Disusun Oleh:
Shintia Ekawati
132013143050
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari sepasang hemisfer kanan
dan kiri serta tersusun dari korteks. Korteks ditandai dengan sulkus (celah) dan girus.
Cerebrum dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
a) Lobus Frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang lebih tinggi, seperti
kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca di hermisfer kiri), pusat
penghidit dan emosi. Bagian ini mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di
gyrus presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik (area
premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini
juga mengatur gerakan sadar, perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk,
2004).
b) Lobus Temporalis
Lobus temporalis mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura
lateral dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini
berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dalam
pembentukan dan perkembangan emosi.
Faktor Risiko
1) Hipertensi
2) Merokok
3) Usia lanjut
4) Jenis kelamin
5) Pecandu alkohol berat
3. Manifestasi Klinis
Manifestasi stroke sangat beragam, tergantung dari arteri serebral yang terkena dan
luasnya kerusakan jaringan serebral. Manifestasi klinik yang sering terjadi diantaranya adanya
kelemahan pada alat gerak, penurunan kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan
komunikasi, sakit kepala dan gangguan keseimbangan. Tanda dan gejala ini biasanya terjadi
secara mendadak , fokal dan mengenai satu sisi (Kariasa, 2009)
Geoffrey et al (2008) dalam Kariasa (2009) bahwa sebagian besar pasien paska
serangan stroke memiliki keterbatasan gerak, gangguan penhlihatan, gangguan bicara dan
gangguan kognitif. Selain aspek fisik ditemukan pula bahwa pasien paska serangan stroke
mengalami gangguan psikologis seperti depresi, cemas, ketakutan danmenarik diri dari
kehidupan sosial.
2 Nyeri kepala yang sedang sampai berat, kaku kuduk dan tidak ada
defisit neurologis kecuali pada saraf kranial
Di provinsi Sulawesi Utara sendiri, prevalensi stroke sebesar 10,4%. Pada tahun 2010
stroke menempati posisi kedua penyakit terbanyak (kasus baru). Pada tahun 2011 stroke
kembali menempati posisi pertama penyakit terbanyak (kasus baru) dengan jumlah kasus
sebanyak 228 kasus. Peningkatan angka stroke di Indonesia diperkirakan berhubungan dengan
peningkatan angka kejadian faktor risiko stroke. Faktor risiko stroke adalah diabetes mellitus,
gangguan kesehatan mental, merokok, obesitas dan hipertensi. Hipertensi adalah masalah yang
sering dijumpai pada pasien stroke, dan menetap setelah serangan stroke ((Tubagus Vonny, Ali
Haji R., Parinding Novita, 2015)
5. Patofisiologis
CVA bleeding sebagian besar disebabkan oleh rupturnya aneurismas serebral. Segera setelah
perdarahan, rongga subrakhnoid dipenuhi dengan eritrosit di CSF. Eritrosit ini mengikuti salah satu
dari beberapa jalan kecil diotak. Beberapa eritrosit akan berkaitan menjadi bekuan pada area
perdarahan. Sebagian besar eritrosit akan berkaitan dengan arachnoid villi dan trabekulae. Akibatnya,
otak akan mengalami edema. Eritrosit juga berpindah dari ruang subrakhnoid melalui meningeal,
dapat secara langsung memecah eritrosit di CSF atau merubahnya menjadi bekuan darah (Hayman et
al.,1989). Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak menjadi berkurang, sehingga menyebabkan
terjadinya iskemi pada jaringan otak dan lama-lama akan menyebabkan terjaddinya infark serebri..
6. Komplikasi
1) Ruptur berulang
2) Hidrosefalus
3) Vasospasme
4) Hiponatremia (cerebral salt-wasting syndrome)
5) Bangkitan (seizure)
6) Perluasan perdarahan ke intraparenkim.
7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan darah lengkap untuk mengetahui adanya anemia (penyakit sickle cell)
atau leukositosis (setelah terjadinya bangkitan atau infeksi sistemik)
2) Pemeriksaan koagulasi untuk menentukan riwayat koagulopati sebelumnya
3) Ureum dan elektrolit untuk menentukan hiponatremi akibat salt wasting (bukan karena
SIADH)
4) Glukosa serum untuk menentukan hipoglikemi
5) Rontgen toraks untuk melihat edema pulmonal atau aspirasi
6) EKG 12 sadapan untuk melihat aritmia jantung atau perubahan segmen ST.
7) CT scan kepala tanpa kontras dilakukan < 24 jam sejak awitan.
8) Pungsi lumbal bila CT scan kepala tampak normal.
9) CTA (Computed Tomography Angiography) dilakukan jika diagnosis SAH telah
dikonfirmasi dengan CT Scan atau LP
8. Penatalaksanaan
Manajemen stroke hemoragik pertama-tama ditujukan langsung pada penanganan A
(airway), B (breathing), C (Circulation), D (Detection of focal neurological deficit)
Terapi perdarahan Intraserebral adalah sebagai berikut :
a. Terapi Medik
- Jalan nafas dan oksigenasi dengan target pCO2 30-35 mmHg
- Kontrol tekanan darah. Penatalaksanaan tekanan darah tinggi sama seperti stroke iskemik
dengan syarat :
Tekanan darah diturunkan bila tekanan sistolik > 180 mmHg atau tekanan diastolik >
105 mmHG
Pada fase akut tekanan darah tinggi, tekanan darah tidak boleh diturunkan lebih dari 20
%
- Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial
Tindakan pengobatan pertama adalah osmoterapi, tapi tidak boleh digunakan sebagai
profilaksis. Manitol 20 % 1 g/kg dalam 20 menit, dilanjutkan dengan 0,25-0,5 g/kg/ 4
jam dalam 20 menit. Untuk mempertahankan gradien osmotik, furosemid ( 10 mg
dalam 2-8 jam) dapat diberikan secara terus menerus bersama dengan osmoterapi
Hiperventilasi dengan sasapan pCO2 35 mmHg
Pengaturan cairan
b. Terapi Pembedahan
Indikasi tindakan pembedahan
- Pasien dengan perdarahan serebelar > 3 cm yang secara neurologis memburuk atau yang
mengalami kompresi batang otak dan hidrosefalus akibat obstruksi ventrikuler.
- Perdarahan intraserebral dengan lesi struktural seperti aneurisma, malformasi arteriovena,
atau angioma kavernosa dapat diangkat jika keadaan pasien stabil.
- Pasien usia muda dengan perdarahan lobus yang sedang atau besar yang secara klinis
memburuk
Indikasi terapi konservatif medikamentosa :
- Pasien dengan perdarahan kecil (< 10 cm3) atau defisit neurologi yang minimal
- Pasien dengan GCS kurang dari sama dengan 4, kecuali dengan perdarahan serebelar
disertai kompresi batang otak, dapat menjadi kandidat untuk pembedahan darurat dalam
situasi klinis tertentu.
9. WOC
10. Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, dan
sumber pembiayaan.
2. Keluhan Utama
Klien biasanya mengeluh nyeri kepala, mual, muntah, mengalami kelemahan pada anggota gerak,
bicara pelo, dan kesulitan berkomunikasi.
3. Riwayat Kesehatan Klien
a. Riwayat Kesehatn Sekarang
Klien mengalami nyeri kepala yang hebat, serangan stroke biasanya terjadi secara tiba-tiba
yang sehingga menyebabkan pasien mengalami kelemahan pada anggota gerak, dan kesulitan
berkomunikasi.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Apakah klien mengalami penyakit stroke sebelumnya, adakah riwayat penyakit penyerta
seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit stroke, diabetes mellitus, dan
hipertensi.
4. Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) : inspeksi pergerakan dada pasien, apakah terjadi pergerakan dada yang
tertinggal, pasien menggunakan otot bantu pernapasan, dan adanya peningkatan
frekuensi napas. Auskultasi bunyi napas tambahan pada pasien seperti ronki
yang sering ditemukan pada pasien stroke. Palpasi toraks didapatkan taktil
premitus seimbang kanan dan kiri.
B2 (Blood) : pada pasien stroke biasanya didapatkan peningkatan tekanan darah di atas
normal. Palpasi untuk menghitung heart rate atau nadi dan kedalaman serta
teratur atau tidaknya denyut nadi. Lakukan auskultasi untuk mengetahui bunyi
jantung.
B3 (Brain) : melihat kesadaran umum pasien dengan menilai GCS, pasien dengan stroke
dapat mengalami penurunan kesadaran. Stroke menyebabkan berbagai defisit
neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat)
B4 (Bladder) : inspeksi apakah ada pembesaran kandung kemih, dan palpasi apakah ada massa
atau edema pada kandung kemih, pasien stroke akan mengalami gangguan
eleminasi urine.
B5 (Bowel) : inspeksi abdomen apakah ada massa atau benjolan. Auskultasi peristaltik usus.
Palpasi apakah ada nyeri abdomen. Pasien stroke akan didapatkan adanya
keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
B6 (Bone) : turgor kulit pasien akan akan buruk.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
3. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
INTERVENSI
Diagnosa SLKI SIKI
Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan asuhan Manajemen Peningkatan
efektif berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam Tekanan Intrakranial
embolisme (D.0017) diharapkan masalah klien dapat (I.06194)
teratasi dengan kriteria hasil: 1. Monitor tanda dan gejala
Perfusi Serebral (L.02014) peningkatan TIK yaitu
- Tingkat kesadaran tekanan darah meningkat,
meningkat (5) pola napas ireguler, dan
- Sakit kepala menurun penurunan kesadaran
(5) 2. Monitor status pernapasan
- Tekanan darah sistolik 3. Berikan posisi semifowler
membaik (5) 4. Penggunaan ventilator agar
- Tekanan darah PaCO2 optimal
diastolik membaik (5)
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan Perawatan tirah baring
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam (I.14572)
penurunan kekuatan otot diharapkan masalah klien dapat 1. Tempatkan pada kasur
(D.0054) teratasi dengan kriteria hasil: nyaman
Mobilitas fisik (L.05042) 2. Posisikan pasien senyaman
- Pergerakan ekstremitas mungkin
meningkat (5) 3. Berikan gerakan aktif/pasif
- Kekuatan otot perlahan 4. Ubah posisi pasien setiap
meningkat (5) 2jam sekali
- Kaku pada sendi menurun 5. Pertahankan kebersihan
(1) pasien
Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Terapi Menelan (I.03144)
dengan ketidakmampuan keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor gerakan lidah saat
menelan makanan (D.0019) diharapkan masalah klien dapat makan
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Gunakan alat bantu makan
Status menelan (L.06052) jika perlu
- Reflek menelan meningkat 3. Posisikan duduk
(5) 4. Berikan perawatan mulut
- Kemampuan mengunyah sesuai kebutuhan
meningkat (5) 5. Anjurkan membuka dan
- Muntah menurun (5) menutup mulut saat
memberikan makanan.
DAFTAR PUSTAKA
Sang Joon, AN., et al. 2017. Epidemiology, Risk Factors, and Clinical Features of
Intracerebral Hemorrhage: An Update.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5307940/
Smajlovic, D. Strokes in young adults: Epidemiology and prevention. Vasc. Health Risk
Manag.
2015, 11, 157-164.
Tim Pokja PPNI. SDKI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan:PPNI Pusat.
Tim Pokja PPNI. SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan:
PPNI Pusat. Tim Pokja PPNI. SLKI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: PPNI Pusat.
American Association of Neuroscience Nurses (AANN). 2009. Care of the Patient with
Aneurysmal Subarachnoid Haemorrhae. www.aann.org