Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN

MYASTENIA GRAVIS

OLEH :
RAY FARERIUS, S. KEP
113063J119038

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN
BANJARMASIN
2019
MIASTENIA GRAVIS
KONSEP TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI OTAK


1. Anatomi otak

Sumber : http://www.aktivasiotak.com/images/anatomi_otak.jpg

Otak merupakan suatu alat yang sangat penting karena merupakan


pusat komputer dan semua alat tubuh, bagian dari syaraf sentral yang terletak
didalam rongga tengkorak yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat.

Berat jaringan otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat orang


dewasa. Otak menerima 20% dan seluruh curah jantung dan membutuhkan
sekitar 20% dari pemakaian O2 tubuh. Otak merupakan jaringan yang paling
banyak memakai energy dalam seluruh tubuh manusia dan membutuhkan O2
serta glukosa melalui aliran darah tetap konstan karena jaringan otak sangat
rapuh. Bila aliran darah ke otak terhenti selama 10 detik saja dapat
mengakibatkan kesadaran mungkin sudah akan hilang dan dalam beberapa
menit saja dapat menimbulkan kerusakan irreversibel yang kritis sebagai pusat

1
integritas dan koordinasi organ dan system efektor perifer tubuh dan berfungsi
sebagai penerima informasi mengeluarkan implus dan tingkah laku.

Otak terdiri dari beberapa bagian-bagian hemisfer otak. Setiap


hemisfer serebri dibagi dalam 4 lobus, yaitu: lobus frontal, pariental, temporal
dan oksipital, fungsi dari setiap lobus berbeda-beda. Lobus frontal terlihat
dalam mental, emosi, dan fungsi fisik. Bagian anterior mempunyai peran
dalam kontrol tingkah laku social, pendapat dan aktivitas intelektual yang
kompleks, bagian sentral dan posterior mengatur fungsi motorik.

Lobus parietal, menterjemahkan input sensorik sensasi yang dirasakan


pada satu sisi bagian tubuh yang lain diterjemahkna melalui lobus pariental
bagian kontra lateral. Sensasi somatic yang diterima dalah nyeri, temperature,
sentuhan dan tekanan, lobus pariental juga berperan dalam proses memory.
Lobus oksipital mengandung daerah veiseral primer dan daerah gabungan
visual. Daerah visual primer menerima informasi dan menafsirkan warna.

Lobus temporalis berfungsi dalam sensorik pendengaran, penciuman


dan rasa.

2. Fisiologi otak
a. Sirkulasi Darah Otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 %
konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya.
Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan
arteri vertebralis. Dan dalam rongga kranium,keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
(Satyanegara, 1998)

Arteri karotis interpna dan eksterna bercabang dari arteria karotis


komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis internamasuk ke
dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi

2
arteri serebri anterior dan media. Arteri serebrianterior memberi suplai
darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal
ganglia, kapsula interna, korpuskolosum dan bagian-bagian (terutama
medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik
dan korteks motorik.Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus
temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.Arteria vertebralis kiri
dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.

Arteri vertebralis memasuki tengkorak melaluiforamen magnum,


setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, arteri basilaristerus berjalan sampai setinggi
otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri
serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi
medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon.
Arteriserebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian
diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, apparatuskoklearis
dan organ –organ vestibular.

Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-


venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainaseke sinus
duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena
ekstrakranial.

Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow


(CBF) dan dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya
tergantung pada tekanan perfusi otak/cerebral perfusion pressure (CPP)
dan resistensi serebrovaskular/cerebrovascular resistance (CVR) (Trent,
2011). Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah otak adalah
50,9 cc/100 gram otak/menit. Hubungan antara ketiga variabel ini
dinyatakan dalam persamaan berikut:

3
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean
arterial blood pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan
intracranial/intracranial pressure (ICP), sedangkan komponen CVR
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh darah otak, struktur
dinding pembuluh darah, viskositas darah yang melewati pembuluh darah
otak (Guyton, 2006). Ambang batas aliran darah otak ada tiga, yaitu:

1) Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100 gram/menit.


Bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya fungsi neuronal,
tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh
2) Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100
gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas listrik
neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah berada dalam
proses disintegrasi.
3) Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak
terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF dibawah
15 cc/100 gram/menit.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain:
1) Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau ateroma
atau tersumbat oleh trombus/embolus.
2) Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat akanmenyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat, anemia
yang berat dapat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
3) Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak.

b. Autoregulasi Otak
Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan pada
tekanan perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata – rata
adalah 50 – 150 mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh darah serebral

4
akan berkontraksi akibat peningkatan tekanan darah sistemik dan dilatasi
bila terjadi penurunan.

Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap


konstan.Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60 –
200 mmHg dan tekanan diastolik 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60 mmHg
merupakan ambang iskemia, 200 mmHg merupakan batas sistolik dan 120
mmHg adalah batas atas diastolik. Respon autoregulasi juga berlangsung
melalui refleks miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan melalui peranan
dari sistem saraf otonom (Guyton, 2006).

c. Metabolisme Otak
Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan
pemasukan oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar 3,5
ml/100 gr/menit dan aliran darah otak sekitar 50 ml/100 gram/menit.
Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi
maka akan dipecah menjadi CO2 dan H2O. Secara fisiologis 90% glukosa
mengalami metabolisme oksidatif secara komplit, 10% yang diubah menjadi
asam piruvat dan asam laktat (metabolisme anaerob). Bila aliran darah otak
turun menjadi 20 – 25 ml/100gram otak/ menit maka akan terjadi
kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan otak sehingga fungsi-
fungsi neuron dapat dipertahankan (Guyton, 2006).

A. Definisi
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi
neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang
(volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan dan
umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu dipengaruhi oleh
fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2015).

5
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang mempengaruhi
transmisi impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M. Neffina 2015).
Miastenia gravis (MG) ialah penyakit kronik Miastenia gravis merupakan
bagian dari penyakit neuromuskular. Miastenia gravis dlah gangguan yang
mempengaruhi transmisi neuromuskular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah
kesadaran seseorang(volunter). Miastenia grafis merupakan kelemahan otot yang
parah dan satu-satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antar cepatnya
terjadi kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan
waktu 10-20 kali lebih lama dari normal) (price dan wilson, 2014).
Miastenia gravis berarti kelemahan otot yang parah. Miastenia gravis
merupakan satu-satunya penyakit neuromuskular yang merupakan gabungan
antara cepatnya terjadi kelemahan otot-otot voluntar dan lambatnya pemulihan
(dapat memakan waktu 10 hingga 20 kali lebih lama dari normal).
Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai
kelemahan dan kelelahan otot-otot rangka akibat defisiensi reseptor asetilkolin
pada sambungan neuromuskular. Serangan dapat terjadi pada beberapa usia, ini
terlihat paling sering pada wanita 15 sampai 35 tahun dan pada pria sampai 40
tahun. Miastenia gravis lebih banyak terdapat pada wanita daripada pria (usia 40
tahun). Kalau penderita punya thymomas, justru mayoritas pada pria dengan 50-
60 tahun.. Meskipun begitu, gangguan tersebut bisa mempengaruhi para pria atau
wanita pada usia berapapun. Jarang, terjadi selama masa kanak-kanak.
Miastenia Gravis adalah suatu penyakit autoimun dimana persambungan otot
dan saraf (neuromuscular junction) berfungsi secara tidak normal dan
menyebabkan kelemahan otot menahun.Penyakit ini lebih sering terjadi pada
wanita dan biasanya mulai timbul pada usia 20-40 tahun.
Miastenia gravis adalah salah satu penyakit gangguan autoimun yang
mengganggu sistem sambungan saraf (synaps). Pada penderita miastenia gravis,
sel antibodi tubuh atau kekebalan akan menyerang sambungan saraf yang
mengandung acetylcholine (ACh), yaitu neurotransmiter yang mengantarkan
rangsangan dari saraf satu ke saraf lainnya. Jika reseptor mengalami gangguan

6
maka akan menyebabkan defisiensi, sehingga komunikasi antara sel saraf dan
otot terganggu dan menyebabkan kelemahan otot.

B. ETIOLOGI

Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan


transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan
unsur otot akibat reaksi autoimun. Pada ujung akson motor neuron terdapat
partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika
rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh
dibebaskan yang dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi
dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka
saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation,
terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot. Kontraksi otot
mengalami kerusakan menyebabkan kelemahan otot.
Kadang kelemahan otot terjadi setelah sembuh dari suatu penyakit dan
seringkali timbul karena penuaan (sarkopenia). pada miastenia gravis, sistem
kekebalan membentuk antibodi yang menyerang reseptor yang terdapat di sisi
otot dari neuromuscular junction. Reseptor yang dirusak terutama adalah
reseptror yang menerima sinyal saraf dengan bantuan asetilkolin (bahan kimia
yang mengantarkan impuls saraf melalui junction atau disebut juga
neurotransmiter). Apa yang menjadi penyebab tubuh menyerang asetilkolinnya
sendiri, tidak diketahui.Tetapi faktor genetik pada kelainan kekebalan tampaknya
memegang peran yang penting.Antibodi ini ikut dalam sirkulasi darah dan
seorang ibu hamil yang menderita miastenia gravis bisa melalui plasenta dan
sampai ke janin yang dikandungnya. Pemindahan antibodi ini bisa menyebabkan
miastenia neonatus, dimana bayi memiliki kelemahan otot yang akan menghilang
beberapa hari sampai beberapa minggu setelah dilahirkan.
Gangguan tersebut kemungkinan dipicu oleh infeksi, operasi, atau
penggunaan obat-obatan tertentu, seperti nifedipine atau verapamil (digunakan

7
untuk mengobati tekanan darah tinggi), quinine (digunakan untuk mengobati
malaria), dan procainamide (digunakan untuk mengobati kelainan ritme jantung).
Neonatal myasthenia terjadi pada 12% bayi yang dilahirkan oleh wanita yang
mengalami myasthenia gravis. Antibodi melawan acetylcholine, yang beredar di
dalam darah, bisa lewat dari wanita hamil terus ke plasenta menuju janin. Pada
beberapa kasus, bayi men galami kelemahan otot yang hilang beberapa hari
sampai beberapa minggu setelah lahir. Sisa 88% bayi tidak terkena.
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat
disebabkan:
1. pekerjaan fisik yang berlebihan
2. emosi
3. infeksi
4. melahirkan anak
5. progresif dari penyakit
6. obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin,
neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan muscle relaxan
7. Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium

C. KLASIFIKASI
A. Klasifikasi klinis miastenia gravis dapat dibagi menjadi
a) Kelompok I: Miastenia okular
Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat
ringan, tidak ada kasus kematian
b) Kelompok IIA: Miastenia umum ringan
Awitan( onset) lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke
otot-otot rangka dan bulbar. Sistem pernapasan tidak terkena. Respon
terhadap terapi obat baik. Angka kematian rendah
c) Kelompok IIB: Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu berlanjut
semakin berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan

8
bulbar. Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata
dibandingkan dengan miastenia gravis umum ringan. Otot-otot
pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat kurang
memuaskan dan aktifitas pasien terbatas, tetapi angka kematian rendah
d) Kelompok III: Miastenia berat fulminan akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar
yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya
penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Respons
terhadap obat buruk. Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun
krisis gabungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.
e) Kelompok IV: Miastenia berat lanjut
Miastenia gravis berat lanjut timbul paling sedikit 2 tahun sesudah
awitan gejala-gejala kelompok I atau II. Miastenia gravis berkembang
secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Respons terhadap obat dan
prognosis buruk.

B. Bentuk varian miastenia gravis, antara lain:


a) Miastenia neonates
Jenis ini hanya bersifat sementara, biasanya kurang dari bulan.
Jenis ini terjadi pada bayi yang ibunya menderita miastenia gravis,
dengan kemungkinan 1:8, dan disebabkan oleh masuknya antibodi
antireseptor asetilkolin ke dalam melalui plasenta
b) Miastenia anak-anak (juvenile myastenia)
Jenis ini mempunyai karakteristik yang sama dengan miastenia gravis
pada dewasa
c) Miastenia congenital
Biasanya muncul pada saat tidak lama setelah bayi lahir. Tidak ada
kelainan imunologik dan antibodi antireseptor asetilkolin tidak
ditemukan. Jenis ini biasanya tidak progresif
d) Miastenia familial

9
Sebenarnya, jenis ini merupakan kategori diagnostik yang tidak jelas.
Biasa terjadi pada miastenia kongenital dan jarang terjadi pada
miastenia gravis dewasa
e) Sindrom miastenik (Eaton-Lambert Syndrome)
Jenis ini merupakan gangguan presinaptik yang dicirikan oleh
terganggunya pengeluaran asetilkolin dari ujung saraf. Sering kali
berkaitan dengan karsinoma bronkus (small-cell carsinoma).
Gambaran kliniknya berbeda dengan miastenia gravis. Pada umumnya
penderita mengalami kelemahan otot-otot proksimal tanpa disertai
atrofi, gejala-gejala orofaringeal dan okular tidak mencolok, dan
refleks tendo menurun atau negatif. Seringkali penderita mengeluh
mulutnya kering
f) Miastenia gravis antibodi-negatif
Kurang lebih ¼ daripada penderita miastenia gravis tidak
menunjukkan adanya antibodi. Pada umumnya keadaan demikian
terdapat pada pria dari golongan I dan IIB. Tidak adanya antibodi
menunjukkan bahwa penderita tidak akan memberi respons terhadap
pemberian prednison, obat sitostatik, plasmaferesis, atau timektomi
g) Miastenia gravis terinduksi penisilamin
D-penisilamin (D-P) digunakan untuk mengobati arthritis
rheumatoid, penyakit Wilson, dan sistinuria. Setelah penderita
menerima D-P beberapa bulan, penderita mengalami miastenia
gravis yang secara perlahan-lahan akan menghilang setelah D-P
dihentikan
h) Botulisme
Botulisme merupakan akibat dari bakteri anaerob, Clostridium
botulinum, yang menghalangi pengeluaran asetilkolin dari ujung
saraf motorik. Akibatnya adalah paralisis berat otot-otot skelet
dalam waktu yang lama. Dari 8 jenis toksin botulinum, tipe A dan B
paling sering menimbulkan kasus botulisme. Tipe E terdapat pada

10
ikan laut (see food). Intoksikasi biasanya terjadi setelah makan
makanan dalam kaleng yang tidak disterilisasi secara sempurna.
Mula-mula timbul mual dan muntah, 12-36 jam sesudah terkena
toksin. Kemudian muncul pandangan kabur, disfagia, dan disartri.
Pupil dapat dilatasi maksimal. Kelemahan terjadi pola desendens
selama 4-5 hari, kemudian mencapai tahap stabil (plateau). Paralisis
otot pernapasan dapat terjadi begitu cepat dan bersifat fatal. Pada
kasus yang berat biasanya terjadi kelemahan otot ocular dan lidah.
Sebagian besar penderita mengalami disfungsi otonom (mulut
kering, konstipasi, retensi urin).
C. Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :
a) Oeular miastenia
Terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat
ringan dan tidak ada kematian
b) Mild generalized myiasthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke
otot-otot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon
terhadap otot baik
c) Moderate generalized myasthenia
Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap
obat tidak memuaskan
d) Severe generalized myasthenia
1) Acute fulmating myasthenia
Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progesi
penyakit biasanya komlit dalam 6 bulan. Respon terhadap obat
kurangmemuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi,
insidens tinggi thymoma
2) Late severe myasthenia

11
Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari
myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase
thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek
e) Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat
disebabkan:
1) pekerjaan fisik yang berlebihan
2) emosi
3) infeksi
4) melahirkan anak
5) progresif dari penyakit
6) obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya
streptomisin, neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan
muscle relaxan
7) Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium
D. Manifestasi Klinik
Pada 90% penderita, gejala awal berupa gangguan otot-otot okular yang
menimbulkan kelopak mata turun (ptosis) dan diplopia ( penglihatan ganda )
ini karena otot mata lemah. Mula timbul dengan ptosis unilateral atau
bilateral. Setelah beberapa minggu sampai bulan, ptosis dapat dilengkapi
dengan diplopia (paralysis ocular). Kelumpuhan-kelumpuhan bulbar itu
timbul setiap hari menjelang sore atau malam. Pada pagi hari orang sakit tidak
diganggu oleh kelumpuhan apapun. Tetapi lama kelamaan kelumpuhan bulbar
dapat bangkit juga pada pagi hari sehingga boleh dikatakan sepanjang hari
orang sakit tidak terbebas dari kesulitan penglihatan. Gejala ini biasanya
intermitten, dan dapat hilang untuk beberapa minggu kemudian terjadi
kembali.
Pada pemeriksaan dapat ditemukan ptosis unilateral atau bilateral, salah
satu otot okular paretik, paresis N III interna (reaksi pupil). Diagnosis dapat
ditegakkan dengan memperhatikan otot-otot levator palpebra kelopak mata.

12
Walaupun otot levator palpebra jelas lumpuh pada miastenia gravis, namun
adakalanya masih bisa bergerak normal. Tetapi pada tahap lanjut kelumpuhan
otot okular kedua belah sisi akan melengkapi ptosis miastenia gravis. Bila
penyakit hanya terbatas pada otot-otot mata saja, maka perjalanan penyakitnya
sangat ringan dan tidak akan menyebabkan kematian
1) kesulitan berbicara (dysarthria) & kesulitan menelan (dsyphagia)
miastenia gravis menyerang otot-otot wajah, laring, dan
faring.Pada pemeriksaan dapat ditemukan paresis N VII bilateral atau
unilateral, kelemahan otot pengunyah, paresis palatum mol/arkus
faringeus/uvula/otot-otot farings dan lidah. Keadaan ini dapat
menyebabkan regurgitasi dan tersedak melalui hidung jika pasien
mencoba menelan, menimbulkan suara yang abnormal, atau suara nasal,
dan pasien tidak mampu menutup mulut yang dinamakan sebagai tanda
rahang yang menggantung
2) suara parau ( disfonia ) dan otot leher yang lemah yang selalu membuat
kepala cenderung jatuh jatuh kedepan atau ke belakang miastenia gravis
menyerang otot-otot leher sehingga kepala harus ditegakkan dengan
tangan. Kemudian otot-otot anggota gerak berikut otot-otot interkostal.
Atrofi otot ringan dapat ditemukan pada permulaan, tetapi selanjutnya
tidak lebih memburuk lagi.
3) Kelemahan diafragma dan otot-otot interkosal progressif menyebabkan
gawat napas
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk yang lemah,
dan akhirnya dapat berupa serangan dispnea dan pasien tidak mampu lagi
membersihkan lendir. gejala berat berupa melemahnya otot pernapasan
(respiratory paralysis), yang biasanya menyerang bayi yang baru lahir
4) Kelemahan menyeluruh biasanya bermula pada batang tubuh, lengan,
tungkai dalam satu tahun pertama onset
5) Otot lengan biasanya yang paling parah. Kelemahan otot cenderung
memburuk setiap harinya, terutama setelah aktivitas

13
Gejala-gejala ringan biasanya akan membaik setelah beristirahat, dengan
memberikan obat antikolinesterase. tetapi bisa muncul kembali bila otot
kembali beraktifitas Penyakit miastenia gravis ini bisa disembuhkan
tergantung kerusakan sistem saraf yang dialami.
Gejala-gejala dapat menjadi lebih atau mengalami pemburukan
(eksaserbasi) oleh sebab:
1) Perubahan keseimbangan hormonal, misalnya selama kehamilan, fluktuasi
selama siklus haid atau gangguan fungsi tiroid.
2) Adanya penyakit penyerta terutama infeksi saluran pernapasan bagian atas
dan infeksi yang disertai diare dan demam
3) Gangguan emosi, kebanyakan pasien mengalami kelemahan otot apabila
mereka berada dalam keadaan tegang
4) Alkohol, terutama bila dicampur dengan air soda yang mengandung kuinin
untuk mempermudah terjadinya kelemahan otot

E. KRISIS PADA MIAESTANIA GRAVIS


Pada miastenia gravis dikatakan berada dalam krisis jika ia tidak dapat
menelan, membersihkan sekret, atau bernapas secara adekuat tanpa bantuan
alat-alat. Ada dua jenis krisis, yaitu:

1. Krisis miastenik
Krisis miastenik yaitu keadaan dimana dibutuhkan antikolinesterase
yang lebih banyak. Keadaan ini dapat terjadi pada kasus yang tidak
memperoleh obat secara cukup dan dapat dicetuskan oleh infeksi. Tindakan
terhadap kasus demikian adalah sebagai berikut:
a) Kontrol jalan napas
b) Pemberian antikolinesterase
c) Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis
Bila pada krisis miastenik pasien tetap mendapat pernapasan buatan
(respirator), obat-obat antikolinesterase tidak diberikan terlebih dahulu,

14
karena obat-obat ini dapat memperbanyak sekresi saluran pernapasan dan
dapat mempercepat terjadinya krisis kolinergik. Setelah krisis terlampaui,
obat-obat dapat mulai diberikan secara bertahap, dan seringkali dosis dapat
diturunkan.
2. Krisis kolinergik
Krisis kolinergik yaitu keadaan yang diakibatkan kelebihan obat-obat
antikolinesterase. Hal ini mungkin disebabkan karena pasien tidak sengaja
telah minum obat berlebihan, atau mungkin juga dosis menjadi berlebihan
karena terjadi remisi spontan. Golongan ini sulit dikontrol dengan obat-
obatan dan batas terapeutik antara dosis yang terlalu sedikit dan dosis yang
berlebihan sempit sekali. Respons mereka terhadap obat-obatan seringkali
hanya parsial.
Tindakan terhadap kasus demikianadalah sebagai berikut:
a) Kontrol jalan napas
Penghentian antikolinesterase untuk sementara waktu, dan dapat diberikan
atropine 1 mg intravena dan dapat diulang bila perlu. Jika diberikan
atropine, pasien harus diawasi secara ketat, karena secret saluran napas
dapat menjadi kental sehingga sulit dihisap atau mungkin gumpalan lender
dapat menyumbat bronkus, menyebabkan atelektasis. Kemudian
antikolinesterase dapat diberikan lagi dengan dosis yang lebih rendah
b) Bila diperlukan: obat imunosupresan dan plasmaferesis.
Untuk membedakan kedua tipe krisis tersebut dapat diberikan tensilon 2-5
mg intravena. Obat ini akan memberikan perbaikan sementara pada krisis
miastenik, tetapi tidak akan memberikan perbaikan atau bahkan
memperberat gejala-gejala krisis kolinergik.

F. PATOFISIOLOGI
Dasar ketidak normalan pada mestenia grafis adalah adanya
kerusakan pada transmisi impuls saraf menuju sel-sel otak karena

15
kehilangan kemampuanatau hilangnya reseptor normal membran
postsinaps pada sambungan neuro muscular.
Otot kerangka atau otot lurik di persarafi oleh saraf besar bermielin
yang berasal dari sel kornum anterior medula spinalis dan batang otak.
Saraf-saraf ini mengirimkan aksonnya dalam bentuk saraf-saraf spinal dan
kranial menuju ke perifer. Masing-masing saraf memiliki banyak sekali
cabang dan mampu merangsan sekitar 2.000 serabut otot rangka. Gabungan
antara saraf motorik dan serabut-serabut otot yang di persarafi disebut unit
motorik. Meskipun setiap neuron motorik mempersarafi banyak serbut
otot, tetapi setiap serabut otot di persarafi oleh hanya satu neuron
motorik(price dan wilson, 2016).
Daerah khusus yang merupakan tempat pertemuan antara saraf
motorik dan serabut otot disebut sinaps neuromuskular dan hubungan
neuromuskular. Hubungan neuromuskukar merupakan suatu sinap kimia
antara saraf dan otot yang terdiri atas tiga komponen dasar, yaitu unsur
prasinaps, elemen postsinaps, dan celah sinaps yang mempunyai lebar
sekitar 200 A. Unsur prasinaps terdiri atas akson terminal dengan vesikel
sinaps yang berisi asetilkolin yang merupakan neurotransmiter.
Asetilkolin disintesis dan disimpan dalam akson terminal. Membran
plasma akson terminal diebut membran prasinaps. Unsur prosinaps terdiri
dari membran membran post sinaps ( post – functional membrane ) atu
lempeng akhir motorik serabut otot.
Membran post sinaps dibentuk oleh invaginasi selaput otot atau
sarkolema yang dinamakan alur atau palung sinaps tempat akson terminal
menonjol masuk ke dalamnya. Bagian ini mempunyai banyak lipatan
(celah-celah subneular ) yang sangat menambah luas permukaan. Membran
post sinaps memiliki reseptor reseptor asetilkolin dan sanggup
menghasilkan potensial lempeng akhir yang selanjutny dapat mencetuskan
potensial aksi otot. pada membran post sinaps juga terdapat suatu enzim
yang dapat menghancurkan asetilkolin yaitu asetilkolinerase. Celah sinaps

16
adalah ruang yang terdapat antara membran pra sinaps dan post sinaps.
Ruang tersebut terisi macam zat gelatin dan melalui gelatin ini cairan
ekstrasel dapat berdifusi.
Bila impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular maka mebran
akson terminal prasinaps mengalami depolaisasi sehingga asetilkolin akan
dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps
dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps.
Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium
maupun kalium pada membran postsinaps.
Infulks ion natrium dan pengeluaran ion kalium secara tiba-tiba
menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeg
akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi
dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan sarf, yang akan
disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian
reaksi yang melibatkan kontraksi serabut otot. Setelah transmisi melewati
hubungan neuromuskular terjadi, asetilkolin akan dihancurkan oleh enzim
asetilkolinesterase.
Pada orang normal jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih
dari cukup untuk menghasilkan potensial aksi. Pada miastenia gravis,
konduksi neuromuskular terganggu. Jumlah resiptor asekotilkolin
berkurang, mungkin akibat cidera autoimun. Antibodi terhadap protein
reseptor asetilkolin banyak ditemukan dalam serum penderita miestenia
gravis. Akibat dari kerusakan reseptor primer atau sekunder oleh suatu
agen primer yang belum di kenal merupakan faktor yang penting nilainya
dalam penentuan patogenesis yang tepat dari miastenia gravis.
Pada klien miastenia gravis, secara makroskopis otot-ototnya tampak
normal. Jika ada atrofi, maka itu disebabkan karena otot tidak di
pakai.secara mikroskopis beberapa kasus dapat ditemukan infiltrasi limfosit
dalam otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang konsisten(price dan
Wilson 1995).

17
Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan
neuromuskular, maka membran akson terminal presinaps mengalami
depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps.
Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor
asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan
perubahan permeabilitas terhadap natrium dan kalium secara tiba-tiba
menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial
lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk
potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan saraf,
yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu
serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah
transmisi melewati hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan
dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase.
Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu.
Abnormalitas dalam penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate
motorik dan bukan pada membran presinaps. Membran postsinaptiknya
rusak akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak antara
membran presinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak
asetilkolin dalam perjalanannya ke arah motor endplate dapat dipecahkan
oleh kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin yang dapat ditampung oleh
lipatan-lipatan membran postsinaps motor end plate menjadi lebih kecil.
Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat berlangsung
lama.
Kelainan kelenjar timus terjadi pada miastenia gravis. Meskipun
secara radiologis kelainan belum jelas terlihat karena terlalu kecil, tetapi
secara histologik kelenjar timus pada kebanyakan pasien menunjukkan
adanya kelainan. Wanita muda cenderung menderita hiperplasia timus,
sedangkan pria yang lebih tua dengan neoplasma timus. Elektromiografi
menunjukkan penurunan amplitudo potensial unit motorik apabila otot
dipergunakan terus-menerus.

18
G. KOMPLIKASI
1. Bisa timbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat terapi yang
tidak diawasi
2. Pneumonia
3. Bullous death

H. DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejalanya, yaitu jika seseorang
mengalami kelemahan umum, terutama jika melibatkan otot mata atau
wajah, atau kelemahan yang meningkat jika otot yang terkena digunakan
atau berkurang jika otot yang terkena diistirahatkan.
Obat yang dapat meningkatkan jumlah asetilkolin dipakai untuk
melakukan pengujian guna memperkuat diagnosis.Yang paling sering
digunakan untuk pengujian adalah edrofonium. Jika obat ini disuntikkan
intravena, maka untuk sementara waktu akan memperbaiki kekuatan otot
pada penderita miastenia gravis.Orang diminta untuk melatih otot yang
terkena sampai capai. Kemudian mereka diberikan obat. Jika secara
sementara dan cepat memperbaiki kekuatan otot, didiagnosa myasthenia
gravis adalah hal yang mungkin.
Tes diagnosa lainnya diperlukan untuk memastikan diagnosa. Mereka
adalah:
1. Electromyography
Penilaian fungsi otot dan saraf dengan cara perangsangan otot,
kemudian merekam kegiatan listrik mereka
2. tes darah untuk mendeteksi antibodi terhadap acetylcholine receptor dan
kadangkala antibodi lain hadir pada orang dengan gangguan tersebut. Tes
darah juga dilakukan untuk memeriksa gangguan lain
3. Computed tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI)
pada dada dilakukan untuk menilai kelenjar thymus dan untuk

19
memastikan apakah thymoma ada.Beberapa penderita memiliki tumor
pada kelenjar timusnya (timoma), yang mungkin merupakan penyebab
dari kelainan fungsi sistem kekebalannya. Tes diagnostik lainnya :
A. Antibodi anti-reseptor asetilkolin
Antibodi ini spesifik untuk miastenia gravis, dengan demikian
sangat berguna untuk menegakkan diagnosis. Titer antibodi ini meninggi
pada 90% penderita miastenia gravis golongan IIA dan IIB, dan 70%
penderita golongan I. Titer antibodi ini umumnya berkolerasi dengan
beratnya penyakit.
B. Antibodi anti-otot skelet (anti-striated muscle antibodi)
Antibodi ini ditemukan pada lebih dari 90% penderita dengan
timoma dan lebih kurang 30% penderita miastenia gravis. Penderita yang
dalam serumnya tidak ada antibodi ini dan juga tidak ada antibodi anti-
reseptor asetilkolin, maka kemungkinan adanya timoma adlah sangat
kecil
C. Tes tensilon (edrofonium klorida)
Tensilon adalah suatu penghambat kolinesterase. Tes ini sangat
bermanfaat apabila pemeriksaan antibodi anti-reseptor asetilkolin tidak
dapat dikerjakan, atau hasil pemeriksaannya negatif sementara secara klinis
masih tetap diduga adanya miastenia gravis. Apabila tidak ada efek
samping sesudah tes 1-2 mg intravena, maka disuntikkan lagi 5-8 mg
tensilon.
Reaksi dianggap positif apabila ada perbaikan kekuatan otot yang
jelas (misalnya dalam waktu 1 menit), menghilangnya ptosis, lengan dapat
dipertahankan dalam posisi abduksi lebih lama, dan meningkatnya
kapasitas vital. Reaksi ini tidak akan berlangsung lebih lama dari 5 menit.
Jika diperoleh hasil yang positif, maka perlu dibuat diagnosis banding
antara miastenia gravis yang sesungguhnya dengan sindrom miastenik.
Penderita sindrom miastenik mempunyai gejala-gejala yang serupa
dengan miastenia gravis, tetapi penyebabnya ada kaitannya dengan proses

20
patologis lain seperti diabetes, kelainan tiroid, dan keganasan yang telah
meluas. Usia timbulnya kedua penyakit ini merupakan faktor pembeda
yang penting. Penderita miastenia sejati biasanya muda, sedangkan
sindrom miastenik biasanya lebih tua. Gejala-gejala sindrom miastenik
biasanya akan hilang kalau patologi yang mendasari berhasil diatasi.Tes ini
dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan EMG
D. Foto dada
Foto dada dalam posisi antero-posterior dan lateral perlu dikerjakan,
untuk melihat apakah ada timoma. Bila perlu dapat dilakukan pemeriksaan
dengan sken tomografik
E. Tes Wartenberg
Bila gejala-gejala pada kelopak mata tidak jelas, dapat dicoba tes
Wartenberg. Penderita diminta menatap tanpa kedip suatu benda yang
terletak di atas bidang kedua mata beberapa lamanya. Pada miastenia
gravis kelopak mata yang terkena menunjukkan ptosis.
F. Tes prostigmin
Prostigmin 0,5-1,0 mg dicampur dengan 0,1 mg atropin sulfas
disuntikkan intramuskular atau subkutan. Tes dianggap positif apabila
gejala-gejala menghilang dan tenaga membaik.
G. Test elektro fisiologis
untuk menunjukan rangsangan saraf berulang penurunan respon.

I. PENDIDIKAN PASIEN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN


a) Instruksikan pasien dan keluarga berkaitan dengan gejala krisis miastenia
b) Ajari pasien cara-cara untuk mencegah krisis dan memburuknya gejala
 Hindari terpajan flu dan inveksi lain
 Hindari panas atau dingin yang berlebihan
 Beritahu pasien untuk menginformasikan pada dokter gigi tentang
kondisi, karena penggunaan prokain (navokaine) tidak ditoleransi
dengan baik dan dapat mencetuskan krisis

21
 Hindari kesedihan secara emosional
c) Ajari pasien dan keluarga berkaitan dengan penggunaan pengisap rumah
d) Tinjau kembali masa puncak obat dan bagaimana menjadwalkan akivitas
untuk mendapatakn hasil yang baik
e) Tekankan pentingnya priode istirahat yang terjadwal untuk menghindari
keletihan
f) Anjurkan pasien untuk memakai gelang kewaspadaan medis.
J. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat
antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
1. obat Antikolinesterase
Obat-obatan kemungkinan digunakan untuk membantu meningkatkan
kekuatan dengan cepat atau untuk menekan reaksi autoimun dan
memperlambat kemajuan gangguan tersebut.
Dapat diberikan piridostigmin bromide (mestinon) 30-120 mg per oral tiap
3 jam atau neostigmin bromida 15-45 mg per oral tiap 3 jam. Piridostigmin
biasanya bereaksi secara lambat. Terapi kombinasi tidak menunjukkan
hasil yang menyolok. Apabila diperlukan, neostigmin metilsulfat dapat
diberikan secara subkutan atau intramuskularis (15 mg per oral setara
dengan 1 mg subkutan/intramuskularis), didahului dengan pemberian
atropin 0,5-1,0 mg. Neostigmin dapat menginaktifkan atau
menghancurkan kolinesterase sehingga asetilkolin tidak segera
dihancurkan. Akibatnya aktifitas otot dapat dipulihkan mendekati normal,
sedikitnya 80-90% dari kekuatan dan daya tahan semula. Pemberian
antikolinesterase akan sangat bermanfaat pada miastenia gravis golongan
IIA dan IIB. Efek samping pemberian antikolinesterase disebabkan oleh
stimulasi parasimpatis,termasuk konstriksi pupil, kolik, diare, salivasi
berkebihan, berkeringat, lakrimasi, dan sekresi bronkial berlebihan. Efek
samping gastro intestinal (efek samping muskarinik) berupa kram atau
diare dapat diatasi dengan pemberian propantelin bromida atau atropin.

22
Penting sekali bagi pasien-pasien untuk menyadari bahwa gejala-gejala ini
merupakan tanda terlalu banyak obat yang diminum, sehingga dosis
berikutnya harus dikurangi untuk menghindari krisis kolinergik. Karena
neostigmin cenderung paling mudah menimbulkan efek muskarinik, maka
obat ini dapat diberikan lebih dulu agar pasien mengerti bagaimana
sesungguhnya efek smping tersebut.
Pyridostigmine (diminum), bisa meningkatkan kekuatan otot. Kapsul
beraksi lama tersedia untuk malam hari digunakan untuk membantu orang
yang mengalami kelemahan berat atau kesulitan menelan ketika mereka
bangun di pagi hari. Dokter harus secara bertahap menyesuaikan dosis
tersebut, yang bisa meningkat selama peristiwa kelemahan. Meskipun
begitu, dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan kelemahan yang sulit
untuk dibedakan dari penyebab gangguan tersebut. Juga, keefektifan obat-
obatan ini bisa berkurang dengan penggunaan jangka panjang. Peningkatan
kelemahan, yang kemungkinan disebabkan penurunan keefektifan obat
tersebut, harus diteliti oleh dokter dengan keahlian mengobati myasthenia
gravis.
Efek samping yang sering terjadi pada pyridostigmine termasuk kram perut
dan diare. Obat-obatan yang memperlambat kegiatan pada saluran
pencernaan, seperti atropine atau propantheline, kemungkinan diperlukan
untuk menetralkan efek ini.
2. Terapi imunosupresif
ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau
pembuangan antibody secara langsung dengan pertukaran plasma
a) Kortikostreoid
untuk menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang
menghambat ,dokter bisa juga meresepkan kortikosteroid, seperti
prednison, atau immunosuppressant, seperti cyclosporine atau
azathioprine. Obat-obatan ini diminum. Kebanyakan orang
membutuhkan untuk menggunakan kortikosteroid dengan tidak terbatas.

23
Ketika kortikosteroid mulai diminum, gejala-gejala awalnya bisa
memburuk, tetapi kemajuan terjadi dalam beberapa bulan. Dosis
tersebut kemudian dikurangi hingga dosis minimum yang masih efektif.
Kortokosteroid, ketika digunakan untuk waktu yang lama, bisa memiliki
efek samping ringan atau berat. Dengan demikian, azathioprine
kemungkinan diberikan sehingga kortikosteroid tersebut bisa dihentikan
atau dosisnya dikurangi. Dengan azathioprine, perbaikan memerlukan
waktu sekitar 18 bulan.
Di antara preparat steroid, prednisolon paling sesuai untuk
miastenia gravis, dan diberikan sekali sehari secara selang-seling
(alternate days) untuk menghindari efek samping. Dosis awalnya harus
kecil (10 mg) dan dinaikkan secara bertahap (5-10 mg/minggu) untuk
menghindari eksaserbasi sebagaimana halnya apabila obat dimulai
dengan dosis tinggi. Peningkatan dosis sampai gejala-gejala terkontrol
atau dosis mencapai 120 mg secara selang-seling. Pada kasus yang
berat, prednisolon dapat diberikan dengan dosis awal yang tinggi, setiap
hari, dengan memperhatikan efek samping yang mungkin ada. Hal ini
untuk dapat segera memperoleh perbaikan klinis. Disarankan agar diberi
tambahan preparat kalium. Apabila sudah ada perbaikan klinis maka
dosis diturunkan secara perlahan-lahan (5 mg/bulan) dengan tujuan
memperoleh dosis minimal yang efektif. Perubahan pemberian
prednisolon secara mendadak harus dihindari.
b) Azatioprin
Azatioprin merupakan suatu obat imunosupresif, juga memberikan
hasil yang baik, efek sampingnya sedikit jika dibandingkan dengan
steroid dan terutama berupa gangguan saluran cerna,peningkatan enzim
hati, dan leukopenia. Obat ini diberikan dengan dosis 2,5 mg/kg BB
selama 8 minggu pertama. Setiap minggu harus dilakukan pemeriksaan
darah lengkap dan fungsi hati. Sesudah itu pemeriksaan laboratorium

24
dikerjakan setiap bulan sekali. Pemberian prednisolon bersama-sama
dengan azatioprin sangat dianjurkan.
c) Timektomi
Jika thymoma ada, kelenjar thymus harus diangkat dengan cara
operasi untuk mencegah thymoma menyebar. Jika tidak terdapat
thymoma, manfaat mengangkat kelenjar thymus tidak pasti.
Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus dengan operasi)
menyebabkan remisi subtansial, terutama pada pasien dengan tumor
atau hiperlasia kalenjer timus.Perawatan pasca operasi dan kontrol jalan
napas harus benar-benar diperhatikan. Melemahnya penderita beberapa
hari pasca operasi dan tidak bermanfaatnya pemberian antikolinesterase
sering kali merupakan tanda adanya infeksi paru-paru. Hal ini harus
segera diatasi dengan fisioterapi dan antibiotik.

d) Plasmaferesis
pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi
sementara dalam titer antibody. Ketika obat-obatan tidak menghasilkan
keringanan atau ketika myasthenic crisis terjadi, plasmapheresis
kemungkinan digunakan. Pada plasmapheresis, zat beracun (pada kasus
ini, kelainan antibodi) disaring dari darah.
Tiap hari dilakukan penggantian plasma sebanyak 3-8 kali
dengan dosis 50 ml/kg BB. Cara ini akan memberikan perbaikan yang
jelas dalam waktu singkat. Plasmaferesis bila dikombinasikan dengan
pemberian obat imusupresan akan sangat bermanfaat bagi kasus yang
berat. Namun demikian belum ada bukti yang jelas bahwa terapi
demikian ini dapat memberi hasil yang baik sehingga penderita mampu
hidup atau tinggal di rumah. Plasmaferesis mungkin efektif padakrisi
miastenik karena kemampuannya untuk membuang antibodi pada
reseptor asetilkolin, tetapi tidak bermanfaat pada penanganan kasus
kronik

25
e) Cuci darah atau hemodialysis
Dengan menyaring antibodi dan membuatnya tidak aktif lagi
f) Immune globulin
Cairan berisi berbagai antibodi berbeda dikumpulkan dari
kelompok donor. kemungkinan diberikan dengan infus sekali sehari
untuk 5 hari. Lebih dari dua pertiga orang bertambah baik dalam 1
sampai 2 minggu, dan efeknya bisa berlangsung 1 sampai 2 bulan.

K. PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Anamnesa
Identitas klien : Meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin,
status.
Keluhan utama yang sering menyebabkan klien miastenia gravis
minta pertolongan kesehatan sesuai kondisi dari adanya penurunan
atau kelemahan otot-otot dengan manifestasi diplopia (penglihatan
ganda), ptosis ( jatuhnya kelopak mata, dapat gambar 8-4) merupakan
keluhan utama dari 90% klien miestenia gravis, disfonia (gangguan
suara), masalah menelan, dan menguyah makanan. Pada kondisi berat
keluhan utama biasanya adalah ketidak mampuan menutup rahang,
ketidakmampuan batuk efektif, dan dispenia
b. RIWAYAT PENYAKIT SAAT INI
Miastenia gravis juga menyerang otot-otot wajah, laring, dan
faring. Keadaan ini dapat menyebabkan regurgitasi melalui hidung
jika klien mencoba menelan (otot-otot palatum) menimbulkan suara
yang abnormal atau suara nasal, dan klien tidak mampu menutup
mulut yang dinamakan sebagi tanda rahang menggantung
Terserangnya otot-otot pernapasan terlihat dari adanya batuk
yang lemah dan akhirnya dapat berupa serangan dispenea dan klien
tak lagi mampu membersihkan lendir dari trakea dan cabang-

26
cabangnya. Pada kasus lanjut, gelang bahu dan panggul dapat
terserang dan terjadi kelemahan semua otot-otot rangka. Biasanya
gejala-gejala miastenia gravis dapat diredakan dengan beristirahat
dan memberikan obat antikolinesterase
c. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Kaji faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit yang
memperberat kondisi miastenia grafis seperti hipertensi dan diabetes
militus.
d. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
kaji kemungkinan dari generasi terdahulu yang mempunyai
persamaan dengan keluhan klien saat ini
e. PENGKAJIAN PSIKO SOSIO SPIRITUAL
Klien miastenia gravis sering mengalami gangguan emosi dan
kelemahan otot apabila mereka berada dalam keadan tegang. Adanya
kelemahan pada kelopak mata (ptosis), dilopia, dan kerusakan dalam
komunikasi verbal menyebabkan klien sering mengalami gangguan
citra diri.

2. PEMERIKSAAN FISIK
Seperti telah disebutkan sebelumnya, miastenia gravis diduga
merupakan gangguan autoimun yang merusak fungsi reseptor asetilkolin
dan mengurangi efisiensi hubungan neuromuskular. Keadaan ini sering
bermanifestasi sebagai penyakit yang berkembang progresif lambat.
Tetapi penyakit ini dapat tetap terlokalisasi pada sekelompok otot
tertentu saja. Karena perjalanan penyakitnya sangat berbeda pada
masing-masisng klien, maka prognosisnya sulit ditentukan
1) B1 (breathing)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau penurunan batuk
efektif, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,
Dispnea, resiko terjadi aspirasi dan gagal pernafasan akut dan

27
peningkatan frekuensi pernafasan sering didapatkan pada klien yang
disertai adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi dan stridor pada klien menandakan adanya
akumulasi sekret pada jalan napas dan penurunan kemampuan otot-otot
pernapasan
2) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan untuk
memantau perkembangan status kardiovaskuler, terutama denyut nadi
dan tekanan darah yang secara progresif akan berubah sesuai dengan
kondisi tidak membaikya status pernapasan,Hipotensi / hipertensi,
takikardi / bradikardi
3) B3(brain)
Pengkajian B3 (brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya. Kelemahan otot
ektraokular yang menyebabkan palsi ocular, jatuhnya kelopak mata atau
dislopia intermien, bicara klien mungkin disatrik
4) B4 (bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan
berkurangnya volume output urine,ini berhubungan dengan penurunan
perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. Pemeriksaan lainnya
berhubungan dengan Menurunkan fungsi kandung kemih, retensi urine,
hilangnya sensasi saat berkemih.
5) B5 (bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien miastenia gravis menurun
karena ketidakmampuan menelan maknan sekunder dari kelemahan
otot-otot menelan.pemeriksaan lainnya berhubungan dengan kelemahan
otot diafragma dan peristaltic usus turun.
6) B6 (bone)

28
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan hambatan pada
mobilitas dan mengganggu aktifitas perawatan diri. Pemeriksaan lainnya
berhubungan dengan Gangguan aktifitas/ mobilitas fisik, kelemahan otot
yang berlebihan.

Tingkat kesadaran
Biasanya pada kondisi awal kesadaran klien masih baik
Fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara dan observasi ekspresi wajah, aktifitas motorik yang
mengalami perubhan seperti adanya gangguan perilaku, alam perasaan,
dan persepsi.
Pemeriksaan syaraf cranial
1) Saraf I : Biasanya pada klien epilepsi tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan
2) Saraf II : Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering
mengeluh adanya penglihatan ganda
3) Saraf III, IV dan VI : Sering didaptkan adanya ptosis. Adanya
oftalmoglegia (dapat dilihat pada gambar 8-5), mimik dari
pseudointernuklear oftalmoglegia akibat gangguan motorik pada saraf
VI
4) Saraf V : Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot-otot wajah.
5) SarafVII : Persepsi pengecapan teganggu akibat adanya gangguan
motorik lidah/triple-furrowed lidah
6) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7) Saraf IX dan X : Ketidakmampuan dalam menelan
8) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternoklidomastoideus dan trapezius
9) Saraf XII : Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi akibat
kelemahan otot motorik pada lidah/triple-furrowed lidah

29
Sistem motorik
Karakteristik utama miastenia gravis adalah kelemahan dari sistem
motorik. Adanya kelemahan umum pada otot-otot rangka memberikan
manifestasi pada hambatan mobilitas dan intoleransi aktivitas klien.

Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau
periosteum derajat refleks pada respon normal.

Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada epilepsi biasanya didapatkan perasaan raba
normal, perasaan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di
permukaan tubuh.

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
b. Gangguan aktifitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan
kelemahan fisik umum, keletihan
Diagnosa lain yang mungkin antara lain :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
peningkatan produksi mokus dan penurunan kemampuan batuk efektif
b. Resiko tinggi aspirasi yang berhubungan dengan penurunan kontrol
tersedak dan batuk efektif
c. Gangguan pemenuhan nutrisi yang berhubungan dengan ketidakmampuan
d. Kerusakan mobilitas fisik yang berhubungan dengan kelemahan otot-otot
volunter
e. Gangguan komunikasi verbal yang berhubungan dengan disfonia,
gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular, hilangnya kontrol
tonus otot fasial atau oral

30
f. Gangguan citra diri yang berhubungan dengan adanya ptosis,
ketidakmampuan komunikasi verbal

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot
pernapasan

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam setelah diberikan intervensi pola pernafasan klien
kembali efektif
Kriteria hasil: irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam bahasa normal,
bunyi napas terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan ventilasi Untuk klien dengan penurunan kapasitas
ventilasi, perawat mengkaji frekuensi
pernafasan, kedalaman, dan bunyi
nafas,pantau hasil tes paru-paru(volume
tidal, kapasitas vital, kekuatan ispirasi),
dengan interval yang sering dalam
mendeteksi masalah paru-paru,
sebelumperubahan kadar gas darah arteri
dan sebelum tampak gejala klinik

Kaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman Dengan mengkaji kwalitas, frekuensi,


pernapasan, laporkan setiap perubahan dan kedalaman pernafasan, kita dapat
yang terjadi mengetahui sejauh mana perubahan
kondisi klien

Baringkan klien dalam posisi yang Penurunan diagfragma memperluas

31
nyaman dan dalam posisi duduk daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal

Observasi tanda-tanda vital(nadi,RR) Peningkatan RR dan takikardi


merupakan indikasi adanya penurunan
fungsi paru

Lakukan auskultasi suara napas tiap2-4 Auskultasi dapat menentukn kelainan


jam suara napaspda bagian paru-paru
Kemungkinan akibat dari berkurangnya
atau tidak berfungsinya lobus, segmen,
dan salah satu dari paru-paru
Pada daerah kolaps paru suara bernafas
tidak terdengar tetapi bila hanya
sebagian yang klolaps suara pernafasan
tidak terdengar dengan jelas
Hal tersebut dapat menentukan fungsi
paru yang baik dan tidak adanya
atelektasis paru

Bantu dan ajarkan klien untuh batukdan Menekan darah yang nyeri ketika batuk
napas dalam yang efektif dan napas dalam,. Penekanan otot –otot
serda abdomen membuat batek lebih
efekti paru

Kolaborasi untuk pemasanganreseptor Resiptor mengambil alih fungsi ventilasi yang


tergnggu akibatkelemahan dari otot-otot
pernapasan

32
Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan kelemahan
fisik umum, keletihan.

Tujuan: infeksi bronkhopulmonal dpat dikendalikan untuk menghilangkan edema


inflamsi dan memungkinkan penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan
minor yang tidak memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-paru
normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM

Intervensi Rasional

Kaji kemampuan klien dalam melakukan Menjadi data dasar dalam melakukan
aktifitas intervensi selanjutnya

Atur cara beraktifitas klien sesuai Sasaran klien adalah memperbaiki kekuatan
kemampuan dan daya tahan. Menjdi partisipan dalam
pengobatan, klien harus belajar tentang
fakta-fakta dasar mengenai agen-agen
antikolinesterase-kerja, waktu, penyesuaian
dosis, dan efek toksik. Dan yang penting
pada pengggunaan medikasi dengan tepat
waktu adalah ketegasan

Evaluasi kemampuan aktivitas motorik Menilai tingkat keberhasilan dari terapi


yang telah diberikan

33
DAFTAR PUSTAKA

Brunner/Suddarth. 2016. Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company :


Philadelphia.
Doenges, Marilyn E. 2017. Nursing Care Plans, F.A.Davis Company :Philadelphia.

Herdman, T. Heather. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-


2014. Jakarta: EGC.

Joanne, dkk. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC), Fifth Edition.


Amerika: Mosby
Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak.1998.Pedoman Diagnosis dan Terapi
Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.
Mansjoer,et al. 2015. Kapita Selekta Kedokteran volume 1 edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius.

Moorhead, dkk. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition.


Amerika: Mosby.
Muttaqin Arif.2008.Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Nanda International. 2015. Diagnosa Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017 (10th ed.) Jakarta : EGC.
Ngastiyah. 2014. Perawatan Anak Sakit.EGC : Jakarta.
Rahman M. 2015.Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium,
Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba : Jakarta.
Sacharian, Rosa M. 2015. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. EGC : Jakarta.
Sutjinigsih. 2014. Tumbuh kembang Anak.EGC : Jakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai