1. Latar Belakang
Hospitalisasi selama kanak-kanak adalah pengalaman yang memiliki efek yang lama, kira-kira satu
dari tiga anak pernah mengalami hospitalisasi (Foster and Humsberger, 1998). Hospitalisasi menjadi
stresor terbesar bagi anak dan keluarganya yang menimbulkan ketidaknyamanan, jika koping yang biasa
digunakan tidak mampu mengatasi atau mengedalikan akan berkembang menjadi krisis. Tetapi besarnya
efek tergantung pada masing-masing anak dalam mempersepsikannya.
Hospitalisasi adalah kebutuhan klien untuk dirawat karena adanya perubahan atau gangguan fisik,
psikis, sosial dan adaptasi terhadap lingkungan. Hospitalisasi terjadi apabila dalam masa pertumbuhan
dan perkembangan anak mengalami suatu gangguan fisik maupun mentalnya yang memungkinkan anak
untuk mendapatkan perawatan di rumah sakit.
Hospitalisasi dapat merupakan satu penyebab stres bagi anak dan keluarganya. Tetapi tingkat
stresor terhadap panyakit dan hospitalisasi tersebut berbeda menurut anak secara individu. Mungkin
seorang anak menganggap hal itu sebagai hal yang biasa tetapi mungkin yang lainnya menganggap hal
tersebut sebagai suatu stresor. Upaya yang dilakukan adalah meminimalkan stress sebagai pengaruh
negatif dari hospitalisasi yaitu melakukan kegiatan “Terapi Bermain”. Bermain dipercaya mampu
menurunkan stress pada anak akibat lingkungan yang baru dan tindakan invasif selama proses
perawatan di rumah sakit.
Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Aktivitas bermain selalu
dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjuk kepada kegiatan bermain. Bermain dan anak sangat
erat kaitannya hubungannya. Menurut Catron dan Allen dalam bukunya Early Childhood Curriculum A
Creative-Play Model (1999) mengatakan bahwa bermain merupakan wahana yang memungkinkan anak-
anak berkembang optimal. Bermain secara langsung mempengaruhi seluruh wilayah dan aspek
perkembangan anak. Kegiatan bermain memungkinkan anak belajar tentang diri mereka sendiri, orang
lain, dan lingkungannya. Dalam kegiatan bermain, anak bebas untuk berimajinasi, bereksplorasi, dan
menciptakan sesuatu.
Mewarnai gambar merupakan terapi permainan yang kreatif untuk mengurangi stress dan
kecemasan serta meningkatkan komunikasi pada anak. Menggambar atau mewarnai bila sebagai suatu
permainan yang “nondirective” memberikan kesempatan anak untuk bebas berekspresi dan sangat
“theurapeutic”(sebagai permainan penyembuh/ “theurapeutic play”) (Whaley, 1991). Mengekpresikan
perasaan dengan menggambar/ mewarnai gambar, berarti memberikan pada anak suatu cara untuk
berkomunikasi, tanpa menggunakan kata (Veltman, 2000).
Salah satu manfaat bermain bagi anak adalah untuk meningkatkan daya kreativitas dan
membebaskan anak dari stres. Kreativitas anak akan berkembang melalui permainan. Ide-ide yang
orisinil akan keluar dari pikiran mereka. Bermain juga dapat membantu anak untuk lepas dari stres
kehidupan sehari-hari. Stres pada anak dapat disebabkan oleh rutinitas harian selama hospitalisasi yang
membosankan.
Berdasarkan hal di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan kegiatan terapi aktifitas
bermain tentang bermain mewarnai terhadap anak usia sekolah di Ruang 15 RSSA Malang.
2. Tujuan
a. Tujuan Instruksional Umum
Setelah dilakukan terapi bermain selama kurang lebih 30 menit diharapkan anak dapat terstimulasi
kemampuan motorik dan kreativitasnya.
b. Tujuan Instruksional Khusus
§ Anak dapat melakukan interaksi dan bersosialisasi dengan dengan teman sesamanya
§ Menurunkan perasaan hospitalisasi.
§ Dapat beradaptasi dengan efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat
§ Meningkatkan latihan konsentrasi
§ Mengurangi rasa takut dengan tenaga kesehatan.
§ Melanjutkan perkembangan ketrampilan motorik halus.
3. Sasaran
Yang menjadi sasaran dalam terapi bermain adalah anak yang sedang menjalani perawatan di ruang
E RSUD Kanjuruhan usia prasekolah (3-6 tahun).
5. Materi (terlampir)
6. Susunan Acara
Permainan mewarnai dilakukan dalam waktu kurang lebih 30 menit dengan susunan acara sebagai
berikut:
Waktu Kegiatan perawat Kegiatan peserta
5 Menit 1. Mengucapkan salam 1. Membalas salam
2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan penjelasan
3. Menjelaskan tujuan dan peraturan 3. Mendengarkan penjelasan
Pembukaan
kegiatan
(perkenalan)
4. Menjelaskan media yang akan 4. Mendengarkan penjelasan
dijadikan media permainan
1. Mengumpulkan klien yang telah 1. Ikut berkumpul
diseleksi
2. Meminta kepada setiap anak untuk 2. Memperkenalkan diri dan bersalaman
menyebutkan namanya masing- dengan peserta yang lainnya
masing dan bersalaman dengan
semua peserta yang lain
20 Menit
3. Menjelaskan kembali tentang 3. Mendengarkan penjelasan
Permainan
permainan beserta alat-alatnya
4. Meminta anak-anak untuk bersiap-siap
4. Mulai bersiap-siap untuk memulai
memulai mengambil kertas bergambar mewarnai gambar
dan mewarnai dengan kreasi masing-
masing
: Leader
: Peserta
: fasilitator dan observer
Pembagian tugas :
Leader :
Co Leader :
Fasilitator :
8.Evaluasi
Yang dievaluasi dalam
kegiatan ini adalah:
Û Persiapan
· Kesiapan alat-alat
permainan dan ruangan
untuk bermain
· Kesiapan peserta
dalam mengikuti permainan
· Ketepatan waktu
Û Proses.
· Kemampuan leader
memimpin permainan
· Kemampuan fasilitator dalam memfasilitasi anak
· Respon anak selama bermain (kontak mata, kehadiran penuh, antusiasme anak selama bermain)
Û Hasil
· Kesan –kesananak setelah melakukan terapi bermain
RESPON PESERTA :
1.
2.
3.
4.
5.
DAFTAR PUSTAKA
Foster and Humsberger, 1998, Family Centered Nursing Care of Children. WB sauders Company, Philadelpia
USA.
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik (Wong’s Essentials of Pediatric Nursing). Terjemahan
oleh Andry Hartono. Jakarta: EGC.
Whaley dan Wong. 2004. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, Cetakan 1, Jakarta : EGC.
Lampiran Materi
1. Pengertian
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah satu alat paling efektif untuk
mengatasi stres anak. Karena hospitalisasi menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan sering
disertai stres berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan cemas yang
mereka alami sebagai alat koping dalam menghadapi stres (Wong, et al, 2008).