Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. R DENGAN GANGGUAN SISTEM


NEOROLOGIS PADA KASUS CEDERA OTAK BERAT (COB) DI RUANG
HCU RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI
NUSA TENGGARA BARAT

Oleh :

REZA SEPTIANA HANDAYANI


087 STYJ 21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI
MATARAM
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN TINJAUAN TEORI

1.1 Konsep Cidera Otak Berat (COB)


1.1.1 Anatomi Fisiologi Otak
Otak ialah suatu organ terpenting pada tubuh manusia yang merupakan
pusat dari sistem syaraf. Volume otak berkisar 1.350 cc dan mempunyai
100.000.000 sel syaraf atau neuron untuk menunjang fungsinya.Macam –
macam otak ada 4 diantaranya:
1. Cerebrum (Otak Besar)
Otak ini otak yang paling besar. Otak ini berfungsi untuk berfikir,
mengendalikan pikiran, bicara, mengingat, bahkan berbicara.
2. Cerebellum (Otak Kecil)
Otak ini berada dibawah lobis occipital otak besar berada di belakang
kepala, dan berhubunga dengan leher. Fungsinya otak kecil
(Cerebellum) ini adalah gerakan manusia, seperti mengontrol gerak
koordinasi antar otot, mengatur keseimbangan tubuh, dan mengatur
sikap dan posisi tubuh.
3. Brainteam (Batang Otak)
Batang otak (Brainsteam) ini funginya sebagai mengatur proses
pernafasan, proses denyut jantung, proses kerja ginjal, dan hal lain
yang vital bagi manusia.
4. Sistem limbik (Limbik Sistem)
Fungsi dari si emosi manusia, pusat data, pusat lapar, pusat dorongan
seks.
1.1.2 Susunan Saraf Perifer
Susunan saraf kranial perifer ada 12 yaitu:
Tabel. 2.1 Susunan syaraf kranial perifer
No Nama Jenis Fungsi
I Olfaktorius Sensori Menerima rangsangan dari hidung dan
mengantarkannya ke otak untuk diproses
sebagai sensasi bau.
II Optik Sensori Menerima rangsangan dari mata dan
menghantarkannya ke otak untuk
diproses sebagai persepsi visual.
III Okulomotorik Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata.
IV Troklearis Motorik Menggerakkan beberapa otot mata.
V Trigeminus Gabungan Sensori: menerima rangsangan dari
wajah untuk diproses diotak sebagai
sentuhan.
Motorik: menggerakkan rahang.
VI Abdusen Motorik Abduksi mata.
VII Fasialis Gabungan Sensorik: menerima rangsangan dari
bagian anterior lidah untuk diproses
diotak sebagaisensasi rasa.
Motorik: mengendalikan otot wajah
untuk menciptakan ekspresi wajah.
VIII Vestibulokoklear Sensori Sensori sistem vestibular:
is mengendalikan keseimbangan.
Sensori koklea : menerima
rangsangan untuk diproses diotak
sebagai suara.
IX Glosofaringeal Gabungan Sensori: menerima rangsangan dari
bagian posterior lidah untuk diproses
diotak sebagai sensasi rasa.
Motorik: mengendalikan organ-organ
dalam.
X Vagus Gabungan Sensori: menerima rangsangan dari
organ dalam.
Motorik: mengendalikan organ-organ
dalam.

No. Nama Jenis Fungsi

XI Aksesorius Motorik Mengendalikan pergerakan kepala.


XII Hipoglossus Motorik Mengendalikan pergerakan lidah.

tot lidah, menggerakkan lidah dan selaput lendir rongga mulut

1.1.3 Definisi
Cidera Otak Berat (COB) ialah suatu trauma yang terjadi pada fungsi
otak disertai atau tanpa perdarahan instertitial otak, tetapi kontinuitas otak
tidak terputus. Cedera kepala adalah suatu keadaan dimana terjadi benturan
dibagian kepala yang mengakibatkan kehilangan kesadaran atau tidak (Putri,
2016).
Cidera kepala ialah suatu trauma yang terjadi pada fungsi otak akibat
adanya benturan keras dibagian kepala disertai perdarahan didalam substansi
otak akan tetapi kontinuitas otak tidak terputus (Muttaqin, 2015).
1.1.4 Klasifikasi
Cedera otak dapat dibagi menjadi 3 menurut Prasetyo, (2016) yaitu :
a. Cedera Otak Ringan
Glaslow Coma Scale > 12, tidak ada kelainan dalam CT-Scan,
tiada lesi operatif dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Trauma otak
ringan atau cedera otak ringan adalah hilangnya fungsi neurologi atau
menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya. Cedera
otak ringan adalah trauma kepala dengan GCS : 15 (sadar penuh) tidak
kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan nyeri kepala, hematoma,
laserasi dan abrasi. Cedera otak ringan adalah cedera otak karena
tekanan atau terkena benda tumpul. Cedera otak ringan adalah cedera
otak tertutup yang ditandai dengan hilangnya kesadaran sementara. Pada
suatu penelitian kadar laktat rata-rata pada penderita cedera otaka ringan
1,59 mmol/L.
b. Cedera Otak Sedang
Glaslow Coma Scale 9-12, lesi operatif dan abnormalitas dalam
CT-Scan dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit. Pasien mungkin
bingung atau somnolen namun tetap mampu untuk mengikuti perintah
sederhana (GCS 9-13). Pada suatu penelitian cedera otak sedang
mencatat bahwa kadar asam laktat rata-rata 3,15 mmol/L.
c. Cedera Otak Berat
Glaslow Coma Scale < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit.
Hampir 100% cedera otak berat dan 66% cedera otak sedang
menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala berat terjadinya
cedera otak primer sering kali disertai cedera otak sekunder apabila
proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan
dihentikan. Penelitian pada penderita cedera otak secara klinis dan
eksperimental menunjukan bahwa pada cedera otak berat dapat disertai
dengan peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan
serebrospinalis (CSS) ini mencerminkan kondisi asidosis otak. Pada
suatu penelitian penderita cedera otak berat menunjukan kadar rata-rata
asam laktat 3,25 mmol/L.
Tekanan intra cranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah
jaringan otak, volume darah intracranial dan cairan cerebrospiral
di dalam tengkorak pada 1 satuan waktu. Keadaan normal dari
TIK bergantung pada posisi pasien dan berkisar ± 15 mmHg.
Ruang cranial yang kalau berisi jaringan otak (1400 gr), Darah (75
ml), cairan cerebrospiral (75 ml), terhadap 2 tekanan pada 3
komponen ini selalu berhubungan dengan keadaan keseimbangan
Hipotesa Monro – Kellie menyatakan : Karena keterbatasan ruang
ini untuk ekspansi di dalam tengkorak, adanya peningkatan salah 1
dari komponen ini menyebabkan perubahan pada volume darah
cerebral tanpa adanya perubahan, TIK akan naik. Peningkatan TIK
yang cukup tinggi, menyebabkan turunnya batang otak (Herniasi
batang otak) yang berakibat kematian.
1.2 Etiologi
1. Trauma tajam
Penyebab cidera otak berat yaitu trauma pada kepala yang keras dan terjadi
perdarahan pada otak. Kerusakan lokal meliputi: contusion serebral, hematom
serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan masa lesi,
pergeseran otak atau herniasis.
2. Trauma tumpul
Jika trauma benda tumpul menyebabkan cidera menyeluruh (difusi)
kerusakannya akann menyebar luas dan akan terjadi dalam bentuk: cidera akson,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragik kecil,
multiple pada otak koma terjadi karena cidera menyebar pada heimisfer, serebral,
batang otak, atau kedua-duanya. (Wijaya, 2016).
Penyebab dari Cidera Otak Berat (COB) itu juga bisa dari:
1) Bisa kecelakaan mobil, motor (kecelakaan lalu lintas)
2) Bisa perkelahian
3) Bisa jatuh dari ketinggian
4) Bisa cidera olahraga
5) Trauma tembak/bom
6) Kecelakaan rumah tangga
7) Kecelakaan kerja. Menurut (Ginsberg, 2015).
1.3 Manifestasi Klinis
a. Biasanya pada cidera otak, kesadaran seringkali menurun.
b. Biasanya terdapat kelainan pola nafas secara terus-menerus.
c. Kemungkinan respon pupil mengalami penurunan atau tidak ada.
d. Kemungkinan sakit kepala dapat terjadi bersamaan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
e. Terkadang muntah dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intrakranial.
f. Terjadi perubahan perilaku, kognif, fisik pada gerakan otot dan gangguan
berbicara, hilang ingatan (Corwin,2015).
1.4 Patifisiologi
Trauma pada kepala disebabkan oleh benda tumpul maupun benda tajam. Berat
ringannya suatu trauma dilihat dari tempat atau lokasi dan kekuatan saat terjadi
benturan. Benturan keras yang terjadi pada kepala mengakibatkan perdarahan pada
kepala bagian dalam yakni pada bagian pembuluh darah otak. Benturan tersebut juga
bisa mengakibatkan terputusnya kontinuitas kulit, jaringan kulit, otot atau vaskuler.
Perdarahan pada kepala bagian dalam mengakibatkan peningkatan intrakranial
sehingga mengakibatkan penurunan suplai darah. Ketika suplai darah menurun
jaringan otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup. Otak yang mengalami
kekurangan oksigen mengakibatkan perubahan perfusi jaringan serebral , penurunan
fungsi otak.
1.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang radiograf tengkorak dapat mengidentifikasi tempat
terjadinya patah tulang. CT scan dapat menidentifikasi tempat terjadinya perdarahan
atau bekuan darah dan MRI memastikan letak dan luas cidera. CT-Scan biasanya
merupakan perangkat diagnostik pilihan diruang kedaruratan. MRI adalah perangkat
diagnostik yang dilakukan dengan teknik pengambilan gambar dan alat ini lebih
canggih (Corwin, 2015).
1.6 Penatalaksanaan
Kemungkinan dilakukan pembedahan pada pembuluh darah otak yang pecah
agar dapat menghentikan perdarahan. Pengurangan tekanan pembuluh darah otak
dapat dilakukan dengan pengeboran lebam didalam otak, yang disebut borr hole,
mungkin diperlukan:
1. Mungkin juga dibutuhkan ventilasi mekanik.
2. Antibiotik diperlukan untuk cidera kepala terbuka guna untuk mencegah
infeksi.
Cara yang digunakan untuk menurunkan tekan pembuluh darah intracranial
dapat dilakukan dengan pemberian obat diuretik dan obat anti inflamasi
(Corwin, 2015).
1.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada cidera otak berat yaitu: perdarahan yang terjadi
didalam otak baik cidera kepala terbuka maupun tertutup. Perdarahan yang terjadi
didalam otak mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial yang berakibat pada
sel neuro dan vaskuler tertekan. Perdarahan yang terjadi didalam kepala dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran (Corwin, 2015).
1.8 Phatway
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Biodata pasien, biodata keluarag
Terdiri dari nama, alamat, umur, status, diagnosa medis, tanggal MRS, kelurga
yang dihubungi, catatan kedatangan, no. RM.
2. Keluhan Utama
Pasien mengalami penurunan kesadaran.
3. Riwayat Perjalanan Penyakit
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pernahkah ada riwayat luka berat yang mengenahi kepala misalnya
benturan keras dan langsung trauma di kepala. Biasanya mengalami
penurunan kesadaran, konvulsi, muntah, sakit kepala, lemah, serta dapat
disertai koma.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
pernahkahada riwayat hiperkapnea, riwayat cidera kepala sebelumya,
diabetes mellitus,anemia, penyakit jantung, penggunaan obat –obatan anti
koagulan, obat-obat adiktif, alkohol.
c. Riwayat penyakit keluarga
Pernahkah ada riwayat penyakit degeneratife hipertensi dan diabetes
mellitus.
4. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
Biasanya mengalami penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan
komunikasi bicar a yaitu sulit dimengerti, tanda – tanda vital: meningkatnya
tekanan darah, denyut nadi bervariasi.
1. B1 (Breathing)
Pada inspeksi, didapatkan klien lemah, sesak nafas dan peningkatan
frekuensi nafas. Saat auskultasi terdengar suara nafas tambahan yaitu
ronchi dengan penurunan tingkat kesadaran (koma).
2. B2 (Blood)
Pada klien cidera otak berat biasanya sistem kardiovaskuler
didapatkan renjatan shock hipovolemik. Tekanan darah biasanya
mengalami peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah
> 180 mmHg).
3. B3 (Brain)
Pasien koma, GCS: 1-X-X (verbal tidak bisa dikaji karena
menggunakan respirator). Sklera putih, pupildilatasis/midriasis kanan.
Terjadi cidera kepala bagian kanan dan ada epidural hematom kanan, post
trepanasi.
4. B4 (Bladder)
Klien terpasang dower kateter dengan produksi urine ± 1.500 cc / hari.
5. B5 (Bowel)
Klien untuk makan dan minum di bantu dengan susu lewat NGT dan
cairannya infus.
6. B6 (Bone)
Klien unt uk bergerak sendi terbatas, hemiplegi kiri. Ekstremitas
atas dan bawah terdapat luka lecet. Akral hangat, turgor cukup, warna
kulit agak pucat.
7. Terapi
a. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral,
dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
b. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi
vasodilatasi.
c. Pemberian analgetika
d. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20%
atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
e. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).

f. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah


tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5%,
aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3
hari kemudian diberikana makanan lunak, Pada trauma berat, hari-hari
pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam
pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8
jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan
diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung
nilai urea.
Tindakan terhadap peningktatan TIK yaitu:
a. Pemantauan TIK dengan ketat
b. Oksigenisasi adekuat
c. Pemberian manitol
d. Penggunaan steroid
e. Peningkatan kepala tempat tidur
f. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain yaitu:
a. Dukungan ventilasi
b. Pencegahan kejang
c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
d. Terapi anti konvulsan
e. Klorpromazin untuk menenangkan klien
f. Pemasangan selang nasogastrik. (Mansjoer, dkk, 2000)
B. Analisa Data
No Symptom Etiologi Problem
1 DS: - Benturan kepala Perfusi serebral
DO :- tidak efektif
Trauma kepala

Trauma akibat
deselerasi/akselerasi
Cedera jaringan

Hematoma

Perubahan pada cairan intra


dan ekstra sel → edema.
Peningkatan suplai darah ke
daerah trauma → vasodilatasi

Tekanan intrakranial
meningkat

Aliran darah keotak menurun

perfusi serebral tidak efektif


2 DS : Benturan kepala Gangguan
1. Mengeluh sulit mobilitas fisik
Trauma kepala
menggerakkan
ekstermitas Trauma akibat
2. Nyeri saat bergerak deselerasi/akselerasi
3. Enggan melakukan
Cedera jaringan
pergerakan
Hematoma
4. Merasa cemas saat
bergerak Perubahan pada cairan intra
dan ekstra sel → edema.
DO :
Peningkatan suplai darah ke
1. Kekeuatan otot
daerah trauma → vasodilatasi
menurun
Tekanan intrakranial
2. Rentang gerak
meningkat
menurun
Aliran darah keotak menurun
3. Sendi kaku
4. Gerak tidak Resiko perfusi serebral tidak
efektif
terkordinasi
5. Gerak terbatas Kerusakan hemisfer motorik
6. Fisik lemah
Penurunan kekuatan dan
tekanan otot

Gangguan mobilitas fisik

3 Data subyektif: Benturan kepala Nyeri akut


1. Pasien mengeluh nyeri
Trauma kepala
Data obyektif
1. Tanda dan gejala
Trauma akibat
mayor deselerasi/akselerasi
a. Tampak meringis
robekan dan distorsi
b. Bersikap protektif jaringan sekitar tertekan
(seperti waspada,
Nyeri akut
posisi menghindar
nyeri)
c. Gelisah
d. Ferkuwensi nadi
meningkat
e. Sulit tidur
2. Tanda dan gejala
minor
a Tekanan darah
meningkat
b Pola nafas berubah
c Proses piker
terganggu
d Menarik diri
e Berfokus pada diri
sendiri
f Diaphoresis
4 DS: Benturan kepala Pola napas tidak
1. Dyspnea efektif
Trauma kepala
2. Ortopnea
DO: Trauma akibat
1. Penggunaan otot deselerasi/akselerasi
Cedera jaringan
bantu pernapasan
2. Fase ekspirasi Hematoma
memanjang
Perubahan pada cairan intra
3. Pola napas abnormal dan ekstra sel → edema.
Peningkatan suplai darah ke
4. Pernapasan pused-lip
daerah trauma → vasodilatasi
5. Pernapasan cuping
Tekanan intrakranial
hidung
meningkat
6. Diameter thoraks
Aliran darah keotak menurun
anterior-posterior
meningkat Resiko perfusi serebral tidak
efektif
7. Ventilasi semenit
menurun Hipoksia jaringan
8. Kapasitas vital
Gangguan pertukaran gas
menurun
Pernapasan dangkal
9. Tekanan ekspirasi
inspirasi menurun Pola nafas tidak efektif
10. Ekskursi dada
berubah
5 DS : Benturan kepala Bersihan Jalan
1. Dispnea Nafas Tidak Efektif
2. Sulit bicara trauma kepala
3. Ortopnea
Trauma akibat
Do : deselerasi/akselerasi
Cedera jaringan
1. Batuk tidak efektif
2. Tidak mampu batuk
Kerusakan Sel otak 
3. Sputum berlebih
4. Mengi, wheezing rangsangan simpatis
dan/atau ronkhi kering
5. Gelisah tahanan vaskuler Sistemik

6. Sianosis
tek.Pemb.darah Pulmo
7. Bunyi nafas
menurun8. Frekuensi
tek. Hidrostatik
nafas berubah
8. Pola nafas berubah kebocoran cairan kapiler

oedema paru

Penumpukan cairan/secret

Difusi O2 terhambat

Ketidakefektif bersihan jalan


napas

6 DS : Benturan kepala Defisit Nutrisi


1. Klien mengatakan
Trauma kepala
cepat kenyang setelah
makan Trauma akibat
deselerasi/akselerasi
2. Klien mengeluh
Cedera jaringan
kram/nyeri abdomen
Hematoma
3. Nafsu makan
menurun Perubahan pada cairan intra
dan ekstra sel → edema.
Peningkatan suplai darah ke
DO :
daerah trauma → vasodilatasi
1. Pasien tampak kurus
dibawah rentang Tekanan intrakranial
meningkat
ideal
2. Bising usus hiperaktif Aliran darah keotak menurun
3. Membrane mukosa
Resiko perfusi serebral tidak
pucat efektif
4. Sariawan
merangsang inferior hipofise
5. Serum albumin turun
mengeluarkan steroid dan
6. Rambut robtok
adrenal
berlebihan
Sekresi HCL digaster↑
7. Diare
Defisit nutrisi
7 Data subyektif: Benturan kepala Gangguan
- komunikasi verbal
Data objektif Trauma kepala
1. Tidak mampu
Trauma akibat
berbicara atau
deselerasi/akselerasi
menndengar
Cedera jaringan
2. Menunjukkan respon
tidak sesuai Hematoma
3. Tidak ada kontak mata
Perubahan pada cairan intra
4. Sulit memahami dan ekstra sel → edema.
Peningkatan suplai darah ke
komunikasi
daerah trauma → vasodilatasi
5. Sulit mempertahankan
Tekanan intrakranial
komunikasi
meningkat
6. Sulit menggunakan
Aliran darah keotak menurun
ekspresi wajah atau
tubuh Resiko perfusi serebral tidak
efektif
7. Gagap
8. Pelo penurunan kesadaran

kekacauan pola bahasa

gangguan komunikasi
verbal
8 Ds: pasien mengeluh Benturan kepala Gangguan menelan
sulit menelan
Do: Trauma kepala
a. batuk sebelum
Trauma akibat
menelan
deselerasi/akselerasi
b. batuk setelah makan
dan minum Cedera jaringan
c. tersedak
Hematoma
d. makanan tertinggal
Perubahan pada cairan intra
dirongga mulut
dan ekstra sel → edema.
e. bolus masuk terlalu Peningkatan suplai darah ke
daerah trauma → vasodilatasi
cepat
f. refluks nasal Tekanan intrakranial
meningkat
g. tidak mampu
membersihkan Aliran darah keotak menurun
rongga mulut
Resiko perfusi serebral tidak
h. makanan jatuh dari efektif
mulut
penurunan kesadaran
i. makanan terdorong
gangguan menelan
keluar dari mulut
j. sulit mengunyah
9 DS: - Benturan kepala Resiko
DO :- ketidakseimbangan
Trauma kepala cairan dan
elektrolit
Trauma akibat
deselerasi/akselerasi

Cedera jaringan

Hematoma

Perubahan pada cairan intra


dan ekstra sel → edema.
Peningkatan suplai darah ke
daerah trauma → vasodilatasi

Tekanan intrakranial
meningkat

Aliran darah keotak menurun

Resiko perfusi serebral tidak


efektif

Merangsang hipotalamus

Hipotalamus terviksasi
Produksi ADH & aldosteron

Retensi Na+H2O

Resiko ketidakseimbangan
cairan & elektrolit
10 DS: - Benturan kepala Resiko infeksi
DO :-
Trauma kepala

Trauma akibat
deselerasi/akselerasi

Trauma pada jaringan lunak

Rusaknya jaringan kepala

Luka terbuka

Resiko infeksi

C. Diagnosa Keperawatan
1) perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan edema serebral dan
peningkatan tekanan intracranial
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret
3) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi sensori dan
kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan
4) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan cedera otak dan penurunan
keseadaran
5) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis kontraktur (terputusnya
jaringan tulang)
6) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi trakeobronkial,
neurovaskuler, kerusakan medula oblongata neuromaskuler
7) Deficit nutrisi berhubungan dengan melemahnya otot yang digunakan untuk
mengunyah dan menelan
8) Gangguan menelan berhubungan dengan penurunan kesadaran, peningkatan
tekanan intra kranial
9) Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
pengeluaran urine dan elektrolit meningkat
10) Resiko infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kerusakan kulit kepala.
D. Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI


o KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 perfusi serebral tidak Pasien akan Management
efektif berhubungan mempertahankan aliran peningkatan tekanan
dengan edema darah ke otak yang intracranial
serebral dan efektif selama dalam 1. identifikasi
peningkatan tekanan perawatan. penyebab
intracranial Objektif : peningkatan TIK
Dalam jangka waktu misalnya lesi,
3x24 jam pasien akan gangguan
1. Tekanan systole metabolisme, edema
dan diastole dalam selebral
rentang yang 2. observasi tanda dan
diharapkan (120/80 gejala TIK misalnya
mmHg) tekanan darah
2. Tidak ada tanda meningkat, tekanan
tanda peningkatan nadi melebar,
tekanan intrakranial bradikardi,
(tidak lebih dari 15 polanafas irregular,
mmHg) kesadaran menurun
3. Tingkat kesadaran 3. observasi MAP
4. Kognitif (Mean Arterial
a. Menurun Pressure)
b. Cukup menurun 4. observasi CVP
c. Sedang (Central venous
d. Cukup pressure) jika perlu
meningkat 5. observasi ICP (intra
e. Meningkat cranial pressure)
5. Tekanan intracranial jika tersedia
6. Sakit kepala 6. observasi CPP
7. Gelisah (cerebral perfusion
8. kecemasan pressure)
9. agitasi 7. observasi
10. demam gelombang ICP
a. meningkat 8. Observasi status
b. cukup pernapasan
meningkat 9. Observasi intake
c. sedang dan output cairan
d. cukup menurun 10. Observasi cairan
e. menurun serebro-spinalis
11. nilai rata-rata misalnya warna dan
tekanan darah konsistensi
12. kesadaran 11. Minimalkan
13. tekanan darah stimulus dengan
sistolik menyediakan
14. tekanan darah lingkungan yang
diastolic tenang
15. reflex saraf 12. Berikan posisi semi
a. membuurk fowler
b. cukup 13. Hindari manufer
memburuk valsava
c. sedang 14. Cegah terjadinya
d. cukup membaik kejang
membaik 15. Hindari penggunaan
PEEP
16. Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
17. Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
18. Pertahankan suhu
tubuh normal
19. Kolaborasi
pemberian sedasi
dan antikonvulsan
jika perlu
20. Kolaborasi
pemberian diuretic
osmosis jika perlu
21. Kolaborasi
pemberian pelunak
tinja jika perlu
Pemantauan Tekanan
Intrakranial
1. Identifikasi
penyebab
peningkatan TIK
misalnya lesi
menempati ruang,
gangguan
metabolisme, edema
serebral,
peningkatan tekanan
vena, obstruksi
aliran cairan
serebrospinal,
hipertensi
intracranial
idiopatik
2. Observasi tekanan
darah
3. Observasi pelebaran
tekanan nadi (selisih
TDS dan TDD)
4. Observasi
penurunan
frekkuensi jantung
5. Observasi
ireguleritas irama
napas
6. Observasi
penurunan tingkat
kesadaran
7. Observasi
perlambatan atau
ketidaksimetrisan
respon pupil
8. Observasi kadar
CO2 dan
pertahankan dalam
rentang yang di
indikasikan
9. Observasi tekanan
perfusi serebral
10. Observasi jumlah,
kecepatan, dan
karakteristik
drainase cairan
serebrospinal
11. Observasi efek
stimulus lingkungan
terhadap TIK
12. Ambil sampel
drainase cairan
serebrospinal
13. Pertahankan
sterilisasi system
pemantauan
14. Pertahankan posisi
kepala dan leher
netral
15. Bilas system
pemantauan jika
perlu
16. Atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
17. Dekomentasi hasil
pemantauan
18. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
2 Bersihan jalan nafas Tujuan: Observasi
tidak efektif Setelah dilakukan 1. Identifikasi
tindakan keperawatan kemampuan
selama x24 jam batuk
menunjukkan 2. Monitor adanya
1 = menurun retensi sputum
2 = cukup menurun 3. Monitor tanda
3 = sedang dan gejala infeksi
4 = cukup meningkat saluran nafas
5 = meningkat 4. Monitor input
o Batuk efektif output cairan
1 = meningkat (mis. Jumlah dan
2 = cukup meningkat karakteristik)
3 = sedang Terapeutik
4 = cukup menurun 1. Atur posisi semi
5 = menurun flowler atau
o Dyspnea fowler
o Ortopnea 2. Pasang perlak

o Sulit bicara dan bengkok


dipangkuan
o Sianosis
pasien
o Gelisah
3. Buang secret
1 = memburuk
tempat seputum
2 = cukup memburuk
Edukasi
3 = sedang
1. Jelaskan tujuan
4 = cukup membaik dan prosedur
5 = membaik batuk efektif
o Frekuensi nafas 2. Abjurkan Tarik
o Pola napas napas dalam
melalui idung
selama 4
detik,ditahan
selama 2 detik
kemudian
dikeluarkan dari
mulut dengan
bibir mencucu
(dibulatkan)
selama 8 detik
3. Anjurkan
mengulang Tarik
napas dalam
hingga 3 kali
4. Anjurkan batuk
dengan kuat
langsung setelah
Tarik napas
dalam yang ke 3
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
3 Gangguan mobilitas Mempertahankan Dukungan ambulasi
fisik berhubungan mobilitas fisik yang 1. identifikasi adanya
dengan perubahan efektif selama dalam nyeri atau keluhan
persepsi sensori dan perawatan. fisik lainnya
kognitif, penurunan Objektive: Dalam jangka 2. identifikasi toleransi
kekuatan dan waktu ……x24 jam fisik melakukan
kelemahan pasien akan : ambulasi
1. Pergerakan 3. observasi frekuensi
ekstermitas jantung dan tekanan
2. Kekuatan otot darah sebelum
3. Rentang gerak (ROM) memulai ambulasi
a. Menurun 4. observasi kondisi
b. Cukup umum selama
c. Sedang melakukan ambulasi
d. Cukup meningkat 5. fasilitasi aktivitas
e. Meningkat ambulasi dengan
4. nyeri alat bantu misalnya
5. kecemasan tongkat dan kruk
6. kaku sendi 6. fasilitasi melakukan
7. gerakan tidak mobilisasi fisik jika
terkoordinasi perlu
8. gerakan terbatas 7. libatkan keluarga
9. kelemahan fisik untuk membantu
a. meningkat pasien dalam
b. cukup meningkatkan
c. sedang ambulasi
d. cukup menurun 8. jelaskan tujuan dan
e. menurun prosedur ambulasi
9. anjurkan melakukan
ambulasi dini
10. ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
misalnya berjalan
dari tempat tidur
kekursi roda ,
berjalan dari tempat
tidur kekamar
mandi , berjalan
sesuai toleransi
Dukungan mobilisasi
1. identifikasi adanya
nyeri atau keluhan
fisik lainnya
2. identifikasi toleransi
fisik melakukan
pergerakan
3. observasi prekuensi
jantung dan tekanan
darah sebelum
memulai mobilisasi
4. observasi kondisi
umum selama
melakukan
mobilisasi
5. fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan
alat bantu misalnya
pagar tempat tidur
6. fasilitasi melakukan
pergerakan jika
perlu
7. libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
8. jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
9. anjurkan melakukan
mobilisasi dini
10. anjurkan mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
misalnya: duduk
ditempat tidur,
duduk disisi tempat
tidur, pindah dari
tempat tidur kekursi
4 Gangguan Dalam…….x 24 jam Promosi komunikasi :
komunikasi verbal setelah dilakukannya deficit bicara
berhubungan dengan tindakan keperawatan 1. Observasi kecepatan
cedera otak dan klien menunjukan tekanan kuantitas
penurunan 1. Kemampuan volume dan diksi
keseadaran berbicara bicara
2. Kemampuan 2. Observasi proses
mendengar kognitif anatomis
3. Kesesuaian ekspresi dan fisiologis yang
wajah/tubuh berkaitan dengan
4. Kontak mata bicara misalnya
a. Menurun memory ,
b. Cukup menurun pendengaran dan
c. Sedang bahasa
d. Cukup 3. Observasi Frustasi
meningkat marah , depresi atau
e. Meningkat hal lain yang
5. Afasia mengganggu bicara
6. Disfasia 4. Identifikasi prilaku
7. Apraksia emosional dan fisik
8. Disleksia sebagai bentuk
9. Dissatria komunikasi
10. Afonia 5. Gunakan metode
11. Dislalia komunikasi
12. Pelo alternative misalnya
13. Gagap menulis , mata
a. Meningkat erkedip , papan
b. Cukup komunikasi dengan
meningkat gambar dan huruf ,
c. Sedang isyarat tangan dan
d. Cukkup computer
menurun 6. Sesuaikan gaya
e. Menurun komunikasi dengan
14. Respon prilaku kebutuhan misalnya
15. Pemahaman berdiri didepan
komunikasi pasien ,
a. Memburuk mendengarkan
b. Cukup dengan seksama ,
memburuk tunjukkan satu
c. Sedang gagasan atau
d. Cukup membaik pemikiran sekaligus
Membaik , berbicaralah
dengan perlahan
sambil menghindari
triakan , gunakan
komunikasi tertulis ,
atau meminta
bantuan keluarga
untuk memahami
ucapan pasien
7. Ulangi apa yang
disampaikan pasien
8. Berikan dukungan
psikologis
9. Anjurkan bicara
perlahan
Promosi komunikasi
deficit pendengaran
1. Priksa kemampuan
pendengaran
2. Observasi
akumulasi serumen
berlebihan
3. Identifikasi metode
komunikasi
berlebihan yang
disukai pasien
misalnya lisan
,tulisan , gerakan
bibir bahasa isyarat
4. Gunakan bahasa
sederhana
5. Gunakan bahasa
isyarat jika perlu
6. Verifikasi apa yang
dikatakan atau
ditulis pasien
7. Vasilitasi
penggunaan alat
bantu dengar
8. Berhadapan dengan
pasien secara
langsung selama
berkomunikasi
9. Pertahankan kontak
mata selama
berkomunikasi
10. Hindari kebisingan
selama
berkomunikasi
11. Hindari
berkomunikasi lebih
dari 1 meter dari
pasien
12. Lakukan irigasi
telinga jika perlu
13. Pertahankan
kebersihan telinga
14. Anjarkan cara
membersihkan
serumen dengan
tepat
Promosi komunikasi
devisit visual
1. Periksa kemampuan
penglihatan
2. Observasi dampak
gangguan
pengelihatan
misalnya resiko
cedera, depresi,
kegelisahan,
kemampuan
melakukan aktivitas
sehari hari
3. Fasilitasi
peningkatan
stimulasi indra
lainnya misalnya
aroma, rasa dan
tekstur makanan
4. Sediakan
pencahayaan yang
cukup
5. Hindari penataan
letak lingkungan
tanpa memberitahu
6. Sediakan alat bantu
misalnya jam atau
telpon
7. Jelaskan lingkungan
pada pasien
8. Ajarkan keluarga
cara membantu
pasien
berkomunikasi
Kolaborasi dengan
dokter atau tim lainnya
dalam pemberian terapis
5 Nyeri akut Dalam…….x 24 jam 1. Identifikasi lokasi
berhubungan dengan setelah dilakukannya karakteristik , durasi
agen cidera biologis tindakan keperawatan , frekuensi ,
kontraktur klien menunjukan kualitas, intensitas
(terputusnya jaringan 1. Kemampuan nyeri
tulang) menuntaskan 2. Identifikasi skala
. aktivitas nyeri
Meningkat 3. Identifikasi respon
2. Keluhan nyeri nyeri non verbal
3. Meringis 4. Identifikasi factor
4. Sikap protektif yang mmperberat
5. Gelisah dan memperringan
6. Kesulitan tidur nyeri
7. Menarik diri 5. Identifikasi
8. Berfokus pada diri pengetahuan
sendiri pengetahuan dan
9. Diafhoresis keyakinan tentang
10. Perasaan despresi nyeri
(tertekan) 6. Identifikasi
11. Perasaan takut pengaruh budaya
mengalami cedera terhadap respon
berulang nyeri
12. Anoreksia 7. Identifikasi
13. Ketegangan otot pengaruh nyeri
14. Pupil dilatasi terhadap kualitas
15. Muntah hidup
16. Mual 8. Observasi
Menurun keberhasilan terapi
17. Frekuensi nadi komplementer yang
18. Pola nafas sudah diberikan
19. Tekanan darah 9. Observasi
20. Proses berpikir efeksamping
21. Focus penggunaan
22. Fungsi berkemih analgetik
23. Prilaku 10. Berikan teknik non
24. Nafsu makan farmakologis untuk
25. Pola tidur mengurangi rasa
Membaik nyeri Misalnya
TENS , hipnotis ,
akupuntur , terapi
music , biofeedback
, terapi pijat ,
aromatic , teknik
imajinasi
terbimbing ,
kompres hangat
dingin , terapi
bermain
11. Control lingkungan
yang memperberat
nyeri misalnya suhu
ruangan ,
pencahayaan ,
kebisingan
12. Fasilitas istirahat
dan tidur
13. Jelaskan penyebab ,
periode dan pemicu
nyeri
14. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
15. Anjurkan
mengobservasi
nyeri secara mandiri
16. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
mandiri
17. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
18. Kolaborasi dengan
dokter dan tim
lainnya dalam
pemberian analgetik
jika perlu
6 Pola nafas tidak Dalam…….x 24 jam 1. Observasi pola napas
efektif berhubungan setelah dilakukannya (frekuensi,
dengan obstruksi tindakan keperawatan kedalaman, usaha
trakeobronkial, klien menunjukan napas)
neurovaskuler, Meningkat 2. Observasi bunyi
kerusakan medula 1. Ventilasi semenit napas tambahan
oblongata 2. Kapasitas vital 3. Observasi sputum
neuromaskuler 3. Diameter thoraks 4. Pertahankan
anterior-posterior kepatenan jalan napas
4. Tekanan ekspirasi dengan head-tilt
5. Tekanan inspirasi 5. Posisikan semi fowler
atau fowler
Menurun 6. Berikan minuman
1. Dispnea hangat
2. Penggunaan otot 7. Lakukan fisioterapi
bantu napas dada, jika perlu
3. Pemanjangan fase 8. Lakukan pengisapan
ekspirasi lender kurang dari 15
4. Ortopnea detik
5. Pernapasan pursed-lip 9. Lakukan
6. Pernapasan cuping hiperoksigenasi
hidung sebelum melakukan
Membaik pengisapan
1. Frekuensi napas endotrakeal
2. Kedalaman napas 10. Keluarkan sumbatan
3. Ekskursi napas benda padat dengan
forsep McGill
11. Berikan oksigen jika
perlu
12. Anjurkan asupan
cairan 2000 ml/hr,
jika tidak
kontraindikasi
13. Ajarkan teknik batuk
efektif
14. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik jika perlu
7 Defisit nutrisi Dalam…….x 24 jam 1. Identifikasi status
berhubungan dengan setelah dilakukannya nutrisi, alergi,
melemahnya otot tindakan keperawatan intoleransi makanan,
yang digunakan klien menunjukan makanan yang
untuk mengunyah disukai.
dan menelan Meningkat 2. Identifikasi
1. Porsi makan yang kebutuhan kalori
dihabiskan dan jenis nutriet
2. Kekuatan otot yang 3. Identifikasi perlunya
mengunyah dan penggunaan
menelan nasogastrik / NGT
3. Serum albumin 4. Monitor asupan
4. Verbalisasi keinginan makanan, BB, hasil
untuk meningkatkan pemeriksaan
nutrisi laboratorium
5. Pengetahuan tantang 5. Lakukan oral hygine
pilihan makan minum sebelum makan
yang sehat 6. Fasilitasi
6. Pengetahuan tentang menentukan
standar asupan nutrisi pedoman diet
yang tepat 7. Sajikan makanan
7. Penyimpanan dan dengan menarik dan
penyimpanan suhu yang sesuai
makanan minuman 8. Berikan makanan
yang tepat yang tinggi serat
untuk mencegah
Menurun konstipasi
1. Perasaan cepat 9. Berikan makanan
kenyang yang tinggi kalori
2. Nyeri abdomen dan tinggi protein
3. Sariawan 10. Berikan suplemen
4. Rambut rontrok makanan
5. Diare 11. Hentikan pemberian
makanan melalui
Membaik NGT jika asupan
1. BB, IMT, frekuensi oral dapat di
makan, nafsu makan, toleransi
bising usus, membran 12. Anjurkan posisi
mukosa duduk
13. Anjurkan program
diet yang
diprogramkan
14. Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
15. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan
8 Gangguan menelan Dalam…….x 24 jam 1. Identifikasi diet
berhubungan dengan setelah dilakukannya yang dianjurkan
penurunan tindakan keperawatan 2. Observasi
kesadaran, klien menunjukan kemampuan
peningkatan tekanan 1. mempertahankan menelan
intra kranial makanan di mulut 3. Observasi status
2. reflek menelan hidrasi pasien jika
3. kemampuan perlu
mengosongkan 4. Ciptakan
mulut lingkungan yang
4. kemampuan menyenangkan
mengunyah selama makan
5. usaha menelan 5. Atur posisi yang
meningkat nyaman untuk
6. frekuensi tersendak makan dan minum
7. batuk 6. Lakukan oral
8. muntah hygiene sebelum
9. refluks lambung makan jika perlu
10. gelisah 7. Letakkan makanan
menurun yang sehat disisi
11. produksi saliva mata yang sehat
12. penerimaan 8. Sediakan sedotan
makanan untuk minum sesuai
13. kualitas suara kebutuhan
membaik 9. Siapkan makanan
dengan suhu yang
meningkatkan nafsu
makan
10. Sediakan makanan
dan minuman yang
disukai
11. Berikan bantuan
saat makan atau
minum sesuai
tingkat kemandirian
jika perlu
12. Jelaskan posisi
makanan pada
pasien yang
mengalami
gangguan
penglihatan dengan
menggunakan arah
jarum jam misalnya
sayur dijam 12.00 ,
rending dijam 15.00
13. Kolaborasi
pemberian obat
misalnya analgesic
dan antimetik sesuai
indikasi
14. Observasi tingkat
kesadaran, batuk,
muntah dan
kemampuan
menelan
15. Observasi status
pernapasan
16. Observasi bunyi
napas, terutama
setelah makan dan
minum
17. Periksa residu
gaster sebelum
memberi asupan
oral
18. Periksa kepatenan
selang nasogastric
sebelum
memberikan asupan
oral
19. Posisikan
semifowler (30-45
drajat) 30 menit
sebelum memberi
asupan oral
20. Pertahankan posisi
semifowler pada
pasien tidak sadar
21. Pertahankan
kepatenan jalan
napas
22. Lakukan pengisapan
jalan napas jika
produksi sekrek
meningkat
23. Hindari
memberikan
makanan melalui
selang
gastrointestinal jika
residu banyak
24. Berikan makanan
dengan ukuran kecil
atau lunak
25. Berikan obat oral
dalam bentuk cair
26. Anjurkan makan
secara perlahan
27. Ajarkan strategi
mencegah aspirasi
28. Ajarkan teknik
mengunyah atau
menelan jika perlu
9 Resiko Dalam…….x 24 jam 1. Monitor status
keseimbangan cairan setelah dilakukannya hidrasi ( TTV, akral,
dan elektrolit tindakan keperawatan pengfisian kapiler,
berhubungan dengan klien menunjukan kelembaban mukosa,
pengeluaran urine Meningkat turgor kulit, tekanan
dan elektrolit 8. Asupan cairan dan darah)
meningkat elektrolit 2. Monitor berat BB
9. Haluaran urin harian
10. Kelembaban membran 3. Monitor hasil
mukosa pemeriksaan hasil
11. Asupan makanan laboratorium
Menurun 4. Monitor status
6. Edema dinamik
7. Dehidrasi 5. Catat intake dan
8. Asites output dan hitung
9. Konfusi belens cairan
6. Berikan asupan
Membaik cairan
2. Ttv 7. Berikan cairan
3. Tekanan arteri rata- intravena
rata 8. Kolaborasi
4. Mata cekung pemberian diuretik
5. Turgor kulit dan BB
10 Resiko infeksi Dalam…….x 24 jam 1. Observasi tanda dan
berhubungan dengan setelah dilakukannya gejala infeksi local
jaringan trauma, tindakan keperawatan dan sistemik
kerusakan kulit klien menunjukan 2. Batasi jumlah
kepala Meningkat pengunjung
12. Kebersihan tangan 3. Berikan perawatan
13. Kebersihan badan luka pada area edema
14. Nafsu makan 4. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
Menurun dengan pasien dan
10. Demam lingkungan pasien
11. Kemerahan 5. Pertahankan teknik
12. Nyeri aseptic pada pasien
13. Bengkak beresiko tinggi
14. Vesikel 6. Jelaskan tanda dan
15. Cairan berbau busuk gejala infeksi
16. Sputum berwarna 7. Ajarkan cara cuci
hijau tangan dengan benar
17. Drainase purulent 8. Ajarkan etika batuk
18. Piuria 9. Ajarkan cara
19. Priode malaise memeriksa kondisi
20. Priode menggigil luka atau luka operasi
21. Latargi 10. Anjurkan
22. Gangguan kognitif meningkatkan asupan
nurisi
Membaik 11. Anjurkan
6. Kadar sel darah putih meningkatkan asupan
7. Kultur darah cairan
8. Kultur urine 12. Kolaborasi pemberian
9. Kultur area luka imunisasi jika perlu
Kultur feses

E. Implementasi Keperawatan
Merupakan proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi
keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana
keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya
bahaya-bahaya fisik dan perlindungn pada pasien, tehnik komunikasi, kemampuan
dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam
memahami tingkat perkembngan pasien (Nursalam, 2006)
Menurut Nursalam, (2006) Tindakan keperawatan mencakup tindakan
independent (mandiri), dan kolaborasi.
1. Tindakan mandiri adalah aktifitas keperawatan yang didasarkan pada
kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah
dari petugas kesehatan lain.
2. Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan bersama
seperti dokter dan petugas kesehatan lain.

F. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2006)
Menurut Nursalam, (2006) evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang
operasional dengan pengertian:
S : Ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara obyektif oleh keluarga
setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Kedaan subyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamat yang objektif setelah implemnatsi keperawatan.
A : Merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan masalah
keluarga yang dibandingkan dengan krietria dan standar yang telah ditentukan
mengacu pada tujuan rencana keperawatan keluarga.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis pada tahap ini ada 2
evaluasi yang dapat dilaksanakan oleh perawat.
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia

Almgren, B., Carl, J.W., Heinonen, & E., Hogman, M. 2014. Side effects of
endotracheal suction in pressure and volume controlled ventilation.

AR, Iwan et al. 2015. Terapi Hiperosmolar Pada Cadera Otak Traumatika. Jurnal
Neurologi Indonesia diunduh pada tanggal 03 Desember 2015. Arief, Mansjoer.
2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Arifin, M. Z. 2013.
Cedera Kepala : Teori dan Penanganan. Jakarta : Sagung Seto.

Bayu, Irmawan. 2017. Pengaruh Tindakan Suction Terhadap Perubahan Saturasi


Oksigen Perifer Pada Pasien Yang Di Rawat Di Ruang ICU RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda. Jurnal Ilimiah Sehat Bebaya Vol. 1No. 2 Mei 2017. STIKES
muhammadiyah

Anda mungkin juga menyukai