Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA By “A” DENGAN HMD (HYALINE


MEMBRANE DISEASE) DI RUANGAN NICU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI
NUSA TENGGARA BARAT

OLEH :

M. BUSYAIRI PUTRA
060STYJ21

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESETAHAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI PROFESI NERS TAHAP PROFESI
MATARAM
2021
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA By “A” DENGAN HMD (HYALINE


MEMBRANE DISEASE) DI RUANGAN NICU
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROVINSI
NUSA TENGGARA BARAT

Waktu Pelaksanaan

2 – 6 Desember 2021

Laporan pendahuluan dan laporan kasus ini telah diperiksa, disetujui, dan dievaluasi

oleh pembimbing lahan dan pembimbing pendidikan.

Hari :

Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing pendidikan Pembimbing lahan


LAPORAN PENDAHULUAN
HYALINE MEMBRANE DISEASE (HMD)

1. DEFINISI
Hyaline Membrane Disease (HMD) atau disebut juga Respiratory Distress
Syndrome (RDS) merupakan hasil dari ketidakmaturan dari paru-paru dimana
terjadi gangguan pertukaran gas. Berdasarkan perkiraan 30% dari kematian
neonatus diakibatkan oleh HMD atau komplikasi yang dihasilkannya (Behrman,
2004 didalam Leifer 2007).
Pada penyakit ini, terjadi karena kekurangan pembentukan atau pengeluaran
surfaktan sebuah kimiawi paru-paru. Surfaktan merupakan suatu campuran
lipoprotein aktif dengan permukaan yang melapisi alveoli dan mencegah alveoli
kolaps pada akhir ekspirasi. (Bobak, 2005).
Secara klinis bayi dengan HMD menunjukkan takipnea ( >60 kali/menit),
pernapasan cuping hidung, retraksi interkosta dan subkosta, expiratory grunting
(merintih) dalam beberapa jam pertama kehidupan. Tanda-tanda klinis lain,
seperti, hipoksemia dan polisitema. Tanda-tanda lain RDS meliputi hipoksemia,
hiperkabia, dan asidosis respiratory atau asidosis campuran (Bobak, 2005).

2. KLASIFIKASI
Sindrom gawat nafas Respiratory Distress Syndrome (RDS) dikelompokkan
sebagai berikut (Bobak, 2005) :
a) Syndrom Gawat Nafas Klasik (Clasik Respyratory Distress Syndrome)
Thoraks atau dada berbentuk seperti bel disebabkan karena kekurangan
aerasi (underaration). Volume paru-paru menurun, parenkim paru-paru
memiliki pola retikulogranuler difusi, dan terdapat gambaran broncho gram
udara yang meluas ke perifer.
b) Sindrom Gawat Nafas Sedang - Berat (Moderately Severe Respiratory
Distress Syndrome)
Pola retikulogranuler lebih menonjol dan terdisribusi lebih merata. Paru-paru
hypoaerated. Dapat dilihat pada bronkhogram udara meningkat.
c) Sindrom Gawat Nafas Berat (Severe Respiratory Distress Syndrome)
Terdapat retikulogranuler yang berbentuk opaque pada kedua paru-paru area
cystic pada paru-paru kanan bisa manunjukan alveoli yang berdilatasi atau
empisema interstitial pulmonal dini.

3. ETIOLOGI
Hyaline Membrane Disease (HMD) sering ditemukan pada bayi prematur.
Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan. Artinya
semakin muda usia kehamilan ibu. Semakin tinggi kejadian HMD pada bayi
tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah kejadian HMD
(Surasmi, 2003).
Hyaline Membrane Disease (HMD) sekitar 60-80% terjadi pada bayi yang
umur kehamilannya kurang dari 28 minggu, 15-30% pada bayi antara 32 dan 36
minggu, sekitar 5% pada bayi yang lebih dari 37 minggu dan jarang pada bayi
cukup bulan. Kenaikan frekuensi dihubungkan dengan bayi dari ibu diabetes,
persalinan sebelum umur kehamilan 37 minggu, kehamilan multi janin,
persalinan seksio sesaria, persalinan cepat, asfiksia, stress dingin dan adanya
riwayat bahwa bayi sebelumnya terkena, insidens tertinggi pada bayi preterm
laki-laki atau kulit putih (Nelson, 1999).

4. MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinis Hyaline Membrane Disease (HMD) adalah
sebagai berikut :
a. Penyakit membran hialin ini mungkin terjadi pada bayi prematur dengan
berat badan 1000-2000 gram atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang
ditemukan pada bayi dengan berat badan lebih dari 2500 gram.
b. Riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat bayi pada akhir
kehamilan. Tanda gangguan pernapasan mulai tampak dalam 6-8 jam
pertama.
c. Gangguan pernapasan pada bayi terutama disebabkan oleh atelektasis dan
perfusi paru yang menurun. Keadaan ini akan memperlihatkan gambaran
klinis seperti dispnea atau hiperpneu, sianosis karena saturasi O 2 yang
menurun dan karena pirau vena-arteri dalam paru atau jantung, retraksi
suprasternal, epigastrium, interkostal dan respiratory grunting. Selain tanda
gangguan pernapasan, ditemukan gejala lain misalnya bradikardia (sering
ditemukan pada penderita penyakit membran hialin berat), hipotensi,
kardiomegali, pitting oedema terutama di daerah dorsal tangan/kaki,
hipotermia, tonus otot yang menurun, gejala sentral dapat terlihat bila terjadi
komplikasi (Staf Pengajar IKA, FKUI, 2005).

5. PATOFISIOLOGI
Bayi Prematur

Alveoli masih kecil, dinding thorak masih lemah

Pengembangan paru kurang sempurna

Produksi surfaktan kurang sempurna


(penurunan produksi surfaktan)

Ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi, dan


Kolaps alveoli saat ekspirasi

Paru-paru kaku

Perubahan fisiologis paru


Daya pengembangan paru (compliance) menurun

Ventilasi pulmonal terganggu

Metabolisme anaerob dengan penimbunan


Asam Laktat dan Asam Organik

Lebih banyak oksigen Asidosis Metabolik Pernafasan berat


digunakan untuk
menghasilkan energi Kurang cadangan Shunting
intrapulmonal
glikogen dan lemak meningkat
Bayi kelelahan
Respon menggigil bayi Gangguan Pertukaran
Atelektasis berkurang Gas

Paru tidak mampu Bayi kehilangan


Mengeluarkan CO2 panas tubuh

Ventilasi menurun Thermoregulasi tidak efektif

Pola Nafas
Tidak Efektif

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Gambaran Radiologis
 Foto Rontgen
Pemeriksaan ini juga sangat penting untuk menyingkirkan kemungkinan
penyakit lain yang diobati dan mempunyai gejala yang mirip penyakit
membran hialin, misalnya pneumotoraks, hernia diafragmatika dan lain-
lain. Gambaran klasik yang ditemukan pada foto rontgen paru ialah
adanya bercak difus berupa infiltrate retikulogranuler ini, makin buruk
prognosis bayi.
2. Gambaran Laboratorium
 Pemeriksaan Darah
Kadar asam laktat dalam darah meninggi dan bila kadarnya lebih dari 45
mg%, prognosis lebih buruk, kadar bilirubin lebih tinggi bila
dibandingkan dengan bayi normal dengan berat badan yang sama. Kadar
PaO2 menurun disebabkan kurangnya oksigenasi di dalam paru dan
karena adanya pirau arteri-vena. Kadar PaO2 meninggi, karena gangguan
ventilasi dan pengeluaran CO2 sebagai akibat atelektasis paru. pH darah
menurun dan defisit biasa meningkat akibat adanya asidosis respiratorik
dan metabolik dalam tubuh.
 Pemeriksaan Fungsi Paru
Perhatikan pula perubahan pada fungsi paru lainnya seperti, volume tidal
yang menurun, lung compliance berkurang, fungsi residu merendah
disertai kapasitas vital yang terbatas. Demikian pula fungsi ventilasi dan
perfusi paru akan terganggu.
 Pemeriksaan Fungsi Kardiovaskuler
Penyelidikan dengan kateterisasi jantung memperhatikan beberapa
perubahan dalam fungsi kardiovaskuler berupa duktus arteriosus paten,
pirau dari kiri ke kanan atau pirau kanan ke kiri (bergantung pada
lanjutnya penyakit), menurunnya tekanan arteri paru dan sistemik.
 Gambaran Patologi atau Histopatologi
Pada otopsi, gambaran dalam paru menunjukkan adanya atelektasis dan
membran hialin di dalam alveolus dan duktus alveolaris. Di samping itu
terdapat pula bagian paru yang mengalami enfisema. Membran hialin
yang ditemukan yang terdiri dari fibrin dan sel eosinofilik yang mungkin
berasal dari darah atau sel epitel ductus yang nekrotik.
(Staf Pengajar IKA, FKUI, 2005).

7. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan Medik
1) Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5o-37oC) dengan cara
meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus
adekuat (70-80%) (Ngastiyah, 2005).
2) Pemberian Oksigen
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena berpengaruh
kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang terlalu banyak
dapat menimbulkan komplikasi seperti: fibrosis paru, kerusakan retina
(fibroplasias retrolental), dll (Ngastiyah, 2005).
3) Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. asidosis metabolik yang selalu
dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO 3 secara
intravena (Ngastiyah, 2005).
4) Pemberian antibiotic untuk mencegah infeksi sekunder. Dapat diberikan
penisilin dengan dosis 50.000-100.000 u/kgBB/hari atau ampisilin 100
mg/kg BB/hari, dengan atau tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari
(Ngastiyah, 2005).
5) Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien HMD adalah pemberian
surfaktan eksogen (surfaktan dari luar), obat ini sangat efektif, namun
harganya amat mahal (Ngastiyah, 2005).
8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit membrane hialin, diantaranya
(Staf Pengajar IKA, FKUI, 2005) :
a. Perdarahan intrakranial oleh karena belum berkembangnya sistem saraf
pusat terutama sistem vaskularisasinya, adanya hipoksia dan hipotensi yang
kadang-kadang disertai renjatan. Faktor tersebut dapat membuka nekrosis
iskemik, terutama pada pembuluh darah kapiler di daerah periventrikular dan
dapat juga di ganglia basalis dan jaringan otak.
b. Gejala neurologik yang tampak berupa kesadaran yang menurun, apneu,
gerakan bola mata yang aneh, kekakuan extremitas dan bentuk kejang
neonatus lainnya.
c. Komplikasi pneumotoraks atau pneuma mediastinum mungkin timbul pada
bayi yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanis. Pemberian O2 dengan
tekanan yang tidak terkontrol baik, mungkin menyebabkan pecahnya
alveolus sehingga udara pernafasan yang memasuki rongga-ronga toraks
atau rongga mediastinum.

9. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama,
tanggal pengkajian.
2) Riwayat Kesehatan
 Riwayat Maternal
Menderita penyakit seperti diabetes mellitus, kondisi seperti
perdarahan plasenta, tipe dan lamanya persalinan, stress fetal atau
intrapartus.
 Status Infant Saat Lahir
Prematur, umur kehamilan, apgar score (apakah terjadi asfiksia), bayi
lahir melalui operasi caesar.
3) Data dasar pengkajian
 Cardiovaskuler
- Bradikardia (<100 kali/menit) dengan hipoksemia berat
- Murmur sistolik
- Denyut jantung normal
 Integumen
- Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
- Pitting edema pada tangan dan kaki
- Mottling (bintik-bintik seperti cat yang ada pada kulit bayi)
 Neurologis
- Immobilitas, kelemahan
- Penurunan suhu tubuh
 Pulmonary
- Takipnea ( >60 kali/menit)
- Nafas grunting
- Pernapasan cuping hidung
- Pernapasan dangkal
- Retraksi suprasternal dan substernal
- Sianosis
- Penurunan suara napas, crakles, episode apnea
 Status Behavioral
- Letargi
4) Pemeriksaan Diagnostik
a. Set rontgen dada : untuk melihat densitas atelektasi dan elevasi
diafragma dengan over distensi duktus alveolar
b. Bronchogram udara : untuk menentukan ventilasi jalan napas
c. Data laboratorium :
- Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan cairan
amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi RDS)
- Lesitin/Spingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih mengindikasikan
maturitas paru
- Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
- GDA : PaO2 80-100 mmHg, PaCO2 >50 mmHg, saturasi oksigen
92%-94%, pH 7,3-7,45.
- Level potassium : meningkat sebagai hasil dari release potassium
dari sel alveolar yang rusak.

b. Analisa Data
No Masalah
Data Etiologi
. Keperawatan
1. Data Obyektif : Surfaktan menurun Kerusakan
- Hiperkapnea ↓ Pertukaran Gas
- Hipoksia Tegangan permukaan alveolus
- Takipnea meningkat
- Sianosis ↓
- Letargi Ketidakseimbangan infasi saat
- Dyspnea inspirasi
- GDA Abnormal ↓
- Pucat Kolaps alveoli

Gangguan ventilasi pulmonal

Kerusakan Pertukaran Gas
2. Data Objektif : Surfaktan menurun Pola Nafas
- Dispnea, ↓ Tidak Efektif
takipnea Janin tidak dapat menjaga rongga
- Periode apnea paru tetap mengembang
- Pernafasan ↓
cuping hidung Usaha inspirasi lebih kuat
- Retraksi dinding ↓
dada Sukar bernafas, dyspnea, retraksi
- Sianosis dinding dada, kelelahan,
- Kelelahan pernafasan cuping hidung

Pola nafas tidak efektif
3. Data Objektif : Metabolism anaerob Termoregulasi
- Hipotermia ↓ tidak efektif
- Letargi Timbunan asam laktat
- Aterosianosis ↓
- Takipnea, apnea Asidosis metabolic
- Tugor kulit ↓
menurun Kurangnya cadangan glikogen
- Hipoglikemia dan lemak

Respons menggigil pada bayi
kurang

Bayi kehilangan panas tubuh atau
tidak dapat meningkatkan panas
tubuh

c. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar
surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi atau
kelelahan, keterbatasan, dan pengembangan otot.
3. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan lemak subkutan, dan
peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat HMD.
d. Intervensi Keperawatan
1. Dx : Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar
surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
- Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi 3x24 jam pertukaran gas adekuat
- Kriteria Hasil :
 Sianosis (-)
 Bayi tampak tenang
 Ronchi (-)
 RR : 30-60 kali/menit
 GDA dalam batas normal : PaO2 80-100 mmHg, PaCO2 35-45
mmHg, pH 7,35-7,45.
 Nadi : 120-140 kali/menit
Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
1. Kaji status pernafasan, 1. Takipnea menandakan distress
perhatikan adanya tanda-tanda pernafasan, mengorok
distres pernafasan, misalnya menunjukkan upaya
takipnea, pernafasan cuping mempertahankan ekspansi
hidung, mengorok, retraksi, alveolar, pernafasan cuping
ronkhi) hidung untuk meningkatkan
masukan oksigen, ronkhi
menandakan vasokonstriksi
pulmonal b.d hipoksemia
sebagai respon peningkatan
kadar oksigen.
2. Pantau masukan dan saluran 2. Penurunan berat badan dan
cairan, timbang BB sesuai peningkatan saluran urin dapat
indikasi. menandakan fase diuretic dari
RDS biasanya mulai pada 72-
96 jam dan mendahului resolusi
kondisi.
3. Tingkatkan istirahat dengan 3. Menurunkan laju metabolik dan
minimalkan rangsangan dan konsumsi oksigen
penggunaan energi.
4. Observasi terhadap tanda dan 4. Sianosis merupakan tanda
lokasi sianosis lanjut dari PaO2 rendah

Kolaborasi : Kolaborasi
5. Berikan oksigen sesuai 5. Hipoksemia dan asidemia dapat
kebutuhan dengan masker kap berlanjut menurunkan produksi
selang endotrakeal, pantau surfaktan, meningkatkan
jumlah pemberian oksigen dan tahanan vascular pulmonal.
durasi pemberian

2. Dx : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan energi atau


kelelahan, keterbatasan, dan pengembangan otot.
- Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam pola nafas efektif.
- Kriteria Hasil :
 Bayi tampak tenang
 Apnea (-)
 Pernafasan efektif

Intervensi Rasional
Mandiri
1. Kaji frekuensi pernapasan dan pola 1. Membantu dalam membedakan
pernapasan, perhatikan adanya apena perputaran pernafasan normal
dan perubahan frekuensi jantung, dari serangan apneic sejati,
tonus otot dan warna kulit berkenaan terutama sebelum gestasi minggu
dengan prosedur atau perawatan, ke-30.
lakukan pemantauan jantung
pernapasan atau/dan pernapasan yang
kontinu.
2. Posisikan bayi pada abdomen atau 2. Posisi ini dapat memudahkan
telentang dengan gulungan popok di pernafasan dan menurunkan
bawah baku untuk menghasilkan episode apnein, khususnya
sedikit hiperekstensi. hipoksia, asidosis metabolic atau,
hiperkapnea.
3. Berikan rangsang taktil segera 3. Merangsang SSP untuk
(misalnya : gosokkan punggung bayi meningkatkan gerakan tubuh dan
bila terjadi apnea, perhatikan adanya kembali pernapasan spontan.
sianosis, bradikardia, atau hipotania, Kadang bayi mengalami
anjurkan kontak orangtua. kejadian apnea lebih sedikit atau
tidak ada atau bradikardia bila
orang tua menyentuh dan bicara
pada mereka.
4. Hipokalsemia
4. Berikan oksigen sesuai indikasi mempredisposisikan bayi pada
apnea

3. Dx : Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan lemak subkutan, dan


peningkatan upaya pernapasan sekunder akibat HMD.
- Tujuan :
Setelah dilakukan intervensi 2x24 jam termoregulasi adekuat
- Kriteria hasil :
 Suhu tubuh normal (36,5-37,70C)
 Sianosis (-)
 Bradikardia (-)
 Hipoglikemia (-)
 Apnea (-)
Intervensi Rasional
Mandiri Mandiri
1. Kaji suhu dengan menggunakan 1. Hipotermia cenderung membuat
thermostat. Ulangi setiap 15 bayi pada stres, penggunaan
menit selama penghangatan lemak tidak dapat diperbarui
ulang. apabila ada penurunan.

2. Mempertahankan lingkungan
2. Tempatkan bayi pada penghangat,
termonetral, dan membantu
isolette, inkubator, tempat tidur
mencegah stres dingin
terbuka dengan penyebar hangat
3. Pantau sistem pengatur suhu
3. Hipertermia dengan akibat
inkubator (pertahankan batas
peningkatan laju metabolisme
akan pada 98,6oF, tergantung
kebutuhan oksigen dan glukosa
pada ukuran atau usia bayi)
dapat terjadi apabila suhu
lingkungan yang dikontrol
terlalu tinggi
4. Perhatikan adanya takipnea atau
4. Tanda-tanda ini menandakan
apnea, sianosis umum,
stres dingin yang dapat
akrosianosis atau kulit belang,
meningkatkan konsumsi oksigen
bradikardia, menangis buruk atau
dan kalori serta membuat bayi
letargi, evaluasi derajat dan lokasi
cenderung pada asidosis
ikterik
berkenaan dengan metabolisme
anaerobic
Kolaborasi :
Kolaborasi :
5. Pantau pemeriksaan laboratorium
sesuai indikasi, misalnya GDA, 5. Stress dingin dapat
glukosa serum, elektrolit, dan meningkatkan kebutuhan
kadar bilirubin terhadap glukosa dan oksigen
serta dapat mengakibatkan
masalah asam basa bila bayi
mengalami metabolism, apabila
kadar oksigen kurang terjadi
peningkatan kadar bilirubin
indirek karena pelepasan asam
lemak dari metabolism lemak
coklat bersaing dengan bilirubin
pada ikatan albumin.

DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermik.  2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta:


EGC.
Leifer, Gloria. 2007. Introduction to Maternity and Pediatric Nursing. Saunders
Elsevier: St. Louis Missouri.
Doenges dan Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal Pedoman untuk 
Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien Edisi 2. Jakarta: EGC.
Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Volume I. Edisi 15. Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta: EGC.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2005. Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan
Anak. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
Surasmi, A, dkk. 2003. Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta: EGC.
Suriadi S.Kp, dan Rita Yuliani S.Kp. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak Edisi 1.
Jakarta: PT. Fajar Interpratama.

Anda mungkin juga menyukai