Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang

Pada hakikatnya tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia disekolah


adalah untuk mengembangkan keterampilan berbahasa baik lisan maupun
tulisan. Keterampilan berbahasa yang dimaksud adalah tidak lain yaitu
keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Dengan kata lain
bahwa pembelajaran bahasa diarahkan pada pembinaan keterampilan
berkomunikasi dalam berbagai situasi.

Bahasa sebagai alat komunikasi digunakan dalam bermacam-macam


fungsi bahasa sesuai dengan yang ingin disampaikan oleh pemakai bahasa .
Oleh karena itu, maka pengajaran bahasa Indonesia harus diarahkan pada
kemampuan berkomunikasi dalam kontek penggunaan bahasa. Nababan
(1997:7) telah mengatakan faktor-faktor penentu berkomunikasi, yaitu (1)
siapa yang berbicara dengan siapa; (2) untuk tujuan apa; (3) dalam situasi apa;
(4) dalam konteks apa (peserta lain, kebudayaan dan suasana); (5) dengan
jalur apa (lisan atau tulisan); (6) media apa (tatap muka, telepon, surat, buku
surat kabar);  dan (7) dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, cerama, laporan,
upacara, lamaran kerja, pernyataaan cinta).  

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) sesuai dengan fitrah


manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang
lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan
rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyataan itu, belajar berkelompok
secara kooperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing)
pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan
berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena kolaboratif adalah miniatur
dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan
masing-masing.

Metode kooperatif ini merupakan  pembelajaran yang menekankan


belajar dalam kelompok heterogen saling membantu satu sama lain,

1
bekerjasama menyelesaikan masalah, dan menyatukan pendapat untuk
memperoleh keberhasilan yang optimal baik kelompok maupun individual.

kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD)yang


dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John
Hopkin (dalam Slavin ,1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana dan merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan
oleh guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif.

Jika satu kelas bekerjasama dalam suatu permainan, tujuan kelompok


adalah menghasilkan suatu permaianan yang menyebabkan anak-anak lain
senang atau mengoperasikan kelompok itu. Namun, tujuan tiap anak mungkin
tidak sama. Seorang anak mungkin ingin menyenangkan gurunya, yang lain
ingin menarik perhatian kelas lain, yang betul-betul mengaggap sebagai suatu
kesempatan untuk mengerjakan tugas sebaik-baiknya. Namun, makin sama
tujuan maka makin kooperatif.

Adanya ketergantungan positif bisa dilakukan dengan cara memberi


peranan khusus kepada anggota kelompok untuk membentuk peningkat,
penjelas, atau perekam. Selanjutnya membagi tugas menjadi sub-sub tugas
yang diperlukan untuk melengkapi keberhasilan tugas.   Nilailah kelompok
sebagai satu kesatuan yang terdiri dari individu-individu. Struktur tujuan
kooperatif dan kompetitif dapat dikoordinasikan dengan menggunakan
kelompok belajar kooperatif,menghindari pertentangan satu sama lain.
Ciptakan situasi fantasi yang menjadikan kelompok bekerja bersama untuk
membangun kekuatan imajinatif, dengan aturan yang ditetapkan oleh situasi.

Pembelajaran kooperatif dapat meningkatakan hasil pebelajar,


hubungan antar kelompok, memberi kesempatan kepada siswa berinteraksi
dan beradaptasi dengan teman satu tim untuk mencerna materi pelajaran.
Meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi belajar, membina sifat
kebersamaan, peduli satu sama lain, dan tanggang rasa, serta mempunyai rasa
andil terhadap keberhasilan tim.

Ada beberapa teori yang mendasari, mengapa sistem bekerja dalam


kelompok kooperatif belajar lebih layak dari pada  belajar di kelas secara
tradisional. Salah satu diantaranya adalah teori motivasi (Slavin, dalam
Munirah 2010 : 8). Motivasi  siswa pada pembelajaran kooperatif terutama
terletak pada bagaimana bentuk hadiah/struktur pencapaian tujuan saat siswa

2
melaksanakan kegiatan. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan yang
diinginkan anggota kelompok harus saling membantu satu sama lain untuk
keberhasilan kelompoknya dan atau yang lebih penting adalah memberi
dorongan atau dukungan pada anggota lain untuk berusaha mencapai tujuan
yang maksimal.

Untuk meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia,terutama pada usia


pendidikan dasar, oleh para guru dipandang perlu memiliki metode yang tepat
dalam pembelajaran bahasa Indonesia. Salah satu metode yang yang peneliti
pilih dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran  kooperatif tipe STAD

Sehubungan dengan hal tersebut,  muncul masalah yang perlu diteliti


yaitu apakah tingkat hasil belajar bahasa Indonesia melalui pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih baik, dibandingkan dengan pembelajaran non
kooperatif pada murid kelas V SDN 6 ANDOOLO Kecamatan Andoolo
Kabupaten Konawe Selatan. Untuk mengetahui dan menjawab permasalahan
yang telah diajukan serta memperoleh hasil kajian yang lebih mendalam,
terarah, dan akurat, maka penelitian ini dibatasi pada peningkatan hasil belajar
bahasa Indonesia melalui pembelajaran kooperatif  tipe Student Team
Achievement Division (STAD)

B.   Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat


mengungkapkan rumusan masalah dari peneliatian ini yakni bagaimanakah
peningkatan hasil belajar bahasa Indonesia melalui pembelajaran Kooperatif
tipe STAD murid kelas V SDN 6 ANDOOLO Kecamatan Andoolo
Kabupaten Konawe Selatan?

C.   Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang  ingin dicapai dalam pelaksanaan


penelitian ini  adalah untuk mengetahui peningkatan hasil belajar bahasa
Indonesia melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD murid kelas V SDN 6
ANDOOLO Kecamatan Andoolo Kabupaten Konawe Selatan?

D.   Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah manfaat


teoritis dan manfaat praktis

3
1.    Manfaat Teoritis

Penelitian diharapkan dapat memberikan konstribusi terhadap


pengajaran bahasa Indonesia khususnya peningkatan hasil belajar bahasa
Indonesia melalui  pembelajaran kooperatif

2.    Manfaat Praktis

Penelitian ini juga diharapkan memberikan konstribusi praktis dalam


pengajaran bahasa Indonesia di SD. Konstribusi yang dimaksud berupa
informasi faktual tentang hasil belajar bahasa Indonesia melalui metode
pembelajaran kooperatif  tipe STAD pada murid kelas V SDN 6 ANDOOLO
Kecamatan Andoolo Kabupaten Konawe Selatan.

Disamping itu, dapat dijadikan pertimbangan kepada guru bahasa


Indonesia pada SDN 6 ANDOOLO Kecamatan Andoolo Kabupaten Konawe
Selatan.

E.   Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian ini yakni, BAB 1 PENDAHULUAN


yang terdiri dari A.Latar Belakang, B.Rumusan Masalah, C.Tujuan penelitian,
D.Manfaat penelitian. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ,KERANGKA PIKIR
DAN HIPOTESIS yakni,A. Tinjauan Pustaka, B. Kerangka Pikir. .
C.Hipotesis Tindakan.BAB IV HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN.Terdiri dari   . A. Hasil Penelitian dan B. Pembahasan. BAB
V PENUTUP yaitu,A. Kesimpulan  dan B.Saran

BAB II

4
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

I.      Hakikat Belajar

Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui


pengalaman (learning is definid as the midification or strengthening of
behaviour through experiencing).

Hampir semua ahli telah merumuskan dan membuat penafsiran


tentang “belajar”. Seringkali pula perumusan dan tafsiran itu berbeda satu
sama lain.

Dalam proses pengajaran, unsur proses belajar memegang peranan


yang penting/vital. Belajar merupakan suatu poses, suatu kegiatan dan bukan
suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas
dari pada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil
latihan, melainkan perubahan kelakuan.

Pengertian lain tentang belajar adalah memperoleh pengetahuan,


belajara adalah latihan-latihan pembentukan kebiasaan secara otomatis, dan
seterusnya.James O. Whittaker (dalam Aunurrahman 2009 : 35)
mengemukakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan
atau di ubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar adalah suatu proses
yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman.

Menurut KBBI (2007 : 121) menyatakan bahwa belajar adalah


berusaha, berlatih untuk mendafatkan ilmu / pengetahuan. Dalam pengertian
yang umum dan sederhana, belajar seringkali diartikan sebagai aktifitas untuk
memperolh pengetahuan. Belajar adalah proses yang memperoleh berbagai
kecakapan,keterampilan dan sikap.

Sejalan dengan perumusan di atas, ada pula penafsiran tentang belajar,


yang menyatakan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku
individu melalui interaksi dengan lingkungan.

5
Dibandingkan dengan pengertian pertama, maka jelas bahwa tujuan
belajar itu prinsipnya sama, yakni perubahan tingkah laku, hanya berbeda cara
atau usaha pencapaiannya. Pengertian ini menitik beratkan pada interaksi
antar individu dengan lingkungan. Di dalam interaksi inilah terjadi serangkian
pengalaman belajar.

William Burton dalam H. Oemar Hamalik (1995 : 15) Mengemukakan


bahwa : A  good learning situation consist of rich and varied series of
learning experiences unified around a vigorous purpose, and carried on
interaction with rich, varied and provocative environment

            Dari pengertian-pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1.    Situasi belajar harus bertujuan dan tujuan-tujuan itu diterima baik oleh
masyarakat. Tujuan merupakan salah satu aspek dari situasi belajar.

2.  Tujuan dan maksud timbul dari kehidupan anak sendiri.

3.  Di dalam mencapai tujuan itu siswa senantiasa akan menemukan kesulitan,
rintangan-rintangan dan situasi yang tidak menyenangkan.

4.  Hasil belajar yang utama adalah pola tingkah laku yang bulat.

5.  Proses belajar terutama mengerjakan hal-hal yang sebenarnya.


Mengerjakan apa yang diperbuat dan mengerjakan apa yang akan dipelajarari.

6.   Kegiatan-kegiatan dan hasil-hasil belajar dipersatukan dan dihubungkan


dengan tujuan dalam situasi belajar.

7.    Siswa memberikan reaksi secara keseluruhan

8.    Siswa mereaksi sesuatu aspek dari lingkungan yang bermakna baginya.

9.    Siswa diarahkan dan dibantu oleh orang-orang yang berbeda dalam


lingkungan itu.

10. Siswa diarahkan ke tujuan-tujuan lain, baik yang berkaitan maupun yang


tidak berkaitan dengan tujuan utama dalam situasi belajar.

6
Belajar menurut psikologi klasik mengemukakan bahwa manusia
terdiri dari jiwa (mind) dan badan (body) atau zat (matter). Jiwa dan zat ini
berbeda satu sama lain. Badan adalah suatu objek yang sampai ke alat indera,
sedangkan jiwa dalah sutau realita yng non material, yang ada di dalam badan,
yang berpikir, merasa, berkeinginan, mengontrol kegiatan badan, serta
bertanggung jawab. Zat sifatnya terbatas, dan bukan suatu realita keseluruhan,
melainkan berkenaan dengan proses-proses material, yang terkait dengan
hukum-hukum mekanis. Sedangkan jiwa merupakan fakta-fakta tersendiri,
seperti : rasa sakit, frustasi, aspirasi, apresiasi, tujuan dan kehendak, itu semua
bukan hasi dari zat, tetapi mempunyai sumber tersendiri dalam realita yang
berbeda, yang mempunyai hak bicara dan secara relatif bebas dari hukum-
hukum mekanis. Realita ini disebut mind substansi.  

Belajar menurut psikologi daya mengemukakan bahwa, jiwa manusia


terdiri dari berbagai daya, mengingat beroikir, merasakan, kemauan dan
sebagainya. Tiap orang mempunyai/memiliki semua daya-daya itu, hanya
berbeda kekuatan saja. Agar daya-daya itu bekembang (terbentuk), maka
daya-daya itu perlu dilatih, sehingga dapat berpungsi. Teori ini bersifat
formal, karena mengutamakan pembentukan daya-daya. Anggapan ini sama
halnya dengan daya-daya pada badan. Apabila suatu daya telah dilatih, maka
secara tidak langsung akan mempengaruhi daya-daya lainnya dan seseorang
dapat melakukan transfer of learning terhadap situasi lain.

Belajar menurut teori mental state, mengemukakan bahwa jiwa


manusia terdiri dari kesan-kesan/tanggapan-tanggapan yang masuk melalui
penginderaan. Kesan-kesan itu berasosiasi satu sama liain dan membentul
mental atau kesadaran manusia. Tambah kuat asosiasi itu tambah lama kesan-
kesan itu tinggal dalam jiwa kita. Kesan-kesan itu akan mudah diungkapkan
kembali (reproduksi)  apabila kesan-kesan itu tertanam dengan kuat dalam
ruang kesadaran. Dan sebaliknya apabila kesan-kesan itu lemah, maka akan
lebih mudah lupa. Jadi yang penting menurut  teori ini adalah bahan-bahan
materiynag disampaikan kepada seseorang. Teori ini bersifat materialistis,
mengutamakan bahan. Jiwa yang baik apabila   bahan yang diterima adalah
baik dalam arti sesuai dengan norma-norma etis.

Menurut teori ini, belajar adalah memperoleh pengetahuan melalui alat


indera yang disampaikan dalam bentuk perangsang-perangsang dari luar.
Pengalaman-pengalaman berasosiasi dan bereproduksi. Karena itu latihan

7
memegang peranan penting. Lebih banyak latihan dan ulangan, maka akan
lebih dan lebih lama pengalaman dan pengetahuan itu tinggal dalam
kesadaran dan ingatan seseorang, dan sebaliknya kurang ulangan  dan latihan
maka pengalaman/pengetahuan akan cepat terlupakan

Belajar menurut psikologi behavioristik. Behaviorisme adalah suatu


studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa tidak
puas terhadap teori psikologi daya dan teori mental state. Dalam
behaviorisme, masalah zat (matter) menempati kedudukan yang utama.
Dengan tingkah laku segala sesuatu tentang jiwa dapat diterangkan.
Behaviorisme dapat menjelaskan kelakuan manusia secara saksama dan
menyedediakan program pendidikan yang efektif.

Dari uaraian tersebut, ternyata konsep behaviorisme besar


pengaruhnya terhadap masalah belajar. Belajar ditafsirkan sebagai latihan-
latihan pembentukan hubungan antara stimulus dan respons.

Belajar menurut psikologi Gestalt, teori ini sering juga disebut


psikologi organisme atau field theory. Teori ini mengemukakan bahwa jiwa
manusia dalah suatu keseluruhan yang berstruktur. Suatu keseluruhan bukan
terdiri dari bagian-bagian atau unsur-unsur. Unsur-unsur itu berada dalam
keseluruhan nenurut struktur yang telah tertentu dan saling berinteraksi satu
sama lain.

Pandangan ini sangat berpengaruh terhadap tafsiran tentang belajar.


Beberapa pokok yang perlu mendapat perhatian antar lain :

1.  Timbulnya kelakuan adalah berkat interaksi antara individu dan lingkungan


di mana faktor apa yang telah dimiliki (natural endowment) lebih menonjol.

2.    Bahwa individu berada dalam keseimbangan dinamis, adanya gangguan


terhadap keseimbangan itu akan mendorong timbulnya kelakuan.

3.    Mengutamakan segi pemahaman (insight)

4.    Menekankan pada adanya situasi sekarang, di mana individu menemukan


dirinya.

5.    Yang utama dan pertama ialah keseluruhan, dan bagian-bagian hanya


bermakna dalam keseluruhan itu.

8
II.    Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah


dilakukan dalam belajar. Kulminasi akan selalu diiringi dengan kegiatan
tindak lanjut. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku
atau perolehan perilaku yang baru dari siswa yang bersifat menetap,
fingsional, fositif dan disadari. Aspek perilaku keseluruhan dari tujuan
pembelajaran menurut Benyamin Bloom  dalam Sri Anita (2008:19) yang
dapat menunjukkan gambaran hasil belajar, mencakup aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Romizoswki dalam Sri Anita (2008:19) menyebutkan
dalam skema kemampuan yang dapat menunjukkan hasil belajar yaitu: 1)
keterampilan kognitif berkaitandengan kemampuan membuat keputusan
memecahkan masalah dan berfikir logis; 2) keterampilan psikomotorik
berkaitan dengan kemampuan tindakan fisik dan kegiatan perceptual; 3)
keterampilan reaktif berkaitan dengan sikap, kebijaksanaan, perasaan dan
kepemimpinan. Gagne dalam Sri Anita (2008:19) menyebutkan ada lima tipe
hasil belajar yang dapat dicapai oleh siswa 1) motor skills; 2) verbal
information; 3) intellectual skills; 4) attitudes; 5 )cognitive strategies. Begitu
pula dengan Ainunrahman (2009 :37) mengatakan bahwa hasil belajar
ditandai dengan perubahan tingkah laku. Walaupun tidak semua tingkah laku
merupakan hasil belajar akan tetapi aktivitas belajar umumnya disertai disertai
perubahan tingkah laku.

merupakan perubahan perilaku secara menyeluruh bukan hanya pada


satu aspek saja tetapi terpadu secara utuh. Oleh karena itu, guru harus
memperhatikan secara seksama supaya perilaku tersebut dapat dicapai
sepenuhnya dan menyeluruh oleh siswa. Perwujudan hasil belajar akan selalu
berkaitan dengan kegiatan evaluasi pembelajaran sehingga diperlukan adanya
teknik dan prosedur evaluasi belajar yang dapat menilai secara efektif proses
dan hasil belajar.

Untuk melihat hasil belajar yang berkaitan dengan kemampuan


berfikir kritis dan ilmiah pada siswa Sekolah Dasar, dapat dikaji proses
maupun hasil berdasarkan: 1) kemampuan membaca, mengamati atau
menyimak apa dijelaskan atau diimformasikan; 2) kemampuan
mengidentifikasi atau membuat sejumlah (sub-sub) pertanyaan berdasarkan
substansi yang dibaca, diamati atau yang didengar; 3) kemampuan
mengorganisasi hasil-hasil identifikasi dan mengkaji dari sudut persamaan

9
dan perbedaan; dan 4) kemempuan melakukan kajian secara menyeluruh.
Kemampuan tersebut sudah dapat diterapkan di Sekolah Dasar khususnya
pada kelas tinggi.

III.   Prinsip-Prinsip Pembelajaran Bahasa Indonesia

Selama ini, dalam pembelajaran  yang banyak menggunakan bahasa


adalah guru. Padahal seharusnya siswalah yang menjadi pusat
pembelajaran  (learnercontered)  agar tidak mudah bosan dan penuh
perhatian dan minat. Oleh karena itu, dalam kurikulum (1994:3)
pembelajaran bahasa ditentukan kepada siswa dalam menggunakan bahasa
dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembelajaran sebagai berikut:

a.    Pengajaran bahasa Indonesia dilaksanakan dalam proses pembelajaran


Bahasa secara fungsional  dan bermakna. Pembelajaran bahasa secara secara
fungsional adalah pembelajaran bahasa yang menekankan pada pembentukan
kemampuan berbahasa Indonesia, sehingga pembelajar atau siswa mampu
menggunakn bahasa Indonesia dalam berbagai fungsi komunikasi.
Pembelajaran bahasa menekankan pada pembentukan kemampuan berpikir
secara logis, sistematis dan kreatif melalui penguasaan makna dan konsep dari
berbagai unsure bahasa dan pemakainya yang nyata dalam masyarakat.
Dengan demikian diharapkan siswa mampu menggunakan pengetahuan dan
keterampilan berbahasa  Indonesia yang mereka kuasai untuk berbagai
kepentingan berkomunikasi.

b.    Bahasa Indonesia disajikan dalam wujud yang utuh, tidak terpotong-


potong dalam satuan-satuan kebahasaan yang terlepas-lepas. Oleh karena itu
materi pembelajaran sebagai mana yang dikemukakan dalam GBPP bahasa
Indonesia tidak dikemukakan dalam pokok-pokok bahasan atau sub pokok
bahasan yang terpisahkan antara satu dengan yang lain, tetapi dikemukakan
dalam butir-butir pembelajaran yang mencerminkan adanya keterpaduan
antara komponen-komponen kebahasaan, pemahaman dan penggunaan bahasa
yang wajar sebagai mana pemakaian bahasa yang sebenarnya terjadi dalam
masyarakat.

c.    Pembelajaran bahasa Indonesia menekankan pembentukan


kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi, baik secara
lisan maupun tulisan. Pengajaran unsure-unsur bahasa diintegrasikan dalam
pengajaran keterampilan berbahasa. Dengan demikian, pengetahuan dan

10
penguasaan kaidah-kaidah tata bahasa secara langsung diterapkan dalm
pemakaian bahasa.

d.    Penagajaran bahasa Indonesia mengarahkan pada pembelajaran bahasa


yang dapat (1) meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar secara
sistematis; (2) meningkatkan wawasan ;  (3)  mempertajam kepekaan perasaan
dalam berbagai peristiwa komunikasi; (4) meningkatkan kemampuan
mengapresiasi nilai-nilai estetik dalam bahasa dan sastra Indonesia.

e.    Pembelajara n bahasa  Indonesia berpusat pada siswa. Titik  tolak proses


pembelajaran bukan semata-mata pada apa yang dibuthkan siswa dan
bagaimana mereka belajar. Siswa terlibat secara aktif dalam proses
pemerolehan bahasa Indonesia tidak hanya mementingkan keteramplan siswa
dal am pembelajaran.

Prinsip-prinsip tersebut berfungsi sebagai kerangka teori dan sekaligus


sebagai pedoman bagi komponen-komponen pengajaran bahasa. Sebagai
kerangka teori dan pedoman pengajaran yang harus dipenuhi, maka setiap
butir prinsip pembelajaran bahasa memberikan arah yang harus ditempuh
dalam pelaksanaan pembelajaran.

Sejalan dengan pernyataan tersebut, Patombongi (1995:45)


mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu:
(1) bahasa disajkan dalam wujud yang utuh, tidak terlepas atau terkotak-
kotak, sehingga kurang terintegrasi didalam satu tema; (2) bahasa diajarkan
secara bermakna dan secara fungsional ; (3) pembelajaran bahasa berpusat
pada siswa; (4) bahan ajar tidak disusun bedasarkan pokok bahasan,
melainkan berdasarkan tema; (5) pembelajaran stuktur, bukan berupa tujuan
penyajian kaidah atau peristilahan bahsa yang memusat hafalan, ,melainkan
berupa kegiatn yang menghasilkan stuktur tekait dengan konteks; (6)
pembelajaran kosakata bukan penyodoran daftar kata baru untuk dilafalkan,
melainkan pengenalan kosakata lewat konteks, dan  (7) pembelajaran
kosakata bukan uaraian mengenai defenisi apa itu antonim, homonim,
sinonim, konotasi  dan denotasi, melainkan kegiatan mengajarkan
kemampuan anak untuk melihat pelbagai kemungkinan pemilihan kosakata.

IV.    Prinsip Utama Belajar Kooperatif

Prinsip utama dari belajar kooperatif, yaitu

11
a.    Kesamaan tujuan

Tujuan yang sama pada anak-anak dalam kelompok


membuat  kegiatan belajar kooperatif. Pada sustu saat anak-anak mungkin
tampak bekerja kooperatif apabiala bertanya tentang ejaan sustu kata atau
berbagi pensil saat menggambar.

Jika suatu kelas bekerja sama dalam suatu permainan, tujuan


kelompok adalah menghasilkan suatu permainan yang menyebabkan anak-
anak lain atau senang mengapresiasi kelompok itu. Namun, tujuan tiap anak
mungkin tidak sama. Seorang anak mungkin ingin menyenangkan gurunya,
yang lain ingin menarik perhatian kalas lai, yang lain betul-betul menganggap
sebagai suatu kesempatan untuk mengerjakan tugas sebaik-baiknya. Namun
makin sama tujuan makin kooperatif

b.    Ketergantungan positif

Prinsip kedua dari belajar kooperatif adalah ketergantungan positif.


Beberapa orang direkrut sebagai anggota kelompok karena kegiatan hanya
dapat berhasil jika anggota dapat bekerja sama. Ketergantungan antara
individu-individu dapat dilakukan dengan berbagai car, sebagai berikut:

1)      Beri anggota kelompok peranan khusus untuk membentuk pengamat,


peningkat, penjelas atau perekam. Denagan cara ini, tiap individu memiliki
tugas khusus dan konstribusi tiap oaring diperlukan untuk melengkap
keberhasilan tugas.

2)      Bagila tugas menjadi sub-sub tugasyang diperlukan untuk melengkapi


keberhasilan tugas.

3)      Nilailah kelompok sebagai satu kesatuan yang terdiri dari individu-


individu. Anak-anak dapat bekerja bepasangan dengan penilaian tiap
pasangan .

4)      Struktur tujuan kooperatif dan kompotitif dapat dikoordinasiknan dengan


menggunakan kelompok belajar kooperatif, menhindari pertentangan satu
sama lain. 5)      Ciptakan suasana fantasi yang menjadikan kelompok bekerja
bersama untuk membangun kekuatan imajinatif, dengan aturan yang
ditetapkan oleh situasi.

12
V.     Metode Pembelajaran

Dalam bahasa Ingris, method berbagai cara. Apabila kita kaitkan


dengan pembelajran, metode adalah cara yang digunakan guru dalam
membelajarkan siswa. Karena metode lebih menekankan pada peran guru,
istilah metode sering digandengkan dengan kata mengajar, yaitu metode
mengajar. Johni dalam SriAnita w : 24 : 2008) mengemukakan bahwa metode
adalah berbagai cara kerja yang relatif umum yang sesuai untuk mecapai
tujuan tertentu, beberapa bentuk metode mengajara yang kita kenal adalah
ceramah, diskusi, tanya jawab, simulasi, pemberian tugas, kerja kelompok,
demonstrasi (modelling), ekspremin, pemecahan masalah, inkuiri dan
sebagainya.

Ceramah merupakan cara yang umum sesuai untuk menggali berbagai


gagasan atau ide dari berbagai pihak. Sekarang muncul pertanyaan,
bagaimana langkah-langkah atau prosedur penggunaan suatu metode. Setiap
metode mengajar memiliki langkah-langkah atau prosedur penggunaannnya
tersendiri.

Mengajar bukan hanya menyampaikan bahan pelajran pada siswa,


tetapi merupakan suatu proses upaya dalam membimbing dan memfasilitasi
siswa supaya dapat belajar secara efektif dan efisien. Keberhasilan
pembelajaran sangat dipengaruhi oleh proses pembelajaran yang
dikembangkan guru. Oleh karena itu guru harus memiliki kemampuan dalam
memilih, mengembangkan dan menerapkan berbagai metode mengajar dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Pembentukan kemampuan siswa sebagaimana
telah dirumuskan dalam tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan baik
apabila cara yang digunakan dalam proses mengajar sesuai dengan
karakteristik dan kompetensi atautujuan yang akan dicapainya.

Guru dalam menentukan dan memillih suatu metode mengajar yang


digunakan dalam proses pembelajaran harus memprtimbangkan faktor-faktor
yang yang dianggap harus memiliki kemampuan dalam menerapkan metode
tersebut dalam pembelajaran. Apabila kemampuan itu telah dimiliki oleh
seorang guru, maka akan mudah baginya dalam mencapai tujuan
pembelajaran dan membentuk kemampuan siswa yang diinginkkan.

Pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan, yang banyak


melibatkan aktivitas siswa dan aktivitas guru. Untuk mencapai tujuan

13
pembelajaran tersebut, diperlukan suatu metode yang fungsinya sebagai
alternatif cara dalam mencapai tujuan tersebut. Metode yang digunakan harus
bervariasi sehingga tidak menimbulkan kejenuhan aktivitas dalam proses
pembelajaran.

Metode mengajar merupakan salah satu komponen yang harus


digunakan dalam kegiatan pembelajran karena untuk mencapai tujuan
pembelajaran maupun dalam upaya membentuk kemampuan siswa diperlukan
adanya suatu metode atau cara mengajara yang efektif. Penggunaan metode
mengajar harus dapat menciptakan terjadinya interaksi antara siswa dengan
siswa maupun anatar siswa dengan guru, sehingga proses pembelajaran dapat
dilakukan secara maksimal. Oleh karena itu, dalam memilih dan menerapkan
metode mengajar guru harus mengutamakan untuk melakukan tindakan
bagaimana caranya membelajarkan siswa supaya efektif dan maksimal dalam
melakukan proses pembelajaran maupun memperoleh hasil belajar.

Sri Anita W,dkk (2008 : 51) prinsip terutama berkaitan dengan faktor
perkembangan kemampuan siswa, diantaranya berikut ini :

1.    Metode mengajar harus memungkinkan dapat membangkitkan rasa ingin


tahu siswa lebih jauh terhadap materi pelajaran (curiosity).

2.    Metode mengajar harus memungkinkan dapat memberikan peluang untuk


berekspresi yang kreatif dalam aspek seni.

3.    Metode mengajar harus memungkinkan siswa belajar melalui pemecahan


masalah.

4.    Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk selalu ingin menguji


kebanaran sesuatu.

5.    Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk melakukan penemuan


(inkuiri) terhadap sesuatu topik permasalahan.

6.   Metode mengajar harus memungkinkan siswa mampu menyimak.

7. Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri


(independent study).

8.    Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk belajar secara bekerja


sama (cooperative learning).

14
9.  Metode mengajar harus memungkinkan siswa untuk lebih termotivasi
dalam belajar.

Prinsip-prinsip tersebut dalam prosesnya merupakan esensi dan


karakteristik dari masing-masing metode mengajar. Penggunanaan metode
mengajar dalam pembelajaran ditinjau dari segi prosesnya memiliki fungsi-
fungsi sebagai berikut :

1.  Sebagai alat atau cara untuk mecapai tujuan pembelajaran atau membentuk
kompetensi siswa. Setiap pembelajaran memiliki tujuan sehingga dalam
proses pembelajarannya ada cara maupun teknik yang mmungkinkan dapat
mencapai tujuan tersebut secara efektif tersebut.

2.  Sebagai gamabaran aktivitas yang harus ditempuh oleh siswa dan guru
dalam kegiatan pembelajaran. Tahapan-tahapan kegiatan belajar mengajar
pada dasarnya adalah proses dari masing-masing metode yang digunakan
dalam pembelajaran tersebut.

3.    Sebagai bahan dalam menentukan alat penilaian pembelajaran.


Karakteristik metode mengjar dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk
penilaian, misalnya kegiatan pembelajaran yang menggunkan metode
ceramah, tanya jawab akan berbeda penilaiannya dengan metode demonstrasi
atau latihan/praktik.

4.    Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan bimbingan dalam kegiatan


pembelajaran, apakah dalam kegiatan pembelajaran tersebut perlu diberikan
bimbingan secara individu atau kelompok.

Memperhatikan beberpa hakikat dan prinsip-prinsip metode mengajar


di atas menunjukkan betapa pentingnya  suatu metode pembelajaran dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus cermat dan
fleksibel dalam menentukan metode yang digunakan dalam pembelajaran.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan metode mengajar


antara lain sebagai berikut :

1.        Tujuan pembelajaran atau kompetensi siswa

Tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai siswa


merupakan faktor utama yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan

15
metode mengajar. Ada beberapa tingkatan dalam tujuan pembelajaran, tujuan
yang paling tinggi adalah Tujuan pendidikan Nasional(TPN), kemudian
dijabbarkan pada Tujuan Satuan Pendidikan (Institusional), tujuan bidang
studi ?Mata Pelajaran dan Tujuan Pembelajaran (Instruksional).

Tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar merupakan pernyataan


yang diharapkan dapat diketahui, disikapi dan atau dilakukan siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran. Rumusan tersebut sebagai dasar acuan dalam
melakukan pembelajaran. Oleh karena itu, pemilihan metode mengajar harus
didasarkan pada tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan dicapai
siswa. Tujuan institusional adalah tujuan yang ingin dicapai oleh suatu
lembaga pendidikan, misalnya SD,SMP,SMA,SMK dan seterusnya. Tujuan
bidang studi adalah tujuan yang harus dicapai oleh suatu mata pelajaran atau
bidang studi, sedangkan tujuan pembelajran (Instruksional) adalah tujuan
yang harus dicapai suatu pokok bahasan tertentu.

Bloom dalam Sri Anita W, dkk (2008 :57) mengemukakan bahwa


tujuan pendidikan terdiri atas ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Uraian
tentangtaxonomy Bloom ini dapat dilihat di bawah ini :

a.    Kognitif

1.    Pengetahuan, lebih menitikberatkan pada kemampuan mengetahui, atau


untuk mengingat sesuatu.

2.    Pemahaman, lebih menekankan pada kemampuan menerjemahkan,


memahami sesuatu dan seterusnya

3.    Penerapan, lebih menenkankan pada kemampuan membuat, mengerjakan


atau menggunakan teori atau rumus.

4.    Analisis, lebih menekankan pada kemampuan mengkaji, menguraikan,


membedakan, mengidentifikasi dan seterusnya.

5.    Sintesis, lebih menekankan pada kemampuan menggabungkan,


mengelompokkan, menyusun, membuat rencana program dan seterusnya.
Evaluasi lebih menekankan pada kemampuan menilai berdasarkan norma atau
kemampuan menilai pekerjaan sesuatu.

b.  Afektif

16
1.    Penerimaan, lebih menekankan pada kemampuan peka, atau kemampuan
menerima.

2.    Partisipasi, lebih menenkankan pada turut serta pada sesuatu kegiatan dan
kerelaan hati.

3.    Penilaian daan penentuan sikap, lebih menekankan pada menentukan


sikap. Organisasi, kemampuan membentuk sistem nilai sebagai pedoman
hidup. Pembentukan pola hidup, lebih menekankan pada penghayatan dan
pegangan hidup.

c.    Psikomotorik  

1.    Persepsi, lebih menekankan pada kemampuan berpendapat terhadap


sesuatu dan peka terhadap sesuatu hal.

2.  Kesiapan, kemampuan bersiap diri secara fisik.

3.    Gerakan terbimbing, kemampuan dalam meniru pekerjaan yang


lain/meniru contoh.

4.    Gerakan terbiasa, keterampilan yang berpegang pada pola.

5.  Gerakan yang kompleks, keterampilan yang lincah, cepat dan


lancar.penyesuaian, keterampilan dan mengubah dan mengatur kembali.
Kreativitaf, kemampuan dalam menciptakan pola baru.

2.    Karakteristik bahan pelajaran/materi pembelajaran

Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih metode


mengajar adalah karakteristik bahan pelajaran. Ada beberapa aspek yang
terdapat dalam pelajaran, aspek tersebut terdiri dari aspek konsep, prinsip,
proses,nilai, fakta, intelektual dan aspek psikomotor.

a) Aspek Konsep (concept) , merupakan substansi isi pelajran yang


berhubungan dengan pengertian, atribut, karakteristik, label atau ide dan
gagasan sesuatu. Artinya guru akan memilih metode mana yang dianggap
sesuai jika akan mengajarkan tentang konsep, begitu juga dengan aspek yang
lainnya.

b) Aspek fakta (fact), merupakan substansi isi pelajaran yang berhubungan


dengan peristiwa-peristiwa yang lalu, data-data yang memiliki esensi objek

17
dan waktu, seperti nama dan tahun yang berhubungan dengan peristiwa atau
sejarah.

c) Aspek prinsip (principle), merupakan substansi isi pelajaran yang


berhubungan dengan aturan, dalil, hukum, ketentuan, dan prosedur yang harus
ditempuh. Aspek proses (proses), merupakan substansi materi pelajaran yang
berhubungan dengan rangkaian kegiatan, rangkaian peristiwa dan rangkian
tindakan.

d) Aspek nilai (value), merupakan substansi materi pelajaran yang


berhubungan dengan aspek perilaku yang baik dan buruk, yang benar dan
salah, yang bermanfaat dan tidak bermanfaat bagi banyak orang.

e) Aspek keterampilan intelektual (intelectual skill ), merupakan substansi


materi pelajaran yang berhubungan dengan pembentukan kemampuan
menyelesaiakn persoalan atau permasalahan, berpikir sistematis, berpikir
logis, berpikir taktis, berpikir inovatif, dan berpikir ilmiah.

f) Aspek keterampilan psokomotor (psychomotor skill), merupakan substansi


materi pelajaran yang berhubungan dengan pembentukan kemampuan fisik.

3.    Waktu yang digunakan

Pemilihan metode mengajar juga harus memperhatikan alokasi waktu yang


tersedia dalam jam pelajaran, ada beberapa metode mengajar yang dianggap
relatif banyak menggunkan waktu, seperti metode pemecahan masalah dan
inkuiri. Penggunaan metode ini kurang tepat jika digunakan pada jam
pelajaran yang alokasi waktunya relatif singkat sehingga penguasaan materi
tidak optimal demikian pula dengan pembentukan kemampuan siswa.

4.    Faktor siswa

Faktor siswa merupakan salah satu faktor yang hharus dipertimbangkan dalam
pemilihan metode mengajar. Aspek ini terutama berkaiatan dengan kesegaran
mental (antusias dan kelelahan), jumlah dan kemampuan siswa. Guru harus
bisa mengelola pembelajaran berdasarkan jumlah siswa, mengatur tempat
duduk, bersifat fleksibel, dan mendukung terhadap proses pembelajaran.

5.    Fasilitas, media, dan sumber belajar

18
Supaya memperoleh hasil belajaryang optimal maka setiap peristiwa harus
dirancang secara sistematis dan sistemik. Salah satu diantaranya adalah
tersedianya fasilitas, media dan sumber belajar. Guru tidak akan memilih
metode mengajar yang memungkinkan menggunakan fasilitas atau alat belajar
yang beragam jika di sekolahnya tidak memiliki fasilitas dan alat belajar
lengkap. Dalam hal ini perlu diupayakan, apabila guru dan siswa akan
menggunakan alat atau fasilitas maka guru bersangkutan sebelum pembelajran
harus mempersiapkan terlebih dahulu.

VI.  Metode Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pakar-pakar yang memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan


model pembelajaran kooperatif adalah Johny Dewey dan Herbert Thelan.
Menurut John Dewey dalam Munirah (2010 :8) mengemukakan kelas seharus
cerminan masyarakat yang lebih besar. Herbert Thelan telah mengembangkan
prosedur yang tepat untuk membantu para siswa bekerja secara berkelompok.
Tokoh lain adalah Gordon alport yang mengingatkan kerja sama dan bekerja
dalam kelompok akan memberikan hasil lebih baik. Shomo Sharan
mengilhami peminat model pembelajaran kooperatif untuk membuat setting
kelas dan proses pengajaran yang memenuhi tiga kondisi yaitu :

a.    Adanya kontak langsung

b.    Sama-sama berperan serta dalam kerja kelompok, dan

c.      Adanya persetujuan antar anggota kelompok tentang setting kooperatif


tersebut.

Munirah (2010 :8) mengemukakan hal penting dalam model pembelajaran


kooperatif adalah bahwa siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan
teman. Bahwa yang lebih mampu dapat menolong teman yang lemah. Dan
setiap anggota kelompok tetap memberi sumbangan pada prestasi kelompok.
Para siswa juga mendapat kesempatan.

 Menurut Hamid Hasan dalam Etin Solihatin dan Raharjo ( 2007;4)


cooperative memgandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan
bersama.Slavin dalam Etin Solihatin (2007:4) mengatakan bahwa cooperative
learning adalah salah satu model pembelajaran dimana siswa belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil scara kolaboratif yang anggotanya

19
terdiri dari 4 sampai 6 orang dengan sstuktur kelompoknya yang bersifat
heterogen.

Beberapa teori yang mendasari, mengapa siswa yang bekerja sama dalam
kelompok kooperatif lebih banyak dari pada kelas yang diorganisasikan secara
tradisional adalah sebagai berikut (Slavin, 1995 :16).

1.    Teori Motivasi

Menurut teori motivasi siswa pada pembelajaran kooperatif terutama terletak


pada bagaimana bentuk hadiah atau struktur pencapaiaan tujuan saat siswa
melaksanakan kegiatan. Terdapat tiga pencapaian tujuan seperti berikut in:

a.    Kooperatif, dimana upaya-upaya berorientasi tujuan tiap individu


menyumbang pencapaian tujuan individu lain. Siswa yakin bahwa tujuan
mereka tercapai jika dan hanya siswa lain mencapai tujuan.

b.    Kooperatif, dimana upaya-upaya berorientasi tujuan tiap individu membuat


frustasi pencapaian tujuan individu lain. Siswa yakin bahwa mereka akan
mencapai tujuan jika dan hanya siswa laian tidak mecapai tujuan.

c.    Individualistik, dimana upaya-upaya berorientasi tujuan tiap individu tidak


memiliki konsekuensi terhadap pencapaian tujuan individu lain. Siswa yakin
upaya mereka sendiri untuk mencapai tujuan tidak ada hubungannya dengan
upaya siswa lain dalam mencapai tujuan.

Berdasarkan teori motivasi, struktur pencapaian tujuan menciptakan situasi


dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya. Oelh karena itu, untuk mecapai tujuan yang diinginkan anggota
kelompok harus saling membantu satu sama lain untuk keberhasilan
kelompoknya dan atau yang lenbih penting adalah dorongan atau dukungan
pada anggota lain untuk berusaha mencapai tujuan yang maksimal.

2.    Teori

3.     Akademik

Meskipun pembelajaran kokoperatif mencakup berbagai tujuan sosial,


namun pembelajaran kooperatif juga dapat digunakan untuk meningkatkan
prestasi akademik. Para pengembang pembelajaran kooperatif juga dapat
digunakan untuk meningkatka prestasi akademik. Para pengembang

20
pembelajaran kooperatif telah menunjukkan bahwa struktur penghargaan
kooperatif dapat meningkatkan nilai yang diperoleh siswa dan mengubah
norma-norma yang sesuai dengan prestasi itu (Arends, 1997 : 111). Selain itu,
pembelajaran kooperatif dapt bermanfaat bagi siswa yang berprestasi remdah
dan tinggi bersama-sama dalam mengajarkan tugas-tugas akademik. Siswa
yang berprestasi tinggi secara akademik akan memperoleh lebih banyak
karena ia berfungsi sebagai tutor yang membutuhkan pemikiran yang lebih
mendalam tentang konsep-konsep suatu pelajaran.

a.  Penerimaan akan Kekurangan

Efek penting dari kedua model pembelajaran koopertaif adalah


penerrimaan yang lebih luas dari orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas,
sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya. Belajar kooperatif menyajikan
peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kodisi untuk bekerja dan
saling bergantung pada tugas-tugas akademik, dan melalui struktur
penghargaan kooperatif akan belajar menghargai satu sama lain.

b.  Perkembangan Keterampilan Kooperatif

Tujuan ketiga dan penting dari pembelajaran kooperatif adalah


mengejarkan kepada siswa keterampilan-keterampilan kerja sama dan
elaborasi. Ini merupakan keterampilan penting dan harus dimiliki dalam suatu
masyarakat, dimana banyak pekerjaan orang dewasa dilakukan dalam
organisasi besar dan saling ketergantungan dan sangat beragam budayanya.
Namun banyak anak-anak dan orang dewasa kekurangan keterampilan ini.
Hal ini dibutuhkan dengan seberapa sering kketidak sesuaian di anatar
individu-individu dapat membawa pada tindak kekerasan atau seberapa sering
orang dewasa menyampaikan rasa tidak puasnya saat diminta bekerja dalam
situasi kooperatif.

Terdapat beberapa tipe model pembelajaran kooperatif seperti tipe STAD


(Student Teams achievement Division), tepe Jigsaw dan investigasikelompok
dan pendekatan structural

VII.   Pembelajaran kooperatif tipe STAD

21
Student Team Achievement Division (STAD) merupakan salah satu
metode  atau pendekatan dalam pembelajaran kooperatif yang sederhana dan
baik untuk guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif dalam kelas,
STAD juga merupakan suatu metode pembelajaran kooperatif yang
efektif. Hasnawati (2008:10) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif
tipe STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu penyajian kelas, belajar
kelompok, kuis, skor pengembangan dan penghargaan kelompok. Selain itu
juga terdiri dari siklus kegiatan pengajaran yang teratur.

  Student Team Achievement Division (STAD) adalah salah satu


pembelajaran kooperatif yang paling sederhana . siswa ditempatkan dalam tim
belajar yang beranggoatakan empat orang yang merupakan campuran menurut
tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran
kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memstikan bahwa seluruh anggota
tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh murid dikenai tugas
tentang materi itu dengan catatan , saaat kuis mereka tidak boleh saling
membantu.

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan


pendekatancooperative learning yang menekankan pada aktifitas dan interaksi
diantara siswa untuk salaing memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai hasil yang maksimal.

Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan-kawannya. Tive ini
merupakan tipe yang paling sederhana diantara tipe-tipe model pembelajaran
kooperatif para guru menggunakan pembelajaran kooperatif tipe stad untuk
mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa,baik melalui penyajian
verbal maupun tertulis.

           Secara singkat langkah-langkah pembelajaran tipe stad terdiri atas:

a.    Membentuk kelompok heterogen 4-5 orang anggota.

b.    Guru menyajikan pelajaran

c.    Guru member tugas

d.    Tiap anggota kelompok menggunakan lembar kerja untuk menguasai


bahan ajar melalui Tanya jawab atau diskusi antar sesame anggota kelompok.

22
e.    Guru member kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab,
tidak dibolehkan siswa saling membantu

f.     Memberi evaluasi

g.    Kesimpulan.

B.   Kerangka Pikir

pembelajaran di Sekolah Dasar adalah suatu kombinasi yang tersusun


meliputi unsur-unsur manusiawi, metrila, fasilitas, perlengkapan dan prosedur
yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2008 (KTSP 2008)


menitikberatkan pada  pencapaian tiga kemampuan yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik. Ketiga kemampuan tersebut menjadi indikator keberhasilan
dari sebuah proses pembelajaran, yang harus dicapai sebagai tujuan dari
proses belajar tersebut.

Dengan pemilihan metode yang tepat, maka ketiga indikator


keberhasilan dalam proses belajar mengajar tersebut kemungkinan besar dapat
dicapai sesuai dengan apa yang diinginkan. Secara teoritis
metode kooperatif  ini mampu menjadi penentu dari keberhasilan suatu proses
belajar mengajar (pembelajaran) yang indikasinya dapat dilihat dari
peningkatan tiga kemampuan yang harus capai selama proses belajar
berlangsung yang  tertuang dalam indikator dan tujuan pembelajaran itu
sendiri.

Oleh karena itu, kerangka pikir dalam usul penelitian ini digambarkan dalam
skema sebagai berikut :

                                 

Pembelajaran bahasa indonesia

Metode kooperatif

23
Tipe STAD

Siklus I

Siklus II

Temuan

Gambar 3. Skema Kerangka Pikir

C.   Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah jika  pembelajaran


kooperatif  tipeSTAD diterapkan, maka hasil belajar bahasa Indonesia murid
kelas v SDN 6 ANDOOLO Kecamatan Andoolo Kabupaten Konawe Selatan
dapat meningkat.

24
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (Classroom


ActionResearch) dengan tahapan-tahapan pelaksanaan meliputi perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, refleksi, perencanaan ulang dan seterusnya

B. Variabel dan Desain Penelitian

     1) Variabel Penelitian

       Penelitian ini menggunakan variable ganda, yakni variable bebas (independent)


dan variable terikat (dependent).

       Adapun yang menjadi variable bebas  (independent) dalam penelitian ini adalah


peningkatan hasil belajar bahasa Indonesia, sedangkan yang menjadi variabel terikat
(dependent) dalam penelitian ini adalah pembelajaran kooperatiftipe STAD

2)  Desain Penelitian

Desain  penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan terdiri atas dua siklus yaitu
siklus pertama dan siklus kedua. Siklus pertama terdiri atas dua kali tatap muka
dan siklus kedua dua kali tatap muka. Apabila masih terdapat hal-hal yang perlu
diperbaiki pada siklus kedua maka akan dilakukan siklus ketiga
sebagai penyempurna dan perbaikan dari pelaksanaan tindakan siklus kedua,
tetapi jika sudah dilakukan siklus kedua dan sudah memperlihatkan hasil yang
diinginkan maka tidak perlu dilakukan lagi siklus ketiga. Gambaran umum
yang dilakukan pada setiap siklus adalah perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan,dan refleksi.

Pengamatan

Perencanaan

Refleksi

Pelaksanaan

Pengamatan

25
Perencanaan

Pelaksanaan

SIKLUS I

SIKLUS II

Berdasarkan skema diatas, maka prosedur kerja penelitian tindakan kelas ini
adalah sebagai berikut:

SIKLUS I                                                          

1.   Perencanaan

1.    Menelaah kurikulum SD Kelas V tahun pelajaran 2011/2012 untuk


kesesuaian waktu antara materi pelajaran dengan rencana penelitian.

2.    Menyusun dan mengembangkan rencana pembelajaran atau  skenario


pembelajaran..

3.    Menyusun instrumen berupa soal-soal alat evaluasi hasil belajar dan


instrumen berupa lembar observasi aktivitas siswa.

2.   Pelaksanaan tindakan

          Bentuk-bentuk tindakan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu

a.  Mempersiapkan semua perangkat pembelajaran yang digunakan dalam kelas


yaitu lembar kerja siswa.

b.  Menggunakan metode bervariasi

c.  Mengamati aktivitas siswa selama proses pembelajaran untuk mengetahui


motivasi belajar siswa.

d.  Kegiatan belajar mengajar pada siklus I dilaksanakan selama 2 jam pelajaran


yaitu dua kali pertemuan. Satu jam pelajaran 70 menit.

26
e.  Pemberian tugas untuk mengetahui pencapaian indikator hasil belajar setelah
proses pembelajaran.

f.   Pemberian tugas PR untuk melatih mengerjakan tugas.

g.  Perbaikan jawaban siswa terhadap indikator yang belum dicapai pada tugas
yang diberikan dan menuliskan komentar tentang kekurangan dan kelebihan
siswa terhadap tugas yang dikerjakan.

h.  Tiap pertemuan, guru mencatat semua kejadian yang dianggap penting.

3.  Tahap Pengamatan

Pelaksanaan tahap ini terhadap aktivitas siswa selama berlangsung proses


belajar mengajar dengan menggunakan observasi dengan tujuan untuk melihat
adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dengan cara mengamati dan
mencatat aktivitas siswa selama pembelajaran.. Pelaksanaan evaluasi yakni
memberikan tes hasil belajar yang dilakukan pada akhir tindakan siklus I
dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa.

4.  Analisis dan Refleksi

Hasil yang dicapai dalam tahap observasi dan evaluasi dikumpul kemudian
dilakukan analisis dan refleksi. Refleksi dimaksudkan untuk melihat apakah
rencana telah dilaksanakan secara optimal atau perlu dilakukan perbaikan.
Aspek-aspek yang dianggap bagus tetap dipertahankan, sedangkan
kekurangannya menjadi pertimbangan dan revisi pada siklus berikutnya yang
masih merupakan masalah dalam siklus I.

SIKLUS II

Siklus ini merupakan kelanjutan dari siklus I yang  dilakukan berdasarkan hasil


refleksi pada siklus I , dengan demikian aktivitas dan hasil belajar siswa
diharapkan dapat meningkat. Kegiatan yang dilakukan pada siklus II ini pada
dasarnya sama dengan yang dilakukan pada siklus I yaitu:

1.    Perencanaan

a.             Merancang tindakan berdasarkan hasil refleksi siklus I

b.  Mempersiapkan  perangkap pembelajaran.

27
c.  Mempersiapkn lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa selama
berlangsungnya pembelajaran

d.    Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang akan dilakukan pada


siklus dengan berdasarkan pada refleksi siklus I agar kesalahan yang terjadi
pada siklus I tidak terjadi pada siklus II

2.    Pelaksanaan  Tindakan

Pelaksanaan tindakan yang dilakkan pada siklus II adalah mengulangi kembali


tahap-tahap pada siklus I sambil mengadakan perbaikan atau penyempurnaan
sesuai hasil yang diperoleh pada siklus I.

3.    Observasi

Melakukan observasi aktivitas siswa selama berlangsung pembelajaran dengan


menggunakan lembar observasi aktivitas siswa untuk melihat adanya
peningkatan aktivitas siswa. Melakukan aktivitas dengan menggunakan tes
berupa tes tertulis pada akhir tindakan siklus II dengan tujuan untuk mengetahui
peningkatan hasil belajar siswa.

4.    Analisis dan Refleksi

Hasil yang dicapai dalam tahap observasi dan evaluasi akan dianalisis dan
merupakan hasil akhir pelaksanaan tindakan siklus II kemudian melakkan
refleksi dengan maksud untuk melihat  apakah rencana telah terlaksana  secara
optimal atau perlu dilakukan perbaikan. Apabila dalam tindakan siklus II masih
ada kekurangan maka dilaksanakan siklus berikutnya untuk melakukan
perbaikan.

C.   Defenisi Operasional Variabel

Untuk melakukan gambaran yang jelas dan menghindar salah penafsiran


dalam penelitian ini, maka dikemukakan dengan operasional variabel sebagai
berikut :

1.    Hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan
dalam belajar.

2.  Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang melatih


siswa bekerjasama dalam kelompok belajar (Ibrahim, 2000:1). Pembelajaran

28
kooperatif tipe STAD adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana dengan mengelompokkan siswa menjadi kelompok dengan
anggota 4-5 orang. Setiap kelompok harus heterogen (Ibrahim 2000:10)

D.     Instrumen Penelitian

    Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, dalam
arti bahwa peneliti keseluruhan  dari proses penelitian , mulai dari terjun
kelapangan, mengumpulkan data, sampai kepada menarik kesimpulan.

Adapun instrument bentuk tes bantuan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan yaitu tes tertulis dan uraian. Sedangkan dalam bentuknon
tes adalah observasi, catatan guru, dan wawancara  Instrumen lain adalah RPP.

E. Teknik Pengumpulan Data  

a. Tes

Tes digunakan untuk mengetahui  peningkatan hasil belajar bahasa


Indonesia sebelum dan sesudah tindakan dilaksanakan.

b.    Wawancara

Pada dasarnya tes wawancara digunakan untuk mengetahui pelaksanaan


pembelajaran cooperative learning dalam meningkatkan hasil belajar bahasa
Indonesia pada murid kelasV SD Inpres Gallang Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Gowa. BIasanya dalam wawancara peneliti melengkapi
diri dengan media dokumentasi atau catatan wawancara.

c.  Teknik observasi

      Dalam penelitian ini observasi yang dilakukan adalah observasi


partisipan, artinya selain bertindak sebagai pengamat, juga bertindak sebagai
instrument penelitian.Observasi dilakukan agar peneliti mampu memahami
konteks data dalam keseluruhan situasi sosialagar mengetahui realitas
masalah sebenarnya sehingga data yangadiperoleh lebih objektif dan akurat.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis data


kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh dari observasi dan wawancara
akan dianalisis secara kualitatif. Sedangkan data mengenai hasil belajar

29
bahasa Indonesia murid dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan
statistik diskriftif.

30

Anda mungkin juga menyukai