Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN HEMIPARESE SINISTRA

POLI SARAF DI RSAD. DR. R. ISMOYO

A. Definisi
Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang mengacu kepada setiap
gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri di otak (Price & Wilson,2006).
Menurut Arif Mutaqin stroke adalah penyakit (kelainan) fungsi otak yang
timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah otak
yang timbul mendadak yang disebabkan terjadinya gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja.  Menurut Marilyn E. Doenges
stroke/penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik
secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak.
Hemiparese sinistra adalah Kerusakan pada sisi sebelah kanan otak yang
menyebabkan kelemahan tubuh bagian kiri. Pasien dengan kelumpuhan sebelah
kiri sering memperlihatkan ketidakmampuan persepsi visuomotor, kehilangan
memori visual dan mengabaikan sisi kiri. Penderita mamberikan perhatian hanya
kepada sesuatu yang berada dalam lapang pandang yang dapat dilihat (Harsono,
2006).
B. Anatomi Fisiologi
Otak merupakan suatu alat yang sangat penting karena merupakan pusat
computer dan semua alat tubuh, bagian dari syaraf sentral yang terletak didalam
rongga tengkorak yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.
Berat jaringan otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat orang
dewasa. Otak menerima 20% dan seluruh curah jantung dan membutuhkan sekitar
20% dari pemakaian O2 tubuh. Otak merupakan jaringan yang paling banyak
memakai energy dalam seluruh tubuh manusia dan membutuhkan O2 serta glukosa
melalui aliran darah tetap konstan karena jaringan otak sangat rapuh. Bila aliran
darah ke otak terhenti selama 10 detik saja dapat mengakibatkan kesadaran
mungkin sudah akan hilang dan dalam beberapa menit saja dapat menimbulkan
kerusakan irreversibel yang kritis sebagai pusat integritas dan koordinasi organ
dan system efektor perifer tubuh dan berfungsi sebagai penerima informasi
mengeluarkan implus dan tingkah laku.
Bagian-bagian hemisfer otak. setiap hemisfer serebri dibagi dalam 4 lobus,
yaitu: lobus frontal, pariental, temporal dan oksipital, fungsi dari setiap lobus
berbeda-beda. Lobus frontal terlihat dalam mental, emosi, dan fungsi fisik. Bagian
anterior mempunyai peran dalam control tingkah laku social, pendapat dan
aktivitas intelektual yang kompleks, bagian sentral dan posterior mengatur fungsi
motorik.
Lobus parietal, menterjemahkan input sensorik sensasi yang dirasakan pada
satu sisi bagian tubuh yang lain diterjemahkna melalui lobus pariental bagian
kontra lateral. Sensasi somatic yang diterima dalah nyeri, temperature, sentuhan
dan tekanan, lobus pariental juga berperan dalam proses memory. Lobus oksipital
mengandung daerah veiseral primer dan daerah gabungan visual. Daerah visual
primer menerima informasi dan menafsirkan warna.
C. Etiologi
Stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian (Brunner
dan Suddarth, 2002. Hal 2130-2144).
1. Trombosis
Trombosis ialah proses pembentukan bekuan darah atau koagulan
dalam sistem vascular (yaitu,pembuluh darah atau jantung) selama manusia
masih hidup, serta bekuan darah didalam pembuluh darah otak atau leher.
Koagulan darah dinamakan trombus. Akumulasi darah yang membeku diluar
sistem vaskular, tidak disebut sebagai trombus. Trombosis ini menyebabkan
iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema disekitarnya.
2. Embolisme serebral
Embolisme serebral adalah bekuan darah dan material lain yang dibawa
ke otak dari bagian tubuh lain. Merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
3. Iskemia serebri
Iskemia  adalah penurunan aliran darah ke area otak. Otak normalnya
menerima sekitar 60-80 ml darah per 100 g jaringan otak per menit. Jika alirah
darah aliran darah serebri 20 ml/menit timbul gejala iskemia dan infark. Yang
disebabkan oleh banyak faktor yaitu hemoragi, emboli, trombosis dan
penyakit lain.
4. Hemoragi serebral
Hemoragi serebral adalah pecahnya pembuluh darah serebral dengan
pendarahan ke dalam jaringan otak atau ruangan sekitar otak. Pendarahan
intraserebral dan intrakranial meliputi pendarahan didalam ruang
subarakhnoid atau didalam jaringan otak sendiri. Pendarahan ini dapat terjadi
karena arterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak.
Pecahnya pembuluh darah otak sebagian besar diakibatkan oleh
rendahnya kualitas pembuluh darah otak.Sehingga dengan adanya tekanan
darah yang tinggi pembuluh darah mudah pecah.
D. Manifestasi Klinis
1. Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala :
a. Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons terhadap
stimulus.
b. Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas : kelemahan sampai paralysis.
c. Perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi.Unilateral tanda
dari perdarahan cerebral.
d. Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas irreguler,
peningkatan suhu tubuh.
e. Keluhan kepala pusing.
f. Muntah projectile ( tanpa adanya rangsangan ).
2. Kelumpuhan dan kelemahan.
3. Penurunan penglihatan.
4. Deficit kognitif dan bahasa ( komunikasi ).
5. Pelo / disartria.
6. Kerusakan Nervus Kranialis.
7. Inkontinensia alvi dan uri.
E. Klasifikasi
Klasifikasi stroke di bedakan menurut patologi dari serangan stroke
meliputi. Dibawah ini skema pembagian stroke menurut patologi serangan stroke.
1. Stroke Hemoragik
Merupakan pendarahan serebri dan mungkin pendarahan subarakhnoid.
Disebabkan oleh pec.ahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istrahat. Kesadaran klien umumnya menurun (Arif Muttaqin, 
2008).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis vocal yang akut dan
disebabkan oleh pendarahan primer subtansi otak yang terjadi secara spontan
bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh
arteri, vena dan kapiler. Pendarahan otak dibagi dua yaitu (Arif Muttaqin, 
2008):
a. Pendarahan intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema
otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian
mendadak karena heniasi otak. Pendarahan intraserebri yang disebabkan
hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan
serebellum.
b. Pendarahan subarakhnoid (PSA)
Pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi dan cabang-
cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan
keluarnya ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme
pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia, dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak,
merenggangnya struktur peka nyeri, sehingga timbul kepala nyeri hebat.
Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda merangsang selaput
otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan
pendarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan
subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan arteri di ruang subbarakhnoid.
Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lainnya).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan oksigen dan glukosa otak
dapat terpenuhi. energi yang di hasilkan di dalam sel saraf hampir
seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan
oksigen sehingga jika ada kerusakan atau kekurangan  aliran darah otak
walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak
boleh kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma.. Pada saat
otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi oksigen melalui proses
metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah
otak.
2. Stroke Non-Hemorogik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur, atau di pagi hari.
Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan selanjutnya dapat timbvul edema sekunder.
Klasifikasi stroke di bedakan menurut perjalanan penyakit atau
stadiumnya :
a. TIA (Transient Ischemic Attack). Gangguan neurologis lokal yang terjadi
selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul
akan hilang cdengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24
jam.
b. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat
berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat di awali dengan
serangan  TIA berulang.
F. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap ortak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus
dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran
darah. Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me yebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih
disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah..
Perdarahan intra serebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral
terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan
irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh
karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Labolatorium
a. Hitung darah lengkap.
b. Kimia klinik.
c. Masa protombin.
d. Urinalisis
2. Diagnostik
a. Scan Kepala, menunjukkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara
pasti.
b. Angiografi serebral, membantu menemukan penyebab dari stroke secara
spesifik seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk
mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
c. EEG, untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark segingga menurunnya inpuls
listrik dalam jaringan otak.
d. Pungsi lumbal, tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau
perdarahan pada intrakranial.
e. MRI, dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan
posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak.
H. Penatalaksanaan Medik
1. Konservatif
a. Pemenuhan cairan dan elektrolit dengan pemasangan infus
b. Mencegah peningkatan TIK
c. Antihipertensi
d. Deuritika
e. Vasodilator perifer
f. Antikoagulan
g. Diazepam bila kejang
h. Anti tukak misal cimetidine.
i. Kortikosteroid : pada kasus ini tidak ada manfaatnya karena  klien akan
mudah terkena infeksi, hiperglikemi dan stress ulcer/perdarahan lambung.
j. Manitol : mengurangi edema otak.
2. Operatif
Apabila upaya menurunkan TIK tidak berhasil maka perlu
dipertimbangkan evakuasi hematom karena hipertensi intrakranial yang
menetap akan membahayakan kehidupan  klien.
3. Pada fase sub akut / pemulihan ( > 10 hari )  perlu :
a. Terapi wicara
b. Terapi fisik
c. Stoking anti embolisme
I. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko peningkatan TIK berhubungan dengan  penambahan  isi otak sekunder
terhadap perdarahan otak
2. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Hemiparese / Hemiplegia
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
4. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh ) berhubungan
dengankesulitan menelan(disfagia), hemiparese dan hemiplegi.
5. Inkontinensia alfi berhubungan dengan  kerusakan mobilitas dan kerusakan
neurologis.
6. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara pada hemisfer otak, kehilangan tonus otot fasial atau oral, dan
kelemahan secara umum.
J. Intervensi Keperawatan.
Rencana keperawatan dari diagnosa keperawatan diatas adalah :
1. Resiko Peningkatan Tik Berhubungan Dengan  Penambahan  Isi Otak
Sekunder Terhadap  Hipoksia, Edema Otak.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan klien tidak mengalami
peningkatan tekanan intra kranial .
Kriteria hasil : Tidak terdapat tanda peningkatan tekanan intra kranial :
a. Peningkatan tekanan darah.
b. Nadi melebar.
c. Pernafasan cheyne stokes
d. Muntah projectile.
e. Sakit kepala hebat
Pencegahan TIK meningkat di laksanakan.
Intervensi.
a. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK
1) Tekanan darah
2) Nadi
3) GCS
4) Respirasi
5) Keluhan sakit kepala hebat
6) Muntah projectile
7) Pupil unilateral
Rasional : Deteksi dini peningkatan TIK untuk melakukan tindakan lebih
lanjut.
b. Tinggikan kepala tempat tidur 15-30 derajat kecuali ada kontra
indikasi.Hindari mengubah posisi dengan cepat
Rasional : Meninggikan kepala dapat membantu drainage vena untuk
mengurangi kongesti vena
c. Hindari hal-hal berikut :
1) Masase carotid
2) Fleksi leher atau rotasi > 45 derajat
3) Rangsangan anal dengan jari(boleh tapi dengan hati-hati ) hindari
mengedan, fleksi ekstrem panggul dan lutut
Rasional : Masase  karotid memperlambat frekuensi jantung dan
mengurangi sirkulasi sistemik yang diikuti peningkatan sirkulasi secara
tiba-tiba. Fleksi atau rotasi ekstrem leher mengganggu  cairan
cerebrospinal dan drainage vena dari rongga intra kranial.
Aktifitas ini menimbulkan manuver valsalva yang merusak aliran balik
vena dengan kontriksi vena jugularis dan peningkatan TIK.
d. Konsul dokter untuk mendapatkan pelunak feces jika di perlukan.
Rasional : Mencegah konstipasi dan mengedan yang menimbulkan
manuver valsalva.
e. Pertahankan lingkungan  tenang, sunyi dan pencahayaan redup.
Rasional : Meningkatkan istirahat dan menurunkan rangsangan membantu
menurunkan TIK.
f. Berikan obat-obatan sesuai dengan pesanan:
1) Anti hipertensi
2) Anti koagulan
3) Terapi intra vena pengganti cairan dan elektrolit
4) Pelunak feces
5) Anti tukak
6) Roborantia
7) Analgetika
8) Vasodilator perifer.
Rasional :
1) Menurunkan tekanan darah
2) Mencegah terjadinya thrombus
3) Mencegah defisit cairan
4) Mencegah obstipasi
5) Mencegah stres ulcer
6) Meningkatkan daya tahan tubuh
7) Mengurangi nyeri
8) Memperbaiki sirkulasi darah otak.
2. Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Hemiparese / Hemiplegia
Tujuan : Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil
a. Tidak terjadi kontraktur sendi
b. Bertambahnya kekuatan otot
c. Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
Intervensi
a. Ubah posisi klien tiap 2 jam
b. Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas yang
tidak sakit
c. Lakukan gerak pasif pada ekstrimitas yang sakit
d. Berikan papan kaki pada ekstrimitas dalam posisi fungsionalnya
e. Tinggikan kepala dan tangan
f. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien
Rasional :
a. Menurunkan resiko terjadinnya iskemia jaringan akibat sirkulasi darah
yang jelek pada daerah yang tertekan
b. Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan
c. Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih
untuk digerakkan
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan kelumpuhan.
  Tujuan : Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan
kemampuan klien
b. Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Intervensi
a. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan
perawatan diri
b. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri
bantuan dengan sikap sungguh
c. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien
sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan
d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya
atau keberhasilannya
e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi
Rasional
a. Membantu dalam mengantisipasi /merencanakan pemenuhan kebutuhan
secara individual
b. Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus
c. Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan
meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi,
adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-
sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan
d. Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong
klien untuk berusaha secara kontinyu
e. Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi
dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
4. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan
dengankesulitan menelan (disfagia), hemiparese dan hemiplegi.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil
a. Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan
b. Hb dan albumin dalam batas normal
Intervensi
a. Tentukan kemampuan klien dalam mengunyah, menelan dan reflek batuk
b. Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada waktu, selama dan sesudah
makan
c. Stimulasi bibir untuk menutup dan membuka mulut secara manual dengan
menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu jika dibutuhkan
d. Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak terganggu
e. Berikan makan dengan berlahan pada lingkungan yang tenang
f. Mulailah untuk memberikan makan peroral setengah cair, makan lunak
ketika klien dapat menelan air
g. Anjurkan klien menggunakan sedotan meminum cairan
h. Anjurkan klien untuk berpartisipasidalam program latihan/kegiatan.
i. Kolaborasi dengan tim dokter untuk memberikan ciran melalui iv  atau
makanan melalui selang
Rasional :
a. Untuk menetapkan jenis makanan yang akan diberikan pada klien
b. Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya gravitasi
c. Membantu dalam melatih kembali sensori dan meningkatkan kontrol
muskuler
d. Memberikan stimulasi sensori (termasuk rasa kecap) yang dapat
mencetuskan usaha untuk menelan dan meningkatkan masukan
e. Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan tanpa adanya
distraksi/gangguan dari luar
f. Makan lunak/cairan kental mudah untuk mengendalikannya didalam
mulut, menurunkan terjadinya aspirasi
g. Menguatkan otot fasial dan dan otot menelan dan menurunkan resiko
terjadinya tersedak
h. Dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan
nafsu makan
i. Mungkin diperlukan untuk memberikan cairan pengganti dan juga
makanan jika klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut
5. Inkontinensia alfi berhubungan dengan  kerusakan mobilitas dan kerusakan
neurologis.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam pemenuhan eliminasi alvi terpenuhi.
Kriteria Hasil : klien dapat defekasi secara spontan dan lancar tanpa
menggunakan obat, konsistensi feses lembek berbentuk, tidak teraba massa
pada kolon (scibala).
Intervensi :
a. Berikan penjelasan pada klien dan keluarga pasien tentang penyebab
konstipasi
b. Auskultasi bising usus
c. Anjurkan untuk klien untuk makan makanan yang mengandung serat.
d. Bila klien mampu minum, berikan asupan cairan yang cukup (2L/hari)
jika tidak ada kontraindikasi.
e. Lakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan klien.
f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak faces (laksatif,
supositoria, enema)
Rasional :
a. Klien dan keluarga akan mengerti penyebab dari konstipasi.
b. Bising usus menandakan sifat aktivitas peristaltik.
c. Diet seimbang tinggi kandungan serat meransang peristalti dan eliminasi
reguler.
d. Masukan cairan adekuat membantu mempertahankan konsistensi feses
yang pada usus dan membantu eliminasi reguler.
e. Aktivitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot
abdomen dan meransang nafsu makan dan peristaltik.
f. Pelunak feses meningkatkan efisiensi pembasahan air usus, yang
melunakkan massa feses dan membantu eliminasi.
6. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada
area bicara pada hemisfer otak, kehilangan tonus otot fasial atau oral, dan
kelemahan secara umum.
Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam klien dapat menunjukkan pengertian
terhadap masalah komunikasi, mampu mengkomunikasikan perasaannya,
mampu menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria Hasil : Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat
terpenuhi, klien dapat merespon secara verbal maupun isyarat.
Intervensi :
a. Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak mengerti kata-kata atau masalah
berbicara atau tidak mengerti bahasa yang digunakan.
b. Bedakan afasia dengan disatria.
c. Lakukan metode percakapan yang baik dan lengkap, beri kesemoatan
klien untuk mengklarifikasi.
d. Katakan untuk mengikuti perintah secara sederhana seperti tutup matamu
dan lihat ke pintu.
e. Ucapkan lansung kepada klien berbicara pelan dan tengan, gunakan
pertanyaan yang jawabannya “ tidak” dan “ya” dan perhatikan respon
klien.
f. Kolaborasi : konsultasi dengan ahli terapi bicara.
Rasional :
a. Membantu menentukan kerusakanp pada area otak dan menentukan
kesulitan klien dengan sebagian atau seluruh proses komunikasi, klien
mungkin mempunyai masalah dalam mengartikan kata-kata .
b. Dapat menentukan pilihat intervensi yang sesuai dengan tipe gangguan.
c. Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau ucapannya,
komunikasinya secara tidak sadar, dengan melengkapi dapat
merealisasikan pengertian klien dan dapt mengklarifikasi percakapan.
d. Untuk mengikuti afasia reseptif.
e. Mengurangi kebingungan atau kecemasan terhadap banyaknya informasi.
Memajukan stimulasi komunikasi ingatan dan kata-kata.
f. Mengkaji kemampuan individual dan sensorik motorik dan funsi kognitif
untuk mengidentifikasi defisit dan kebutuhan terapi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medical-Bedah Vol 2. Jakarta : EGC


Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Doenges, Marilynn E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3. Jakarta :EGC
Herdman T.H, dkk,. Nanda Internasional Edisi Bahasa Indonesia, Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi, 2009-2011, EGC, Jakarta
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Muttaqin, Arif.2011.Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Salemba Medika; jakarta.
Price & Wilson (2005), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4,
EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai