Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Stase Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:
LAILA TURROHMAH
G3A019078

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN STROKE

A. Pengertian Stroke
Smuster (2009) stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya suplai
darah kebagian otak, biasanya merupakan kulminasi penyakit serebrovaskuler selama
beberapa tahun. Stroke merupakan sindrom klinis akibat gangguan pembuluh darah otak,
timbul mendadak dan biasanya mengenai penderita usia 45-80 tahun, umumnya laki-laki
sedikit lebih sering terkena daripada perempuan (Rasyrid, 2008).
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah
sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain:
hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
pasien umumnya menurun (Artiani, 2009).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis
serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan
tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Muttaqin, 2008).

B. Anatomi Fisiologi Otak


Anatomi fisiologi otak menurut Syaifudin (2006) yaitu :
1. Otak
Otak merupakan alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat pengontrol
semua alat tubuh yang terdiri atas: serebrum, cerebellum, dan batang otak.
a. Serebrum
Merupakan bagian yang terluas dan terbesar dari otak, berbentuk telur, mengisi
penuh bagian depan atas rongga tengkorak. Pada otak besar ditemukan empat
lobus: lobus frontal, parietal, temporal, dan oksipital.
b. Cerebellum
Terletak pada bagian bawah dan belakang tengkorak dipisahkan dengan serebrum
oleh fisura transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas medulla oblongata.
c. Batang otak
1) Diensefalon, merupakan bagian batang otak paling atas terdapat diantara
serebelum dengan mesensefalon. Fungsi diensefalon adalah untuk mengecilkan
pembuluh darah, membantu proses persarafan, mengontrol kegiatan reflek, dan
membantu kerja jantung.
2) Mesensefalon, atap dari mensensefalon terdiri dari empat bagian yang menonjol
keatas. Pons varoli, merupakan penghubung mesensefalon, pons varoli dan
serebelum.
3) Medulla oblongata merupakan bagian otak paling bawah yang menghubungkan
pons varoli dengan medulla spinalis.
Selain itu masih ada lagi beberapa bagian dalam menjalankan fungsi otak antara
lain :
d. Meningen
Adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi
struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi (cairan
serebrospinalis), memperkecil benturan atau getaran yang terdiri dari tiga lapisan.
1) Durameter: selaput keras pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat tebal
dan kuat.
2) Arakhroid: merupakan selaput halus yang memisahkan durameter dengan
piameter membentuk sebuah kantong atau balon berisi cairan otak yang meliputi
seluruh susunan saraf sentral.
3) Piameter: merupakan selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak.
e. Sistem ventrikel
Terdiri dari beberapa rongga dalam otak yang berhubungan dengan satu sama
lainnya ke dalam rongga itu, menghasilkan cairan serebrospinal.
f. Cairan serebrospinal
Adalah hasil sekresi pleksus koroid. Cairan ini bersifat alkali bening mirip plasma.
Cairan ini salurkan oleh pleksus koroid ke dalam ventrikel yang ada dalam otak,
kemudian cairan masuk ke dalam kanalis sumsum tulang belakang dan ke dalam
ruang subaraknoid melalui ventrikularis.
2. Medula spinalis
Merupakan bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam kanalis vertebralis
besama ganglion radiks posterior yang terdapat pada setiap foramen intervertebralis
terletak berpasangan kiri dan kanan. Dalam medulla spinalis keluar 31 pasang saraf,
terdiri dari: servikal 8 pasang, torakal 12 pasang, lumbal 5 pasang, sakral 5 pasang
dan koksigial 1 pasang.
3. Saraf Perifer
Saraf perifer terdiri dari saraf somatik dan saraf otonom. Saraf somatik adalah
susunan saraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur aktivitas otot sadar
atau serat lintang. Sedangkan saraf otonom adalah saraf - saraf yang bekerjanya tidak
dapat disadari dan bekerja secara otomatis.

C. Klasifikasi Stroke
Gangguan peredaran darah otak atau stroke menurut Muttaqin (2008) diklasifikasikan
menjadi :
1. Stroke hemoragi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah otak pada area otak tertentu.Biasanya terjadi saat
melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa terjadi saat istirahat. Kesadaran klien
biasanya menurun. Perdarahan otak dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Perdarahan intracranial
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak membentuk masa yang
menekan jaringan otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons, dan serebelum.
b. Pendarahan subaraknoid.
Pendarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah in berasal dari pembuluh arah sirkulasi Willisi dan cabang - cabngnya yang
terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang sub struktur
mengakibatkan nyeri, dan vasopasme pembuluh darah serebral yang berakibat
disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemi sensorik, afasia, dan lain-lain). Pecahnya arteri dan
keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK
yang mendadak, merenggangnya struktur peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala
hebat.
c. Seringpula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya.
Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan pendarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesadaraan. Pendarahan subaraknoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebral.
d. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (sakit kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia
dan lain-lain).
2. Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah
lama beristiahat, baru bngun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi pendarahan namun
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. Kesadaran umumnya baik.

D. Etiologi Stroke
Etiologi Stroke menurut Muttaqin (2008) adalah :
1. Trombosis serebral
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan odem dan kongesti di
sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.
Tanda dan gejala neurologis sering kali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan trombosis otak :
a. Ateroklerosis
b. Hiperkoagulasi pada polisitemia
c. Arterisis ( radang pada arteri )
d. Emboli
2. Hemoragi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena
aterosklerosis dan hipertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan
perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan,
pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan
membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga infark otak, odema dan mungkin
herniasi otak.
3. Hipoksis umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah :
a. Hipertensi yang parah
b. Henti jantung-paru
c. Curah jantung turun akibat aritmia
d. Hipoksia setempat]
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah
1) Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subaraknoid
2) Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren

E. Patofisiologis
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark
bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan
adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan
lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan
umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung
sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik,
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema
ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat
berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis
biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah
serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit cerebro vaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peningkatan tekanan intracranial menyebabkan herniasi otak. Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh
anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel
bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).

F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke menurut Mansjoer (2014) adalah :
1. Defisit Lapang Penglihatan
a. Homonimus hemianopsia ( kehilangan setengah lapang penglihatan). Tidak
menyadari orang atau obyek ditempat kehilangan, penglihatan, mengabaikan salah
satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
b. Kesulitan penglihatan perifer
Kesulitan penglihatan pada malam hari, tidak menyadari obyek atau batas obyek.
c. Diplopia Penglihatan ganda
2. Defisit Motorik
a. Hemiparese
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama. Paralisis wajah (karena
lesi pada hemisfer yang berlawanan)
b. Ataksia
1) Berjalan tidak mantap, tegak.
2) Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas.
3) Disartria
Kesulitan membentuk dalam kata.
4) Disfagia
Kesulitan dalam menelan.
c. Defisit Verbal
1) Afasia Ekspresif
Tidak mampu membentuk kata yang mampu dipahami, mungkin mampu bicara
dalam respon kata tunggal.
2) Afasia Reseptif
Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mampu bicara tetapi tidak
masuk akal.
3) Afasia Global
Kombinasi baik afasia ekspresif dan afasia reseptif
d. Defisit Kognitif
Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi, alasan
abstrae buruk, perubahan penilaian.
e. Defisit Emosional
Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional, penurunan
toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik diri, rasa takut,
bermusuhan dan marah, perasaan isolasi.

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita stroke menurut Tarwoto
(2007) adalah sebagai berikut:
1. Head CT Scan
Tanpa kontras dapat membedakan stroke iskemik, perdarahan intraserebral dan
perdarahan subarakhnoid. Pemeriksaan ini sudah harus dilakukan sebelum terapi
spesifik diberikan.
2. Elektro Kardografi (EKG)
Sangat perlu karena insiden penyakit jantung seperti: atrial fibrilasi, MCI (myocard
infark) cukup tinggi pada pasien-pasien stroke.
3. Ultrasonografi Dopller
Dopller ekstra maupun intrakranial dapat menentukan adanya stenosis atau oklusi,
keadaan kolateral atau rekanalisasi. Juga dapat dimintakan pemeriksaan ultrasound
khususnya (echocardiac) misalnya: transthoracic atau transoespagheal jika untuk
mencari sumber thrombus sebagai etiologi stroke.
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
1) Darah perifer lengkap dan hitung petelet
2) INR, APTT
3) Serum elektrolit
4) Gula darah
5) CRP dan LED
6) Fungsi hati dan fungsi ginjal

H. Pemeriksaan Fisik
1. Pada pasien stroke diperlukan pemeriksaan lain seperti tingkat kesadaran, kekuatan
otot, tonus otot, pemeriksaan radiologi, dan laboratorium Rasyid (2008).
2. Pada pemeriksaan tingkat kesadaran dilakukan pemeriksaan yang dikenal sebagai
Glascow Coma Scale untuk mengamati pembukaan kelopak mata, kemampuan bicara,
dan tanggap motorik (gerakan).
3. Pemeriksaan tingkat kesadaran adalah dengan pemeriksaan yang dikenal sebagai
Glascow Coma Skale (GCS) menurut Tarwoto (2007) yaitu sebagai berikut:
7)
a. Membuka Mata

Membuka spontan :4

Membuka dengan perintah :3

Membuka mata dengan rangsang nyeri :2

Tidak mampu membuka mata :1

b. Kemampuan Bicara

Orientasi dan pengertian baik :5

Pembicaraan yang kacau :4

Pembicaraan yang tidak pantas dan kasar :3

Dapat bersuara, merintih :2

Tidak bersuara :1

c. Tanggapan Motorik
Menanggapi perintah :6

Reaksi gerakan lokal terhadap rangsang :5

Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri :4

Tanggapan fleksi abnormal :3

Tanggapan ekstensi abnormal :2

Tidak ada gerakan :1

Sedangkan untuk pemeriksaan kekuatan otot adalah sebagai


berikut:
0 : Tidak ada kontraksi otot
1 : Terjadi kontraksi otot tanpa gerakan nyata
2 : Pasien hanya mampu menggeserkan tangan atau kaki
3 : Mampu angkat tangan, tidak mampu menahan gravitasi
4 : Tidak mampu menahan tangan pemeriksa
5 : Kekuatan penuh
Fungsi saraf kranial menurut Smeltzer (2006) adalah sebagai
berikut:
a. Saraf Olfaktorius ( N I ) : Sensasi terhadap bau-bauan
b. Saraf Optikus ( N II ) : Ketajaman penglihatan dan lapang
pandang Saraf Okulomotorius ( N III ) : Mengatur gerakan
kelopak mata, kontriksi otot pada pupil dan otot siliaris dengan
mengontrol akomodasi pupil.
c. Saraf Toklear ( N IV ) : Gerakan ocular menyebabkan
ketidakmampuan melihat ke bawah dan ke samping.
d. Saraf Trigeminus ( N V ): Sensasi wajah
e. Saraf Abdusen ( N VI ) : Mengatur gerakan-gerakan mata
f. Saraf Fasial ( N VII ) : Gerakan otot wajah, ekspresi wajah,
sekresi air mata dan ludah
g. Saraf Vestibulokoklear ( N VIII ): Keseimbangan dan
pendengaran
h. Saraf Glosofaringeus ( N IX ) : Reflek gangguan faringeal atau
menelan
i. Saraf Vagus ( N X ) : Kontraksi faring, gerakan simetris dan pita
suara, gerakan simetris pallatum mole, gerakan dan sekresi visem
torakal dan abdominal
j. Saraf Aksesorius Spinal ( N XI ) : Gerakan otot
stemokleidomastoid dan trapezius
k. Saraf Hipoglosus ( N XII ): Gerakan lidah.

I. Penatalaksanaan
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan
tindakan sebagai berikut (Muttaqin, 2008) :
1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
2. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
3. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
5. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
6. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,
7. Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
8. Pengobatan Pembedahan yang bertujuan utama adalah memperbaiki aliran darah
serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma

J. Pathways
K. Diagnosa Keperawatan yang muncul pada pasien stroke
Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkat yang menggambarkan kondisi
pasien. Berisi tentang pernyataan yang jelas mengenai status kesehatan, masalah aktual
atau resiko dalam rangka mengidentifikasi dan menentukan intervensi keperawatan
untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah kesehatan klien yang ada
pada tanggung jawabnya (Wilkinson, 2012).
Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Mutaqqin (2008) pada pasien stroke,
yaitu :
1. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke otak
terhambat.
2. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik.
3. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak.
4. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neuromuscular, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control/koordinasi
otot.
5. Pola nafas tak efektif berhubungan dengan adanya depresan pusat pernapasan
6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan neuromuskuler, kelemahan,
parestesia.
7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan untuk
menelan makanan.
J. Rencana Intervensi

Perubahan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan pendarahan intraserebri,


oklusi otak, vasospasme, dan edema, LED.

Tujuan : Dalam waktu 2 x 24 jam jaringan otak dapat tercapai secara optimal

Kriteria hasil : Klien tidak gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS : 4,5,6
pupil isokor, refleks cahaya (+) tanda – tanda vital normal (nadi : 60 – 100 x/menit, suhu : 36

– 36,70C, RR: 16 – 20 x/mnt.

Intervensi Rasional

Mandiri Keluarga lebih berpartisipasi daiam proses


penyernbuhan.
Berikan penjelasan kepada keluarga klien
tentang sebab-sebab peningkatan TIK
dan akibatnya.

Baringkan klien (tirah baring) total Perubahan pada tekanan intracranial akan dapat
dengan posisi tidur terlentang tanpa menyebabkan risiko terjadinya herniasi otak.
bantal.

Monitor tanda-tanda status neurologis Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
dengan GCS.

Monitor tanda-tanda vital, seperti, Pada keadaan normal, otoregulasi mempertahankan


tekanan darah, nadi,
keadaan tekanan darah sistemik berubah secara
suhu, dan frekuensi pernapasan, Serta fluktuasi. Kegagalan otoreguler akan menyebabkan
hati-hati pada hipertensi sistolik
kerusakan vaskular serebri yang dapat
dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan
diikuti oleh penurunan tekanan diastolik, sedangkan
peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan
infeksi

Monitor asupan dan keluaran. Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan

meningkatkan risiko dehidrasi terutama pada klien


yang tidak sadar, mual yang menurunkan asupan
peroral.
Bantu klien untuk membatasi muntah, Aktivitas ini dapat meningkatkan, tekanan intrakranial
batuk. Anjurkan klien untuk dan intraabcomen. Mengeluarkan napas sewaktu
mengeluarkan napss apabila bergerak bergerak atau mengubah posisi dapat melindungi diri
atau berbalik di tempat tidur.
dari efek valsava.

Anjurkan klien untuk menghindari batuk Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan
dan mengejan berlebihan. intrakranial dan potensial terjadi perdarahan ularig.

Ciptakan lingkungan yang tenang dan Rangsangan aktivitas yang rneningkat dapat
batasi pengunjung. meningkatkan kenaikan TIK. Istirahat total dan

ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan

terhadap perdarahan dalam kasus stroke hemoragik

lainnya.

Kolaborasi Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskular dan

Berikan cairan per infus dengan tekanan intrakranial, retriksi cairan, dan cairan dapat
perhatian ketat.
menurunkan edema serebri.

Monitor AGD bila diperlukan Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan


pemberian oksigen.
pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat
menyebabkan terjadinya iskemia serebri.

Berikan tempi sesuaiinstruksi dokterseperti: Tujuan terai:


Steroid
Menurunkan pern.eabilitas kapiler.
Aminofel
Menurunkan edema serebri.
Ar tibiotik
Menurunkan metabolik/konsumsi Bel dan kejang.
Gangguan mobillitas fisilk yang berhubungan dengan hemiparesethemiplagia, kelemahan
neuromuscular pada ekstremitas.

Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya .

Kriteria hasil: Klien dapat ikut serta dalam program latihan, tidak terjadi kontraktur sendi
meningkatnya kegiatan otot, Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.

Intervensi Rasional

Kaji mobilitas yang ada dan observasi Mengetahui tingkat kemampuan klien dalarn melakukan
terhadap peningkatan kerusakan. Kaji
aktivitas.
secara teratur fungsi motorik.

Ubah posisi klien tiap 2 jam. Menurunkan risiko terjadinya Iskemia jaringan akibat

sirkulasi darah yang jelek pada daerah yang tertekan.

Ajarkan klien untuk melakukan latihan Gerakan aktif memberikan massa, tonus dan kekuatan
gerak aktif pada ekstremitas yang tidak
otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernapasan.
sakit.

Lakukan gerak pasif pada ekstrenitas yang Otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya
sakit.
bila tidak di latih untuk digerakkan.

Pertahankan sendi 90° terhadap papan Telapak kaki dalam posisi 90° dapat mencegah
kaki.
footdrop.

Inspeksi kulit bagian distal setiap hari. Deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hilangnva
Pantau kulit dan membran mukosaterhadap
sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit
iritasi, kemerahan, atau lecet-lecet,
kemungkinan komplikasi imobilisasi.

Bantu klien melakukan latihan ROM, Untuk memelihara fleksibilitas sendi sesuai
perawatan diri sesuai toleransi.
kemampuan.

Memelihara bentuk tulang belakang dengan cara : Mempertahankan posisi tulang belakang tetap rata,
• Matras.

• Bed Board (tempat tidur dengan alas


kayu atau kasur busa yang keras yang
tidak menimbulkan lekukan saat klien
tidur).

Kolaborasi dengan ahli fisicterapi untuk Peningkatan kemampuan dalam rnobilisasi ekstremitas
latihan fisik klien.
dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim
fisioterapis.

Deficit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya


kekuatan dan kesadaran, kehilangan control koordinasi otot.

Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam terjadi peningkatan perilaku dalam perawatan diri.

Kriteria hasil: Mendapat menunjukkan perubahan gaga hidup untuk kebutuhan merawat diri, klien
mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan, mengidentifikasi
personal/ masyarakat yang dapat membantu.

Intervensi Rasional

Mandiri

Kaji kemampuan dan tingkat penurunan Membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan
dalam Skala0-4 untuk melakukan ADL. pertemuan kebutuhan individual.

Hindari apa yang tidak dapat dilakukan Bagi klien dalam keadaan cemas dan tergantung hal ini
klien dan bantu bila perlu. dilakukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien

Monyadarkan tingkah laku/ sugesti Klien memerlukan empati, tetapi perlu mengetahui
tindakan pada perlindungan kelemahan. perawatan yang konsisten dalam menangani klien.
Pertahankan dukungan pola pikir, ijinkan Sekaligus meningkatkan harga diri, memandirikan
klien melakukan tugas, beriumpan balik klien,dan menganjurkan klien untuk tarus rnencoba.

positif untuk usahanya.

Rencanakan tindakan untuk defisit Klien akan mampu melihat dan memakan makanan,
penglihatan seperti tempatkan makanan
akan mampu melihat keluar masuknya orang
dan peralatan dalam suatu tempat,
keruangan.
dekatkan tempat tidur ke dinding.
Tempatkan perabotan ke dinding, Menjaga, keamanan klien bergerak di sekitar tempat
jauhkan dari jalan.
tidur dan menurunkan risiko tertimpa perabotan

Beri kesempatan untuk menolong diri Mbngurangi ketergantungan.


seperti menggunakan kombinasi pisau,
garpu, sikat dengan pegangan panjang,
ekstensi untuk berpijak pada lantai

Atau ke toilet, kursi untuk mandi.

Kaji kemampuan komunikasi untuk Ketidakmampuan berkomunikasi dengan perawat dapat


BAK. Kemarnpuan menggunakan urinal, menimbulkan masalah pengosongan kandung kemih
pispot. Antarkan ke kamar mandi bila oleh karena masalah neurogenik.
kondisi memungkinkan.

Identifikasi kebiasaan BAB. Anjurkan Meningkatkan latihan dan menolong mencegah,


minum dan meningkatkan aktivitas, konstipasi.

Kolaboratif

pemberian supositoria dan pelumas Pertolongan utama terhadap fungsi usus atau defekasi
feses/ pencahar.

konsultasikan ke dokter terapi okupasi. Untuk mengembangkan terapi dan molongkapl


kebutuhan khusus.

Risiko ketidak seimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan yang berhubungan dengan
kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.

Tujuan: Dalam Aiktu 3 x 24 jam kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria hasil: Tumor baik, asupa ) dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kumampuan menelan, sonde
dilepas, B5 meningkat 1 kg. Hb dan albimin dalam. batas normal.

Intervensi Raslonal

Observasi tekstur. turgor kulit. Mengetahui status nutrisi klien.

Lakukan oral hiniene. Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.

Ohservasi inta (erian output nutrisi. Mengetahui keseimbangan nutrisi kilen.


Observasi posisi dan keberhasilan Untuk menghinclari risiko infeksiriritasi.
sonde.

Tentukan kemampuan klien dalam Untuk menetapkan jenis makanan yang akan
mengunyah, menelan, dan refleks batuk. diberikan pada klien.

Letakkan posisi kepala lebih tinggi pada Untuk klien lebih mudah untuk menelan karena gaya
waktu, selama, ada. sesudah makan.
gravitasi.

Stimulasi bibir untuk menutup dan Membantu dalam melatih kembali sensorik dan
membuka mulut secara manual dengar
meningkatkan kontrol muskular.
menekan ringan di atas bibir/ dibawah
dagu jika dibutuhkan.

Letakkan makanan pada daerah mulut Memberikan stimulasi sensorik (termasuk rasa kecap)
yang tidak terganggu
yang dapat mencetuskan usaha untuk menelan dan

meningkatkan intake nurtrisi.

Berikan makan dengan perlahan .)ada Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme makan
lingkungan yang
tanpa adanya distraksi/gangguan dari luar,
Penang.

Mulaialah untuk memberikan makan Makan lunak/ cairan kental mudah untuk
peroral setengah cair, makan lunak mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan
ketika klien dapat menelan air. terjadinya aspirasi

Anjurkan klien menggunakan sedotan Menguatkan otot fasial dan otot menelan dan
meminum cairan menurunkan resiko terjadinya tersedak.

Anjurkan klien untuk berpartisipasi Dapat meningkatkan pelepasan endonin dalam otak
dalam program latihan/ kegiatan yang meningkatkan nafsu makan.

Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area
bicara pada homisfer otak, kehilangan control tonus fasial atau oral, dan kelemahan
secara umum

Tujuan : Dalam waktu 2 x 4 jam klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah
komunikasi mampu mengekspresikan perasaannya, mampu menggunakan bahasa isyarat.

Kriteria hasil : Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan klien dapat dipenuhi, klien
mampu merespon setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.

Intervensi Rasional

Kaji tipe disfungsi misalnya klien tidak Membantu menentukan kerusakan area pada otak dan
mengerti tentang kata-kata atau masalah menentukan kesulitan klien dengan sebagian atau
berbicara atau tidak mengerti bahasa seluruh proses komunikasi klien mungkin mempunyai
sendiri masalah dalam mengartikan kata-kata (afasia, area
wernicke dan kerusakan pada area Broca).

Bedakan afasia dengan disatria Dapat menentukan pilihan interval sesuai dengan tipe
gangguan.

Lakukan metode percakapan yang baik Klien dapat kehilangan kemampuan untuk memantau
dan lengkap beri kesempatan klien ucapannya, komunikasinya secara tidak sadar, dengan
untuk mengklarifikasi. melengkapi dapat merealisasikan pengertian klien dan
dapat mengkalarifikasi percakapan.

Katakan untuk mengikuti perintah Untuk menguji afasia reseptif


secara sederhana seperti tutup matamu
dan lihat ke pintu

Perintahkan klien untuk menyebutkan Menguji afasia ekspresif misalnya klien dapat
nama suatu benda yang diperlihatkan mengenal benda tersebut tetapi tidak mampu
menyebutkan namanya.

Perdengarkan bunyi yang sederhana Mengidentifikasi disatria komponen berbicara (lidah,


seperti “sh…..cat” gerakan, )

Suruh klien untuk menulis nama atau Menguji ketidakmampuan menulis (agrafia) dam
kalimat pendek, bila tidak mampu deficit membaca (aleksia) yang juga merupakan
untuk menulis suruh klien membaca bagian dari afasia reseptif dan ekspresif.
kalimat pendek
Beri penringatan bahwa klien di ruang Untukkenyamanan yangberhubungan dengan
ini mengalami gangguan berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
sediakan bel khusus bila perlu.

Pilih metode komunikasi alternative Memberikan komunikasi dasar sesuai dengan situasi
misalnya menulis pada papan tulis individu
menggambar, dan mendemonstrasikan
secara visual gerakan tangan

Antisipasi dan Bantu kebutuhan klien Membantu menurunkan frustasi oleh karena
ketergantungan atau ketidakmampuan berkomunikasi

Ucapkan langsung kepada klien Mengurangi kebingungan atau kecemasan terhadap


berbicara pelan dan tenang, gunakan banyaknya informasi. Memajukan stimulasi
pertanyaan dengan jawaban “ya” atau komunikasi ingatan dan kata-kata.
“tidak” dan perhatikan respon klien

Berbicara dengan nada normal dan Klien tidak dipaksa untuk mendengar, tidak
hindari ucapan yang terlalu cepat. menyebabkan klien marah dan tidak menyebabkan
Berikan waktu klien untuk berespon rasa frustasi

Anjurkan pengunjung untuk Menurunkan isolasi social dan mengefektifkan


berkomunikasi dengan klien misalnya komunikasi
membaca surat, membicarakan keluarga

Bicarakan topik-topik tentang keluarga, Meningkatkan pengertian percakapan dan


pekerjaan dan hobi kesempatan, untuk mempraktikkan keterampilan
praktis dalam berkomunikasi

Perhatikan percakapan klien dan hindari Memungkinkan klien dihargai karena kemampuan
berbicara secara sepihak intelektualnya masih baik

Kolaborasi : konsultasikan ke ahli terapi Mengkaji kemampuan verbal individual dan sensorik
bicara motorik dan fungsi kognitif untuk mengidentifikasi
deficit dan kebutuhan terapi
Resiko gangguan intregitas kulit yang berhubungan dengan tirah baring lama

Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 klien mampu mempertahankan keutuhan kulit

Kriteria hasil : klien mau berpartisipasi terhadap pencegahan luka, mengetahui penyebab dan

cara pencegahan luka, tidak ada tanda-tanda kemerahan atau luka.

Intervensi Rasional

Observasi terhadap eritema dan kepucatan Memghindari kerusakan kapiler

dan palpasi daerah sekitar terhadap

kehangatan dan pelunak jaringan tiap

mengubah posisi

Anjurkan untuk melakukan ROM dan Meningkatkan aliran darah ke semua daerah

mobilisasi jika mumgkin.

Ubah posisi tiap 2 jam Menghindari tekanan danmeningkatkan aliran darah

Jaga kebersihan kulit dan seminimal Mempertahankan keutuhan kulit

mumgkin hindari trauma, panas terhadap

kulit

Lakukan massage pada daerah yang Menghindari kerusakan kapiler

menonjol yang baru mengalami tekanan

pada waktu berubah posisi


DAFTAR PUSTAKA

Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem
Persyarafan, Jakarta, EGC.

Hidayat A. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Buku Saku Untuk Brunner dan
Sudarth. Jakarta: EGC)

Hidayat, A.A.A. 2007. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Harsono. 2008. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jogjakarta : Gadjah Mada University
Press.

Mutaqqin A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Persyrafan.Jakarta: Salemba Medika

Nursalam, 2006, Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan


Sistem Persyarafan, Jakarta : Salemba Medika

Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan :Konsep, Proses dan Praktik
Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC)

Rasyid. 2007. Buku ajar Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3. Jakarta :ECG
Yayasan Stroke Indonesia. Stroke Non Hemoragik. Jakarta. 2011.

Satyanegara. 2008. Ilmu Bedah Saraf Edisi Ketiga. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.

Smeltzer, S.C & Bare, B.G. 2006. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8
vol 3. Jakarta: EGC)

Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi: Untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3.


Jakarta :EGC.

Tarwoto .2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.


Sagungseto. Jakarta.

World Health Organization, 2012. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO STEP
wise Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization.

Wilkinson. 2012. Nursing Diagnosis Handbook With NIC Intervention and NOC
Outcomes. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai