Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Siku merupakan subjek cedera yang sering dalam olahraga karena
jangkauan geraknya yang luas, susunan tulang lateral yang lemah, dan kelenturan
relatif pada jaringan lunak sekitar sendi. Setiap cedera yang mengenai jaringan
lunak maupun pada jaringan keras didaerah siku tersebut telah memiliki nama
sendiri berdasarkan lokasinya dan macam-macam cederanya. Cedera tersebut bisa
terjadi karena penetrasi yang dalam atau rangkaian pukulan pada proporsi siku
yang tajam dan langsung, gerakan resitif yang berlebihan, mikro trauma berulangulang, gerakan insersio dari otot ekstensor lateral epicondilus dan gerakan fleksi
dari pergelangan tangan dengan kekuatan penuh yang berulang-ulang dan putaran
tenaga yang ekstrim valgus dari siku. 1
Setiap cedera yang mengenai jaringan lunak maupun jaringan keras di
daerah siku tersebut memiliki nama sendiri seperti kontusio, olecranon bursitis,
strains, elbow sparain, lateral epicondylitis, medial epicondylitis, elbow
osteochondritis dissecans, little leque elbow, cubital tunnel syndrome, dislokasi
elbow, fracture dan contractur volkmans. 1
Cidera/kelainan pada medial ganglion regio cubiti (daerah siku) paling
sering diasosiasikan dengan cubital tunnel syndrome, dengan prevalensi 8%.
Dilaporkan gejala nyeri di daerah medial didapatkan di 25 dari 38 pasien, dan
mati rasa pada jari manis dan kelingking didapatkan di 29 pasien. Cubital tunnel
syndrome sendiri didapatkan pada pria tiga sampai delapan kali lebih banyak
daripada wanita. 2
Feindel dan Stratford pertama kali menggunakan istilah cubital tunnel pada
tahun 1958. Mereka menemukan bahwa nervus ulnaris terjepit di daerah siku
karena berbagai macam kelainan anatomi di regio tersebut. Di tahun 1898, Curtis
menampilkan kasus managemen pertama kali tentang neuropati nervus ulnaris di
siku, dimana mengandung transposisi dari subcutaneus anterior. 2
Pernah dilaporkan juga tentang medial ganglia regio cubiti yang
menyangkut tentang cubital tunnel syndrome. Metode studi kasus pernah
1

dilaporkan di Amerika Serikat dari 487 pasien ditemukan 472 pasien menderita
cubital tunnel syndrome di rentang tahun 1980 sampai 1999. Dimana hampir
kesemuanya menderita translokasi dari nervus ulnaris. 2
1.2 Identifikasi Masalah
a. Apa definisi dari cubital tunnel syndrome?
b. Apa yang menjadi penyebab/etiologi dari cubital tunnel syndrome?
c. Bagaimana patogenesa dari cubital tunnel syndrome?
d. Bagaimana atau gejala apa saja yang dapat digunakan sebagai rujukan untuk
membuat diagnosa dari cubital tunnel syndrome?
e. Apa saja program rehabilitasi medik yang dapat dikerjakan?
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud karya tulis ilmiah ini adalah untuk membuat uraian mengenai
cubital tunnel syndrome secara menyeluruh dan lengkap. Tujuan karya tulis ilmiah
ini adalah untuk menguraikan mengenai cubital tunnel syndrome dengan lebih
memfokuskan pada penatalaksanaan dibidang rehabilitasi medik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Siku
Sendi siku tersusun atas tiga tulang yaitu: humerus (tulang lengan atas),
radius (tulang pengupil lengan bawah) dan ulna (tulang hasta). Ujung bawah
humerus membentuk dua articulatio kondilus (tonjolan pada tulang) yang
tersambung dengan baik. Kondilus lateral adalah kapitulum (ujung yang
membesar seperti kepala tongkat) dan kondilus medial disebut trochlea.
Kapitulum yang membulat berhubungan dengan kepala konkaf radius. Trochlea,
yang berbentuk gelondong, berada di dalam suatu alur yang berhubungan, takik
semilunar (berbentuk bulan sabit), yang disediakan oleh ulna antara proses-proses
olecranon (ujung atas tulang hasta yang berupa taju) dan coronoid. Di atas tiaptiap kondilus adalah suatu proyeksi yang disebut epikondilus. Rancangan struktur
persendian siku memungkinkan fleksi dan ekstensi oleh hubungan trochlea
dengan takik semilunar ulna. Pronasi lengan bawah (pemutaran lengan bawah ke
dalam) dan supinasi lengan bawah (pemutaran lengan bawah ke luar) dapat terjadi
karena kepala radius bersandar pada kapitulum dengan bebas tanpa batasanbatasan tulang apapun. 3

Pada dasarnya di dalam sendi siku terdapat dua gerakan yakni


fleksi/ekstensi dan rotasi berupa pronasi dan supinasi. Gerakan fleksi dan ekstensi
terjadi antara tulang humerus dan lengan bawah (radius dan ulna), pronasi dan
supinasi terjadi karena radius berputar pada tulang ulna, sementara itu radius juga
berputar pada poros bujurnya sendiri. Sendi radioulnar proksimal dibentuk oleh
kepala radius dan incisura radialis ulna dan merupakan bagian dari sendi siku.
Sendi radioulnar distal terletak dekat pergelangan tangan. Sendi siku sangat stabil
yang diperkuat oleh simpai sendi yaitu ligament collateral medial dan lateral.
Ligamentum annulare radii menstabilkan terutama kepala radius (Priyonoadi,
2010). 3

Membran synovial (selaput sega) yang umum mengisi sendi-sendi antara


siku dan radioulnar superior, melumasi struktural-struktural yang lebih dalam
pada kedua sendi, seperti kapsul yang mengelilingi keseluruhan sendi siku, yang
paling utama di dalam area siku adalah bursa-bursa bicipital dan olecranon. Bursa
bicipital berada di dalam aspek anterior tuberositas bicipital dan mengalasi tendo
pada saat lengan atas diputar ke dalam. Bursa olecranon berada di antara procecus
olecranon dan kulit. 1
Otot-otot yang berfungsi pada gerakan sendi siku ialah brachioradialis,
biceps brachii, otot triceps brachii, pronator teres dan supinator. Selain otot di
atas, dari siku juga berasal sejumlah otot yang berfungsi untuk pergelangan tangan
seperti otot ekstensor carpi radialis longus yang berfungsi sebagai penggerak
utama ekstensi sendi pergelangan tangan dipersarafi oleh saraf radialis akar saraf
servikal 6 - 7, otot ekstensor carpi radialis brevis, berfungsi sebagai penggerak
utama ekstensi dan abduksi sendi pergelangan tangan dipersarafi oleh saraf
radialis akar saraf servikal 6 - servikal 7. 4

Jaringan lunak superfisial dekat dengan kulit di siku sebelah depan terdapat
pembuluh darah vena yang menuju ke jantung. Jauh di dalam fosa/lekuk
antecubital terdapat arteri-arteri brachial dan medial yang memasok area ini
dengan darah yang teroksigenasi. Saraf-saraf yang berasal dari vertebrae
servicalis ke lima sampai ke delapan dan vertebrae thoracis mengendalikan otototot

siku.

Dalam

fossa

cubital

saraf-saraf

ini

menjadi

saraf-saraf

musculocutaneous, radial, median, dan ulnaris. 4


Tabel 1. Gerakan yang melawan untuk menentukan kelemahan otot dalam hubungannya
dengan cedera siku. 1

Otot-otot utama
Gerakan melawan

Saraf-saraf
yang terlibat

Pelenturan siku

Biceps brachii

Musculocutaneous (sercvikal 5 dan 6)

Brachial

Musculocutaneous (sercvikal 5 dan 6)

Brachioradial

Radial (servikal 5 dan 6)

Perluasan siku

Triceps brachii

Radial (servikal 5 dan 6)

Supinasi lengan atas

Biceps brachii

Musculocutaneous (sercvikal 5 dan 6)

Supinator

Radial (servikal 6)

Pronator teres

Median (servikal 6 dan 7)

Pronator quadratus

Median (servikal 8, thoracis 1)

Pronasi lengan atas

2.2 Cubital Tunnel Syndrome


2.2.1 Definisi
Cubital tunnel syndrome sendiri adalah efek dari terjepitnya/tekanan pada
nervus ulnaris, yang merupakan salah satu nervus utama pada tangan. Gejalanya
termasuk nyeri (rasa nyeri nya sendiri bisa di dapatkan karena terbenturnya siku
yang dapat dirasakan sebagai sensasi tersetrum), bengkak, lemah otot dari

tangan, kesemutan atau mati rasa di jari manis dan kelingking. Dan sering
didapatkan juga nyeri di daerah bahu. 2
Penjepitan Nervus Ulnaris merupakan entrapment neuropati atau sindroma
jepitan saraf perifer yang merupakan gangguan fungsi saraf perifer oleh karena
keadaan/posisi yang abnormal atau gangguan vaskularisasi yang menyebabkan
iskemi pada saraf. Persarafan dalam tubuh kita dilindungi oleh tulang,
ligamentum, dan otot. Daerah tersebut sewaktu-waktu dapat menyempit dan
menjepit saraf di daerah itu. 5
Penekanan saraf ini dapat menimbulkan suatu masalah. Jika penghimpitan
berlangsung lama, aliran darah dan nutrisi ke sel saraf terganggu, akibatnya sel
saraf akan mati dan akan menimbulkan kerusakan yang permanen. Kerusakan
tersebut dapat berupa hilangnya sensasi atau fungsi seperti yang telah dijelaskan
di atas. Hal ini tergantung pada saraf dan daerah yang terjepit. 5
Ada beberapa keadaan yang dapat menimbulkan jepitan saraf perifer. Saraf
perifer dalam perjalanannya ke distal pada anggota gerak atas maupun anggota
gerak bawah melewati beberapa terowongan yang berbatasan dengan tulang,
jaringan tendo atau jaringan muskuler. 5
Nervus ulnaris masuk dalam kompartemen ekstensor dari lengan atas
melalui septum intermuskularis ulnaris pada insersi muskulus deltoideus.
Selanjutnya saraf ini berada di belakang epikondilus medialis humerus dan
mencapai kompartemen fleksor pada lengan bawah dan berjalan diantara
olecranon dan caput epicondilus dari fleksor carpi ulnaris. 5
2.2.2 Anatomi Saraf Ulnaris
Nervus ulnaris merupakan cabang utama dari fasciculus medialis, berada di
sebelah medial a.axillaris, selanjutnya berada di sebelah medial a.brachialis. Pada
pertengahan brachium, saraf ini berjalan ke arah dorsal menembusi septum
intermusculare medial, berjalan terus ke caudal dan berada pada facies dorsalis
epicondylus medialis humeri, yaitu di dalam sulcus nervi ulnaris humeri. Di
daerah brachium n.ulnaris tidak memberi percabangan. 6
Nervus ulnaris adalah bagian akhir dari plexus brachialis medialis, setelah
cabang medial dari nervus medianus terpisah dari nervus ulnaris dengan serat
7

saraf dari cervical 8 thoracal 1. Awalnya nervus ulnaris terletak di medial arteri
axillaris dan kemudian di sebelah arteri brachialis sampai ke bagian tengah
lengan, menembus septum intermuskular dan mengikuti ujung medial dari otot
triceps sampai berada diantara olecranon dan epicondilus medialis humeri.
Selanjutnya menyilang pada siku membentuk percabangan pada flexor carpi
ulnaris dan setengah medial flexor digitorum profundus. Nervus ini terdapat di
antara dua flexor carpi ulnaris yang berjalan sampai ke tangan di antara otot dan
flexor digitorum profundus. 6

Di sebelah distal pertengahan antebrachium, n.ulnaris memberi dua cabang


cutaneus, sebagai berikut: 5
1. Ramus dorsalis, yang berjalan ke dorsal, berada di sebelah profunda tendo
m.flexor carpi ulnaris, mempersarafi kulit pada sisi ulnaris manus dan facies
dorsalis 1 jari sejauh phalanx intermedia.
2. Ramus palmaris, yang mempersarafi kulit sisi ulnaris pergelangan tangan dan
manus.
Pada ujung distal antebrachium. n.ulnaris berjalan berdampingan dengan
arteria ulnaris, a.ulnaris berada di sebelah lateral. Pada proksimal pergelangan
tangan (wrist), memberi percabangan dorsal, yang memberi persarafan sensoris.
8

Nervus ulnaris bersama-sama a.ulnaris masuk ke daerah manus melalui guyon


canal, membentuk persarafan sensoris atau superfisial dan persarafan motorik atau
deep. Percabangan dorsal memberikan sensasi pada daerah dorsum wrist dan
daerah ulnaris. 5
Nervus ulnaris dan cabang-cabangnya menginervasi otot-otot pada lengan
bawah dan tangan, yaitu: 6
1. Pada daerah lengan bawah, melalui ramus muscular n.ulnaris, mempersarafi:
o Flexor carpi ulnaris
o Flexor digitorum profundus (seperdua tengah)
2. Pada daerah tangan (manus), melalui cabang motorik n.ulnaris, mempersarafi:

Otot-otot hypothenar:
o Opponens digiti minimi
o Abductor digiti minimi
o Flexor digiti minimi brevis
o Adductor pollicis
o Muskulus lumbricalis 3 dan 4
o Interosseus dorsal
o Interosseus palmaris

3. Pada daerah tangan (manus), melalui cabang sensoris n.ulnaris, mempersarafi :


o Palmaris brevis

Lima area berikut merupakan tempat-tempat potensial jebakan nervus


ulnaris dalam perjalanannya ke siku dan setelah keluar dari siku, yaitu: 7
- Lengkung struthers (muncul pada 70% populasi; berbeda dengan ligament
struthers yang dapat mengapit nervus medianus) membentang dari caput medial
trisep dan masuk ke septum intermuskularis. Terletak kira-kira 6-8 cm di atas
epicondilus medialis. Dapat menjadi factor dalam kompresi nervus ulnaris
setelah perubahan posisi nervus ulnaris.
- Mediak septum intermuskularis yang mempunyai tepi yang agak tajam yang
dapat menekuk nervus, khususnya setelah transposisi anterior yang dapat
menyebabkan nervus terlipat.
- Lorong cubittal di alasi oleh ligamentum collateral medial siku dan ditutup oleh
ligamentum arkuata, (retinakulum lorong cubittal) yang merentang diantara
epicondilus humerus medial dan aspecktus medial olekranon.
- Lekukan aponeurosis di antara 2 mukulus fleksor carpi ulnaris (dissebut juga
pita osborne) dapat pula menekan saraf, terutama dengan kontraksi yang terus
menerus dari otot-otot ini.
- Aponeurosis yang melewati fleksor digitorum profundus dan superficial
merupakan tempat yang rentan kompresi.
2.2.3 Insiden dan Epidemiologi
Penjepitan nervus ulnaris adalah neuropati jenis kedua terbanyak pada
ekstremitas atas setelah nervus medianus. Karena posisi anatomi susunan
strukturnya, daerah sekitar siku adalah daerah paling sering untuk terjadi
penjepitan. Berdasarkan analisa Guyon, pergelangan tangan merupakan daerah
kedua paling sering terjadi penjepitan. Keadaan ini lebih banyak pada laki-laki
umur 40 tahun dan biasanya oleh adanya trauma pada tangan karena pekerjaan
dan mungkin juga ditemukan adanya ganglion. Prevalensinya adalah 3-8% dari
seluruh kasus penjepitan saraf. 3,8
2.2.4 Etiologi
Penyebab cubital tunnel syndrome sendiri dapat disebabkan karena
konstriksi dari pengikat jaringan, subluksasi dari nervus ulnaris di daerah medial
10

epycondilus, cubitus valgus, penulangan (bony spurs), hipertrofi synovium, tumor,


trauma didalam siku (cubital tunnel syndrome didapatkan nervus ulnaris dimana
melewati terowongan cubital (terowongan dari otot, ligamen, dan tulang) dan
terjadi penjepitan di dalam terowongan tersebut), terjadi karena iritasi dari luka
atau karena tekanan. Kondisi ini sering didapatkan pada orang yang biasa
mendapatkan tekanan pada daerah sikunya (seperti gerakan menarik, mengangkat,
dan melempar), dan invasi bakteri. Penekanan saraf sering pula terjadi pada orang
dengan arthritis, alkoholik, diabetes, dan atau kelainan tiroid. 2,9
Selain itu, cubital tunnel syndrome juga dapat terjadi karena trauma
didaerah siku, seperti fraktur, dislokasi, pukulan langsung. Terjadinya fleksi dan
ekstensi siku yang kuat secara tiba-tiba, seperti pada kecelakaan pada saat
bersepeda. 5,10
2.2.5 Patofisiologi 11,12
Pergerakan siku dari ekstensi menjadi fleksi, jarak antara epicondylus
medialis dengan olecranon bertambah sekitar 5 mm setiap siku fleksi
sebesar 450. Fleksi dari siku mendapatkan tekanan di ligamen kolateral
medial dan di retinakulum. Bentuk dari terowongannya itu sendiri berubah
dari bulat menjadi oval, dengan berkurangnya sebesar 2,5 mm, dikarenakan
terowongan cubiti berkembang selama siku fleksi dan alur retrocondylar di
daerah inferior di epicondylus medialis tidak sedalam alur di daerah
posterior . Di daerah kanal, volume terowongan cubiti berkurang sebesar
55% di saat fleksi , dimana hasilnya menyebabkan meningkatnya tekanan
dari 7 mmHg sampai 14 mmHg. Kombinasi dari kesemua ini seperti
abduksi dari bahu, fleksi dari siku dan ekstensi pergelangan tangan
menyebabkan tekanan yang berlebih sebesar 6 kali dari normalnya.

11

Subluksasi dari nervus ulnaris juga sering ditemukan. Disebabkan karena


subluksasi dari nervus ulnaris mengikuti fleksi yang lebih dari 900.
Kompresi pada bagian proksimal dari nervus ulnaris seperti didapatkan pada
servikal radikulopati, menunjukkan meningkatnya gangguan pada nervus.
Kondisi ini mengganggu transport normal dari axon nervus.
Ulnar neuropati secara histologi di dapatkan demielinisasi dari nervus.
Demeilinisasi ini terletak di daerah bulbus dan bengkak pada bagian
proksimal di jalur masuknya nervus di terowongannya.
McGowan menetapkan klasifikasinya antara lain :
Grade I

: Lesi ringan dengan distribusi parestesi di nervus ulnaris dan


lemas di daerah yang terkena. Tidak ada lemah otot instrinsik.

Grade II

: Lesi sedang dengan lemah otot pada musculus interossei.

Grade III

: Lesi berat dengan paralisis pada musculus interossei.

Invasi bakteri berupa invasi dari bakteri Mycobacterium leprae, yang di


dapatkan pada penderita lepra (Morbus Hansen). Bakteri ini tarpajan
melalui kontak kulit penderita yang infeksius. Ketidakseimbangan antara
derajat infeksi dengan derajat penyakit tidak lain disebabkan karena respon
imun yang berbeda, yang menggugah reaksi timbulnya granuloma setempat
atau progresif. Kusta tipe neural ini menyebabkan kerusakan syaraf yang
ireversibel yang ditandai dengan pembesaran syaraf, anestesia pada syaraf,

12

paralisis, claw hand deformity hingga atrofi otot pada daerah yang di
persyarafinya.

Pada gambar ini menjelaskan bahwa dampak dari kerusakan dari nervus
ulnaris mengakibatkan fleksinya tendon dari muskulus flexor digitorum
profunda dan tidak bekerjanya tendon dari muskulus flexor digitorum
superficialis.
2.2.6 Gambaran Klinis
Berikut ini adalah gejala tersering yang timbul secara klinis seperti: 7
- Nyeri yang dirasakan dalam disekitar siku
- Nyeri bertambah parah saat siku tertekan
- Parestesia sampai mati rasa pada jari manis dan kelingking
- Kelemahan tangan, terutama saat menggenggam sesuatu
Tanda-tanda jepitan nervus ulnaris adalah sebagai berikut: 7
- Sensasi sensoris dermatom nervus ulnaris yaitu jari kelingking dan setengah
medial jari manis berkurang, dibuktikan dengan pin-prick test, tes raba ringan,
dan diskriminasi dua titik.
- Hilangnya rangsang sensoris juga dapat ditemukan di dorsal region ulnaris
(dikarenakan terlibatnya ramus dorsal nervus ulnaris di proksimal pergelangan
tangan) .
- Gejala lanjut dapat berupa mati rasa yang parah dan kelumpuhan total otot
disertai atrofi otot-otot intrinsic yang dipersarafi.
13

- Kelemahan otot abductor dan adductor interossei dan adductor pollicis mungkin
dapat ditemukan, sementara abductor pollicis normal.
- Ulnar claw hand mungkin dapat ditemukan dengan ektensi jari kelingking dan
jari manis.
- Dengan sedikit ketukan ringan pada nervus diterowongan cubittal, menyebabkan
perasaan keram dan atau geli pada region yang dipersarafi (tes ketuk). Fleksi
lengan dan sedikit penekanan pada terowongan cubittal juga dapat menyebabkan
parestesia dan nyeri.

2.2.7 Pemeriksaan Klinis 2,3


Elektromiogram (EMG)
Adalah tes untuk mengevaluasi fungsi dari nervus dan otot. Tes ini di
lakukan di otot lengan atas yang di persyarafi oleh nervus ulnaris (musculus
flexor carpi ulnaris, abductor digiti minimi, dan interosseous dorsalis. Jika
otot tidak berfungsi sebagaimana mestinya, kemungkinan besar nervus
ulnaris tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

14

Tes Tinel (Tinels sign)


Adalah pemeriksaan untuk memeriksa syaraf yang teriritasi. Tes Tinel ini
dilakukan dengan cara perkusi di sepanjang jalur nervus dengan jarum atau
jari, yang akan dirasakan sebagai sensasi tersetrum. Tes ini dilakukan
pada siku yang fleksi pada cubital tunnel syndrome. Tes ini meliputi fleksi
dari siku lebih dari 900, supinasi dari lengan atas, dan mengangkat
pergelangan tangan. Hasil positif apabila didapatkan parestesi kurang dari
60 detik. Abduksi bahu juga dapat membantu kapasitas diagnostik didalam
tes ini.

Tes Wartenberg (Wartenberg sign)


Adalah pemeriksaan untuk abduksi dari jari kelingking dengan ekstensi.
Metode ini di gunakan untuk mengetahui adanya abduksi yang persisten jari
kelingking degan menggunakan musculus extensor digitorum communis jari
manis. Teknik ini sebaiknya digunakan pada kasus abduksi persisten dari
jari kelingking, dimana tidak ada kelainan claw hand.

15

Tes Froment (Froment sign)


Adalah pemeriksaan dengan penderita melakukan gerakan mencubit.
Penderita dengan kelumpuhan nervus ulnaris akan kesulitan memegang dan
akan dikompensasi oleh musculus flexor pollicis longus dari ibu jari. Secara
klinik, kompensasi ini adalah manifestasi dari fleksi dari sendi ibu jari
(daripada ekstensi yang sebetulnya fungsi dari adduktor pollicis).
Catatan bahwa flexor pollicis longus dipersyarafi oleh ramus interosseous
anterior nervus medianus.

Memeriksa sensasi pada daerah dorsum ulnaris (hipostesia di daerah ini


kemungkinan terdapat adanya lesi di daerah proksimal sampai ke kanal
guyon)
2.2.8 Diagnosa
Untuk mendiagnosa suatu penjepitan nervus ulnaris, harus dilakukan
anamnesa dan pemeriksaan fisik secara baik dan cermat. Pada saat anamnesis,
perhatikan waktu timbulnya gejala. Tentukan apakah gejala dirasakan hilang
timbul atau terus menerus atau saat relaksasi. Carilah hubungan antara durasi
gejala dengan trauma. 13
Mulailah pemeriksaan fisis pada leher dan bahu lalu turun ke bawah ke
ekstremitas yang dipengaruhi pada siku. Nyeri pada pergerakan leher bisa
mengindikasikan penyakit pada diskus servikal. Nyeri pada palpasi atau pada
pergerakan bahu mengindikasikan adanya kondisi patologi pada pleksus brachialis
atau pada paru-paru. Manuver provokatif untuk sindrom thoracic outlet harus
diperiksa. Massa pada sisi medial lengan bisa mengindikasikan adanya tumor
jaringan lunak atau perdarahan yang menekan saraf. Pada siku, catat deformitas
16

yang ada, palpasi sarafnya, dan catat kelainan pergerakan. Perhatikan massa yang
ada, dan jika masih ada pertanyaan, periksa siku yang sehat sebagai perbandingan.
Bagian saraf dari lengan bawah sampai pergelangan tangan juga dipalpasi. Fleksor
carpi ulnaris dan fleksor digitorum profundus harus diukur kekuatannya. Fungsi
otot intrinsik dites dengan meminta pasien menyilangkan jari tengah dan jari
telunjuk. Hanya 2 otot yang dapat dites secara akurat pada tangan, yaitu abductor
digiti dan m.dorsal interoseus yang pertama. 12,13
2.2.9 Diagnosa Banding 6
1. Guyons Canal Syndrome
2. Trombosis arteri Ulnaris
3. Sindrom Carpal Tunnel
2.2.10 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain: 13
Radiografi (Foto X-Ray)
Hal ini dilakukan untuk melihat tanda-tanda fraktur dan dislokasi tulang.
Radiografi pada siku untuk melihat abnormalitas anatomi, seperti deformitas
valgus, bone spurs atau fragmen tulang, osteochondroma, dan lesi destruksi
(tumor, infeksi, kalsifikasi abnormal).
Radiografi pada pergelangan tangan untuk melihat fraktur daerah hamatum,
dislokasi tulang, massa jaringan lunak dan kalsifikasi.
MRI
Biasanya tidak diperlukan kecuali menggambarkan adanya massa jaringan
lunak atau visualisasi edema atau abnormalitas lain pada saraf yang diinginkan.
MRI dilakukan bila dicurigai terdapat gejala yang menetap
2.2.11 Penatalaksanaan

Terapi Konservatif
Pasien-pasien dengan gejala minor atau tidak mengalami defisit neurologis,

sebaiknya diterapi secara konservatif. Terapi konservatif termasuk menghindari


semua faktor penyebab yang bisa menimbulkan kompresi nervus ulnaris.
Menumpu pada siku saat bekerja, menggunakan siku untuk mengangkat tubuh
17

dari tempat tidur, dan sandaran siku pada jendela mobil saat mengemudi adalah
semua penyebab parestesi yang dapat dikoreksi tanpa pembedahan. 13
Terapi konservatif pada kompresi nervus ulnaris berhasil bila parestesinya
transient dan disebabkan oleh malposisi siku atau truma tumpul. Anti inflamasi
non-steroid berguna untuk meredakan iritasi saraf. Vitamin B6 oral bisa
membantu untuk gejala-gejala yang ringan. Terapi ini diteruskan selama 6-12
minggu bergantung respons dari pasien. Intervensi bedah dilakukan bila timbul
peningkatan parestesi walaupun dilakukan terapi konservatif yang adekuat dan
ada perubahan tanda-tanda motorik. 13,14

Terapi Operatif
Indikasi dilakukannya pembedahan adalah: 12
Tak ada penyembuhan gejala 6-12 minggu setelah perawatan konservatif
Paralisis atau kelumpuhan progresif
Bukti klinis adanya lesi yang sudah lama (wasting otot, clawing jari-jari
ke-4 dan 5).
Untuk Cubital Tunnel Syndrome, terapi operatif yang biasa digunakan

adalah: 13,14,15
1. Dekompressi insitu
Dekompresi in situ sebenarnya adalah dekompresi saraf lokal, dilakukan
dengan insisi ligamen osborne dan membuka terowongan dibawah 2 otot
flexor capi ulnaris dengan menginsisi fasia yang mengikatnya. Hal ini
dilakukan dengan insisi kecil, dimulai pada titik tengah antara olekranon dan
epikondilus medial dan diperluas 6-8 cm ke distal sampai m. flexor carpi
ulnaris. Tindakan ini dilakukan setelah dilakukan tourniquet supaya saraf
dapat dilihat dengan baik. Pasca operasi, imobilisasi tidak diperlukan dan
ekstremitas harus digerakkan secara aktif. Pelepasan ke proksimal ke alur
epikondilus tidak dianjurkan karena kemungkinan timbulnya subluksasi saraf.
2. Transposisi subkutaneous anterior
Dekompresi dengan transposisi anterior biasanya adalah operasi pilihan untuk
kompresi nervus ulnaris pada siku karena pada operasi mengeluarkan nervus
ulnaris dari tempat kompresinya dan menempatkannya pada tempat yang
18

lebih sesuai. Dengan memindahkan nervus ulnaris ke anterior, saraf menjadi


lebih panjang, sehingga tekanannya dapat pada posisi fleksi.
Indikasi utama untuk transposisi subkutaneus adalah perlunya transposisi
setelah reduksi fraktur saat arthroplasty siku dan saat perpanjangan saraf
dibutuhkan setelah trauma saraf. Transposisi subkutaneus adalah metode yang
paling sering digunakan karena mudah dilakukan dan hasilnya yang lebih
bagus. Saraf ditempatkan dibawah jaringan subkutan dan dilekatkan pada
fasia otot dengan beberapa jahitan melalui epineurium. Post operasi, siku
dimobilisasi dengan gips atau bebat fleksi 45 derajat selama 2 minggu.
3. Transposisi intramuscular
Pada transposisi intramuskular, jika nervus ulnaris sudah dibebaskan dari
proksimal sampai distal maka dipastikan tidak ada cekikan/jepitan dijalur
barunya diantara grup otot fleksor pronator. Kemudian, dibuat potongan pada
otot untuk saluran tempat saraf lalu saraf tersebut ditempatkan pada saluran
tersebut. Fasia dijahit diatas saraf tersebut untuk mempertahankan saraf pada
tempatnya.
4. Transposisi submuskular
Pada transposisi submuskular, origo dari kelompok otot flexor-pronator harus
dilepaskan. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, dan yang paling
penting dari proses pelepasan ini adalah untuk menyambungkan kembali
origo otot dengan aman. Bila saraf telah di transposisi pada tempat barunya
dibawah grup otot flexor pronator dan otot brachialis, fascia m. Fleksor carpi
ulnaris ditutup, sebagaimana menutup atap alur epikondilus. Post operasi,
siku dimobilisasi posisi fleksi 45 derajat dengan spalk atau gips selama 3-4
minggu.
5. Epikondilektomi medial
Epikondilektomi medial, walau bukan dekompresi in situ yang sebenarnya,
adalah prosedur lain untuk melepaskan tekanan saraf ulnaris di siku. Teknik
ini melibatkan dekompresi saraf secara sederhana dan mobilisasinya diikuti
dengan reseksi subperiosteal dari epikondilus medialis. Pengeluaran
epikondilus berarti juga mengeluarkan daerah kompresi. Eksisi sejumlah
tulang yang tepat penting untuk suksesnya prosedur ini. Bila terlalu banyak
19

tulang di eksisi dapat merusak ligamen kolateral medial pada siku dan
kelainan valgus dapat timbul. Jika terlalu sedikit di eksisi, prosedur tidak akan
sukses karena masih ada daerah kompresif.

Terapi Rehabilitasi Medik Post Operasi 13


Pada dekompresi in situ tidak dibutuhkan imobilisasi dan gerakan aktif
harus dimulai sesegera mungkin setelah operasi. Dalam 1-2 bulan aktivitas
penuh harus sudah dilakukan.
Pada transposisi subkutaneus, dilakukan imobilisasi siku posisi fleksi 45
derajat selama 2 minggu, kemudian, mobilisasi aktif dengan peregangan
otot dan penguatan dilakukan selama 2-3 bulan.
Transposisi intramuskular membutuhkan imobilisasi 90 derajat pada siku
pada posisi fleksi dengan pronasi penuh lengan bawah selama 3 minggu.
Hal ini diikuti latihan pergerakan aktif, peregangan dan penguatan otot.
Transposisi submuskular membutuhkan imobilisasi 3-4 minggu dengan
bebat tekan dengan sedikit pronassi dan pergelangan tangan pada posisi
netral. Pergerakan aktif, peregangan dan penguatan dilakukan selama 3-4
bulan.
Pada epikondilektomi medial, tidak dibutuhkan imobilisasi post operasi dan
gerakan aktif dimulai sesegera mungkin setelah operasi. Dalam 1-2 bulan
aktivitas normal sudah dapat dilakukan.

2.2.12 Komplikasi
Komplikasi dari penyakit ini yaitu berkembangnya sindroma jepitan saraf
yang dapat berubah menjadi neuropati yang kronik sehingga menghasilkan
manifestasi berupa serangan paroksismal yaitu perasaan seperti ditusuk-tusuk dan
dapat meluas diluar saraf dan akar-akar saraf yang relevan. 16
Komplikasi paling serius dari prosedur pembedahan adalah: Trauma pada
saraf saat dekompresi atau saat

memindahkannya; Gagal dekompresi yang

adekuat yang menyebabkan daerah penjepitan baru saat dekompresi; Infeksi,


trombophlebitis, atelektasis, dan gagalnya operasi karena sebab yang tidak
diketahui. 6,16
20

2.2.13 Prognosa
Dengan dekompresi yang tepat dan dilakukan pada waktu yang tepat, maka
hasilnya bisa mengembalikan fungsi normal. Jika dekompresi in situ dilakukan
dengan tepat, kembalinya fungsi normal dapat terjadi segera setelah dilakukan
dekompresi. Dengan dilakukan transposisi setelah dekompresi, imobilisasi postop dan proses rehabilitasi, maka dalam waktu 3-6 bulan pasien sudah bisa
mendapatkan kembali fungsi normal tangannya. 13,14
Pada kelumpuhan yang kronik (lebih dari 3-4 bulan) dengan gejala nyeri,
kelemahan otot, dan/atau atrofi, maka hasil operasi tidak bisa diprediksikan. Lama
penjepitan dan parahnya mati rasa dan kelemahan otot adalah faktor yang penting
pada prognosis. Penyembuhan mungkin terbatas atau tidak terjadi setelah
dekompresi dan transposisi pada kasus-kasus kronik, tetapi dengan dekompresi
yang tepat maka progresivitas dapat dihentikan. 12,14
2.3 Rehabilitasi Medik
2.3.1 Rehabilitasi Neurologik
Gangguan neurologis sering menyebabkan gangguan sementara atau
permanen yang dapat menghambat kerja sehari-hari, aktivitas intelektual, dan
kegiatan yang kompleks. Oleh karena itu, dibutuhkanlah rehabilitasi untuk
mengadaptasikan atau memulihkan kondisi gangguan neurologis tersebut.
Neurolog memainkan peran penting dalam menentukan terapi rehabilitasi guna
memaksimalkan pemulihan. Pemilihan jenis dan waktu terapi memberikan
kontribusi yang cukup besar terhadap kualitas hidup yang optimal bagi pasien dan
keluarganya meskipun gangguan neurologis tersebut persisten. 17
Dua pendekatan utama digunakan dalam program rehabilitasi. Pendekatan
pertama adalah mengadaptasikan pasien yang mengalami kerusakan neurologis
sehingga dapat beraktivitas dengan normal. Misalnya, seseorang yang mengalami
kelumpuhan pada salah satu tangan dilatih untuk menggunakan tangan satunya
untuk

beraktivitas

secara

normal.

Keberhasilan

pendekatan

ini

dapat

meningkatkan kemandirian dan mengurangi kecacatan. Pendekatan kedua adalah


untuk memfasilitasi kembalinya fungsi neurologis. Misalnya, orang dengan
21

lengan lumpuh diberikan latihan guna meningkatkan fungsi kontrol motorik


lengan tersebut. Contoh aplikasi pendekatan kedua yaitu

pelatihan treadmill.

Konsep pelatihan ini adalah memanfaatkan dukungan berat badan untuk


menstimulasi gerakan berjalan yang dikontrol oleh medula spinalis. Teknik ini
dapat menghasilkan keseimbangan yang lebih baik, pemulihan motor, kecepatan
berjalan, dan daya tahan dibandingkan dengan pelatihan konvensional. 17
Baik kuantitas dan jenis pelatihan berdampak pada pemulihan fungsional.
Pelatihan intensif dan pelatihan yang berfokus pada pemulihan keterampilan yang
hilang lebih efektif daripada latihan berat yang berulang-ulang. 17
2.3.2 Rehabilitasi Kerusakan Sistem Saraf Tepi
Lesi saraf perifer merupakan salah satu komplikasi dari cedera ekstremitas
traumatis. Oleh karena itu, semakin berat dan luas cedera yang terjadi maka
semakin parah tingkat lesi sarafnya.

Hal ini mengakibatkan dibutuhkannya

rehabilitasi pada cedera khususnya cedera berat agar pemulihan yang terjadi
berjalan dengan baik. Rehabilitasi lesi saraf perifer akibat cedera ekstremitas
dilakukan dalam 3 tahap yaitu penilaian awal, program rehabilitasi, dan evaluasi
hasil. 18
Pemeriksaan klinis awal adalah penilaian luas kerusakan fungsional yang
dirancang untuk menentukan tingkat kerusakan saraf perifer. Pada pasien sadar,
ini dapat dilakukan dengan pengujian otot dan pengujian batas untuk sensibilitas.
Uji otot, dengan grading manual seperti yang diperkenalkan oleh Robert W., akan
menentukan tingkat lesi saraf berdasarkan otot aktif dan tidak aktif. Gerakangerakan umum lebih mudah untuk mendapatkan jenis gangguan pasien, misalnya,
"silangkan jari Anda" adalah tes yang digunakan untuk mengetahui keadaan
fungsi motorik dari saraf ulnar. Sensibilitas juga berhubungan dengan respon
pasien sadar. 18
Program rehabilitasi harus dilakukan sejak awal terjadinya cedera agar dapat
memperkecil terjadinya komplikasi. Ekstremitas harus dijaga dalam posisi yang
fungsional dan keadaan dinamis. Adanya gerak aktif harus tetapi dipertahankan,
namun dibatasi. Sebuah aspek penting dari program rehabilitasi adalah
penggunaan splints dinamis yang sesuai untuk pasien. Pada ekstremitas atas,
22

fungsi akan dipulihkan dengan re-edukasi motorik dan sensibilitas. Re-edukasi


motorik akan mencegah kebiasaan motor abnormal yang timbul nantinya. Reedukasi sensibilitas memungkinkan pemulihan total dari regenerasi saraf. Reedukasi motorik terdiri dari dua fase: (1) pemantauan aktivitas dan (2)
penggantian awal tendon (yang berfungsi sebagai splints internal). 18
Evaluasi keberhasilan rehabilitasi dapat dilihat dari beberapa hal : kondisi
pemulihan saraf, koordinasi ekstremitas, dan adanya kecacatan. Nilai ketiga hal
tersebut dapat diketahui dengan memeriksa kekuatan motorik dari otot yang
mengalami reinervasi dan tingkat sensibilitas. Pemeriksa menilai kekuatan otot
dengan melakukan palpasi pada daerah tendon otot dan melakukan gerakan
melawan gravitasi: zero (contractibilitas tidak ada), trace (kontraktilitas), poor
(kontraktibilitas tanpa gerak melawan gravitasi), fair (dapat bergerak melawan
gravitasi), good (gerak melawan gravitasi dan ada resistensi otot), dan normal
(fungsi lengkap). Rentang daya gerak dapat dihitung dengan alat goniometer. 18
2.3.3 Program Rehabilitasi Cubital Tunnel Syndrome
Program rehabilitasi medik termasuk dalam terapi nonoperatif, mencakup
fisioterapi, okupasi terapi dan ortotik prostetik. Terapi diawali dengan
memperhatikan aktivitas tangan yang dapat meningkatkan kompresi saraf ulnaris.
Gerakan pada siku dikurangi atau dimodifikasi untuk melindungi terowongan
kubital. Modifikasi aktivitas bertujuan menjaga siku dalam posisi netral untuk
memberikan ruang yang maksimum dalam terowongan kubital. Hal ini harus
dilakukan sedini mungkin sejak gejala cubital tunnel dimulai. Pasien harus
menghindari aktivitas berulang dari aktifitas siku yang dapat memperburuk gejala,
baik di pekerjaannya maupun saat aktivitas di rumah. Dalam program rehabilitasi
medik, modifikasi aktivitas termasuk salah satu program okupasi terapi yaitu
proper body mechanic (PBM) untuk siku. Program okupasi terapi lainnya seperti
latihan penguatan jari-jari dan latihan peningkatan kemampuan melakukan
aktivitas kegiatan sehari-hari serta latihan pemeliharaan lingkup gerak sendi juga
dapat dilakukan. 19,21
Pilihan program selanjutnya adalah pemberian splint. Splint merupakan
terapi yang sederhana dan efektif. Sesuai kepustakaan lebih dari 80% penderita
23

cubital tunnel syndrome melaporkan pemakaian splint akan mengurangi gejala.19,22


Splint digunakan saat aktivitas dan saat tidur pada malam hari untuk membatasi
gerakan siku yang berlebih. Suatu penelitian randomized control trial melaporkan
penggunaan splint pada malam hari akan mengurangi keluhan nyeri pada siku.
Dalam program rehabilitasi medik pemberian splint termasuk dalam program
ortotik prostetik. 19,23
Program fisioterapi untuk cubital tunnel syndrome dapat berupa pemberian
modalitas terapi dan terapi latihan. Menurut kepustakaan pilihan modalitas terapi
untuk penderita cubital tunnel syndrome adalah ultrasound (US).19 Terapi
ultrasound adalah modalitas terapi fisik yang umumnya digunakan untuk
meningkatkan temperatur jaringan dalam. Efek ultrasound pada jaringan adalah
perubahan pada aliran darah, metabolisme jaringan, fungsi saraf, dan
ekstensibilitas jaringan ikat. Peningkatan temperatur oleh ultrasound akan
meningkatkan ambang nyeri pada manusia. Peningkatan temperatur juga
mempengaruhi tingkat regenerasi saraf.24 Suatu penelitian clinical controlled trial
mengevaluasi penggunaan US pada pasien dengan cubital tunnel syndrome
bilateral ringan hingga sedang dengan frekuensi 10 kali dalam 2 minggu terapi.
Didapatkan terapi US memberikan efek jangka pendek untuk pengurangan nyeri
pada pasien dengan cubital tunnel syndrome ringan hingga sedang.20,24 Namun
penelitian lain mendapatkan hasil yang berbeda yaitu terapi US tidak memberikan
perbaikan nyeri. Terapi latihan pada penderita cubital tunnel syndrome diberikan
bila terdapat kelemahan otot-otot tangan yaitu dengan latihan penguatan
(strengthening exercises) jari-jari. 20,25
Fisioterapi lainnya seperti parafin bath dan Microwave Diathermy (MWD)
bukan meruapakan terapi pilihan untuk cubital tunnel syndrome. Kedua terapi ini
diberikan karena pertimbangan adanya penyakit penyerta atau sebagai kombinasi
terapi dengan US. 26

BAB III
KESIMPULAN
24

Cubital tunnel syndrome adalah efek dari terjepitnya/tekanan pada nervus


ulnaris, yang merupakan salah satu nervus utama pada tangan. Gejalanya
termasuk nyeri (rasa nyeri nya sendiri bisa di dapatkan karena terbenturnya siku
yang dapat dirasakan sebagai sensasi tersetrum), bengkak, lemah otot dari
tangan, kesemutan atau mati rasa di jari manis dan kelingking. Dan sering
didapatkan juga nyeri di daerah bahu.
Penyebab cubital tunnel syndrome sendiri dapat disebabkan karena
konstriksi dari pengikat jaringan, subluksasi dari nervus ulnaris di daerah medial
epycondilus, cubitus valgus, penulangan (bony spurs), hipertrofi synovium, tumor,
trauma didalam siku (cubital tunnel syndrome didapatkan nervus ulnaris dimana
melewati terowongan cubital (terowongan dari otot, ligamen, dan tulang) dan
terjadi penjepitan di dalam terowongan tersebut), terjadi karena iritasi dari luka
atau karena tekanan. Kondisi ini sering didapatkan pada orang yang biasa
mendapatkan tekanan pada daerah sikunya (seperti gerakan menarik, mengangkat,
dan melempar), dan invasi bakteri. Penekanan saraf sering pula terjadi pada orang
dengan arthritis, alkoholik, diabetes, dan atau kelainan tiroid.
Untuk mendiagnosa cubital tunnel syndrome diperoleh melalui anamnesa
dan pemeriksaan fisik secara baik dan cermat. Pada saat anamnesis, perhatikan
waktu timbulnya gejala. Tentukan apakah gejala dirasakan hilang timbul atau
terus menerus atau saat relaksasi. Carilah hubungan antara durasi gejala dengan
trauma.
Dengan dekompresi yang tepat dan dilakukan pada waktu yang tepat, maka
hasilnya bisa mengembalikan fungsi normal. Sedangkan pada kelumpuhan yang
kronik (lebih dari 3-4 bulan) dengan gejala nyeri, kelemahan otot, dan/atau atrofi,
maka hasil operasi tidak bisa diprediksikan.
Program rehabilitasi medik terhadap cubital tunnel syndrome mencakup
fisioterapi, okupasi terapi dan ortotik prostetik.

DAFTAR PUSTAKA

25

1. Priyonoadi, Bambang. 2010. Perawatan Cidera


(http://www.scribd.com/doc/79218829/CEDERA-SIKU-3,
tanggal 23 September 2012).

Siku. (Online).
diakses
pada

2. Wibhawa, Patria Adri. 2009. Cubital Tunnel Syndrome. (Online).


(http://www.scribd.com/doc/41712749/Referat-Bedah-Cubital-TunnelSyndrome, diakses pada tanggal 23 September 2012).
3. Rasjad, Chairuddin. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Bab 12, hal: 286287. Makassar: Bintang Lamumpatue.
4. Anonimus.
2011.
Elbow
Anatomi.
(online).
(http://www.sportsinjuryclinic.net/anatomy/elbow-anatomy,
diakses
pada
tanggal 23 September 2012).
5. Anonimus.
2009.
Lapsus
Cubital
Tunnel
Sindrome.
(online).
(http://www.scribd.com/doc/93416269/neuro-medisakti, diakses pada tanggal
23 September 2012).
6. Anonimus.
2012.
Ulnar
Nerve
Entrapment.
(Online).
(http://ilmubedah.info/ulnar-nerve-entrapment-20120415.html, diakses pada
tanggal 23 September 2012).
7. Anonimus. 2010. Nervus Ulnaris di Regio Cubittal. (Online).
(http://www.scribd.com/doc/48858718/Nervus-ulnaris-di-regio-cubittal,
diakses pada tanggal 23 September 2012).
8. Taskapilioglu O. Bekar A. Kursat ME et al. 2005. Ulnar Nerve Entrapment
Neuropathy due Eksraneural Ganglia At Elbow in Journal of Neurological
Science (Turkish). Volume 22, hal: 79-80.
9. Anonimus.
2011.
Cubital
Tunnel
Syndrome.
(Online).
(http://www.simmonsortho.com/literature/cubitaltunnelsyndrome/cubitaltunnel
syndrome.html, diakses pada tanggal 23 September 2012).
10. Posner, M.A. 1998. Compressive Ulnar Neuropathies at the Elbow: Etiology
and Diagnosis in Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeon.
Vol 6, hal: 282-8.
11. Lowe, W. 2007. Ulnar Nerve Entrapment: Pathofisiology. Available at
massage Mag. accessed on July18th.

26

12. Solomon L, Warwick D, Nayagam S. 2001. Peripheral Nerve Injuries in


Apleys System of Orthopaedics And Fractures. Edisi 8, hal: 242-9.
13. Stern M. 2007. Ulnar Nerve Entrapment. Available at emedicine accessed on
July18th.
14. Aguiar PH, Bor-Seng-Su E, Gomes-Pinto F et al. 2001.Surgical Management
of Guyons Canal Syndrome in Arq Neuropsiquair Journal. Vol 59, hal: 106-11.
15. Miller MD. 2004. Hand and Microsurgery in Review of Orthopaedics. Edisi 4,
hal: 370-2.
16. Mubarak,
Husnul.
2008.
Entrapment
Neuropati.
(Online).
(http://cetrione.blogspot.com/2008/05/entrapment-neuropati.html, diakses pada
tanggal 23 September 2012).
17. R. P., Lewis, et al. 2005. Merrits Neurology. 11th ed. New York : Lippincott
Williams and Winkins,hal: 1196.
18. Shawash, MAE. 2010. Peripheral Nerve System Injuries. (Online).
(http://www.spinesurgery.ws, diakses pada tanggal 23 September 2012).
19. Rosenbaum R, Ochoa JL. 1993. Cubital Tunnel Syndrome and Other Disorders
of the Median Nerve. Boston: ButterworthHeinemann. 35-56, 127-61, 251-62,
233-50.
20. OConnor D, Marshall S, Massy WN. 2007. Non Surgical Treatment (Other
than Steroid Injection) for Cubital Tunnel Syndrome (Review). The Cochrane
Collaboration. Wiley; 1-85.
21. Kao SY. 2003. Cubital Tunnel Syndrome as an Occupational Disease. The
Journal of The American Board of Family Practice. 16:533-42.
22. Katz JN, Barry P, Simmons. 2002. Cubital Tunnel Syndrome. N Engl J Med.
346(23):1807-12.
23. Ebenbichler GR, Resch KL, Nicolakis P, Wiesinger GF. 1998. Ultrasound
Treatment for Treating the Cubital Tunnel Syndrome: Randomized Sham
Controlled Trial. BMJ; 396:731-5.
24. Oztaz O, Turan B, Bora I, Karakaya MK. 1998. Ultrasound Therapy Effect in
Cubital Tunnel Syndrome. Arch Phys Med Rehabil; 79:1540-4.
27

25. Werner RA, Franzblau A, Gell N. 2005. Randomized Controlled Trial of


Nocturnal Splinting for Active Workers With Symptoms of Cubital tUnnel
Syndrome. Arch Phys Med Rehabil; 86:1-7.
26. Tamba, Lusan Maria T. dan Pudjowidyanto, Handojo. 2009. Karakteristik
Penderita cubital Tunnel Sindrome di Poliklinik Instalasi Rehabilitasi Medik
RS
Dr.
Kariadi
Semarang
2006.
(Online).
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/mmi/article/view/3795/3479,
diakses
pada tanggal 23 September 2012).

28

Anda mungkin juga menyukai