Anda di halaman 1dari 19

PAPER

Apendisitis dan Asuhan Keperawatannya

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dewasa 1

Dosen Pengampu: Ns. Niken Safitri Dyan K, S.Kep.,Msi.Med

Disusun Oleh:

Kelompok 4 (A.15.2)

Eva Chrisma A. Panggabean 22020115120007

Riska Putri Pramitasari 22020115120029

Yulli Diah Dwi Lestari 22020115120050

Istiqat Sah Nur Fatikhah 22020115130083

Gias Luthfiana Sari 22020115130109

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO

1
2016

Apendisitis

A. Definisi

Apendiks adalah organ tambahan yang merupai jari, terletak pada


sekum tepat di bawah katup ileosekal. Apendisitis rentan terhadap infeksi
karena lumennya kecil, mengosongkan diri dengan tidak efisien dan tidak
mengalami obstruksi. Apendisitis merupakan penyebab yang paling umum
dari inflamasi akut kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab
yang paling umum dari pembedahan abdomen darurat (Librianty, 2015).

Apendiks (usus

buntu) merupakan bagian

dari usus besar yang muncul

seperti corong dari akhir

seikum pintu keluar yang

sempit tetapi masih

memungkinkan dapat

dilewati oleh beberapa isi

usus. Vertikulum seperti

cacing dengan panjang mencapai 18 cm terbuka ke arah seikum sekitar 2,5 cm di

bawah katub ileosekal. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis

masuk ke dalam rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang pada seikum

sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi, kadang apendiks bereaksi

secara hebat dan hiperaktif yang menimbulkan perforasi dibandingkan ke dalam

rongga abdomen.

2
Apendisitis akut adalah infeksi bacterial pada apendiks vermiformis.
Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk Jika telah
terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum,
terjadinya abses, dan komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka
operasi.

Nyeri abdomen pada anak disebabkan oleh kecerobohan diet atau


infeksi saluran pencernaan, namun dokter harus selalu mempertimbangkan
adanya apendisitis akut karena hal tersebut merupakan kasus abdomen akut
yang paling penting dan paling banyak  pada anak. Ujung dari apendiks bisa
ditemukan pada posisi retrosekal, pelvikal, subsekal, preileal atau parakolika
kanan. Posisi apendiks retrosekal paling banyak ditemukan yaitu 64% kasus.
Vaskularisasi appendiks mendapatkan darah dari cabang a. ileokolika berupa
appendiksularis yang merupakan satu-satunya feeding arteri untuk
appendiks. Vena appendiks bermuara di vena ileokalika yang melanjutkan
diri ke vena mesenterika superior.

B. Penyebab/ Etiologi

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks


oleh peradangan benda asing, penyempitan, atau neoplasma. Penyumbatan
tersebut menyebabkan cairan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks memiliki keterbastasan sehingga peningkatan tekanan. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut akut fokal yang ditandai oleh nyeri ulu hati.
Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat dan dapat
menyebabkan penyumbatan pembuluh darah, edema bertambah, dan kuman
akan menembus dinding. Peradangan yang timbul akan meluas dan

3
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Dan jika aliran darah arteri
terganggu akan terjadi kerusakan dinding, dinding yang rapuh itu akan pecah
dan terjadi apendisitis perforasi (Santiko, 2016).

Penyebab lain yang muncul :

1. Adanya benda asing seperti biji – bijian, Seperti biji Lombok, biji jeruk dll
2. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
3. Infeksi, meliputi : Biasanya secara hematogen dari tempat lain, misal :
pneumonia, tonsilitis dsb. Antara lain jenis kuman : E. Coli, Streptococcus.
4. Tergantung pada bentuk appendiks
5. Appendik yang terlalu panjang
6. Messo appendiks yang pendek
7. Obstruksi, meliputi :  Hiperplasi kelenjar getah bening (60%), Fecolith
(35%)  ( masa feces yang membatu),  Corpus alienum (4%)  (biji2an),
Striktur lumen (1%) ( kinking , krn mesoappendiks pendek, adesi)
8. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
9. Kelainan katup di pangkal appendiks
C. Patofisiologis

Apendisitis yang berhubungan dengan obstruksi yang disebabkan


hyperplasia jaringan limfoid submukosa disebutkan lebih banyak lagi terjadi
pada anak-anak, sementara obstruksi karena fekalit atau benda  asing lebih
banyak ditemukan sebagai penyebab apendisitis pada orang dewasa. Adanya
fekalit dihubungkan oleh para ahli dengan hebatnya perjalanan penyakitnya.
Bila terdapat fekalit (apendikolit) pada pasien-pasien  dengan gejala akut
kemungkinan apendiks telah mengalami komplikasi yaitu gangren  77%,
sedang bila  tidak ditemukan apendikolit dan hanya gangren 42%.Satu seri lain
menyebutkan bahwa apendisitis akut dengan apendikolit   terdapat
kemungkinan gangren atau perforasi sebanyak 50%. Selain fekalit dan
hyperplasia kel limfoid kita hendak tidak boleh melupakan sebab obstruksi
4
yang lain ,apalagi untuk negara kita Indonesia dan negara-negara Asia
khususnya yaitu penyumbatan yang disebabkan oleh cacing dan parasit
lainnya.

Bila terjadi infeksi, bakteri enteral memegang peranan yang penting. Pada
penderita muda yang memiliki jaringan limfoid yang banyak, maka akan
terjadi reaksi radang dan selanjutnya jaringan limfoid akan berproliferasi
akibat selanjutnya akan mengakibatkan penyumbatan pada lumen apendiks.
Hal inilah yang menjadi alasan mengapa ada yang beranggapan bahwa
obstruksi yang terjadi merupakan adalah proses lanjutan dari inflamasi yang
terjadi sebagai akibat adanya infeksi. Kalaupun obstruksi berperan hanyalah
pada proses awalnya saja.

D. Gejala
Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, apendisitis adalah suatu penyakit
prototipe yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia dalam
jangka waktu yang bervariasi (Sabiston, 1995) dalam (Thomas, lahunduitan, &
Tangkilisan, 2016). Gejala awal apendisitis akut adalah nyeri atau rasa tidak
enak di sekitar umbilikus. Gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2
hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dengan
disertai oleh anoreksia, mual dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan
disekitar titik Mc Burney. Kemudian timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas.
Apabila terjadi ruptur pada apendiks, tanda perforasi dapat berupa nyeri, nyeri
tekan dan spasme (Price & Wilson, 2012) dalam (Thomas, lahunduitan, &
Tangkilisan, 2016).
Gambaran gejala pada pasien apendisitis akut mulai dari urutan
terbanyak sampai yang terendah adalah nyeri kuadran kanan baawah (100%),
mual (67,36%), muntah (47,36), diare (13,68%), dan konstipasi (7,36%).
Persentase migrasi nyeri dan anoreksia tidak dapat dievaluasi. Pasien anak-
anak, dewasa, dan usia lanjut mempunyai gejala yang sama (Romadhona,
2015).
E. Komplikasi

5
Komplikasi apendektomi dalam hal komplikasi mayor adalah perforasi
apendiks, yang dapat mengarah pada peritonitis atau pembentukan abses.
Perforasi biasanya terjadi 24 jam setelah awitan nyeri (gejala-gejala termasuk
demam, penampilan toksik, dan nyeri berlanjut) (Baughman & Hackley,
2000).
Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis. Perforasi
usus buntu dapat mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan nanah
yang terinfeksi) atau peritonitis difus (infeksi selaput perut dan panggul).
Alasan utama untuk perforasi appendiceal adalah keterlambatan dalam
diagnosis dan perawatan. Secara umum, semakin lama waktu tunda antara
diagnosis dan operasi, semakin besar kemungkinan perforasi. Risiko perforasi
36 jam setelah onset gejala setidaknya 15%. Oleh karena itu, setelah
didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan tanpa menunda-nunda.
Komplikasi jarang terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan usus.
Penyumbatan terjadi ketika peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan
otot usus untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah isi usus yang lewat. Jika
penyumbatan usus di atas mulai mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut,
mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian mungkin perlu untuk mengeluarkan
isi usus melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam perut
dan usus. Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti adalah sepsis, suatu kondisi
dimana bakteri menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan ke bagian tubuh
lainnya. Kebanyakan komplikasi setelah apendektomi adalah (Hugh A.F.
Dudley, 1992) dalam (Ivan, 2010):
1. Infeksi luka,
2. Abses residual,
3. Sumbatan usus akut,
4. Ileus paralitik, dan
5. Fistula tinja eksternal,
F. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer C. Suzanne (2002), pembedahan diindikasikan
bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV
diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai
6
pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi
dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal, secara terbuka ataupun
dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli
bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan
observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop,
tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah
sebagai berikut:
1. Tindakan medis
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda
apendisitis, sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting
dilakukan observasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur
dan tidak diberi apapun melalui mulut.  Bila diperlukan maka dapat
diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika
memungkinkan, tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang
tidak karena merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan
rektum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu
dilakukan foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus
apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan
bawah dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis
atau toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat
menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika
diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap
terpasang.
7
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi
sistematik dengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera
setelah terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan
sistematik lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan.
Pembedahan yang direncanakan secara dini baik mempunyai  praksi
mortalitas 1 % secara primer  angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini
tampaknya disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang
terjadi akibat yang tertunda.
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan 
pernapasan angket sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi
fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya
pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus
kembali normal. Kemudian berikan minum mulai  15 ml/jam selama 4-5
jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam.  Keesokan harinya diberikan makan
saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca
operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30
menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk  diluar kamar. Hari
ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang. 

Penatalaksanaan apendisitis tergantung dari nyeri apendisitisnya akut atau kronis.

Penatalaksanaan bedah ada dua cara yaitu non bedah (non surgical) dan

pembedahan (surgical).

1. Non bedah (non surgical)

8
Penatalaksanaan ini dapat berupa :

a. Batasi diet dengan makan sedikit dan sering (4-6 kali perhari)

b. Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses pasase

makanan

c. Makan perlahan dan mengunyah sempurna untuk menambah saliva pada

makanan

d. Hindari makan bersuhu ekstrim, pedas, berlemak, alkohol, kopi, coklat,

dan jus jeruk

e. Hindari makan dan minum 3 jam sebelum istirahat untuk mencegah

masalah refluks nonturnal

f. Tinggikan kepala tidur 6-8 inchi untuk mencegah refluks nonturnal

9
g. Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan

gradient tekanan gastro esophagus

h. Hindari tembakan, salisilat, dan fenibutazon yang dapat

memperberat esofagistis

2. Pembedahan

Yaitu dengan apendiktomi. Operasi apendisitis dapat dipersiapkan hal-hal

sebagai berikut :

Insisi tranversal 5 cm atau oblik dibuat di atas titik maksimal nyeri

tekan atau massa yang dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot dipisahkan ke

lateral rektus abdominalis. Mesenterium apendikular dan dasar apendiks

diikat dan apendiks diangkat. Tonjolan ditanamkan ke dinding sekum

dengan menggunakan jahitan purse string untuk meminimalkan kebocoran

intra abdomen dan sepsis. Kavum peritoneum dibilas dengan larutan

tetrasiklin dan luka ditutup. Diberikan antibiotic profilaksis untuk

mengurangi luka sepsis pasca operasi yaitu metronidazol supositoria

(Syamsuhidayat, 2004).

G. Manifestasi Klinis
a. Menurut Grace dan Borley (2007) gambaran klinis dari Apendisitis adalah
sebagai berikut:
 Pasien merasakan nyeri pada bagian abdomen periumbilikal.
 Lokalisasi nyeri menuju fosa iliaka kanan.
 Pasien merasakan mual dan muntah.
 Pireksia (demam) ringan.Pasien
merasakan nyeri tekan (biasanya
saat di lepas) di sepanjang titik Mc
Burney. Titik Mc Burney adalah

10
titik pada kuadran kanan bawah yang terletak pada 1/3 lateral dari garis
yang menghubungkan SIAS (Spina Iliaka Anterior Posterior) dengan
umbilicus.
 Pasien merasakan nyeri tekan pelvis sisi kanan pada pemeriksaan per
rektal.
 Pasien menjadi kemerahan, takikardia, lidah berselaput, halitosis (bau
mulut).
 Peritonitis jika apendiks mengalami perforasi.
 Teraba massa apendiks apabila pasien datang terlambat.
b. Manifestasi klinis pasien Apendisitis menurut Wiyono (2011):
 Nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di sekitar
umbilicus, keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
 Umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke kanan bawah
di titik Mc Burney, disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan jelas
letaknya sehingga merupakan
nyeri somatic setempat. Titik Mc
Burney adalah titik pada kuadran
kanan bawah yang terletak pada 1/3 lateral dari garis yang
menghubungkan SIAS (Spina Iliaka Anterior Posterior) dengan
umbilicus.
 Demam ringan sekitar 37,5ºC – 38,5ºC. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi.
 Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada abses periapendikuler.
 Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan,
bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya
rangsngan peritoneum parietale. Nyeri tekan, nyeri lepas, dan fefance
muskuler di titik Mc Burney merupakan kunci diagnosis.

11
 Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan
bawah yang disebut tanda Rovsing.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pasien Apendisitis (Grace
dan Borley, 2007):
 Pemeriksaan laboratorium, mengenai leukosit dan CRP.
 Ultrasonografi, digunakan untuk mengetahui massa apendiks dan
ketika masih ada keraguan untuk menyingkirkan kelainan pelvis
lainnya (misalnya kista ovarium).
 Laparoskopi, biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan
ovarium sebelum dilakukan apendisektomi pada wanita muda.
 CT scan pada pasien usia lanjut
b. Wiyono (2011) mengatakan pemeriksaan penunjang yang bisa di lakuka
adalah:
 Pemeriksaaan Uji Psoas
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan untuk mengetahui
letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas
lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi akif sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan di9tahan. Bila apendiks yang meradang
enempel di m. psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri.
 Pemeriksaan Uji Oburator
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang telah
ditunjukkan untuk mengetetahui letak apendiks apakah apendiks yang
eradang kontak dengan m. obturator internus, yang merupakan dinding
panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika (Philip,
1973 dalam Wiyono, 2011).
 Pemeriksaan jumlah leukosit

12
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis
apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis terlebih
pada kasus dengan komplikasi.

Asuhan Keperawatan

Pengkajian Fokus

1. Biodata

Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,

agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor


register.
2. Pola Nutrisi
- Makan bersuhu ekstrem

- Mengurangi pedas, alkohol, berlemak, kopi, coklat dan jus jeruk

3. Lingkungan

Dengan adanya lingkungan yang bersih maka daya tahan tubuh penderita akan

lebih baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.

4. Riwayat kesehatan

a. Keluhan utama

Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilicus.

b. Riwayat kesehatan dahulu

Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.

c. Riwayat kesehatan sekarang

Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat

dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul, keadaan apa yang

memperberat dan memperingan keluhan.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.

13
5. Pola kesehatan fungsional menurut Gordon

a. Pola persepsi dan kesehatan

Pandangan klien dan keluarga tentang penyakit dan pentingnya kesehatan bagi

klien dan keluarga serta upaya apa yang dilakukan dalam mengatasi masalah

kesehatannya.

b. Pola nutrisi dan metabolik

Bagaimana pola nutrisi klien sebelum dan selama dirawat, apa porsi makan klien,

apakah selalu menghabiskan porsinya, apakah klien mengalami mual, muntah

saat makan, apakah ada pantangan makanan.

c. Pola istirahat dan tidur

Apakah klien mengalami perubahan pola istirahat tidur, berapa frekuensi tidur

klien.

d. Pola persepsi sensori dan kognitif

Bagaimana persepsi klien terhadap nyeri yang dirasakan diukur dengan

PQRST.

P : Nyeri bertambah saat aktivitas dan berkurang saat istirahat Q : Nyeri

dirasakan seperti apa

R : Nyeri terjadi pada daerah atau lokasi mana S :

Berapa skala nyeri yang dirasakan klien T : Nyeri

dirasakan intermitten atau continue

e. Pola aktivitas dan latihan

Bagaimana aktivitas klien sehari-hari, apa aktivitas klien.

6. Pemeriksaan fisik

14
a. Keadaan umum : Lemah atau baik

b. Tingkat kesadaran : Composmentis

c. Tanda-tanda : TD : Hipotensi, RR : Takipnea, N : Takikardi, t : Hipertensi

d. Kepala : Mesochepal

e. Mata : Konjungtiva anemis atau tidak, sclera ikterik atau tidak

f. Dada atau paru :

I : Bagaimana kembang kempis dada, simetris atau tidak Pa :

Bagaimana stermfimitus kanan kiri sama atau tidak Pe : Pekak

seluruh lapang paru atau tidak

Au : Suara cordius tampak atau tidak

g. Jantung

I : Ictus cordius tampak atau tidak Pa : Ictus

cordius teraba atau tidak Pe : Konfigurasi

normal atau tidak

Au : Terdapat suara abnormal atau tidak

h. Abdomen

I : Apakah ada pembesaran abdomen Pa :

Dengarkan bising usus

i. Genetalia : Apakah terpasang kateter atau tidak, bersih atau tidak

Anus : Apakah ada hemoroid atau tidak

7. Pemeriksaan Penunjang

a. Ultrasonografi adalah diagnostic untuk apendisitis akut

b. Foto polos abdomen dapat memperlihatkan distensi sekum, kelainan non

spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan yang abnormal

15
c. Radiografi torak menyingkirkan penyakit lapangan paru kanan bawah yang dapat

menyerupai nyeri kuadran kanan bawah karena iritasi saraf

T10, T11, T12

d. Analisis urin akan menyingkirkan infeksi traktus urinarius berat

(Carpenito, Lynda Juall : 1998)

J. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi,

adanya insisi bedah (Doenges, 2000)

2. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan sekunder terhadap luka post

operasi dimulai dengan tidak diterapkannya adanya tanda dan gejala yang

membuat diagnosa actual (Doenges, 2000)

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernafasan

sekunder terdapat efek anestesi ditandai dengan peningkatan ekspansi paru

(Ulric, 1990).

4. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi saluran

pernafasan ditandai dengan reflek batuk menurun, pusat kesadaran menurun

(Doenges, 2000).

16
17
Daftar Pustaka

Bangli Wayan Promkes. (2013). Laporan Pendahuluan Apendisitis. Diakses


pada:25 oktober 2016. Dari:
http://www.academia.edu/9140893/LAPORAN PENDAHULUAN
APENDISITIS

Baughman, D. C., Hackley, J. C. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku


dari
Brunner & Suddarth.Jakarta: EGC.
Grace, A. Pierce dan Borley Nail R. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3.
Diterjemahkan oleh: dr. Vidhia Umami. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Ivan, C. P. 2010. Karakteristik Penderita Apendisitis di RSUP H. Adam


Malik Medan pada Tahun 2009, dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21908/4/Chapter
%20II.pdf

Librianty, Nurfanida. 2015. Menjadi dokter pertama, panduan mandiri melacak


penyakit dan menanganinya sejak dini. Jakarta: PT Lintas Kata

Nadya Alya Raisa. (2013). Makalah Apendisitis. Diakses pada: 25 oktober 2016.
Dari: http://www.academia.edu/12956687/MAKALAH APENDISITIS

Nadya Alya Raisa. (2013). Makalah Apendisitis. Diakses pada: 25 oktober 2016.
Dari: http://www.academia.edu/12956687/MAKALAH APENDISITIS

Novinurcah. 2015. Perawatan Apendisitis. Diakses pada 26 oktober 2016. Dari:


http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-novinurcah-
5123-2-babii.pdf

Romadhona, N. (2015). GAMBARAN PASIEN APENDISITIS AKUT DI


BAGIAN BEDAH RS AL-ISLAM BANDUNG PERIODE 1 JULI-31
DESEMBER 2009. Prosiding SNaPP: Kesehatan (Kedokteran,
Kebidanan, Keperawatan, Farmasi, Psikologi), 253-262.

Santiko, wiwid. 2016. Appendicitis- definisi, etiologi,patofiologi, gejala klinis


(part 1). Diakses pada 26 Oktober 2016. Dari:

18
http://doktermuslim.com/appendicitis-definisi-etiologi-patofisiologi-dan-
gejala-klinis-part-1/

Thomas, G. A., Lahunduitan, I., & Tangkilisan, A. (2016). Angka kejadian


apendisitis di RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado periode Oktober 2012–
September 2015. e-CliniC, 4(1).
Wiyono, M. H. (2011). “Aplikasi Skor Alvarado pada Penatalaksanaan
Apendisitis Akut”. J. Kedokt Meditek. 17 (44), 35-41.

19

Anda mungkin juga menyukai