Disusun Oleh:
YOGYAKARTA
2024
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN PADA TN “P” DENGAN STROKE
DI WISMA JOLOTUNDHO BPSTW
(BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA WERDAH ABIYOSO)
Mengetahui
Pembimbing Akademik
B. Anatomi Fisiologi
Adapun secara garis besar anatomi dan fungsi adalah otak dibagi
menjadi 4 bagian yaitu:
C. Etiologi
1. Trombosis
Ateroklerosis vaskulitis; arteritis temporalis, poliarteritis nodosa, robeknya
arteri; karotis,vertebralis (spontan atau traumatik); gangguan darah;
polisitemia, hemoglobinopati (penyakit sel sabit).
2. Embolisme
Bersumber pada jantung: fibrilasi atrium, infark miokardium, penyakit
jantung rematik, penyakit katup jantung, katup prostetik, kardiomiopati
iskemik; sumber tromboemboli aterosklerotik di arteri: bifurkasio karotis
komunis, arteri vertebralis distal; keadaan hiperkoagulasi: kontrasepsi
oral, karsinoma.
3. Vasokonstriksi
4. Vasospasme serebrum setelah PSA (perdarahan Subarakhnoid)
Terdapat empat subtipe dasar pada stroke iskemik berdasarkan penyebab :
lakunar, thrombosis pembuluh besar dengan aliran pelan, embolik dan
kriptogenik.
D. Faktor Risiko
Menurut Widyanto & Triwibowo (2013), faktor risiko stroke yaitu:
1. Faktor resiko stroke yang dapat dirubah, seperti: Hipertensi, diabetes
melitus, kadar hematokrit tinggi, kebiasaan sehari-hari (merokok,
penyalahgunaan obat, konsumsi alkohol, kontrasepsi oral).
2. Faktor resiko stroke yang tidak dapat dirubah, seperti: usia, jenis kelamin,
riwayat keluarga/keturunan, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan
beterozigot atau homosisturia.
E. Klasifikasi
Stroke diklasifikasikan menurut patologi dan gejala klinisnya, yaitu:
1. Stroke Hemoragik
Adalah perdarahan serebral dan perdarahan subarachnoid yang disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah ke otak pada area otak tertentu. Biasanya
ini terjadi apabila saat melakukan aktiviitas, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke hemoragik
merupakan disfungsi neurologis vokal yang akut dan biasanya disebabkan
oleh pendarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan buka
karena trauma kapitis, tetapi disebabkan oleh pecahnya pembuh adarah
arteri, vena dan kapiler.
Perdarahan pada orak dibagi menjadi 2, yaitu:
a. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan Intraserebral diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah
intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan kemudian
masuk ke dalam jaringan otak. Penyebab PIS biasanya karena
hipertensi yang berlangsung lama lalu terjadi kerusakan dinding
pembuluh darah dan salah satunya adalah terjadinya mikroaneurisma.
Peningkatan trans iskemik attack (TIA) yang terjadi dengan cepat
dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak.
b. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subarachnoid adalah masuknya darah keruang
subarachnoid baik dari tempat lain (perdarahan subarachnoid
sekunder) dan sumber perdarahan berasal dari rongga subarachnoid itu
sendiri (perdarahan subarachnoid primer). Sebagian kasus PSA terjadi
tanpa sebab dari luar tetapi sepertiga kasus terkait dengan stres mental
dan fisik.
2. Stroke Non Hemoragik (Stroke Infark)
Merupakan iskemia atau emboli dan thrombosis serebral yang terjadi saat
setelah lama beristirahat, baru bangu tidur atau di pagi hari. Dalam hal
tersebut tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Stroke infark menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a. TIA (Transient Ischaemic Attack)
Gangguan neurologisyang terjadi selama beberapa menit atau sampai
beberapa jam saja. Gejaka yang timbul akan hilang dengan sendirinya
dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke Involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang, dimana gangguan
neurologis terlihat maka akan semakin berat dan bertambah buruk.
Proses dapat berjalan selama 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke Komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen.
Stroke komplit biasanya diawali oleh serangan TIA berulang.
F. Manifestasi Klinis
Menurut Amin (2015) manifestasi klinis yang ada pada penderita
stroke yaitu mengalami kelemahan dan kelumpuhan, tiba-tiba hilang rasa
kepekaan, bicara pelo atau cadel, gangguan bicara, gangguan penglihatan,
mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai, gangguan daya ingat,
nyeri kepala hebat, vertigo, penurunan kesadaran, proses kencing terganggu
dan mengalami gangguan fungsi otak.
Menurut Smeltzer dan Bare, (2013) stroke menyebabkan berbagai
defisit neurologi, gejala muncul akibat daerah otak tertentu tidak berfungsi
akibat terganggunya aliran darah ke tempat tersebut, bergantung pada lokasi
lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya
tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
G. Patofisiologi
Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan
oksigen. Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus dan
embolus, maka mulai terjadi kekurangan oksigen ke jaringan otak.
Kekurangan selama 1 menit dapat mengarah pada gejalan yang dapat
menyebabkan nekrosisi mikroskopik neuron-neuron. Area nekrotik kemudian
disebur infark. Kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat iskemia
mum (karena henti jantung atau hipotensi) atau hipoksia karena akibat proses
anemia dan kesukaran untuk bernafas. Stroke karena embolus dapat
mengakibatkan akibat dari bekuan darah, udara, palque, ateroma fragmen
lemak.
Jika etiologi stroke adalah hemorrhagi maka faktor pencetus adalah hipertensi.
Abnormalitas vaskuler, aneurisma serabut dapat terjadi ruptur dan dapat
menyebabkan hemorrhagi (Wijaya & Putri, 2013).
Pada stroke trombosis atau metabolik maka otak mengalami iskemia
dan infark sulit ditentukan. Ada peluang dominan stroke akan meluas setelah
serangan pertama sehingga dapat terjadi edema serebral dan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK) dan kematian pada area yang luas. Prognosisnya
tergantung pada daerah otak yang terkena dan luasnya saat terkena (Wijaya &
Putri, 2013). Bila terjadi kerusakan pada otak kiri, maka akan terjadi
gangguan dalam hal fungsi berbicara, berbahasa, dan matematika.
Akibat penurunan CBF regional suatu daerah otak terisolasi dari
jangkauan aliran darah, yang mengangkut O2 dan glukose yang sangat
diperlukan untuk metabolisme oksidatif serebral. Daerah yang terisolasi itu
tidak berfungsi lagi dan karena itu timbullah manifestasi defisit neurologik
yang biasanya berupa hemiparalisis, hemihipestesia, hemiparestesia yang bisa
juga disertai defisit fungsi luhur seperti afasia (Mardjono & Sidharta, 2014).
Apabila arteri serebri media tersumbat didekat percabangan kortikal utamanya
(pada cabang arteri) dapat menimbulkan afasia berat bila yang terkena
hemisfer serebri dominan bahasa.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memastikan jenis serangan
stroke, letak sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, letak perdarahan,
serta luas jaringan otak yang mengalami kerusakan (Wijaya & Putri, 2013).
1. Radiologi
a. CT-Scan
Pemindaian yang memperlihatkan secara spesifik adanya edema,
hematoma, iskemia dan adanya infark. Hasil pemeriksaan tersebut
biasanya terdapat pemadatan di ventrikel kiri dan hiperdens local.
b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnetic dengan
menentukan besar atau luas perdarahan yang terjadi di otak. Hasil dari
pemeriksaan ini digunakan untuk menunjukkkan adanya daerah yang
infark, hemoragik, dan malinformasi arteriovena.
c. Pemeriksaan Thorax
Memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran
ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada
penderita stroke, menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal
daerah berlawanan dari masa yang meluas.
d. Angiografi Serebral
Pemeriksaan ini membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarahan, obtruksi arteri, oklusi/rupture.
e. Sinar X
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat
pada trobus serebral.
f. EEG (Electro Enchepalografi)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau
mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
g. Fungsi Lumbal
Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukkan adanya tekanan. Tekanan
normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA, Sedangkan tekanan
yang meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukkan
adanya perdarahan subarachnoid atau intrakranial.
h. Ultrasonografi Doppler
Mengidentifikasi penyakit atriovena
2. Laboratorium
a. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal,
kadar glukosa, lipid, kolestrol, dan trigliserida dilakukan untuk
membantu menegakan diagnose.
b. Test Darah Koagulasi
Tes ini terdiri dari 4 pemeriksaan yaitu pothromin time, partial
thromboplastin (PTT), international normalized ratio (INR) dan
agregasi trombosit. Keempat tes ini berguna untuk mengukur seberapa
cepat darah menggumpal. Pada pasien stroke bisanya ditemukan
PT/PTT dalam keadaan normal.
c. Test Kimia Darah
Tes ini digunakan untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol,
asam urat, dll. Seseorang yang terindikasi penyakit stroke biasanya
memiliki gula darah yang tinggi. Apabila seseorang memiliki riwayat
penyakit diabetes yang tidak terobati maka hal tersebut dapat menjadi
faktor pemicu risiko stroke.
(Robinson, 2014).
I. Penatalaksanaan
Menurut (Tarwoto, 2013) adapun penatalaksanaan pada stroke, yaitu:
1. Penatalaksanaan Umum
Golden period adalah batas waktu bilamana pembuluh darah tersumbat
dan bagian otak tidak mendapatkan aliran darah, maka ia akan rusak.
Makin lama penyumbatannya, makin rusaklah pembuluh darah itu.
Masa Golden period adalah 3-6 jam setelah stroke mulai menyerang.
Karena pada masa ini penderita masih sangat mungkin untuk
terhindar dari stroke, bila langsung ditangani dengan benar maka
jaringan otak masih bisa pulih.
a. Pada fase akut
1) Terapi cairan
Pada fase akut stroke berisiko terjadinya dehidrasi karena
penurunan kesadaran atau mengalami stroke berisiko terjadinya
dehidrasi karena penurunan kesadaran atau mengalami
disfagia. Terapi cairan ini sangat penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The
American Heart Association sudah menganjurkan normal
saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke iskemik
akut. Segera setelah hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan
bisa diberikan sebagai KAEN 3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini
lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi kebutuhan
homeostasis kalium dan natrium. Setelah fase akut stroke,
larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara homeostasis
elektrolit, khususnya kalium dan natrium.
2) Terapi oksigen
Pasien stroke iskemik dan hemoragik mengalami gangguan
aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk
mempertahankan metabolisme otak. Pertahankan jalan nafas,
pemberian oksigen, pengaturan ventilator merupakan tindakan
yang dapat dilakukan sesuai hasil pemeriksaan analisa gas
darah atau oksimetri.
3) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
Penatalaksanaan segera untuk mengurangi peningkatan TIK
didasarkan pada penurunan ukuran otak dengan cara
mengurangi edema serebral, mengurangi volume cairan
serebrospinal atau mengurangi volume darah sambil
mempertahankan perfusi serebral. Dalam keadaan normal,
tekanan intrakranial dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan
dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh
lebih tinggi dari pada normal. Kenaikan sementara TIK tidak
menimbulkan kesukaran, tetapi kenaikan tekanan yang
menetap mengakibatkan rusaknya jaringan otak. Beberapa
aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan tekanan
intrakranial adalah pernapasan abdominal dalam, batuk, dan
mengedan atau valsalva maneuver. Valsalva maneuver adalah
usaha pernafasan secara paksa menutup glottis, menghasilkan
peningkatan tekanan intrathoracic, meningkatkan tekanan
intracranial, menghambat venous return dan menurunkan heart
rate. Untuk itu perlu dilakukan pencegahan valsava
manuever antara lain dengan mencegah terjadinya mengejan
dan batuk sehingga diberikan terapi bronkodilator, pemberian
oksigen dan pencahar. Peningkatan tekanan intrakranial
biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu
pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan
pemberian manitol, kontrol atau pengendalian tekanan darah.
a) Monitor fungsi pernafasan : Analisa Gas Darah
b) Monitor jantung, tanda-tanda vital dan pemeriksaan EKG
c) Evaluasi status cairan dan elektrolit
d) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan,
dan cegah resiko injuri
e) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi
lambung dan pemberian makanan.
f) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan
g) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran,
keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial
dan reflex
b. Fase rehabilitasi
1) Pertahankan nutrisi yang adekuat
2) Program manajemen bladder dan bowel
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi
(ROM)
4) Pertahankan integritas kulit
5) Pertahankan komunikasi yang efektifPemenuhan kebutuhan
sehari-hari
6) Persiapan pasien pulang
2. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau
volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktif akut.
3. Terapi obat obatan
a. Stroke iskemia
1) Pemberian trombolis dengan rt-PA (recombinant tissue-
plasminogen)
2) Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada aritmia
jantung atau alfa beta, kaptopril, antagonis kalsium pada
pasien dengan hipertensi.
b. Stroke haemoragik
1) Antihipertensi : kaptropril, antagonis kalsium
2) Diuretik : manitol 20%, furosemide
3) Antikonvulsan : Fenitoin
4. Penatalaksanaan Keperawatan
Adapun tindakan mandiri yang dapat dilakukan oleh perawat kepada
pasien, diantaranya:
a. Posisikan tinggi kepala 30-45º serta hindari flexi dan rotasi kepala
yang berlebihan
b. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9 %
dengan kecepatan 20ml/jam
c. Pemberian oksigen melalui nasal kanul
d. Jangan berikan apapun melalui mulut karena adanya penurunan
reflek menelan
e. Melatih rentang gerak aktif, yang dapat dilakukan secara mandiri
oleh pasien, seperti menggerakkan tangan dan kaki secara mandiri
f. Melatih rentang gerak pasif, dilakukan dengan bantuan orang lain,
dalam hal ini baik keluarga maupun perawat diharapkan selalu
melakukan rentang gerak pada pasien yang mengalami kelemahan
pada tubuhnya
g. Melatih rentang gerak aktif asistif, dilakukan dengan bantuan alat,
seperti latihan menggenggam dengan menggunakan bola tenis, tisu
gulung, botol dan alat lainnya yang aman digunakan untuk pasien.
J. Komplikasi
1. Decubitus
2. Peningkatana tekanan intracranial
3. Malnutrisi
4. Aspirasi
5. Infeksi saluran kencing
6. Pneumonia
No Diagnosa Kep. Tujuan & Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI)
1. Risiko perfusi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan Pemantauan Tekanan Intrakranial (I.06198)
cerebral tidak masalah sisiko perfusi cerebral tidak efektif dapat teratasi dengan kriteria Observasi
efektif hasil sebagai berikut: 1. Monitor peningkatan TD
Perfusi Serebral (L.02014) 2. Monitor ireguleritas irama napas
3. Monitor penurunan tingkat kesadaran
Indikator
Terapeutik
Tingkat kesadaran 4. Pertahankan posisi kepala dan leher neutral
Tekanan intracranial Edukasi
Gelisah 5. Informasikan hasil pemantauan, bila perlu
Tekanan darah sistolik
Tekanan darah diastolik
Keterangan, 1: menurun/meningkat; 2: cukup menurun/cukup meningkat;
3: sedang; 4: cukup meningkat/ cukup menurun; 5: meningkat/menurun.
2. Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan Manajeman Nutrisi (I.03119)
berhubungan masalah defisit nutrisi pada pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil Observasi
sebagai berikut: 1. Identifikasi status nutrisi
dengan 2. Monitor berat badan
Status Nutrisi (L.03030)
ketidakmampuan Terapeutik
Indikator
3. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
mengabsorpsi Porsi makanan yang dihabiskan konstipasi
IMT 4. Berikan makanan tinggi kallori tinggi protein
nutrien,
Keterangan: 1: menurun ; 2 : cukup menurun ; 3 : sedang ; 4 : cukup 5. Hentikan pemberian makan melalui NGT, jika asupan
ketidakmampuan meningkat ; 5: meningkat. oral dapat ditoleransi
menelan makanan
Edukasi
6. Anjurkan posisi duduk jika mampu
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan, jika
perlu
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan
3. Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan Dukungan Mobilisasi (I.05173)
mobilitas fisik ansietas pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil sebagai berikut: Observasi
Tingkat Ansietas (L.09093) 1. Identifikasi toleransi fisik melalui pergerakkan
berhubungan Terapeutik
Indikator
dengan gangguan 2. Fasilitasi melakukan pergerakkan
Pergerakkan ekstremitas
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
neuromuscular. Kekuatan otot meningkatkan pergerakkan
ROM Edukasi
Kaku sendi 4. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Keterangan, 1: menurun/meningkat; 2: cukup menurun/cukup meningkat;
3: sedang; 4: cukup meningkat/ cukup menurun; 5: meningkat/menurun.
4. Gangguan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 jam diharapkan Promosi Komunikasi: Defisit Bicara (I.13492)
komunikasi verbal gangguan komunikasi verbal teratasi dengan kriteria hasil: Observasi
Komunikasi Verbal (L.13118) 1. Monitor proses kongnitif yang berkaitan dengan bicara
berhubungan Terapeutik
Indikator
dengan gangguan 2. Sesuaikan gaya komunikasi dengan kebutuhan
Kontak mata
3. Gunakan uru bicara, jika perlu
neuromuscular, Afasia
Pelo
penurunan sirkulasi Keterangan, 1: menurun/meningkat; 2: cukup menurun/cukup meningkat;
serebral. 3: sedang; 4: cukup meningkat/ cukup menurun; 5: meningkat/menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, N dan Hardhi Kusuma (2015). Nanda Nic-Noc Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction.
Nur’aeni Yuliatun Rini, 2017, Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non
Hemoragik Dengan Masalah Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral Di
Ruang Kenanga RSUD Dr. Soedirman Kebumen, Program Studi DIII
Akademi Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong.
Mardjono, M., & Sidharta, P. (2014). Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Robinson, Joan. M dan Lyndon Saputra (2014). Buku Ajar Visual Nursing Jilid Satu.
Tangerang Selatan: Binarupa Aksara Publisher
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia :
Definisi dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Widyanto, S & Triwibowo, C. (2013). Trend Disease Trend Penyakit Saat ini.
Jakarta: Trans Info Media
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika