Anda di halaman 1dari 26

STROKE

A. Konsep Dasar Medik

1. Pengertian
Stroke adalah serangan otak yang terjadi secara tiba-tiba dengan
akibat kematian atau kelumpuhan sebelah bagian tubuh. Karena sifatnya
yang menyerang itu, sindroma ini diberi nama “stroke”, yang artinya
kurang lebih pukulan telak dan mendadak. Kadang pula stroke disebut
sebagai CVA (cerebro-vascular accident) (Sustrani Lanny dkk, 2003).
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresif cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung non traumatik. Bila gangguan
peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga
beberapa jam (kebanyakan 10 – 20 menit), tapi kurang dari 24 jam, disebut
sebagai serangan iskemia otak sepintas (transient ischaemia attack = TIA)
(Mansjoer Arief, 2000).
2. Anatomi Fisiologi
Otak beratnya kira-kira 3 pound (satu setengah kg) dan dibagi
secara kasar : (1) cerebrum, (2) batang otak dan (3) cerebellum.
a. Cerebrum
Hemisperium cerebri kiri dan kanan terdiri dari 4 lobus utama
yaitu frontal, parietal, temporal dan occipital. Cerebrum adalah bagian
terbesar dari otak, dibungkus dari sebelah luar dengan cerebral korteks
yang tebalnya kira-kira seperempat inci dan terdiri dari 14 milyard
neuron. Menerima dan menganalisa impuls, mengendalikan gerakan
volunter dan menyimpan semua pengetahuan dari impuls yang
diterima. Cerebrum bentuknya longitudinal dibagi dalam dua buah
hemisfer kiri dan kanan. Lekukan dari korteks yang utama membagi
lobus dalam empat lobus. Tiap lobus otak mengikuti nama tulang
tengkorak yang diisinya, mengerjakan fungsi spesifik, sepersi sensasi,
persepsi penglihatan, rasa khusus, persepsi dan pembicaraan.

1
Jauh ditengah-tengah cerebrum terdapat basal ganglia. Ini
merupakan kumpulan bahan yang berwarna abu-abu (badan sel)
termasuk nukleus cauda, putamen, dan globa pallidus. Basal ganglia
bekerja sebagai bagian dari sistem ekstrapiramid dan untuk gerakan
halus bebas, terutama untuk tangan dan ekstremitas bawah.
Salah satu fungsi cerebrum yang tampak ialah berbicara.
Pembicaraan merupakan fungsi paling dominan dari hemisfer yang
terletak pada sebelah kiri dari otak bagi individu yang mengerjakan
kegiatan dengan kanan dan juga sebagian besar bekerja dengan kiri.
Kedua daerah yang disebut pusat bicara ialah daerah Broca dan
Wernicke, Broca terletak pada lobus frontalis yang berhubungan
dengan korteks motorik dan mengendalikan bicara, ekspresive verbal.
Area Wernicke berada pada bagian posterior dari lobus temporal dan
membentang sampai bagian yang menyambung dengan lobus
parietalis. Wernicke bertanggung jawab untuk menerima dan
mengartikan bahasa. Daerah pada lobus frontalis memiliki kemampuan
menuliskan kata-kata, dan daerah pada lobus occipital mengendalikan
kemampuan mengartikan tulisan.
b. Batang Otak
Batang otak terletak dalam dipusat hemisfer dan tersambung
dengan tulang belakang setinggi medula. Batang otak membuat semua
serabut saraf lewat diantara hemisfer otak dan tulang belakang; dari
sini semua sel saraf kranial berasal kecuali saraf I.
Berbagai struktur berada dalam batang otak. Batang otak terdiri
dari diencephalon, otak tengah, pons dan medula oblongata.
Yang sangat penting ialah untaian jarigan yang terentang
disebelah batang otak disebut formasi retikular. Jalinan sel yang saling
berhubungan terintegrasi sebagai pusat respirasi, fungsi kardiak, sistem
motor, dan kesadaran. Stimulus terhadap sel-sel ini menyebabkan
sikap terjaga dan berkurangnya stimulus berdampak mengantuk
(seperti pada anoksia akibat peningkatan tekanan intrakranial).

2
c. Cerebellum
Cerebellum (otak kecil) terletak di bawah cerebrum (otak
besar) posterior, besarnya seperlima cerebrum. Mempunyai dua belah
hemisfer lateral dan medial yang disebut rermis. Mengendalikan otot
kerangka yang mengatur koordinasi gerakan, keseimbangan dan
menegakkan tubuh. Bekerja bersama-sama dengan cerebrum untuk
koordinasi aktifitas otot dan menghasilkan gerakan-gerakan terampil.
Gerakan volunter bisa berlangsung terus tanpa cerebellum, gerakannya
lemah tidak ada koordinasi (seperti pada asynergia dan ataksi
cerebellar). Cerebellum menerima impuls sensori dan motorik, dan
dapat mengetahui kesalahan sinergis otot dan memperbaiki
pengendalian otot dalam tubuh (Long, Barbara C, 1996).
3. Etiologi
a. Infark otak (80%)
1) Emboli
a) Emboli kardiogenik
b) Emboli paradoksal (foramen ovale paten)
c) Emboli arkus aorta
2) Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar)
a) Penyakit ekstrakranial
b) Penyakit intrakranial
b. Perdarahan intraserebral (15%)
1) Hipertensif
2) Malformasi arteri – vena
3) Angiopati amiloid
c. Perdarahan subaraknoid (5%)
d. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)
1) Trombosis sinus dura
2) Diseksi arteri karotis atau vertebralis
3) Vaskulitis sistem saraf pusat

3
4) Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang
progresif)
5) Migren
6) Kondisi hiperkoagulasi
7) Penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin).
8) Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia, atau
leukimia).
9) Miksoma atrium
4. Insiden
Setiap tahun sekitar 12 dari 100.000 orang di Amerika Serikat
mengalami stroke, sehingga penyakit ini tercatat sebagai pembunuh nomor
tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Di Amerika, tercatat ada 770.000
pasien stroke, baik yang terkena untuk pertama kalinya maupun yang
terkena serangan susulan. Dari segi usia, 72 persen pasien stroke berumur
di atas 65 tahun. Hal ini dikarenakan peluang seseorang terkena stroke
setelah berusia 55 tahun berlipat ganda pada setiap dasawarsa pertambahan
umurnya.
5. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen dan tidak mempunyai
cadangan oksigen. Bila terjadi anoksia seperti halnya yang terjadi pada
CVA, metabolisme di otak segera mengalami perubahan, kematian sel dan
kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3 sampai 10 menit. Tiap kondisi
yang menyebabkan perubahan perfusi otak akan menimbulkan hipoksia
atau anoksia. Hipoksia menyebabkan iskemi otak. Iskemi dalam waktu
singkat (kurang dari 15 menit) menyebabkan defisit sementara dan bukan
defisit permanen. Iskemi dalam waktu lama menyebabkan sel mati
permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai edema otak. Tipe
defisit fokal permanen akan tergantung kepada daerah otak yang mana
yang terkena. Daerah otak tergantung kepada pembuluh darah otak yang
mana yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri
cerebral tengah, yang kedua arteri karotis interna. Defisit focal permanen

4
dapat tidak diketahui jika pertama kali pasien dijumpai terjadi iskemi otak
keseluruhan yang bisa teratasi (Long Barbara C, 1996).
6. Manifestasi Klinik
Pada stroke non hemoragis (iskemik), gejala utamanya adalah
timbulnya defisit neurologis secara mendadak/subakut, didahului gejala
prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran
biasanya tak menurun, kecuali bila embolus cukup besar. Biasanya terjadi
pada usia > 50 tahun.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of
Diseases and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik
dibagi atas :
a. Perdarahan intraserebral (PIS)
b. Perdarahan subaraknoik (PSA)
Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas,
kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat
aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan
muntah sering terdapat pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi
biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan
cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara ½
s.d 2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari).
Pada pasien dengan PSA didapatkan gejala prodromal berupa nyeri
kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
Ada gejala/tanda rangsangan meningeal. Edema papil dapat terjadi bila
ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri
komunikans anterior atau arteri karotis interna.
Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasinya. M anifestasi klinis stroke akut
dapat berupa :
a. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang
timbul mendadak.

5
b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan
hemisensorik)
c. Perubahan mendadak status mental.
d. Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan
memahami ucapan).
e. Disartria (bicara pelo atau cadel)
f. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia.
g. Ataksia (trunkal atau anggota badan)
h. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.
7. Tes Diagnostik
a. Angiografi serebral : Membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik, seperti perdarahan, atau obstruksi arteri, adanya titik oklusi
atau ruptur.
b. Skan CT : Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan
adanya infark.
c. Pungsi lumbal : Menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya
ada trombosis, emboli serebral, dan TIA.
d. MRI : Menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik,
malformasi arteriovena (MAV).
e. Ultrasonografi doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena.
f. EEG : Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Sinar x tengkorak : Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng
pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas.
8. Penatalaksanaan
a. Membatasi atau memulihkan iskemia akut yang sedang berlangsung
(3-6 jam pertama) menggunakan trombolisis dengan rt-PA
(recombinant tissue-plasminogen activator). Pengobatan ini hanya
boleh diberikan pada strok iskemik dengan waktu onset < 3 jam dan
hasil CT scan normal. Obat ini sangat mahal dan hanya dapat
dilakukan di rumah sakit yang fasilitasnya lengkap.

6
b. Mencegah perburukan neurologis yang berhubungan dengan stroke
yang masih berkembang (jendela terapi sampai 72 jam).
c. Mencegah stroke berulang dini (dalam 30 hari sejak onset gejala
stroke).
Sekitar 5 % pasien yang dirawat dengan stroke iskemik mengalami
serangan stroke kedua dalam 30 hari pertama. Risiko ini paling tinggi
(lebih besar dari 10%) pada pasien dengan stenosis karotis yang berat
dan kardioemboli serta paling rendah (1%) pada pasien dengan infark
lakuner. Terapi dini dengan heparin dapat mengurangi risiko stroke
berulang dini pada pasien dengan kardioemboli.
9. Komplikasi
Serangan stroke tidak berakhir dengan akibat pada otak saja.
Gangguan emosional dan fisik akibat terbaring lama tanpa dapat bergerak
di tempat tidur adalah komplikasi yang tidak dapat dihindari. Hal ini
berupa depresi, darah beku, memar, otot mengerut dan sendi kaku,
pneumonia (radang paru-paru) serta nyeri pundak.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien stroke (Doenges Marilynn E, 1999).
a. Aktivitas
Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis, merasa
mudah lelah, susah untuk beristirahat.
Tanda : Gangguan tonus otot, gangguan penglihatan dan
gangguan tingkat kesadaran.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung, polisitemia, riwayat hipotensi
postural.
Tanda : Hipertensi arterial, frekuensi nadi bervariasi, disritmia,
perubahan EKG, desiran pada karotis.
c. Integritas Ego

7
Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa.
Tanda : Emosi yang labil, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih, distensi abdomen, bising
usus negatif.
e. Makanan dan cairan
Gejala : Nafsu makan hilang, mual muntah, kehilangan sensasi,
adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak darah.
Tana : Kesulitan menelan, obesitas.
f. Neurosensori
Gejala : Sinkope/pusing, sakit kepala, kelemahan, penglihatan
menurun, hilang rangsang sensorik kontralateral,
gangguan rasa pengecapan.
Tanda : Perubahan status mental, paralisis atau parese wajah,
afasia, kehilangan kemampuan untuk mengenali/
menghayati masuknya rangsang visual, kehilangan
kemampuan menggunakan motorik, ukuran/reaksi pupil
tidak sama, kekakuan, kejang.
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda.
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan
pada otot/fasia.
h. Pernafasan
Gejala : Merokok (faktor resiko)
Tanda : Ketidakmampuan menelan/batuk/hambatan jalan napas,
timbulnya pernapasan sulit, suara napas terdengar /
ronki.
i. Keamanan
Tanda : Motorik/sensorik : Masalah dengan penglihatan,
perubahan persepsi terhadap orientasi tubuh, tidak

8
mampu mengenali objek, gangguan berespon, kesulitan
dalam menelan, gangguan dalam memutuskan.
Angioma jaring-jaring, eritema palmar, ginekomastia.
j. Interaksi sosial
Gejala : Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi.
k. Penyuluhan/pembelajaran.
Gejala : Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, stroke,
pemakaian kontrasepsi oral, kecanduan alkohol.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut teori (Doenges Marilynn E, 1999) pada
stroke adalah sebagai berikut :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi
aliran darah; gangguan oklusif, hemoragi; vasospasme serebral, edema
serebral.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler; kelemahan, parestesia; flaksid/paralisis hipotonik
(awal); paralisis spastis.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral; kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus/kontrol otot
fasial/oral; kelemahan/kelelahan umum.
d. Perubahan persepsi sensori, transmisi integrasi (trauma neurologis atau
defisit).
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi
otot.
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik,
psikososial, perseptual kognitif.
g. Risiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler/perseptual.

9
h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi.
3. Perencanaan
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi
aliran darah; gangguan oklusif, hemoragi; vasospasme serebral, edema
serebral.
Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik,
fungsi kognitif, dan motorik/sensori.
Intervensi :
1) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan
keadaan/penyebab khusus selama koma/penurunan perfusi serebral
dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
Rasional : Mempengaruhi penetapan intervensi. Kerusakan/
kemunduran tanda/gejala neurologis atau
kegagalan memperbaikinya setelah fase awal
memerlukan tindakan pembedahan dan/atau
pasien harus dipindahkan ke ruang perawatan
kritis (ICU).
2) Pantau/catat status neurologis sesering mungkin dan bandingkan
dengan keadaan normalnya/standar.
Rasional : Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan
potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi,
luas, dan kemajuan/resolusi kerusakan SSP. Dapat
menunjukkan TIA yang merupakan tanda terjadi
trombosis CVS baru.
3) Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Variasi mungkin terjadi oleh karena tekanan/
trauma serebral pada daerah vasomotor otak.
4) Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya
terhadap cahaya.

10
Rasional : Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial okulomotor
(III) dan berguna dalam menentukan apakah
batang otak tersebut masih baik.
5) Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan,
gangguan lapangan pandang/kedalaman persepsi.
Rasional : Gangguan penglihatan yang spesifik
mencerminkan daerah otak yang terkena,
mengindikasikan keamanan yang harus mendapat
perhatian dan mempengaruhi intervensi yang akan
dilakukan.
6) Kaji fungsi-fungsi yang lebih tinggi, seperti fungsi bicara jika
pasien sadar.
Rasional : Perubahan dalam isi kognitif dan bicara
merupakan indikator dari lokasi/derajat gangguan
serebral dan mungkin mengindikasikan
penurunan/peningkatan TIK.
7) Letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi
anatomis (netral).
Rasional : Menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan
drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi
serebral.
8) Pertahankan keadaan tirah baring; ciptakan lingkungan yang
tenang; batasi pengunjung/aktivitas pasien sesuai indikasi. Berikan
istirahat secara periodik antara aktivitas perawatan, batasi lamanya
setiap prosedur.
Rasional : Aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat
meningkatkan TIK. Istirahat total dan ketenangan
mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik/perdarahan lainnya.

11
9) Cegah terjadinya mengejan saat defekasi, dan pernapasan yang
memaksa (batuk terus-menerus).
Rasional : Manuver Valsava dapat meningkatkan TIK dan
memperbesar risiko terjadinya perdarahan.
10) Kaji rigiditas nukal, kedutan, kegelisahan yang meningkat, peka
rangsang dan serangan kejang.
Rasional : Merupakan indikasi adanya iritasi meningeal.
Kejang dapat mencerminkan adanya peningkatan
TIK/trauma serebral yang memerlukan perhatian
dan intervensi selanjutnya.

11) Berikan oksigen sesuai indikasi


Rasional : Menurunkan hipoksia yang dapat menyebabkan
vasodilatasi serebral dan tekanan
meningkat/terbentuknya edema.
12) Berikan obat sesuai indikasi; antikoagulasi, antihipertensi.
Rasional : Dapat digunakan untuk meningkatkan/
memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya
dapat mencegah pembekuan saat embolus/
trombus merupakan faktor masalahnya.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan
neuromuskuler; kelemahan, parestesia; flaksid/paralisis hipotonik
(awal); paralisis spastis.
Tujuan : Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang
dibuktikan oleh tak adanya kontraktur, footdrop.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan
dengan cara yang teratur. Klasifikasikan melalui skala 0 – 4.
Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat
memberikan informasi mengenai pemulihan.

12
2) Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang, miring), dan
sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika
diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu.
Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia
jaringan. Daerah yang terkena mengalami
perburukan/ sirkulasi yang lebih jelek dan
menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan
kerusakan pada kulit/dekubitus.
3) Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sehari jika
pasien dapat mentoleransinya.
Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul
fungsional; tetapi kemungkinan akan meningkatkan
ansietas terutama mengenai kemampuan pasien untuk
bernapas.
4) Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada
semua ekstremitas saat masuk.
Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi,
membantu mencegah kontraktur.
5) Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan
kaki (foot board) selama periode paralisis flaksid. Pertahankan
posisi kepala netral.
Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi
kegunaannya jika berfungsi kembali.
6) Gunakan penyangga lengan ketika pasien berada dalam posisi
tegak, sesuai indikasi.
Rasional : Selama paralisis flaksid, penggunaan penyangga
dapat menurunkan risiko terjadinya subluksasio
lengan dan “sindrom bahu-lengan”.
7) Evaluasi penggunaan dari kebutuhan alat bantu untuk pengaturan
posisi dan/atau pembalut selama periode paralisis spastik.

13
Rasional : Kontraktur fleksi dapat terjadi akibat dari otot fleksor
lebih kuat dibandingkan dengan otot ekstensor.
8) Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada
tangan.
Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku.
9) Tinggikan tangan dan kepala.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dan membantu
mencegah terbentuknya edema.
10) Tempatkan “hand roll” keras pada telapak tangan dengan jari-jari
dan ibu jari saling berhadapan.
Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi
jari-jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada
posisi normal (posisi anatomis).
11) Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi.
Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.
12) Pertahankan kaki dalam posisi netral dengan gulungan/bantalan
trokanter.
Rasional : Mencegah rotasi eksternal pada pinggul.
13) Gunakan papan kaki secara berganti, jika memungkinkan.
Rasional : Penggunaan yang kontinu dapat menyebabkan
tekanan yang berlebihan pada sendi peluru kaki,
meningkatkan spastisitas, dan secara nyata
meningkatkan fleksi plantar.
14) Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk.
Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf,
meningkatkan respons proprioseptik dan motorik.
15) Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif,
dan ambulasi pasien.
Rasional : Program yang khusus dapat dikembangkan untuk
menemukan kebutuhan yang berarti/menjaga

14
kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi,
dan kekuatan.
c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi
serebral; kerusakan neuromuskuler, kehilangan tonus/kontrol otot
fasial/oral; kelemahan/kelelahan umum.
Tujuan : Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi.
Intervensi :
1) Kaji tipe/derajat disfungsi, seperti pasien tidak tampak memahami
kata atau mengalami kesulitan berbicara atau membuat pengertian
sendiri.
Rasional : Membantu menentukan daerah dan derajat kerusakan
serebral yang terjadi dan kesulitan pasien dalam
beberapa atau seluruh tahap proses komunikasi.
2) Bedakan antara afasia dengan disartria.
Rasional : Intervensi yang dipilih tergantung pada tipe
kerusakannya. Afasia adalah gangguan dalam
menggunakan dan menginterpretasikan simbol-simbol
bahasa dan mungkin melibatkan komponen sensorik
dan/atau motorik. Disartria dapat memahami,
membaca dan menulis bahasa tetapi mengalami
kesulitan membentuk/mengucapkan kata sehubungan
dengan kelemahan dan paralisis dari otot-otot daerah
oral.
3) Pertahankan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan
balik.
Rasional : Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk
memantau ucapan yang keluar dan tidak menyadari
bahwa komunikasi yang diucapkannya tidak nyata.
4) Mintalah pasien untuk mengikuti perintah sederhana.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
sensorik.

15
5) Tunjukkan objek dan minta pasien untuk menyebutkan nama benda
tersebut.
Rasional : Melakukan penilaian terhadap adanya kerusakan
motorik (afasia motorik), seperti pasien mungkin
mengenalinya tetapi tidak dapat menyebutkannya.
6) Mintalah pasien untuk mengucapkan suara sederhana seperti Sh
atau Pus.
Rasional : Mengidentifikasi adanya disartria sesuai komponen
motorik dari bicara yang dapat mempengaruhi
artikulasi dan mungkin juga tidak disertai afasia
motorik.
7) Minta pasien untuk menulis nama dan atau kalimat yang pendek.
Jika tidak dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat
yang pendek.
Rasional : Menilai kemampuan menulis (agrafia) dan
kekurangan dalam membaca yang benar (aleksia)
yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan
afasia motorik.
8) Tempatkan tanda pemberitahuan pada ruang perawat dan ruangan
pasien tentang adanya gangguan bicara.
Rasional : Menghilangkan ansietas pasien sehubungan dengan
ketidaknyamanan untuk berkomunikasi dan perasaan
takut bahwa kebutuhan pasien tidak akan terpenuhi
dengan segera.
9) Berikan metode komunikasi alternatif, seperti menulis di papan
tulis, gambar.
Rasional : Memberikan komunikasi tentang kebutuhan
berdasarkan keadaan/defisit yang mendasarinya.
d. Perubahan persepsi sensori, transmisi integrasi (trauma neurologis atau
defisit).

16
Tujuan : Memulai/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi
perseptual.
Intervensi :
1) Lihat kembali proses patologis kondisi individual
Rasional : Kesadaran akan tipe/daerah yang terkena membantu
dalam mengkaji/mengantisipasi defisit spesifik dan
perawatan.
2) Evaluasi adanya gangguan penglihatan.
Rasional : Munculnya gangguan penglihatan dapat berdampak
negatif terhadap kemampuan pasien untuk menerima
lingkungan dan mempelajari kembali keterampilan
motorik dan meningkatkan risiko terjadinya cedera.
3) Dekati pasien dari daerah penglihatan yang normal.
Rasional : Pemberian pengenalan terhadap adanya orang/benda
dapat membantu masalah persepsi; mencegah pasien
dari terkejut.
4) Ciptakan lingkungan yang sederhana, pindahkan perabot yang
membahayakan.
Rasional : Menurunkan/membatasi jumlah stimulasi penglihatan
yang mungkin dapat menimbulkan kebingungan
terhadap interpretasi lingkungan; menurunkan risiko
terjadinya kecelakaan.
5) Kaji kesadaran sensorik, seperti membedakan panas/dingin,
tajam/tumpul, posisi bagian tubuh/otot, rasa persendian.
Rasional : Penurunan kesadaran terhadap sensorik dan kerusakan
perasaan kinetik berpengaruh buruk terhadap
keseimbangan / posisi tubuh dan kesesuaian dari
gerakan yang mengganggu ambulasi, meningkatkan
risiko terjadinya trauma.
6) Berikan stimulasi terhadap rasa sentuhan, seperti berikan pasien
suatu benda untuk menyentuh, meraba.

17
Rasional : Membantu melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan interpretasi stimulasi.
Membantu pasien untuk mengorientasikan bagian
dirinya dan kekuatan penggunaan dari daerah yang
terpengaruh.
7) Lindungi pasien dari suhu yang berlebihan.
Rasional : Meningkatkan keamanan pasien yang menurunkan
risiko terjadinya trauma.
8) Catat terhadap tidak adanya perhatian pada bagian tubuh, segmen
lingkungan.
Rasional : Adanya agnosia (kehilangan pemahaman terhadap
pendengaran, penglihatan, atau sensasi yang lain).
9) Anjurkan pasien untuk mengamai kakinya bila perlu dan
menyadari posisi bagian tubuh tertentu.
Rasional : Penggunaan stimulasi penglihatan dan sentuhan
membantu dalam mengintegrasikan kembali sisi yang
sakit dan memungkinkan pasien untuk mengalami
kelalaian sensasi dari pola gerakan normal.
10) Observasi respon perilaku pasien seperti rasa bermusuhan,
menangis, afek tidak sesuai, agitasi, halusinasi.
Rasional : Respon individu dapat bervariasi tetapi umumnya
yang terlihat seperti emosi labil, ambang frustasi
rendah, apatis, perilaku impulsif.
e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler,
penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol/koordinasi
otot.
Tujuan : Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan (dengan menggunakan
skala 0 – 4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.

18
Rasional : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara individual.
2) Hindari melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan
pasien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional : Pasien ini mungkin menjadi sangat ketakutan dan
sangat tergantung dan meskipun bantuan yang
diberikan bermanfaat dalam mencegah frustrasi,
adalah penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak
mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan
harga diri dan meningkatkan pemulihan.
3) Sadari perilaku/ aktivitas impulsif karena gangguan dalam
mengambil keputusan.
Rasional : Dapat menunjukkan kebutuhan intervensi dan
pengawasan tambahan untuk meningkatkan keamanan
pasien.
4) Pertahankan dukungan, sikap yang tegas. Beri pasien waktu yang
cukup untuk mengerjakan tugasnya.
Rasional : Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk
mengetahui pemberian asuhan yan g akan membantu
pasien secara konsisten.
5) Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang
dilakukan atau keberhasilannya.
Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan
kemandirian, dan mendorong pasien untuk berusaha
secara kontinue.
6) Buat rencana terhadap gangguan penglihatan yang ada
Rasional : Pasien akan dapat melihat untuk memakan
makanannya.
7) Gunakan alat bantu pribadi, seperti kombinasi pisau bercabang,
sikat tangkai panjang.

19
Rasional : Pasien dapat menangani diri sendiri, meningkatkan
kemandirian dan harga diri.
8) Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang
kebutuhannya untuk menghindari dan / atau kemampuan untuk
menggunakan urinal, bedpan.
Rasional : Mungkin mengalami gangguan saraf kandung kemih,
tidak dapat mengatakan kebutuhannya pada fase
pemulihan akut, tetapi biasanya dapat mengontrol
kembali fungsi ini sesuai perkembangan proses
penyembuhan..
9) Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada
kebiasaan pola normal tersebut. Kadar makanan yang berserat,
anjurkan untuk minum banyak dan tingkatkan aktivitas.
Rasional : Mengkaji perkembangan program latihan (mandiri)
dan membantu dalam pencegahan konstipasi dan
sembelit (pengaruh jangka panjang).
10) Berikan obat supositoria dan pelunak faeces.
Rasional : Mungkin dibutuhkan pada awal untuk membantu
menciptakan/ merangsang fungsi defekasi teratur..
f. Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan biofisik,
psikososial, perseptual kognitif.
Tujuan : Bicara / berkomunikasi dengan orang terdekat tentang
situasi dan perubahan yang telah terjadi.
Intervensi :
1) Kaji luasnya gangguan persepsi dan hubungkan dengan derajat
ketidakmampuannya.
Rasional : Penentuan faktor-faktor secara individu membantu
dalam mengembangkan perencanaan asuhan / pilihan
intervensi.
2) Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaannya termasuk
rasa bermusuhan dan perasaan marah.

20
Rasional : Mendemonstrasikan penerimaan/membantu pasien
untuk mengenal dan mulai memahami perasaan ini.
3) Catat apakah pasien menunjuk daerah yang sakit ataukah pasein
mengingkari daerah tersebut dan mengatakan hal tersebut “telah
mati”.
Rasional : Menunjukkan penolakan terhadap bagian tubuh
tertentu / perasaan negatif terhadap citra tubuh dan
kemampuan, menandakan perlunya intervensi dan
dukungan emosional..
4) Akui pernyataan perasaan tentang pengingkaran terhadap tubuh /
tetap pada kenyataan yang ada tentang realita bahwa pasien masih
dapat menggunakan bagian tubuhnya yang tidak sakit dan belajar
untuk mengontrol bagian tubuh yang sakit.
Rasional : Membantu pasien untuk melihat bahwa perawat
menerima kedua bagian tubuh tersebut merupakan
suatu bagian yang utuh dari seseorang.
5) Tekankan keberhasilan yang kecil sekali pun baik mengenai
penyembuhan fungsi tubuh ataupun kemandirian pasien.
Rasional : Mengkonsolidasikan keberhasilan membantu
menurunkan perasaan marah dan ketidak berdayaan
dan menimbulkan perasaan adanya perkembangan.
6) Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik
Rasional : Membantu peningkatan rasa harga diri dan kontrol
atas salah satu bagian kehidupan.
7) Dorong orang terdekat agar memberi kesempatan pada melakukan
sebanyak mungkin untuk dirinya sendiri.
Rasional : Membangun kembali rasa kemandirian dan menerima
kebanggaan diri dan meningkatkan proses rehabilitasi.
8) Berikan dukungan terhadap perilaku / usaha seperti peningkatan
minat / partisipasi pasien dalam kegiatan rehabilitasi

21
Rasional : Mengisyaratkan kemungkinan adaptasi untuk
mengubah dan memahami tentang peran diri sendiri
dalam kehidupan selanjutnya
9) Berikan penguatan terhadap penggunaan alat-alat adaptif, seperti
tongkat untuk berjalan, kancing / risluiting, saku di paha untuk
kateter.
Rasional : Meningkatkan kemandirian, menurunkan keter-
gantungan terhadap orang lain untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan pasien dapat bersosialisasi lebih
aktif lagi.
10) Pantau gangguan tidur, meningkatnya kesulitan untuk
berkonsentrasi, pernyataan ketidakmampuan untuk mengatasi
sesuatu, letargi, dan menarik diri.
Rasional : Mungkin merupakan indikasi serangan depresi
(umumnya setelah adanya pengaruh stroke) yang
mungkin memerlukan evaluasi dan intervensi
selanjutnya.
11) Rujuk pada evaluasi neuropsikologis dan / atau konseling sesuai
kebutuhan
Rasional : Dapat memudahkan adaptasi terhadap perubahan
peran yang perlu untuk perasaan / merasa menjadi
orang yang produktif.
g. Risiko tinggi terhadap kerusakan menelan berhubungan dengan
kerusakan neuromuskuler/perseptual.
Tujuan : Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi
individual dengan aspirasi tercegah.
Intervensi :
1) Tinjau ulang patologi/ kemampuan menelan pasien secara
individual.
Rasional : Intervensi nutrisi / pilihan rute makan ditentukan oleh
faktor-faktor ini

22
2) Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang
efektif.
Rasional : Menetralkan hiperekstensi, membantu mencegah
aspirasi dan meningkatkan kemampuan untuk
menelan.
3) Letakkan pasien pada posisi duduk / tegak selama dan setelah
makan..
Rasional : Menggunakan gravitasi untuk memudahkan proses
menelan dan menurunkan risiko terjadinya aspirasi.
4) Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan di atas bibir/di bawah dagu jika
dibutuhkan.
Rasional : Membantu dalam melatih kembali sensori dan
meningkatkan kontrol muskuler.
5) Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu.
Rasional : Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap)
yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan
meningkatkan masukan..
6) Pertahankan masukan dan haluaran dengan akurat, catat jumlah
kalori yang masuk.
Rasional : Jika usaha menelan tidak memadai untuk memenuhi
kebutuhan cairan dan makanan harus dicarikan
metode alternatif untuk makan.
7) Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latiahn / kegiatan
Rasional : Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak
yang meningkatkan perasaan senang dan
meningkatkan nafsu makan
8) Berikan cairan melalui IV dan / atau makanan melalui selang.
Rasional : Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan
pengganti dan juga makanan jika pasien tidak mampu
untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.

23
h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi.
Tujuan : Menunjukkan pemahaman akan kondisi dan prognosis.
Intervensi :
1) Evaluasi tipe/derajat dari gangguan persepsi sensori.
Rasional : Defisit mempengaruhi pilihan metode pengajaran dan
isi/kompleksitas instruksi.
2) Diskusikan keadaan patologis yang khusus dan kekuatan pada
individu.
Rasional : Membantu dalam membangun harapan yang realistis
dan meningkatkan pemahaman terhadap keadaan dan
kebutuhan saat ini.
3) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan.
Rasional : Berbagai tingkat bantuan mungkin diperlukan/perlu
direncanakan berdasarkan pada kebutuhan secara
individual.
4) Berikan instruksi dan jadwal tertulis mengenai aktivitas,
pengobatan dan faktor-faktor penting lainnya.
Rasional : Memberikan penguatan visual dan sumber rujukan
setelah sembuh
5) Sarankan pasien menurunkan/membatasi stimulasi lingkungan
terutama selama kegiatan belajar.
Rasional : Stimulasi yang beragam dapat memperbesar
gangguan proses berpikir.
6) Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan kontrol secara
medis.
Rasional : Evaluasi dan intervensi dengan cepat menurunkan
risiko terjadinya komplikasi/kehilangan fungsi yang
berlanjut.
7) Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat.

24
Rasional : Meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan
penanganan di rumah dan penyesuaian terhadap
kerusakan.
8) Rujuk/tegasksn perlunya evaluasi dengan tim ahli rehabilitasi.
Rasional : Kerja yang baik pada akhirnya diharapkan/
meminimalkan adanya gejala sisa atau penurunan
neurologis.
4. Pelaksanaan
Tujuan perawatan pada fase awal ditujukan pada kelangsungan
hidup (tertolong) dan pencegahan kerusakan otak yang lebih berat.
Perawatan harus disertai penghayatan bahwa pasien sering disertai tidak
sadar. Pengkajian neurologi dilaksanakan pada interval tertentu guna
menemukan perubahan kondisi, dan komplikasi. Bila ada peningkatan
tekanan intrakranial harus segera dilaporkan. Obat untuk menurunkan
tekanan intrakranial, seperti dexamethason sering diberikan. Pasien
mungkin terpasang alat monitor intracranial.
Pemakaian antikoagulan tidak dianjurkan. Dalam usaha untuk
mencegah trombosis atau emboli, diberi heparin bila sudah yakin bahwa
penyebab CVA adalah thrombosis atau emboli cerebral dan bukan
hemorrhagi cerebral (Long, Barbara C, 1996).
5. Evaluasi
Hasil evaluasi yang diharapkan pada klien dengan stroke adalah sebagai
berikut :
a. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi
kognitif, dan motorik/sensorik.
b. Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikan oleh tak
adanya kontraktur, footdrop.
c. Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi.
d. Memulai / mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi perseptual.
e. Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri.

25
f. Bicara/berkomunikasi dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang telah terjadi.
g. Mendemonstrasikan metode makan tepat untuk situasi individual
dengan aspirasi tercegah.
h. Meminta informasi dna pernyataan kesalahan informasi.

26

Anda mungkin juga menyukai