Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CVA

INFARK THROMBOTIK DI RUANG STROKE UNIT RSPAL dr. RAMELAN


SURABAYA

Oleh :
Ella Adha Putri
NIM. 2330033

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA TA. 2024/2025
LAPORAN PENDAHULUAN
CEREBRO VASCULAR ACCIDENT (CVA) TROMBOSIS

I. KONSEP TEORI
A. ANATOMI FISIOLOGI OTAK
1. Anatomi otak

Sumber : http://www.aktivasiotak.com/images/anatomi_otak.jpg
Otak merupakan suatu alat yang sangat penting karena merupakan
pusat komputer dan semua alat tubuh, bagian dari syaraf sentral yang
terletak didalam rongga tengkorak yang dibungkus oleh selaput otak yang
kuat.
Berat jaringan otak manusia kira-kira merupakan 2% dari berat
orang dewasa. Otak menerima 20% dan seluruh curah jantung dan
membutuhkan sekitar 20% dari pemakaian O2 tubuh. Otak merupakan
jaringan yang paling banyak memakai energy dalam seluruh tubuh
manusia dan membutuhkan O2 serta glukosa melalui aliran darah tetap
konstan karena jaringan otak sangat rapuh. Bila aliran darah ke otak
terhenti selama 10 detik saja dapat mengakibatkan kesadaran mungkin
sudah akan hilang dan dalam beberapa menit saja dapat menimbulkan
kerusakan irreversibel yang kritis sebagai pusat integritas dan koordinasi

1
organ dan system efektor perifer tubuh dan berfungsi sebagai penerima
informasi mengeluarkan implus dan tingkah laku.
Otak terdiri dari beberapa bagian-bagian hemisfer otak. Setiap
hemisfer serebri dibagi dalam 4 lobus, yaitu: lobus frontal, pariental,
temporal dan oksipital, fungsi dari setiap lobus berbeda-beda. Lobus
frontal terlihat dalam mental, emosi, dan fungsi fisik. Bagian anterior
mempunyai peran dalam kontrol tingkah laku social, pendapat dan
aktivitas intelektual yang kompleks, bagian sentral dan posterior mengatur
fungsi motorik.
Lobus parietal, menterjemahkan input sensorik sensasi yang
dirasakan pada satu sisi bagian tubuh yang lain diterjemahkna melalui
lobus pariental bagian kontra lateral. Sensasi somatic yang diterima dalah
nyeri, temperature, sentuhan dan tekanan, lobus pariental juga berperan
dalam proses memory. Lobus oksipital mengandung daerah veiseral primer
dan daerah gabungan visual. Daerah visual primer menerima informasi dan
menafsirkan warna.
Lobus temporalis berfungsi dalam sensorik pendengaran,
penciuman dan rasa.
2. Fisiologi otak
a. Sirkulasi Darah Otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 %
konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya.
Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan
arteri vertebralis. Dan dalam rongga kranium,keempat arteri ini saling
berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interpna dan eksterna bercabang dari arteria
karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis
internamasuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri
serebrianterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti
nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna,

2
korpuskolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan
parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik.Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.Arteria vertebralis kiri dan kanan
berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melaluiforamen
magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri
ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaristerus berjalan
sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem
vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum,
otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteriserebri posterior dan
cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus
oksipitalis dan temporalis, apparatuskoklearis dan organ –organ
vestibular.
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui
venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di
drainaseke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan
dialirkan ke vena-vena ekstrakranial.
Jumlah aliran darah ke otak disebut sebagai cerebral blood flow
(CBF) dan dinyatakan dalam satuan cc/menit/100 gram otak. Nilainya
tergantung pada tekanan perfusi otak/cerebral perfusion pressure (CPP)
dan resistensi serebrovaskular/cerebrovascular resistance (CVR)
(Trent, 2011). Dalam keadaan normal dan sehat, rata-rata aliran darah
otak adalah 50,9 cc/100 gram otak/menit. Hubungan antara ketiga
variabel ini dinyatakan dalam persamaan berikut:
Komponen CPP ditentukan oleh tekanan darah sistemik /mean
arterial blood pressure (MABP) dikurangi dengan tekanan
intracranial/intracranial pressure (ICP), sedangkan komponen CVR
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu tonus pembuluh darah otak,
struktur dinding pembuluh darah, viskositas darah yang melewati

3
pembuluh darah otak (Guyton, 2006). Ambang batas aliran darah otak
ada tiga, yaitu:
1) Ambang fungsional : batas aliran darah otak 50-60 cc /100
gram/menit. Bila tidak terpenuhi akan menyebabkan terhentinya
fungsi neuronal, tetapi integritas sel-sel saraf masih utuh
2) Ambang aktivitas listrik otak: batas aliran darah otak sekitar 15 cc/100
gram/menit, yang bila tidak tercapai akan menyebabkan aktivitas
listrik neuronal berhenti. Ini berarti sebagian struktur intrasel telah
berada dalam proses disintegrasi.
3) Ambang kematian sel, yaitu batas aliran darah otak yang bila tidak
terpenuhi akan menyebabkan kerusakan total sel-sel otak. CBF
dibawah 15 cc/100 gram/menit.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak antara lain:
1) Keadaan pembuluh darah, dapat menyempit akibat stenosis atau
ateroma atau tersumbat oleh trombus/embolus.
2) Keadaan darah, viskositas darah yang meningkat, hematokrit yang
meningkat akanmenyebabkan aliran darah ke otak lebih lambat,
anemia yang berat dapat menyebabkan oksigenasi otak menurun.
3) Tekanan darah sistemik yang memegang peranan tekanan perfusi otak.

b. Autoregulasi Otak
Autoregulasi otak yaitu kemampuan darah arterial otak untuk
mempertahankan aliran darah otak tetap meskipun terjadi perubahan
pada tekanan perfusi otak. Dalam keadaan fisiologis, tekanan arterial rata
– rata adalah 50 – 150 mmHg pada penderita normotensi. Pembuluh
darah serebral akan berkontraksi akibat peningkatan tekanan darah
sistemik dan dilatasi bila terjadi penurunan.
Keadaan inilah yang mengakibatkan perfusi otak tetap
konstan.Autoregulasi masih dapat berfungsi baik, bila tekanan sistolik 60
– 200 mmHg dan tekanan diastolik 60 – 120 mmHg. Dalam hal ini 60
mmHg merupakan ambang iskemia, 200 mmHg merupakan batas sistolik
dan 120 mmHg adalah batas atas diastolik. Respon autoregulasi juga
berlangsung melalui refleks miogenik intrinsik dari dinding arteriol dan
melalui peranan dari sistem saraf otonom (Guyton, 2006).

4
c. Metabolisme Otak
Otak dapat berfungsi dan bermetabolisme tergantung dengan
pemasukan oksigen. Pada individu yang sehat pemasukan oksigen sekitar
3,5 ml/100 gr/menit dan aliran darah otak sekitar 50 ml/100 gram/menit.
Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan otak, bila dioksidasi
maka akan dipecah menjadi CO2 dan H2O. Secara fisiologis 90%
glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara komplit, 10% yang
diubah menjadi asam piruvat dan asam laktat (metabolisme anaerob).
Bila aliran darah otak turun menjadi 20 – 25 ml/100gram otak/ menit
maka akan terjadi kompensasi berupa peningkatan ekstraksi ke jaringan
otak sehingga fungsi-fungsi neuron dapat dipertahankan (Guyton, 2006).

B. DEFINISI
Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap
gangguan neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak sehingga terjadi gangguan
peredaran darah otak yang menyebabkan terjadinya kematian otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Fransisca,
2008; Price & Wilson, 2006).
Stroke adalah penyakit atau gangguan fungsional otak akut fokal maupun
global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan peredaran
darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh
darah di otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat
makanan menjadi terganggu. Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan
memunculkan kematian sel saraf (neuron). Gangguan fungsi otak ini akan
memunculkan gejala stroke (Junaidi, 2011).
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya
penyumbatan lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama
makin menebal, sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran
darah ini menyebabkan iskemik. Stroke thrombosis dapat mengenai pembuluh
darah besar termasuk sistem arteri carotis atau pembuluh darah kecil termasuk
percabangan sirkulus wilis dan sirkulasi posterior. Tempat yang umum terjadi

5
thrombosis adalah titik percabangan arteri serebral khususnya distribusi arteri
carotis interna.

Sumber : https://pengobatanstroketrombotik94.files.wordpress.com/2014/03/132.jpg?
w=300&h=187
1. Klasifikasi Stroke secara umum
Stroke dapat dibagi menjadi 2 kategori utama yaitu, stroke iskemik
dan stroke hemorrhagic. Kedua kategori ini merupakan suatu kondisi yang
berbeda, pada stroke hemorhagic terdapat timbunan darah di
subarahchnoid atau intraserebral, sedangkan stroke iskemik terjadi karena
kurangnya suplai darah ke otak sehingga kebutuhan oksigen dan nutrisi
kurang mencukupi. Klasifikasi stroke menurut Wardhana (2011), antara
lain sebagai berikut :
a. Stroke Iskemik
Stroke iskemik terjadi pada otak yang mengalami gangguan
pasokan darah yang disebabkan karena penyumbatan pada pembuluh
darah otak. penyumbatnya adalah plak atau timbunan lemak yang
mengandung kolesterol yang ada dalam darah. Penyumbatan bisa
terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), atau pembuluh
darah sedang (arteri serebri) atau pembuluh darah kecil.
Penyumbatan pembuluh darah bisa terjadi karena dinding bagian
dalam pembuluh darah (arteri) menebal dan kasar, sehingga aliran
darah tidak lancar dan tertahan. Oleh karena darah berupa cairan
kental, maka ada kemungkinan akan terjadi gumpalan darah
(trombosis), sehingga aliran darah makin lambat dan lama-lama
menjadi sumbatan pembuluh darah. Akibatnya, otak mengalami
kekurangan pasokan darah yang membawah nutrisi dan oksigen yang

6
diperlukan oleh darah. Sekitar 85 % kasus stroke disebabkan oleh
stroke iskemik atau infark, stroke infark pada dasarnya terjadi akibat
kurangnya aliran darah ke otak. Penurunan aliran darah yang semakin
parah dapat menyebabkan kematian jaringan otak. Penggolongan
stroke iskemik atau infark menurut Junaidi (2011) dikelompokkan
sebagai berikut :
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
Suatu gangguan akut dari fungsi lokal serebral yang
gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam atau serangan
sementara dan disebabkan oleh thrombus atau emboli. Satu
sampai dua jam biasanya TIA dapat ditangani, namun apabila
sampai tiga jam juga belum bisa teratasi sekitar 50 % pasien
sudah terkena infark (Grofir, 2009; Brust, 2007, Junaidi, 2011).
2) Reversible Ischemic Nerurological Defisit (RIND)
Gejala neurologis dari RIND akan menghilang kurang lebih
24 jam, biasanya RIND akan membaik dalam waktu 24–48 jam.
3) Stroke In Evolution (SIE)
Pada keadaan ini gejala atau tanda neurologis fokal terus
berkembang dimana terlihat semakin berat dan memburuk setelah
48 jam. Defisit neurologis yang timbul berlangsung bertahap dari
ringan sampai menjadi berat.
4) Complete Stroke Non Hemorrhagic
Kelainan neurologis yang sudah lengkap menetap atau
permanen tidak berkembang lagi bergantung daerah bagian otak
mana yang mengalami infark.
b. Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik terjadi pada otak yang mengalami kebocoran
atau pecahnya pembuluh darah di dalam otak, sehingga darah
menggenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak. Adanya
darah yang mengenangi atau menutupi ruang-ruang jaringan sel otak
akan menyebabkan kerusakan jaringan sel otak dan menyebabkan
kerusakan fungsi kontrol otak. Genangan darah bisa terjadi pada otak
sekitar pembuluh darah yang pecah (intracerebral hemorage) atau
dapat juga genangan darah masuk kedalam ruang sekitar otak
(subarachnoid hemorage) bila ini terjadi stroke bisa sangat luas dan
fatal bahkan sampai pada kematian.

7
Stroke hemoragik pada umumnya terjadi pada lanjut usia,
karena penyumbatan terjadi pada dinding pembuluh darah yang sudah
rapuh (aneurisma). Pembuluh darah yang sudah rapuh ini, disebabkan
karena faktor usia (degeneratif), akan tetapi bisa juga disebabkan
karena faktor keturunan (genetik). Keadaan yang sering terjadi adalah
kerapuhan karena mengerasnya dinding pembuluh darah akibat
tertimbun plak atau arteriosklerosis akan lebih parah lagi apabila
disertai dengan gejala tekanan darah tinggi. Beberapa jenis stroke
hemoragik menurut Feigin (2007), yaitu:
1) Hemoragi ekstradural (hemoragi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Stroke ini
biasanya diikuti dengan fraktur tengkorak dengan robekan arteri
tengah atau arteri meningens lainnya. Pasien harus diatasi beberapa
jam setelah mengalami cedera untuk dapat mempertahankan hidup.
2) Hemoragi subdural (termasuk subdural akut) yaitu hematoma
subdural yang robek adalah bagian vena sehingga pembentukan
hematomanya lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak.
3) Hemoragi subaraknoid (hemoragi yang terjadi di ruang
subaraknoid) dapat terjadi sebagai akibat dari trauma atau
hipertensi tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisma.
4) Hemoragi interaserebral, yaitu hemoragi atau perdarahan di
substansi dalam otak yang paling umum terjadi pada pasien dengan
hipertensi dan aterosklerosis serebral karena perubahan degeneratif
karena penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur pembuluh darah.
Perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahan
subarachnoid dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan
+/- +++
maningeal
Hemiperase ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++

8
Sedangkan untuk membedakan stroke hemoragik dengan stroke non
hemoragik adalah sebagai berikut
Sroke
Gejala (anamnesa) Stroke hemoragik
nonhemoragik
Awitan (onset) Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi
Mendadak Saat aktivitas
awitan)
Bangun
peringatan -
pagi/istirahat
Nyeri kepala + 50% TIA +++
kejang +/- +
muntah - +
-
Kesadaran menurun +++
Kadang sedikit
Koma/kesadaran
+/- +++
menurun
Kaku kuduk - ++
Tanda kering - +
Edema pupil - +
Perdarahan retina - +
brakikardia Hari ke-4 Sejak awal
Tanda adanya
aterosklerosis di
retina, koroner, Hampir selalu hipertensi,
Penyakit lain perifer. Emboli aterosklerosis, penyakit
pada kelainan jantung hemolisis (HHD)
katub, fibrilasi,
bising karotis
Pemeriksaan darah
- +
pada LP
Kemungkinan pergeseran
rontgen +
glandula pineal
Aneurisma, AVM, massa
angiografi Oklusi, stenosis
intrahemister/vasospasme
Densitas Massa intracranial
CT scan berkurang (lesi densitas bertambah (lesi
hipodensi) hiperdensi)
Oftalmoskop Fenomena Perdarahan retina atau
silang korpus vitreum

9
Silver wire art
Lumbal pungsi
Normal Meningkat
- Tekanan
Jernih Merah
- Warna
< 250/mm3 >1000/mm3
- eritrosit
Arteriografi Oklusi Ada pergeseran
Bergeser dari bagian
EEG Di tengah
tengah

C. Etiologi
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda
dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah thrombosis
(Muttaqin, 2008). Beberapa keadaan yang menyebabkan trombosis otak:
1. Atherosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu
penebalan dan pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria,
basilar, aorta dan arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Kerusakan dapat terjadi melalui
mekanisme berikut :
a. Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran
darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
c. Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
d. Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek
dan terjadi perdarahan.
2. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit
meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
3. Arteritis( radang pada arteri )

Faktor Resiko

10
Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor risikonya.
Faktor risiko stroke ada yang tidak dapat diubah, tetapi ada yang dapat
dimodifikasi dengan perubahan gaya hidup atau secara medic. Menurut
Goldstein (2011), faktor-faktor risiko pada stroke adalah :

1. Hipertensi. Hipertensi merupakan faktor resiko mayor yang dapat


diobati. Insidensi stroke bertambah dengan meningkatnya tekanan darah
dan berkurang bila tekanan darah dapat dipertahankan di bawah 140/90
mmHg, baik pada stroke iskemik, perdarahan intrakranial maupun
perdarahan subarachnoid.

2. Penyakit jantung. Meliputi penyakit jantung koroner, kongestif, hipertrofi


ventrikel kiri, aritmia jantung dan atrium fibrilasi merupakan faktor
risiko stroke.

3. Diabetes mellitus. Diabetes mellitus adalah faktor risiko stroke iskemik.


Resiko pada wanita lebih besar daripada pria. Bila disertai hipertensi,
risiko menjadi lebih besar.

4. Viskositas darah. Meningkatnya viskositas darah baik karena


meningkatnya hematokrit maupun fibrinogen akan meningkatkan risiko
stroke.

5. Pernah stroke sebelumnya atau TIA (Trancient Ischemic Attack). 50%


stroke terjadi pada penderita yang sebelumnya pernah stroke atau TIA.
Beberapa laporan menyatakan bahwa 1/3 penderita TIA kemungkinan
akan mengalami TIA ulang, 1/3 tanpa gejala lanjutan dan 1/3 akan
mengalami stroke.

6. Peningkatan kadar lemak darah. Ada hubungan positif antara


meningkatnya kadar lipid plasma dan lipoprotein dengan aterosklerosis
serebrovaskular; ada hubungan positif antara kadar kolesterol total dan
trigliserida dengan risiko stroke; dan ada hubungan negatif antara
menigkatnya HDL dengan risiko stroke.

11
7. Merokok. Risiko stroke meningkat sebanding dengan banyaknya jumlah
rokok yang dihisap per hari.

8. Obesitas. Sering berhubungan dengan hipertensi dan gangguan toleransi


glukosa. Obesitas tanpa hipertensi dan DM bukan merupakan faktor
risiko stroke yang bermakna.

9. Kurangnya aktivitas fisik/olahraga. Aktivitas fisik yang kurang


memudahkan terjadinya penimbunan lemak. Timbunan lemak yang
berlebihan akan menyebabkan resistensi insulin sehingga akan menjadi
diabetes dan disfungsi endote.

10. Usia tua. Usia berpengaruh pada elastisitas pembuluh darah. Makin tua
usia, pembuluh darah makin tidak elastis. Apabila pembuluh darah
kehilangan elastisitasnya, akan lebih mudah mengalami aterosklerosis.

D. Manifestasi Klinis

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologik, bergantung pada


lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Fungsi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Manifestasi klinis stroke menurut Smeltzer & Bare (2002), antara lain:

1. Defisit Lapang Pandangan

a. Tidak menyadari orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan

b. Kesulitan menilai jarak

c. Diplopia

2. Defisit Motorik

a. Hemiparesis (kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang


sama).

b. Hemiplegi (Paralisis wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama).

c. Ataksia (Berjalan tidak mantap, dan tidak mampu menyatukan kaki.

12
d. Disartria (Kesulitan berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit
dimengerti yang disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung
jawab untuk menghasilkan bicara.

e. Disfagia (Kesulitan dalam menelan)

3. Defisit Sensorik : kebas dan kesemutan pada bagian tubuh

4. Defisit Verbal

a. Afasia reseptif (Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan)

b. Afasia ekspresif (Tidak mampu membentuk kata yang dapat


dipahami)

c. Afasia global (kombinal baik afasia reseptif dan ekspresif)

5. Defisit Kognitif

a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang

b. Penurunan lapang perhatian

c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi

d. Perubahan penilaian

6. Defisit Emosional

a. Kehilangan kontrol diri

b. Labilitas emosional

c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stres

d. Depresi

e. Menarik diri

f. Rasa takut, bermusuhan dan marah

g. Perasaan isolasi

E. EPIDEMIOLOGI

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga di negara maju, setelah


penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunannya adalah dua per 1.000
populasi (Ginsberg, 2008). Setiap tahunnya 500.000 orang Amerika terserang

13
stroke, 400.000 orang terkena stroke iskemik dan 100.000 orang menderita
stroke hemoragik (termasuk perdarahan intraserebral dan subarakhnoid),
175.000 mengalami kematian (Adams et al., 2004). Menurut World Health
Organization (WHO) (2004), perkiraan kematian akibat penyakit
serebrovaskular di Asia Tenggara adalah 1.073.569 jiwa. Stroke diperkirakan
menyebabkan 5,7 juta kematian pada tahun 2005, dan 87% dari kematian ini
terdapat di negara-negara dengan penghasilan rendah dan menengah (Strong et
al., 2007; Sherin et al., 2011). Tanpa tindakan, angka kematian global
diperkirakan meningkat menjadi 6,5 juta pada tahun 2015 dan 7,8 juta pada
tahun 2030 (Strong et al., 2007).

Stroke merupakan salah satu penyakit penyebab kematian dan kecacatan


yang utama di Indonesia. Angka kecacatan akibat stroke umumnya lebih tinggi
dari angka kematian, perbandingan antara cacat dan mati dari penderita stroke
adalah empat berbanding satu (Lumbantobing, 2003). Setiap tujuh orang yang
meninggal di Indonesia, satu diantaranya karena stroke (Depkes, 2011).
Berdasarkan laporan WHO, kasus stroke yang terjadi di Indonesia tahun 2002
telah menyebabkan kematian lebih dari 123.000 orang. Menurut Dinas
Kesehatan Jawa Tengah (2009), prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah
tahun 2009 adalah 0,05%, lebih tinggi dibandingkan dengan angka tahun 2008
sebesar 0,03%. Prevalensi tertinggi tahun 2009 adalah di Kabupaten Kebumen
sebesar 0,29%. Sedang prevalensi stroke non hemoragik pada tahun 2009
sebesar 0,09%, mengalami penurunan bila dibandingkan prevalensi tahun 2008
sebesar 0,11%. Prevalensi tertinggi adalah di Kota Surakarta sebesar 0,75%. Di
Indonesia, setiap 1000 orang, delapan orang diantaranya terkena stroke
(Depkes, 2011).

F. PATOFISIOLOGI

1. Narasi

Trombus adalah pembentukan bekuan platelet atau fibrin di dalam


darah yang dapat menyumbat pembuluh vena atau arteri dan menyebabkan
iskemia dan nekrosis jaringan lokal. Trombus ini bisa terlepas dari dinding

14
pembuluh darah dan disebut tromboemboli. Trombosis dan tromboemboli
memegang peranan penting dalam patogenesis stroke iskemik. Lokasi
trombosis sangat menentukan jenis gangguan yang ditimbulkannya,
misalnya trombosis arteri dapat mengakibatkan infark jantung, stroke,
maupun claudicatio intermitten, sedangkan trombosis vena dapat
menyebabkan emboli paru.8,11 Trombosis merupakan hasil perubahan dari
satu atau lebih komponen utama hemostasis yang meliputi faktor koagulasi,
protein plasma, aliran darah, permukaan vaskuler, dan konstituen seluler,
terutama platelet dan sel endotel. Trombosis arteri merupakan komplikasi
dari aterosklerosis yang terjadi karena adanya plak aterosklerosis yang
pecah.

Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga


tampak jaringan kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat
adanya interaksi antara trombosit dan dinding pembuluh darah, adanya
kerusakan endotel pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang normal
bersifat antitrombosis karena adanya glikoprotein dan proteoglikan yang
melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin (PGI2) pada endotel yang
bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada endotel yang
mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat kolagen
pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit dan agregasi trombosit
dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam
granula-granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag
yang mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit
menyebabkan perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh
darah

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di


otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus,
emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum

15
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik
sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus
dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam
aliran darah.

Thrombus mengakibatkan ;

a. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang


bersangkutan.
b. Edema dan kongesti disekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area
infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika
tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi
septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi
abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah
yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal
iniakan me yebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah.. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro
vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia
cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10
menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi
salah satunya cardiac arrest.

16
2. Pathway

17
G. DIAGNOSA MEDIK
Diagnostik stroke didasarkan atas hasil penemuan klinis, pemeriksaan
tambahan dan laboratorium (Aliah dkk, 2007). Diagnosa klinis dapat
ditetapkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik neurologis dimana didapatkan
gejala-gejala yang sesuai dengan waktu perjalanan penyakitnya dan gejala serta
tanda yang sesuai dengan daerah pendarahan pembuluh darah otak tertentu.
Pada stroke iskemik, dari anamnesa di dapat keluhan dan gejala
neurologik mendadak, tanpa adanya trauma kepala serta adanya faktor risiko
stroke. Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya defisit neurologik fokal,
ditemukan penyakit sebagai faktor risiko seperti hipertensi, kelainan jantung
dan lain-lain. Pemeriksaan tambahan berupa Computerized Tomography (CT
scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), angiografi, dan pemeriksaan
likuor serebrospinalis dapat membantu membedakan infark dan perdarahan
otak. Pemeriksaan laboratorium, Electrocardiografi dan lain-lain dapat
digunakan untuk menemukan faktor risiko (Aliah dkk, 2007).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologis
a) CT-Scan. Pada kasus stroke, CT-Scan dapat menentukan dan
memisahkan antara jaringan otak yang infark dan daerah penumbra.
Selain itu, alat ini bagus juga untuk menilai kalsifikasi jaringan.
Berdasarkan beberapa studi terakhir, CT-Scan dapat mendeteksi lebih
dari 90% kasus stroke iskemik, dan menjadi baku emas dalam
diagnosis stroke.
b) Magnetic Resonance Imaging (MRI). Secara umum lebih sensitif
dibandingkan CT-Scan. MRI juga dapat digunakan pada kompresi
spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mendeteksi adanya
emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur. Kelemahan
lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih lama,
hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai, harga pemeriksaan
yang sangat mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien yang
memakai alat pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.

18
c) Angiografi Serebral : Membantu menentukan penyebab stroke secara
spesifik seperti perdarakan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi/
ruptur.
d) Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya
ada trombosis, emboli serebral dan TIA, sedangkan tekanan
meningkat dan cairan yang mengandung darah menujukan adanya
hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat pada
kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi.
e) EEG : Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan
mungkin adanya daerah lesi yang spesifik. Sinar X tengkorak :
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat
pada trombosis serebral.
f) Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah system arteri karotis), aliran darah / muncul plak
(arteriosklerotik)
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut
meliputi beberapa parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah,
elektrolit, ureum, kreatinin, profil lipid, enzim jantung, analisis gas darah,
protrombin time (PT) dan activated thromboplastin time (aPTT), kadar
fibrinogen serta D-dimer. Polisitemia vera dan trombositemia esensial
merupakan kelainan darah yang dapat menyebabkan stroke. Polisitemia,
nilai hematokrit yang tinggi menyebabkan hiperviskositas dan
mempengaruhi darah otak. Trombositemia meningkatkan kemungkinan
terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus.
Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan
hiperglikemia dimana dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan
elektrolit bertujuan mendeteksi gangguan natrium, kalium, kalsium, fosfat
dan magnesium yang semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf
pusat. Analisis gas darah perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab
metabolik, hipoksia dan hiperkapnia. Profil lipid dan enzim jantung untuk
menilai faktor resiko stroke. PT dan aPTT untuk menilai aktivitas

19
koagulasi serta monitoring terapi. Sedangkan D-dimer diperiksa untuk
mengetahui aktivitas fibrinolisis.

I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis
sebagai berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
 Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan
penghisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernapasan.
 Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk
usaha memperbaiki hipertensi dan hipotensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih, serta sedapat mungkin jangan memakai
kateter
d. Menempatkan klien pada posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin. Posisi klien harus diubah setiap 2 jam dan dilakukan
latihan-latihan gerak pasif.
2. Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara
percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat
dibuktikan
b. Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit
memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan
embolisasi.
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam
sistem kardiovaskular.
3. Pengobatan Pembedahan
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu
dengan membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneurisma.

20
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer &
Bare adalah:
1. Hipoksia serebral
Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan
ke jaringan, pemberian oksigen mempertahankan hemoglobin serta
hematokrit akan membantu mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral
Bergantung pada tekanan darah, curah jantung, dan integritas
pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan intrvena) harus
menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki aliran darah
serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya
area cedera.
3. Embolisme serebral

Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau


fibrilasi atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan
menurunkan aliran darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah
jantung tidak konsisten dan menghentikan trombus lokal. Selain itu,
disritmia dapat menyebabkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

K. PENCEGAHAN

American Heart Associaton (AHA) tahun 2010, mengeluarkan


beberapa rekomendasi preventif primer maupun sekunder diantaranya:

1. Preventif Stroke pada Hipertensi


Hipertensi harus dikendalikan untuk mencegah terjadinya stroke
(preventif primer) dan pengendalian pada pasien hipertensi yang
pernah mengalami TIA atau stroke dapat mengurangi atau mencegah
resiko terjadinya stroke berulang (preventif sekunder). Pengendalian

21
hipertensi dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu
pengendalian gaya hidup (lifestyle) dan pemberian obat anti
hipertensi. Pengendalian gaya hidup untuk masalah hipertensi menurut
Bethesda stroke center (2007) adalah:
a. Mempertahankan berat badan normal untuk dewasa dengan
perhitungan indeks masa tubuh 20-25kg/m2.
b. Mengurangi asupan garam, kurang dari 6 gram dapur atau kurang
dari 2,4 gr Na+/hari.
c. Olahraga 30 menit/hari, jalan cepat lebih baik dari pada angkat
besi
d. Makan buah dan sayur.
e. Mengurangi konsumsi lemak baik yang jenuh maupun tidak jenuh.
2. Preventif Stroke pada Diabetes Mellitus
Penderita DM rentan terhadap komplikasi vaskuler termasuk
stroke. DM merupakan suatu faktor resiko untuk stroke iskemik dan
pasien DM beresiko tinggi untuk terkena stroke pada pembuluh darah
besar atau kecil Kontrol DM yang ketat terbukti mencegah komplikasi
vaskuler yang lain dan dapat menurunkan resiko stroke, juga selain itu
perbaikan Kontrol DM akan mengurangi progresi pembentukan
atherosclerosis. Pengendalian glukosa direkomendasikan sampai kadar
yang hampir normoglikemik pada pasien diabetes mikrovaskular.
ACE-1 Dan ARB lebih efektif dalam menurunkan progresivitas
penyakit hipertensi dan ginjal dan direkomendasikan sebagai pilihan
pertama untuk pasien diabetes mellitus (Siswanto, 2005).
3. Preventif Stroke pada Gaya Hidup Sehat
Jika kita menjalankan pola hidup yang sehat, maka berbagai
penyakit akan jauh dari kita. Gaya hidup atau pola hidup utama yang
tidak sehat sangat erat kaitannya dengan faktor resiko stroke penyakit
pembuluh darah. Upaya merubah gaya hidup yang tidak benar
menjadi gaya hidup yang sehat sangat diperlukan untuk upaya
mendukung prevensi sekunder.
Usia merupakan salah satu faktor resiko stroke, namun kini
stroke mulai mengancam usia-usia produktif dikarenakan perubahan
pola hidup yang tidak sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan
siap saji yang sarat akan kolesterol, merokok, minuman keras,
kurangnya berolahraga dan stress. Karena gaya hidup sehat meliputi

22
pengaturan gizi yang seimbang, olah raga secara teratur, berhenti
merokok, dan mengurangi alcohol (Siswanto, 2005).

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas klien. Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia
tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku
bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2. Keluhan utama. Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak
sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3. Riwayat penyakit sekarang. Serangan stroke hemoragik seringkali
berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang
sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau
gangguan fungsi otak yang lain.

4. Riwayat penyakit dahulu. Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus,


penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral
yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator,
obat-obat adiktif, kegemukan.
5. Riwayat penyakit keluarga. Biasanya ada riwayat keluarga yang
menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
Pengkajian Primer
1. Airway. Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk
2. Breathing. Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas,
timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas
terdengar ronchi /aspirasi
3. Circulation. TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini,
disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada
tahap lanjut.
4. Disability. Klien dalam keadaan tidak sadar
Penngkajian sekunder
1. Aktivitas/istirahat:
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya

23
rasa, paralisis, hemiplegi, mudah lelah, dan susah tidur.
2. Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF,
polisitemia. Dan hipertensi arterial.
3. Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk
mengekspresikan diri.
4. Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine,
anuria, distensi kandung kemih, distensi abdomen, suara usus
menghilang.

5. Makanan/caitan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan,
dysfagia
6. Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan
intrakranial. Kelemahan dengan berbagai tingkatan, gangguan
penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.
Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian
ekstremitas dan kadang-kadang pada sisi yang sama di muka.
7. Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada
otak/muka
8. Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara
nafas, whezing, ronchi.
9. Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury.
Perubahan persepsi dan orientasi Tidak mampu menelan sampai
ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu
mengambil keputusan.

24
10. Interaksi sosial
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran
darah ke otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan
sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting
berhubungan kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neurovaskuler
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kesadaran.
6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi
fisik
7. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
8. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan NIC :
Perfusi jaringan tindakan keperawatan Intrakranial Pressure (ICP)
serebral b.d aliran selama 3 x 24 jam, Monitoring (Monitor tekanan
darah ke otak diharapkan suplai aliran intrakranial)
terhambat. darah keotak lancar 1. Berikan informasi kepada
dengan kriteria hasil: keluarga
NOC : 2. Set alarm
Circulation status 3. Monitor tekanan perfusi
Tissue Prefusion : serebral
cerebral 4. Catat respon pasien terhadap
Kriteria Hasil : stimuli
Mendemonstrasikan 5. Monitor tekanan intrakranial

25
status sirkulasi yang pasien dan respon neurology
ditandai dengan : terhadap aktivitas
1. Tekanan systole 6. Monitor jumlah drainage cairan
dandiastole dalam serebrospinal
rentang yang 7. Monitor intake dan output
diharapkan cairan
2. Tidak ada 8. Restrain pasien jika perlu
ortostatikhipertensi 9. Monitor suhu dan angka WBC
3. Tidak ada tanda 10. Kolaborasi pemberian
tanda peningkatan antibiotik
tekanan intrakranial 11. Posisikan pasien pada posisi
(tidak lebih dari 15 semifowler
mmHg) 12. Minimalkan stimuli dari
Mendemonstrasikan lingkungan
kemampuan kognitif Terapi oksigen
yang ditandai dengan: 1. Bersihkan jalan nafas dari
1. berkomunikasi secret
dengan jelas dan 2. Pertahankan jalan nafas tetap
sesuai dengan efektif
kemampuan 3. Berikan oksigen sesuai intruksi
2. menunjukkan 4. Monitor aliran oksigen, kanul
perhatian, oksigen dan sistem humidifier
konsentrasi dan 5. Beri penjelasan kepada klien
orientasi tentang pentingnya pemberian
3. memproses informasi oksigen
membuat keputusan 6. Observasi tanda-tanda hipo-
dengan benar ventilasi
4. Menunjukkan fungsi 7. Monitor respon klien terhadap
sensori motori pemberian oksigen
cranial yang utuh : 8. Anjurkan klien untuk tetap
tingkat kesadaran memakai oksigen selama
mambaik, tidak ada aktifitas dan tidur

26
gerakan gerakan
involunter
2 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Libatkan keluarga untuk
komunikasi verbal tindakan keperawatan membantu memahami /
b.d penurunan selama 3 x 24 jam, memahamkan informasi dari /
sirkulasi ke otak diharapkan klien mampu ke klien
untuk berkomunikasi lagi 2. Dengarkan setiap ucapan klien
dengan kriteria hasil: dengan penuh perhatian
1. Dapat menjawab 3. Gunakan kata-kata sederhana
pertanyaan yang dan pendek dalam komunikasi
diajukan perawat dengan klien
2. Dapat mengerti dan 4. Dorong klien untuk mengulang
memahami pesan- kata-kata
pesan melalui 5. Berikan arahan / perintah yang
gambar sederhana setiap interaksi
3. Dapat dengan klien
mengekspresikan 6. Programkan speech-language
perasaannya secara teraphy
verbal maupun 7. Lakukan speech-language
nonverbal teraphy setiap interaksi dengan
klien
3 Defisit perawatan Setelah dilakukan NIC :
diri; tindakan keperawatan Self Care assistance : ADLs
mandi,berpakaian, selama 3x 24 jam, 1. Monitor kemempuan klien untuk
makan, toileting diharapkan kebutuhan perawatan diri yang mandiri.
b.d kerusakan mandiri klien terpenuhi, 2. Monitor kebutuhan klien untuk
neurovaskuler dengan kriteria hasil: alat-alat bantu untuk kebersihan
NOC : diri, berpakaian, berhias,
 Self care : Activity of toileting dan makan.
Daily Living (ADLs) 3. Sediakan bantuan sampai klien
Kriteria Hasil : mampu secara utuh untuk
1. Klien terbebas dari melakukan self-care.
bau badan 4. Dorong klien untuk melakukan

27
2. Menyatakan aktivitas sehari-hari yang normal
kenyamanan sesuai kemampuan yang dimiliki.
terhadap kemampuan 5. Dorong untuk melakukan secara
untuk melakukan mandiri, tapi beri bantuan ketika
ADLs klien tidak mampu
3. Dapat melakukan melakukannya.
ADLS dengan 6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
bantuan mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
4 Kerusakan Setelah dilakukan NIC :
mobilitas fisik b.d tindakan keperawatan Exercise therapy : ambulation
kerusakan selama 3x24 jam, 1. Monitoring vital sign
neurovaskuler diharapkan klien dapat sebelm/sesudah latihan dan lihat
melakukan pergerakan respon pasien saat latihan
fisik dengan kriteria hasil 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
: tentang rencana ambulasi sesuai
 Joint Movement : Active dengan kebutuhan
 Mobility Level 3. Bantu klien untuk menggunakan
 Self care : ADLs tongkat saat berjalan dan cegah
 Transfer performance terhadap cedera
Kriteria Hasil : 4. Ajarkan pasien atau tenaga
1. Klien meningkat kesehatan lain tentang teknik
dalam aktivitas fisik ambulasi
2. Mengerti tujuan dari 5. Kaji kemampuan pasien dalam
peningkatan mobilisasi
mobilitas 6. Latih pasien dalam pemenuhan

28
3. Memverbalisasikan kebutuhan ADLs secara mandiri
perasaan dalam sesuai kemampuan
meningkatkan 7. Dampingi dan Bantu pasien saat
kekuatan dan mobilisasi dan bantu penuhi
kemampuan kebutuhan ADLs ps.
berpindah 8. Berikan alat Bantu jika klien
4. Memperagakan memerlukan.
penggunaan alat 9. Ajarkan pasien bagaimana
Bantu untuk merubah posisi dan berikan
mobilisasi (walker) bantuan jika diperlukan
5 Pola nafas tidak Setelah dilakukan NIC :
efektif tindakan perawatan Airway Management
berhubungan selama 3 x 24 jam, 1. Buka jalan nafas, guanakan
dengan penurunan diharapkan pola nafas teknik chin lift atau jaw thrust
kesadaran pasien efektif dengan bila perlu
kriteria hasil : 2. Posisikan pasien untuk
- Menujukkan jalan nafas memaksimalkan ventilasi
paten ( tidak merasa 3. Identifikasi pasien perlunya
tercekik, irama nafas pemasangan alat jalan nafas
normal, frekuensi nafas buatan
normal,tidak ada suara 4. Pasang mayo bila perlu
nafas tambahan 5. Lakukan fisioterapi dada jika
- NOC : perlu
 Respiratory status : 6. Keluarkan sekret dengan batuk
Ventilation atau suction
Respiratory status : 7. Auskultasi suara nafas, catat
Airway patency adanya suara tambahan
 Vital sign Status 8. Lakukan suction pada mayo
Kriteria Hasil : 9. Berikan bronkodilator bila
1. Mendemonstrasikan perlu
batuk efektif dan 10. Berikan pelembab udara Kassa
suara nafas yang basah NaCl Lembab
bersih, tidak ada 11. Atur intake untuk cairan

29
sianosis dan dyspneu mengoptimalkan
(mampu keseimbangan.
mengeluarkan 12. Monitor respirasi dan status O2
sputum, mampu Oxygen Therapy
bernafas dengan 1. Bersihkan mulut, hidung dan
mudah, tidak ada secret trakea
pursed lips) 2. Pertahankan jalan nafas yang
2. Menunjukkan jalan paten
nafas yang paten 3. Atur peralatan oksigenasi
(klien tidak merasa 4. Monitor aliran oksigen
tercekik, irama nafas, 5. Pertahankan posisi pasien
frekuensi pernafasan 6. Onservasi adanya tanda tanda
dalam rentang hipoventilas
normal, tidak ada 7. Monitor adanya kecemasan
suara nafas abnormal pasien terhadap oksigenasi
3. Tanda Tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah, nadi,
pernafasan
6 Resiko kerusakan Setelah dilakukan NIC : Pressure Management
integritas kulit b.d tindakan perawatan 1. Anjurkan pasien untuk
immobilisasi fisik selama 3 x 24 jam, menggunakan pakaian yang
diharapkan pasien longgar
mampu mengetahui dan 2. Hindari kerutan padaa tempat
mengontrol resiko tidur
dengan kriteria hasil : 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap
NOC : Tissue Integrity : bersih dan kering
Skin and Mucous 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi
Membranes pasien) setiap dua jam sekali
Kriteria Hasil : 5. Monitor kulit akan adanya
1. Integritas kulit yang kemerahan
baik bisa 6. Oleskan lotion atau

30
dipertahankan minyak/baby oil pada derah
(sensasi, elastisitas, yang tertekan
temperatur, hidrasi, 7. Monitor aktivitas dan
pigmentasi) mobilisasi pasien
2. Tidak ada luka/lesi 8. Monitor status nutrisi pasien
pada kulit 9. Memandikan pasien dengan
3. Perfusi jaringan baik sabun dan air hangat
4. Menunjukkan
pemahaman dalam
proses perbaikan
kulit dan mencegah
terjadinya sedera
berulang
5. Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami
7 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan NIC:
berhubungan tindakan perawatan Aspiration precaution
dengan penurunan selama 3 x 24 jam,  Monitor tingkat kesadaran, reflek
tingkat kesadaran diharapkan tidak terjadi batuk dan kemampuan menelan
aspirasi pada pasien  Monitor status paru
dengan kriteria hasil :  Pelihara jalan nafas
NOC :  Lakukan suction jika diperlukan
 Respiratory Status :  Cek nasogastrik sebelum makan
Ventilation  Hindari makan kalau residu
 Aspiration control masih banyak
 Swallowing Status  Potong makanan kecil kecil
Kriteria Hasil :  Haluskan obat sebelumpemberian
1. Klien dapat bernafas  Naikkan kepala 30-45 derajat
dengan mudah, tidak setelah makan
irama, frekuensi

31
pernafasan normal
2. Pasien mampu
menelan, mengunyah
tanpa terjadi aspirasi,
dan mampu
melakukan oral
hygiene
3. Jalan nafas paten,
mudah bernafas,
tidak merasa tercekik
dan tidak ada suara
nafas abnormal
8 Resiko Injury Setelah dilakukan NIC : Environment Management
berhubungan tindakan perawatan (Manajemen lingkungan)
dengan penurunan selama 3 x 24 jam, 1. Sediakan lingkungan yang
tingkat kesadaran diharapkan tidak terjadi aman untuk pasien
trauma pada pasien 2. Identifikasi kebutuhan
dengan kriteria hasil: keamanan pasien, sesuai
NOC : Risk Kontrol dengan kondisi fisik dan fungsi
Kriteria Hasil : kognitif pasien dan riwayat
1. Klien terbebas dari penyakit terdahulu pasien
cedera 3. Menghindarkan lingkungan
2. Klien mampu yang berbahaya (misalnya
menjelaskan memindahkan perabotan)
cara/metode 4. Memasang side rail tempat
untukmencegah tidur
injury/cedera 5. Menyediakan tempat tidur yang
3. Klien mampu nyaman dan bersih
menjelaskan factor 6. Menempatkan saklar lampu
resiko dari ditempat yang mudah dijangkau
lingkungan/perilaku pasien.
personal 7. Membatasi pengunjung
4. Mampu 8. Memberikan penerangan yang

32
memodifikasi gaya cukup
hidup untuk 9. Menganjurkan keluarga untuk
mencegah injury menemani pasien.
5. Menggunakan 10. Mengontrol lingkungan dari
fasilitas kesehatan kebisingan
yang ada 11. Memindahkan barang-barang
6. Mampu mengenali yang dapat membahayakan
perubahan status 12. Berikan penjelasan pada pasien
kesehatan dan keluarga atau pengunjung
adanya perubahan status
kesehatan dan penyebab
penyakit.

33
Daftar Pustaka

Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatab pada Klien dengan


Gangguan Sistem Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
http://www.e-jurnal.com/2013/09/epidemiologi-stroke.html, diakses pada
tanggal 15 Oktober 2017
https://www.academia.edu/9036954/LAPORAN_PENDAHULUAN_STROK
E-TROMBOTIK, diakses pada tanggal 15 Oktober 2017
https://www.scribd.com/doc/25067008/Stroke. Diakses pada tanggal 15
Oktober 2017
Junaidi, I. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi: Yogyakarta.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC: Jakarta
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik Edisi 4. EGC: Jakarta
Ruhyanudin, Faqih. (2007). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan.
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Umm Press: Malang.
Wardhana, W.A. 2011. Strategi mengatasi & bangkit dari stroke. Penerbit
Pustaka Pelajar : Yogyakarta.

34

Anda mungkin juga menyukai