3. ETIOLOGI
Stroke dibagi 2 jenis yaitu: stroke iskemik dan stroke hemorragik.
a. Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti. 80%
adalah stroke iskemik. Stroke iskemik ini dibagi 3, yaitu :
1) Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang
membuat penggumpalan.
2) Stroke Embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan
darah.
3) Hipoperfusion Sistemik: berkurangnya aliran darah ke seluruh
bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
b. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh
darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita
hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
1) Hemoragik intraserebral: perdarahan yang terjadi didalam
jaringan otak.
2) Hemoragik subarakoid: perdarahan yang terjadi pada ruang
subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak).
Faktor-faktor yang menyebabkan stroke:
a. Faktor yang tidak dapat dirubah (Non Reversible)
1) Jenis kelamin : Pria lebih sering ditemukan menderita stroke
dibanding wanita.
2) Umur : makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke.
3) Keturunan : adanya riwayat keluarga yang terkena stroke.
b. Faktor yang dapat dirubah (Reversible)
1) Hipertensi,
2) Penyakit jantung,
3) Kolestrol tinggi,
4) Obesitas,
5) Diabetes Melitus.
6) Polisetemia,
7) Stress emosional.
c. Kebiasaan hidup.
1) Merokok,
2) Peminum alkohol,
3) Obat-obatan terlarang,
4) Aktivitas yang tidak sehat: kurang olahraga, makanan berkolestrol.
(Amin & Hardhi, 2013)
b. Nervus Cranialis
1) Nervus olvaktorius
Saraf pembau yang keluar dari otak dibawa oleh dahi , membawa
rangsangan aroma (bau-bauan) dari rongga hidung ke otak,
2) Nervus optikus
Mensarafi bola mata , membawa rangsangan penglihatan ke otak.
3) Nervus Okulomotoris
Saraf ini bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital(otot penggerak
bola mata). Didalam saraf ini terkandung serabut- serabut saraf
otonom(para simpatis).saraf penggerak mata keluar dari sebelah tangkai otak
dan menuju ke lekuk mata yang berfungsi mengangkat kelopak mata atas, selain
itu mensarafi otot miring atas mata dan otot lurus sisi mata.
4) Nervus troklearis
Bersifat motoris, mensarafi otot-otot orbital.saraf pemutar mata yang
pusatnya terletak dibelakang pusat saraf penggerak mata.
5) Nervus trigeminus
Bersifat majemuk (sensoris motoris), saraf ini mempunyai tiga buah
cabang. Fungsinya saraf kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar,
sarafnya yaitu:
a) Nervus oltamikus; sifatnya sensorik, mensarafi kulit kepala bagian
depan kelopak mata atas ,selaput lendir kelopak mata,dan bola mata.
b) Nervus maksilaris; sifatnya sensoris mensarafi gigi-gigi atas,bibir
atas, palatum, batang hidung,rongga hidung, dan sinus maksilaris.
c) Nervus mandibularis; sifatnya majemuk(sensori dan motoris). Mensarafi
otot-otot pengunyah.serabut-serabut sensorisnya mensarafi gigi bawah,
kulit daerah temporal, dan dagu.
6) Nervus abdusen
Sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital. Fungsinya sebagai saraf
penggoyang sisi mata.
7) Nervus fasialis
Sifatnya majemuk(sensori dan motoris), serabut-serabut motorisnya mensarafi
otot-otot lidah dan selaput lendir rongga mulut. Di dalamn saraf ini terdapat
serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan kulit kepala.
Fungsinya sebagai mimic wajah dan menghantarkan rasa pengecap.
8) Nervus auditoris
Sifatny sensoris, mensarafi alat pendengar, membawa rangsangan dari
pendengaran dan dari telinga ke otak. Fungsanya sebagai saraf
pendengar.
9) Nervus glosofaringeus
Sifatnya majemuk(sensoris dan motoris),mensarafi faring,tonsil, dan lidah.
Saraf ini dapat membawa rangsangan cita rasa ke otak.
10) Nervus vagus
Sifatnya majemuk(sensoris dan motoris), mengandung serabut- serabut
saraf motorik, sensorik, dan parasimpatis faring, laring, paru-paru, esophagus,
gaster intestinum minor, kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen dan lain-
lain. Fungsinya sebagai saraf
perasa.
11) Nervus asesorius
Sifatnya motoris dan mensarafi muskulus sternokleidomsatoid dan muskulus
trapezius. Fungsinya sebagai saraf tambahan.
12) Nervus hipoglosus
Sifatnya motoris dan mensarafi otot-otot lidah. Fungsinya sebagai saraf
lidah. Saraf ini terdapat didalam sumsum penyambung.
(Syarifuddin, 2003)
Pada seorang lansia akan mengalami perubahan pada anatomis tubuhnya yakni
terutama pada organ yang berkaitan dengan sistem neurologi, yaitu :
a. Otak
Berat otak ≤ 350 gram pada saat kelahiran, kemudian meningkat menjadi
1.375 gram pada usia 20 tahun,berat otak mulai menurun pada usia 45-50 tahun
penurunan ini kurang lebih 11% dari berat maksimal. Berat dan volume otak
berkurang rata-rata 5-10% selama umur 20-90 tahun. Otak mengandung 100
million sel termasuk diantaranya sel neuron yang berfungsi menyalurkan impuls
listrik dari susunan saraf pusat.
Pada penuaan otak kehilangan 100.000 neuron / tahun. Neuron dapat
mengirimkan signal kepada beribu-ribu sel lain dengan kecepatan 200 mil/jam.
Terjadi penebalan atropi cerebral (berat otak menurun 10%) antar usia 30-70
tahun.
Berbagai perubahan degenerative ini meningkat pada individu lebih dari
60 tahun dan menyebabkan gangguan persepsi, analisis dan integrita, input
sensorik menurun menyebabkan gangguan kesadaran sensorik (nyeri sentuh,
panas, dingin, posisi sendi). Tampilan sensori motorik untuk menghasilkan
ketepatan melambat. Daya pemikiran abstrak menghilang, memori jangka pendek
dan kemampuan belajar menurun, lebih kaku dalam memandang persoalan, lebih
egois, dan introvert.
Pusat penegndalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang
dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada usia lanjut adalah
penurunan asetolikolin, atekolamin, dopamine, noradrenalin. Perubahan pada
“neurotransmisi” pada ganglion otonom yangberupa penurunan pembentukan
asetil-kolin yang disebabkan terutama oleh penurunan enzim utama kolin-
asetilase. Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan pengurangan
jumlah reseptor kolin. Hal ini menyebabkan predisposisi terjadinya hipotensi
postural, regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas atau dingin terganggu,
otoregulasi disirkulasi serebral rusak sehingga mudah terjatuh.
Lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan penurunan persepsi
sensorik dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor
proprioseptif.
b. Penuaan Sistem Neurologis
Perubahan dalam sistem neurologis dapat termasuk kehilangan dan
penyusutan neuron, dengan potensial 10% kehilangan yang diketahui pada usia
80 tahun. Distribusi neuron kolinergik, norepinefrin, dan dopamin yang tidak
seimbang, dikompensasi oleh hilangnya sel-sel, menghasilkan sedikit penurunan
intelektual. Peningkatan serotonin dan penurunan kadar norepinefrin dapat
dihubungkan dengan depresi pada lansia. Kehilangan jumlah dopamin
mengakibatkan terjadinya kekakuan dan parkinson.
c. Manifestasi Defisit Neurologis
Manifestasi klinis yang berhubungan dengan defisit neurologis pada
lansia dipandang dari berbagai perspektif, yaitu :
1) Perubahan fisik
Dampak dari perubahan SSP sukar untuk ditentukan karena hubungan
fungsi ini berkaitan dengan sistem tubuh yang lain seperti : gangguan
perfusi, terganggunya aliran darah serebral, penurunan kecepatan
konduksi saraf, reflek yang melambat, dan perubahan pada pola tidur
lansia.
2) Perubahan fungsi
Defisit fungsional pada gangguan neurologis berhubungan dengan
penurunan mobilitas pada lansia yang disebabkan oleh penurunan
kekuatan, rentang gerak, dan kelenturan. Penurunan pergerakan
merupakan akibat dari kifosis, pembesaran sendi, kekejangan, dan
penurunan tonus otot.
3) Perubahan kognisi-komunikasi
Perubahan kognisi dan komunikasi dan bervariasi dan berat. Memori
mungkin berubah dalam proses penuaan. Pada umumnya, memori untuk
kejadian masa lalu lebih banyak diretensi dan lebih banyak diingat
daripada informasi yang masih baru.
4) Perubahan psikososial
Defisit neurologis yang menyebabkan penarikan diri, isolasi, dan rasa
asing dapat menyebabkan lansia lebih bingung dan mengalami
disorientasi. Hilangnya fungsi tubuh dan gangguan gambaran diri
mungkin turut berperan terhadap hilangnya harga diri klien. Perubahan
fisik dan sosial yang terjadi bersamaan tidak dapat dipisahkan dari
perubahan psikologis selama proses penuaan.
6. PATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lambat atau makin cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme vascular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru
dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai factor penyebab infark pada otak.
Thrombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
stenosis, tempat aliran darah mengalami perlambatan atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat dipecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kogestri disekitar
area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan massif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septic infeksi
akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis
atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisme pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisme pecah atau rupture.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh rupture arteriosklerotik dan
hipartensi pembuluh darah.perdarahan intrasirebral yang sangat luas akan lebih
sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit
serebrovaskular,karena perdarahan yang luas terjadi destruksi masa
otak,peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat mengakibatkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,henisfer otak,dan
perdarahan sibatang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke bataang
otak.Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nucleus kaudatus,thalamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang enuksia
serebral.perubahan yang oleh enuksia serebral dapat reversible untuk waktu 4
sampai 6 menit. Perubahan irreversible jika anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung.
Selain kerusakan parenkin otak,akibat volume perdarahan yang relativ
banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial dan penurunan
tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-eleman vaso aktiv
darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menurunya tekanan
perfusi,menyebabkan saraf di area yg terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi.
Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Jika volume darah lebih
dari 60cc maka resiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan
71% pada perdarahan logar. Sedangkan jika terjadi perdarahan seregral dengan
volume antara 30 sampai 60cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar
75%,namun volume darah 5cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
7. PATHWAY KEPERAWATAN
8. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang timbul tergantung dari jenis stroke.
Gejala klinis pada stroke hemoragik, berupa:
a. Defisit neurologis mendadak,
b. Kadang-kadang tidak terjadi penurunan kesadaran,
c. Terjadi terutama pada usia >50 tahun,
d. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
Gejala klinis pada stroke akut berupa:
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak,
b. Gangguan sensibilitas pada satu anggota badan (gangguan
hemisensorik),
c. Perubahan mendadak pada status mental (kesadaran menurun),
d. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai,
e. Gangguan penglihatan,
f. Gangguan daya ingat,
g. Bicara pelo atau cadel,
h. Mual dan muntah,
i. Nyeri kepala hebat,
j. Vertigo,
k. Gangguan fungsi otak. (Amin & Hardhi, 2013)
9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Angiografi serebral
Membantu menunjukkan penyebab stroke secara spesifik, misalnya
pertahanan atau sumbatan arteri.
b. Skan Tomografi Komputer (Computer Tomography scan – CT-scan)
Mengetahui adamya tekanan normal dan adanya trombosis, emboli
serebral, dan tekanan intrakranial (TIK). Peningkatan TIK dan cairan yang
mengandung darah menunjukan adanya perdarahan subarakhnoid dan
perdarahan intrakranial. Kadar protein total meningkat, beberapa kasus
trombosis disertai proses inflamasi.
Pembedahan
Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum :
Kaji kesadaran seperti compos mentis atau koma serta tanda-tanda vital
2. Integumen
Tidak terdapat luka dan lesi pada anggota tubuh, terdapat beberapa perubahan
pigmentasi pada anggota tubuh, tektur kulit tipis dan kering, warna rambut klien
keseluruhan beruban, kuku klien lebih keras.
3. Hemopoietik
Tidak terdapat pendarahan pada klien, tidak ada pembengkakan kelenjar limfa,
klien tidak mengalami anemia, klien tidak memiliki riwayat transfusi darah.
4. Kepala
Kepala simetris, bentuk bulat, tiadak ada lesi dan tidak ada nyeri, distribusi rambut
merata, tidak ada alopesia, dan tidak rontok, kulit kepala bersih serta tidak ada
ketombe.
5. Wajah
Wajah tidak simetris, warna kulit sama dengan warna kullit yang lain, kumis(+) ,
janggut (+), kaji fungsi nervus dan fungsi sensasi baik terbukti klien dapat
merasakan goresan lembut kapas, dapat merasakan dan membedakan sensasi
dingin dan panas, serta dapat merasakan dan membedakan sensasi tujum dan tajam
pada semua area.
6. Telinga
Telinga simetris, posisi pina sejajar dengan mata, tidak ada lesi dan kemerahan.
Tidak ada pembengkakan dan lesi pada telinga luar, liang telinga bersih dan
terdapat sedikit serumen, serumen tidak keras dan tidak bau. Membran timfani
berwarna kelabu utuh, fungsi pendengaran baik atau apakah klien menggunakan
alat bantu pendengaran,
7. Mata
Alis tidak simetris, bulu mata ke atas, kelopak mata mampu mengedip, konjuctiva
tidak anemis, sclera tidak ikterik, dan tidak ada lesi. Kornea halus, reflex kornea
positif, reaksi pupil terhadap cahaya baik, kebersihan mata bersih. Bola mata klien
dapat mengikuti gerakan tangan pemeriksa pada 5 posisi, kaji kemampuan
penglihatan pasien serta jika pasien menggunakan alat bantu
8. Hidung
Posisi simetris, warna kulit sama dengan warna kulit yang lain, tidak ada lesi dan
secret, mukosa hidung tidak kemerahan, lembut, septum simetris, tidak ada masa,
klien dapat membedakan bau kayu putih dan kopi.
9. Mulut
Bibir tidak simetris, warna merah kecoklatan, mukosa lembab, tidak ada lesi, pada
gusi, jumlah gigi klien tidak lengkap. Lidah simetris, bersih tidak ada lesi, warna
merah gerakan lidah tidak ada hambatan, tonsil simetris, tidak membesar dan tidak
kemerahan dan nyeri. Uvula tidak membesar warna merah muda. Fungsi
pengecapan baik mampu membedakan rasa manis dan asin
10. Leher
Bentuk simetris, warna kulit leher sama dengan warna kulit anggota tubuh lain,
tidak ada jaringan parut, tidak ada pembengkakan, posisi trachea di tengah. Klien
dapat menyentuhkan dagu ke sternum (flexi 350) dapat menengadah (ekstensi 450),
dapat menekuk leher dengan telinga mengarah ke dagu (lateral ke kiri dan ke kanan
300 ), rotasi kiri dan kanan (500), pergerakan leher tidak kaku dan tidak terbtas,
tidak ada pembengkakan kelenjar limfe, denyut nadi pada arteri karotis kuat, dan
tidak ada perubahan akibat inspirasi dan ekspirasi. Tidak ada peningkatan vena
jugularis, tidak ada pembengkakan kelenjat tiroid, reflex menelan baik.
11. Thoraks
Bentuk dada simetris, tidak ada kifosis, tidak ada nyeri tekan, tidak ada jaringan
parut, tidak ada massa, ekspansi dada simetris frekuensi nafas 23 x/menit. Batas
paru normal, tidak ada suara nafas tambahan, pengembangan paru simetris, tidak
ada wheezing dan suara nafas tambahan lainnya. Batas jantung normal, tidak
terjadi pembesaran, palpasi normal pada semua area, bunyi jantung normal ada
bunyi jantung tambahan. Tidak ada pembesaran pada kelenjar limfe.
12. Abdomen
Bentuk abdomen simetris, warna kulit merata, tidak ada striae, tidak ada
hiperpigmentasi, tidak ada lesi, tidak ada bekas operasi, tidak ada pernafasan
perut, tidak Nampak pelebaran pembuluh darah vena diseluruh area abdomen,
umbilicus, tidak hiperpigmentasi dan tidak berbau. Tidak ada nyeri tekan dan tidak
ada distensi pada gaster. Hepar tidak teraba. Pada saat kandung empedu di tekan
klien tidak mengeluh nyeri dan tidak menghentikan nafas dalamnya. Bising usus
pada semua kwadran, terdengar timphani di semua kwadran, saat palpasi suhu
teraba hangat.
13. Ekstremitas atas dan bawah
Bentuk simetris, tidak ada benjolan, tidak ada pembengkakan dan kemerahan,
reflek bisep dan trisep (+), reflex plantar dan patella serta achilles(+), kekuatan
otot keempat ekstremitas
15. Persyarafan
b) Nervus II (Optikus)
Penglihatan klien baik, bisa membaca dalam jarak 50 cm, yaitu membaca
tulisan nama perawat,klien membaca tidak menggunakan alat bantu.
d) Nervus V ( Trigeminus)
Klien merasakan pilinan kapas pada kelopak mata, daerah maksila dan
mandibula, refleks kornea (++), pada saat mengunyah kekuatan otot
massester dan temporal kuat.
g) Nervus IX
Klien dapat merasakan rasa pahit pada obat
h) Nervus X (vagus)
Klien dapat menelan dengan baik tanpa merasa sakit pergerakan uvula bebas.
i) Nervus XI (Assesorius)
Klien dapat melawan tahanan saat menoleh ke samping dan dapat
mengangkat bahu, kekuatan menahan lemah.
j) Nervus XII (Hipoglosus)
Klien dapat menjulurkan lidahnya dan dapat menggerakkan lidahnya dengan
bebas. Dengan posisi di tengah.
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang lain,
seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan
fungsi, meskipun ia dianggap mampu.
Kesimpulan :
1 Makan 5 10 Frek :
Jml :
Jenis :
2 Minum 5 10 Frek :
Jml :
Jenis :
6 Mandi 5 15
9 Menggunakan pakaian 5 10
Keterangan :
110 : Mandiri
65-105 : Ketergantungan sebagian
≤ 60 : Ketergantungan Total
Kesimpulan :
Jumlah
Interpretasi hasil :
1. Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
2. Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3. Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
4. Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
Kesimpulan :
b. Identifikasi aspek kognitif dan fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini
Mental Status Exam)
NO ASPEK NILAI NILAI KRITERIA
KOGNITIF MAKS KLIEN
Tahun
Musim
Tanggal
Hari
Bulan
2 ORIENTASI 5 Dimana kita sekarang?
Negara Indonesia
Provinsi...................
Kota........................
Panti werda ................
Wisma ....................
3 REGISTRASI 3 Sebutkan 3 obyek (oleh
pemeriksa) 1 detik untuk
mengatakan masing-masing
obyek, kemudian tanyakan kepada
klien ketiga obyek tadi (untuk
disebutkan)
Obyek........
Obyek........
Obyek........
4 PERHATIAN 5 Minta klien untuk memulai dari
DAN angka 100 kemudian dikurangi 7
KALKULASI sampa 5 kali
97
86
79
72
65
5 MENGINGAT 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga obyek pada nomer 2
(registrasi) tadi,bila benar 1 poin
untuk 1 obyek
Ambil kertas
Lipat dua
Taruh dilantai
Interpretasi hasil :
Kesimpulan :
Pilih jawaban yang sesuai sebagaimana yang anda rasakan dalam seminggu terakhir
TOTAL
Data Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Tidak terdapat pemeriksaan laboratorium yang spesifik khusus untuk pasien
stroke. Kemungkinan ditemukannya peningkatan hematokrit dan penurunan
hemoglobin serta adanya peningkatan dari leukosit. Biasanya dilakukan pemeriksaan
protombin time (PT) dan partial tromboplastin (PTT) sebagai informasi untuk
pemberian obat antikoagulan. Pemeriksaan CSF juga dapat dilakukan untuk melihat
apakah ada sel darah merah dalam CSF yang mungkin mengindikasikan adanya
perdarahan subaracnoid.
2. Pemeriksaan diagnostik
a. CT-Scan, akan memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan
adanya infark.
b. Angiografi serebral, membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seper perdarahan atau ostruksi arteri adanya titik oklusi atau
ruptur.
Resiko jatuh
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d terputusnya aliran darah : penyakit
oklusi, perdarahan, spasme pembuluh darah serebral, edema serebral.
b. Kerusakan mobilitas fisik b.d keterlibatan neuromuskuler, kelemahan,
parestesia, flaksid/ paralysis hipotonik, paralysis spastis. Kerusakan perceptual /
kognitif.
c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
3. PERENCANAAN
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC, 2002.
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC,
2000.
EGC Kedokteran. Jakarta Carpenito.Lynda Jual. (1999). Rencana Asuhan dan
Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2. EGC Kedokteran. Jakarta