Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


a. Anatomi

Gambar 1.1 Sistem Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernafasan


Sumber: (Syaifudin, 2016)
Gambar 2.1 Patofisiologis pada Pnemonia
Sumber: (Syaifudin, 2016)

Pernapasan atau respirasi adalah mekanisme yang terjadi ketika tubuh kekurangan
oksigen (O2) dan kemudian menghirup (inspirasi) oksigen yang ada di luar melalui
organ-organ pernapasan. Pada keadaan tertentu, bila tubuh kelebihan
karbondioksida (CO2)), maka tubuh berusaha untuk mengeluarkannya dari dalam
tubuh dengan cara menghembuskan napas (ekspirasi) sehingga terjadi suatu
keseimbangan antara oksigen dan karbondioksida dalam tubuh.
Berikut organ-organ dalam sistem pernapasan manusia. (Junaidi, Iskandar.
2016)
a. Hidung
Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra penciuman.
Vestibulum atau rongga hidung berisi serabut-serabut halus epitel yang
berfungsi untuk mencegah masuknya benda-benda asing yang mengganggu
proses pernapasan. Bagian-bagian hidung terdiri  atas:
1) Batang hidung
2) Dinding depan hidung
3) Septum nasi (sekat hidung)
4) Dinding lateral rongga hidung
b. Faring
Faring terdiri dari atas tiga bagian, yaitu nasofaring, orofaring, dan
laringgo faring.
1. Nasofaring
Bagian faring ini terdapat di dorsal kavum nasi dan terhubung dengan
kavum nasi melalui konka dinding lateral yang dibentuk M.Tensor paltini,
M. Levetor villi paltini, serta M.Konstruktor faringis superior
2. Orofaring
Orofaring terletak di belakang cavum oris dan terbentang dari palatum
molle sampai ke tepi atas epiglotis. Orofaring mempunyai atap, dasar,
dinding anterior, dinding posterior, dan dinding lateral. Orofaring
mempunyai dua cabang, yakni ventral dengan kavum oris dan kaudal
terhadap radiks lingua.
3. Laringo faring
Bagian ini terhubung dengan laring melalui mulut, yaitu melalui
saluran auditus laringeus. Dinding depan laringo faring memiliki plika
laringisi epiglotika.
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang rawan
dilengkapi dengan otot, membran jaringan ikat, dan ligamentum. Bagian atas
laring membentuk tepi epiglotis. Rangka laring terdiri atas beberapa bagian,
yakni kartilago tiroidea, kartilago krioidea.
d. Bronkus (Cabang Tenggorokan)
Bronkus mempunyai struktur yang sama dengan trakea dan terletak
mengarah ke paru-paru. Bronkus terdiri atas bronkus prinsipalis dekstra dan
bronkus prinsipalis sinistra.
e. Paru-paru
Paru-paru adalah salah satu organ paling penting dalam sistem
pernapasan. Organ ini berada dalam kantong yang dibentuk oleh pleura
perietalis dan pleura viseralis. Kedua paru-paru ini sangat lunak, elestis,
sifatnya ringan dan terapung dalam air serta berada dalam rongga toraks. Paru-
paru yang berwarna biru keabu-abuan dan berbintik-bintik karena adanya
partikel-partikel debu yang masuk dan dimakan oleh fagosit. Paru-paru
terletak disamping mediastinum dan melekat pada perantaraan radiks
pulmonalis, di mana antara paru yang satu dan yang lainnya dipisahkan oleh
jantung, pembuluh darah besar, dan struktur-struktur lain dalam mediastinum.
(Baradero, Mary, 2018)
 b. Fisologi

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara yang mengandung


oksigen dan menghembuskan udara yang  banyak mengandung CO2 sebagai sisa
dari oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna dari pernafasan yaitu mengambil
O2 yang dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk pembakaran, mengeluarkan
CO2 sebagai sisa dari pembakaran yang dibawa oleh darah ke paru-paru untuk
dibuang, menghangatkan dan melembabkan udara. Pada dasarnya sistem
pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang menghangatkan udara
luar agar bersentuhan dengan membran kapiler alveoli. Terdapat beberapa
mekanisme yang berperan memasukkan udara ke dalam paru-paru sehingga
pertukaran gas dapat  berlangsung. Fungsi mekanis pergerakan udara masuk dan
keluar dari paru-paru disebut sebagai ventilasi atau bernapas. Kemudian adanya
pemindahan O2 dan CO2 yang melintasi membran alveolus-kapiler yang disebut
dengan difusi sedangkan pemindahan oksigen dan karbondioksida antara kapiler-
kapiler dan sel-sel tubuh yang disebut dengan perfusi atau pernapasan internal
(Mutaqqin, 2019).

Proses pernafasan : Proses bernafas terdiri dari menarik dan mengeluarkan


nafas. Satu kali bernafas adalah satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi.
Bernafas diatur oleh otot-otot pernafasan yang terletak pada sumsum
penyambung (medulla oblongata). Inspirasi terjadi bila muskulus diafragma telah
dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu mengkerut datar. Ekspirasi terjadi
pada saat otot-otot mengendor dan rongga dada mengecil. Proses pernafasan ini
terjadi karena adanya  perbedaan tekanan antara rongga pleura dan paru-paru.

A. Definisi
Pneumonia merupakan suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang
terjadi pada anak (Suriadi, 2016).
Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam- macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing dan penyakit inflamasi pada paru
yang dicirikan dengan adanya konsolidasi akibat eksudat yang masuk dalam area
alveoliPeradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi, disebut
pneumonia. Penumonia adalah inflasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan
pengisian cairan di dalam alveoli. Hal ini terjadi ini terjadi akibat adanya invaksi agen
atau infeksius adalah adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran.Trakhabrnkialis,
adalah beberapa keadaan yang mengganggu mekanisme pertahanan sehingga timbul
infeksi paru misalnya, kesadaran menurun, umur tua, trakheastomi, pipa endotrakheal,
dan lain-lain.Dengan demikian flora endogen yang menjadi patogen ketika memasuki
saluran pernapasan (Sylvia, 2016).
Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut bawah. Bila seseorang menderita
pneumonia, nanah dan cairan mengisi alveoli dalam paru yang mengganggu penyerapan
oksigen, dan membuat sulit bernapas (WHO, 2016).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa pneumonia
adalah setiap penyakit radang paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur.
Bahan kimia atau agen lain bisa menyebabkan paru menjadi meradang. Suatu jenis
pneumonia yang terkait dengan influenza kadang-kadang berakibat fatal. (Norhadijah, S.
Kep, 2020).
Pneumonia berpotensi fatal lainnya dapat dihasilkan dari makanan atau inhalasi cair
(pneumonia aspirasi). Hanya mempengaruhi beberapa pneumonia lobus paru (pneumonia
lobaris), namun ada juga yang menyebar lebih (bronkopneumonia). Nyeri dada, sputum
mukopurulen, dan meludah darah (hemoptisis) adalah tanda-tanda umum dan gejala
penyakit. Jika udara di paru digantikan oleh cairan dan puing-puing inflamasi, jaringan
paru kehilangan tekstur kenyal dan menjadi bengkak dan membesar (konsolidasi).
Konsolidasi berhubungan terutama dengan pneumonia bakteri, bukan pneumonia virus.
Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah jenis pneumonia erat terkait dengan
AIDS. Bukti terbaru menunjukkan bahwa hal itu disebabkan oleh jamur yang berada di
dalam atau pada kebanyakan orang (flora normal), tetapi tidak menyebabkan kerugian
selama individu tetap sehat. Ketika sistem kekebalan tubuh mulai gagal, organisme ini
menjadi menular (oportunistik). Diagnosis bergantung pada pemeriksaan biopsi jaringan
paru-paru atau pencucian bronkial (lavage) (Gylys & Wedding, 2019). Pneumonia adalah
suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga
alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang
mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi.
Berdasarkan tempat letak anatomisnya, pneumonia dapat diklasifikasikan menjadi
empat, yaitu (Price, 2016):
a. Pneumonia lobaris. Seluruh lobus mengalami konsolidasi, eksudat terutama terdapat
intra alveolar. Pneumococcus dan Klebsiella merupakan organism penyebab tersering.
b. Pneumonia nekrotisasi. Disebabkan oleh jamur dan infeksi tuberkel. Granuloma dapat
mengalami nekrosis kaseosa dan membentuk kavitas.
c. Pneumonia lobular/bronkopneumonia. Adanya penyebaran daerah infeksi yang
bebercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm yang mengelilingi. Staphylococcus
dan Streptococcus adalah penyebab infeksi tersering.
d. Pneumona interstitial. Adanya peradangan interstitial yang disertai penimbunan
infiltrate dalam dinding alveolus, walaupun rongga alveolar bebas dari eksudat dan
tidak ada konsolidasi. disebabkan oleh virus atau mikoplasma.
Menurut Depkes RI (2017) klasifikasi pneumonia menurut program P2 ISPA
antara lain :
a. Pneumonia sangat berat. Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum,
harus dirawat di rumah sakit.
b. Pneumonia berat. Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat
minum, di rawat rumah sakit dan diberi antibiotic.
c. Pneumonia sedang. Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan
cepat, tidak perlu dirawat, cukup diberi antibiotik oral.
d. Bukan pneumonia. Hanya batuk tanpa tanda dan gejala seperti di atas, tidak perlu
dirawat, tidak perlu antibiotik.

B. Etiologi
Etiologi pneumonia yaitu bakteri, virus, jamur dan benda asing. Berdasarkan
anatomis dari struktur paru yang terkena infeksi, pneumonia dibagi menjadi pneumonia
lobaris, pneumonia lobularis (bronkhopneumonia), dan pneumonia intersitialis
(bronkiolitis). Bronkhopneumonia merupakan penyakit radang paru yang biasanya
didahului dengan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas dan disertai dengan
panas tinggi. Keadaan yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh, yaitu aspirasi,
penyakit menahun, gizi kurang/malnutrisi energi protein (MEP), faktor patrogenik seperti
trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna
merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya bronkhopneumonia. Menurut WHO
diberbagai negara berkembang Streptococus pneumonia dan Hemophylus influenza
merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9%
aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah (Depkes, 2019)
Dari seluruh etiologi pneumonia, Streptococcus pneumonia adalah merupakan
etiologi tersering dari pneumonia bakteri dan yang paling banyak diselidiki
patogenesisnya. Jenis keparahan penyakit ini di pengaruhi oleh beberapa faktor termasuk
umur, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut, dan kepadatan penduduk. Anak laki –
laki lebih sering terkena pneumonia dari pada anak perempuan (Prober, 2019)
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan
pneumonia sedang timbulnya setelah ada faktor - faktor prsesipitasi yang dapat
menyebabkan timbulnya.
Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun
sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah ini :
1. Bakteri
Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus
pneumonia, streptococcus aureus dan streptococcus pyogenis.

2. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini disebabkan oleh
virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus yang
merupakan sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung.
4. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada
pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita AIDS. Bruner &
Suddarth, 2017.

C. Manifestasi Klinik
1. Pneumonia bakteri
Gejala awal : Rinitis ringan, anoreksia, gelisah
Berlanjut sampai : Demam, malaise, nafas cepat dan dangkal (50 – 80), Ekspirasi
berbunyi, usia lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan, Kurang dari 2 tahun
vomitus dan diare ringan, leukositosis, foto thorak pneumonia lobar.
2. Pneumonia virus
Gejala awal : Batuk, rhinitis
Berkembang sampai demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi,
batuk hebat dan lesu, emfisema obstruktif, ronkhi basah, penurunan leukosit.
3. Pneumonia mikoplasma
Gejala awal : Demam, mengigil, sakit kepala, anoreksia, myalgia
Berkembang menjadi rhinitis, akit tenggorokan, batuk kering berdarah, area
konsolidasi pada pemeriksaan thorak. Bruner & Suddarth, 2017.
D. Epidemiologi
Kejadian pneumonia cukup tinggi di dunia, yaitu sekitar 15% - 20% (Dahlana,
2015). Pada usia lanjut angka kejadian pneumonia mencapai 25 - 44 kasus per 1000
penduduk setiap tahun (Putri et al., 2016). Insiden pneumonia komunitas akan semakin
meningkat seiring dengan pertambahan usia, dengan 81,2% kasus terjadi pada usia lanjut
(Fung et al., 2010). Penderita pneumonia komunitas usia lanjut memiliki kemungkinan
lima kali lebih banyak untuk rawat inap dibandingkan dengan penderita pneumonia
komunitas usia dewasa (Stupka et al., 2019). Pneumonia merupakan penyebab kematian
nomor lima pada usia lanjut (Dahlanb, 2016).
Di Indonesia, prevalensi kejadian pneumonia pada tahun 2016 sebesar 4,5%
(Kementerian Kesehatan RI, 2016). Selain itu, pneumonia merupakan salah satu dari 10
besar penyakit rawat inap di rumah sakit, dengan proporsi kasus 53,95% laki-laki dan
46,05% perempuan. Pneumonia memiliki tingkat crude fatality rate (CFR) yang tinggi,
yaitu 7,6% (PDPI, 2017).
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2016, prevalensi pneumonia
pada usia lanjut mencapai 15,5% (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Pada tahun 2016,
pneumonia ditemukan dengan prevalensi 3,1% di Sumatera Barat (Kementerian Kesehatan
RI, 2017). Di Kota Padang jumlah kunjungan pengobatan pneumonia mengalami kenaikan
dari tahun 2018 hingga 2016, dengan 5878 kasus pada 2018 dan 8970 kasus pada 2015
(Dinas Kesehatan Kota Padang, 2016). Prevalensi pasien pneumonia komunitas di rawat
inap Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang pada 2016 adalah 16,6%, sedangkan pasien rawat
jalan 1,3% (PDPI, 2017).

E. Patofisiologi
1. Narasi
Sebagian besar pneumonia didapat melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa
mekanisma yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius
difiltrasi di hidung, atau terperangkap dan dibersihkan oleh mukus dan epitel bersilia di
saluran napas. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan
berhadapan dengan makrofag alveoler, dan juga dengan mekanisme imun sistemik, dan
humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama kehidupan juga memiliki antibodi maternal
yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-
organisme infeksius lainnya. Perubahan pada mekanisme protektif ini dapat
menyebabkan anak mudah mengalami pneumonia misalnya pada kelainan anatomis
kongenital, defisiensi imun didapat atau kongenital, atau kelainan neurologis yang
memudahkan anak mengalami aspirasi dan perubahan kualitas sekresi mukus atau
epitel saluran napas.
Pada anak tanpa faktor-faktor predisposisi tersebut, partikel infeksius dapat
mencapai paru melalui perubahan pada pertahanan anatomis dan fisiologis yang
normal. Ini paling sering terjadi akibat virus pada saluran napas bagian atas. Virus
tersebut dapat menyebar ke saluran napas bagian bawah dan menyebabkan pneumonia
virus.
Kemungkinan lain, kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahan
yang normal dapat menyebabkan bakteri patogen menginfeksi saluran napas bagian
bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal
berkolonisasi di saluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke
orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang pneumonia bakterialis
dan virus (contoh: varisella, campak, rubella, CMV, virus Epstein-Barr, virus herpes
simpleks) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir
atau bakteremia/viremia generalisata.
Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respons inflamasi akut
yang meliputi eksudasi cairan, deposit fibrin, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di
alveoli yang diikuti infitrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan
konsolidasi lobaris yang khas pada foto toraks. Virus, mikoplasma, dan klamidia
menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrat mononuklear pada struktur
submukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel ke dalam
saluran napas, seperti yang terjadi pada bronkiolitis. Bruner & Suddarth, 2017.
2. Skema patofisiologi
Faktor Predisposisi : Faktor Presipitasi :
1. Pneumonia hipostatik 1. Bakteri
2. Sindrom Loefler 2. Virus
3. Jamur
4. Aspirasi makanan

Terhirup/teraspirasi

Masuk ke paru-paru > alveoli

Proses peradangan

infeksi Peningkatan suhu tubuh


Eksudat dan serous masuk kedalam alveoli peningkatan konsentrasi protein cairan alveoli

Kerja sel goblet me Hipertermi Keringat


SDM dan leukosit PMN mengisi alveoli
Tekanan hidrostatik, tekanan osmosis
meningkat
Produksi sputum
MK : Resiko tinggi
kekurangan volume cairan Konsolidasi di alveoli
Difusi
Akumulasi sputum dijalan Tertelan ke
napas lambung
Complience paru menurun
Akumulasi cairan di alveoli

Lambung
Akumulasi sputum (sputum mengadakan usaha Suplai O2 menurun
bersifat basa) di lambung untuk Cairan menekan saraf
menyeimbangkan
asam basa
MK : Bersihan jalan napas tidak
efektif MK : Intoleransi aktivitas Mk :Gangguan
MK : Nyeri pertukaran gas

Peningkatan asam MK : Perubahan nutrisi


lambung Mual, muntah kurang darikebutuhan
tubuh

Sumber : Bruner & Suddarth, 2017


F. Komplikasi
1. Efusi pleura
2. Empiema
3. Abses paru
4. Pnemothorak
5. Gagal nafas
6. Sepsis

Collaborative Care Management


1. Pemeriksaan Diagnostik
a) Sinar X : mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial),
dapat juga menyatakan abses)
b) Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
c) Pemeriksaan serologi : membantu dalam membedakan diagnosis organisme
khusus.
d) Pemeriksaan fungsi paru : untuk mengetahui paru-paru, menetapkan luas berat
penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
e) Biopsi paru : untuk menetapkan diagnosis
f) Spirometrik static : untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi
g) Bronkostopi : untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing
2. Medikasi
a) Pemberian antibiotik
b) Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bias diberikan antibiotik
per-oral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah.seperti: penicillin,
cephalosporin.
c) Penderita yang lebih tua dan penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit
jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotic diberikan melalui
infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu
nafas mekanik.
d) Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator
e) Pemberian O2
f) Pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
g) Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu.
Non Medis
Penatalaksanaan untuk  pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan oleh pemeriksaan sputum mencakup :
1) Oksigen 1-2 L/menit.
2) IVFD dekstrose 10 % :NaCl 0,9% = 3 : 1, + KCl 10 mEq/500 ml cairan.
3) Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
4) Jika sesak tidak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
5) Jika sekresi lender berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier.
6) Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
3. Pembedahan
Penatalaksanan empiema harus di drainase, penatalaksanaan selanjutnya bergantukan
pada karakteristik cairan. Jika memungkinkan, cairan pleura harus dianalisis terutama
protein dan glukosa, jumlah sel, jenis sel, pemeriksaan bakteri dengan pewarnaan
garam dan ziehl nielsen.
4. Treatment
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pnemonia, latih bernafas dalam dalam dan
terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pnemonia.
Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis pnemonia pada anak-anak dan
orang dewasa yang berisiko tinggi.
Pemberian ASI secara eklusif, imunisasi, dan pemenuhan kebutuhan nutrisi anak,
karena ASI mengandung nutrien, anti oksidan, hormon dan antibody yang dibutuhkan
anak untuk tubuh,
5. Diet
Memberikan diet TETP, energi sesuai kebutuhan, protein 15 %, lemak cukup 20
%, Karbohidrat 65 %, Vitamin A, B, C dan E mineral : Zn dan Mg. Karena tubuh
mengeluarkan lebih banyak energi, maka asupan kalori perlu ditingkatkan.
6. Aktifitas
Akan mengalami sesak dan mengalami ketergantungan dalam beraktifitas sehingga di
perlukan nya istirahat.
7. Pendidikan Kesehatan
Kebersihan lingkungan sekitar tetap memegang peranan penting dalam kendali
infeksi. Sirkulasi udara yang baik di dalam ruangan tempat tinggal, paparan sinar
matahari, dan banyak bergerak akan menurunkan risiko pnemonia pada usia lansia.
Terapkan etika batuk (menutup mulut, hidung saat bersin atau batuk dengan
menggunakan tisu), gunakan masker, sering mencuci tangan terutama setelah batuk
dan bersin, cuci tangan dengan air mengalir.

G. Konsep Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/toddler
(1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5 tahun), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18
tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang
anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan
yaitu rentang cepat dan lambat. Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik,
kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Ciri fisik adalah semua anak tidak
mungkin pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan
pertumbuhannya. Demikian juga halnya perkembangan kognitif juga mengalami
perkembangan yang tidak sama. Adakalanya anak dengan perkembangan kognitif yang
lambat. Hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang anak. Perkembangan
konsep diri ini sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan
akan mengalami perkembangan seiring dengan pertambahan usia pada anak.
Demikian juga pola koping yang dimiliki anak hampir sama dengan konsep diri
yang dimiliki anak. Bahwa pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai bayi, hal
ini dapat kita lihat pada saat bayi menangis. Salah satu pola koping yang dimiliki anak
adalah menangis seperti bagaimanana anak lapar, tidak sesuai dengan keinginannya, dan
lain sebagainya. Kemudian perilaku sosial pada anak juga mengalami perkembangan
yang terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku sosial pada anak sudah dapat dilihat
seperti bagaimana anak mau diajak orang lain, dengan orang banyak dengan
menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku
sosial yang seiring dengan perkembangan usia. Perubahan perilaku sosial juga dapat
berubah sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain
dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Hidayat, 2015).
Anak adalah seseorang yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun termasuk
anak yang masih dalam kandungan. Anak merupakan individu yang masih bergantung
pada orang dewasa dan lingkungan, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat
memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri (Supartini,
2016).
Istilah tumbuh kembang mencakup dua peristiwa yang berbeda sifatnya. Namun,
peristiwa itu saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan (Soetjiningsih, 2015).
Pertumbuhan (growth), merupakan masalah perubahan dalam besar, jumlah,
ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang dapat diukur dengan
ukuran berat (gram, pound, kilo). Ukuran panjang dengan cm atau meter, umur tulang
dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih komplek dalam pola yang teratur sebagai hasil dari proses
pematangan.
1. Teori terkait tumbuh kembang
a. Freud (1856-1929)
Menurut Freud, memperkenalkan sejumlah konsep-konsep tentang
pikiran alam bawah sadar, mekanisme pertahanan diri, serta ide, ego, dan
superego. Berdasarkan teori perkembangan psikoseksual Freud, kepribadian
berkembang dalam lima tahap yang tumbang tindih dari lahir hingga dewasa.
Lokasi penekanan libido dari satu tahap perkembangan ketahap perkembangan
lain. Oleh sebab itu, area tubuh tertentu memiliki kemaknaan khusus bagi
individu ditahap tertentu. Jika individu tidak mencapai perkembangan yang
memuaskan pada satu tahap, kepribadian akan terfiksasi pada tahap tersebut.
Fiksasi adalah imobilisasi atau ketidakmampuan kepribadian untuk beralih
ketahap berikutnya yang disebabkan oleh kecemasan.
b. Erick H. Erickson (1963)
Kehidupan sebagai rangkaian tingkat pencapaian. Setiap tahap
mengindikasikan tugas yang harus diselesaikan. Tugas dapat diselesaikan
seluruhnya, sebagaian, atau malah gagal diselesaikan. Erickson menekankan
bahwa manusia harus berubah dan menyesuaikan perilaku mereka guna
mempertahankan kontrol terhadap hidup mereka. Dalam perkembangannya,
tidak ada satu pun tahap didalam perkembangan kepribadian yang dapat
dilewatkan, tetapi dalam kondisi cemas atau stres, individu dapat terfiksasi
pada tahap perkembangannya tertentu atau mundur ketahap perkembangan
sebelumnya.
c. Piaget (1952)
Perkembangan kognitif merujuk pada cara manusia dalam belajar
berpikir, menalar, dan menggunakan bahasa. Perkembangan tersebut
melibatkan kecerdasan, kemampuan persepsi, dan kemampuan memproses
informasi yang dimiliki oleh individu. Perkembangan kognitif
menggambarkan peningkatan kemampuan mental dari pikiran yang tidak
logis menjadi pemikir logis, dari pemecahan masalah sederhana menjadi
pemecahan masalah komplek, dan dari pemahaman ide konkrit menjadi
pemahaman konsep abstrak.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang Anak
Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang menurut Rohmah (2009)
secara umum ada 2 faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah herediter dan
faktor lingkungan.
a. Faktor herediter. Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil
hasil proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung
dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas
pertumbuhan. Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor
bawaan yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku atau bangsa.
b. Posisi anak pada keluarga. Posisi anak sebagai anak tunggal, anak sulung,
anak tengah, anak bungsu akan mempengaruhi pola anak tersebut diasuh dan
dididik dalam keluarga. Anak tunggal tidak mempunyai teman bicara atau
beraktivitas kecuali dengan orang tuanya. Oleh karena itu, kemampuan
intelektual anak tunggal anak akan dapat lebih cepat berkembang dan
mengembangkan harga diri yang positif karena terus-menerus berinteraksi
dengan orang dewasa, yaitu orang tuanya dan mendapat stimulasi secara
psikososial. Akan tetapi, mereka akan lebih bergantung dan kurang mandiri.
Perkembangan motorik lebih lambat karena tidak ada stimulasi untuk
melakukan aktivitas fisik yang biasanya dilakukan oleh saudara kandungnya.
c. Faktor lingkungan. Menurut Putra, dkk (2014), terdapat faktor lingkungan
internal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, adalah sebagai berikut :
1) Intelegensi. Kecerdasan anak dimiliki sejak ia dilahirkan. Anak yang
dilahirkan dengan tingkat kecerdasan yang rendah tidak akan mencapai
prestasi yang cemerlang walaupun stimulus yang diberikan lingkungan
demikian tinggi. Sementara anak yang dilahirkan dengan tingkat
kecerdasan tinggi dapat didorong oleh stimulus lingkungan untuk
berprestasi secara cemerlang.
2) Hormon. Hormon-hormon yang berpengaruh terhadap tumbuh 2 kembang
antara lain : growth hormone, tiroid, hormone seks, insulin, IGFs (Insulin
Like Growth Factors), dan hormon yang dihasilkan kelenjar adrenal.
3) Emosi. Pendidikan dalam keluarga sangat berpengaruh pada tumbuh
kembang anak. Sebagian besar waktu anak dihabiskan dalam keluarga, apa yang
anak rasakan dan apa yang anak lihat akan menjadi model yang dapat ia tiru
dalam berperilaku sehari-hari. Putra, dkk (2014), terdapat juga faktor lingkungan
eksternal yang mempengaruhi tumbuh kembang anak, adalah sebagai berikut :
a. Budaya lingkungan (mempengaruhi tingkah laku dan pola pemeliharaan
anak).
b. Nutrisi baik kuantitas maupun kualitas.
c. Penyimpangan dari keadaan sehat (sakit atau kecelakaan).
d. Olahraga (mempengaruhi sirkulasi dan menstimulasi perkembangan otak).
e. Urutan posisi anak dalam keluarga.
f. Status sosial dan ekonomi keluarga.
g. Iklim atau cuaca.

3. Periode perkembangan Anak


NO PERIODE SUB PERIODE WAKTU
1 Pranatal a. Embrio Konsepsi-8 minggu
b. Fetus Fetus muda (8-28
minggu)
Fetus tua (28 minggu-
lahir)
2 Post natal a. Neonatal a. Lahir-28 minggu
b. Bayi b. 1-12 bulan
3 Awal masa anak a. Toddler a. 1-3 tahun
b. Pra sekolah b. 3-6 tahun
4 Pertengahan Usia sekolah 6-12 tahun
masa anak
5 Akhir masa anak a. Pubertas a. Perempuan 10-11
tahun
b. Laki-laki 12-13 tahun
b. Adolesent a. Perempuan 13-18
tahun
b. Laki-laki 14-19 tahun
a. Rata-rata 12-17 tahun

4. Arah Pertumbuhan dan perkembangan


a) Directional Trend
1) Cephalocaudal/head to toe (mengangkat kepala dulu kemudian dada dan
diakhiri ekstremitas bagian bawah). Kemudian dada dan di akhiri ekstremitas
bagian bawah).
2) Proximodistall from the center outward (menggerakkan anggota gerak yang
paling dekat dengan jantung pusat tubuh kemudian pada anggota yang jauh,
contohnya menggerakkan bahu dulu baru jari-jari).
3) Mass to spesifik/simple to complex (dari kemampuan yang sederhana dulu
baru kemampuan yang kompleks, contoh melambaikan tangan dulu baru
memainkan jari).
4) Sequential Trend
1) Semua dimensi pertumbuhan dan perkembangan dapat diketahui melalui
sequence dari masing-masing tahap pertumbuhan dan perkembangan.
2) Masing-masing fase dipengaruhi oleh fase sebelumnya.
Dapat diprekdisikan : waktu tumbuh kembang dapat diperkirakan telungkup
duduk berdiri) tetapi kecepatan tumbuh kembang tidak sama sangat individual,
paling cepat sebelum dan sesudah lahir, berangsur turun sampai dengan awal
masa anak. Lambat pada pertengahan masa anak dan cepat lagi masa
adolescence.

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Umum
a) Identitas
Pengkajian umum terdiri dari identitas klien mencakup nama, umur, alamat,
pendidikan, agama ,suku bangsa. Identitas penanggung jawab, meliputi nama ,
umur, alamat, pekerjaan,dan hubungan dengan klien. Riwayat kesehatan klien baik
riwayat kesehatan dahulu, sekarang dan riwayat kesehatan keluarga.

b) Pola kebiasaan
Data dasar pengkajian pasien:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan
kakeksia (malnutrisi)
c. Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
d. Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, arthralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
e. Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
1) sputum: merah muda, berkarat
2) perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
3) premikus: taksil dan vocal bertahap meningkat dengan konsolidasi
4) Bunyi nafas menurun
5) Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku

f. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan steroid,
demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar

c) Pemeriksaan fisik
Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda- beda berdasarkan kelompok
umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, reaksi dinding dada,
grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting.
Gejala yang sering terlihat adalah tapikneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan
iritabel.
Pada pra-sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non
produktif / produktif), tapikneu, dan dispneu yang ditandai reaksi dinding dada.
Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non
produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua
kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung. Pada auskultasi,
dapat terdengar pernapasan menurun. Fine crackles (ronkhi basah halus) yang
khas pada anak besar, bisa juga ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar
adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun,
dan terdengar fine crackles (ronkhi basah halus) didaerah yang terkena. Iritasi
pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi,
anak berbaring kearah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa sakit dapat menjalar ke
leher, bahu dan perut.
Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan dengan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut :
a. Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula nonproduktif
menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas. Batasan takipnea pada
anak usia 2 bulan -12 bulan adalah 50 kali / menit atau lebih, sementara untuk
anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu
diperhatikan adanya tarikan dinding dada kedalam pada fase inspirasi. Pada
pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak jelas.
b. Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membeasar, fremitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami
peningkatan (tachichardia)
c. Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi: Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar
stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang,
ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi.
Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar bising
gesek pleura.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d inflamasi trachea bronchial, pembentukan
edema, peningkatan produksi sputum (SDKI,D.0149)
b. Hipertermia b.d. dehidrasi dan penyakit ditandai dengan peningkatan suhu tubuh
diatas normal, dan kulit terasa hangat (SDKI,D.0130)
c. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan keluarga aktif ditandai dengan
penurunan turgor kulit, memebran mukosa kering, dan peningkatan suhu tubuh
(Nanda,00028)

3. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan kreteria hasil Intervensi
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tindakan NIC label
tidak efektif keperawatan selama 4x 24 1. Kaji frekuensi/kedalaman
jam diharapkan pertukaran pernafasan dan gerakan
berhubungan dengan gas adekuat dengan kreteria
inflamasi trachea hasil :
dada
bronchial, NOC label
2. Auskultasi area paru,
pembentukan edema, Respiratory status
1. Batuk efektif catat area penurunan 1
peningkatan produksi
2. Nafas normal kali ada aliran udara dan
sputum
3. Bunyi nafas bersih bunyi nafas.
(SDKI,D.0149)
4. Tidak sianosis 3. Ajarkan teknik batuk
efektif
4. Penghisapan sesuai
indikasi
5. Berikan cairan sedikitnya
6. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat
sesuai indikasi:
mukolitik, eks.
2. Hipertermia b.d. dehidrasi Setelah dilakukan tindakan NIC : Vital Signs Monitoring
dan penyakit ditandai dengan keperawatan selama 4x 24 1. Monitor TTV pasien (tekanan
peningkatan suhu tubuh jam diharapkan suhu tubuh darah, nadi, suhu, dan
diatas normal, dan kulit pasien dalam batas normal pernapasan).
terasa hangat.(SDKI,D.0130) dengan kriteria hasil :
NOC : Vital Signs 2. Monitor dan laporkan tanda
- Suhu tubuh dalam batas dan gejala hipertermi.
normal (36-37,50C)
dengan skala 5.

TTV dalam rentang normal 3. Kaji warna kulit, suhu,


(tekanan darah, nadi, kelembapan.
pernapasan) dengan skala 5.
4. Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan tanda
vital.

NIC : Temperatur Regulation


5. Anjurkan penggunaan selimut
hangat untuk menyesuaikan
perubahan suhu tubuh.

6. Anjurkan asupan nutrisi dan


cairan adekuat.

NIC : Fever Treatment


7. Anjurkan pemberian kompres
hangat.
3. Kekurangan volume cairan Setelah dilakukan tindakan NIC label: Fluid management
b.d. kehilangan cairan keperawatan selama 4x 24 1. Monitoring status hidrasi
keluarga aktif ditandai jam diharapkan kebutuhan (kelembaban membrane
dengan penurunan turgor volume cairan pasien mukosa, nadi yang adekuat)
kulit, memebran mukosa terpenuhi dengan kriteria secara tepat
kering, dan peningkatan hasil : 2. Atur catatan intake dan output
suhu tubuh.(Nanda,00028) Noc label: cairan secara akurat
Hydrasi: 3. Beri cairan yang sesuai
- Turgor kulit kembali
normal (skala 5) Fluid monitoring:
4. Identifikasi factor risiko
- Membrane mukosa ketidakseimbangan cairan
tampak lembab (skala (hipertermi, infeksi, muntah
5) dan diare)

- Intake cairan yang 5. Monitoring tekanan darah,


adekuat (skala 5) nadi dan RR

- Tidak terdapat diare


(skala 5) IV teraphy:
6. Lakukan 5 benar pemberian
Fluid balance: terapi infuse (benar obat,
- Nadi normal (skala 5) dosis, pasien, rute, frekuensi)

- Intake dan output 7. Monitoring tetesan dan tempat


cairan seimbang IV selama pemberian
dalam sehari(skala 5)

Diarrhea managemenet:
8. Monitoring tanda dan gejala
diare

9. Ketahui penyebab diare

10. Evaluasi mengenai


pengobatan terhadap efek
gastrointestinal

11. Instruksikan keluarga untuk


memantau warna, volume,
frekuensi dan konsistensi feses

12. Monitoring kulit dan perianal


pasien untuk mengethui
adanya iritasi dan ulserasi

4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan melibatkan pasien, keluarga dan
tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi pada pasien dengan diagnose medis anemia adalah :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif tidak terjadi
2. Hiperermia tidak terjadi
3. Kekurangan volume cairan teratasi
4. Resiko keterlambatan perkembangan
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2018. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia Tahun 2017. Jakarta: Depkes
RI
Arief Mansyur, 2019, Kapita Selekta Kedokteran, EGC, Jaharta.
Bare Brenda G & Smeltzer Suzan C. (2017). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol. 1,
EGC, Jakarta.
Betz, C. L., & Sowden, L. A 2016, Buku saku keperawatan pediatri, RGC, Jakarta.
Brunner & Suddarth, 2017, Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol, EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall dan Moyet, 2017. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 13.
EGC : Jakarta
Carpenito, Lynda Juall. 2015.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis.Jakarta :
EGC
Depkes RI 2017, Pedoman penanggulangan P2 ISPA, Depkes RI, Jakarta
Doenges, Marilynn, E. dkk (2018). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Herdman, Heather T dan Kamitsuru, Shigemi, 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2015 – 2017. Edisi 10. EGC : Jakarta
Mansjoer, Arief dkk. (2015). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta
Misnadiarly. 2018. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa,
Usia Lanjut, Pneumonia Atipik & Pneumonia Atypik Mycobacterium. Jakarta: Pustaka
Obor Populer.
Prize, Sylvia dan Wilson Lorraine. 2016. Infeksi Pada Parenkim Paru: Patofisiologi Konsep
Klinis dan Proses-proses Penyakit volume 2 edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Syaifudin, 2016. Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta : EGC
http://www.e-jurnal.com/2018/09/epidemiologi-penumonia.html, diakses pada tanggal 17
April 2020
https://www.academia.edu/9036954/LAPORAN_PENDAHULUAN_PNEUMONIA, diakses
pada tanggal 17 April 2020

Anda mungkin juga menyukai