Anda di halaman 1dari 14

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia dalam kehamilan

2.1.1 Pengertian

Biasanya selama kehamilan, terjadi hiperplasia erthoid dari sumsum

tulang, dan meningkatkan massa RBC, Namun peningkatan yang tidak

proporsional dalam hasil volume plasema menyebabkan hemodilusi

(hydremia kehamilan) Hct menurun dari antara 38 dan 45 % pada wanita

sehat yang tidak hamil sampai sekitar 34% selama kehamilan tungalan dan

sampai 30% selama akhir kehamilan multifetal. Jadi selama kehamilan

anemia didefinisikan sebagai Hb 10 g < dl (Ht <30%) jika < 11,5 g pada

awal kehamilan wanita. (Astuti,2018)

Anemia adalah suatu keadaan tidak cukupnya sel darah merah yang

sehat untuk membawa oksigen keseluruh jaringan. Ketika jaringan tubuh

kita tidak mendapatkan cukup oksigen maka fungsinya akan terganggu

Anemia yang paling sering kita jumpai dalam kehamilan adalah

anemia akibat kekurangan zat besi anemia dalam kehamilan di Indonesia

ditetapkan dengan kadar Hb < 11 gr% pada trimester I dan III atau Hb < 10

g% pada trimester II hal ini disebabkan karena pada sekitar trimester II (usia

kehamilan 24-30 minggu) terjadei hemodilusi yaitu suatu perubahan

hemodinamika selama kehamilan. (Jumiyati, 2018)

7
8

2.1.2 faktor risiko dalam anemia dalam kehamilan

Tubuh berada pada risiko tinggi untuk menjadi anemia selama

kehamilan jika :

a. Mengalami dua kehamilan yang berdekatan

b. Hamil dengan lebih dari satu anak

c. Sering mual dan muntah karena sakit pagi hari

d. Tidak mengkonsumsi cukup zat besi

e. Mengalami menstruasi berat sebelum kehamilan

f. Kehilangan banyak darah (misalnya dari cedera atau selama operasi

(Jumiyati, 2018)

2.1.3 Etiologi

Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan adalah

kekurangan zat besi. Hal ini penting dilakukan untuk pemeriksaan anemia

pada kunjungan pertama kehamilan. Bahkan jika tidak mengalami anemia

pada saat kunjungan pertama, masih mungkin terjadi anemia pada

kehamilan lanjutannya. Anemia adalah kekurangan zat besi dalam tubuh

tetapi tidak perlu khawatir tentang bayinya ia akan mendapat cukup zat besi.

Tubuh ibu akan segera meningkatkan zat besi sebelum bayinya. Bayi benar-

benar mengalami anemia jika situasi sangat berat, pada cadangan besi hanya

cukup sekitar 20 minggu. Anemia akan terjadi jika tidak mendapatkan

cukup zat besi untuk bersaing dengan kebutuhan ibu, sehingga terjadi

kekurangan zat besi.

Beberapa penyebab anemia zat besi (Fe) yaitu :


9

a. zat besi yang masuk melalui makanan tidak mencukupi kebutuhan

b. meningkatkan kebutuhan tubuh akan zat besi, terutama ibu hamil masa

tumbuh kembang pada remaja

c. meningkatnya volume plasma yang tidak sebanding dengan peningkatan

volume sel darah merah ketidaksesuaian antara kenaikan volume plasma

dan eritrosit paling sering terjadi pada kehamilan trimester kedua

d. penyakit kronis seperti tubercolosis dan infeksi lainnya

e. perdarahan yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang malaria, haid

yang berlebihan dan melahirkan. (Jumiyati, 2018)

2.1.4 Fisiologi pada Ibu Hamil

Perubahan fisiologis alami yang terjadi selama kehamilan akan

memengaruhi jumlah sel darah merah normal pada kehamilan. Peningkatan

volume darah ibu terutama terjadi akibat peningkatan plasma, bukan akibat

peningkatan sel darah merah. Walaupun ada peningkatan jumlah sel darah

merah di dalam sirkulasi, tetapi jumlahnya tidak seimbang dengan

peningkatan volume plasma. Ketidakseimbangan ini akan terlihat dalam

bentuk penurunan kadar Hb (hemoglobin). Peningkatan jumlah eritrosit ini

juga merupakan salah satu faktor penyebab peningkatan kebutuhan akan zat

besi selama kehamilan sekaligus untuk janin. Ketidakseimbangan jumlah

eritrosit dan plasma mencapai puncaknya pada trimester kedua sebab

peningkatan volume plasma terhenti menjelang akhir kehamilan, sementara

produksi sel darah merah terus meningkat. Anemia didefinisikan sebagai

penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin


10

di dalam sirkulasi darah. Pada kehamilan relatif terjadi anemia karena ibu

hamil mengalami hemodelusi (pengenceran) dengan peningkatan volume

30% sampai 40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu.

Jumlah peningkatan sel darah 18% sampai 30% dan hemoglobin sekitar

19%.(Padmi, 2018).

2.1.5 Patofisiologi Anemia dalam Kehamilan

Anemia pada kehamilan yang disebabkan kekurangan zat besi mencapai

kurang lebih 95%.Wanita hamil sangat rentan terjadi anemia defisiensi besi

karena pada kehamilan kebutuhan oksigen lebih tinggi sehingga memicu

peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya, volume plasma bertambah

dan sel darah merah (eritrosit) meningkat. Namun peningkatan volume

plasma terjadi dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan

peningkatan eritrosit sehingga terjadi penurunan konsentrasi

hemoglobin (Hb) akibat hemodilusi.( Cadangan zat besi pada wanita yang

hamil dapat rendah karena menstruasi dan diet yang buruk. Kehamilan dapat

meningkatkan kebutuhan zat besi sebanyak dua atau tiga kali lipat. Zat besi

diperlukan untuk produksi sel darah merah ekstra, untuk enzim tertentu

yang dibutuhkan untuk jaringan, janin dan plasenta, dan untuk mengganti

peningkatan kehilangan harian yang normal. Kebutuhan zat besi janin yang

paling besar terjadi selama empat minggu terakhir dalam kehamilan, dan

kebutuhan ini akan terpenuhi dengan mengorbankan kebutuhan ibu.

Kebutuhan zat besi selama kehamilan tercukupi sebagian karena tidak

terjadi menstruasi dan terjadi peningkatan absorbsi besi dari diet oleh
11

mukosa usus walaupun juga bergantung hanya pada cadangan besi ibu. Zat

besi yang terkandung dalam makanan hanya diabsorbsi kurang dari 10%,

dan diet biasa tidak dapat mencukupi kebutuhan zat besi ibu

hamil.Kebutuhan zat besi yang tidak terpenuhi selama kehamilan dapat

menimbulkan konsekuensi anemia defisiensi besi sehingga dapat membawa

pengaruh buruk pada ibu maupun janin, hal ini dapat menyebabkan

terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan (Padmi, 2018).

2.1.6 Gejala dan tanda

Gejala awal biasanya tidak ada atau tidak spesifik (misalnya

kelelahan, kelemahan, pusing dispnea ringan dengan tenaga). Gejala lain

mungkin pucat dan jika terjadi anemia bagaimanapun dapat meningkatkan

risiko tinggi anemia pada bayi. Selain itu, jika secara signifikan terjadi

anemia selama dua trimester pertama, maka beresiko lebih besar untuk

memiliki bayi lahir prematur atau berat badan bayi lahir rendah. Anemia

pada ibu hamil uga meningkatkan risiko kehilangan darah selama persalinan

dan membuatnya lebih sulit untuk melawan infeksi.

Gejala anemia zat besi dapat digolongkan mnejadi 3 golongan besar

yaitu :

a. Gejala umum anemia gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah,

Mata berkunang-kunang serta telinga berdenging. Anemia bersifat

simtomatik jika hemoglobin telah turun dibawah 7 g/dl pada

pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat


12

b. Gejala khas defisiensi besi gejala khas ini dijumpai pada anemia zat

besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah

kollomchyia,atropi stomatitisi angularis , disgafia atrofi mukosa

gaster sehingga menimbulkan akhlorodia pica.

c. Gejala penyakit dasar pada anemia defisiensi besi penyebab anemia

defisiensi besi tersebut misalnya pada anemia akibat caicng tambang

dijumpai dispsepsia, parotis membengkak dan kulit telapak tangan

berwarna kuning seperti jerami. (Astuti, 2018)

2.1.7 Diagnosa

Diagnosis dimulai dengan cell blood count biasanya jika perempuan

mengalami anemia pemeriksaan berikutnya didasarkan pada apakah MCV

rendah (79 fl) atau tinggi (> 100 fl)

1. Untuk anemia mikrostik pemeriksaan mencakup pengujian untuk

defisiensi besi (mengukur kadar feritin serum) dan hemoglobinopathi

(menggunakan elektroforesis hemoglobin) jika tes ini mendiagnostic dan

tidak ada respon terhadap pengobatan empiris konsultasi dengan

hematologi biasanya diperlukan

2. Untuk anemia makrostik pemeriksaan meliputi kadar folat serum dan

vitamin B12

2.1.8 Dampak Anemia pada ibu dan janin

Bahaya anemia pada ibu hamil selama masa kehamilan

a. Abortus, persalinan prematuritas

b. Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim


13

c. Mudah terjadi infeksi

d. Ancaman dekompensasi kordis (hb <6 gr%)

e. Mola Hidatidosa

f. Hiperemesis gravidarum

g. Perdarahan antepartum

h. Ketuban pecah dini (KPD) (Jumiyati, 2018)

2.1.9 Pencegahan Anemia kehamilan

Nutrisi yang baik adalah cara terbaik untuk mencegah terjadinya

anemia jika sedang hamil atau mencoba menjadi hamil. Makan makanan

yang tinggi kandungan zat besi (seperti sayuran berdaun hijau, daging

merah, sereal, telur dan kacang tanah) dapat membantu memastikan bahwa

tubuh menjaga pasokan besi yang diperlukan untuk berfungsi dengan

baik. Pemberian vitamin untuk memastikan bahwa tubuh memiliki cukup

asam besi dan folat. Pastikan tubuh mendapatkan setidaknya 27 mg zat

besi setiap hari. Jika mengalami anemia selama kehamilan biasanya dapat

diobati dengan mengambil suplemen zat besi pastikan bahwa wanita hamil

dicek pada kunjungan pertama kehamilan untuk pemeriksaan anemia

(Astuti,2018).

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Anemia pada Kehamilan

Menurut Padmi (2018) Anemia pada kehamilan yang terjadi pada

trimester pertama sampai ketiga dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai

berikut:

a. Umur ibu hamil


14

Anemia pada kehamilan berhubungan signifikan dengan umur ibu

hamil.( Semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang

hamil akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan.

Kurangnya pemenuhan zat-zat gizi selama hamil terutama pada usia

kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun akan meningkatkan resiko

terjadinya anemia.

b. Paritas

ibu dengan paritas dua atau lebih, berisiko 2,3 kali lebih besar mengalami

anemia daripada ibu dengan paritas kurang dari dua.(18) Hal ini dapat

dijelaskan karena wanita yang memiliki paritas tinggi umumnya dapat

meningkatkan kerentanan untuk perdarahan dan deplesi gizi ibu. Dalam

kehamilan yang sehat, perubahan hormonal menyebabkan peningkatan

volume plasma yang menyebabkan penurunan kadar hemoglobin namun

tidak turun di bawah tingkat tertentu (misalnya 11,0 g / dl).

Dibandingkan dengan keadaan tidak hamil, setiap kehamilan

meningkatkan risiko perdarahan sebelum, selama, dan setelah

melahirkan. Paritas yang lebih tinggi memperparah risiko perdarahan. Di

sisi lain, seorang wanita dengan paritas tinggi memiliki ukuran jumlah

anak yang besar yang berarti tingginya tingkat berbagi makanan yang

tersedia dan sumber daya keluarga lainnya dapat mengganggu asupan

makanan wanita hamil


15

c. KEK (Kekurangan Energi Kronis)

Anemia lebih tinggi terjadi pada ibu hamil dengan Kurang Energi Kronis

(LLA< 23,5 cm) dibandingkan dengan ibu hamil yang bergizi baik. Hal

tersebut mungkin terkait dengan efek negatif kekurangan energi protein

dan kekurangan nutrisi mikronutrien lainnya dalam gangguan

bioavailabilitas dan penyimpanan zat besi dan nutrisi hematopoietik

lainnya (asam folat dan vitamin B12)

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Fitarina tahun 2014 yang

berjudul Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia Pada

Ibu Hamil Di Puskesmas Kotabumi Ii Lampung Utarapropinsi Lampung

tercatat sebagai peringkat pertama di wilayah Sumatra untuk jumlah

penderita anemia. Tingginya kejadian anemia pada ibu hamil di Provinsi

Lampung yaitu sebanyak 67%, angka itu lebih tinggi dari angka anemia

gizi nasional yang hanya sekitar 63,5%. Penyebab anemia gizi meliputi

ketidacukupan makanan, infeksi, diet makanan tidak adekuat, sanitasi

lingkungan dan makanan yang buruk layanan kesehatan yang buruk dan

perdarahan akibat menstruasi, kelahiran ,malaria, dan sebab mendasar

meliputi pendidikan yang rendah dan ekonomi yang rendah. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara umur, jarak

kehamilan,asupan makanan, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan,

penghasilan /pendapatan, akses pelayanan kesehatan dan informasi

kesehatan dan faktor yang paling dominan dengan kejadian anemia ibu
16

hamil di Puskesmas Kotabumi II. Jenis penelitian analitik kuntitatif

dengan rancangan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh ibu

hamil di wilayah Puskesmas Kotabumi II sebanyak 116 orang. Hasil

perhitungan sampel diperoleh jumlah sampel sebanyak 87 ibu hamil.

Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Hasil

pembahasan diperoleh ibu hamil yang mengalami anemia yaitu sebanyak

64 (73,6%), Sedangkan faktor yang berhubungan dengan kejadaian anemia

ibu hamil adalah umur (p value =0,025), jarak kehamilan (p value =0,018),

asupan makanan (p value =0,000), pengetahuan, (p value =0,002),

pendapatan (p value =0,014), dan faktor yang tidak berhungan dengan

anemia adalah akses pelayanan kesehatan (p value =0,532), informasi

kesehatan (p value =0,0561), pekerjaan (p value =0,93), sedangkan faktor

yang paling dominan terjadinya anemia ibu hamil di Puskesmas Kotabumi

II adalah asupan makan dengan p value =0,001 dan OR= 13,68 (CI 3,112 –

60,25). Saran dalam penelitian agar keluarga memberikan dukungan dalam

bentuk pengawasan minum obat tablet tambah darah dan menghimbau

kepada petugas kesehatan di Puskesmas agar memberikan makanan

tambahan pada ibu hamil setiap melakukan pemeriksaan kehamilan serta

promosi kesehatan tentang kebutuhan gizi pada ibu hamil.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tanziha Pada tahun

2016 yang berjudul Faktor Risiko Anemia Ibu Hamil Di Indonesia di IPB

penelitian ini adalah menganalisis faktor risiko anemia ibu hamil di

Indonesia. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dari hasil


17

Riskesdas 2013 meliputi usia, pendidikan, jumlah kelahiran, frekuensi

kehamilan, jarak kehamilan, pemeriksaan selama kehamilan, dan status

gizi berdasarkan pengukuran LILA. Jumlah subjek dalam penelitian ini

sebanyak 452 orang ibu hamil. Uji chi-square digunakan untuk

menganalisis hubungan antara variabel dependen dan independen,

sedangkan analisis regresi logistik berganda digunakan untuk menganalisis

determinan anemia ibu hamil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 38,2%

ibu hamil di Indonesia mengalami anemia (Hb<11 g/dl). Prevalensi ibu

hamil yang mengalami anemia di perdesaan sebesar 37,9% dan di

perkotaan sebesar 38,2%. Uji chi-square menunjukkan bahwa usia,

pendidikan, jumlah kelahiran, frekuensi kehamilan, jarak kehamilan dan

antenal care tidak berhubungan dengan anemia. Faktor risiko utama

anemia ibu hamil di Indonesia adalah status gizi (Kurang Energi

Kronis/KEK); OR=1,975; 95%CI:1,279-3,049).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Revi Juliana Sinaga

dkk yang berjudul Determinan Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Di

Puskesmas Tunggakjati Kecamatan Karawang Barat Indonesia Anemia

pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan selama kehamilan.

Peningkatan kebutuhan zat besi hampir tiga kali lipat untuk kebutuhan ibu

dan janin selama kehamilan, anemia gizi besi pada ibu hamil berdampak

pada kesakitan dan kematian maternal, berisiko terjadinya bblr, prematur.

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 48 (48%) ibu hamil mengalami

anemia. Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan


18

dengan kejadian anemia pada ibu hamil di Puskesmas Tunggakjati

Kecamatan Karawang Barat menunjukkan berdasrkan faktor jarak

kehamilan p value =0,001 berhubungan dengan kejadian anemia dari hasil

OR =3,103 (95%CI berada antara 1,154-8,50). Hasil penelitian hubungan

pendidikan p value = 0,001 berhubungan dengan kejadian anemia dilihat

dari hasil OR= 3,686 (95%CI berada antara 1,703-7,978). Hasil penelitian

hubungan LILA p value = 0,004 berhubungan dilihat dari nilai OR = 1,684

(95%CI berada antara 1,160-2,445).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuliska Putri dkk yang

berjudul Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Anemia

Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Bukit Sangkal Palembang Tahun 2019

Menurut WHO, prevalensi anemia pada ibu hamil di seluruh dunia adalah

41,8%. Sel darah merah (eritrosit) di dalam tubuh dalam jumlah sedikit

dosebut anemia.Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia

kehamilan di antaranya umur kehamilan, pendidikan ibu, pendapatan

keluarga, jarak kehamilan, paritas. Ingin mengetahui Faktor- faktor yang

berhubungan dengan kejadian anemia pad ibu hamil di Puskesmas Bukit

Sangkal Palembang tahun 2019. Dalam penelitian ini populasi yang

diambil adalah semua ibu hamil yang melakukan ANC di puskesmas Bukit

Sangkat Palembang dengan jumlah sampel sebanyak 30 responden. Hasil

penelitian didapatkan distribusi frekuensi responden sebagian besar tidak

mengalami anemia sebanyak 18 responden (60%). Ada hubungan antara

usia kehamilan (p value = 0,021), paritas (p value = 0,030) dan jarak


19

kehamilan (p value = 0,009) dengan kejadian anemia pada ibu hamil di

Puskesmas Bukit Sangkal Palembang tahun 2019. Saran diharapkan

petugas kesehatan khususnya di Puskesmas Bukit Sangkal Palembang agar

dapat meningkatkan penyuluhan dengan mengembangkan program KIE

dan Konseling mengenai usia ibu danparitas ibu yang merupakan faktor

resiko tinggi kejadian anemia pada ibu hamil khusnya ibu hamil trimester

III.

2.4 Kerangka Konsep

Beberapa faktor yang mempengaruhi anemia pada ibu hamil yaitu usia,

Paritas, dan KEK Secara sistematis kerangka konsep penelitian

digambarkan sebagai berikut :

Bagan 2.1

Kerangka konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

 Usia Ibu

Paritas Kejadian Anemia


pada Ibu Hamil

KEK
20

2.5 Hipotesis

a. Ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian anemia pada ibu hamil

di Puskesmas Sumber Marga Telang

b. Ada hubungan antara paritas dengan kejadian anemia pada ibu hamil di

Puskesmas Sumber Marga Telang

c. Ada hubungan antara kekurangan energi kronik dengan kejadian anemia

pada ibu hamil di Puskesmas Sumber Marga Telang

Anda mungkin juga menyukai