Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas Keperawatan Jiwa di Program
Diploma III Keperawatan Universitas Jember Kampus Pasuruan
Disusun Oleh :
1. SARI FARA RATIH (172303102134)
2. SITI KHOIRUN NAFIK (172303102137)
3. ALFIYAH FAUZIYAH (172303102190)
4. DWI NUR HIDAYATI (172303102197)
5. PUTRI INDAH LESTARI (172303102131)
PENDAHULUAN
Sebagai mahluk hidup kita tidak bisa lepas dari suatu aktivitas. Aktivitas adalah
rutinitas latihan yang di kerjakan seseorang dan kegiatannya berbeda setiap waktunya. Salah
satu aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari yang sering kita lakukan yaitu berpindah.
Berpindah merupakan kegiatan pergerakan fisik dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah
yang dekat (Herdman, 2015). Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak salah satunya
yaitu keadaan pembuluh darah, hal ini terjadi bila adanya penyempitan akibat stenosis,
penyempitan pembuluh darah pada otak, maka otak tidak bisa menyalurkan neuron motorik.
Neuron motorik yaitu neuron yang membawa informasi keluar dari susunan saraf pusat ke
berbagai organ sasaran (suatu sel otot atau kelenjar). (Mutaqin, 2008).
Apabila neuron motorik tidak sampai pada sel otot maka tubuh tidak bisa merespon
rangsang yang diberikan oleh otak dan tubuh tidak bisa menggerakan sebagian anggota
gerak motorik maupun sensorik karena terganggunya sistem persarafan. Disfungsi motorik
merupakan salah satu tanda gejala dari penyakit stroke non hemoragic. Hal yang dapat
diantaranya yaitu kelemahan saraf, kelemahan otot, kurang gerak, kekakuan sendi, kurang
energi, dan aliran darah ke otak. Stroke Non Hemoragic yaitu dapat berupa iskemia atau
emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun
dari tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya
Kusuma dkk (2009) menemukan bahwa stroke iskemik sebesar 42,9% lalu 1,4%
merupakan penderita perdarahan subarakhnoid, 18,5% menderita perdarahan intraserebral.
O’donell dkk (2010) melakukan penelitian multi- center di 22 negara sejak tahun 2007
hingga 2010 menemukan bahwa presentase stroke iskemik jauh lebih tinggi yaitu sebesar
Menurut Masdeu dan Solomon (2007), penderita stroke cenderung mudah menderita
gangguan jiwa karena adanya perubahan yang tiba-tiba terhadap seseorang akibat
menurut penelitian yang dilakukan oleh Kaplan dkk (2008), perubahan psikologi yang
terjadi mempunyai kaitan dengan lokasi lesi di otak. empat lokasi yang sering dihubungkan
dengan sindrom depresi adalah lesi pada lobus frontalis, lobus temporalis dan bangsal
ganglia terutama nukleus kaudatus. Namun Carson dan kawan-kawan (2007) menyatakan
beberapa faktor gangguan jiwa pada pasien stroke antara lain ; pengaruh gangguan anatomik,
gangguan neurohormonal atau neurotransmiter dan psikologi. Dari pengertian diatas, bagi
klien yang mengalami Stroke Non Hemoragic sangat riskan untuk mengalami masalah
kejiwaanya terutama merasa jelek tentang gambaran dirinya atau mengalami gangguan citra
tubuh. Citra tubuh merupakan ide seseorang mengenai betapa penampilan badannya
menarik di hadapan orang lain (Chaplin, 2011). Sedangkan gangguan citra tubuh adalah
perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur,
fungsi keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh (Wald & Alvaro
2007).
Menurut Freud (2007), pasien stroke dapat mengalami depresi menderita kehilangan
nyata atas objek cinta yang bersifat ambivalen (bertentangan). Pasien bereaksi dengan
kemarahan yang kemudian diarahkan kepada diri sendiri, dan ini menyebabkan gangguan
citra tubuh. Untuk mengatasi gangguan citra tubuh pada pasien stroke, dapat dilakukan
dengan cara : mendiskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya yang dulu dan saat ini,
motivasi pasien untuk memaksimalkan anggota tubuh yang masih bisa digunakan, gali
aspek positif pasien dan berikan motivasi, menjelaskan kepada keluarga tentang gangguan
citra tubuh yang dialami pasien, motivasi keluarga untuk mengikutsertakan pasien dalam
berbagai kegiatan
Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah dengan
judul ”Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh pada pasien Stroke Non Hemoragik”.
klien dengan stroke : resiko Gangguan Citra Tubuh pada klien Stroke Non
Hemoragic”
Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai
klien Dengan Stroke : resiko Gangguan Citra Tubuh pada klien Stroke Non
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari
terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang
struktur, bentuk, dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan. Citra
Tubuh merupakan salah satu komponen dari konsep diri yang membentuk persepsi
seseorang tentang tubuhnya baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup
perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan
pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang
Suatu gangguan citra tubuh dapat diketahui perawat dengan mewawancarai dan
mengamati pasien secara berhati-hati untuk mengidentifikasi bentuk ancaman dalam citra
tubuhnya (fungsi signifikan bagian yang terlibat, pentingnya penglihatan dan penampilan
fisik bagian yang terlibat); arti kedekatan pasien terhadap anggota keluarga dan anggota
2.1.2 Etiologi
3. Luka bakar
4. Trauma wajah
5. Gangguan makan
6. Obesitas
7. Gangguan muskuluskeletal
8. Gangguan integument
9. Lesi otak
a. Cerebrovaskular accident
b. Demensia
c. Penyakit Parkinson
a. Depresi
b. Skizofrenia
12. Nyeri
Penyakit Fisik
Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek
penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep
diri. Selain itu, sikap dan nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi citra tubuh.
Pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dan
pandangan orang lain. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang
penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistik terhadap dirinya, menerima
dan mengukur bagian tubuhnya akan membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar
Citra tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah mengenai bentuk
individu, perasaan yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu sebenarnya. Individu
merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu
adalah sebuah tanda kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious, dan
Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang bentuk
individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Individu
menghargai badan/tubuhnya yang alami dan individu memahami bahwa penampilan fisik
seseorang hanya berperan kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari
seseorang. Individu merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik dan
tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan kalori.
1. Syok Psikologis
dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai
keseimbangan diri.
2. Menarik diri
Menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi karena tidak
perawatannya.
Setelah sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul.
Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang
baru.
Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif dan teramati
serta bersifatsubjektif dan dunia dalam pasien sendiri. Perilaku berhubungan dengan
Faktor yang mempengaruhi peran adalah streotipik peran seks, tuntutan peran
mengancam kehidupan
2. Ketegangan peran hubugnan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
pemasangan infuse.
6. Makna dan obyek yang sering kontak : penampilan dan dandan berubah,
pemasangan alat pada tubuh klien ( infus, fraksi, respitor, suntik, pemeriksaan
a. Respon penyesuaian: Menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa shock,
dengan kelainan bentuk atau keterbatasan yang tejadi pada diri sendiri.
baru terhadap diri sendiri, menggunakan sumber daya yang ada, interaksi
dan menerima tawaran bantuan, dan bertindak sebagai pendukung bagi yang
lain.
2.2.1Pengkajian
Pengkajian pada pasien gangguan citra tubuh dilakukan dengan cara wawancara dan
observasi, Berikut ini adalah observasi pada saat pengkajian yang harus dilakukan :
a. Perubahan dan hilangnya anggota tubuh, baik struktur, bentuk dan fungsi
a. Penolakkan terhadap :
1) Perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi
2. Analisa data
Objektif :
-Pasien menolak penjelasan perubahan
tubuhnya
-Pasien menolak melihat dan menyentuh
bagian tubuh yang berubah
-Pasien Tidak dapat menerima perubahan
struktur tubuh dan fungsi tubuh.
-Pasien mengurangi kontak sosial sehingga
terjadi penarikan diri
Pohon Masalah
Gangguan Citra
Tubuh
1. Tindakan keperawatan untuk pasien dengan gangguan citra tubuh bertujuan agar
pasien mampu :
a. Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini.,
perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan tentang citra tubuhnya saat ini
3) Motivasi untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti atau
klien
Tujuan khusus :
atas keberhasilannya..
Tindakan Keperawatan :
pasien.
a. Pasien mampu mengidentifikasi citra tubuh dan potensi tubuh yang lain.
TINJAUAN KASUS
A. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny P (P)
Tanggal Pengkajian: : 6 Juni 2017
Alamat : Gombong
Umur : 40 tahun
Sosial Budaya
Usia klien 40 tahun, jenis kelamin klien perempuan, tingkat pendidikan klien
SMA, untuk biaya pengobatan klien menggunakan bantuan dari pemerintah yaitu
progam BPJS. Klien saat ini sudah tidak bekerja, saat sakit sekarang tetangga klien
banyak yang mengejenguk klien dan keluargapun memahami kondisi yang dialami
klien. Klien beragama Islam dan Klien merupakan seorang IRT.
D. FAKTOR PRESIPITASI
Saat dikaji Keluarga Ny. P dan Ny. P mengatakan Ny. P tidak menerima
perubahan yang terjadi padanya karena sebelum sakit klien dapat bergerak bebas
dan sekarang hanya terbaring di bed. Keluarga Ny. P mengatakan Ny. P kadang
gelisah di malam hari dan susah tidur, Pemeriksaan Fisik didapatkan Tekanan
Darah 120/60 mmHg, Nadi 80x/m, Suhu 36,5 °C, Pernapasan 18x/m. Ny. P
mengatakan agak pusing.
E. PENGKAJIAN FISIK
Klien terlihat lemas Pemeriksaan Vital sign TD : 110/80mmHg, S : 36oC,
N : 70x/mnt, P : 20x/mnt. Klien mengalami kelemahan di anggota gerak bagian
kanan yaitu tangan dan kaki
Pengkajian psikososial
1. Gambaran diri : klien menganggap anggota tubuhnya yang lemas sudah
tidak bisa sembuh seperti semula, klien paling suka terhadap wajahnya
2. Identitas : klien seorang perempuan dan sudah menikah, klien menerima
statusnya sebagai perempuan dan ibu bagi anak-anaknya
3. Peran : klien memahami perannya sebagai perempuan pada umumnya
4. Ideal diri : klien berharap dapat sembuh seperti semula, anggota tubuhnya
yang lemas dapat berfungsi lagi dan dapat kembali berkumpul dengan
keluarga
H. ASPEK MEDIS
Diagnose medis : SNH
Terapi yang diberikan : metronidazole IV 500mg
Asam tranexamat 3x500mg
Citicolin 2x100mg
Phenytoin 2x100mg
IVFD Ns, Asering 20tpm
I. ANALISA DATA Ny. M
Tgl / Data Fokus Diagnosis Paraf
Jam
6 Juli DS : Gangguan
2017 - klien mengatakan tidak ingin memiliki konsep diri :
jam anggota tubuh yang tidak berfungsi gangguan
09.00 - klien merasa sedih dengan kondisi dirinya citra tubuh
- klien mengatakan takut jika tidak bisa
sembuh seperti semula
- klien mengatakan pasrah terhadap sakitnya
DO :
- klien nampak lesu, lemas dan tidak
bersemangat
- klien sering memegangi anggota tubuhnya
yang sakit
P : lanjutkan intervensi
mengajarkan kepada klien
untuk memperkuat koping,
memotivasi klien agar selalu
melatih anggota tubuhnya
yang terganggu
BAB 4
PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Citra tubuh menurut Stuart &Laraia (2005) bahwa citra tubuh adalah
kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya.
Ciitra tubuh adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar
termasuk persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan
potensi tubuh saat ini dan masa lalu (Nurhalimah, 2016). Manifestasi Klinis Citra
Tubuh menurut (Muhith, 2015) adalah Respon klien Adaptif meliputi Syok
psikogis, Menarik diri, Penerimaan / Pengakuan secara bertahap kemudian Respon
klien Maladaptif, dan Pada klien yang dirawat di rumah sakit.
Faktor Predisposisi adalah faktor yang melatar belakangi seseorang
mengalami gangguan jiwa, Faktor Presipitasi adalah faktor yang mencetuskan
terjadinya gangguan jiwa pada seseorang untuk kali yang pertama, dan Perilaku
gangguan citra diri yaitu Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu,
Menolak bercermin, Tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh,
Menolak usaha rehabilitasi, Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat dan
Menyangkal cacat tubuh.
4.2. SARAN
Dari pembahasan diatas Asuhan Keperawatan Jiwa pada pasien dengan
masalah psikososial Gangguan citra tubuh maka saran yang dapat kami berikan
adalah Citra diri merupakan salah satu komponen dari konsep diri dimana konsep
diri adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang
mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain
oleh karena itu kita perlu yakit dan percaya agar tidak menimbulkan gangguan
pada citra diri kita.
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, A., sari, R. F. & Nihayati, H. E., 2015. Buku ajar keperawatan kesehatan
jiwa. Jakarta: penerbit salemba medika .