Anda di halaman 1dari 13

MASALAH KEADILAN PELAKSANAAN KEWAJIBAN VIRUS SHARING

DALAM SISTEM IHR

Aktieva Tri Tjitrawati∗

Bagian Hukum Internasional, Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya


Jalan Darmawangsa Dalam Selatan Surabaya, Jawa Timur, 60222

Abstract
The implementation of obligations under GISN is considered very unfair by the Government of
Indonesia, so the Government stated that it is necessary to halt the delivery of sample virus to WHO
until some provisions related to virus sharing and vaccine benefits are amended. In the perception of
the Government, this unfair situation is a result of injustice mechanism under the GISN and IHR. New
concepts are required to make changes to realize the global influenza disease surveillance system is more
fair, equitable, transparent.
Keywords: justice, virus sharing, IHR.

Intisari
Pelaksanaan kewajiban virus sharing dalam GISN dianggap sangat tidak adil oleh Pemerintah Indonesia,
sehingga perlu diambil langkah penghentian pengiriman sample virus sampai ada perubahan oleh WHO
terhadap ketentuan mengenai virus sharing dan vaccine benefits. Persepsi mengenai kerugian yang dialami
oleh Pemerintah Indonesia itu merupakan wujud dari ketidakadilan yang terjadi dalam sistem GISN dan
IHR. Diperlukan konsep-konsep baru untuk melakukan perubahan untuk mewujudkan sistem pencegahan
penularan penyakit influenza global yang lebih berkesetaraan, transparan dan adil.
Kata Kunci: keadilan, virus sharing, IHR.

Pokok Muatan
A. Pendahuluan................................................................................................................................ 43
B. Pembahasan................................................................................................................................ 44
1. Virus Sharing dalam Perspektif Indonesia sebagai Negara Korban..................................... 44
2. Posisi Indonesia dalam Kerjasama Pena­nganan Pandemik.................................................. 48
3. Landasan Tuntutan Indonesia atas Per­ubahan Kebijakan Virus Sharing dalam
Tata Kelola GISN................................................................................................................. 48
4. Penegasan Makna “Kewajiban Virus Sharing”.................................................................... 50
C. Penutup....................................................................................................................................... 53


Alamat korespondensi: evatjitrawati@yahoo.com
Tjitrawati, Masalah Keadilan Pelaksanaan Kewajiban Virus Sharing dalam Sistem IHR 43

A. Pendahuluan tersebut negara korban harus membayarnya dengan


International Health Regulations (IHR) harga yang mahal. Kondisi tersebut menyebabkan
me­rupakan kerangka utama kerjasama pence­ Indonesia sejak akhir tahun 2006 menghentikan
gahan dan pengawasan penyakit menular secara pengiriman spesimen, dimana penghentian ter­
internasional di bawah Organisasi Kesehatan sebut akan diakhiri apabila telah tercapai kondisi
Dunia (World Health Organization-WHO).Dalam hubungan dalam GINS yang dilandasi oleh prinsip
IHR ditentukan kehendak untuk secara efektif kesetaraan, transparansi dan keadilan dalam
melakukan cara-cara pencegahan risiko kesehatan penatalaksanaan virus sharing dalam sistem WHO.
masyarakat (public health) dan penularan penyakit Tindakan ini memicu terjadinya kontroversi,
akibat adanya lalu lintas dan perdagangan dimana negara maju mengecam tindakan tersebut
internasional. Untuk mencapai tujuan tersebut dan menganggap sebagai tindakan pelanggaran
tata cara pencegahan penyakit menular tersebut kewajiban virus sharing dalam IHR, sementara
harus diterapkan secara luas, konsisten, segera negara berkembang mendukung tindakan RI
dan transparan. Salah satu perwujudan dari untuk mengusulkan perubahan sistem pencegahan
pelaksanaan upaya tersebut adalah pengenaan penularan penyakit influenza global yang lebih
kewajiban untuk melakukan virus sharing oleh berkesetaraan, transparan dan adil.
negara yang di wilayahnya terdapat korban Penyelenggaraan sistem tata kelola kesehatan
penyakit akibat virus untuk mengirimkan sampel internasional (international health governance),
kepada WHO. yang utamanya diselenggarakan oleh WHO, secara
Sejak terjadinya kasus pertama pada tahun ideal ditujukan dengan maksud untuk melindungi
2005 sampai dengan September tahun 2008, kesehatan masyarakat (dalam level nasional
Indonesia merupakan negara dengan korban maupun internasional) dari berbagai penyakit yang
meninggal terbesar akibat virus avian influenza dapat menurunkan kualitas hidup. Namun dalam
H5N1. Selama satu setengah tahun sejak terjadinya pelaksanaannya terdapat praktek-praktek yang
kasus pertama, Indonesia selalu mengirimkan merugikan anggota WHO, terutama anggota yang
spesimen ke dua lembaga yang ditunjuk oleh WHO berasal dari negara sedang berkembang. Untuk
sebagai perwujudan pelaksanaan kewajiban dalam itulah perlu dilakukan perubahan-perubahan
pencegahan penularan penyakit influenza global ter­hadap sistem tata kelola penanggulangan pe­
(Global Influenza Surveillance Network - GISN). nyakit menular dalam sistem IHR agar lebih
Kewajiban yang dilaksanakan atas itikad mulia mengedepankan prinsip-prinsip fairness, trans­
sebagai anggota WHO tersebut ternyata tidak parency, equity dan sovereignity of states. Indonesia
diimbangi dengan pelaksanaan prinsip keadilan perlu menemukan landasan argumentasi untuk
dan transparansi oleh WHO sendiri. Spesimen melaksanakan atau tidak melaksanakan kewajiban
yang dikirimkan tersebut seharusnya hanya untuk virus sharing atas virus H5N1, atau paling tidak,
identifikasi evolusi penyakit, namun ternyata akan menemukan konsep-konsep baru untuk
spesimen tersebut diakses secara bebas oleh mengusulkan dilakukannya perubahan-perubahan
industri farmasi di negara maju untuk selanjutnya secara mendasar terhadap ketentuan mengenai
diciptakan berbagai produk diagnostik, vaksin, tata cara pelaksanaan kewajiban virus sharing
terapi dan teknologi lainnya yang dipatenkan, sebagai bagian dari upaya penanganan penyebaran
sehingga untuk mendapatkan produk-produk penyakit menular oleh WHO.

1
Pasal 3-4 International Health Regulation 2005 (IHR 2005).
2
Pasal 6-7 IHR 2005.
3
Endang R. Sedyaningsih, et.al., “Towards Mutual Trust, Transparency and Equity in Virus Sharing Mechanism: The Avian Influenza Case
of Indonesia”, Annals Academic of Medicine”, Vol. 37, No. 6, Juny 2008, hlm. 482.
4
Maryn McKenna, “System for Global Pandemic Vaccine Development Challenged,” CIDRAP News, 6 February 2007, hlm. 5.
5
David P. Fiedler, 2001, “International Law and Global Infectious Disease Control”, CMH Paper Working Series, Indiana University School
of Law, Bloomington, hlm. 7. Untuk selanjutnya disebut Fiedler (1).
44 MIMBAR HUKUM Volume 25, Nomor 1, Februari 2013, Halaman 42 - 54

B. Pembahasan Tabel 1. Peristiwa Pandemik Flu di Dunia


1. Virus Sharing dalam Perspektif Indonesia 1732 – 1733 1857 – 1858
sebagai Negara Korban 1781 – 1782 1889 – 1890
a) Latar Belakang Pandemik/Flu Burung 1800 – 1802 1918 – 1919
Kasus flu yang bersifat mewabah dan 1830 – 1833 1957 – 1958
pandemik pertama kali terjadi pada tahun 1847 – 1848 1968 – 1969
1580 di Asia dan selanjutnya menyebar ke Sumber: Osterholm, 2006, Pandemic Influensa: A Current
Afrika, Eropa dan Amerika. Pada waktu itu, Perspective, Centre for Infectious Disease
Research and Policy, University of Minnesota,
pandemik ini menyebar ke Benua Eropa dalam Minneapolis.
kurun waktu seminggu, sehingga tingkat
Secara global diperkirakan korban yang
kematian cukup tinggi. Menurut catatan
meninggal 50 – 100 juta, dari 200 juta – 1
CIDRAP, tingkat kematian dalam wabah
milyar jiwa yang terinfeksi di seluruh dunia.
tercatat sejumlah 9.000 – 80.000 nyawa di
Pola korban orang dewasa mengikuti huruf
Roma. Di Spanyol dilaporkan hampir seluruh
W (W curve). Dari 13 studi yang dilakukan
warga meninggal dalam pandemik tersebut
antara tahun 1918-1919, korban yang mening­
(nearly entirely depopulated). Sejak tahun
gal termasuk ibu hamil antara 23 – 71% dari
1800-an, pandemik ini berulang dalam jangka
total penduduk. Flu Asia (Asian Flu) yang me­
waktu antara 10 tahun sampai 49 tahun, dan
wabah pada tahun 1957 – 1958, disebut strain
rata-rata berulang setiap 24 tahun. Dalam
H2N2, karena sudah merupakan perpaduan
tabel di bawah ini, Flu Spanyol (Spanish Flu)
antar gen virus, dimulai dari kelompok ung-
yang disebut juga strain H1N1, mewabah
gas liar, ayam ke itik kemudian ke manusia
pada tahun 1918-1919.
dan sirkulasi antar manusia. Diperkirakan
­korban yang meninggal akibat virus ini antara
60.000 – 70.000 jiwa.

Gambar 1. Pola Penerbangan Burung-burung Dunia

Sumber: Gambar 1. Pola


Osterholm, Penerbangan
2006, PandemicBurung-Burung Dunia Perspective,
Influensa: A Current
Centre for Infectious Disease Research and Policy, University of
Sumber: Osterholm,Minnesota, Minneapolis.
2006, Pandemic Influensa: A Current Perspective, Centre for Infectious Disease
Research and Policy, University of Minnesota, Minneapolis.

Untuk wabah tahun influenza tahun 2003 – 2006, pola penyebaran


virus jauh lebih cepat dari pandemik tahun sebelumnya, dikarenakan oleh
arus globalisasi, terutama di bidang industri pariwisata. Berdasarkan gambar
Tjitrawati, Masalah Keadilan Pelaksanaan Kewajiban Virus Sharing dalam Sistem IHR 45

Kemudian pada tahun 1968 – 1969 virus Sedangkan berdasarkan studi yang dila­
mewabah di Hongkong dan disebut Hong kukan oleh Departemen Kesehatan Amerika,
Kong Flu. Wabah ini disebut strain H3N2, perkiraan korban dari H5N1 adalah sebagai
yang merupakan kombinasi genetik dari dua berikut:
virus bebek dan 4 virus dari manusia. Di
Amerika, diperkirakan korban meninggal Tabel 3. Perkiraan Korban H5N1
sebanyak 40.000 akibat virus ini. Pola Pola
Penyebaran Penyebaran
Untuk wabah tahun influenza tahun 2003 Karakteristik
Moderat / Flu Severe / Flu
– 2006, pola penyebaran virus jauh lebih cepat Asia Spanyol
dari pandemik tahun sebelumnya, dikarenakan Sakit 90 juta jiwa 90 juta jiwa
oleh arus globalisasi, terutama di bidang Sakit rawat jalan 45 juta jiwa 45 juta jiwa
industri pariwisata. Berdasarkan gambar di Menginap di RS 865.000 9.900.000
bawah ini, virus yang semula mewabah di
Perawatan ICU 128.750 1.485.000
Asia (China) dengan cepat menyebar ke ne­
gara Asia lainnya, ke Timur Tengah, dan Perawatan 64.975 724.500
mechanical
benua Afrika (Mesir). Dilaporkan pula, ventilation
percepatan penyebaran virus flu burung ini Meninggal 209.000 1.903.000
karena mengikuti pola migrasi dari burung- Sumber: Osterholm, 2006, Pandemic Influensa: A Current
Perspective, Centre for Infectious Disease
burung di dunia. Bila hal ini benar, maka
Research and Policy, University of Minnesota,
seluruh dunia kemungkinan akan mengalami Minneapolis.
pandemik bila virus flu burung ini mewabah
lagi beberapa tahun kemudian. Gambar di Kedua hasil estimasi studi di atas menun­
atas menunjukkan pola penerbangan burung- jukkan betapa parah dampak dari wabah flu
burung di dunia. burung. Dari segi korban jiwa, tidak sedikit
b) Perkiraan Korban Untuk Kasus H5N1 korban meninggal, baik di negara maju mau­
Bila pandemik tahun 2007 hingga 2008 pun di negara berkembang. Bila dampak
disebabkan oleh virus H5N1, diestimasikan dari wabah mengikuti kasus pada wabah Flu
30% − 60% dari total populasi dunia terin­ Spanyol, bisa diprediksikan maka dunia akan
feksi. Estimasi di atas berdasarkan pada kasus mengalami penurunan drastis dalam jumlah
berikut: penduduk. Bila yang meninggal adalah lebih
banyak pada usia produktif, maka ini juga
Tabel 2.Perkiraan Korban Kasus H5N1
akan berpengaruh pada tingkat kesejahteraan
Pola Penyebaran Virus
Korban Meninggal dunia.
Mirip dengan
Dampak dari flu burung di berbagai negara
Pandemik 1968 2 – 7.5 juta jiwa
Asia berbeda-beda. Indonesia mengalami
Pandemik 1918 180 – 360 juta jiwa kerugian besar pada hampir seluruh skala
Kasus H5N1 1.6 juta jiwa meninggal industri (besar, menengah dan kecil). Di
Sumber: Osterholm, 2006, Pandemic Influensa: A Current beberapa negara lain seperti Kamboja, Laos,
Perspective, Centre for Infectious Disease Thailand dan Vietnam, dampak terberat terjadi
Research and Policy, University of Minnesota,
Minneapolis.
pada industri ternak rumahan.
46 MIMBAR HUKUM Volume 25, Nomor 1, Februari 2013, Halaman 42 - 54

Tabel 4: Estimasi Biaya Dampak dari Flu HPAI dan H5N1 Selama 2003 - 2005
Industri Peternak
Negara Industri Besar Industri Kecil
Menengah Rumahan
Indonesia 3.5% produksi ternak 21.2% 11.8% 63.4%
menurun. Biasanya
untuk konsumsi
domestik dan ekspor
Cambodia - < 1% < 1% 99% peternak
rumahan
Laos - Relatif tidak 10% 90% peternak
terdampak
Thailand 70% 20% Di tingkat produksi 10%, di
tingkat produsen> 98%
Vietnam Relatif tidak 20 – 25% Di tingkat produksi 10- Di tingkat
terdampak 15%, produsen relatif tidak produksi 65%, di
terdampak tingkat produsen
hampir 70%
Sumber: Osterholm, 2006, Pandemic Influensa: A Current Perspective, Centre for Infectious Disease Research and Policy,
University of Minnesota, Minneapolis.

Kerugian langsung di level individual c) Kasus Flu Burung di Indonesia dan


yang mengalami sakit adalah kehilangan ke- Dampaknya
sempatan memperoleh pendapatan. Kerugian Kasus flu burung di Indonesia sepanjang
ini akan di alami seumur hidup bila si pen- 2008 paling banyak terdapat di wilayah Ja-
derita meninggal atau mengalami cacat fisik karta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Ja-
seumur hidup. Dengan asumsi dan penderita bodetabek). Komite Nasional Pengendalian
di suatu daerah tertentu maka kerugian peker- Avian Influenza dan Kesiapsiagaan Meng-
ja di sektor peternakan unggas bisa dihitung hadapi Pandemik Influenza (Komnas FBPI)
dengan rumus: mencatat, sedikitnya 10 dari 12 korban me-
Kerugian material = Σ pekerja × upah per­ ninggal dunia berasal dari Jabodetabek.
bulan × sisa umur produktif pekerja

Tabel 5: Perkembangan Penderita Kasus Flu Burung (Data 13 Agustus 2007 dan 16 Agustus 2007)
Positif Flu Burung Positif Flu Burung
Provinsi Σ kasus Σ meninggal Provinsi Σ kasus Σ meninggal
Jawa Barat 29 23 Jawa Barat 29 23
Dki Jakarta 25 22 Dki Jakarta 25 22
Banten 13 11 Banten 14 12
Sumatera Utara 8 7 Sumatera Utara 8 7
Jawa Timur 7 5 Jawa Timur 7 5
Jawa Tengah 9 8 Jawa Tengah 9 8
Lampung 3 0 Lampung 3 0
Sulawesi Selatan 1 1 Sulawesi Selatan 1 1
Sumatera Barat 3 1 Sumatera Barat 3 1
Sumatera Selatan 1 1 Sumatera Selatan 1 1
Riau 3 2 Riau 3 2
Bali 1 1 Bali 1 1
Σ 103 82 Σ 104 83
Sumber: Dinas Kesehatan RI.
Tjitrawati, Masalah Keadilan Pelaksanaan Kewajiban Virus Sharing dalam Sistem IHR 47

Koordinator Surveilans Komnas FBPI flu ini di antaranya adalah sektor pariwisata,
Heru Setijanto menyebutkan, pada tahun sektor keuangan global, jasa konsultan luar
2008 (Juli-Agustus) korban meninggal akibat negeri, dan lain-lain.
flu burung di tanah air mencapai 107 orang. Sektor pariwisata adalah salah satu sektor
Sedangkan kasus tahun 2007 dicatat dalam ekonomi yang paling rentan terhadap isu
Tabel 5 di atas. kesehatan, seperti kasus flu burung. Industri
d) Dampak Ekonomi dari Avian Flu pariwisata yang menawarkan leisure activities
(H5N1) tentunya akan sangat mengedepankan faktor
Dari sisi permintaan (demand side), comfortableness penikmat wisata itu sendiri.
terdapat dampak psikologis yang ditimbulkan Umumnya tidak hanya peminat wisata yang
kepada pihak-pihak yang terlibat langsung akan membatalkan perjalanan wisatanya,
dalam kegiatan ini, seperti pihak investor dan pemerintah negara pelancong pun tidak
konsumen. Bagi investor, ada kekhawatiran jarang langsung mengeluarkan travel warning
kalau nilai investasi mereka tidak aman, kepada warganya bila diketahui daerah tujuan
dalam arti tidak mendapatkan keuntungan wisata mengalami pandemik penyakit. Sektor
ekonomi. Sedangkan bagi konsumen dari yang lain seperti jasa keuangan global, jasa
produk-produk poultry, mungkin akan terjadi konsultasi luar negeri juga tidak luput dari
penurunan drastis konsumsi daging dan telur dampak pandemik seperti kasus flu burung.
ayam, serta produk-produk turunan dari telur Begitu tersebar berita ada wabah flu burung
dan ayam. Lebih lanjut ini akan berdampak di Asia, indeks harga saham gabungan di
pada kebutuhan protein masyarakat. Bagi beberapa pasar modal turun cukup signifikan.
peternak ayam, mereka sebenarnya terpaksa Di sisi lain, dampak lain dari pandemik
harus memusnahkan ternak-ternak mereka flu burung ini adalah adanya ketakutan untuk
begitu daerah mereka dinyatakan sebagai mengkonsumsi daging ayam, telur, dan
cluster penyebaran virus, apalagi tidak ada produk-produk turunan dari ayam dan telur.
kompensasi dari pemerintah. Sedangkan dari Hal ini tentu berpengaruh pada produksi
sisi penawaran (supply side), dengan adanya ayam dan telur, yang dalam jangka panjang
wabah flu, akan ada banyak penurunan dalam berpengaruh pada pekerja dan pendapatan
jumlah pekerja atau produktifitas pekerja. Hal keluarga pihak-pihak yang terkait dengan
ini disebabkan oleh kemungkinan banyak ternak ayam dan unggas lainnya. Sedangkan
tenaga kerja yang meninggal, sakit, atau faktor lain yang tidak kalah penting adalah
mereka tidak bekerja karena khawatir tertular faktor penularan (contagion effect) dari negara
oleh teman mereka di kantor. tetangga. Bila negara tetangga langsung
e) Estimasi dan Asumsi Ekonomi pada seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei yang
Kasus H5N1 mengalami pandemik, otomatis kita sebagai
Dengan menggunakan asumsi dasar tetangga juga akan dilanda kekhawatiran.
berikut: tingkat penyebaran virus rata-rata f) Respon pada kebijakan ekonomi
20%, kasus meninggal 0.5% dari total korban Respon pemerintah yang berupa kebijak­
yang terinfeksi, rata-rata pandemik berkisar an moneter kebijakan fiskal mungkin di­
selama satu tahun, dan rata-rata kasus sakit perlukan setelah pandemik terjadi. Di bidang
selama 1 minggu, maka dapat diperkirakan moneter, kejadian pandemik mungkin akan
sektor-sektor ekonomi apa saja yang membutuhkan respon dari dunia perbankan
terdampak langsung. Beberapa sektor yang untuk lebih berhati-hati dalam menyalurkan
mendapat bias negatif langsung dari kasus kredit perbankan, dan mempertimbangkan
48 MIMBAR HUKUM Volume 25, Nomor 1, Februari 2013, Halaman 42 - 54

resiko kredit pasca kejadian pandemik. susnya. Sekalipun demikian, dalam tata kelola
Sedangkan di bidang fiskal, pandemik kesehatan internasional kedaulatan negara masih
yang lama dan berkepanjangan akan berpe­ diakui dengan baik sehingga ketentuan-ketentuan
luang menyebabkan defisit pada anggaran yang ada biasanya bersifat koordinatif. Oleh
pemerintah, karena pemerintah harus menge­ karenanya pengenaan kewajiban-kewajiban dari
luarkan biaya publik di bidang kesehatan, ketentuan dalam WHO atau GINS tidak dapat
keamanan publik, kesejahteraan sosial dan dilihat hanya dari kewajiban yang lahir dari
kemungkinan memberikan subsidi pada prinsip pacta sunt servanda saja, melainkan harus
BUMN yang menderita rugi karena terjadinya ditempatkan dalam kerangka pemikiran yang lebih
pandemik. dalam, yaitu kewajiban negara untuk terlibat dalam
mencegah terjadinya bencana kemanusiaan.
2. Posisi Indonesia dalam Kerjasama Pena­ Melaksanakan kewajiban internasional se­
nganan Pandemik cara sukarela atas tindakan yang murni ditujukan
Berdasarkan hasil analisa kebijakan pemerin­ untuk mencegah terjadinya bencana kemanusiaan,
tah dalam menangani pandemik virus flu burung tentunya tidak menjadi masalah, namun ketika
di atas, dapat dilihat bahwa seharusnya Indonesia tindakan tersebut diwarnai oleh aktivitas komersial,
sebagai negara korban dengan kerugian yang maka diperlukan perhitungan-perhitungan yang
besar diberikan perlakuan khusus agar kerjasama matang untuk menentukan kebijakan yang akan
internasional dalam penanganan pandemik bisa diambil.
dilaksanakan secara berkeadilan. Dalam perspektif
demikian, maka untuk menentukan posisi runding
dalam negosiasi-negosiasi kerjasama internasional
berkenaan dengan penanganan pandemik, harus
pula dilihat dalam perspektif Indonesia sebagai
bagian dari tata kelola kesehatan internasional di
bawah WHO. 3. Landasan Tuntutan Indonesia atas Per­
ubahan Kebijakan Virus Sharing dalam
Bagan 1. Public Health, Governance, and
Tata Kelola GISN
Globalization
Sebagai negara korban dengan kerugian
materiil dan immaterial yang luar biasa atas
terjadinya pandemik flu burung, Indonesia me­
nuntut agar pelaksanaan virus sharing dapat
dilakukan lebih adil. Keadilan dalam konsep
Pemerintah Indonesia adalah apabila sebagai
negara korban pandemik diberikan kedudukan
tertentu yang dapat dibedakan dengan negara lain.
Penyerahan sampel virus kepada WHO tidak hanya
Sumber: CDC Public Health Law Program, 2008 dianggap sebagai pelaksanaan kewajiban negara
anggota WHO untuk terlibat dalam penanganan
Sebagai bagian dari tata kelola kesehatan dan pencegahan pandemik, namun harus juga
secara internasional, Indonesia harus mengikuti dilihat sebagai aktivitas ekonomi mengingat
prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuan dalam bahwa sampel virus itu pada akhirnya akan
hukum internasional umumnya dan ketentuan menjadi barang ekonomi yang diperjualbelikan.
dalam tata kelola kesehatan internasional khu­ Virus sebagai objek perjanjian, dengan demikian,
Tjitrawati, Masalah Keadilan Pelaksanaan Kewajiban Virus Sharing dalam Sistem IHR 49

harus dipandang sebagai benda ekonomi yang pretasikan CBD untuk menggunakan virus pato-
dapat dipertukarkan karena, dalam pandangan gen bisa berlawanan dengan tujuan CBD. CBD
Pemerintah Indonesia, virus H5N1 adalah sumber disusun untuk membantu negara sedang berkem-
daya alam. bang yang kaya akan keragaman hayati untuk
Dengan landasan berpikir demikian, maka mengendalikan akses terhadap keragaman hayati
menurut pemerintah, Indonesia mempunyai ke­ ini guna melestarikan dan mengelola keragaman
daulatan atas sumber daya alam yang dimi­likinya, itu secara terus menerus. Konvensi ini dimaksud-
karena hak ini didasarkan pada United Nations kan sebagai jawaban atas kerisauan negara sedang
Convention on Biological Diversity (CBD) berkembang atas ancaman perusahaan multina-
yang mengakui kedaulatan setiap negara untuk sional dari negara industri yang berupaya meng­
menguasai sumber daya yang berada di dalam akses keragaman hayati mereka dan menciptakan
wilayah negara. CBD menetapkan sumber daya produk yang menguntungkan tanpa memberi man-
hayati mencakup: “genetic resources, organism faat bagi negara berkembang ini.
or parts thereof, populations, or any other biotic Dengan menganggap virus sebagai sumber
component of ecosystem with actual or potential daya hayati dikhawatirkan akan terjadi penurunan
use or value for humanity”. Lebih lanjut dikatakan maknawi dari sumber daya hayati. Virus adalah
bahwa negara mempunyai wewenang untuk zat renik merugikan yang keberadaannya bahkan
menentukan akses terhadap sumber daya genetik mengancam keberadaan keragaman hayati yang
yang terletak dan dilakukan menurut ketentuan lain, sehingga harus dimusnahkan. Tentunya hal
hukum nasional negara masing-masing, Oleh ini bertentangan dengan esensi dari CBD yang
karenanya pihak lain yang menginginkan akses ditujukan untuk melindungi keragaman hayati
terhadap sumber daya hayati tersebut harus melalui penerapan prinsip-prinsip kedaulatan,
terlebih dahulu mendapat persetujuan dari pihak notifikasi dan keuntungan bersama atas akses dan
yang menyediakan sumber daya hayati tersebut. pemanfaatan sumber daya tersebut.
Segala akses yang diberikan harus berdasarkan Dalam Konferensi CBD pun, penggolongan
persyaratan yang disepakati bersama. virus H5N1 sebagai sumber daya hayati juga tidak
Dengan menganggap sebagai sumber daya diterima. Pihak-pihak dalam CBD berkeyakinan
hayati maka Indonesia seharusnya mempunyai bahwa virus flu burung bukanlah sumber daya
kewenangan untuk melakukan pengawasan peng­ hayati yang tunduk terhadap aturan CBD namun
gunaan sampel. Hal ini penting mengingat bahwa sebagai ancaman bagi keragaman hayati. Atas
setiap pemanfaatan sumber daya oleh pihak ketiga potensi ancaman yang diakibatkan oleh virus
seharusnya memberikan kemanfaatan bagi bangsa H5N1 tersebut maka perlu dilakukan pengawasan
dan negara Indonesia. Konsep yang diajukan oleh atasnya. Dengan demikian sifat pengawasan
Indonesia ini mendapatkan penerimaan dalam yang berlaku bagi virus berbeda halnya dengan
resolusi World Health Assembly (WHA) bahwa pengawasan atas pemanfaatan sumber daya
WHA mengakui hak berdaulat negara-negara atas hayati oleh pihak ketiga. Pengawasan terhadap
sumber dayanya”. virus dimaksudkan untuk memusnahkannya atau
Konsep yang menganggap sampel virus in- mengurangi penyebarannya, sementara atas sumber
fluenza sebagai sumber daya hayati menimbulkan daya hayati pengawasan dimaksudkan untuk
kritik dari negara maju. Bagi mereka, menginter- melindungi keberadaan dan keberagamannya.

6
Pasal 15 ayat (1) United Nations Convention on Biological Diversity (CBD).
7
Pasal 15 ayat (5) CBD.
8
Pasal 15 ayat (4) CBD.
9
Pasal 16 CBD.
50 MIMBAR HUKUM Volume 25, Nomor 1, Februari 2013, Halaman 42 - 54

Dilihat dari definisi sumber daya hayati sumber daya hayati, maka akan tunduk pada
yang termuat dalam ketentuan CBD terlihat di ketentuan-ketentuan dalam CBD yang cenderung
dalamnya menegaskan bahwa sumber daya yang menempatkan sumber daya hayati dalam kerangka
dimaksud haruslah memiliki potensi bermanfaat pelaksanaan kedaulatan negara. Kalimat pertama
atau bernilai bagi kemanusiaan. Ketika definisi Pasal 57 (1) tersebut menegaskan bahwa antara
ini dibaca berkaitan dengan prinsip CBD, potensi IHR dan perjanjian internasional lainya (dalam
manfaat atau nilai bagi kemanusiaan dimaksudkan hal ini adalah CBD) harus diinterpretasikan secara
untuk mendapatkan perlindungan, pelestarian dan kompatibel. Dari ketentuan tersebut Indonesia
penggunaan sumber daya secara terus menerus. dapat mengambil keuntungan karena jika virus
CBD menggunakan prinsip kedaulatan sebagai diinterpretasikan berdasarkan ketentuan CBD,
instrument regulasi untuk mencapai tujuannya. maka kewajiban penyerahan sampel kepada WHO
Manfaat atau nilai bagi kemanusiaan atas virus akan gugur.
influenza berasal dari tersebarnya pembagian Pengenaan kewajiban virus sharing ditentu­
pengawasan dan tujuan pengembangan vaksin kan dalam IHR 2005 yang selanjutnya diatur
karena ancaman global yang terdapat pada virus lebih detil dalam ketentuan GISN. Secara teknis,
itu. Dalam konteks ini, prinsip kedaulatan yang IHR 2005 tidak memiliki kekuatan mengikat
bertumpu pada pendekatan CBD bukanlah dasar menurut hukum internasional sampai IHR 2005
yang tepat untuk memfasilitasi pertukaran yang secara resmi berlaku pada 15 Juni 2007. sehingga,
tepat dan komprehensif yang dikehendaki oleh IHR 2005 tidak menciptakan kewajiban hukum
tatanan kesehatan global.10 bagi Indonesia atas penguasaan sampelnya pada
Ketidaktepatan penggunaan ketentuan CBD waktu sebelum regulasi itu diberlakukan. Namun,
sebagai dasar penolakan melaksanakan kewajiban penolakan Indonesia untuk mengirimkan sampel
virus sharing memaksa kita harus mencari virus sejak tanggal 15 Juni 2007 lah yang menjadi
landasan yang lebih tepat sebagai masukan yang persoalan. Sebab, dalam IHR ditentukan bahwa
berguna bagi penentu kebijakan dalam tata kelola pernyataan consent to be bound negara-negara
penanganan pandemik virus. anggota WHO dilaksanakan secara otomatis.
Negara-negara anggota WHO yang tidak ingin
4. Penegasan Makna “Kewajiban Virus terikat atau ingin melakukan reservasi terhadap
Sharing” IHR 2005 dapat mengajukan hal ini kepada WHO
Salah satu alasan mengapa Indonesia meni­ sebelum tanggal yang ditentukan, yaitu pada
tikberatkan pada CBD adalah karena ketentuan Desember 2006.11
dalam CBD dapat menjadi sarana untuk mengubah Kesempatan satu tahun untuk memikirkan
implikasi ketentuan IHR 2005.Dalam Pasal 57 (1) akibat hukum bagi bangsa dan negara atas ber­
IHR 2005 dinyatakan: lakunya ketentuan IHR tersebut tidak diman­
States Parties recognize that the IHR and other faatkan dengan baik oleh Pemerintah Indonesia,
relevant international agreements should be sehingga perjanjian ini berlaku bagi Indonesia
interpreted so as to be compatible. The provi-
sions of the IHR shall not affect the rights and dalam versinya yang semula, termasuk di dalam­
obligations of any State Party deriving from nya ketentuan-ketentuan mengenai kewajiban
other international agreements. ­virus sharing. Secara teknis yuridis, Indonesia
Ketentuan tersebut membuka peluang Indo­ sebagai negara peserta perjanjian internasional
nesia untuk tidak melaksanakan kewajiban virus berkewajiban untuk melaksanakan ketentuan-ke­
sharing, karena jika virus dianggap sebagai tentuan dalam perjanjian dan harus menahan diri

10
David P. Fiedler, “Influenza Virus Samples, International Law, and Global Health Diplomacy”, Emerging Infectious Diseases, Vol. 14, No.
1., Januari 2008, hlm. 91.Untuk selanjutnya disebut Fiedler (2).
11
Pasal 59 IHR 2005.
Tjitrawati, Masalah Keadilan Pelaksanaan Kewajiban Virus Sharing dalam Sistem IHR 51

dari tindakan-tindakan yang dapat menggagalkan Oleh karenanya, semua negara sesuai dengan
maksud dan tujuan perjanjian.12 Bagi beberapa ketentuan IHR 2005 bertanggung jawab untuk
pihak, tindakan Indonesia untuk menolak me­ berbagi data dan sampel virus secara tepat dan
lakukan virus sharing secara fundamental telah tanpa syarat. Menyimpan virus influenza dari
membahayakan keamanan kesehatan global- GISN sangat mengancam kesehatan publik secara
maksud dari IHR 2005. global dan melanggar kewajiban hukum yang
Berkenaan penolakan Indonesia untuk me­ telah disepakati untuk dijalankan dengan mentaati
lakukan virus sharing, terdapat dua interpretasi IHR.
yang berbeda. Interpretasi pertama berpendapat Walaupun IHR 2005 tidak secara tegas
bahwa IHR 2005 menghendaki negara-negara meminta negara-negara melakukan pembagian
untuk berbagi sampel biologis sebagai bagian sampel biologis, dari interpretasi terhadap
kewajiban untuk memberi WHO dengan in­ maksud dan tujuan pembentukan IHR dapat
formasi kesehatan publik yang akurat dan rinci dinyatakan adanya pengenaan kewajiban untuk
tentang segala kejadian yang merupakan keadaan berbagi sampel dalam rangka melakukan fungsi
darurat kesehatan publik yang menjadi perhatian pengawasan. Interpretasi ini dianggap juga se­
internasional (PHEIC). Menyebarnya virus in­ suai dengan ketentuan CBD, karena IHR 2005
fluensa patogen dianggap sebagai PHEIC, IHR menegaskan pembagian sampel tersebut ditujukan
2005 meminta negara-negara untuk menyediakan untuk melakukan penilaian resiko, bukan kegiatan
sampel bagi WHO untuk tujuan pengawasan tanpa manajemen resiko. Untuk itu, mandat dari IHR
ada syarat atau harapan mendapat keuntungan 2005 yang memberikan hak kepada WHO dan
sebagai balasannya. Interpretasi ini didukung oleh negara anggotanya untuk menyusun ketentuan
resolusi World Health Assembly (WHA) pada guna meningkatkan akses yang menguntungkan
bulan Mei 2006, yang meminta negara anggota terhadap materi yang dihasilkan dari pembagian
WHA untuk segera memenuhi, secara sukarela, sampel tersebut harus dimaksudkan dalam ke­
dengan ketentuan IHR 2005 yang dianggap rangka pencegahan bencana.15
relevan dengan resiko yang ditimbulkan oleh flu Interpretasi kedua menghasilkan kesimpulan
burung dan flu pandemik.13 Resolusi ini mendesak yang bertentangan, dimana menurut pengusung-
negara anggota WHO untuk memberikan material nya, dalam ketentuan IHR 2005 tidak terdapat ke-
biologis kepada WHO terkait dengan flu burung wajiban virus sharing oleh anggota kepada WHO.
pathogen dan jenis influenza baru lainnya secara IHR 2005 tidak menghendaki negara pihak untuk
tepat dan konsisten.14 berbagi sampel biologis dengan WHO. Pasal 31
Dorongan untuk berbagi bahan biologis Konvensi Wina 196916 menyatakan bahwa per-
dengan WHO bisa dianggap sebagai perintah janjian harus diinterpretasikan secara baik sesuai
dari lembaga pembuat kebijakan tertinggi WHO dengan makna sebenarnya yang diberikan oleh
dengan ruang lingkup kewajiban untuk berbagai perjanjian, dalam konteks perjanjian, dan berke-
informasi kesehatan publik dengan WHO terkait naan dengan maksud dan tujuan perjanjian itu.
dengan semua kejadian yang merupakan PHEIC. IHR 2005 hanya menghendaki negara pihak untuk

12
Pasal 26 Vienna Convention on the Law of Treaties 1969.
13
WHA Resolution, 58.5, 2006, Par. 1.
14
Ibid., Par. 4.
15
Fiedler (2), Op.cit., hlm. 88.
16
Meskipun Indonesia tidak menjadi pihak dalam Konvensi Wina 1969 mengenai Perjanjian Internasional (Vienna Convention on the Law of
Treaties 1969) namun norma-norma yang termuat di dalam perjanjian ini mengikat negara-negara sebagai hukum kebiasaan internasional
atau sebagai prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa di dunia. I.M. Sinclair, 1973, The Vienna Convention on the
Law of Treaties, Manchester University Press, hlm. 3. Lihat juga Martin Dixon dan Robert McCorquodale, 2003, Cases and Materials on
International Law, Oxford University Press, New York, hlm. 37.
52 MIMBAR HUKUM Volume 25, Nomor 1, Februari 2013, Halaman 42 - 54

menyampaikan kepada WHO informasi kesehatan keengganan negara-negara untuk berbagi sampel
publik tentang kejadian yang merupakan PHEIC.17 pathogen yang menjadi kepedulian dunia (misal,
IHR 2005 tidak menetapkan apa arti ‘informasi ke- virus sindrom pernafasan akut, dan virus influenza
sehatan publik’ sehingga maknanya harus dilihat H5N1) untuk pengawasan dan tujuan lainnya. Jika
melalui prinsip interpretasi perjanjian. Interpretasi dilihat dalam travaux preparatoir penyusunan
kedua menyatakan bahwa makna sebenarnya dari teks IHR, teks yang dinegosiasikan sebelumnya
kata ‘informasi’ meliputi pengetahuan dan fakta meliputi ketentuan berikut: “dalam konteks adanya
namun tidak mencakup sampel biologis.18 dugaan pelepasan agen biologis, kimiawi atau
Dari negosiasi-negosiasi dan resolusi-reso­ radiasi nuklir secara sengaja, negara harus segera
lusi penyusunan IHR 2005 serta resolusi-resolusi menyampaikan kepada WHO semua informasi
setelahnya, tidak termuat pernyataan yang meng­ terkait kesehatan publik, bahan dan sampelnya,
hendaki pembagian sampel materi biologi. Satu- untuk digunakan sebagai sarana melakukan
satunya ketentuan yang mengacu pada substansi verifikasi dan tanggapan”. Dari sini terlihat bahwa
biologi termuat dalam Pasal 46 IHR 2005 yang para negosiator menggunakan kalimat “informasi
menyatakan bahwa negara-negara pihak, sesuai kesehatan publik” dan kata “sampel” sebagai
dengan ketentuan hukum nasional dan ketentuan istilah yang berbeda. Selain itu, ketentuan ini tidak
internasional terkait, harus memberikan fasilitasi tercantum dalam IHR 2005. Walaupun seandainya
transportasi, keluar-masuk, pemrosesan dan tercantum, harus ditekankan bahwa pembagian
pe­musnahan substansi biologi dan spesimen sampel hanya dibutuhkan berkaitan dengan
diagnostik, reagen dan bahan diagnostic lainnya dugaan penggunaan agen biologis, kimiawi dan
guna verifikasi dan tujuan tanggap darurat radiasi nuklir secara sengaja, yang tidak meliputi
kesehatan publik menurut IHR. Penggunaan kata munculnya virus flu burung atau pandemik
“substansi biologis” di sini menunjukkan bahwa influenza.20
para negosiator menganggap konsep ini terpisah Resolusi WHA tahun 2006 dan 2007 juga men-
dari kata “informasi kesehatan publik”.19 dukung interpretasi ini. Dalam rangka melengkapi
Kewajiban untuk menyampaikan informasi ketentuan IHR 2005, pada tahun 2006 dikeluarkan
kesehatan publik kepada WHO mengenai kejadian resolusi berkaitan dengan ancaman influenza yang
yang dilaporkan memuat daftar hal-hal yang harus mendorong negara anggota WHO untuk menye-
dilakukan negara anggota, termasuk definisi barkan informasi dan bahan biologis terkait ke-
kasus, hasil laboratorium, sumber dan jenis pada WHO, hal ini menunjukkan bahwa negara
resiko, jumlah kasus dan kematian, kondisi yang anggota WHO menganggap informasi kesehatan
mempengaruhi penyebaran penyakit dan ukuran publik dan bahan biologis merupakan istilah yang
kesehatan yang digunakan (Pasal 6.2). Daftar berbeda. Resolusi WHA 2007 menggunakan ba-
ini mengacu pada sesuatu yang termasuk dalam hasa yang sama dengan konsi­deran resolusi WHA
makna sebenarnya dari “informasi” dan tidak 2006 yang mendorong negara anggota WHO un-
berisi apapun yang bisa dianggap sebagai sampel tuk menyebarkan informasi dan bahan biologis.
biologis, substansi, atau specimen. Tidak adanya Interpretasi pun ini sesuai dengan semangat CBD
referensi yang jelas mengenai sampel biologis, yang menegaskan bahwa keputus­an untuk berbagi
menunjukkan bahwa WHO dan negara anggotanya sampel biologis berada di tangan negara di mana
sebenarnya telah menyadari adanya kemungkinan sampel itu berasal.21

17
Pasal 6 IHR 2005.
18
Fiedler (2), Op.cit., hlm. 92.
19
Ibid.
20
Ibid., hlm. 93.
21
Lihat prinsip-prinsip yang dirumuskan dalam Chairman Draft of The Open-Ended Working Group WHO on Intergovernmental Meeting
on Pandemic Influenza Preparedness: Sharing of Influenza Viruses and Access to Vaccines And Other Benefits, 9-15 November 2008.
A/PIP/IGM/WG/6, 29 September 2008.
Tjitrawati, Masalah Keadilan Pelaksanaan Kewajiban Virus Sharing dalam Sistem IHR 53

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa Oleh karenanya dibutuhkan metode yang
argumen Indonesia untuk menyatakan bahwa berbeda untuk mencapai keseimbangan yang
virus merupakan sumber daya hayati yang tunduk lebih baik. Perlu ditinjau lebih dahulu bagaimana
pada ketentuan CBD tidak dapat dipertahankan. posisi tawar para pihak yang terlibat di dalam
Di sisi lain, penolakan mengirimkan sampel yang hubungan ini. Indonesia sebagai negara korban
didasarkan pada interpretasi bahwa ketentuan memiliki posisi tawar tinggi berkenaan dengan
IHR 2005 tidak mengenakan kewajiban virus penyediaan virus H5N1 yang strain-nya paling
sharing, akan berhadapan dengan persoalan moral ganas, sehingga vaksin yang dihasilkan adalah
mengenai kewajiban untuk turut serta dalam vaksin terbaik dibanding strain yang lain. Namun
pencegahan bencana pandemik internasional demi di sisi lain, negara korban yang berasal dari
mencegah terjadinya bencana kemanusiaan yang negara berkembang seperti Indonesia berada
lebih besar. Namun keterlibatan industri farmasi dalam posisi tawar yang rendah, mengingat
yang berperan besar dalam penanganan ini dan bahwa industri farmasi yang mampu membuat
bertindak dalam ruang lingkup bisnis dalam sistem vaksin, obat dan metode pengobatan untuk flu
pencegahan pandemik flu burung, menyebabkan burung hanya terdapat di tujuh negara industri
struktur hubungan hukum dalam kerangka GINS maju saja. Dalam posisinya sebagai lembaga yang
tidak lagi murni hubungan publik. mempunyai kedudukan sebagai pengatur dalam
tata kelola kesehatan internasional, seharusnya
Bagan 2. Struktur Virus Sharing WHO menjadi penyeimbang dari berbagai pihak
dengan kepentingan yang berbeda.

C. Penutup
Struktur hubungan yang terbangun diantara
pihak-pihak terkait dalam virus sharing yaitu:
WHO, negara pengirim sampel dan industri
farmasi yang memanfaatkan sampel, terlihat
bahwa hak-hak dan kewajiban-kewajiban hukum
dalam pelaksanaan virus sharing tersebut tidak
terbangun secara proporsional. Kewajiban sebagai
anggota WHO untuk melaksanakan virus sharing
Dengan struktur demikian, maka WHO tidak diimbangi dengan hak negara pengirim
tidak dapat hanya menuntut negara korban sampel untuk mendapatkan kejelasan informasi
untuk melaksanakan kewajiban virus sharing dan melakukan pengawasan atas penggunaan
sebagai bagian dari kewajiban publiknya sebagai sampel virus, baik oleh WHO atau oleh industri
anggota WHO saja, tanpa mendapatkan imbalan farmasi. Dalam sistem pencegahan pandemik
sebagai negara pengirim sampel karena dari flu burung yang saat ini berlaku juga belum ada
sampel yang dikirimkan itu, industri farmasi mekanisme pengaturan untuk mendistribusikan
dapat mengembangkannya sebagai vaksin, obat keuntungan ekonomi industri farmasi kepada
dan metode pengobatan yang mempunyai nilai negara korban atas pengembangan sampel virus
ekonomis.22 yang dikirim oleh negara korban sebagai bahan
vaksin, obat atau metode pengobatan.
22
Hal ini juga telah digunakan sebagai landasan pemikiran yang digunakan oleh para ahli WHO dalam Intergovernmental Meeting on
Pandemic Influenza Preparedness: Sharing of Influenza Viruses and Access to Vaccines and Other Benefits Open-Ended Working Group
Provisional Agenda: Benefit, April 2008. A/PIP/IGM/WG/4, 3 April 2008. Pentingnya pembagian keuntungan juga dibahas oleh WHO
dalam Open-Ended Working Group WHO on Intergovernmental Meeting on Pandemic Influenza Preparedness: Sharing of Influenza
Viruses and Access to Vaccines and Other Benefits, November 2008.
54 MIMBAR HUKUM Volume 25, Nomor 1, Februari 2013, Halaman 42 - 54

Sebagai negara korban yang mengalami ke­ hu­bungan di sektor publik atau sektor privat,
rugian materiil dan immaterial luar biasa, Indonesia mengingat besarnya peran privat (industri farmasi)
merasa bahwa kewajiban melaksanakan virus dalam penanganan masalah ini. Keuntungan
sharing oleh IHR 2005 dilaksanakan secara tidak ekonomi industri farmasi atas pemanfaatan sampel
adil, karena tidak memberikan kewenangan bagi virus seharusnya dapat dinikmati juga oleh negara
negara pengirim untuk melakukan pengawasan pengirim. WHO hendaknya menyusun mekanisme
atas pemanfaatan virus. pemberian kompensasi bagi negara pengirim virus
Diperlukan suatu kajian filosofis dan teoritis dalam sistem GISN yang memungkinkan negara
yang mendalam untuk memperbaiki struktur pengirim mendapatkan produk-produk yang
hubungan dalam mekanisme pencegahan pandemik dihasilkan oleh industri farmasi yang berasal dari
penyakit menular dalam organisasi WHO. Perlu sampel virus yang dikirimkan secara mudah dan
diperjelas dan ditentukan hak-hak dan kewajiban- murah.
kewajiban pihak-pihak terkait yang lahir dari

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku WHO, Chairman Draft of The Open-Ended Work-


Dixon, Martin, dan Robert McCorquodale, ing Group WHO on Intergovernmental Meet-
2003,Cases and Materials on International ing on Pandemic Influenza Preparedness:
Law, Oxford University Press, New York. Sharing of Influenza Viruses and Access to
Sinclair, I.M., 1973, The Vienna Convention on Vaccines And Other Benefits, 9-15 November
the Law of Treaties, Manchester University, 2008. A/PIP/IGM/WG/6, 29 September 2008.
Manchester. WHO, Open-Ended Working Group WHO on
Intergovernmental Meeting on Pandemic
B. Artikel Jurnal Influenza Preparedness: Sharing of Influenza
Fidler, David P., “Influenza Virus Samples, Viruses and Access to Vaccines and Other
International Law, and Global Health Benefits, November 2008.
Diplomacy”, Emerging Infectious Diseases, WHO, Intergovernmental Meeting on Pandemic
Vol. 14, No. 1., Januari 2008. Influenza Preparedness: Sharing of Influenza
Sedyaningsih, Endang R., Siti Isfandari, Triono Viruses and Access to Vaccines and Other
Soendoro, dan Siti Fadilah Supari, “Towards Benefits Open-Ended Working Group Pro­
Mutual Trust, Transparency and Equity in visional Agenda: Benefit, April 2008. A/PIP/
Virus Sharing Mechanism: The Avian Influ- IGM/WG/4, 3 April 2008.
enza Case of Indonesia”, Annals Academic of WHA, Sixtieth World Health Assembly, Pandemic
Medicine, Vol. 37, No. 6, June 2008. Influenza Preparedness: Sharing of Influenza
Viruses and Access to Vaccines And Other
C. Hasil Penelitian/Tugas Akhir Benefits, 60.28, Agenda Item 12.1, 23 May
Fiedler, David P., 2001, “International Law and 2007.
Global Infectious Disease Control”, CMH
Paper Working Series, Indiana University D. Artikel Majalah atau Koran
School of Law, Bloomington, McKenna, Maryn, “System for GlobalPandemic
Osterholm, 2006, “Pandemic Influensa: A Vaccine Development Challenged,” CIDRAP
Current Perspective”, Centre for Infectious News, 6 Feb 2007.
Disease Research and Policy”, Paper Work,
Universitas of Minnesota, Minneapolis.

Anda mungkin juga menyukai