Anda di halaman 1dari 57

STUDI KASUS KEGAWATDARURATAN

Disusun untuk memenuhi salah satu Tugas Keperawatan Gawat Darurat dan
Kritis 1
Dosen Pengampu: Ns. Reni Sulung Utami, S.Kep., MSc

Disusun Oleh:
Kelompok 2
Kristiana Ester T 22020114170001
Agustin 22020115120003
Isnaeni Fauzia 22020115120044
M. Nur Affendi 22020115120048
Feranika Putri P 22020115130079
Arief Setya Adi 22020115120087
Ani Arifati Luluk A 22020115130088
Kavita Angela Nur W 22020115130095
Nani Subekti 22020115130101
Kelas A15.2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


DEPARTEMEN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
2017
KASUS 2

Ny B (53 th), dibawa ke unit gawat darurat oleh suaminya. Pasien bernafas
cepat dan dalam (28x/mnt), gelisah, tercium bau tidak sedap dari luka yg ada di
kakinya. Dari hasil wawancara dengan suaminya, didapatkan data sebagai berikut:
Ny. B memiliki riwayat DM sejak 15 th yll, 3 mgg yg lalu klien jatuh dengan luka di
kaki. 4 hari sebelum msk ke UGD, Ny B mengeluh nyeri abdomen dan mual dengan
disertai muntah. 2 hari sebelumnya klien berhenti memakai insulin dengan alasan dia
tidak membutuhkannya karena dia tidak makan apapun. Meskipun klien mengeluh
kesakitan di kakinya tapi dia melarang suaminya utk menghubungi dokter. Lebih dari
seminggu, kakinya menjadi bengkak, merah dan tercium bau tidak sedap. Klien tidak
buang air kecil sejak 8 jam terakhir kemudian klien terus mengalami penurunan
kesadaran dan disorientasi. Hasil pengkajian didapatkan: TD 88/64, nadi 115/mnt,
suhu 102 °F, kulitnya kering, panas dan kemerahan, vena jugularis kolaps. Hasil
Laboratorium : pH 7,2 ; PCO2 28mmHg; PO2 88mmHg; HCO3 14 mEq/L; GDS 400
mg/dL; ketones (+), Na 110mEq/L; Cl 95 mEq/L; K 5,8 mEq/L; Ca 8,3 mEq/L;
Anion Gap 19 mEq/L; Hb 15,4 mEq/L; Ht 48,2%.

A. Kata Sulit:
1. Diabetes Melitus (DM)
Diabetes (diabetes melitus) adalah penyakit jangka panjang atau kronis
yang ditandai dengan kadar gula darah (glukosa) yang jauh di atas normal.
Glukosa sangat penting bagi kesehatan kita karena merupakan sumber energi
utama bagi otak maupun sel-sel yang membentuk otot serta jaringan pada
tubuh kita. Penyakit ini memiliki dua jenis utama, yaitu diabetes tipe 1 dan
tipe 2. Indonesia sendiri termasuk dalam 10 negara terbesar penderita
diabetes. Pada tahun 2013, penderita diabetes di Indonesia diperkirakan
mencapai sekitar 8,5 juta orang dengan rentang usia 20-79 tahun (dikutip dari
Federasi Diabetes Internasional). Tetapi kurang dari 50% dari mereka yang
menyadarinya.

2
Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam beberapa
minggu, bahkan beberapa hari saja. Sedangkan banyak penderita diabetes tipe
2 yang tidak menyadari bahwa mereka telah mengidap diabetes selama
bertahun-tahun karena gejalanya cenderung tidak spesifik. Beberapa gejala
diabetes tipe 1 dan tipe 2 meliputi:

a. Sering merasa haus.


b. Sering buang air kecil, terutama di malam hari.
c. Rasa lapar yang ekstrem.
d. Turunnya berat badan tanpa sebab yang jelas.
e. Berkurangnya massa otot.
f. Terdapat keton dalam air seni.
Keton adalah produk sampingan dari metabolisme otot dan lemak yang
terjadi ketika produksi insulin tidak cukup.
g. Kelelahan.
h. Pandangan yang kabur.
i. Luka yang lama sembuh.
j. Sering mengalami infeksi, misalnya pada gusi, kulit, vagina, atau saluran
kemih.

Seluruh sel dalam tubuh manusia membutuhkan glukosa agar dapat


bekerja dengan normal. Kadar zat gula dalam darah biasanya dikendalikan
oleh hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas, yaitu organ yang terletak
di belakang lambung. Tetapi organ pankreas milik penderita diabetes tidak
mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Tanpa insulin,
sel-sel tubuh tidak dapat menyerap dan mengolah glukosa menjadi energi.
Penderita diabetes tipe 1 sangat bergantung kepada insulin karena
sistem kekebalan tubuh penderita akan menyerang dan menghancurkan sel-sel
pankreas yang memproduksi insulin. Hal ini memicu peningkatan kadar
glukosa sehingga terjadi kerusakan pada organ-organ tubuh. Hingga saat ini,
penyebab di balik diabetes tipe 1 belum diketahui secara pasti. Penderita jenis

3
diabetes ini umumnya berusia di bawah 40 tahun, biasanya muncul pada masa
remaja atau anak-anak. Karena itu, diabetes tipe 1 juga disebut sebagai
diabetes anak-anak.
Diabetes tipe 1 lebih jarang terjadi dibandingkan dengan diabetes tipe
2. Di antara 10 orang penderita diabetes, diperkirakan hanya sekitar 1 orang
yang mengidap tipe 1. Selain harus menerima suntikan insulin setiap hari,
penderita diabetes tipe 1 juga disarankan untuk menjaga kadar glukosa dalam
darah agar tetap seimbang. Misalnya dengan menerapkan pola makan sehat
dan menjalani tes darah secara rutin.
Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang lebih umum terjadi.
Sekitar 90 persen penderita diabetes di dunia mengidap diabetes tipe ini.
Diabetes jenis ini disebabkan oleh kurangnya produksi insulin dalam tubuh
atau sel-sel tubuh yang menjadi kurang sensitif terhadap insulin.
Kekurangpekaan sel-sel tubuh ini dikenal dengan istilah resistensi terhadap
insulin.
Gejala pada penderita diabetes tipe ini biasanya dapat dikendalikan
dengan pola makan sehat dan memantau kadar glukosa dalam darah. Tetapi,
tetaplah waspada karena penyakit ini akan terus berkembang dalam tubuh dan
lambat laun Anda akan membutuhkan langkah pengobatan.
Diabetes tipe 2 sering dihubungkan dengan obesitas. Memang tidak
semua orang yang mengidap obesitas akan otomatis menderita diabetes tipe 2.
Tetapi, makin tinggi indeks massa tubuh seseorang, maka risiko diabetes tipe
ini juga meningkat. Diabetes akibat obesitas umumnya menyerang para
manula.

2. Nyeri abdomen
Abdominal pain pada pasien DM, merupakan akibat atau sebuah
indikasi terjadinya ketonasidosis diabetic. KAD ditandai oleh adanya
hiperglikemia, asidosis metabolik,dan peningkatan konsentrasi keton yang
beredar dalam sirkulasi. Ketoasidosis merupakan akibat dari kekurangan atau

4
inefekti insulin yang terjadi bersamaan dengan peningkatan hormone kontra
regulator (glukagon, katekolamin, kortisol,dan growth hormon). Kedua hal
tersebut mengakibatkan perubahan produksi dan pengeluaran glukosa dan
meningkatkan lipolisis dan produksi benda keton. Hiperglikemia terjadi akibat
peningkatan produksi glukosa hepar dan ginjal (gluconeogenesis dan
glikogenolisis) dan penurunan utilisasiglukosa pada jaringan perifer.
Peningkatan gluconeogenesis akibat dari tingginya kadar substrat non
karbohidrat (alanin, laktat,dan gliserol pada hepar, dan glutamin pada ginjal)
dan dari peningkatan aktivitas enzim glukoneogenik (fosfoenol piruvat
karboksilase/ PEPCK,fruktose1,6 bifosfat,dan piruvat karboksilase.
Peningkatan produksi glukosa hepar menunjukkan patogenesis utama yang
bertanggung jawab terhadap keadaan hiperglikemia pada pasien dengan KAD.
Selanjutnya, keadaan hiperglikemia dan kadar keton yang tinggi
menyebabkan diuresis osmotik yang akan mengakibatkan hypovolemia dan
penurunan glomerular filtration rate. Keadaan yang terakhir akan
memperburuk hiperglikemia. Mekanisme yang mendasari peningkatan
produksi benda keton telah dipelajari selama ini. Kombinasi defisiensi
insulin dan peningkatan konsentrasi hormon kontraregulator menyebabkan
aktivasi hormon lipase yang sensitif pada jaringan lemak. Peningkatan
aktivitasi ini akan memecah trigliserid menjadi gliserol dan asam lemak
bebas (free fatty acid/FFA). Diketahui bahwa gliserol merupakan substrat
penting untuk glukoneogenesis pada hepar, sedangkan pengeluaran asam
lemak bebas yang berlebihan diasumsikan sebagai precursor utama dari
ketoasid.
Pada hepar, asam lemak bebas dioksidasi menjadi benda keton yang
prosesnya distimulasi terutama oleh glukagon. Peningkatan konsentrasi
glucagon menurunkan kadar malonyl coenzyme A (Co A) dengan cara
menghambat konversipiruvat menjadi acetyl Co A melalui inhibisi acetyl Co
A carboxylase, enzim pertama yang dihambat pada sintesis asam lemak
bebas.Malonyl Co A menghambat camitine palmitoyl-transferase I(CPT

5
I),enzim untuk transesterifikasi dari fatty acyl Co A menjadi fatty acyl
camitine,yang mengakibatkan oksidasiasam lemak menjadi benda keton.
CPT I diperlukan untuk perpindahan asam lemak bebas ke mitokondria
tempat dimana asam lemak teroksidasi. Peningkatanaktivitasfatty acyl Co A
dan CPT I pada KAD mengakibatkan peningkatan ketongenesis

3. Mual
Mual (nausea) adalah suatu perasaan yang tidak nyaman di daerah
epigastrik. Kejadian ini biasanya disertai dengan menurunnya tonus otot
lambung, kontraksi, sekresi, meningkatnya aliran darah ke mukosa intestinal,
hipersalivasi, keringat dingin, detak jantung meningkat dan perubahan ritme
pernapasan. Refluks duodenogastrik dapat terjadi selama periode nausea yang
disertai peristaltik retrograd dari duodenum ke arah antrum lambung atau
terjadi kontraksi secara bersamaan pada antrum dan duodenum.

4. Muntah
Muntah biasanya sering terjadi akibat dari asidosis metabolik dengan
perangsangan pusat muntah di otak sehingga akan mempercepat kehilangan
air dan elektrolit. Muntah didefinisikan sebagai keluarnya isi lambung melalui
mulut. Hal ini dapat terjadi sebagai refleks protektif untuk mengeluarkan
bahan toksik dari dalam tubuh atau untuk mengurangi tekanan dalam organ
intestinal yang bagian distalnya mengalami obstruksi. Kejadian ini biasanya
didahului nausea dan retching. Retching adalah upaya kuat dan involunter
untuk muntah, tampak sebagai gejala awal sebelum muntah. Upaya ini terdiri
dari kontraksi spasmodik otot diafragma dan dinding perut serta dalam waktu
yang sama terjadi relaksasi LES (lower esophageal sphincter). Sfingter ini
juga tertarik ke atas oleh kontraksi otot longitudinal dari bagian atas esofagus.
Selama retching, isi lambung didorong masuk ke esofagus oleh tekanan
intraabdominal dan adanya peningkatan tekanan negatif intratorakal, bahan

6
muntahan di esofagus akan kembali lagi ke lambung karena adanya peristaltik
esofagus.
Pada sistem saraf pusat, terdapat tiga struktur yang dianggap sebagai
pusat koordinasi refleks muntah, yaitu chemoreceptor trigger zone (CTZ),
pusat muntah, dan nukleus traktus solitarius. Ketiga struktur tersebut terletak
pada daerah batang otak. Ada dua daerah anatomis di medula yang berperan
dalam refl eks muntah, yaitu CTZ dan central vomiting centre (CVC). CTZ
terletak di area postrema pada dasar ujung kaudal ventrikel IV di luar sawar
darah otak. Reseptor di daerah ini diaktifkan oleh zat-zat proemetik di dalam
sirkulasi darah atau di cairan serebrospinal (cerebrospinal fl uid, CSF). Sinyal
eferen dari CTZ dikirim ke CVC dan selanjutnya melalui nervus vagus
sebagai jalur eferen, terjadilah serangkaian reaksi simpatis parasimpatis yang
diakhiri dengan reflex muntah. CVC terletak dekat nukleus traktus solitarius
dan di sekitar formasio retikularis medula tepat di bawah CTZ.
Chemoreceptor trigger zone mengandung reseptor-reseptor untuk bermacam-
macam senyawa neuroaktif yang dapat menyebabkan refleks muntah.
Rangsang refleks muntah berasal dari gastrointestinal, vestibulo-okular, aferen
kortikal yang lebih tinggi yang menuju CVC, kemudian dimulai gejala
nausea, retching, serta ekspulsi isi lambung (muntah). Gejala gastrointestinal
meliputi hiperperistaltik, salivasi, takipnea dan takikardi.
Refleks muntah berasal dari sistem gastrointestinal dapat terjadi akibat
adanya bahan iritan yang masuk ke saluran cerna, akibat radiasi abdomen,
ataupun akibat dilatasi saluran cerna. Refleks tersebut muncul akibat
pelepasan mediator inflamasi lokal dari mukosa yang rusak sehingga memicu
signal aferen vagal. Selain itu, terjadi pula pelepasan serotonin dari sel
enterokromafin mukosa. Terdapat serangkaian reaksi simpatis dan
parasimpatis saat refleks muntah terjadi. Reaksi simpatik meliputi berkeringat,
pucat, pernapasan dan denyut jantung meningkat, serta dilatasi pupil.
Sedangkan reaksi parasimpatis termasuk hipersalivasi, motilitas meningkat
pada kerongkongan, lambung, dan duodenum, serta relaksasi sfingter

7
esofagus. Isi duodenum dapat didorong paksa ke dalam lambung oleh gerakan
antiperistaltik. Selama pengosongan isi lambung, kita akan mengambil napas
panjang, pilorus ditutup, glotis tertutup sehingga berhenti respirasi, dan perut
diperas antara diafragma dan otototot perut, menyebabkan pengosongan yang
cepat.
Dalam kasus KAD mual dan muntah diindikasikan terjadinya asidosis
metabolik,dan peningkatan konsentrasi keton yang beredar dalam sirkulasi.
Keton dianggap sebagai toksik yang merangsang perangsangan pusat muntah
di otak. Hal ini sebagai refleks protektif untuk mengeluarkan bahan toksik
dari dalam tubuh atau untuk mengurangi tekanan dalam organ intestinal yang
bagian distalnya mengalami obstruksi. Mual dan muntah dapat mempercepat
kehilangan air dan elektrolit dalam tubuh.

5. Berhenti mengkonsumsi insulin


Insulin adalah hormone alami yang dikeluarkan oleh pankreas. Insulin
dibutuhkan oleh sel tubuh untuk mengubah dan menggunakan glukosa darah
(gula darah), dari glukosa, sel membuat energi yang dibutuhkan untuk
menjalankan fungsinya. Pasien diabetes mellitus tidak memiliki kemampuan
untuk mengambil dan menggunakan gula darah, sehingga kadar gula darah
meningkat. Pada diabetes tipe I, pancreas tidak dapat memproduksi insulin.
Sehingga pemberian insulin diperlukan. Pada diabetes tipe 2, pasien
memproduksi insulin, tetapi sel tubuh tidak merespon insulin dengan normal.
Namun demikian, insulin juga digunakan pada diabetes tipe2 untuk mengatasi
resistensi sel terhadap insulin. Dengan peningkatan pengambilan glukosa oleh
sel dan menurunnya kadar gula darah, akan mencegah dan mengurangi
komplikasi lebih lanjut dari diabetes, seperti kerusakan pembuluh darah, mata,
ginjal, dan syaraf. (Cerika, 2010)
Dalam proses metabolisme insulin memegang peran yang sangat
penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat
digunakan sebagai bahan bakar. Hidrat arang dalam makanan diserap oleh

8
usus halus dalam bentuk glukosa. Glukosa darah dalam tubuh manusia diubah
menjadi glikogen hati dan otot oleh insulin. Sebaliknya, jika glikogen hati
maupun otot akan digunakan, dipecah lagi menjadi glukosa oleh adrenalin.
Jika kadar insulin darah berkurang, kadar glukosa darah akan melebihi
normal, menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Insulin yang dikeluarkan oleh
sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka
pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa
itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka glukosa
tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan tetap berada di dalam
pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam
keadaan ini badan akan menjadi lemah karena tidak ada sumber energi di
dalam sel (Soegondo, 2009).
Terapi insulin dapat mencegah kerusakan endotel, menekan proses
inflamasi, mengurangi kejadian apoptosis (salah satu jenis kematian sel
terprogram), dan memperbaiki profil lipid. Insulin diberikan dengan cara
disuntikan di bawah kulit (subkutan). Jaringan subkutan perut adalah yang
terbaik karena penyerapan insulin lebih konsisten dibanding tempat lainnya

6. Kaki bengkak, merah, tercium bau tidak sedap


Kaki bengkak, merah dan tercium bau tidak sedap dikarenakan adanya
infeksi. Hal ini diawali dengan penurunan pemakaian glukosa dalam sel
sehingga mengakibatkan hiperglikemia sehingga menyebabkan
hemokonsentrasi dalam darah semakin kental sehingga menyebabkan
thrombosis dan arteroklerosis dalam pembuluh darah (makro vaskuler) yang
bercabang di ekstremitas sehingga menyebabkan luka.

9
7. Tidak buang air kecil 8 jam terakhir
Jumlah insulin berkurang sehingga jumlah glukosa yang memasuki ke
sel berkurang. Produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali karena
merangsang catekolamin untuk glikogenolisis di hepar sehingga menimbulkan
hiperglikemi. Kompensasi tubuh untuk menghilangkan glukosa yang berlebih
dalam tubuh, ginjal akan mengeksresikan glukosa bersama air dan elektrolit
(seperti natrium dan kalium). Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi
yang berlebihan (poliuri) akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan
elektrolit. Urin pada kasus ketosidosis tidak ada selama 8 jam dikarenakan
intake yang kurang baik makan aatau minum yang mneyebabkan kekurangan
cairan dalam tubuh serta karena berhentinya terapi insulin.

8. Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran diakibatkan karena kurangnya pasokan nutrisi
dan O2 dalam darah dikarenakan hiperosmolaritas pembuluh darah yang
menyebabkan pengangkutan O2 ke otak lebih lama. Hiperosmolaritas dalam
pembuluh darah dikarenakan efek tubuh kekurangan insulin yang tidak
mengikat glukosa, sehingga terjadi glikogenolisis dihepar yang banyak. Oleh
karena itu untuk mendapatkan sebuah energy selain dari glukosa maka
jaringan lemak pada tubuh dipakai untuk memenuhi kebutuhan energy,
sehingga terbentuk keton. Jika keton terakumulasi, maka keton berada dalam
darah terlalu banyak sehingga akan menjadi asam dan pH turun (asidosis)
sehingga jaringan tubuh akan rusak dan menyebabkan penurunan kesadaran.

9. Disorientasi
Disorientasi berarti kehilangan daya untuk mengenal lingkungan,
terutama yang berkenaan dengan waktu, tempat, dan orang. Disorientasi
merupakan salah satu gejala dari alzhaimer. Pada Penderita diabetes dapat
mengalami gangguan kemampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin.
Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam darah karena tak terserap

10
sel. Gula yang merupakan energi seharusnya diserap oleh sel-sel tubuh
sebagai bahan bakar untuk melakukan berbagai proses metabolisme tubuh.
Karena tak terserap, akibatnya sel-sel pun termasuk sel otak kekurangan
makanan sehingga mudah sakit bahkan kematian. Akibat kekurangan
makanan, terjadi stroke-stroke kecil pada otak yang menyebabkan demensia
alzheimer atau kemampuan penurunan fungsi otak

10. RR 28x/menit
Takipnea (tachypnea) adalah pernapasan abnormal cepat dan dangkal,
biasanya didefinisikan lebih dari 60 hembusan per menit. Pernapasan
abnormal cepat adalah gejala yang sering disebabkan oleh penumpukan
karbon dioksida dalam paru-paru. Setiap kali kemampuan untuk membuang
karbon dioksida (CO2) menurun, terjadi penumpukan CO2 dalam darah.
Hasilnya adalah asidosis pernapasan, yang merangsang pusat pernapasan di
otak untuk meningkatkan frekuensi napas.

11. Napas cepat dalam


Pernapasan Kussmaul adalah nafas dalam yang abnormal bisa cepat,
normal atau lambat, dan sering ditemukan pada penderita asidosis. Pernapasan
ini merupakan salah satu bentuk hiperventilasi. Pernapasan Kussmaul dinamai
oleh Adolph Kussmaul , seorang dokter berkebangsaan Jerman pada abad ke-
19 yang pertama kali menemukannya pada pasien diabetes lanjut (biasanya
dari diabetes mellitus tipe I). Penyebab pernapasan Kussmaul adalah
kompensasi pernapasan pada asidosis metabolik, yang sering terjadi pada
pasien diabates pada ketoasidosis diabetikum. Gas-gas darah pada pasien
dengan pernapasan Kussmaul memperlihatkan tekanan parsial karbon
dioksida yang menurun karena adanya tekanan yang meningkat pada
pernapasan. Pernapasan ini membuang banyak karbon dioksida. Pasien akan
merasa ingin cepat untuk menarik napas secara mendalam, dan tampaknya
terjadi secara tak sadar. asidosis metabolik akan menyebabkan hiperventilasi,

11
namun sebelumnya pernapasan akan cenderung cepat dan dangkal.
Pernapasan Kussmaul akan muncul ketika asidosis semakin parah. Jadi,
pernapasan ini juga dapat menandakan tingkat keparahan penyakit, terutama
pada pasien diabetes Pernafasan Kuszmaul ini merupakan homeostasis
respiratorik, adalah usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH darah.
Apabila kussmaul tidak teratasi dengan baik maka akan menyababkan gagal
napas dan dapat berujung pada kematian.

12. Nadi 115 x/menit


Takikardia adalah detak atau denyut jantung yang lebih cepat daripada
detak-detak biasanya. Jantung adalah organ pemompa darah. Detak jantung
antara 60-100 kali adalah kecepatan yang ideal di mana pada kecepatan
tersebut, jantung memiliki cukup waktu untuk menampung darah sehingga
darah yang dipompakan jantung juga dalam jumlah yang ideal. Hal yang
berbahaya dari takikardi ialah jantung terlalu cepat berkontraksi sedangkan
darah yang dipompakan hanya sedikit sehingga fungsi jantung tidak optimal.
Pasien mengalami hipotensi sehingga dapat menyebabkan jantung
akan berdetak lebih cepat sehingga terasa berdebar. Tekanan darah yang
rendah memaksa jantung untuk bekerja lebih cepat dan lebih kuat lagi,
sehingga efeknya adalah pasien merasa cepat lelah dan jantung menjadi
berdebar-debar.

13. TD 88/64
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan puncak terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan
sistolik. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah saat pengisian darah di
jantung sebelum dipompakan ke seluruh tubuh (tekanan yang terjadi saat
jantung beristirahat). Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio
tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan nilai dewasa normalnya

12
berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata tekanan darah normal biasanya
120/80 (Smeltzer & Bare 2001).
Hipotensi merupakan kondisi tekanan darah yang terlalu rendah, yaitu
apabila tekanan darah sistolik <90 mmHg dan tekanan darah diastolik <60
mmHg. Tekanan diastolik adalah tekanan saat pengisian darah di jantung
sebelum dipompakan ke seluruh tubuh. Jika pengisian kurang, aliran darah di
pembuluh jantung akan berkurang dan dapat menyebabkan serangan jantung.
Gejala tekanan darah rendah biasanya ditandai dengan adanya pusing (saat
ganti posisi mendadak seperti bangun setelah posisi duduk jongkok, atau
berbaring), mata berkunang-unang, mual, berkeringat dingin bahkan pingsan.
Dehidrasi adalah kondisi tubuh yang kekurangan cairan. Orang yang
mengalami dehidrasi akan merasa pusing, lemah, dan kelelahan. Dehidrasi
bisa disebabkan karena Anda berolahraga terlalu keras sehingga
mengeluarkan banyak keringat atau pasca diare atau muntah-muntah sehingga
banyak mengeluarkan cairan yang ada di dalam tubuh.
Pada kasus pasien tidak mendapatkan asupan nutrisi dengan cukup,
selain itu pasien mengalami mual dan muntah maka sehingga pasien banyak
mengeluarkan cairan yang ada di dalam tubuh. Hal tersebut akan
menyebabkan tubuh pasien mengalami dehidrasi (kekurangan cairan)
sehingga pasien mengalami hipotensi.

14. T 102oF (38,8oC)


Suhu inti (core temperature) menggambarkan suhu organ-organ dalam
(kepala, dada, abdomen) dan dipertahankan mendekati 37°C. Suhu kulit (shell
temperature) menggambarkan suhu kulit tubuh, jaringan subkutan, batang
tubuh. Suhu ini berfluktuasi dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu tubuh
rata-rata (mean body temperature) merupakan suhu rata-rata gabungan suhu
inti dan suhu kulit. Ada beberapa macam thermometer untuk mengukur suhu
tubuh:

13
a. The mercury-in-glass thermometer
b. The electrical digital reading thermometer
c. A radiometer attached to an auriscope-like head (untuk pengukuran suhu
timfani)

Faktor-faktor yang mempengaruhi suhu tubuh:


1) Variasi diurnal
Suhu tubuh bervariasi pada siang dan malam hari. Suhu terendah
manusia yang tidur pada malam hari dan bangun sepanjang siang
terjadi pada awal pagi dan tertinggi pada awal malam.
2) Kerja jasmani/ aktivitas fisik
Setelah latihan fisik atau kerja jasmani suhu tubuh akan naik terkait
dengan kerja yang dilakukan oleh otot rangka. Setelah latihan berat,
suhu tubuh dapat mencapai 40°C.
3) Jenis kelamin
Sesuai dengan kegiatan metabolisme, suhu tubuh pria lebih tinggi
daripada wanita. Suhu tubuh wanita dipengaruhi daur haid. Pada saat
ovulasi, suhu tubuh wanita pada pagi hari saat bangun meningkat 0,3-
0,5°C.
4) Lingkungan Suhu
Lingkungan yang tinggi akan meningkatkan suhu tubuh. Udara
lingkungan yang lembab juga akan meningkatkan suhu tubuh karena
menyebabkan hambatan penguapan keringat, sehingga panas tertahan
di dalam tubuh.
Suhu tubuh meningkat oleh penderita diabetes mellitus merupakan
reaksi dari imunitas tubuh yang sedang melawan infeksi, baik infeksi virus
bakteri, maupun parasit. Hal tersebut disebabkan karena kadar gula (glukosa)
yang tinggi pada organ-organ tubuh penderita diabetes membuat bakteri lebih
mudah untuk berkembang biak, sehingga penderita diabetes lebih rentan
untuk menderita infeksi sehingga terjadi peningkatan suhu.

14
15. P/F Ratio FiO2 21%
FiO2 adalah jumlah oksigen yg dihantarkan/diberikan oleh ventilator
ke pasien. Konsentrasi berkisar 21-100%. Nilai normal P/F ratio adalah 300 -
500
PaO2 / FiO2 = 88 / 21% = 419 (hasil dari P/F ratio pasien normal jadi tidak
terjadi gangguan aksigenasi)

16. Kulit kering, panas, kemerahan


Kulit Kering
Kulit kering atau xerosis cutis merupakan gangguan pada permukaan
kulit akibat berkurangnya cairan atau kandungan minyak pada kulit sehingga
kelembaban pada permukaan lapisan kulit menurun. Kulit akan tampak kasar,
bersisik, gatal, tidak elastis, kaku dan terlihat kerutan.
A. Faktor Eksogen:
1) Radiasi sinar ultraviolet (UV)
Radiasi ultraviolet (UV) dari sinar matahari merupakan
ancaman lingkungan utama bagi tubuh manusia dan hampir setiap hari
manusia terpapar dengan sinar matahari. Paparan yang terus menerus
akan memberikan dampak pada kulit juga untuk kesehatan. Bila sudah
lama, kulit cenderung keriput, berkerut, rapuh, tidak elastis, kering,
kasar, pigmentasi tidak teratur, dan eritema. Sinar ultraviolet dibagi
menjadi UVA, UVB, dan UVC. UVB menyebabkan efek pada lapisan
epidermis sedangkan UVA menimbulkan efek pada lapisan epidermis
dan dermis. Sinar ultraviolet akan mengganggu fungsi pada kulit.
Salah satunya, dapat menyebabkan kehilangan cairan pada kulit.
2) Pajanan bahan kimia
Terlalu sering terpapar bahan kimia seperti deterjen, sabun, dan
cairan pembersih rumah dapat mengganggu struktur lipid bilayer pada
permukaan kulit. Sehingga, berbagai gangguan kulit dapat terjadi.

15
Kelembaban kulit akan menurun oleh karena hilangnya kadar air pada
kulit atau transepidermal water loss (TEWL) yang menyebabkan kulit
menjadi kering.
3) Kelembaban udara
Kelembaban udara yang rendah, kurang dari 30-40% dan temperatur
yang kurang dari 20oC atau 68oF berisiko menyebabkan kulit menjadi
kering. Peningkatan transpepidermal water loss (TEWL) harus
dikoreksi lebih cepat ketika seseorang yang berada di lingkungan
lembab ke lingkungan yang kering karena dapat memicu peningkatan
sintesis lipid di stratum korneum secara mendadak.
4) Nutrisi
Pada orang yang kekurangan gizi atau malnutrisi akan terjadi
defisiensi asam linoleat yang mempunyai efek besar terdahap lipid
bilayer kulit. Kekurangan asam linoleat akan mengganggu fungsi
barier kulit sehingga kulit kehilangan cairan dan menjadi kasar.
5) Terapi obat
Berbagai tindakan pengobatan seperti retinoid dapat
menyebabkan penurunan kadar air pada stratum korneum sehingga
kulit menjadi kering.
B. Faktor Endogen:
Non patogen
1) Usia
Pada usia lanjut, jumlah pembuluh darah kecil berkurang,
sehingga pasokan darah dan nutrisi pada kulit menurun. Jumlah
keringat dan kelenjar sebasea serta produksi lipid pada kulit juga
berkurang. Lapisan epidermis dan serat elastis menipis dan kekuatan
lapisan dermis berkurang sehingga kekuatan barier kulit untuk
melindungi dari kehilangan cairan menjadi berkurang.
2) Genetik

16
Patogen
1) Penyakit kulit
Dermatitis atopik adalah penyakit inflamasi kulit kronis.
Dermatitis atopik merupakan kondisi multifaktorial dengan kelainan
genetik yang menyebabkan ketidakseimbangan imunologi. Gejala
awalnya adalah kulit kering dan pruritus yag parah. Iktiosis adalah
kelainan genetik pada kulit ditandai dengan kulit kering atau xerosis
cutis yang disebabkan oleh karena adanya defek formasi dan fungsi
barier epitel
2) Penyakit sistemik
Kulit merupakan gejala umum dari penyakit sistemik kronis.
Termasuk hipotiroidisme, diabetes melitus, gagal ginjal kronik,
penyakit hati, dan human immunodeficiency virus (HIV). Pada
hipotiroidisme akan mensintesis lipid yang abnormal dan dapat
mengurangi aktivitas kelenjar keringat dan kelenjar minyak.
Prevalensi kulit kering pada diabetes melitus diperkirakan sekitar 30%
dan dianggap merupakan akibat dari perubahan saraf dan pembuluh
darah. Bila terjadi neuropati, kelenjar keringat akan atrofi. Kulit kering
dan gatal merupakan salah satu gejala dari gangguan penyakit hati dan
ginjal. Prevalensi kulit kering pada penderita yang menjalani
hemodialisis pada gagal ginjal sekitar 66%. Telah dilaporkan bahwa
sebanyak 50% orang yang mengidap HIV mengalami kulit kering.

C. Penatalaksaan
Gejala dari kulit kering dapat ditangani dengan meningkatkan hidrasi
stratum korneum dengan komposisi pelembab yaitu oklusif dan atau
humektan dan ditambah emolien untuk menghaluskan permukaan kulit
yang kasar. Pelembab yang banyak digunakan adalah oil-in-water
emulsions, seperti krim dan lotion.

17
Kulit Panas
Pada suhu lingkungan tinggi (panas), kelenjar keringat menjadi aktif
dan pembuluh kapiler di kulit melebar. Melebarnya pembuluh kapiler akan
memudahkan proses pembuangan air dan sisa metabolisme. Aktifnya kelenjar
keringat mengakibatkan keluarnya keringat ke permukaan kulit dengan cara
penguapan. Penguapan mengakibatkan suhu di permukaan kulit turun
sehingga kita tidak merasakan panas lagi. Sebaliknya, saat suhu lingkungan
rendah, kelenjar keringat tidak aktif dan pembuluh kapiler di kulit menyempit.
Pada keadaan ini darah tidak membuang sisa metabolisme dan air, akibatnya
penguapan sangat berkurang, sehingga suhu tubuh tetap dan tubuh tidak
mengalami kendinginan. Keluarnya keringat dikontrol oleh hipotalamus.

17. Vena jugularis kolaps


Tekanan Vena Jugularis Eksterna (JVP) adalah tekanan darah vena
sistemik jauh lebih rendah dibandingkan dengan tekanan arterial (Melia,
2012). Ini tergantung pada kuatnya kontraksi ventrikel kiri. Faktor penting
lainnya dari tekanan vena sistemik adalah volume darah dan kapasitas jantung
kanan untuk menerima darah dan memompanya ke dalam sistem arteri
pulmonalis. Apabila ada faktor tersebut yang tidak normal, maka terjadi
ketidaknormalan pada tekanan vena. Contohnya, sesuai dengan kasus di atas
tekanan vena akan turun apabila volume darah turun atau bila output ventrikel
kiri menurun; tekanan vena naik apabila jantung kanan gagal, atau kenaikan
tekanan pada ruang perikardium menghambat kembalinya darah ke atrium
kanan

18. pH 7,2
pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan dan didefinisikan
sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. pH dalam
darah manusia adalah derajat keasaman dalam darah manusia, kisarannya

18
darah manusia memiliki pH sekitar 7,35 – 7,45. Sehingga rata-rata pH darah
manusia adalah 7,4. Jika pH darah lebih dari 7,8 atau kurang dari 7,0 maka
dapat menyebabkan organ-organ rusak. Rentang pH yang dapat ditolerir oleh
tubuh adalah sekitar 6,8 sampa 8,0. Rentang tersebut adalah ‘survival range’,
tapi keadannya berat dan sangat membahayakan. Jika pH darah kurang dari
7,35 maka dapat menyebabkan asidosis. Sedangkan jika pH darah lebih dari
7,45 maka dapat menyebabkan alkalosis.
Asidosis merupakan suatu keadaan dengan adanya jumlah asam yang
meningkat di dalam darah yang disebabkan oleh berbagai keadaan dan
penyakit tertentu sehingga pH darah menjadi di bawah 7,35. Asidosis dibagi
menjadi 2 macam, yaitu karena gangguan pernafasan (respiratory asidosis)
dan gangguan pada metabolisme (metabolic asidosis). Salah satu penyebab
terjadinya asidosis adalah adanya gangguan ekskresi ion hidrogen atau
reabsorbsi ion bikarbonat oleh ginjal atau kedua-duanya. Ganggaun
reabsorbsi ion bikarbonat pada tubulus ginjal dapat menyebabkan hilangnya
ion bikarbonat dalam urin. Keadaan ini dapat disertai dengan tidak
mampunya mekanisme sekresi hidrogen di tubulus ginjal untuk mencapai
keasaman urin yang normal menyebabkan ekskresi urin yang alkalis. Apabila
ion bikarbonat hilang dari dalam tubuh, maka akan menyebabkan penurunan
pH darah.
Sedangkan alkalosis merupakan suatu keadaan yang terjadi sehingga
adanya penurunan ion H+ dalam cairan tubuh atau terjadi peningkatan ion
bikarbonat dalam darah, sehingga pH darah meningkat di atas 7,45. Alkalosis
dapat dibagi menjadi 2, yaitu karena gangguan pernafasan (respiratory
alkalosis) dan gangguan pada metabolisme (metabolic alkalosis). Salah satu
contoh penyebab terjadinya alkalosis adalah mendaki gunung. Para pendaki
gunung dapat mengalami alkalosis karena rendahnya oksigen di pegunungan,
sehingga pendaki bernafas lebih cepat. Akibatnya, CO2 banyak yang dilepas.
Dengan kata lain, kadar karbondioksida dalam darah menjadi berkurang,
sehingga pH darah naik dan menyebabkan alkalosis.

19
Dalam kasus, klien mengalamin Asidosis metabolik yang didefinisikan
sebagai penurunan konsentrasi serum bikarbonat (HCO3) dan sering
dikaitkan dengan penurunan pH darah,. Ini karena kapasitas ginjal yang
berkurang dalam mensintesis amonia (NH3) dan mengeluarkan ion hidrogen
(H+), sebagai kompensasi yang umumnya terdiri dari kombinasi mekanisme
resporatorik dan ginjal, ion hidrogen berinteraksi dengan ion bikarbonat
membentuk molekul CO2 yang dieliminasi di paru, sementara itu ginjal
mengupayakan ekskresi ion hidrogen ke urin dan memproduksi ion
bikarbonat yang dilepaskan ke cairan ekstrasel. Kadar ion HCO3- normal
adalah 24 mEq/L dan kadar normal pCO2 adalah 40mmHg dengan kadar ion
hidrogen 40 nanomol/L.
Tingkat keparahan asidosis metabolik dapat sangat bervariasi antara
pasien uremik dengan pasien dengan gangguan ginjal. Setidaknya dua studi
menunjukkan bahwa untuk gangguan fungsi ginjal tertentu, pasien dengan
diabetes mungkin memiliki tingkat metabolisme asidosis yang tidak parah.
Salah satu tujuan terapi dialisis adalah untuk mengoreksi kelainan metabolik
uremia, termasuk asidosis metabolik.

Tanda dan Gejala


Gejala asidosis metabolik terutama hiperventilasi kompensasi (yakni
pernapasan Kussmaul) merupakan tanda klinis yang penting dan sering
disalahartikan sebagai kelainan respirasi yang primer. Jadi, ketika seorang
pasien datang dengan dispnoe (sesak napas) dan temuan pemeriksaan
cardiopulmonar normal, kecuali untuk takipnea dan takikardi, asidosis
sistemik harus dipertimbangkan. Obat tidak jarang merupakan penyebab
metabolik asidosis dan memainkan peran penting dalam presentasi klinis,
evolusi penyakit dan terapi intervensi.

20
1) Gejala Neurologi
Kelumpuhan saraf kranial dapat terjadi pada keracunan etilena glikol.
Edema retina dapat dilihat pada keracunan metanol. Kelesuan, pingsan,
dan koma dapat terjadi pada asidosis metabolik yang berat, terutama jika
dikaitkan dengan konsumsi zat beracun.
2) Gejala Kardiovaskular
Asidemia berat (yaitu, pH <7.10) dapat mempengaruhi pasien untuk
terjadinya aritmia ventrikel yang fatal, dan dapat mengurangi
kontraktilitas jantung dan respon inotropik katekolamin, mengakibatkan
hipotensi dan gagal jantung kongestif.
3) Gejala Pulmonal
Pasien dengan asidosis metabolik akut menunjukkan takipnea dan
hiperpnea (pernapasan kussmaul) sebagai tanda-tanda fisik yang
menonjol. Hiperventilasi, tanpa adanya penyakit paru - paru yang jelas,
dokter harus waspada untuk kemungkinan adanya asidosis metabolik
yang mendasari.
4) Gejala Gastrointestinal
Mual, muntah, sakit perut, dan diare (terutama dalam ketoasidosis
diabetik dan uremik asidosis)

19. PCO2 28 mmhg


PCO2, menggambarkan gangguan pernafasan. PCO2 adalah
desakan/tekanan yang dihasilkan oleh gas CO2 terlarut dalam darah. Pada
tingkat metabolisme normal, PCO2 dipengaruhi sepenuhnya oleh ventilasi.
Bila tekanan CO2 dalam sel lebih dari 45 mmHg, CO2 pindah dari sel
kedalam plasma. Dalam plasma CO2 dapat berikatan dengan H2O untuk
membentuk H2HCO3 (asam karbonat). Tubuh harus membuang produk sisa
CO2 dengan cara: Cara kurang penting CO2 menjadi asam karbonat,
H2HCO3 berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-. H+ dikeluarkan oleh ginjal
terutama dalam bentuk NH4+. Cara lebih penting adalah pelepasan CO2 oleh

21
paru-paru. Bila PCO2 dalam darah tinggi, berarti terjadi hipoventilasi, namun
bila CO2 rendah berarti terjadi hiperventilasi. Pada kondisi gangguan
metabolisme, PCO2 dapat menjadi abnormal sebagai kompensasi keadaan
metabolik. Nilai normal PCO2 adalah 35-45 mmHg

Parameter Pernapasan PCO2


a. Asidosis Respiratori
Adalah peningkatan PCO2 yang berhubungan dengan hipoventilasi.
Penyebab asidosis respiratori adalah PCO2 tinggi, pada kondisi
berikut:
b. Penyakit paru obstruktif
Sedasi berlebihan dan penyebab penurunan fungsi pernapasan
c. Gangguan neuromuskular
d. Hipoventilasi dengan ventilator mekanik
e. Penyebab lain: hipoventilasi, nyeri, deformitas dinding dada.

Tanda dan gejala asidosis Respiratori adalah tanda-tanda narkosis CO2


sebagai berikut: sakit kepala, letargi, mengantuk, koma, peningkatan frekuensi
jantung, hipertensi, berkeringat, penurunan responsivitas, tremor/asteriksis,
papiledema, dispnea (bisa ada/tidak ada).

a. Alkalosis Respiratori : PCO2 rendah yang berhubungan dengan


hiperventilasi. Penyebab alkalosis Respiratori sebagai berikut:
1) Hipoksia
2) Gagal jantung kongestif
3) Ansietas
4) Emboli paru
5) Fibrosis raru
6) Kehamilan
7) Hiperventilasi dengan ventilator mekanik
8) Septikemia gram negatif

22
9) Kegagalan hepatic
10) Cedera otak
11) Keracunan salisilat
12) Demam
13) Asma
14) Anemia berat

Tanda dan gejala alkalosis respiratori tak jelas: pusing, kebas, kesemutan
ekstremitas, kesemutan, kram otot, tetani, kejang, peningkatan refleks tendon
dalam, aritmia, hiperventilasi.

20. PO2 88 mmhg


PO2, adalah tekanan gas O2 dalam darah. Kadar yang rendah
menggambarkan hipoksemia dan pasien tidak bernafas dengan adekuat. PO2
dibawah 60 mmHg mengindikasikan perlunya pemberian oksigen tambahan.
Kadar normal PO2 adalah 80-100 mmHg

Rumus jumlah O2 yang dibawa Hb:


Karena jumlah oksigen yang dapat dibawa Hb konstan 1,34 ml/gram.
1,34 x gram Hb x saturasi Hb = jumlah O2 yang dibawa Hb

21. HCO3 14 mEq/L


Ion bikarbonat (HCO3-) adalah suatu basa karena dapat menerima ion
H+ untuk membentuk asam karbonat (H2CO3).
pH = pK x log [HCO3- /(0,03 x PaCO2)]
Penilaian keseimbangan asam basa menurut Henderson-Hasselbalch
(H-H) menjelaskan bahwa ion bikarbonat dapat dipakai sebagai penafsir
asidosis/alkalosis metabolic. Kadar ion bikarbonat normal antara 22 – 26
mEq/L (sekitar 24 mEq/L). Bila kadar ion bikarbonat menurun dari normal
menandakan asidosis dan bila kadar ion bikarbonat meningkat adalah
alkalosis.

23
Dalam kasus disebutkkan bahwa HCO3 14 mEq/L hal ini berarti
bahwa nilai HCO3 mengalami penurunan dari batas normal. Penurunan
HCO3 dapat diartikan tubuh mengalami asidosis.

22. GDS 400 mg/dL


GDS (gula darah sewaktu) adalah metode pengukuran kadar glukosa
seketika waktu tanpa berpuasa terlebih dahulu. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui kadar glukosa dalam darah secara cepat dan tepat.
Pemeriksaan GDS dapat dilakukan dengan mudah menggunakan alat
Glukometer. Nilai normal gula darah sewaktu adalah 70-200 mg/dl. Nilai
GDS > 200 mg/dl adalah keadaan dimana kadar gula darah tinggi atau yang
sering disebut keadaan Hiperglikemi.
Faktor yang mempengaruhi kadar gula darah adalah:
a. Olah raga secara teratur dapat mengurangi resistensi insulin sehingga
insulin dapat dipergunakan lebih baik oleh sel-sel tubuh. Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas fisik (sekitar 30
menit/hari) dapat mengurangi resiko diabetes. Olah raga juga dapat
digunakan sebagai usaha untuk membakar lemak dalam tubuh sehingga
dapat mengurangi berat badan bagi orang obesitas.
b. Asupan makanan terutama melalui makanan berenergi tinggi atau kaya
karbohidrat dan serat yang rendah dapat mengganggu stimulasi sel-sel
beta pankreas dalam memproduksi insulin. Asupan lemak di dalam tubuh
juga perlu diperhatikan karena sangat berpengaruh terhadap kepekaan
insulin.
c. Interaksi antara pituitary, adrenal gland, pancreas dan liver sering
terganggu akibat stress dan penggunaan obat-obatan. Gangguan organ-
organ tersebut mempengaruhi metabolism ACTH (hormon dari
pituitary), kortisol, glucocorticoids (hormon adrenal gland), glucagon
merangsang glukoneogenesis di liver yang akhirnya meningkatkan kadar
gula dalam darah. Kurang tidur bisa memicu produksi hormone kortisol,

24
menurunkan toleransi glukosa, dan mengurangi hormon tiroid. Semua itu
menyebabkan resistensi insulin dan memperburuk metabolism.
d. Semakin bertambah usia perubahan fisik dan penurunan fungsi tubuh
akan mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat gizi. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa masalah gizi pada usia lanjut sebagian
besar merupakan masalah gizi berlebih dan kegemukan/obesitas yang
memicu timbulnya penyakit degeneratif termasuk diabetes mellitus.
Hiperglikemi adalah keadaan meningkatnya kadar gula dalam darah
atau terdapatnya kandungan gula dalam air kencing dan zat-zat keton serta
asam yang berlebihan. (Lanywati, 2001). Belum tentu kadar gula darah yang
tinggi dapat menjadi indikasi menderita penyakit diabetes mellitus, perlu
adanya pemeriksaan lebih lanjut untuk dapat menentukan apakah menderita
diabetes mellitus. Dalam kasus disebutkan bahwa GDS 400mg/dl hal ini
berarti pasien mengalami hiperglikemi. Kadar glukosa mencerminkan derajat
kehilangan cairan ekstraselular (Suastika & Dwi, 2004). Kehilangan cairan
yang berat menyebabkan aliran darah ginjal menurun dan menurunnya
ekskresi glukosa. Diuresis osmotik akibat hiperglikemia menyebabkan
hilangnya cairan dan elektrolit, dehidrasi, dan hiperosmolaritas.

23. Ketones (+)


Keton adalah produk sampingan dari metabolisme lemak. Ketika
tubuh tidak memiliki cukup glukosa, hati mengubah lemak menjadi asam
keton, yang digunakan sebagai bahan bakar oleh otot. Keton dapat menumpuk
di dalam darah sebagai akibat insulin yang tidak memadai atau asupan kalori
yang tidak memadai. Peningkatan keton dalam sampel darah atau sampel urin
ditemukan dalam kasus-kasus kelaparan dan beberapa kasus diabetes mellitus
akut (tipe I).
Keton urine bisa timbul bila tidak makan atau terlambat makan,
sedang ada penyakit lain atau glukosa darah tinggi di atas 200 mg/dl (Tandra,
2007). Keberadaan keton yang tinggi dalam darah bisa menjadi tanda bahwa

25
pankreas sudah tidak lagi memproduksi insulin atau memproduksi insulin
dalam kadar yang sangat minimal, sehingga glukosa sama sekali tidak
terhantar ke dalam sel-sel tubuh.
Keton merupakan residu dari proses metabolisme lemak sehingga
sifatnya bisa menjadi toksin dalam tubuh bila terlalu banyak. Ada sejumlah
efek samping dari kasus tingginya kadar keton pada diabetes, yang
menyebabkan pasien mengalami keluhan kebingungan, sakit perut akut, mual
berat, kelemahan otot dan rentan terhadap segala jenis infeksi. Dalam kasus
hasil pemeriksaan keton menunjukkan hasil positiif (+), hal ini berarti bahwa
terdapat zat keton dalam urine.
Pemeriksaan fisis dapat menunjukkan temuan-temuan lain seperti bau
napas seperti buah atau pembersih kuteks (aseton) sebagai akibat dari ekskresi
aseton melalui sistem respirasi dan tanda-tanda dehidrasi seperti kehilangan
turgor kulit, mukosa membran yang kering, takikardia dan hipotensi. Status
mental dapat bervariasi mulai dari kesadaran penuh sampai letargi yang berat;
meskipun demikian kurang dari 20% pasien KAD atau KHH yang
diperawatan dengan penurunan kesadaran. Pada pasien dengan KAD, nausea
vomitus merupakan salah satu tanda dan gejala yang sering diketemukan.
Nyeri abdominal terkadang dapat diketemukan pada pasien dewasa (lebih
sering pada anak-anak) dan dapat menyerupai akut abdomen. Meskipun
penyebabnya belum dapat dipastikan, dehidrasi jaringan otot, penundaan
pengosongan lambung dan ileus oleh karena gangguan elektrolit serta asidosis
metabolik telah diimplikasikan sebagai penyebab dari nyeri abdominal.
Asidosis, yang dapat merangsang pusat pernapasan medular, dapat
menyebabkan pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul). (Sumantri,2009)

24. Na+ 110mEq/L


Natrium adalah kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya
bisa mencapai 60 mEq/kgBB dan sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L)
berada dalam cairan intrasel. Lebih dari 90% tekanan osmotik di cairan

26
ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam
bentuk natrium klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga
perubahan tekanan osmotik pada cairan ekstrasel menggambarkan perubahan
konsentrasi natrium.

Nilai Rujukan Natrium (Scott, 2006)

a. serum bayi : 134-150 mmol/L


b. serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L
c. urine anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam
d. cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L
e. feses : kurang dari 10 mmol/hari

Gangguan Keseimbangan Natrium


Seseorang dikatakan hiponatremia, bila konsentrasi natrium plasma
dalam tubuhnya turun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai
normal (135-145 mEq/L) dan hipernatremia bila konsentrasi natrium
plasma meningkat di atas normal. Hiponatremia biasanya berkaitan dengan
hipo-osmolalitas dan hipernatremia berkaitan dengan hiper-osmolalitas.
1) Penyebab Hipernatremia
Peningkatan konsentrasi natrium plasma karena kehilangan air
dan larutan ekstrasel (dehidrasi hiperosmotik pada diabetes insipidus)
atau karena kelebihan natrium dalam cairan ekstrasel seperti pada
overhidrasi osmotik atau retensi air oleh ginjal dapat menyebabkan
peningkatan osmolaritas & konsentrasi natrium klorida dalam cairan
ekstrasel. Kepustakaan lain menyebutkan bahwa hipernatremia dapat
terjadi bila ada defisit cairan tubuh akibat ekskresi air melebihi
ekskresi natrium atau asupan air yang kurang. Misalnya pada
pengeluaran air tanpa elektrolit melalui insensible water loss atau
keringat, diare osmotik akibat pemberian laktulose atau sorbitol,
diabetes insipidus sentral maupun nefrogenik, diuresis osmotik akibat

27
glukosa atau manitol, gangguan pusat rasa haus di hipotalamus akibat
tumor atau gangguan vaskular.
2) Penyebab Hiponatremia
Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau
penambahan air yang berlebihan pada cairan ekstrasel akan
menyebabkan penurunan konsentrasi natrium plasma. Kehilangan
natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipo- osmotik
seperti pada keadaan berkeringat selama aktivitas berat yang
berkepanjangan, berhubungan dengan penurunan volume cairan
ekstrasel seperti diare, muntah-muntah, dan penggunaan diuretik
secara berlebihan. Hiponatremia juga dapat disebabkan oleh beberapa
penyakit ginjal yang menyebabkan gangguan fungsi glomerulus dan
tubulus pada ginjal, penyakit addison, serta retensi air yang berlebihan
(overhidrasi hipo-osmotik) akibat hormon antidiuretik. Kepustakaan
lain menyebutkan bahwa respons fisiologis dari hiponatremia adalah
tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus (osmolaritas urine
rendah). Pseudohiponatremia dapat dijumpai pada penurunan fraksi
plasma, yaitu pada kondisi hiperlipidemia dan hiperkolesterolemia,
hiperproteinemia dan hiperglikemia seperti pada kasus yang mencapai
110 mEq/L.

25. Cl- 95 mEq/L


Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Pemeriksaan
konsentrasi klorida dalam plasma berguna sebagai diagnosis banding pada
gangguan keseimbangan asam-basa, dan menghitung anion gap. Jumlah
klorida pada orang dewasa normal sekitar 30 mEq per kilogram berat badan.
Sekitar 88% klorida berada dalam cairan ekstraseluler dan 12% dalam cairan
intrasel. Konsentrasi klorida pada bayi lebih tinggi dibandingkan pada anak-
anak dan dewasa. Perbedaan kadar klorida antara cairan interstisial dan cairan
intrasel disebabkan oleh perbedaan potensial di permukaan luar dan dalam

28
membran sel. Jumlah klorida dalam tubuh ditentukan oleh keseimbangan
antara klorida yang masuk dan yang keluar. Klorida yang masuk tergantung
dari jumlah dan jenis makanan. Kandungan klorida dalam makanan sama
dengan natrium. Orang dewasa pada keadaan normal rerata mengkonsumsi
50-200 mEq klorida per hari, dan ekskresi klorida bersama feses sekitar 1-2
mEq perhari. Drainase lambung atau usus pada diare menyebabkan ekskresi
klorida mencapai 100 mEq perhari. Kadar klorida dalam keringat bervariasi,
rerata 40 mEq/L. Bila pengeluaran keringat berlebihan, kehilangan klorida
dapat mencapai 200 mEq per

Nilai Rujukan Klorida (Scott, 2006)


a. serum bayi baru lahir : 94-112 mmol/L
b. serum anak : 98-105 mmol/L
c. serum dewasa : 95-105 mmol/L
d. keringat anak : <50 mmol/L
e. keringat dewasa : <60 mmol/L
f. urine : 110-250 mmol/24 jam
g. feses : 2 mmol/24 jam

Penyebab Hiperklorinemia
Hiperklorinemia terjadi jika pemasukan melebihi pengeluaran pada
gangguan mekanisme homeostasis dari klorida. Umumnya penyebab
hiperklorinemia sama dengan hipernatremia. Hiperklorinemia dapat
dijumpai pada kasus dehidrasi, asidosis tubular ginjal, gagal ginjal akut,
asidosis metabolik yang disebabkan karena diare yang lama dan
kehilangan natrium bikarbonat, diabetes insipidus, hiperfungsi status
adrenokortikal dan penggunaan larutan salin yang berlebihan, alkalosis
respiratorik. Asidosis hiperklorinemia dapat menjadi petanda pada
gangguan tubulus ginjal yang luas

29
Penyebab Hipoklorinemia
Hipoklorinemia terjadi jika pengeluaran klorida melebihi pemasukan.
Penyebab hipoklorinemia umumnya sama dengan hiponatremia, tetapi
pada alkalosis metabolik dengan hipoklorinemia, defisit klorida tidak
disertai defisit natrium. Hipoklorinemia juga dapat terjadi pada gangguan
yang berkaitan dengan retensi bikarbonat, contohnya pada asidosis
respiratorik kronik dengan kompensasi ginjal.
Pada kasus kadar klorida 95 mEq/L, hal ini mengindikasikan bahwa
pasien mengalami heperkloremia. Hiperglikemia menyebabkan masuknya
cairan intraseluler ke ruang ekstraseluler.

26. K+ 5,8 mEq/L


Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada di dalam cairan
intrasel. Konsentrasi kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan konsentrasi
kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Jumlah konsentrasi kalium pada
orang dewasa berkisar 50-60 per kilogram berat badan (3000-4000 mEq).
Jumlah kalium ini dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Jumlah kalium
pada wanita 25% lebih kecil dibanding pada laki-laki dan jumlah kalium pada
orang dewasa lebih kecil 20% dibandingkan pada anak-anak. Jumlah kalium
dalam tubuh merupakan cermin keseimbangan kalium yang masuk dan
keluar. Pemasukan kalium melalui saluran cerna tergantung dari jumlah dan
jenis makanan. Orang dewasa pada keadaan normal mengkonsumsi 60-100
mEq kalium perhari (hampir sama dengan konsumsi natrium). Kalium
difiltrasi di glomerulus, sebagian besar (70-80%) direabsorpsi secara aktif
maupun pasif di tubulus proksimal dan direabsorpsi bersama dengan natrium
dan klorida di lengkung henle. Kalium dikeluarkan dari tubuh melalui traktus
gastrointestinal kurang dari 5%, kulit dan urine mencapai 90%.
Nilai Rujukan Kalium (Scott, 2006)
a. serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L
b. serum anak : 3,5-5,5 mmo/L

30
c. serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L
d. urine anak : 17-57 mmol/24 jam
e. urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam
f. cairan lambung : 10 mmol/L

A. Gangguan Keseimbangan Kalium


Bila kadar kalium kurang dari 3,5 mEq/L disebut sebagai
hipokalemia dan kadar kalium lebih dari 5,3 mEq/L disebut sebagai
hiperkalemia. Kekurangan ion kalium dapat menyebabkan frekuensi
denyut jantung melambat.Peningkatan kalium plasma 3-4 mEq/L dapat
menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat
menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung.

1) Penyebab Hipokalemia
Penyebab hipokalemia dapat dibagi sebagai berikut :
a. Asupan Kalium Kurang
Orang tua yang hanya makan roti panggang dan teh, peminum
alkohol yang berat sehingga jarang makan dan tidak makan dengan
baik, atau pada pasien sakit berat yang tidak dapat makan dan minum
dengan baik melalui mulut atau disertai oleh masalah lain misalnya
pada pemberian diuretik atau pemberian diet rendah kalori pada
program menurunkan berat badan dapat menyebabkan hipokalemia.
b. Pengeluaran Kalium Berlebihan
Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran
cerna seperti muntah-muntah, melalui ginjal seperti pemakaian
diuretik, kelebihan hormon mineralokortikoid
primer/hiperaldosteronisme primer (sindrom bartter atau sindrom
gitelman) atau melalui keringat yang berlebihan. Diare, tumor kolon
(adenoma vilosa) dan pemakaian pencahar menyebabkan kalium
keluar bersama bikarbonat pada saluran cerna bagian bawah (asidosis

31
metabolik). Licorice (semacam permen) yang mengandung senyawa
yang bekerja mirip aldosteron, dapat menyebabkan hipokalemia jika
dimakan berlebihan.
c. Kalium Masuk ke Dalam Sel
Kalium masuk ke dalam sel dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel,
pemberian insulin, peningkatan aktivitas beta-adrenergik (pemakaian
β2- agonis), paralisis periodik hipokalemik, dan hipotermia.
2) Penyebab Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat disebabkan oleh :
a. Keluarnya Kalium dari Intrasel ke Ekstrasel
Kalium keluar dari sel dapat terjadi pada keadaan asidosis
metabolik ketoasidosis, asidosis laktat), defisit insulin, katabolisme
jaringan meningkat, pemakaian obat penghambat-β adrenergik, dan
pseudohiperkalemia.
b. Berkurangnya Ekskresi Kalium melalui Ginjal
Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal terjadi pada
keadaan hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi
efektif, pemakaian siklosporin atau akibat koreksi ion kalium
berlebihan dan pada kasus-kasus yang mendapat terapi angiotensin-
converting enzyme inhibitor dan potassium sparing diuretics.
Pseudohiperkalemia dapat disebabkan oleh hemolisis, sampel tidak
segera diperiksa atau akibat kesalahan preanalitik yang lain yaitu
tornikuet pada lengan atas tidak dilepas sebelum diambil darah setelah
penderita menggenggam tangannya berulangkali (peningkatan sampai
2 mmol/L). Jumlah trombosit >500.000/mm3 atau leukosit
>70.000/mm3 juga dapat meningkatkan kadar kalium serum.
Pada Kasus nilai kalium 5, 8 mEq/L yang megindikasikan
hipokalemia karena kalium keluar ke ekstra sel.

32
27. Ca+ 8,3 mEq/L
Kation kalsium terlibat dalam kontraksi otot, fungsi jantung, transmisi
impuls saraf dan pembekuan darah. Lebih kurang 98-99% dari kalsium dalam
tubuh terdapat dalam rangka dan gigi. Sejumlah 50% dari kalsium dalam
darah terdapat dalam bentuk ion bebas dan sisanya terikat dengan protein.
Hanya kalsium dalam bentuk ion bebas yang dapat digunakan dalam proses
fungsional. Penurunan konsentrasi serum albumin 1 g/dL menurunkan
konsentrasi total serum kalsium lebih kurang 0,8 mEq/dL.
Hiperkalsemia terutama terjadi akibat hiperparatiroidisme atau
neoplasma (kanker). Penyebab lain meliputi paratiroid adenoma atau
hiperplasia (terkait dengan hipofosfatemia), penyakit hodgkin, multiple
mieloma, leukemia, penyakit addison, penyakit paget, respiratori asidosis,
metastase tulang, imobilisasi dan terapi dengan diuretik tiazid.
Hipokalsemia dapat diakibatkan oleh hiperfosfatemia, alkalosis,
osteomalasia, penggantian kalsium yang tidak mencukupi, penggunaan
laksatif, furosemide, dan pemberian kalsitonin. Pseudohipokalsemia kadang-
kadang ditemukan bila konsentrasi albumin rendah karena adanya gabungan
kalsium dengan albumin.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar kalsium :

a. Hormon paratiroid bekerja pada tulang untuk melepaskan kalsium ke


dalam darah, meningkatkan absorpsi kalsium di usus dan meningkatkan
reabsorbsi kalsium di ginjal.
b. Vitamin D menstimulasi absorpsi kalsium di usus.
c. Estrogen meningkatkan simpanan kalsium dalam tulang
d. Androgen, glukokortikoid dan kelebihan hormon tiroid dapat
menyebabkan hipokalsemia dan kekurangan kalsium dalam tulang.

33
28. Anion Gap 19 mEq/L
Anion gap digunakan untuk mendiagnosa asidosis metabolik.
Perhitungan menggunakan elektrolit yang tersedia dapat membantu
perhitungan kation dan anion yang tidak terukur. Kation dan anion yang tidak
terukur termasuk Ca+ dan Mg2+, anion yang tidak terukur meliputi protein,
fosfat sulfat dan asam organik. Anion gap dapat dihitung menggunakan dua
pendekatan yang berbeda :
Na+ - (Cl- + HCO3) atau Na + K – (Cl + HCO3) = AG
Nilai anion gap yang tinggi (dengan pH tinggi) menunjukkan
penciutan volume ekstraseluler atau pada pemberian penisilin dosis besar.
Anion gap yang tinggi dengan pH rendah merupakan manifestasi dari keadaan
yang sering dinyatakan dengan singkatan "MULEPAK", yaitu: akibat asupan
metanol, uremia, asidosis laktat, etilen glikol, paraldehid, intoksikasi aspirin
dan ketoasidosis

29. Hb 15,4 mEq/L


Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi
oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat
rantai protein yang terdiri dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme
(mengandung atom besi dan porphyrin: suatu pigmen merah). Pigmen besi
hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut
oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin
yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram
hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan
dengan kadar Hb bukan jumlah sel darah merah. Penurunan protein Hb
normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S berhubungan dengan anemia sel sabit. Hb
juga berfungsi sebagai dapar melalui perpindahan klorida kedalam dan keluar
sel darah merah berdasarkan kadar O2 dalam plasma (untuk tiap klorida yang
masuk kedalam sel darah merah, dikeluarkan satu anion HCO3). Penetapan
anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda secara individual

34
karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakit paru-paru,
olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 gm/dL
menunjukkan anemia. Pada penentuan status anemia, jumlah total hemoglobin
lebih penting daripada jumlah eritrosit.

30. Ht 48,2% (35-45)


Hematokrit menunjukan persentase sel darah merah tehadap volume
darah total. Nilai normal pada wanita yaitu 35-45%. Penurunan nilai Hct
merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab). Pada syok hipovolemik,
nilai Hct mengalami penurunan. Nilai Hct <20% dapat menyebabkan gagal
jantung dan kematian; Hct >60% terkait dengan pembekuan darah spontan.
Dehidrasi parah karena berbagai sebab meningkatkan nilai Hct. Peningkatan
HMT terjadi pada dehidrasi, diare berat,eklampsia (komplikasi pada
kehamilan), efek pembedahan, dan luka bakar, dan Iain-Iain

B. KETOASIDOSIS DEABETIKUM
Keton adalah produk sampingan dari metabolisme lemak. Ketika tubuh tidak
memiliki cukup glukosa, hati mengubah lemak menjadi asam keton, yang
digunakan sebagai bahan bakar oleh otot. Ada tiga jenis badan keton – asam
asetoasetat, asam beta-hidroksibutirat, dan aseton – dilepaskan ke dalam aliran
darah setelah metabolisme terjadi.

Asam asetoasetat dan asam beta-hidroksibutirat digunakan untuk bahan bakar


otak dan otot, tapi tubuh tidak dapat memecah aseton dan karena itu
mengeluarkannya dalam urin. Aseton atau badan keton berlebih dalam darah dan
urin dapat menjadi tanda dari penyakit metabolisme yang serius.
Pada individu sehat, tubuh menggunakan metabolisme karbohidrat sebagian
besar untuk bahan bakar sel-sel. Jika karbohidrat yang memadai tidak tersedia,
seperti selama kelaparan ekstrim, tubuh mulai metabolisme lemak menjadi badan
keton untuk menyediakan bahan bakar yang diperlukan. Tingginya kadar keton

35
dalam urin, suatu kondisi yang disebut ketonuria, menunjukkan bahwa tubuh
menggunakan sebagian besar lemak untuk energi.
Kondisi lain yang akan menghasilkan peningkatan kadar badan keton adalah
diabetes Tipe I – bentuk parah dari diabetes mellitus. Orang dengan diabetes
mellitus tidak dapat memetabolisme glukosa secara efisien, biasanya karena
insulin tidak cukup atau resistensi insulin. Tubuh mereka akan mulai metabolisme
lemak dan protein untuk menebus kekurangan glukosa yang tersedia untuk energi.
Tingginya kadar keton juga dapat menyebabkan seseorang untuk memiliki
aseton atau bau buah pada napas mereka. Pemeriksaan lebih lanjut kadar glukosa
darah dapat mengkonfirmasi penyakit. Tes urine keton juga berguna dalam
membantu pasien diabetes mempertahankan diet yang tepat dan pengobatan untuk
kontrol optimal dari penyakit.
Ketonuria dapat membantu sinyal kemungkinan komplikasi selama puasa
ekstrim atau diet, atau selama kehamilan. Pengujian wanita hamil adalah penting
karena telah ketonuria mungkin dikaitkan dengan beberapa kematian janin.
Dokter juga menskrining pasien akut sakit dan pasien yang sedang
mempersiapkan untuk operasi untuk indikasi kemungkinan masalah metabolisme.
Kehadiran keton dalam darah atau urine tidak hanya sinyal dari masalah
metabolisme. Keton sendiri dapat berbahaya pada tingkat tinggi. Tanpa
pengobatan, tingkat yang sangat tinggi keton dalam darah dan urin dapat
menurunkan pH darah dan menyebabkan kondisi yang disebut ketoasidosis. Hal
ini terjadi paling sering pada orang dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol
dan diperburuk ketika kadar glukosa darah tinggi, yang disebabkan oleh
kekurangan insulin yang tersedia, lebih lanjut mengasamkan darah.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi – kekacauan
metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama
disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipolikemia
merupakan komplikasi akut diabetes melitus (DM) yang serius dan membutuhkan
pengelolaan gawat darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasnya mengalami
dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok.

36
Gejala utama pada ketoasidosis diabetik fase awal adalah:

a. Napas pendek atau sesak napas.


b. Volume urin meningkat.
c. Merasa haus terus menerus.
d. Kelelahan.
e. Peningkatan kadar gula darah dan/atau ketone.
f. Sakit Perut.

Jika tidak ditangani, penderita akan mengalami gejala-gejala:

a. Detak jantung lebih cepat (takikaardia).


b. Napas lebih cepat.
c. Muntah.
d. Pusing dan kebingungan atau linglung.
e. Napas berbau seperti obat tetes anak-anak atau pembersih kutek.
f. Mudah mengantuk.
g. Koma.

Komplikasi yang bisa disebabkan ketoasidosis diabetik:

a. Rendahnya kadar gula darah (hipoglikemia).


b. Rendahnya kadar kalium (hipokalemia).
c. Pembengkakan otak (edema serebral).
d. Sindrom gangguan pernapasan akut.
e. Gagal ginjal akut.

Beberapa hal yang biasanya memicu munculnya ketoasidosis diabetik adalah:

a) Trauma fisik atau emosional.


b) Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.
c) Sakit atau infeksi lain, dan akibatnya membuat tubuh memproduksi beberapa
hormon yang memiliki efek berlawanan dengan insulin.

37
d) Serangan jantung.
e) Masalah saat terapi insulin. Kurangnya terapi insulin bisa menyebabkan
menurunnya jumlah insulin dalam sistem tubuh.
f) Beberapa pengobatan, misalnya kartikosteroid dan diuretik.
g) Diabetes yang tidak terdiagnosis.

Untuk mendiagnosis ketoasidosis diabetik perlu mengidentifikasi gejala dan


tanda-tanda yang dialami oleh pasien. Maka harus dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti:

a) Pemeriksaan fisik.
b) Tes darah, untuk mengetahui kadar gula darah, kadar keton, dan tingkat
keasaman darah.
c) Pencitraan sinar X bagian dada untuk melihat komplikasi yang mungkin
muncul.
d) Tes urine.
e) Tes elektrolit darah.
f) Tes elektrokardiogram, untuk merekam aktivitas kelistrikan jantung.

C. Pemeriksaan tindak lanjut


1. Biokimia darah : untuk mengetahui kadar elektrolit, dan glukosa darah.
2. Hematologi : untuk mengetahui darah lengkap
3. Urinalis : untuk mengetahui adanya protein, nitrat, leukosit,
darah dan zat lain dalam urine daram urine. Kegunaan urinalisis, hanya pada
diagnosis awal glikosuria dan ketonuria serta deteksi infeksi traktus urinarius.
Untuk penilaian kuantitatif glukosa atau keton pemeriksaan urin tidak dapat
diandalkan, oleh karena mempunyai korelasi yang buruk dengan kadar
glukosa darah dan juga keton urin utama (beta-hidroksibutirat) tidak dapat
diperiksa dengan metode nitroprusida.
4. Kardiovaskuler (EKG): untuk mengetahu adanya resiko infark miokrad pada
penderita DM

38
D. penatalaksanaan
1. Terapi cairan
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan.
Terapi insulin hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan
hanya dengan terapi cairan saja akan membuat kadar gula darah menjadi lebih
rendah. Studi menunjukkan bahwa selama empat jam pertama, lebih dari 80%
penurunan kadar gula darah disebabkan oleh rehidrasi. Oleh karena itu, hal
penting pertama yang harus dipahami adalah penentuan difisit cairan yang
terjadi. Beratnya kekurangan cairan yang terjadi dipengaruhi oleh durasi
hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal, dan intake cairan penderita. Hal ini
bisa diperkirakan dengan pemeriksaan klinis atau dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

Fluiddeficit = (0,6 X berat badan dalam kg)


X (corrected Na/140)
Corrected Na = Na+ (kadar gula darah-5)/3,5

Rumus lain yang dapat dipakai untuk menentukan derajat dehidrasi


adalah dengan menghitung osmolalitas serum total dan corrected serum
sodium concentration.

Osmolalitas serum total = 2 X Na(mEq/l) + kadar glukosa darah (mg/dl)/18 +


BUN/2,8

Serum sodium concentration dapat dikoreksi dengan menambahkan


1,6 mEq/l tiap kenaikan100 mg/dl kadar gula darah diatas kadar gula100mg/
dl. Nilai corrected serum sodium concentration > 140 dan osmolalitas serum
total > 330mOsm/kg air menunjukkan deficit cairan yang berat. Penentuan
derajat dehidrasi dengan gejala klinis sering kali sukar dikerjakan, namun

39
demikian beberapa gejala klinis yang dapat menolong untuk menentukan
derajat dehidrasi adalah.:

a. 5% : penurunan turgor kulit, membran mukosa kering, takikardia


b. 10% :capillary refill time • 3 detik,
c. mata cowong
d. > 10% :pulsus arteri perifer lemah,hipotensi, syok,oliguria

Resusitasi cairan hendaknya dilakukan secara agresif. Targetnya adalah


penggantian cairan sebesar 50% dari kekurangan cairan dalam 8 " 12 jam
pertama dan sisanya dalam 12 " 16 jam berikutnya. Menurut perkiraan
banyak ahli, total kekurangan cairan pada pasien KAD sebesar 100ml/kgBB,
atau sebesar 5 " 8 liter. Pada pasien dewasa, terapi cairan awal langsung
diberikan untuk ekspansi volume cairan intravaskular dan ekstravaskular dan
menjaga perfusiginjal. Terdapat beberapa kontroversi tentang jenis cairan
yang dipergunakan. Tidak ada uji klinik yang membuktikan kelebihan
pemakaian salah satu jenis cairan. Kebanyakan ahli menyarankan pemakaian
cairan fisiologis (NaCl 0,9%) sebagai terapi awal untuk resusitasi cairan.
Cairan fisiologis (NaCl 0,9%) diberikan dengan kecepatan 15 "
20ml/kgBB/jam atau lebih selama jam pertama (±1 " 1,5 liter). Sebuah
sumber memberikan petunjuk praktis pemberian cairan sebagai berikut:1 liter
pada jam pertama,1 liter dalam 2 jam berikutnya, kemudian 1 liter setiap 4
jam sampai pasien terehidrasi. Sumber lain menyarankan 1 " 1,5 lt pada jam
pertama, selanjutnya 250" 500 ml/jam pada jam berikutnya. Petunjuk ini
haruslah disesuaikan dengan status hidrasi pasien. Pilihan cairan selanjutnya
tergantung dari status hidrasi, kadar elektrolit serum, dan pengeluaran urine.
Pada umumnya, cairanNaCl0,45% diberikan jika kadar natrium serum tinggi
(> 150mEq/l), dan diberikan untuk mengkoreksi peningkatan kadarNa+
serum (correctedserum sodium) dengan kecepatan 4 " 14 ml/kgBB/jam serta
agar perpindahan cairan antara intra dan ekstraselular terjadi secara gradual.

40
Pemakaian cairan Ringer Laktat (RL) disarankan untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya hiperkloremia yang umumnya terjadi pada
pemakaian normal saline dan berdasarkan strong-ion theory untuk asidosis
(Stewarthypothesis). Sampai saat ini tidak didapatkan alasan yang
meyakinkan tentang keuntungan pemakaian RL dibandingkan
denganNaCl0,9%. Jika kadar Na serum rendah tetaplah mempergunakan
cairan NaCl 0,9%. Setelah fungsi ginjal dinilai, infus cairan harus
mengandung 20" 30mEq/l Kalium (2/3 KCl dan 1/3 KPO4) sampai pasien
stabil dan dapat makan. Keberhasilan terapi cairan ditentukan dengan
monitoring hemodinamik (perbaikan tekanan darah), pengukuran cairan
masuk dan keluar, dan pemeriksaan klinis.
Pemberian cairan harus dapat mengganti perkiraan kekurangan cairan
dalam jangka waktu 24 jam pertama. Perubahan osmolalitas serum tidak
melebihi 3 mOsm/kgH2O/jam. Pada pasien dengan kelainan ginjal, jantung
atau hati terutama orangtua, harus dilakukan pemantauan osmolalitas serum
dan penilaian fungsi jantung, ginjal, dan status mental yang
berkesinambungan selama resusitasi cairan untuk menghindari overload
cairan iatrogenik. Untuk itu pemasangan Central Venous Pressure (CVP)
monitor dapat sangat menolong. Ketika kadar gula darah mencapai
250mg/dl, cairan diganti atau ditambahkan dengan cairan yang mengandung
dextrose seperti(dextrose5%,dextrose5% pada NaCl 0,9%, atau dextrose5%
pada NaCl0,45%) untuk menghindari hipoglikemia dan mengurangi
kemunginan edema serebral akibat penurunan gula darah yang terlalu cepat.

2. Terapi Insulin
Pada DM Tipe 2 direkomendasikan untuk menggunakan insulin sedini
mungkin untuk menghambat laju progresifitas perjalanan DM Tipe 2 dan
menghambat munculnya komplikasi. Cara pemberian insulin yang umum
dilakukan adalah dengan semprit dan jarum, pen insulin, atau pompa insulin
(CSII). Sampai saat ini, penggunaan CSII di Indonesia masih sangat terbatas.

41
Pen insulin kini lebih popular dibandingkan semprit dan jarum. Cara
penggunaannya lebih mudah dan nyaman, serta dapat dibawa kemana-mana.
Kelemahannya adalah kita tidak dapat mencampur dua jenis insulin menjadi
berbagai kombinasi, kecuali yang sudah tersedia dalam sediaan tetap (insulin
premixed).

Jenis insulin kelebihan Kekurangan Pemakaian


Insulin manusia Biaya relative lebih  Insulin Pada individu
rendah kerja dengan
pendek kepatuhan yang
awitan lebih lebih baik
lama
 Insulin
kerja
panjang,
puncak dan
lama kerja
bervariasi,
tergantung
respons
individu
 Efek
samping
kenaikan
berat badan
Insulin analog  Insulin kerja cepat Efek samping Pada individu
segera bekerja letargi, kenaikan dengan
setelah berat badan kepatuhan diet
disuntikkan yang relative
 Insulin kerja tidak terlalu baik

42
panjang tidak
memilki aktivitas
puncak sehingga
kerjanya mudah
diprediksi dan
risiko
hipoglikemia lebih
rendah
 Meminimalkan
kenaikan tajam
glukosa darah
segera setelah
makan
Cara pemberian :

1. SC: insulin short acting, rapid acting, intermediate, dan insulin long acting.
SC memiliki waktu paruh sekitar 2-4 jam.
2. IV : biasa langsung IV ( dicampur dalam botol infuse yang mengandung
glukosa) atau syringe pump (insulin short acting dan rapid acting). IV
memiliki waktu paruh 4-5 menit.
3. CSII (continous subcutan insulin infusion): (insulin short acting dan rapid
acting) mengeluarkan insulin dengan kecepatan yang bervariasi sesuai dengan
kebutuhan individu memiliki waktu paruh 2-4 jam.

43
Jenis insulin Awitan Puncak Lama kemasan
(onset) efek kerja
Kerja pendek (insulin 30-45 2-4 jam 6-8 jam
manusia. Insulin menit
regular)
 Humulin ‘R Vial
 Actrapid Penfill
 Insuman
Kerja cepat (insulin 5-15 1-2 jam 4-6 jam
analog) menit
 Insulin lispro Vial/ pen
(Humalog)
 Insulin aspart Flexpen
(Novorapid)
 Insulin
glulisin Pen/vial
(Aprida)
Kerja menengah 1,5-4 jam 4-10 jam 8-12 jam
(insulin manusia,

44
NPH)
 Humulin N Via
 Insulatard Penfill
 Insuman basal via
Kerja panjang 1-3 jam Hampir 12-24 jam
(insulin analog) tanpa
 Insulin puncak Pen/vial 100
glargine IU/mL
(lantus)
 Insulin Pen 100U/mL
detemir
(Lavemir)
Kerja ultra-panjang
(insulin analog) Hamper Sampai 48 Pen
 Degludec 30-60 tanpa jam
(Tresiba) menit puncak
 Glargine Tanpa 24 jam Pen 300U/mL
U300 (Lantus 1-3 jam puncak
XR)
Kerja cepat ( Insulin
Analog)
 Insulin lispro Vial/pen
(Humalog) 5-15 1-2 jam 4-6 jam
 Insulin aspart menit Flexpen
(Novorapid)
 Insulin Pen/vial
glulisin
(Aprida)
Campuran (preximed,

45
insulin manusia)
 Humulin 30-60 3-12 jam Via 30/70
30/70 (30 % menit penfill
regular. 70%
NPH)
 Mixtard 30/70
(30% regular,
70% NPH)
Campuran (preximed 12-30 1-4 jam
insulin analogue) menit Via 10 mL,
Humalog Mix 75/25 pen 3 mL
(75% protamine penfill/flexpen
lispro, 25% lispro)
NovoMix 30 (30
aspart, 70 %
protamine aspart)
*NPH (Nutral Protaminne Hagedorn,. Belum tersedia di Indonesia
Insulin intravena dosis rendah berkelanjutan merupakan standar baku
pemberian insulin untuk kasus KAD dan SHH. Infus IV dosis rendah
dikaitkan karena adanya komplikasi metabolic. Insulin IV 5-7u/jam
seharusnya mampu menurunkan kadar glukosa darah sbesar 50-75 mg/dl/jam
serta dapat menghambat lipolysis, menghentikan ketogenesis dan menekan
produksi gluconeogenesis di hati.

3. Natrium
Penderita dengan KAD kadang-kadang mempunyai kadar natrium
serum yang rendah, oleh karena level gula darah yang tinggi. Untuk tiap
peningkatan gula darah 100mg/dl diatas100mg/dl maka kadar natrium
diasumsikan lebih tinggi 1,6 mEq/l dari pada kadar yang diukur.
Hiponatremia memerlukan koreksi jika level natrium masih rendah setelah

46
penyesuaian efek ini. Contoh,pada orang dengan kadar gula darah 600 mg/dl
dan level natrium yang diukur 130, maka level natrium yang sebenarnya
sebesar 130 + (1,6 x 5)= 138, sehingga tidak memerlukan koreksi dan hanya
memerlukan pemberian cairan normal saline (NaCl 0,9%). Sebaliknya kadar
natrium dapat meningkat setelah dilakukan resusitasi cairan dengan normal
saline oleh karena normal saline memiliki kadar natrium lebih tinggi dari
kadar natrium ekstraselular saat itu disamping oleh karena air tanpa natrium
akan berpindah ke intraselular sehingga akan meningkatkan kadar natrium.
Serum natrium yang lebih tinggi daripada 150mEq/l memerlukan koreksi
dengan NaCl0,45%.

4. Kalium
Meskipun terdapat kekurangan kalium secara total dalam tubuh
(sampai 3 " 5 mEq/kgBB), hiperkalemia ringan sampai sedang seringkali
terjadi. Hal ini terjadi karena shift kalium dari intrasel ke ekstra sel oleh
karena asidosis, kekurangan insulin,dan hipertonisitas, sehingga terapi
insulin, koreksi asidosis, dan penambahan volume cairan akan menurunkan
konsentrasi kalium serum.Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium
dimulai setelah kadar kalium serum kurang dari 5,0, sumber lain
menyebutkan nilai 5,5 mEq/l. Umumnya, 20" 30 mEqkalium (2/3 KCldan1/3
KPO4) pada tiap liter cairan infus cukup untuk memelihara kadar kalium
serum dalam range normal4 " 5 mEq/l. Kadang-kadang pasien KAD
mengalami hypokalemia yang signifikan. Pada kasus tersebut, penggantian
kalium harus dimulai dengan terapi KCl40 mEq/l, dan terapi insulin harus
ditunda hingga kadar kalium >3,3 mEq/l untuk menghindari aritmia atau
gagal jantung dan kelemahan otot pernapasan. Terapi kalium dimulai saat
terapi cairan sudah dimulai, dan tidak dilakukan jika tidak ada produksi
urine, terdapat kelainan ginjal,atau kadar kalium > 6 mEq/l.

47
5. Bikarbonat
Pemakaian bikarbonat pada KAD masih kontroversial. Pada pH > 7,0,
pengembalian aktifitas insulin memblok lipolysis dan memperbaiki
ketoasidosis tanpa pemberian bikarbonat. Studi random prospektif telah
gagal menunjukkan baik keuntungan atau kerugian pada perubahan
morbiditas atau mortalitas dengan terapi bikarbonat pada pasien KAD
dengan pH antara 6,9 " 7,1. Tidak didapatkan studi random prospektif yang
mempelajari pemakaian bikarbonat pada KAD dengan nilai pH < 6,9.
Mengetahui bahwa asidosis berat menyebabkan banyak efekvaskular yang
tidak diinginkan, tampaknya cukup bijaksana menentukan bahwa pada pasien
dewasa dengan pH < 6,9,100 mmol natrium bikarbonat ditambahkan
kedalam 400 ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200ml/jam.
Pada pasien dengan pH 6,9 " 7,0,50 mmol natrium bikarbonat dicampur
dalam 200ml cairan fisiologis dan diberikan dengan kecepatan 200ml/jam.
Natrium bikarbonat tidak diperlukan jika pH > 7,0. Sebagaimana natrium
bikarbonat, insulin menurunkan kadar kalium serum, oleh karena itu
pemberian kalium harus terus diberikan secara intravena dan dimonitor
secara berkala. Setelah itu pH darah vena diperiksa setiap 2 jam sampai pH
menjadi 7,0, dan terapi harus diulangi setiap2 jam jikaperlu.7

6. Fosfat
Meskipun kadar fosfat tubuh secara keseluruhan mengalami penurunan
hingga 1,0 mmol/kgBB, kadar fosfat serum sering kali normal atau
meningkat. Kadar fosfat menurun dengan terapi insulin. Studi acak
prospektif gagal untuk menunjukkan efek menguntungkan dari pemberian
fosfat pada hasil akhir pasien KAD,dan terapi fosfat berlebihan dapat
menyebabkan hypokalemia berat tanpa bukti adanya tetanus. Bagaimanapun
untuk menghindari lemahnya otot rangka dan jantung serta depresi
pernapasan yang disebabkan hipofosfatemia, pemberian fosfat secara hati-
hati mungkin kadang-kadang diindikasikan pada pasien dengan kelainan

48
jantung, anemia, atau depresi pernapasan dan pada mereka dengan kadar
serum posfat < 1,0 mg/dl. Ketika diperlukan, 20" 30mEq/lkalium fosfat dapat
ditambahkan pada terapi cairan yang telah diberikan. Untuk itu diperlukan
pemantauan secara kontinu. Beberapa peneliti menganjurkan pemakaian
kalium fosfat rutin karena mereka percaya akan dapat menurunkan
hiperkloremia setelah terapi dengan membatasi pemberian anion Cl-.
Pemberian fosfat juga mencetuskan hipokalsemia simtomatis pada beberapa
pasien.

7. Magnesium
Biasanya terdapat deficit magnesium sebesar 1" 2 mEq/l pada pasien
KAD. Kadar magnesium ini juga dipengaruhi oleh pemakaian obat seperti
diuretik yang dapat menurunkan kadar magnesium darah. Gejala kekurangan
magnesium sangat sulit dinilai dan sering tumpang tindih dengan gejala akibat
kekurangan kalsium,kalium atau natrium. Gejala yang sering dilaporkan
adalah parestesia, tremor, spame karpopedal, agitasi, kejang,dan aritmia
jantung. Pasien biasanya menunjukkan gejala pada kadar! 1,2 mg/dl. Jika
kadarnya di bawah normal disertai gejala, maka pemberian magnesium dapat
dipertimbangkan.

8. Hiperkloremik asidosisselamaterapi
Oleh karena pertimbangan pengeluaran keto acid dalam urine selama
fase awal terapi, substrat atau bahan turunan bikarbonat akan menurun.
Sebagian defsit bikarbonat akan diganti dengan infusion klorida pada
sejumlah besar salin untuk mengkoreksi dehidrasi. Pada kebanyakan pasien
akan mengalami sebuah keadaan hiperkloremik dengan bikarbonat yang
rendah dengan aniongap yang normal. Keadaan ini merupakan kelainan yang
ringan dan tidak akan berbahaya dalam waktu 12" 24 jam jika pemberian
cairan intravena tidak diberikan terlalu lama.

49
9. Penatalaksaan terhadap Infeksi yang Menyertai
Antibiotika diberikan sesuai dengan indikasi, terutama terhadap factor
pencetus terjadinyaKAD. Jika factor pencetus infeksi belum dapat
ditemukan, maka antibiotika yang dipilih adalah antibiotika spektrum luas.

10. Terapi Pencegahan terhadap Deep Vein Thrombosis (DVT)


Terapi pencegahan DVT diberikan terhadap penderita dengan risiko
tinggi, terutama terhadap penderita yang tidak sadar,immobilisasi, orangtua,
dan hyperosmolar berat. Dosis yang dianjurkan 5000 iu tiap 8 jam secara
subkutan.

50
E. Analisa Data

NO HARI/ DATA FOKUS MASALAH ETIOLOGI DIAGNOSA TTD


TGL
1 Sabtu, DS: Kekurangan dieresis Kekurangan
volume cairan volume cairan
28/ 11/ - Keluarga klien osmotik
berhubungan
2015 mengatakan mual danm dengan
dieresis
untah 4 hari yang lalu
osmotik
- Klien tidak buang air
kecil 8 jam terakhir
DO:
- TD: 88/64 mmHg
- HR: 115 kali/ menit
- Klien mengalami
penurunan kesadaran
- Suhu 38,9 C
- Kulit kering, panas, dan
kemerahan
2 Sabtu, DS: Resiko infeksi Resiko infeksi
28/ 11/ - Keluarga mengatakan
2015 mencium bau tidak
sedap pada luka pasien
- Keluargamengatakan >
1 minggu kaki klien
bengkak, merah dan
tercium bau tidak sedap
DO:
- Ada luka pada kaki
klien dan bau tidak

51
sedap
- Kulit klien panas dan
kemerahan
3 Sabtu, DS: Ketidakefektif Hiperventilas Ketidakefektif
28/ 11/ - an pola nafas i an pola nafas
2015 DO: berhubungan
- RR klien dengan
:28x/menit Hiperventilasi
- Pasien bernafas
cepat dan dalam
4 Sabtu, DS: Resiko Resiko
28/ 11/ - Ny B mengeluh ketidakseimba ketidakseimba
2015 mual dengan ngan elektrolit ngan elektrolit
disertai muntah.
- Ny B
mengatakan 2
hari sebelumnya
tidak makan
apapun
DO:
- Na 110mEq/L
- Cl 95 mEq/L; K
5,8 mEq/L
- Ca 8,3 mEq/L
- Anion Gap 19
mEq/L

52
F. Prioritas Diagnosa
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan Hiperventilasi
c. resiko infeksi bd. Luka terbuka
d. Resiko keetidakseimbangan cairan dan elektrolit

G. Intervensi Keperawatan
Hari,
Diagnosa Tujuan & Intervensi
No Tanggal Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
& Jam
1. Selasa, Kekurangan Setelah Manajemen 1. Untuk
30 volume cairan dilakukan Cairan mengetahui
Oktober berhubungan tindakan tanda-tanda
2017 dengan kegagalan keperawatan 1. Monitor status
hidrasi hidrasi klien
mekanisme 1x24 jam
regulasi diharapkan (kelembaban 2. Untuk rehidrasi
(hiperglikemia) kebutuhan membran jaringan
cairan klien mukosa, nadi ekstraseluler,
dapat teratasi adekuat, sehingga dapat
dengan kriteria mengembalikan
tekanan darah
hasil: tekanan darah,
a. Frekuensi ortostatik)
nadi, dan perfusi
nadi 70-80 2. Beri terapi
cairan IV organ secara
x/menit
(NaCl 0,9% & optimal
b.Tekanan
RL) 3. Untuk evaluasi
darah 120/80
terapi yang akan
mmHg
3. Monitor diberikan
c. Pernafasan
perubahan 4. Untuk
16-20 x/menit
elektrolit yang menurunkan
d.Suhu 36,5-
tidak normal kadar gula dalam
37,30C
4. Kolaborasi darah.
e. Kulit lembab
f. Kesadaran pemberian
compos terapi insulin
mentis dosis rendah
intravena
2. Selasa, Ketidakefektifan Setelah Terapi Oksigen 1. Untuk
30 pola nafas dilakukan memaksimalkan
Oktober berhubungan tindakan 1.Pertahankan
terapi oksigen

53
2017 dengan keperawatan bersihan jalan yang akan
hiperventilasi 1x24 jam nafas diberikan
diharapkan 2.Beri terapi 2. Untuk
klien dapat
oksigen meningkatkan
bernafas normal
dengan kriteria (Terapi oksigen kebutuhan
hasil: hiperbarik, oksigen
a. Pernafasan NRM) 3. Untuk
16-20 x/menit 3.Pantau secara memastikan
b.Kedalaman berkala terapi bahwa terapi
nafas normal oksigen yang berhasil diberikan.
c. Kesadaran diberikan 4. Untuk evaluasi
compos 4.Monitor keefektifan terapi
mentis keefektifan yang diberikan
terapi oksigen
yang diberikan
5. Posisikan pasien
semi fowler
3. Selasa, Resiko Infeksi Setelah infection
30 dilakukan protection
Oktober tindakan 1.Cegah infeksi > Untuk mencegah
2017 keperawatan silang saat infeksi yang bisa
3x24 jam perawatan luka
diharapkan terjadi
2.Monitor tanda > Untuk deteksi dini
integritas
jaringan kulit infeksi dan infeksi
membaik inflamasi pada
dengan kriteria area sekitar luka > Untuk
hasil: 3.Lakukan membersihkan
a. Integritas perawatan luka luka dan
kulit baik 4.Kaji luka memperbaiki
b. Kulit lembab
integritas kulit
c. Tidak ada kolaborasi
nekrosis 5. Berikan > Untuk mengetahui
d. Tidak ada antibiotik perkembangan
infeksi luka

> Untuk mencegah


infeksi
4 Selasa, Resiko Setelah Mengontrol
30 dilakukan Elektrolit

54
Oktober ketidakseimbangan tindakan 1. Monitor 1. Untuk dapat
2017 keperawatan ketidakseimban menentukan
elektrolit
1x24 jam gan serum pemberian terapi
diharapkan elektrolit (Ca, yang tepat
serum elektrolit Na, Cl, K)
dengan kriteria 2. Berikkan 2. Untuk
hasil: suplemen menstabilkan kadar
g. Serum Ca 8,5- elektrolit serum elektrolit
10,5 mEq/L tambahan
h. Serum Na 35- melalui IV
153 mEq/L 3. Monitor aliran IV 3. Untuk mengetahui
i. Serum Cl 9-109 yang kelancaran
mEq/L mengandung pemberian terapi
serum elektrolit efektif.
Serum K 3,5-5,1
mEq/L

55
DAFTAR PUSTAKA

Anonym. Diakses pada tanggal 01 November 2017 dari laman :


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/59620/Chapter%20II
.pdf?sequence=4&isAllowed=y

Ahmad, Bona. (2014). Penatalaksanaan Mual Muntah Pascabedah di Layanan


Kesehatan Primer. Continuing Medical Education; 41(6), 407-411

Electrolytes and Blood Gases’’ In: Tietz Text Book of Clinical Chemistry and
Molecular

Gotera, W,. Budiyasa, D. (2010). Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik (Kad).


Jurnal Penyakit Dalam; 11(2), 127-138

Kuntarti. Thermoregulasi. Diakses pada tanggal 01 November 2017 dari laman :


http://staff.ui.ac.id/system/files/users/kuntarti/material/thermoregulation.pdf

Lanywati, Endang. (2001). Diabetes mellitus penyakit kencing manis. Cetakan VII.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Melia, Tri. 2012. Penuntun Skill Labs Kardioespirasi. Padang: Unand

Nuzantry, Juny Kurnia. Diakses pada tanggal 1 November 2017 dari laman :
http://eprints.undip.ac.id/46777/3/Juny_kurnia_nuzantry_22010111110060_
Lap.KTI_Bab2.pdf

Perkeni. 2015. Terapi Insulin Pada Rawat Jalan. Diakses pada 3 November 2017 dari:
https://www.medbox.org/petunjuk-praktis-terapi-insulin-pada.../download.pd

Rismayanthi, Cerika. (2010). Terapi Insulin Sebagai Alternatif Pengobatan Bagi


Penderita Diabetes. Medikora; 6(2), 29-36

Scott M.G., LeGrys, V.A. and Klutts J. 2006 .‘Electrochemistry and Chemical
Sensors and Diagnostics, 4th Ed. Vol.1, Elsevier SaundersInc.,
Philadelphia, pp. 93-1014.

56
Soegondo, S, dkk, 2009. Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terapadu. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.

Sumantri, Stevent. Ketoasidosis diabetikum. Diakses pada tanggal 01 November


2017 dari laman:
https://internist.weebly.com/uploads/1/6/7/2/16728952/ketoasidosis_diabetik
um-stevent_sumantri.pdf

Sumantri, Stevant.2009. Pendekatan diagnostik dan tatalaksana ketoasidosis


diabetikum. Internal Medicine Department

Tandra, Hans. (2007). Diabetes; panduan lengkap mengenal dan mengatasi diabetes
dengan cepat dan mudah. Jakarta: Gramedia.

57

Anda mungkin juga menyukai