Anda di halaman 1dari 19

PROPOSAL

TERAPI BERMAIN
“SENI MELIPAT KERTAS ORIGAMI POP UP
CARD” PADA PASIEN ANAK USIA PRA SEKOLAH
DI RUANG HERBRA
RSU DR. SOETOMO SURABAYA

OLEH :
1. Frida Indriani (131131022)
2. Firdy Afry L (131131023)
3. Hadiyati Ruslinda (131131024)
4. Christina A (131131025)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


BEKERJASAMA DENGAN TIM TERAPI BERMAIN RUANG
HERBRA RSUD DR.SOETOMO
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2012
SATUAN ACARA KEGIATAN

1. Latar Belakang
Anak yang masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan
pengalaman traumatik pada anak, yakni ketakutan dan ketegangan atau stress
hospitalisasi. Stres ini disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya perpisahan
dengan orang tua, kehilangan kontrol dan perlakuan tubuh akibat tindakan invasif
yang menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya pada anak akan menimbulkan berbagai
reaksi seperti menolak makan, menangis, teriak, memukul, menyepak, tidak
kooperatif terhadap aktifitas sehari-hari serta menolak tindakan keperawatan yang
diberikan.
RSU Dr. Sutomo merupakan rumah sakit rujukan yang memfasilitasi
pemeriksaan anak lebih modern dan beragam jenisnya juga merupakan penyebab
stress bagi anak, orang tua atau pengasuh anak yang mendampinginya untuk
dilakukan pemeriksaan. Dalam hal ini rumah sakit juga memfasilitasi dan berupaya
ke arah positif sehingga anak merasa nyaman, dapat beradaptasi dengan lingkungan
rumah sakit, begitu juga orang tua/pengasuh yang mendampingi anak. Upaya yang
dilakukan adalah meminimalkan pengaruh negatif dari hospitalisasi yaitu melakukan
kegiatan "Play Therapy Program". Manfaat Play Therapy Program dalam
penanganan anak yang dirawat di rumah sakit maka akan memudahkan anak
menyatakan rasa kecemasan dan ketakutan lewat permainan, mempercepat proses
adaptasi di rumah sakit, anak dapat berkumpul dengan teman sebayanya di rumah
sakit sehingga tidak merasa terisolir, anak mudah diajak bekerja sama dengan
metode pendekatan proses keperawatan di rumah sakit.
Karena pentingnya manfaat Play Therapy Program dalam penanganan anak sakit
dan perawat harus mampu melaksanakan hal ini maka rencana penerapan terapi
bermain terhadap anak usia sekolah berupa seni melipat kertas origami yang
berfungsi untuk meningkatkan perkembangan anak baik kognitif, afektif, motorik
dan sosial anak yang dirawat di ruang hebra RSU Dr. Sutomo ini perlu segera
dilaksanakan.

2. Tujuan
a. Tujuan Umum:
Setelah mengikuti terapi bermain stress hospitalisasi pada anak berkurang
sehingga dapat mempercepat proses kesembuhan anak selain itu juga untuk
mempertahankan perkembangan anak.
b. Tujuan Khusus:
1. Meningkatkan perkembangan motorik halus anak usia pra sekolah
2. Melatih meningkatkan kognitif anak dalam pemilihan bentuk yang tepat
dalam melipat kertas origami pop up card
3. Dapat meningkatkan kemampuan sosial, afektif dan bahasa anak yaitu
berinteraksi sesama teman

3. Prinsip Bermain di Rumah Sakit


a. Tidak mengganggu jadwal kegiatan keperawatan dan medis
b. Tidak ada kontra indikasi dengan kondisi penyakit pasien
c. Permainan harus sesuai dengan tahap tumbuh kembang pasien
d. Jenis permainan disesuaikan dengan kesenangan anak
e. Permainan melibatkan orangtua untuk melancarkan proses kegiatan

4. Hambatan yang mungkin muncul


a. Pasien tidak kooperatif atau tidak antusias terhadap permainan
b. Adanya jadwal kegiatan pemeriksaan terhadap pasien pada waktu yang
bersamaan
c. Anak malas dan mengantuk
d. Anak bermain tidak sesuai dengan perintah leader
e. Anak tidak menyelesaikan permainan melipat kertas origami pop up card

5. Antisipasi hambatan
a. Perawat lebih aktif dalam memfokuskan pasien terhadap permainan
b. Kolaborasi jadwal kegiatan pemeriksaan pasien dengan tenaga kesehatan
lainnya.
c. Jadwal terapi bermain disesuaikan (tidak pada waktu jam untuk istirahat)
d. Melakukan kerjasama dengan orang tua untuk mendampingi anak selama
program terapi

6. Waktu dan tempat


a. Waktu permainan
 Hari / Tanggal : Jumat , 10 Februari 2012
 Waktu / Durasi : Pkl. 08.00 WIB – 08.45 / 45 menit
b. Tempat bermain.
 Ruang Herbra Dr. Sutomo Surabaya
7. Strategi Pelaksanaan

NO WAKTU KEGIATAN PENANGGUNG JAWAB

1. 5 menit Pembukaan :
1. Membuka kegiatan dengan Leader
mengucapkan salam.
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan tujuan dari terapi
bermain
4. Kontrak waktu dengan anak dan
orang tua
2. 25 menit Pelaksanaan :
1. Mengatur posisi anak Leader dan Fasilitator
2. Membagikan kertas Fasilitator
3. Mengajak dan memotivasi
klien (anak) untuk membuat
pop up card dari kertas yang
tersedia
4. Memulai melipat kertas
didampingi oleh fasilitator.
5. Memberi semangat pada Leader
anak selama proses melipat
kertas
6. Memotivasi anak untuk Fasilitator
dapat memilih warna kertas
yang disukainya

3. 10 menit Evaluasi :
1. Menanyakan kepada anak
tentang pemilihan bentuk
sesuai pola dan warna kertas
yang telah dilakukan
2. Menanyakan tentang
perasaan anak setelah diberi
terapi bermain melipat
kertas origami pop up card
4. 5 menit Terminasi :
1. Menutup acara permainan Leader
dengan memberikan reward
kepada seluruh peserta
2. Salam penutup

8. Peserta
Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah pasien di Ruang perawatan Herbra
yang memenuhi kriteria :
- Usia pra sekolah (yang berusia 4-6 tahun) sebanyak 6-8 orang.
- Tidak mempunyai keterbatasan fisik
- Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
- Pasien kooperatif

9. Sarana dan Media


a. Sarana:
1. Ruang bermain di ruang Herbra RSU Dr.Soetomo
2. Meja
3. tikar
b. Media:
1. Kertas origami berbeda warna
2. Gunting
3. Selotip

10. Pengorganisasian
Jumlah leader 1 orang, fasilitator 2 orang dan 1 orang observer dengan susunan
sebagai berikut:
Pembimbing Klinik : Sri Yuniarti, SST
Pembimbing Pendidikan : Kristiawati, S. Kep., M Kep., Sp.An
Leader : Frida Indriani, S.Kep
Fasilitator : Christina A, S. Kep, S.Kep
Hadiyati Ruslinda, S.Kep
Observer : Firdy Afry Liesyanto

Pembagian tugas sebagai berikut:


a. Leader, tugasnya:
1. Membuka acara permainan
2. Mengatur jalannya permainan mulai dari pembukaan sampai selesai.
3. Mengarahkan permainan.
4. Memandu proses permainan.
5. dan mengarahkan proses bermain
b. Fasilitator, tugasnya:
1. Membimbing anak bermain.
2. Memberi motivasi dan semangat kepada anak dalam menyusun kertas
3. Memperhatikan respon anak saat bermain.
4. Mengajak anak untuk bersosialisasi dengan perawat dan keluarganya.
c. Observer, tugasnya:
1. Mengawasi jalannya permainan.
2. Mencatat proses kegiatan dari awal hingga akhir permainan.
3. Mencatat situasi penghambat dan pendukung proses bermain.
4. Menyusun laporan dan menilai hasil permainan

 SETTING

Keterangan:
= Anak/ orang tua
= Leader
= Observer
= fasilitator

= meja

12. Evaluasi
a) Evaluasi Struktur
 Sarana disiapkan pagi hari sebelum acara dimulai
 Media dipersiapkan 1 hari sebelum pelaksanaan kegiatan
 Struktur peran telah ditentukan 1 hari sebelum pelaksanaan
 Kontrak dengan keluarga pasien/anak yang akan diberi terapi bermain
dilakukan 1 hari sebelum dan pagi hari sebelum kegiatan
dilaksanakan.
b) Evaluasi Proses
 Leader memandu terapi bermain dari awal hingga akhir kegiatan
 Respon anak baik selama proses bermain berlangsung
 Anak tampak aktif selama proses bermain berlangsung
 Anak mau dan dapat menyusun kertas dengan baik didampingi oleh
fasilitator
 Keluarga ikut membantu anak selama pelaksanaan proses bermain
 Kegiatan berjalan dengan lancar dan tujuan mahasiwa tercapai dengan
baik
 Masing-masing mahasiswa bekerja sesuai dengan tugasnya masing-
masing
c) Evaluasi Hasil
 Kegiatan bermain dimulai tepat pada waktu yang telah ditentukan
 Anak dapat melakukan pemilihan warna sesuai dengan yang
disukainya
 Anak mengikuti proses bermain dari awal hingga akhir
 Pasien / anak ikut berpartisipasi aktif dalam terapi bermain dan dapat
menyelesaikan proses melipat kertas hingga selesai
MATERI KONSEP BERMAIN

2.1 Pengertian Bermain


Bermain adalah kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan
tanpa mempertimbangkan hasil akhir, bermain dilakukan secara sukarela dan tidak
ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban (Hurlock, 1991).

2.2 Pengertian Pop Up Card


Pop Up Card adalah suatu seni membuat gambar muncul keluar dari kartu 3
dimensi. Dari lembaran-lembaran Pop Up dapat dibuat buku sehingga tidak
membosankan dan memudahkan untuk belajar.

2.3 Fungsi Bermain


Menurut Wong (1996), fungsi bermain bagi anak meliputi :
1. Perkembangan sensori motorik
Bermain penting untuk mengembangkan otot dan energi. Komponen yang
paling untuk semua umur terutama bayi. Anak mengekslorasi alam sekitarnya :
a. Bayi melalui stimulasi taktil ( sentuhan ), audio, visual.
b. Toddler dan prasekolah ; gerakan tubuh dan eksplorasi lingkungan
c. Sekolah dan remaja : Memodifikasi gerakan tubuh lebih terkoordinasi dan
rumit. Contoh berlari dan bersepeda.
2. Perkembangan Intelektual/ Kognitif
Anak belajar berhubungan dengan lingkungannya, belajar mengenal
objek dan bagaimana menggunakannya. Anak belajar berpikir abstrak dapat
meningkatkan kemampuan bahasa, dapat mengatasi masalah dan menolong anak
membandingkan antara fantasi dan realita.
3. Sosialisasi
Dengan bermain akan mengembangkan dan memperluas sosialisasi anak
sehingga anak cepat mengatasi persoalan yang akan timbul dalam hubungan
sosial. Dengan sosialisasi akan berkembang nilai-nilai normal dan etik. Anak
belajar yang benar dan salah serta bertanggung jawab atas kehendaknya.
a. Bayi : perhatian dan rasa senangnya akan kehadiran orang lain dimana
kontak sosial pertama anak adalah figur ibu.
b. Sampai usia 1 tahun : bayi memeriksa bayi lain, memeriksa objek di
lingkungan.
c. Usia 2–3 tahun : permainan pura-pura dengan ibu dan anak, dokter
dan pasien, penjual dan pembeli. Kemudian meluas teman sementara dan
teman permainannya.
d. Usia prasekolah : sadar akan keberadaan teman sebaya,
mengidentifikasi ciri yang ada pada setiap bermainnya.
e. Usia sekolah : teman 1 atau 2 orang yang disukai, belajar memberi
dan menerima, belajar peran benar atau salah, nilai moral dan etik, mulai
memahami tanggung jawab dari tindakannya.
4. Kreativitas
Melalui bermain anak menjadi kreatif, anak mencoba ide-ide baru dalam
bermain. Kalau anak merasa puas dari kreativitas baru, maka anak akan mencoba
pada situasi yang lain.
5. Nilai terapeutik
Untuk melepaskan stress dan ketegangan.
6. Kesadaran diri
Anak akan sadar akan kemampuan dan kelemahannya serta tingkah
lakunya.
7. Nilai Moral
Belajar salah/benar dari kultur, rumah, sekolah dan interaksi. Contoh bila
ingin diterima sebagai anggota kelompok, anak harus mematuhi kode perilaku
yang diterima secara kultur, adil, jujur, kendali diri dan mempertimbangkan
kepentingan orang lain.

2.4 Tujuan Bermain


Melalui fungsi yang terurai diatas, pada prinsipnya bermain mempunyai tujuan
sebagai berikut :
1. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal pada saat
sakit anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Walaupun demikian, selama anak dirawat di rumah sakit, kegiatan stimulasi
pertumbuhan dan perkembangan masih harus tetap dilanjutkan untuk menjaga
kesinambungannya.
2. Mengekspresikan perasaan, keinginan, dan fantasi serta ide-idenya.
3. Mengembangkan kreativitas dan kemampuannya memecahkan masalah.
4. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan dirawat
dirumah sakit.

2.5 Ciri Bermain


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Smith et al; Garvev; Rubin, Fein dan
Vandenberg (Johnson et al, 1999) diungkapkan adanya beberapa ciri bermain yaitu :
1. Dilakukan berdasarkan motivasi intrinsik, maksud muncul atas keinginan
pribadi serta untuk kepentingan sendiri.
2. Perasaan dari orang yang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh
emosi-emosi yang positif.
3. Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktivitas ke
aktivitas lain.
4. Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhir.
5. Bebas memilih, dan ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi
konsep bermain pada anak-anak kecil.

2.6 Klasifikasi Bermain


1. Menurut isi permainan
1) Social Affektif Play, permainan yang membuat anak belajar
berhubungan dengan orang lain. Contoh : orang tua berbicara, memeluk,
bersenandung, anak memberi respon dengan tersenyum, mendengkur,
tertawa, beraktivitas, dll.
2) Sense Pleasure Play (bermain untuk bersenang-senang), contoh :
Obyek, cahaya, bau, rasa, benda alam dan gerakan tubuh.
3) Skill Play, bermain yang sifatnya membina keterampilan Misalnya
berulangkali melakukan dan melatih kemampuan yang baru didapat,
Contoh naik sepeda.
4) Dramatik Role Play/bermain Dramatik/ Simbolik, dimulai pada akhir
masa bayi 11-13 bulan. Contoh : berpura-pura melakukan kegiatan
keluarga seperti makan, minum dan tidur. Usia Toddler kegiatan berupa
hal-hal yang lebih dikenalnya. Usia Prasekolah kegiatan sehari-hari tetapi
lebih rumit.
5) Permainan game, contoh Puzzle, komputer games dan video.
2. Menurut Karakteristik Sosial
1) Onlooker Play/mengamati, anak melihat apa yang dilakukan anak lain
tetapi tidak ada usaha untuk ikut bermain. Contoh : menonton televisi
2) Solitary/mandiri, anak bermain sendiri. Menyukai kehadiran orang
lain tapi tidak ada usaha untuk mendekat atau berbicara. Hanya terpusat
pada aktivitas/ permainanya sendiri.
3) ParalelPlay, bermain sendiri di tengah anak lain, tidak ada asosiasi
kelompok. Ciri bermain anak Toddler.
4) Asosiasi Play, bermain dan beraktifitas serupa bersama, tetapi tidak
ada pembagian kerja, pemimpin/ tujuan bersama, Anak interaksi dengan
saling meminjam alat permainan. Ciri Anak Prasekolah
5) Cooperatif Play, bermain dalam kelompok, ada perasaan
kebersamaan/ sebaliknya, terbentuk hubungan pemimpin dan pengikut.
Ada tujuan yang ditetapkan dan ingin dicapai.
3. Menurut Usia Anak Pra Sekolah
Anak usia sekolah (4 tahun - 6 tahun)
- Usia 4 Tahun
Motorik Kasar : Berjalan berjinjit, melompat dengan satu kaki, menangkap
bola dan melemparkannya dari atas kepala

Motorik Halus : Sudah bisa menggunakan gunting dengan lancar, sudah bisa
menggambar kotak, menggambar garis vertical maupun horizontal, belajar
membuka dan memasang kancing baju.

- Usia 5 tahun
Motorik Kasar : Berjalan mundur sambil berjinjit, sudah dapat menangkap
dan melempar bola dengan baik, sudah dapat melompat dengan kaki secara
bergantian.

Motorik Halus : Menulis dengan angka – angka, menulis dengan huruf,


menulis dengan kata – kata, belajar menulis nama, belajar mengikat tali
sepatu.

Sosial Emosional : Bermain sendiri mulai berkurang, sering berkumpul


dengan teman sebaya, interaksi sosial selama bermain meningkat, sudah siap
untuk menggunakan alat – alat bermain.

Pertumbumbuhan Fisik :Berat badan meningkat 2,5 kg/ tahun, tinggi badan
meningkat 6,75 – 7,5 cm/ tahun.

Perkembangan Psikososial Anak

Teori mengenai perkembangan psikososial dikemukakan oleh Erick


Ericson (1963). Tahapan perkembangan pada anak prasekolah menurut
Erikson adalah :

Inisiatif versus rasa bersalah (Umur 3-6 tahun)

Tahap ini anak mulai belajar untuk mengendalikan diri dan


memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak, anak sudah
mulai diikutsertakan sebagai individu atau membantu orang tua dan
lingkungan. Suatu contoh; anak ikut serta merapikan tempat tidur, bagi anak
wanita bisa membantu ibu di dapur. Dalam hal ini anak sudah mulai
memperluas lingkup pergaulannya. Ia menjadi aktif di luar rumah,
kemampuan berbahasa semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya
dan saudara cenderung untuk selalu menang sendiri.

Disini peran seorang ayah sudah mulai berjalan, harus ada hubungan
yang harmonis antara ayah, ibu dan anak yang tujuan akhirnya adalah untuk
memantapkan identitas diri anak. Orang tua dapat melatih diri anak untuk
mengintegrasikan peran – peran sosial dan tanggung jawab sosial. Pada tahap
ini pula kadang – kadang anak tidak dapat mencapai tujuan atau kegiatan
yang lebih disebabkan karena keterbatasan kemampuannya. Akan tetapi jika
ada tuntutan lingkungan, semisal dari orang tua sendiri ataupun orang lain
yang terlalu tinggi, maka akan dapat mengakibatkan anak merasa
aktivitasnya/ imajinasinya buruk dan tahap berikutnya anak akan merasa
kecewa dan bersalah.

Tahap psikoseksual menurut Sigmund Freud

Fase Phalic ( umur 3-6 tahun)

Fase ini anak akan senang memegang genetalia, kecendrungan


anak akan dekat dengan orang tua yang berlawanan jenis kelamin. Misalnya
nak laki – laki lebih dekat dengan ibunya, sedangkan anak perempuan akan
lebih dekat dengan ayahnya. Selai itu juga anak mempunyai rasa persaingan
yang ketat dengan orang tua yang sesama jenis kelamin. Misalnya anak laki –
laki merasa tersaingi oleh ayahnya untuk memperebutkan kasih sayang dari
ibunya. Demikian pula dengan anak perempuan, dia akan merasa tersaingi
oleh ibunya untuk mendapatkan kasih sayang dari ayahnya, sehingga jangan
heran jika anak perempuan sering bergelanyut di pangkuan ayahnya daripada
digendong ibunya. Sifat egosentris yang tinggi pada anak dan interaksi sosial
sudah mulai tumbuh
2.7 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Bermain
1. Tahap perkembangan anak
Aktivitas bermain yang tepat dilakukan anak, yaitu sesuai dengan tahapan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Tentunya permainan anak usia bayi
tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah.
Demikian juga sebaliknya karena pada dasarnya permainan adalah alat
stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak. Dengan demikian, orang tua
dan perawat harus mengetahui dan memberikan jenis permainan yang tepat
untuk setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan anak.
2. Status kesehatan anak
Untuk melakukan aktivitas bermain diperlukan energi, walaupun demikian,
bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan
bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang
dewasa. Yang penting pada saat kondisi anak sedang menurun atau anak
terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan perawat harus jeli
memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip
bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit.
3. Jenis Kelamin
Dalam melaksanakan aktivitas bermain tidak membedakan jenis kelamin
laki-laki atau perempuan. Semua alat permainan dapat digunakan oleh anak
laki-laki atau perempuan untuk mengembangkan daya pikir, imajinasi,
kreativitas dan kemampuan sosial anak. Akan tetapi, ada pendapat lain yang
meyakini bahwa permainan adalah salah satu alat untuk membantu anak
mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan
tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki-laki. Hal ini di
latarbelakangi oleh alasan adanya tuntutan perilaku yang berbeda antara laki-
laki dan perempuan dan hal ini dipelajari melalui media permainan.
4. Lingkungan yang mendukung
Terselenggaranya aktivitas bermain yang baik untuk perkembangan anak
salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya dan lingkungan fisik
rumah. Fasilitas bermain tidak selalu harus yang dibeli di toko atau mainan
jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan
kreativitas anak, bahkan sering kali mainan tradisional yang dibuat sendiri
dari/atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak akan lebih
merangsang anak untuk kreatif, keyakinan keluarga tentang moral dan
budaya juga mempengaruhi bagaimana anak di didik melalui permainan.
Sementara lingkungan fisik sekitar lebih banyak mempengaruhi ruang gerak
anak untuk melakukan aktivitas fisik dan motorik. Lingkungan rumah yang
cukup luas untuk bermain memungkinkan anak mempunyai cukup ruang
gerak untuk bermain, berjalan, mondar-mandir, berlari, melompat dan
bermain dengan teman sekelompoknya.
5. Alat dan jenis permainan yang cocok atau sesuai bagi anak
Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak.
Pilih yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang anak. Label yang tertera
pada mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah
mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Alat permainan tidak selalu harus
yang dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat
menstimulus imajinasi dan kreativitas anak, bahkan seringkali mainan
tradisional yang dibuat sendiri dari atau berasal dari benda-benda di sekitar
kehidupan anak, akan lebih merangsang anak untuk kreatif. Alat permainan
yang harus didorong, ditarik, dan dimanipulasi, akan manegajarkan anak
untuk dapat mengembangkan kemampuan koordinasi alat gerak. Permainan
membantu anak untuk meningkatkan kemampuan dalam mengenal norma
dan aturan serta interaksi sosial dengan orang lain.

2.8 Karakteristik Bermain Sesuai Tahap Perkembangan Anak


1) Tradisi
a. Setiap generasi meniru permainan generasi sebelumnya
b. Bentuk permainan yang memuaskan akan dilanjutkan
c. Tergantung dari perubahan musim
2) Bermain mengikuti pola perkembangan yang dapat diramalkan. Usia
bertambah, penggunaan material lebih bermakna, misalnya balok.
3) Waktu dan usia
a. Ragam kegiatan bermain berkurang dengan tambahnya usia
b. Waktu berkurang sesuai usia
c. Aktifitas fisik berkurang
d. Waktu untuk aktifitas spesifik meningkat
e. Perhatian menyempit tetapi lebih lama
f. Jumlah dan usia teman ( lebih sedikit dan spesifik )

2.9 Prinsip Permainan pada Anak di Rumah Sakit


1. Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang
dijalankan pada anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih
permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak
bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruangan
rawat.
2. Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana
3. Permainan harus mempertimbangkan keamanan anak
4. Permainan harus melibatkan kelompok umur yang sama
5. Melibatkan orang tua

2.10 Keuntungan Bermain Pada Anak Di Rumah Sakit


1. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
2. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk mandiri.
Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada
anak.
3. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa senang
pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan
pikiran cemas, takut, sedih tegang dan nyeri.
4. Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk
mempunyai tingkah laku yang positif
DAFTAR PUSTAKA

Hurlock.1991. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta : Erlangga


Berhman et al. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol 3, Editor bahasa Indonesia:
A. Samik Wahab-Ed.15- Jakarta : EGC
Ngastiyah, 2005, Perawatan Anak Sakit, Ed.2, Jakarta:EGC
Soetjiningsih, 1995, Tumbuh Kembang Anak, Jakarta : EGC
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta :
EGC
LEMBAR PENILAIAN

Nama Anak Menilai Kemampuan Kognitif Menilai Kemampuan Kemampuan sosial, afektif dan bahasa Nilai Total
Motorik Halus
Mendengarkan Memahami Ketepatan Kemampuan Kerapian Kemampuan Sikap ketika Kemampuan
peraturan untuk memilih menyusun menyusun berinteraksi berinteraksi menceritakan
permainan menjalankan warna kertas sesuai kertas dengan bentuk kertas
melipat kertas permainan kertas bentuk teman yang dibuat
pop up card melipat
kertas pop
up card
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Keterangan :
Penilaian dilakukan dengan memberikan nilai maksimal 3 dan minimal 1
3 = sangat baik
2 = cukup baik
1 = kurang baik
LEMBAR OBSERVASI
TERAPI BERMAIN MELIPAT KERTAS
KERJASAMA MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN
TIM TERAPI BERMAIN RUANG HERBRA RSUD DR.SOETOMO
SURABAYA 10 FEBRUARI 2012

Tema : Melipat Kertas


Hari/Tanggal : Jumat, 10 Februari 2012
Waktu : 09.00 – 09.45 WIB
Tempat : Ruang Herbra RSUD Dr. Soetomo

No Evaluasi Struktur Keterangan Evaluasi Proses Keterangan Evaluasi Hasil Keterangan


1 Anak hadir di ruangan Anak antusias dalam Anak terlihat senang
6-8 orang ( √ ) kegiatan menyusun dan gembira
pop up card
2 Pelaksanaan terapi 1. Leader : Anak mengikuti terapi Kecemasan anak
bermain dilakukan di 2. Fasilitator : bermain dari awal berkurang
Ruang Bona 1 sampai akhir
3. Observer :

3 Pengorganisasian Pengorganisasian Tidak terdapat anak Bentuk yang dibuat


penyelenggaraan penyelenggaraan terapi yang rewel atau malas sesuai pola atau rapi
terapi dilakukan 1 hari dilakukan 1 hari untuk dan menyusun
sebelumnya sebelumnya, yaitu pada hari pop up card
kamis, 9 Februari 2012
pukul 11.00 WIB
4 Anak mampu
menyebutkan benda
apa yang dibuatnya
( √ )

Anda mungkin juga menyukai