Disusun Oleh:
Kelompok 4 (A.15.2)
1
2016
Apendisitis
A. Definisi
Apendiks (usus
memungkinkan dapat
masuk ke dalam rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang pada seikum
rongga abdomen.
2
Apendisitis akut adalah infeksi bacterial pada apendiks vermiformis.
Apendisitis akut adalah keadaan akut abdomen yang memerlukan
pembedahan segera untuk mencegah komplikasi yang lebih buruk Jika telah
terjadi perforasi, maka komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum,
terjadinya abses, dan komplikasi pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka
operasi.
B. Penyebab/ Etiologi
3
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Dan jika aliran darah arteri
terganggu akan terjadi kerusakan dinding, dinding yang rapuh itu akan pecah
dan terjadi apendisitis perforasi (Santiko, 2016).
1. Adanya benda asing seperti biji – bijian, Seperti biji Lombok, biji jeruk dll
2. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan
limpoid pada masa tersebut.
3. Infeksi, meliputi : Biasanya secara hematogen dari tempat lain, misal :
pneumonia, tonsilitis dsb. Antara lain jenis kuman : E. Coli, Streptococcus.
4. Tergantung pada bentuk appendiks
5. Appendik yang terlalu panjang
6. Messo appendiks yang pendek
7. Obstruksi, meliputi : Hiperplasi kelenjar getah bening (60%), Fecolith
(35%) ( masa feces yang membatu), Corpus alienum (4%) (biji2an),
Striktur lumen (1%) ( kinking , krn mesoappendiks pendek, adesi)
8. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
9. Kelainan katup di pangkal appendiks
C. Patofisiologis
Bila terjadi infeksi, bakteri enteral memegang peranan yang penting. Pada
penderita muda yang memiliki jaringan limfoid yang banyak, maka akan
terjadi reaksi radang dan selanjutnya jaringan limfoid akan berproliferasi
akibat selanjutnya akan mengakibatkan penyumbatan pada lumen apendiks.
Hal inilah yang menjadi alasan mengapa ada yang beranggapan bahwa
obstruksi yang terjadi merupakan adalah proses lanjutan dari inflamasi yang
terjadi sebagai akibat adanya infeksi. Kalaupun obstruksi berperan hanyalah
pada proses awalnya saja.
D. Gejala
Dalam bentuk tanda dan gejala fisik, apendisitis adalah suatu penyakit
prototipe yang berlanjut melalui peradangan, obstruksi dan iskemia dalam
jangka waktu yang bervariasi (Sabiston, 1995) dalam (Thomas, lahunduitan, &
Tangkilisan, 2016). Gejala awal apendisitis akut adalah nyeri atau rasa tidak
enak di sekitar umbilikus. Gejala ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2
hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dengan
disertai oleh anoreksia, mual dan muntah. Dapat juga terjadi nyeri tekan
disekitar titik Mc Burney. Kemudian timbul spasme otot dan nyeri tekan lepas.
Apabila terjadi ruptur pada apendiks, tanda perforasi dapat berupa nyeri, nyeri
tekan dan spasme (Price & Wilson, 2012) dalam (Thomas, lahunduitan, &
Tangkilisan, 2016).
Gambaran gejala pada pasien apendisitis akut mulai dari urutan
terbanyak sampai yang terendah adalah nyeri kuadran kanan baawah (100%),
mual (67,36%), muntah (47,36), diare (13,68%), dan konstipasi (7,36%).
Persentase migrasi nyeri dan anoreksia tidak dapat dievaluasi. Pasien anak-
anak, dewasa, dan usia lanjut mempunyai gejala yang sama (Romadhona,
2015).
E. Komplikasi
5
Komplikasi apendektomi dalam hal komplikasi mayor adalah perforasi
apendiks, yang dapat mengarah pada peritonitis atau pembentukan abses.
Perforasi biasanya terjadi 24 jam setelah awitan nyeri (gejala-gejala termasuk
demam, penampilan toksik, dan nyeri berlanjut) (Baughman & Hackley,
2000).
Komplikasi yang paling sering adalah perforasi apendisitis. Perforasi
usus buntu dapat mengakibatkan periappendiceal abses (pengumpulan nanah
yang terinfeksi) atau peritonitis difus (infeksi selaput perut dan panggul).
Alasan utama untuk perforasi appendiceal adalah keterlambatan dalam
diagnosis dan perawatan. Secara umum, semakin lama waktu tunda antara
diagnosis dan operasi, semakin besar kemungkinan perforasi. Risiko perforasi
36 jam setelah onset gejala setidaknya 15%. Oleh karena itu, setelah
didiagnosa radang usus buntu, operasi harus dilakukan tanpa menunda-nunda.
Komplikasi jarang terjadi pada apendisitis adalah penyumbatan usus.
Penyumbatan terjadi ketika peradangan usus buntu sekitarnya menyebabkan
otot usus untuk berhenti bekerja, dan ini mencegah isi usus yang lewat. Jika
penyumbatan usus di atas mulai mengisi dengan cairan dan gas, distensi perut,
mual dan muntah dapat terjadi. Kemudian mungkin perlu untuk mengeluarkan
isi usus melalui pipa melewati hidung dan kerongkongan dan ke dalam perut
dan usus. Sebuah komplikasi apendisitis ditakuti adalah sepsis, suatu kondisi
dimana bakteri menginfeksi masuk ke darah dan perjalanan ke bagian tubuh
lainnya. Kebanyakan komplikasi setelah apendektomi adalah (Hugh A.F.
Dudley, 1992) dalam (Ivan, 2010):
1. Infeksi luka,
2. Abses residual,
3. Sumbatan usus akut,
4. Ileus paralitik, dan
5. Fistula tinja eksternal,
F. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer C. Suzanne (2002), pembedahan diindikasikan
bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV
diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai
6
pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakkan. Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks)
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi
dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal, secara terbuka ataupun
dengan cara laparoskopi yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.
Bila apendiktomi terbuka, insisi Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli
bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas sebaiknya dilakukan
observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi bisa dilakukan
bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat laparoskop,
tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah
sebagai berikut:
1. Tindakan medis
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda
apendisitis, sering tidak terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting
dilakukan observasi yang cermat. Penderita dibaringkan ditempat tidur
dan tidak diberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan maka dapat
diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika
memungkinkan, tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang
tidak karena merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan
rektum, sel darah putih dan hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu
dilakukan foto abdomen dan thorak posisi tegak pada semua kasus
apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi kuadran kanan
bawah dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis
atau toksitas yang menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat
menggangu. Pada penderita ini dilakukan aspirasi kubah lambung jika
diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi dengan pipa tetap
terpasang.
7
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi
sistematik dengan toksitas yang berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pada apendisitis tanpa komplikasi, apendiktomi dilakukan segera
setelah terkontrol ketidakseimbangan cairan dalam tubuh dan gangguan
sistematik lainnya. Biasanya hanya diperlukan sedikit persiapan.
Pembedahan yang direncanakan secara dini baik mempunyai praksi
mortalitas 1 % secara primer angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini
tampaknya disebabkan oleh komplikasi ganggren dan perforasi yang
terjadi akibat yang tertunda.
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui
terjadinya perdarahan didalam, syok hipertermia, atau gangguan
pernapasan angket sonde lambung bila pasien telah sadar, sehingga
aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam posisi
fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya
pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus
kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5
jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan
saring, dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca
operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x 30
menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari
ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
Penatalaksanaan bedah ada dua cara yaitu non bedah (non surgical) dan
pembedahan (surgical).
8
Penatalaksanaan ini dapat berupa :
a. Batasi diet dengan makan sedikit dan sering (4-6 kali perhari)
b. Minum cairan adekuat pada saat makan untuk membantu proses pasase
makanan
makanan
9
g. Turunkan berat badan bila kegemukan untuk menurunkan
memperberat esofagistis
2. Pembedahan
sebagai berikut :
tekan atau massa yang dipalpasi pada fosa iliaka kanan. Otot dipisahkan ke
(Syamsuhidayat, 2004).
G. Manifestasi Klinis
a. Menurut Grace dan Borley (2007) gambaran klinis dari Apendisitis adalah
sebagai berikut:
Pasien merasakan nyeri pada bagian abdomen periumbilikal.
Lokalisasi nyeri menuju fosa iliaka kanan.
Pasien merasakan mual dan muntah.
Pireksia (demam) ringan.Pasien
merasakan nyeri tekan (biasanya
saat di lepas) di sepanjang titik Mc
Burney. Titik Mc Burney adalah
10
titik pada kuadran kanan bawah yang terletak pada 1/3 lateral dari garis
yang menghubungkan SIAS (Spina Iliaka Anterior Posterior) dengan
umbilicus.
Pasien merasakan nyeri tekan pelvis sisi kanan pada pemeriksaan per
rektal.
Pasien menjadi kemerahan, takikardia, lidah berselaput, halitosis (bau
mulut).
Peritonitis jika apendiks mengalami perforasi.
Teraba massa apendiks apabila pasien datang terlambat.
b. Manifestasi klinis pasien Apendisitis menurut Wiyono (2011):
Nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di sekitar
umbilicus, keluhan ini sering disertai mual dan kadang ada muntah.
Umumnya nafsu makan menurun.
Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke kanan bawah
di titik Mc Burney, disini nyeri
dirasakan lebih tajam dan jelas
letaknya sehingga merupakan
nyeri somatic setempat. Titik Mc
Burney adalah titik pada kuadran
kanan bawah yang terletak pada 1/3 lateral dari garis yang
menghubungkan SIAS (Spina Iliaka Anterior Posterior) dengan
umbilicus.
Demam ringan sekitar 37,5ºC – 38,5ºC. Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi.
Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada abses periapendikuler.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada region iliaka kanan,
bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya
rangsngan peritoneum parietale. Nyeri tekan, nyeri lepas, dan fefance
muskuler di titik Mc Burney merupakan kunci diagnosis.
11
Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri di perut kanan
bawah yang disebut tanda Rovsing.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pasien Apendisitis (Grace
dan Borley, 2007):
Pemeriksaan laboratorium, mengenai leukosit dan CRP.
Ultrasonografi, digunakan untuk mengetahui massa apendiks dan
ketika masih ada keraguan untuk menyingkirkan kelainan pelvis
lainnya (misalnya kista ovarium).
Laparoskopi, biasanya digunakan untuk menyingkirkan kelainan
ovarium sebelum dilakukan apendisektomi pada wanita muda.
CT scan pada pasien usia lanjut
b. Wiyono (2011) mengatakan pemeriksaan penunjang yang bisa di lakuka
adalah:
Pemeriksaaan Uji Psoas
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan untuk mengetahui
letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas
lewat hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi akif sendi panggul
kanan, kemudian paha kanan di9tahan. Bila apendiks yang meradang
enempel di m. psoas mayor, tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri.
Pemeriksaan Uji Oburator
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang telah
ditunjukkan untuk mengetetahui letak apendiks apakah apendiks yang
eradang kontak dengan m. obturator internus, yang merupakan dinding
panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika (Philip,
1973 dalam Wiyono, 2011).
Pemeriksaan jumlah leukosit
12
Pemeriksaan jumlah leukosit membantu menegakkan diagnosis
apendisitis akut. Pada kebanyakan kasus terdapat leukositosis terlebih
pada kasus dengan komplikasi.
Asuhan Keperawatan
Pengkajian Fokus
1. Biodata
3. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih maka daya tahan tubuh penderita akan
4. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi, bagaimana sifat
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang sama.
13
5. Pola kesehatan fungsional menurut Gordon
Pandangan klien dan keluarga tentang penyakit dan pentingnya kesehatan bagi
klien dan keluarga serta upaya apa yang dilakukan dalam mengatasi masalah
kesehatannya.
Bagaimana pola nutrisi klien sebelum dan selama dirawat, apa porsi makan klien,
Apakah klien mengalami perubahan pola istirahat tidur, berapa frekuensi tidur
klien.
PQRST.
6. Pemeriksaan fisik
14
a. Keadaan umum : Lemah atau baik
d. Kepala : Mesochepal
g. Jantung
h. Abdomen
7. Pemeriksaan Penunjang
spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan yang abnormal
15
c. Radiografi torak menyingkirkan penyakit lapangan paru kanan bawah yang dapat
J. Diagnosa Keperawatan
operasi dimulai dengan tidak diterapkannya adanya tanda dan gejala yang
(Ulric, 1990).
(Doenges, 2000).
16
17
Daftar Pustaka
Nadya Alya Raisa. (2013). Makalah Apendisitis. Diakses pada: 25 oktober 2016.
Dari: http://www.academia.edu/12956687/MAKALAH APENDISITIS
Nadya Alya Raisa. (2013). Makalah Apendisitis. Diakses pada: 25 oktober 2016.
Dari: http://www.academia.edu/12956687/MAKALAH APENDISITIS
18
http://doktermuslim.com/appendicitis-definisi-etiologi-patofisiologi-dan-
gejala-klinis-part-1/
19