior) sehingga dapat menimbulkan glaukoma. Sinekia posterior dapat
menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humor di belakang
iris, sehingga menonjolkan iris ke depan
2) Katarak.
Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak,
disamping itu perlekatan iris dengan kapsul lensa juga dapat menjadi titik
awal timbulnya kekeruhan dimana dapat menimbulkan katarak.
3) Edema kistoid makular dan degenerasi makula dapat timbul pada uveitis
anterior yang berkepanjangan.

Universitas Muhammadiyah Palembang

Anda mungkin juga menyukai