Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN CITRA TUBUH PADA NY.

Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas Keperawatan Jiwa di Program
Diploma III Keperawatan Universitas Jember Kampus Pasuruan

Disusun Oleh :
1. SARI FARA RATIH (172303102134)
2. SITI KHOIRUN NAFIK (172303102137)
3. ALFIYAH FAUZIYAH (172303102190)
4. DWI NUR HIDAYATI (172303102197)
5. PUTRI INDAH LESTARI (172303102131)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
KAMPUS PASURUAN
2019/2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai mahluk hidup kita tidak bisa lepas dari suatu aktivitas. Aktivitas adalah

rutinitas latihan yang di kerjakan seseorang dan kegiatannya berbeda setiap waktunya. Salah

satu aktivitas di dalam kehidupan sehari-hari yang sering kita lakukan yaitu berpindah.

Berpindah merupakan kegiatan pergerakan fisik dari satu tempat ke tempat lainnya. Salah

satu masalah dalam berpindah adalah hambatan kemampuan berpindah. Hambatan

kemampuan berpindah adalah keterbatasan pergerakan mandiri di antara dua permukaan

yang dekat (Herdman, 2015). Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak salah satunya

yaitu keadaan pembuluh darah, hal ini terjadi bila adanya penyempitan akibat stenosis,

ateroma atau tersumbat oleh trombus/embolus (Harsono, 2007). Karena adanya

penyempitan pembuluh darah pada otak, maka otak tidak bisa menyalurkan neuron motorik.

Neuron motorik yaitu neuron yang membawa informasi keluar dari susunan saraf pusat ke

berbagai organ sasaran (suatu sel otot atau kelenjar). (Mutaqin, 2008).

Apabila neuron motorik tidak sampai pada sel otot maka tubuh tidak bisa merespon

rangsang yang diberikan oleh otak dan tubuh tidak bisa menggerakan sebagian anggota

gerak motorik maupun sensorik karena terganggunya sistem persarafan. Disfungsi motorik

merupakan salah satu tanda gejala dari penyakit stroke non hemoragic. Hal yang dapat

menyebabkan hambatan kemampuan berpindah pada pasien stroke non hemoragic

diantaranya yaitu kelemahan saraf, kelemahan otot, kurang gerak, kekakuan sendi, kurang

energi, dan aliran darah ke otak. Stroke Non Hemoragic yaitu dapat berupa iskemia atau

emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun

dari tidur, atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang

menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya

baik (Mutaqin, 2008).

Kusuma dkk (2009) menemukan bahwa stroke iskemik sebesar 42,9% lalu 1,4%
merupakan penderita perdarahan subarakhnoid, 18,5% menderita perdarahan intraserebral.

O’donell dkk (2010) melakukan penelitian multi- center di 22 negara sejak tahun 2007

hingga 2010 menemukan bahwa presentase stroke iskemik jauh lebih tinggi yaitu sebesar

78% dibandingkan dengan stroke hemoragik.

Menurut Masdeu dan Solomon (2007), penderita stroke cenderung mudah menderita

gangguan jiwa karena adanya perubahan yang tiba-tiba terhadap seseorang akibat

ketidakmampuannya untuk menggunakan anggota badan mereka, adanya ketidakmampuan

mereka berkomunikasi, mudah menyebabkan timbulnya gangguan penyesuaian. Sedangkan

menurut penelitian yang dilakukan oleh Kaplan dkk (2008), perubahan psikologi yang

terjadi mempunyai kaitan dengan lokasi lesi di otak. empat lokasi yang sering dihubungkan

dengan sindrom depresi adalah lesi pada lobus frontalis, lobus temporalis dan bangsal

ganglia terutama nukleus kaudatus. Namun Carson dan kawan-kawan (2007) menyatakan

beberapa faktor gangguan jiwa pada pasien stroke antara lain ; pengaruh gangguan anatomik,

gangguan neurohormonal atau neurotransmiter dan psikologi. Dari pengertian diatas, bagi

klien yang mengalami Stroke Non Hemoragic sangat riskan untuk mengalami masalah

kejiwaanya terutama merasa jelek tentang gambaran dirinya atau mengalami gangguan citra

tubuh. Citra tubuh merupakan ide seseorang mengenai betapa penampilan badannya

menarik di hadapan orang lain (Chaplin, 2011). Sedangkan gangguan citra tubuh adalah

perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran, bentuk, struktur,

fungsi keterbatasan, makna dan objek yang sering kontak dengan tubuh (Wald & Alvaro

2007).

Menurut Freud (2007), pasien stroke dapat mengalami depresi menderita kehilangan

nyata atas objek cinta yang bersifat ambivalen (bertentangan). Pasien bereaksi dengan

kemarahan yang kemudian diarahkan kepada diri sendiri, dan ini menyebabkan gangguan

citra tubuh. Untuk mengatasi gangguan citra tubuh pada pasien stroke, dapat dilakukan

dengan cara : mendiskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya yang dulu dan saat ini,

motivasi pasien untuk memaksimalkan anggota tubuh yang masih bisa digunakan, gali
aspek positif pasien dan berikan motivasi, menjelaskan kepada keluarga tentang gangguan

citra tubuh yang dialami pasien, motivasi keluarga untuk mengikutsertakan pasien dalam

berbagai kegiatan

Berdasarkan hal tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah dengan

judul ”Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh pada pasien Stroke Non Hemoragik”.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah gambaran Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Klien Dengan Gangguan

Citra Tubuh Pada Stroke Non Hemoragik?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menggambarkan kemampuan penulis berfikir kritis dalam asuhan keperawatan

klien dengan stroke : resiko Gangguan Citra Tubuh pada klien Stroke Non

Hemoragic”

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menggambarkan pengkajian resiko Gangguan Citra Tubuh pada klien yang

menderita Stroke Non Hemoragik.

2. Menggambarkan diagnosa keperawatan resiko Gangguan Citra Tubuh pada

klien yang menderita Stroke Non Hemoragic.

3. Menggambarkan intervensi keperawatan Gangguan Citra Tubuh pada klien

yang menderita Stroke Non Hemoragic.

4. Menggambarkan Implementasi Keperawatan Gangguan Citra Tubuh pada

klien yang menderita Stroke Non Hemoragic.

5. Menggambarkan Evaluasi Keperawatan Gangguan Citra Tubuh pada klien

yang menderita Stroke Non Hemoragic.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Pasien dan masyarakat


Hasil laporan kasus ini diharapkan memberikan manfaat dalam peningkatan

koping individu dengan Gangguan Citra Tubuh

1.4.2 Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi

Hasil laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis sebagai

informasi ”Asuhan Keperawatan Jiwa Klien dengan Gangguan Citra Tubuh

pada Stroke Non Hemoragik ”.

1.4.3 Bagi Penulis

Penulis lebih memahami tentang asuhan keperawatan Asuhan Keperawatan

klien Dengan Stroke : resiko Gangguan Citra Tubuh pada klien Stroke Non

Hemoragic, juga sebagai referensi untuk melakukan pengelolaan kasus

selanjutnya agar lebih baik.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Gangguan Citra Tubuh

2.1.1 Definisi

Citra tubuh adalah kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari

terhadap tubuhnya, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang, serta perasaan tentang

struktur, bentuk, dan fungsi tubuh karena tidak sesuai dengan yang diinginkan. Citra

Tubuh merupakan salah satu komponen dari konsep diri yang membentuk persepsi

seseorang tentang tubuhnya baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup

perasaan dan sikap yang ditujukan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan

pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang

lain (Potter & Perry, 2005).

Suatu gangguan citra tubuh dapat diketahui perawat dengan mewawancarai dan

mengamati pasien secara berhati-hati untuk mengidentifikasi bentuk ancaman dalam citra

tubuhnya (fungsi signifikan bagian yang terlibat, pentingnya penglihatan dan penampilan

fisik bagian yang terlibat); arti kedekatan pasien terhadap anggota keluarga dan anggota

penting lainnya dapat membantu pasien dan keluarganya (Kozier, 2004).

2.1.2 Etiologi

1. Eksisi bedah atau gangguan bagian tubuh

Enterostomi, Mastaktomi, Histerektomi, Pembedahan kardiovaskuler,

Pembedahan leher radikal, Laringektomi

2. Amputasi pembedahan atau traumatic

3. Luka bakar

4. Trauma wajah

5. Gangguan makan

6. Obesitas

7. Gangguan muskuluskeletal
8. Gangguan integument

9. Lesi otak

a. Cerebrovaskular accident

b. Demensia

c. Penyakit Parkinson

10. Gangguan afektif

a. Depresi

b. Skizofrenia

11. Penyalahgunaan bahan kimia

12. Nyeri

13. Respon masyarakat terhadap penuaan (agetasim)

a. Umpan balik interpersonal negative

b. Penekanan pada produktivitas

2.1.3 Pohon Masalah

Harga Diri Rendah

Gangguan citra tubuh

Penyakit Fisik

2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Citra Tubuh

Citra tubuh dipengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik.

Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek

penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep

diri. Selain itu, sikap dan nilai kultural dan sosial juga mempengaruhi citra tubuh.

Pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dan

pandangan orang lain. Cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang
penting pada aspek psikologinya. Pandangan yang realistik terhadap dirinya, menerima

dan mengukur bagian tubuhnya akan membuatnya lebih merasa aman sehingga terhindar

dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri

2.1.5 Negatif dan Positif Citra Tubuh

Citra tubuh yang negatif merupakan suatu persepsi yang salah mengenai bentuk

individu, perasaan yang bertentangan dengan kondisi tubuh individu sebenarnya. Individu

merasa bahwa hanya orang lain yang menarik dan bentuk tubuh dan ukuran tubuh individu

adalah sebuah tanda kegagalan pribadi. Individu merasakan malu, self-conscious, dan

khawatir akan badannya.

Citra Tubuh yang positif merupakan suatu persepsi yang benar tentang bentuk

individu, individu melihat tubuhnya sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Individu

menghargai badan/tubuhnya yang alami dan individu memahami bahwa penampilan fisik

seseorang hanya berperan kecil dalam menunjukkan karakter mereka dan nilai dari

seseorang. Individu merasakan bangga dan menerimanya bentuk badannya yang unik dan

tidak membuang waktu untuk mengkhawatirkan makanan, berat badan, dan kalori.

2.1.6 Tanda dan Gejala

1. Syok Psikologis

Syok Psikologis merupakan reaksi emosional terhadap dampak perubahan dan

dapat terjadi pada saat pertama tindakan. Syok psikologis digunakan sebagai

reaksi terhadap ansietas. Informasi yang terlalu banyak dan kenyataan

perubahan tubuh membuat klien menggunakan mekanisme pertahanan diri

seperti mengingkari, menolak dan proyeksi untuk mempertahankan

keseimbangan diri.

2. Menarik diri

Menjadi sadar akan kenyataan, ingin lari dari kenyataan , tetapi karena tidak

mungkin maka lari atau menghindar secara emosional, menjadi pasif,


tergantung , tidak ada motivasi dan keinginan untuk berperan dalam

perawatannya.

3. Penerimaan atau pengakuan secara bertahap.

Setelah sadar akan kenyataan maka respon kehilangan atau berduka muncul.

Setelah fase ini klien mulai melakukan reintegrasi dengan gambaran diri yang

baru.

4. Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.

5. Tidak menerima perubahan tubuh yang terjadi.

6. Menolak penjelasan perubahan tubuh.

7. Persepsi negatif terhadap tubuh.

2.1.7 Faktor Predisposisi

Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi perilaku yang objektif dan teramati

serta bersifatsubjektif dan dunia dalam pasien sendiri. Perilaku berhubungan dengan

harga diri yang rendah, keracuan identitas, dan deporsonalisasi.

Faktor yang mempengaruhi peran adalah streotipik peran seks, tuntutan peran

kerja, dan harapan peran kultural.

Faktor yang mempengaruhi identitas personal meliputi ketidakpercayaan orang tua,

tekanan dari kelompok sebaya, dan perubahan dalam struktur sosial.

2.1.8 Faktor Presipitasi

1. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian

mengancam kehidupan

2. Ketegangan peran hubugnan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana

individu mengalaminya sebagai frustasi. ada tiga jenis transisi peran :

a. Transisi peran perkembangan

b. Transisi peran situasi

c. Transisi peran sehat /sakit


2.1.9 Stressor yang dapat Menyebabkan Gangguan Citra Tubuh

1. Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat penyakit

2. Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasif, seperti operasi, suntikan, daerah

pemasangan infuse.

3. Perubahan struktur : sama dengan perubahan bentuk tubuh disrtai dengan

pemasanagn alat di dalam tubuh.

4. Perubahan fungsi : berbagai penyakit yang dapat merubah system tubuh.

5. Keterbatasan : gerak, makan, kegiatan

6. Makna dan obyek yang sering kontak : penampilan dan dandan berubah,

pemasangan alat pada tubuh klien ( infus, fraksi, respitor, suntik, pemeriksaan

tanda vital, dll).

2.1.10 Respon Klien terhadap Gangguan Citra Tubuh

1. Respon terhadap kelainan bentuk atau keterbatasan dapat berupa:

a. Respon penyesuaian: Menunjukkan rasa sedih dan duka cita (rasa shock,

kesangsian, pengingkaran, kemarahan, rasa bersalah atau penerimaan)

b. Respon mal-adaptip: Lanjutan terhadap penyangkalan yang berhubungan

dengan kelainan bentuk atau keterbatasan yang tejadi pada diri sendiri.

Perilaku yang bersifat merusak, berbicara tentang perasaan tidak berharga

atau perubahan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.

2. Respon terhadap pola kebebasan – ketergantungan dapat berupa:

a. Respon penyesuaian: Merupakan tanggung jawab terhadap rasa kepedulian

(membuat keputusan) dalam mengembangkan perilaku kepedulian yang

baru terhadap diri sendiri, menggunakan sumber daya yang ada, interaksi

yang saling mendukung dengan keluarga.

b. Respon mal-adaptip: Menunjukkan rasa tanggung jawab akan rasa

kepeduliannyaterhadap yang lain yang terus-menerus bergantung atau

dengan keras menolak bantuan.


3. Respon terhadap Sosialisasi dan Komunikasi dapat berupa:

a. Respon penyesuaian: Memelihara pola sosial umum, kebutuhan komunikasi

dan menerima tawaran bantuan, dan bertindak sebagai pendukung bagi yang

lain.

b. Respon mal-adaptip: Mengisolasikan dirinya sendiri, memperlihatkan sifat

kedangkalan kepercayaan diri dan tidak mampu menyatakan rasa (menjadi

diri sendiri, dendam, malu, frustrasi, tertekan) (Carol, 1997).

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Gangguan Citra Tubuh

2.2.1Pengkajian
Pengkajian pada pasien gangguan citra tubuh dilakukan dengan cara wawancara dan

observasi, Berikut ini adalah observasi pada saat pengkajian yang harus dilakukan :

1. Tanda dan Gejala:

Data obyektif yang dapat diobservasi:

a. Perubahan dan hilangnya anggota tubuh, baik struktur, bentuk dan fungsi

b. Menyembunyikan atau memamerkan bagian tubuh yang terganggu

c. Menolak melihat bagian tubuh

d. Menolak menyentuh bagian tubuh

e. Aktifitas sosial menurun

Data Subyektif : Data subyektif didapat dari hasil wawancara,pasien dengan

gangguan citra tubuh biasanya mengungkapkan

a. Penolakkan terhadap :

1) Perubahan anggota tubuh saat ini, misalnya tidak puas dengan hasil operasi

2) Anggota tubuhnya yang tidak berfungsi

3) Interaksi dengan orang lain

b. Perasaan tidak berdaya, tidak berharga dan keputusasaan

c. Keinginan yang terlalu tinggi terhadap bagian tubuh yang terganggu

d. Sering mengulang-ulang mengatakan kehilangan yang terjadi


e. Merasa asing terhadap bagian tubuh yang hilang

2. Analisa data

No. DATA MASALAH


1. Subjektif : Gangguan Citra Tubuh
-Pasien merasa tidak dapat menerima
keadaan dirinya.
-Pasien mengatakan menolak melihat
anggota tubuh yang berubah.
-Pasien mengatakaan keputusasaan pada
kondisinya saat ini.
-Pasien mengungkapkan ketakutan yang
dialaminya.

Objektif :
-Pasien menolak penjelasan perubahan
tubuhnya
-Pasien menolak melihat dan menyentuh
bagian tubuh yang berubah
-Pasien Tidak dapat menerima perubahan
struktur tubuh dan fungsi tubuh.
-Pasien mengurangi kontak sosial sehingga
terjadi penarikan diri

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan yang muncul adalah Gangguan Citra Tubuh.

Pohon Masalah

Harga Diri Rendah

Gangguan Citra
Tubuh

Faktor Predisposisi Faktor Presipitasi


 Kehilangan/kerusakan bagian tubuh
 Trauma
(anatomi dan fungsi).
 Ketegangan peran
 Perubahan ukuran, bentuk, dan penampilan  Transisi peran
tubuh (akibat tumbuh kembang atau perkembangan
penyakit).  Transisi peran situasi
 Proses penyakit dan dampaknya terhadap  Transisi peran sehat sakit
struktur dan fungsi tubuh.
 Proses pengobatan, seperti radiasi dan
kemoterapi.
2.2.3 Tindakan Keperawatan

1. Tindakan keperawatan untuk pasien dengan gangguan citra tubuh bertujuan agar

pasien mampu :

a. Mengidentifikasi citra tubuhnya

b. Meningkatkan penerimaan terhadap citra tubuhnya

c. Mengidentifikasi aspek positif diri

d. Mengetahui cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh

e. Melakukan cara-cara untuk meningkatkan citra tubuh

f. Berinteraksi dengan orang lain tanpa terganggu

2. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah

a. Diskusikan persepsi pasien tentang citra tubuhnya, dulu dan saat ini.,

perasaan tentang citra tubuhnya dan harapan tentang citra tubuhnya saat ini

b. Motivasi Pasien untuk melihat/meminta bantuan keluarga dan perawat untuk

melihat dan menyentuh bagian tubuh secara bertahap

c. Diskusikan aspek positif diri

d. Bantu Pasien untuk meningkatkan fungsi bagian tubuh yang terganggu

(misalnya menggunakan anus buatan dari hasil kolostomi)

e. Ajarkan Pasien meningkatkan citra tubuh dengan cara:

1) Motivasi Pasien untuk melakukan aktivitas yang mengarah pada

pembentukkan tubuh yang ideal


2) Gunakan protese, wig (rambut palsu),kosmetik atau yang lainnya

sesegera mungkin,gunakan pakaian yang baru.

3) Motivasi pasien untuk melihat bagian yang hilang secara bertahap.

4) Bantu pasien menyentuh bagian tersebut.

f. Lakukan interaksi secara bertahap dengan cara:

1) Susun jadwal kegiatan sehari-hari

2) Motivasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan terlibat dalam

aktivitas keluarga dan social

3) Motivasi untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti atau

mempunyai peran penting baginya

4) Berikan pujian terhadap keberhasilan Pasien melakukan interaksi

3. Tindakan terhadap keluarga

Tujuan umum : Keluarga dapat membantu dalam meningkatkan kepercayaan diri

klien

Tujuan khusus :

a. Keluarga dapat mengenal masalah gangguan citra tubuh

b. Keluarga dapat mengenal masalah gangguancitra tubuhcitra tubuh.

c. Keluarga mengetahui cara mengatasi.masalah gangguan citra tubuh

d. Keluarga mampu merawat pasien gangguancitra tubuhcitra tubuh.

e. Keluarga mampu mengevaluasi kemampuanpasien dan memberikan pujian

atas keberhasilannya..

Tindakan Keperawatan :

a. Jelaskan dengan keluarga tentanggangguan citra tubuh yang terjadi pada

pasien.

b. Jelaskan kepada keluarga cara mengatasi gangguan citra tubuh.

c. Ajarkan kepada keluarga cara merawat pasien.

d. Menyediakan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pasien dirumah.


e. Menfasilitasi interaksi dirumah.

f. Melaksanakan kegiatan dirumah dan sosial.

g. Memberikan pujian atas keberhasilan pasien.

2.2.4 Evaluasi Keperawatan

Keberhasilan tindakan keperawatan pada pasien dengan gangguan citra tubuh

tampak dari kemampuan pasien untuk :

1. Kemampuan untuk pasien

a. Pasien mampu mengidentifikasi citra tubuh dan potensi tubuh yang lain.

b. Pasien mampu melakukan cara untuk mengatasi gangguan citra tubuhnya.


2. Kemampuan untuk keluarga

a. Keluarga mampu mengenal masalah masalah gangguan citra tubuh

b. Keluarga mampu merawat klien gangguan citra tubuh

c. Keluarga mampu mengevaluasi perkembangan pasien.


BAB 3

TINJAUAN KASUS

TANGGAL DIRAWAT : 1 Juni 2017

A. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Ny P (P)
Tanggal Pengkajian: : 6 Juni 2017

Alamat : Gombong

Umur : 40 tahun

B. ALASAN MASUK RUMAH SAKIT


Klien tiba-tiba merasa lemas di extremitas kanan (tangan dan kaki) disertai
pusing
C. FAKTOR PREDISPOSISI
Biologis:
Klien tidak memiliki penyakit menurun atau menular dan klien memiliki
riwayat trauma lainnya yaitu pernah terjatuh dari motor
Psikologis
a. Klien menganggap sakitnya merupakan ujian dari Alloh
b. Klien ingin sekali cepat pulih agar tidak merasa merepotkan orang lain
c. Klien belum pernah mengalami sakit seperti ini dan ia menganggap anggota
tubuhnya yang lemas sudah tidak bisa berfungsi seperti semula

Sosial Budaya
Usia klien 40 tahun, jenis kelamin klien perempuan, tingkat pendidikan klien
SMA, untuk biaya pengobatan klien menggunakan bantuan dari pemerintah yaitu
progam BPJS. Klien saat ini sudah tidak bekerja, saat sakit sekarang tetangga klien
banyak yang mengejenguk klien dan keluargapun memahami kondisi yang dialami
klien. Klien beragama Islam dan Klien merupakan seorang IRT.

D. FAKTOR PRESIPITASI
Saat dikaji Keluarga Ny. P dan Ny. P mengatakan Ny. P tidak menerima
perubahan yang terjadi padanya karena sebelum sakit klien dapat bergerak bebas
dan sekarang hanya terbaring di bed. Keluarga Ny. P mengatakan Ny. P kadang
gelisah di malam hari dan susah tidur, Pemeriksaan Fisik didapatkan Tekanan
Darah 120/60 mmHg, Nadi 80x/m, Suhu 36,5 °C, Pernapasan 18x/m. Ny. P
mengatakan agak pusing.

E. PENGKAJIAN FISIK
Klien terlihat lemas Pemeriksaan Vital sign TD : 110/80mmHg, S : 36oC,
N : 70x/mnt, P : 20x/mnt. Klien mengalami kelemahan di anggota gerak bagian
kanan yaitu tangan dan kaki
Pengkajian psikososial
1. Gambaran diri : klien menganggap anggota tubuhnya yang lemas sudah
tidak bisa sembuh seperti semula, klien paling suka terhadap wajahnya
2. Identitas : klien seorang perempuan dan sudah menikah, klien menerima
statusnya sebagai perempuan dan ibu bagi anak-anaknya
3. Peran : klien memahami perannya sebagai perempuan pada umumnya
4. Ideal diri : klien berharap dapat sembuh seperti semula, anggota tubuhnya
yang lemas dapat berfungsi lagi dan dapat kembali berkumpul dengan
keluarga

5. Harga diri : klien pasrah dengan penyakitnya


F. STATUS MENTAL
1. Klien berpenampilan pada umumnya
2. Pembicaraan klien normal
3. Aktivitas motorik klien terganggu karena mengalami kelemahan di
extremitas kanan yaitu tangan dan kaki. Tonus otot 0
4. Alam perasaan klien merasa sedih dan khawatir karena ia tidak bisa sembuh
seperti dulu
5. Klien kooperatif saat wawancaara
6. Tingkat kesadaran dan orientasi klien bagus. Klien tidak bingung ia berada
di mana, mengetahui tanggal, hari dan dapat menyebutkan nama orang-
orang di sekitarnya
7. Klien tidak mengalami gangguan memori jangka panjang ataupun
pendeknya
8. Klien tahu bahwa ia sedang sakit

KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG


1. Klien belum mengetahui aturan pakai obat yang dibawa pulang
2. Klien belum mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap sakitnya
G. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adaptif klien yaitu berbicara dengan orang lain,
sedangkan mekanisme koping mal adaptif klien yaitu dengan cara beristighfar
dan berdoa

H. ASPEK MEDIS
Diagnose medis : SNH
Terapi yang diberikan : metronidazole IV 500mg
Asam tranexamat 3x500mg
Citicolin 2x100mg
Phenytoin 2x100mg
IVFD Ns, Asering 20tpm
I. ANALISA DATA Ny. M
Tgl / Data Fokus Diagnosis Paraf
Jam
6 Juli DS : Gangguan
2017 - klien mengatakan tidak ingin memiliki konsep diri :
jam anggota tubuh yang tidak berfungsi gangguan
09.00 - klien merasa sedih dengan kondisi dirinya citra tubuh
- klien mengatakan takut jika tidak bisa
sembuh seperti semula
- klien mengatakan pasrah terhadap sakitnya
DO :
- klien nampak lesu, lemas dan tidak
bersemangat
- klien sering memegangi anggota tubuhnya
yang sakit

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN Ny. M


Gangguan konsep diri : gangguan citra tubuh

K. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN Ny. M

Tgl / Jam Diagnosis Tujuan Tindakan

6 Juni TUK : gangguan citra - Mendiskusikan persepsi


2017 tubuh klien dapat teratasi tentang citra tubuh yang
Jam 09.00 dulu dan saat ini
TUM : - Mendiskusikan potensi
- Klien dapat bagian tubuh yang lain
mengidentifikasi - Membantu klien untuk
citra tubuhnya meningkatkan fungsi
- Klien dapat bagian tubuh yang
mengidentifikasi terganggu
aspek positifnya - Membantu klien untuk
mengoptimalkan bagian
tubuh yang masih normal
- Melakukan interaksi
secara bertahap
L. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN Ny. M
Tgl / Strategi
Implementasi Evaluasi Paraf
jam Pelaksanaan
6 Juli Diagnosa Mengkaji tanda S : klien mengatakan hal
2017 gejala gangguan yang negatif tentang
jam citra tubuh tubuhnya yang terganggu
08.00 O : klien nampak murung
A : gangguan konsep diri :
gangguan citra tubuh
P : lanjutkan intervensi
melakukan strategi
pelaksanaan untuk klien
gangguan citra tubuh
6 Juli SP 1 GCT Mendiskusikan S : klien meceritakan
2017 persepsi tentang kegiatanya saat masih sehat
jam citra tubuh yang O : klien nampak murung
09.30 dulu dan saat ini A : gangguang konsep diri
: gangguan citra tubuh
P : lanjutkan intervensi
mendiskusikan potensi
bagian
8 Juli SP 1 GCT Membantu klien S : klien mengatakan
2017 untuk meningkatkan masih bisa menggerakan
jam fungsi bagian tubuh sedikit anggota tubuhnya
10.00 yang terganggu yang terganggu

O : Klien mencoba untuk


menggerakan bagian
tubuhnya yang lemas
Tonus Otot : 1 (lemah)
A : gangguan konsep diri :
gangguan citra tubuh
P : lanjutkan intervensi
membantu klien untuk
mengoptimalkan bagian
tubuh yang masih
berfungsi
9 Juli SP 1 GCT Melakukan S:-
2017 pengkajian
O : klien mengalami
jam penurunan tanda
penurunan tanda gejala
10.30 gejala
A : gangguan konsep diri :

gangguan citra tubuh

P : lanjutkan intervensi
mengajarkan kepada klien
untuk memperkuat koping,
memotivasi klien agar selalu
melatih anggota tubuhnya
yang terganggu
BAB 4

PENUTUP
4.1. KESIMPULAN
Citra tubuh menurut Stuart &Laraia (2005) bahwa citra tubuh adalah
kumpulan dari sikap individu yang disadari dan tidak disadari terhadap tubuhnya.
Ciitra tubuh adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar
termasuk persepsi dan perasaan tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan
potensi tubuh saat ini dan masa lalu (Nurhalimah, 2016). Manifestasi Klinis Citra
Tubuh menurut (Muhith, 2015) adalah Respon klien Adaptif meliputi Syok
psikogis, Menarik diri, Penerimaan / Pengakuan secara bertahap kemudian Respon
klien Maladaptif, dan Pada klien yang dirawat di rumah sakit.
Faktor Predisposisi adalah faktor yang melatar belakangi seseorang
mengalami gangguan jiwa, Faktor Presipitasi adalah faktor yang mencetuskan
terjadinya gangguan jiwa pada seseorang untuk kali yang pertama, dan Perilaku
gangguan citra diri yaitu Menolak menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu,
Menolak bercermin, Tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh,
Menolak usaha rehabilitasi, Usaha pengobatan mandiri yang tidak tepat dan
Menyangkal cacat tubuh.
4.2. SARAN
Dari pembahasan diatas Asuhan Keperawatan Jiwa pada pasien dengan
masalah psikososial Gangguan citra tubuh maka saran yang dapat kami berikan
adalah Citra diri merupakan salah satu komponen dari konsep diri dimana konsep
diri adalah semua pikiran, keyakinan dan kepercayaan yang membuat seseorang
mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubungannya dengan orang lain
oleh karena itu kita perlu yakit dan percaya agar tidak menimbulkan gangguan
pada citra diri kita.
DAFTAR PUSTAKA

Muhith, A., 2015. PENDIDIKAN KEPERAWATAN JIWA teori dan aplikasi.


Yogyakarta: CV.Andi Offset.

Nurhalimah, 2016. Keperawatan Jiwa. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.

Yusuf, A., sari, R. F. & Nihayati, H. E., 2015. Buku ajar keperawatan kesehatan
jiwa. Jakarta: penerbit salemba medika .

Anda mungkin juga menyukai