Anda di halaman 1dari 22

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Definisi

Stroke berasal dari kata strike yang berarti pukulan pada sel otak. Baiasanya
terjadi akibat adanya gangguan distribusi oksigen ke sel otak (Nuratif, Kusuma.
2015).

Stroke yaitu kondisi dimana sebagian sel-sel otak mengalami kematian


akibat aliran darah (sumbatan pada pembuluh darah diotak) dan akibat pecahnya
pembuluh darah di otak, aliran darah yang terhenti membuat suplai oksigen
menurun sehingga sebagian otak tidak berfungsi dengan baik Mansjoer, ( Arif,
dkk. 2011).

Stroke merupakan kondisi dimana kondisi dimana terjadi gangguan


fungsional otak berupa kelumpuhan saraf akibat terhambatnya aliran darah ke
otak (Lemone,dkk, 2014).

Dari berbagai definisi stroke yang yang telah dikemukakan, kesimpulannya


stroke merupakan kondisi dimana terjadi gangguan dalam aliran darah pada otak,
dimana terjadi hambatan/penyumbatan pada pembuluh darah sehingga suplai
darah dan oksigen menurun (stroke iskemik) pada otak dan apabila
hambatan/sumbatan tersebut terbendung lama-kelamaan maka pembuluh darah
otak akan pecah (stroke hemoragik).

2. Etilogi

a) Faktor resiko terkendali

 Usia: semakin bertambahnya usia seseorang maka semakin tinggi resiko


seseorang mengalami serangan stroke. Namun tidak terkecuali orang
yang masih memiliki umur yang muda juga beresiko mengalami stroke
akibat adanya penyakit-penyakit yang berdampak pada serangan stroke.

 Genetik: faktor genetik/keturunan yang berperan dalam kejadian


penyakit stroke yaitu: tekanan darah tinggi, diabetes melitus dan
penyakit jantung. Cacat pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin
merupakan faktor genetik yang pelinhg berpengaruh dalam terjadinya
stroke ( Nuratif, Kusuma. 2015).

b) Faktor resiko tak terkendali

 Hipertensi: dapat mengakibatkan pengerasan dan penyumbatan


pembuluh darah otak

 Penyakit jantung: penyakit ini bisa mengakibatkan seseorang


mengalami stroke terlebih khusus penyakit atrial fibrilation; penyakit
jantung dengan denyut jantung yang tidak teratur. Hal ini
mengakibatkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara insidentil
terjadi pembentukan gumpalan darah. Gumpalan-gumpalan darah ini
dapat mencapai otak dan mengakibatkan stroke.

 Diabetes: penderita diabetes umumnya juga memiliki penyakit


hipertensi yang bisa mengakibatkan stroke

 Kadar kolesterol tinggi: penelitian menunjukan bahwa makanan kaya


lemak dan kolesterol; daging, telur dan produk susu dapat meningkatkan
kadar kolesterol dalam tubuh sehingga terjadi aterosklerosis dan
penebalan pembuluh darah dan akhirnya terjadi stroke.

 Merokok: orang yang merokok cenderung mengalami stroke


dikarenakan merokok dapat memicu produksi fibrinogen (faktor
penggumpalan darah) dan lebih banyak sehingga merangsang timbulnya
aterosklerosis.

 Alkohol berlebihan: secara umum konsumsi alkohol meningkatkan


tekanan darah sehingga memperbesar resiko stroke.

 Infeksi: infeksi virus maupun bakteri dimana apabila ada infeksi sistem
kekebalan tubuh melakukan perlawanan terhadap infeksi dengan adanya
infeksi maka akan meningkatkan resiko penggumpalan darah yang
memicu resiko stroke.
 Cedera kepala dan leher: apabila ada cedera atau trauma pada kepala
dan leher, akan mengakibatkan perderahan pada otak sehingga
terjadinya stroke.

 Obat-obatan: penggunaan obat-obat seperti kokain dapat mempengaruhi


penyakit-penyaki- (jantung dan hipertensi) sehingga lebih berpengaruh
terjadinya stroke (Mansjoer, Arif, dkk. 2011).

3. Klasifikasi

1) Stroke iskemik/Non hemoragik: terjadi akibat aliran darah ke otak terhambat


(akibat penyumbatan), hal tersebut dikarenakan aterosklerosis atau bekuan
darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah

2) Stroke hemoragik: keadaan dimana terjadi pecahnya pembuluh darah


sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke
dalam suatu daerah di otak. ( Mansjoer, Arif, dkk. 2011)

4. Anatomi Fisiologi

Sistem persyarafan yaitu sistem yang mengatur semua aktivitas tubuh.


Susunan saraf dimulai dari:

a) Saraf pusat (SSP) merupakan pusat integrasi dan kontrol seluruh aktivitas tubuh,
terdiri atas:
 Otak : merupakan alat tubuh yang sangat penting dan sebagai pusat pengatur
dari segala kegiatan manusia yang terletak di dalam rongga tenggorokan.
Bagian- bagian otak:

1) Otak besar (cerebelum): pusat pengendalian kegiatan tubuh yang


disadari. Otak besar memiliki 4 lobus; lobus frontal, parintal: pusat
pengatur kulit dan otot terhadap panas, dingin dan sentuhan, oksipital:
pusat penglihatan, dan temporal: pusat pendengaran. Sedangkan
diselfalon adalah bagian dari otak besar yang terdiri dari talamus,
hipotalamus dan epitalamus.

2) Otak kecil (cereblum): berfungsi sebaga pengendalian/pengkoodinasi


gerakan-gerakan otot dan keseimbangan tubuh, terdiri dari dua subdivisi
yaitu metensefalon dan mielensefalon.. metensefalon berubah menjadi
batang otak (pons)dan cereblum. Sedangkan mielensefalon akan
menjadi medulla oblongata.

3) Otak tengah: merupakan sistem limbik yang terdiri dari hipokampus,


hipotalamus dan amiddala.

Pada otak terdapat suatu cairan yang dikenal dengan cairan serebrospinal.
Cairan ini mengelilingi ruang sub aracnoid diisekitar otak dan medulla spinalis.
Cairan ini menyerupai plasma darah dan cairan intertisial yang dihasilkan oleh
plesuskoroid. Cairan ini berfungsi sebagai media pertukaran nutrien dan zat
buangan antara darah dan otak serta medulla spinalis.

 Medulla oblongata (sumsum tulang belakang): sumsum tulang belakang


terletak didalam rongga tulang belakang, mulai dari ruang tulang leher
sampai ruas tulang pinggang. Sumsum tulang belakang terbagi atas dua lapis
yaitu lapisan luas berwarna putih dan lapisan dalam berwarna kelabu.
Lapisan luar mengandung serabut saraf dan lapisan dalam mengandung
badan saraf. Didalam sumsum tulang belakang terdapat saraf sensorik dan
saraf motorik serta saraf penghubung. Fungsinya yaitu sebagai penghantar
implus dari otak dan ke otak serta pusat pengatur gerak refleks.

b) Saraf tepi atau yang sering disebut (SST) yaitu saraf kranial dan saraf spinalis
yang merupakan garis komunikasi antara SSP dan tubuh. Susunan dari semua
saraf yang membawa pesan dari dan SSP/ berdasarkan fungsinya SST terbagi
atas dua bagian:

1. Sistem saraf somatik (SSS): sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang saraf
kranial dan 31 pasang saraf spinal, proses saraf somatik ini dipengaruhi oleh
kesaradan.

1) Saraf kranial

saraf kranial tersusun atas 12 pasang saraf kranial, beberapa dari saraf
tersebut hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagian besar tersusun
atas serabut sensorik dan serabut motorik.

 N. 1 (olfaktorius): penciuman

 N.II (optikus): penglihatan

 N. III (okulomotorius): gerakan bola mata darai dalam ke luar

 N. IV (trochlearis): gerakan bola mata dari bawah ke luar

 N. V ( trigeminus): mensyarafi kulit wajah, refleks kornea, kepekaan lidah


dan gigi

 N. VI (abdusen): gerakan bola mata ke samping

 N. VII (facialis): otot wajah, dan lidah (pengecapan)

 N. VIII (auditorius): pendengaran


 N. IX (glusofaringeus): gerakan lidah dan menelan

 N. X (vagus): gerakan pita suara, menelan

 N. XI (accecoris): gerakan kepala dan bahu

 N.XII (hipoglusus): gerakan lidah

2) Saraf spinal tersusun atas 31 pasang saraf berawal dari korda melalui radiks
dorsal dan ventral. Saraf spinal adalah saraf gabungan motorik dan sensorik,
membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan meninggalkan
melalui eferen. Saraf spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia
kolumna vetebra tempat munculnya saraf tersebut.

2. Sistem saraf otonom (SSO): mengatur jaringan dan organ tubuh yang tidak
disadari, jaringan organ tubuh yang diatur oleh sistem saraf otonom adalah
pembuluh darah dan jantung. Sistem ini terdiri dari sitem simpatik dan
sistem saraf parasimpatik. Fungsi kedua sistem ini adalah saling berbalikan.
c) Sel-sel pada sistem saraf

Sistem saraf manusia terdiri dari dua komponen yaitu sel saraf dan sel
glial. Sel saraf berfungsi sebagai alat untuk menghantarkan implus dari panca
indra menuju otak selanjutnya oleh otak akan dikirim ke otot. Sedangkan sel glial
berfungsi sebagai pemberi nutrisi pada neuron.

 Sel saraf neuron

sel neuron bertanggung jawab untuk proses transfer informasi pada


sistem saraf. Sel saraf berfungsi untuk menghantarkan implus, setiap satu neuron
terdiri dari tiga bagian utama yaitu badan sel (stoma), dendrit dan akson. Badan
sel (stoma) memiliki satu atau beberapa tonjolan yang berfungsi untuk
mengendalikan metabolisme keseluruhan dari neuron. Dendrit adalah serabut sel
pendek dan bercabang-cabang serta merupakan perluasan dari badan sel. Dendrit
berfungsi untuk menerima dan menghantarkan rangsangan ke badan sel. Akson
adalah tonjoloan tunggal dan panjang yang menghantarkan informasi keluar dari
badan sel, akson ini mengandung zat lemak yang berfungsi sebagai atau
mempercepat jalannya rangsangan.

 Sel penyokong (neuroglia)

Sel glial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi
sebagai jaringan ikat. Selain itu juga berfungsi sebagai mengiosolasi neuron,
menyediakan kerangka yang mendukung jaringan, membantu memelihara
lingkungan interseluler dan bertindak sebagai fogosit (Haryani, dkk. 2009)

5. Patofisiologi

Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja didalam arteri-
arteri yang membentuk Sirkulus Willisi. Secara umum apabila ada penyumbatan
pada aliran darah diotak maka otak akan mengalami kecenderungan kekurangan
oksigen. kekurangan oksigen ini apabila terjadi selama 1 menit saja dapat
mengarah pada gejala seperti penurunan kesadaran. Selanjutkan apabila terjadi
kekurangan oksigen pada otak dalam waktu yang lama maka akan terjadi proses
nekrosis (kematian jaringan-jaringan diotak) atau lebih spesifiknya nekrosis
mikroskopik neuron-neuron. Area nekrosis kemudian disebut infrak. Keadaan
dimana terjadi penyumbatan pada otak ini sering disebut dengan infrak iskemik
(arteri tersumbat) dan infrak hemoragik (arteri pecah). stroke ini terbagi atas dua
hal sebelumnya: stroke iskemik (non hemoragik) terjadi akibat adanya
penyumbatan pada aliran darah otak oleh trombus atau embolus. Trombus terjadi
karena berkembangnya arterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga
arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area trombus menjadi berkurang,
menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks yang akhirnya menjadi
infrak pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh embolus yang berjalan melalui
arteri serebral melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut
menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi gangguan
neurologis fokal. Sedangkan stroke hemoragik terjadi dimana pecahnya
pembuluh darah yang menyebabkan darah mengalir ke substansi atau ruangan
subaracnoid yang menimbulkan perubahan pada komponen intacranial yang
seharusnya konstan. Adanya perubahan pada komponen intracranial yang tidak
dapat dikompensasi tubuh akan menimbulkan peningkatan tekanan intrakranial
(TIK) yang bila berlanjut maka akan terjadi herniasi otak sehingga timbunya
kematian. Disamping itu darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang
subarachnoid yang akan menyebabkan edema, apabila spasme pembuluh darah
otak dan penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah berkurang/
tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak (Adyana, Kemal. 2015)

7 Manifestasi Klinis
a. Rasa lemas secara tiba-tiba dan amti rasa pada lengan, wajah, atau kaki,
seringkali terjadi pada salah satu sisi tubuh

b. Kesulitan berbicara atau memahami pembicaraan

c. Kesulitan melihat dengan satu mata atau kedua mata

d. Kesulitan berjalan, pusing dan kehilangan keseimbangan

e. Sakit kepala tampa penyebab yang jelas, penurunan kesadaran dan kejang

f. Inkontinensia (buang air kencing secara spontan dan tidak bisa


dikendalikan/tampa disadari) (Mansjoer, Arif, dkk. 2011).

8 Pemeriksaan Diagnostik

Selain gejala-gejala klinis yang harus diperiksa untuk menegakan diagnosis yaitu:

Laboratorium : HB (protein membawa oksigen dalam darah), trombosit


(waktu pembekuan darah untuk mengidentifikasi
kecenderungan adanya perdarahan pada otak).

CT-Scan : mengetahui adanya lokasi dan luasnya perdarahan

Ultrasonografi (USG) : mengidentifikasi penyakit arteriovena

 MRI :menunjukan status jaringan otak (terjadinya penyempitan pembuluh


darah)

 Doppler transkranial: mendeteksi penyempitan/penyumbatan pada pembuluh


darah di otak (Mansjoer, Arif, dkk. 2011)

9 Penatalaksanaa

1) Medikametosa

 Anti agregasi paltelet: aspirin: obat ini membantu mengencerkan darah


sehingga tidak terjadi pembekuan darah pada otak akibat stroke

 Trombplitik: Alteplase: mencegah terjadinya stroke hemoragik


(pecahnya pembuluh darah di otak)
 Antikoagulan: heparin (untuk klien yang mengalami stroke emboli)

 Neuroprotekten: membantu mencegah kerusakan pada otak akibat


penyakit stroke dan membantu pembentukan sel di otak.

2) Operatif: prosedur bedah ini bertujuan untuk mengobati sesorang denga sroke
disertai peningkatan TKI, apabila TIK meningkat maka akan menghalagi darah
mengalir ke jaringan-jaringan otak dan mengakibatkan proses nekrosis otak
(Mansjoer, Arif, dkk. 2011)

10 Komplikasi

1) Dukubitus yaitu terjadinya luka lecet pada kulit akibat dari pasien yang
mengalami stroke tirah baring terlalu lama.

2) Kekuatan otot melemah apabial tirah baring terlalu lama maka akan
menimbulkan kekakuan pada otot dan sendi, penekanan pada saraf peroneus
dapat mengakibatkan drop food, selain itu akan terjadi kompresi saraf ulnar
dan kompresi saraf femoral

3) Osteopenia dan osteoporosis keadaan tersebut akibat berkurangnya densitas


meneral pada tulang, keadaan ini juga disebabkan akibat imobilisasi dan
kurangnya paparan terhadap sinar matahari

4) Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya diakibatkan karena imobilisasi,


kekurangan intake cairan serta pemberian obat (Nuratif, Kusuma. (2015).

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

A. Identitas klien

B. Riwayat kesehatan

 Riwayat penyakit sekarang: informasi atau keterangan dari klien saat masuk
RS
 Keluhan Utama: Keluhan yang paling dirasakan klien dan haya 1 saja
 Keluhan Yang Menyertai: Keluhan lain yang dirasakan klien
 Riwayat Penyakit Dahulu: Informasi tentang pernah menderita penyakit
sebelumnya
 Riwayat Penyakit Keluarga: Informasi mengenai adakah penyakit didalam
keluarga, seperti penyakit genetic.
 Riwayat Alergi: Informasi tentang riwayat alergi berupa: makanan, obat-
obatan, ataupun cuaca/iklim

C. Pola ADL

 Pola Aktivitas/Istirahat: informasi mengenai pola aktivitas sehari-hari dan pola


tidur/istirahat.
 Pola Nutrisi: Pola makan sehari-hari dan berapa porsi yang dihabiskan.
 Pola Eliminasi: Pola BAK dan BAB
 Pola Rasa aman dan Nyaman: adakah yang menggangu seperti nyeri yang
mengganggu kenyamanan klien.
 Kemampuan Perawatan diri: apakah klien dapat melakukan perawatan dirinya
secara mandiri, diabntu orang lain, dibantu orang lain dan alat, dibantu secara
total.

D. Pemeriksaan Fisik

 Sistem pernapasan:

a. Inpeksi: adanya pernapasan yang cepat akibat dari respon


ketidaknyamaan (nyeri yang dirasakan oleh klien).

b. Palpasi: pemeriksaan taktil fremitus raba apakah adanya getaran


yang sama pada kedua paru.

c. Perkusi: terdengar adanya bunyi sonor dan sekalian perkusi kedua


batas paru atas di ics 4 dan batas paru bawah di ics 6.

d. Auskultasi: dengar adanyanya bunyi napas.


 Sistem kardiovaskuler:

a. Inpeksi:lihat adanya ictus cordiks, umumnya harus tidak terlihat,


cubbing of finger umumnya tidak terlihat, dan adanya epitaksis
umumnya tidak ada, sianosis umumnya tidak ada.

b. Palpasi:lihat adanya ictus cordiks, umumnya harus tidak teraba, CRT


umunya <2 detik, dan lihat apakah ada edema pada ekstremitas.

c. Perkusi:

 Batas jantung atas di ICS II linea stenalis sinistra

 Batas jantung bawah di ICS V mid clavikula sinistra

d. Auskultasi: Dengar bunyi jantung:

 Bunyi jantung 1 terdengar lup di ICS 4 linea sinistra dan di ICS


V linea mid clavikula sinistra

 Bunyi jantung II terdengar dup di ICS II linea sternalis dextra


dan ICS II linea sternalis sinistra.

 Dengar juga adanya bunyi tambahan jantung yang abnormal:


mur-mur dan irama galop serta dengan HR umunya 60 X/menit.

 Sistem pencernaan:

a. Inspeksi: lihat mukos mulut umumnya lembab, lihat kesimetrisan


mulut klien (bengkok atau tidak); bellspasi atau tidak, dan lihat
keadaan gusi, dan tonsil apakah membesar atau tidak serta lihat
keadaan lidah bersih serta apakah berjamur atau tidak serta lihat
adanya caries gigi atau tidak. Lihat juga apakah terpasang NGT atau
tidak, bentuk abdomen, lihat adanya gambaran bendungan pembuluh
darah vena, lihat apakah ada spiner nevi atau tidak. Lihat adanya
distensi abdomen pada kasus adanya penumpukan gas pada rongga
abdomen, ada tidaknya bekas luka jahitan operasi sebelumnya,
adanya hemaroid atau tidak.
b. Auskultasi: dengar bising usus (peristaltik usu) dan lemah atau kuat.

c. Palpasi: hepar apakah teraba atau tidak, adanya nyeri tekan atau
tidak, limpa teraba atau tidak serta adanya nyeri tekan atau tidak.

d. Perkusi: terdengar bunyi timpani, hipertimpani, pekak atanya


terdengar bunyi abdomen normal.

 Sistem perkemihan

a. Inspeksi: Lihat adanya distensi hipogasterika, adanya pemasangan


kateter dengan ukurannya dan lihat warna urine serta lihat warna
urine. Lihat dan catat pengeluran urine (terjadi inkontinensia
urine:catat intake output)

b. Palpasi: palpasi apakah ada nyeri tekan pada regio hipogasterika atau
tidak normalnya tidak terdapat nyeri tekan. Serta palpasi apakah
kandung kemih penuh atau tidak.

c. Perkusi: apakah kandung kemih penuh atau tidak apabila kandung


kemih penuh maka perkusi terdengar bunyi pekak.

 Sistem endokrin:

a. Inpeksi:

Lihat adanya kelainan-kelainan bawaan seperti gigantisme (kelebihan


pertumbuhan), kreatisme (keterbelakangan mental), apakah adanya
pembesaran kelenjar tiroid), adanya pembesaran pada ujung-ujung
ekstremitas atas atau bawah.

b. Palpasi: adanya pembesaran kelenjar tiroid atau tidak.

 Sistem persyarafan:
a. Inspeksi:

Lihat tingkat kesadaran (GCS), keadaan wajah simetris atau tidak,


artikulasi jelas atau tidak, adanya rangsangan sentuh dan ringan
atau tidak, adanya lesi pada kepala atau tidak, kemudian uji saraf
kranial.

 Nervus I (olfaktoris): lihat apakah klien memiliki penciuman


yang baik atau tidak.

 Nervus II (optikus): lihat apakah klien memiliki penglihatan


yang baik atau tidak.

 Nervus III (olfaktoris): lihat kemampuan mengangkat


kelompak mata pasien.

 Nervus IV (trochelearis): lihat apakah klien dapat


menggerakan kelopak mata ke atas dan ke bawah atau tidak.

 Nervus V (trigeminus): lihat apakah klien dapat menggerakan


rahang saat makan atau tidak.

 Nervus VI (abdusen): lihat apakah klien dapat menggerakan


mata ke kanan dan ke kiri atau tidak.

 Nervus VII (fasialis): lihat kesemetrisan wajah pasien pada saat


nyeri apakah pasien mengekspresikan wajah sesuai keadaan
yang dialami atau tidak.

 Nervus VIII (vestibulococlhearis): lihat apakah klien bisa


mendengar dengan baik atau tidak.

 Nervus IX (glusofaringeus): lihat apakah klien dapat menelan


dengan baik atau tidak.

 Nervus X (vagus): lihat apakah klien menelan (makanan dan


minuman dengan baik atau tidak) fungsinya sama seperti
Nervus IX.
 Nervus XI ( accesorius): lihat apakah klien dapat menggerakan
kedua bahu dengan baik atau tidak.

 Nervus XII (hipoglosusu): lihat apakah klien mampu


menggerakan lidah atau tidak.

b. Perkusi:

 Refleks fisiologis:

1) Tendon biceps: +/+

2) Tendon triceps: +/+

3) Tendon archiles: +/+

4) Tendon patela: +/+

 Refleks patologis: refleks babinski : -/-

 Sistem sensori persepsi:

a. Inspeksi: lihat adanya conjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik


ataukah tidak umumnya sclera putih, pupil bereaksi terhadap cahaya
atau tidak serta diameter pupil, lihat keadaan telinga apakah pinna
ada atau tidak dan berfungsi dengan baik atau tidak serta adanya
canalis audotorius eksterna serta berfungsi dengan baik ataukah tidak,
apakah ada pengeluaran cairan dari telinga dan apakah ada lesi atau
tidak.

b. Palpasi: tidak adanya nyeri pada saat palpasi pinna

 Sistem muskuloskeletal:

a. Inspeksi:

 Lihat apakah pasien mengalami rentan gerak/lihat ROM pasien


bebas atau tidak

 Nilai kekuatan otot klien


 Lihat apakah ada cedera pada ekstremitas atau tidak serta
apakah menggunakan alat bantu untuk melakukan kemampuan
aktivitas sehari-hari.

b. Palpasi: apakah ada nyeri tekan pada processus spinosus atau tidak.

 Sistem integumen:

a. Inspeksi: lihat apakah rambut rontok atau tidak, kuku bebrsih atau
tidak, adanya lesi pada kulit atau tidak, adanya ekimosis atau tidak,
serta ada petekie atau tidak.

b. Palpasi: turgor kulit buruk atau tidak (elastis), kulit lembab atau
tidak dan adanya nyeri tekan pada kulit atau tidak.

 Sistem imun Hematologi:

a. Inspeksi: lihat apakah ada pembesaran kelenjar getah bening atau


tidak, adanya lesi atau tidak, dan adakah petekie atau tidak.

b. Palpasi: adanya pembesaran kelenjar getah bening/limfe atau tidak.

2. Diagnosis keperawatan

1) Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular

2) Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d gangguan aliran darah ke otak

3) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d disfungsi neuromuskular

4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan


menelan makanan (gangguan neuromuskular)

3. Intervesi keperawatan
1) . Gangguan mobiloitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam


diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi

 Kriteria hasil:

1. Klien dapat beraktivitad dengan baik

2. Kekuatan otot dalam skala normal dan tidak mengalami rentan gerak

3. Dapat melakukan perawatan diri secara mandiri

 Intervensi:

 Monitoring TTV

R/ agar dapat menilai perkembangan kesehatan klien

 Kaji kemampuan perawatan diri

R/ Menilai kemapuan klien dalam perawatan dirinya

 Observasi kekuatan otot dan rentang gerak

R/ mendapatkan hasil tentang skala kekuatan otot klien dan rentan gerak
serta membuat rencana tindakan untuk mengatasinya.

 Ajarkan latihan ROM pasif

R/ membantu proses penyembuahn klien

2) Perfusi jaringan cerebral tidak efektif b.d gangguan aliran darah ke otak

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam


diharapkan perfusi jaringan cerebral adekuat.

 Kriteria hasil:

1 Gangguan pada rentan gerak teratasi

2 Nyeri kepala berkurang


3 Kelemahan otot teratasi

4 Tidak terjadi penurunan kesadaran.

 Intervensi:

 Monitor adanya gejala perfusi jaringan cerebral yang tidak efektif (nyeri
kepala, penurunan kesadaran, hemiparase/ kelemahan sebagian tubuh)

R/ dapat menilai gejala-gejala yang menjurus pada gangguan perfusi


jaringan cerebral dan merencanakan pengobatan yang tepat.

 Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pemberian obat

R/ membantu penyembuhan klien secara bertahap

3) Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d disfungsi neuromuskular

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan


jalan napas paten

 Kriteri hasil:

1. Status pernapasan klien dalam batas normal

2. Batuk disertai adanya sekret berkurang

3. SPO2 dalam batas normal

4. RR dalam batas normal dan CRT <2 detik

5. Dipsnue berkurang dan penggunaan otot bantu napas tidak terjadi

 Intervensi:

 Memonitor status pernapasan klien secara berkala

R/ menilai status pernapasan klien

 Menitor RR dan SPO2 secara berkala serta CRT

R/menilai keadaan (pernapasan klien) oksigen dalam tubuh klien

 Lakukan saction dan nilai kesadaran klien


R/ membantu mengeluarkan dahak/sekret atau melancarkan jalan napas

 Berikan oksigen sesuai kebutuhan

R/ membantu memberikan oksigen sehingga mempertahankan/mencegah


kerusakan otak yang semakin parah akibat stroke

4)Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan


menelan makanan (gangguan neuromuskular)

 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam diharapkan


ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi

 Kriteria Hasil:

1 BB dan IMT dalam keadaan normal

2. Asupan nutrisi adekuat

 Intervensi

 Observasi BB dan IMT

R/ menilai BB dan IMT klien

 Identifikasi penyebab ketidakadekuatan asupan nutrisi

R/ mengetahui penyebab ketidakadekuatan nutrisi

 Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian nutrisi yang adekuat

R/ menentukan makanan apa yang kaya nutrisi yang harus diberikan pada
klien

 Pada klien penurunan kesadaran: berikan NGT dan berikan makanan


melalui NGT

R/ membantu memenuhi asupan nutrisi klien

4. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana
tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/ dibuat.

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah masalah keperawatan telah


teratasi, tidak teratasi atau teratasi sebagian dengan mengacu pada kriteria
evaluasi.
Adyana, Kemal. (2015). Dasar-Dasar Anatomi Dan Fisiologi Tubuh Manusia.
Bandung: FMIPA UPI
Bulechek, Gloria dkk. 2016. Nursing Intervention Clasification (NIC), 6th
Indonesian Edition.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Ed. 8. Jakarta:
EGC.
Lamone, dkk. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Neurologi
Edisi Lima. Jakarta: EGC
Moorhead, Sue dkk. 2016. Nursing Outcomes Clasification (NIC), 5th Indonesian
Edition.
Mansjoer, Arif, dkk. 2011. Kapita Selekta kedokteran, Jilid 2, Edisi 3. Jakarta: EGC.
Nuratif, Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis % Nanda Nic-Noc. Medication: Jogyakarta
Heather, T. Herdman. 2015. NANDA Internasional Inc. Diagnosis Keperawatan:
Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai