Disusun oleh :
Denin Fersita 180070300011029
Muhammad Cholid Al Fahrozi 180070300011044
A. Latar Belakang
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana
atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah. Saat anak dirawat di rumah sakit
maka anak berpisah dari ingkungan yang dirasaknnya aman, penuh kasih sayang, dan
menyenangkan, yaitu lingkungan rumah, permainan dan teman sepermainannya. (Supartini,
2009).
Berdasarkan pengamatan kami di rumah sakit Lavalette Malang ruang Topaz 1,
didapatkan jumlah anak usia pra sekolah (3-6 tahun) sebanyak 8 orang anak. Anak-anak
pada usia tersebut telah memiliki pola pikir yang lebih berkembang dibanding usia
sebelumnya. Anak usia sekolah dapat memainkan permainan dengan berkelompok atau
bekerja sama.
Pada saat dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang
sangat tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan
tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi
beberapa stressor yang ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan
permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan
melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya
(distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya melakukan permainan
Tujuan bermain di rumah sakit pada prinsipnya adalah agar dapat melanjutkan fase
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal, mengembangkan kreatifitas anak, dan
dapat beradaptasi lebih efektif terhadap stress. Bermain sangat penting bagi mental,
emosional, dan kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan
bermain tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2009).
Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, merupakan aspek terpenting
dalam kehidupan anak serta merupakan cara yang efektif untuk menurunkan stres,
kesejahtraan mental dan emosional pada anak. Baik anak dalam kondisi sehat, maupun
sakit sekalipun, harus diberikan kegiatan bermain yang sesuai dengan tahap usia dan
perkembangan anak. Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain
ini tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Bermain dilakukan
dengan menggunakan objek yang dapat melatih kemampuan keterampilan anak yang
diharapkan mampu untuk berkreatif dan terampil dalam sebagai hal. Oleh karena itu,
kelompok kami akan melakukan terapi bermain pada anak usia sekolah dengan
menggunakan metode pemainan ular tangga yang bermuatan dengan penyakit ginjal
dengan tujuan untuk meningkatkan perkembangan kognitif, motorik halus, motorik kasar,
dan sosialnya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan terapi bermain diharapkan dapat meningkatkan perkembangan
anak dan mengurangi stress hospitalisasi yang terjadi pada anak.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti program bermain, dapat mengetahui:
a. Perkembangan aspek motorik pada anak
b. Perkembangan aspek kognitif pada anak
c. Perkembangan aspek afektif pada anak
d. Perkembangan aspek sosial pada anak
C. Waktu Pelaksanaan
Kegiatan terapi bermain ini akan dilaksanakan pada:
Hari/Tanggal : Jum’at, 15 Maret 2019
Waktu : 10.00 – 10.30 WIB (30 menit)
D. Sasaran
Sasaran terapi bermain ini adalah remaja yang dirawat di Ruang Topaz 1 & 2 Rumah
Sakit Lavalette Malang, dengan kriteria :
1. Anak usia 3-6 tahun
2. Tidak dalam keadaan bedrest total
Tidak panas/bebas demam
Bersedia mengikuti permainan/terapi
3. Anak dalam kondisi stabil
E. Hambatan
Hambatan yang mungkin akan terjadi dalam pelaksanaan terapi bermain adalah
sebagai berikut:
1. Jadwal terapi bermain yang kurang sesuai (lebih lambat dari yang di jadwalkan)
2. Anak tiba-tiba tidak ingin mengikuti permainan.
F. Metode Permainan
1. Bermain (playdough) bersama
2. Membantu anak yang kesulitan selama proses bermain.
H. Setting Tempat
Permainan dilakukan di ruang bermain Topaz RS Lavalette. Peserta (anak pra sekolah)
boleh didampingi oleh orang tua mereka masing-masing dengan posisi melingkar antara
remaja-remaja dan fasilitator.
Keterangan
: Leader
: Co Leader
: Fasilitator
: Observer
: Peserta
C. Pengorganisasian Kegiatan
a. Leader:
1) Muhammad Cholid Al Fahrozi
Tugas :
a) Membuka acara, memperkenalkan nama-nama terapis
b) Menjelaskan tujuan terapi bermain
c) Menjelaskan aturan terapi permainan
b. Co leader:
1) Denin Fersita
Tugas:
a) Membantu leader dalam mengorganisir kegiatan
b) Menyampaikan jalannya kegiatan
c) Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader dan sebaliknya
c. Fasilitator:
1) Nurul Ilmi
2) Wiyati
Tugas:
a) Memfasilitasi kegiatan yang diharapkan
b) Memotivasi peserta agar mengikuti kegiatan
c) Sebagai role model selama kegiatan
d. Observer:
1) Tri Anjar Windari
Tugas:
b) Mengevaluasi jalannya kegiatan
D. Strategi Pelaksanaan
Teknis dalam permainan ini sebagai berikut:
1. Peserta dikumpulkan dalam satu ruang bermain
2. Peserta dibagi menjadi 3 kelompok
3. Masing-masing kelompok mendapat satu paket malam (playdough)
4. Masing-masing peserta mendapat 1 malam (playdough)
5. Peserta akan diberikan kesempatan untuk membuat playdough sebanyak 30 menit
6. Setelah semua peserta telah selesai membuat playdoughi atau waktu sudah habis,
hasil karya peserta dikumpulkan dan masing-masing peserta akan mendapat
reward
7. Pada akhir sesi hasil karya peserta dikembalikan kepada masing-masing peserta
dan dipersilahkan kembali ke ruangan masing-masing.
Apabila waktu terapi bermain sesuai kesepakatan telah habis, namun terapi
bermain belum selesai, maka pemimpin akan meminta persetujuan untuk
memperpanjang waktu terapi bermain kepada peserta.
Peserta dilarang keluar sebelum acara terapi bermain selesai
Apabila peserta meninggalkan kegiatan sebelum acara selesai, maka peserta
tersebut tidak diikut sertakan dalam evaluasi/penilaian akhir.
E. Evaluasi
1. Struktur
a. Menyiapkan proposal terapi bermain
b. Menyiapkan alat permainan
c. Menyiapkan tempat untuk bermain
2. Proses
a. Kegiatan dilaksanakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
b. Peserta mengikuti kegiatan hingga selesai.
c. Suasana kegiatan kondusif
3. Hasil
a. Anak dapat mengembangkan hubungan sosial dan belajar dari hubungan
tersebut.
b. Anak dapat melatih kreativitas secara berkelompok atau individual
c. Anak merasa terlepas dari ketegangan dan stres selama hospitalisasi,
anak dapat mengalihkan rasa sakitnya pada permainannya (distraksi dan
relaksasi).
d. Anak dapat berinteraksi dengan peserta lain dan perawat.
Lampiran
KONSEP TEORI
A. Pengertian Bermain
Bermain merupakan aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikkan
keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, serta
mempersiapkan diri berperan dan berperilaku dewasa (Hidayat, 2010).
Terapi bermain adalah bagian perawatan pada anak yang merupakan salah satu
intervensi yang efektif bagi anak untuk menurunkan atau mencegah kecemasan sebelum
dan sesudah tindakan operatif . Dengan demikian dapat dipahami bahwa didalam
perawatan pasien anak, terapi bermain merupakan suatu kegiatan didalam melakukan
asuhan keperawatan yang sangat penting untuk mengurangi efek hospitalisasi bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak selanjutnya (Nursalam, 2005).
B. Fungsi Bermain
Menurut Wong (2009) fungsi bermain adalah sebagai berikut:
1. Perkembangan sensorik-motorik
a. Memperbaiki keterampilan motorik kasar dan halus serta koordinasi
b. Meningkatkan perkembangan semua indera
c. Mendorong eksplorasi gerakan menjadi aktivitas yang lebih rumit dan
terkoordinasi seperti berlomba, melakukan permainan, naik sepeda, dan roller
skating.
d. Memberikan pelampiasan kelebihan energi
2. Perkembangan kognitif
a. Memberikan sumber-sumber yang beraneka ragam untuk pembelajaran
b. Eksplorasi dan manipulasi bentuk, ukuran, tekstur, warna dan fungsi obyek
c. Pengalaman dengan angka, kata dan mengembangkan tentang konsep yang
abstrak, serta hubungan spesial seperti naik, turun, atas dan bawah. Puzzle
dan permainan membantu mengembangkan kemampuan menyelesaikan
masalah
d. Memberi kesempatan untuk melatih pengalaman masa lalu dalam upaya
mengasimilasinya ke dalam persepsi hubungan baru
e. Kesempatan untuk mempraktikkan dan memperluas keterampilan bahasa
f. Membantu anak memahami dunia dimana mereka hidup dan membedakan
adanya fantasi dan realita
3. Perkembangan sosialisasi dan moral
a. Mengerjakan peran orang dewasa
b. Memberikan kesempatan untuk menguji hubungan
c. Mengembangkan keterampilan social
d. Mendorong interaksi dan perkembangan sikap yang positif terhadap orang lain
e. Menguatkan pola perilaku yang telah disetujui dan standart moral
4. Kreatifitas
a. Memberikan saluran ekspresif untuk ide dan minat yang kreatif
b. Memungkinkan fantasi dan imajinasi
c. Meningkatkan perkembangan bakat dan minat khusus
5. Kesadaran diri
a. Memudahkan perkembangan identitas diri
b. Mendorong pengaturan perilaku sendiri
c. Memungkinkan pengujian pada kemampuan sendiri
d. Memberikan perbandingan antara kemampuan sendiri dan kemampuan orang
lain
e. Memungkinkan kesempatan untuk belajar bagaimana perilaku sendiri dapat
mempengaruhi orang lain
6. Nilai terapeutik
a. Memberikan pelepasan stres dan ketegangan
b. Memungkinkan ekspresi emosi dan pelepasan impuls yang tidak dapat diterima
dalam bentuk yang secara sosial dapat diterima
c. Mendorong percobaan dan pengujian situasi yang menakutkan dengan cara
yang aman
d. Memudahkan komunikasi verbal tidak langsung dan nonverbal tentang
kebutuhan, rasa takut, dan keinginan
e. Bermain sebagai terapi
E. Bermain Playdough
Haryani (2014) menyatakan Permainan playdough adalah salah satu aktifitas yang
bermanfaat untuk perkembangan otak anak. Dengan bermain playdough, anak tak hanya
memperoleh kesenangan, tapi juga bermanfaat untuk meningkatkan perkembangan otak
nya. Dengan playdough, anak-anak bisa membuat bentuk apa pun dengan cetakan atau
dengan kraetivitasnya masing-masing.
1. Menurut Immanuella F. Rachmani, dkk. manfaat bermain dengan media playdough
yakni: Berkreasi dengan playdough dapat mencerdaskan anak, selain mengasah
imajinasi, keterampilan motorik halus, berfikirr logis dan sitematis, juga dapat
merangsang indera perabanya
2. Kelenturan dan kelembutan bahan playdough melatih anak mengatur kekuatan otot jari.
3. Anak belajar memperlakukan media ini yaitu hanya perlu menekan lembut dan hati-hati.
Salah satu contoh cara bermain dengan media Playdough untuk meningkatkan
kemampuan mengenal bilangan adalah sebagai berikut:
1. Pilihlah sebuah tema yang akan dimainkan.
2. Buatlah rencana/sekenario.
3. Sediakan media, alat yang diperlukan.
4. Guru memberikan instruksi pada anak untuk membuat angka 0-9.
5. Guru memberikan kebebasan kepada anak untuk membuat bentuk lain
6. Guru memberikan kesempatan pada anak untuk mengurutkan angka yang dibuat.
7. Guru memberikan kesempatan kepada anak menghitung bentuk benda yang dibuat.
8. Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk mengelompokan benda, dan
mencocokan bilangan pada papan bilangan.
Anik Pamilu (2007) menyatakan dengan menggunakan permainan sejenis tanah liat,
anak dapat membuat berbagai macam bentuk yang disukai anak. Anak dapat
membentuknya menjadi ikan, mobil-mobilan, rumah, pesawat, geometri. Dengan membuat
aneka bentuk yang mereka sukai, anak tidak hanya dapat mengekspresikan perasaannya
saja, namun juga membebaskan dirinya dari berbagai tekanan yang mengganggunya serta
dapat mengekspresikan apa yang telah dipahami. Sehingga menurut penulis bahwa anak-
anak dapat diajak menghitung bentuk yang telah dibuat dan dapat mengelompokannya .
Menstimulasi kognisi anak dengan media playdough bisa dilakukan dengan berbagai
cara, salah satunya dengan mengklasifikasikan bentuk, warna dan ukuran yang benda-
benda yang dibuat dengan media playdough. Bunda juga bisa mengenalkan angka,
mengajari berhitung, bahkan mengajari anak menakar, mengelompokan. Playdough juga
dapat di buat sendiri agar lebih aman untuk anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
Cahyaningsih, Dwi 2011, Pertumbuhan Perkembangan Anak dan Remaja, Trans Info Media,
Jakarta
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan keperawatan bayi dan anak (untuk perawat dan bidan) Edisi
1.
Jakarta: Salemba Medika