Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN POST OP FRAKTUR FEMUR

DI RUANGAN LONTARA 4 ORTHOPEDI

RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO

DISUSUN OLEH :

 WINDAH PUSPITASARI ( 2204005 )


 VEBE SISKA SAMPE ALIK ( 2204006 )
 VITRALIS TANDIABANG ( 2204007 )
 YUNITA ALFRIDA MAKAI ( 2204055 )
 DELVI MALAKIANO ( 2204032)
 AINUN HIJRIANA ( 2204011)
 NURUL HIDAYAT ( 2204016 )

CI INSTITUSI CI LAHAN

(………………………) (………………………..)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR

2022/2023
BAB 1
PENDAHULUAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas dari tulang. Fraktur dibagi atas


dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup (simple)
yaitu bila kulit yang tersisa diatasnya masih intak (tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar), sedangkan fraktur
terbuka (compound) yaitu bila kulit yang melapisinya tidak intak dimana
sebagian besar fraktur jenis ini sangat rentan terhadap kontaminasi dan
infeksi. (Siddiqui, Z. (2015).
Femur adalah tulang terpanjang dan terkuat pada tubuh. Tulang
femur menghubungkan antara tubuh bagian panggul dan lutut. Kata “
femur” merupakan bahasa latin untuk paha. Femur pada ujung bagian
atasnya memiliki caput, collum, trochanter major dan minor. Bagian caput
merupakan lebih kurang dua pertiga berbentuk seperti bola dan
berartikulasi dengan acetabulum dari tulang coxae membentuk articulation
coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis,
yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah
untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki
tulang pada fovea.
Femur merupakan tulang terpanjang dan terberat dalam tubuh,
meneruskan berat tubuh dari os coxae ke tibia sewaktu kita berdiri. Caput
femoris ke arah craniomedial dan agak ke ventral sewaktu bersendi dengan
acetabulum. Ujung proksimal femur terdiri dari sebuah caput femoris dan
dua trochanter (trochanter mayor dan trochanter minor).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP MEDIS
1. Anatomi Fisiologi
a) Anatomi Tulang
Risnanto dan Insani (2014) menjelaskan bahwa tulang merupakan
istilah yang berasal dari embrionic healing cartilage melalui proses
osteogenesis menjadi tulang. Proses osteogenesis terjadi karena adanya sel
yang disebut osteoblast. Sistem rangka manusa dipelihara oleh sistem
haversian yaitu sistem yang berupa rangga yang ditengahnya terdapat
pembuluh darah.
Tulang diklasifikasikan menjadi dua bagian besar, yaitu:
1) Tulang axial
Tulang axial merupaan tulang pada daerah kepala dan badan,
seperti halnya tulang kepala (tengkorak), tulang belakang atau
vertebratae, dan tulang rusuk, serta sternum.
2) Tulang appendicular
Tulang appendicular terdiri dari tulang tangan dan kaki.
Ekstremitas atas meliputi scapula, klavikula, humerus, ulna, radius,
serta pada ekstremitas bawah meliuti pelvis, femur, patela, tibia,
fibula, dan telapak kaki.
Tulang manusia tersusun atas berbagai komponen, yaitu sel,
matriks protein, dan mineral. Sel terdiri dari tiga jenis dasar yaitu osteosit,
osteoblas, dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulang
dan mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen, dan
2% substansi dasar. Matriks merupakan kerangka tempat garam mineral
anorganik disimpan. Osteosit adalah sel dewasa yang terlibat dalam
pemeliharaan fungsi tulang, dan terletak dalam unit matriks tulang, atau
osteon. Osteoklas adalah sel berinti banyak atau multinuclear yang
berfungsi untuk menghancurkan, resorpsi, dan remodelling tulang.
Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa.
Ditengah osteon, terdapat kapiler yang merupakan matriks tulag yang
disebut lamella. Lamella yang didalamnya terdapat osteosit, memperoleh
nutrisi melalui prosessus yang berlanjut ke dalam kanalikuli atau kanal
yang menghubungkan dengan pembuluh darah. Tulang diselimuti oleh
membran fibrous padat yang dinamakan periosteum. Periosteum berfungsi
untuk memberikan nutrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh dan
berfungsi sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum
mengandung saraf, pembuluh darah, dan limfatik. Lapisan yang paling
dekat dengan tulag mengandung osteoblas yang merupakan sel pembentuk
tulang. Endosteum merupakan membran vaskuler tipisa yang menutupi
rongga sumsum tulang panjang. Osteoklas yang menghancurkan tulang
terletak di dekat endosteum dan dalam lakuna Howship atau cekungan
pada permukaan tulang (Biology, 2011; Risnanto dan Insani, 2014).

Gambar 1. Struktur Tulang


Kecepatan pembentukan tulang berubah selama hidup. Hal ini
dipengaruhi oleh rangsangan hormon, faktor makanan, dan jumlah stres
yang disebabkan pada suatu tulang, dan terjdi akibat sel pembentuk tulang
yaitu osteoblas. Osteoblas terdapat pada permukaan luar dan dalam tulang
(Singh, 2016).
Proses pembentukan tulang berlangsung bersamaan dengan proses
absorpsi oleh osteoklas. Osteoklas bekerja melalui sekresi asam dan enzim
yang mencerna tulang dan memudahkan fagositosis. Keseimbangan antara
aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus menerus
diperbarui atau mengalami remodelling. Saat individu berada pada tahap
perkembangan remaja, aktivitas osteoblas lebih dari aktivitas osteoklas
sehingga tulang menjadi panjang dan tebal. Ketika individu memasuki
tahap dewasa muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas setara, sehingga
jumlah total massal tulang akan konstan. Pada usia pertengahan, aktiviitas
osteoklas melebihi osteoblas sehingga menyebabkan kepadatan tulang
berkurang, dan tulang menjadi mudah patah (Biology, 2011; Risnanto dan
Insani, 2014).

Bagian-bagian femur meliputi:


1) Ujung Proksimal
Bagian ini terdiri dari kepala, leher, dan dua trokanter. Kepala
menghadap ke depan, medial, dan sedikit anterior. Area proksimal
femur membentuk sendi pinggul dengan panggul. Terdapat dua tulang
punggung yang menghubungkan trokanter.
a) Head: menghubungkan dengan acetabulum panggul untuk
membuat sendi pinggul. Permukaan kepala femur berada pada
posisi medial sebagai lokasi ligamen kepala femur.
b) Neck: memasang head femur dengan poros. Neck berbentuk
silinder, memproyeksikan arah superior dan medial, sehingga sudut
proyeksi ini memungkinkan timbulnya berbagai gerakan yang
disempurnakan oleh sendi pinggul.
c) Greater trochanter: proyeksi tulang femur dari sisi anterior, sejajar
dengan neck, dan dapat ditemukan di sisi anterior dan posterior
tulang femur.
d) Trochanter lesser: memanjang dari sisi posteromedial tulang femur.
e) Garis intertrochanteric: merupakan sebuah punggungan tulang
yang menghubungkan dua trokanter.
2) Shaft
Shaft atau batang femur, dibagi menjadi 3 bagian yaitu sepertiga
proksimal, sepertiga medial, dan sepertiga distal.
3) Distal
Area distal femur ditandai oleh adanya kandilus medial, dan
lateral yang bergabung dengan tibia dan patela membentuk sendi lutut.
a) Kondilus medial dan lateral: daerah yang melingkar di ujung tulang
femur. Permukaan posterior dan inferior terhubung dengan tibia,
dan permukaan anterior terhubung dengan patella
b) Epicondyles medial dan lateral: merupakan area non artikular dari
kondilus
c) Intercondylar fossa: terletak pada permukaan posterior femur,
diantara dua kondilus
d) Facet untuk pemasangan ligamentum cruriatum posterior:
merupakan tempat menempelnya ligamentum cruriatum posterior
yang terletak di dinding medial fossa interkondilarsis
e) Facet untuk pemasangan ligamentum cruriatum anterior: merupakan
lokasi menempelnya ligamentum cruciatum anterior lutut yang
terletak pada dinding lateral fossa interkondilaris
Terdapat pembuluh darah besar di sekitar femur, yaitu femoral
artery, dan femoral vein. Vena yang terdapat pada sekitar tulang femur
atau yang disebut Common Femoral Vein (CGV) memiliki diameter rata
rata 11,84 mm pada saat relaksasi, dan mampu meningkat hingga 14,27
mm. Diameter arteri femoralis adalah berkisar 3,9 hingga 8,9 mm.
Terdapat great saphenous vein yang merupakan vena besar, subkutan, dan
superfisial. Vena ini merupakan vena terpanjang pada tubuh manusia yang
bekerja pada sepanjangn ekstremitas bawah (Keiler dkk., 2018).
Karedsheh (2018) menjelaskan bahwa terdapat 3 kompartment
yang berada di sekitar tulang femur, meliputi anterior, medial, dan
posterior. Diantara kompartmen satu dengan yang lain dipisahkan oleh
sekat atau septum.

1)Anterior compartment

Otot: vastus intermedius, vastus lateralis, rectus femoralis, vastus


medialis, dan sartonus.

Nerve: femoral nerve

2)Medial/adductor compartment
Otot: adductor longus, gracilis, dan adductor magnus
Nerve: sciatic nerve
3)Posterior compartment
Otot: biceps femoralis, semitensinosus, dan semimembranosus
Nerve: obturator nerve
b) Fisiologi Tulang
Kaufmann dkk. (2018) menjelaskan bahwa fungsi utama sistem
skeletal pada manusia meliputi 3 hal, yaitu support, movement, dan
protection. Sistem skeletal manusia terdiri dari tulang rawan, ligamen, dan
jaringan lain yang melakukan fungsi penting untuk tubuh manusia.
Komponen komponen tersebut melakukan fungsi sebagai berikut:
1) Melindungi organ tubuh internal
2) Memproduksi dan menyimpan lemak
3) Memproduksi sel darah merah
4) Memproduksi dan menampung mineral. Tulang menyimpan 97%
kalsium dan fosfor tubuh
5) Mendukung pergerakan tubuh
6) Menyokong rangka dan bentuk tubuh

2. Pengertian Fraktur Femur


Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Norvell, 2017; Keany 2015). Fraktur femur yang digambarkan
sesuai lokasi, dapat dikelompokkan menjadi 3, meliputi proksimal atau ujung
atas dekat panggul, shaft/poros tulang, dan distal atau ujung bawah dekat lutut
(Avruskin, 2013; Romeo, 2018).

Close fraktur adalah , bila tidak terdapat hubungan antara fragmen


tulang dengan lingkungan luar disebut juga fraktur bersih karena kulit masih
utuh tanpa komplikasi.

Gambar 6. Fraktur Femur

3. Epidemiologi Fraktur Femur


Romeo (2018) menjelaskan bahwa insiden fraktur femur berkisar
antara 9,5 hingga 18,9 per 100.000 populasi dunia per tahun. Insiden fraktur
femur di Amerika Serikat adalah sebanyak 250.000 kasus, dan diperkirakan
akan meningkat dua kali lipat pada tahun 2050.

4. Klasifikasi Fraktur
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa fraktur
diklasifikasikan secara klinis menjadi 3, yaitu:

a) Fraktur tertutup (closed)


Fraktur tertutup adalah fraktur yang bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
3) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman compartment syndrome.
b) Fraktur terbuka (open/ compound fraktur)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang bila tulang yang patah menembus otot
dan kulit yang memungkinkan/potensial untuk terjadi infeksi dimana
kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang patah.
Derajat patah tulang terbuka dibagi menjadi 3, yaitu:
1) Derajat I apabila laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi fragmen
minimal.
2) Derajata II apabila laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya,
dislokasi fragmen jelas.
3) Derajat III apabila luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
(a) Derajat IIIA: patah tulang terbuka dengan jaringan luas, tetapi
masih bisa menutupi patahan tulang saat dilakukan perbaikan.
(b) Derajat IIIB: patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan
lunak hebat atau hilang (soft tissue loes) sehingga tampak tulang
(bone-exposs).
(c) Derajat IIIC: patah tulang terbuka dengan kerusakan pembuluh
darah dan atau saraf yang hebat.

c) Fraktur dengan komplikasi, seperti halnya malunion, delayed, nonunion,


dan infeksi tulang.
5. Etiologi Fraktur Femur
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa etiologi fraktur
adalah sebagai berikut:
1) Faktor traumatik
Kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat teradi patah pada tempat
yang terkena, akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan lunak
disekitarnya.
Fraktur karena trauma ada 2 yaitu:
a) Trauma langsung adalah benturan pada tulang yang berakibat ditempat
tersebut.
b) Trauma tidak langsung adalah titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur yang berjauhan.
2) Fraktur patologik
Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi
lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis.
3) Fraktur beban
Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang yang baru
saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima dalam
angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

6. Manifestasi Klinis
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa manifestasi klinis fraktur adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
c. Pemendekan ekstremitas
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Saat
ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
yang lainya.
d. Edema dan ecchymosis lokal
Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

7. Patofisiologi dan Clinical Pathway


Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Tertutup
bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter & Bare, 2002).
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke
dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah
fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi menyebabkan
peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast terangsang
dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang
berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan kerusakan syaraf perifer. Bila
tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan peningkatan tekanan
jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya
serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom
compartment (Smeltzer & Bare, 2002).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain: nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya
kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2012). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-
fragmen tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun
pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu
sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya
tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price & Wilson, 2006).

8. Komplikasi
(Belleza, 2016) menjelaskan bahwa komplikasi yang dapat terjadi
pada pasien dengan fraktur adalah:
a. Syok hipovolemik. Kondisi ini terjadi akibat adanya perdarahan berlebih
yang sering ditemukan pada pasien trauma akibat fraktur pada tulang
pelvis, femur, atau fraktur lain dengan jenis fraktur terbuka.
b. Fat embolism syndrome. Kondisi ini terjadi akibat fraktur pada tulang
panjang, atau fraktur lain yang menyebabkan jaringan sekitar hancur,
sehingga emboli lemak dapat terjadi.
c. Compartement syndrome. Kondisi ini merupakan keadaan yang
mengancam ekstremitas yang terjadi ketika tekanan perfusi turun atau
lebih rendah daripada tekanan jaringan. Hal ini disebabkan karena
penurunan ukuran compartment otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan cidera
remuk).
d. Osteomyelitis. Kondisi tulang yang mengalami fraktur merupakan salah
satu faktor resiko terjadinya osteomyelitis. Penyakit ini merupakan infeksi
pada tulang yang penatalaksanaannya melalui terapi medikasi dengan
antibiotik, serta pembedahan ketika infeksi bersifat persisten.

9. Pemeriksaan Penunjang
Belleza (2016) menjelaskan bahwa periksaan yang dapat dilakukan
pada pasien dengan diagnosa fraktur femur adalah:
a. Pemeriksaan X ray, berfungsi untuk menentukan lokasi dan luas fraktur
b. Bone scans, tomograms, computed tomography (CT) atau Magnetig
Resonance Imaging (MRI), bertujuan untuk memfisualisasi fraktur,
perdarahan, kerusakan jaringan, dan membedakan antara ftaktur akibat
trauma dengan neoplasma tulang
c. Arteriogram, yaitu pemeriksaan yang dapat dilakukan aabila dicurigai
terjadi kerusakan pembuluh darah okuli
d. Complete Blood Cound (CBC). Jika hasil pemeriksaan hitung darah
lengkap menunjukkan bahwa hematokrit mengalami peningkatan atau
penurunan (hemokonsentrasi) menunjukkan adanya perdarahan pada
lokasi fraktur atau organ di sekitar lokasi trauma. Hasil pemeriksaan
hitung darah lengkap yang menunjukkan peningkatan sel darah putih
(WBC) merupakan tanda respon stres normal setelah trauma atau
terjadinya fraktur
e. Urine creatinine (Cr) clearance, untuk mengetahui trauma atau Fraktur
yang terjadi menyebabkan meningkatnya Cr pada ginjal
f. Coagulation profile, bertujuan untuk mengetahui perubahan akibat
kehilangan darah.

10. Penatalaksanaan
Norvell (2017) menjelaskan bahwa penatalaksanaan pada pasien
dengan fraktur adalah melalui metode RICE, yaitu:
a. Rest
Nyeri merupakan sinyal tubuh bahwa telah terjadi suatu masalah. Hal
yang harus dilakukan ketika mengalami nyeri adalah menghentikan kegiatan
fisik dan yang paling penting harus dilakukan 2 hari pertama.
b. Ice
Kompres menggunakan es pada hari pertama hingga hari kedua pasca
terjadinya trauma bertujuan untuk mengurangi nyeri atau rasa sakit, dan
menghentikan perdarahan.

c. Compression
Pemberian tekanan pada tubuh yang mengalami trauma dapat
dilakukan menggunakan elastic medical bandage atau ACE bandage.
d. Elevation
Hal terakhir yang bisa dilakukan untuk menangani fraktur adalah
dengan mengelevasikan bagian yang trauma lebih tinggi dari jantung. Hal ini
bertujuan untuk melancarkan sirkulasi.
e. Pembedahan
Muttaqin (2008) menjelaskan bahwa penatalaksanaan fraktur melalui
pembedahan dapat dibagi menjadi 2 yaitu:
a) Reduksi Tertutup/ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragment tulang
pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi, dapat
dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih
bergantung sifat fraktur, namun prinsip yang mendasarinya tetap
sama.Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus disiapkan
untuk menjalani prosedur dan harus diperoleh izin untuk melakukan
prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu
dilakukan anesthesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus
ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup pada banyak kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragment tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
b) Reduksi Terbuka/OREF (Open Reduction Eksternal Fixation)
Pada Fraktur tertentu dapat dilakukan dengan reduksi eksternal atau yang
biasa dikenal dengan OREF, biasanya dilakukan pada fraktur yang terjadi
pada tulang panjang dan fraktur fragmented. Eksternal dengan fiksasi,
pin dimasukkan melalui kulit ke dalam tulang dan dihubungkan dengan
fiksasi yang ada dibagian luar. Indikasi yang biasa dilakukan
penatalaksanaan dengan eksternal fiksasi adalah fraktur terbuka pada
tulang kering yang memerlukan perawatan untuk dressings. Tetapi dapat
juga dilakukan pada fraktur tertutup radius ulna. Eksternal fiksasi yang
paling sering berhasil adalah pada tulang dangkal tulang misalnya tibial
batang.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor rekam medis, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
b) Keluhan Utama
Identifikasi adanya nyeri pada lokasi fraktur atau tidak
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang femur,
bagaimana mekanisme terjadinya, pertolongan apa yang sudah di
dapatkan, apakah sudah berobat ke dukun patah tulang.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah tulang
sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu seperti kanker
tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga tulang sulit
menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki sangat
beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit diabetes
menghambat penyembuhan tulang, riwayat pembedahan, alergi, riwayat
obat-obatan yang dikonsumsi.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang femur adalah
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetic, DM, anemia, hipertensi dan cancer
f) Pola Fungsional
1) Pola pemeliharaan kesehatan
Kebiasaan merokok, cara penanganan kesehatan yang lain, mencari
pertolongan pengobatan misalnya ke dukun, ke dokter.
2) Pola Nutrisi
Turgor kulit buruk, peningkatan/penurunan nafsu makan,
peningkatan/penurunan IMT.
3) Pola Eliminasi
Konstipasi
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Penurunan rentang gerak
5) Pola Tidur dan Istirahat
Penurunan kualitas tidur
6) Pola kognitif
Ansietas, kurang pengetahuan tentang penyakit
7) Pola Persepsi Diri
Gangguan citra diri
8) Pola peran dan hubungan
Terjadi masalah dalam hubungannya dengan anggota keluarganya
9) Pola seksualitas-reproduksi
Pola seksualitas terganggu, kehamilan sering berakhir dengan
keguguran.
10) Pola nilai kepercayaan
Tergantung pada kebiasaan, ajaran dan aturan dari agama yang dianut
oleh individu tersebut. Nervus, tegang, gelisah, cemas.
g) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum : baik atau buruknya yang dicatat merupakan tanda-
tanda, seperti :
(a) Kesadaran penderita : apatis, sokor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien
(b) Kesakitan / nyeri keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang,
berat, dan pada kasus pada fraktur bisanya akut
(c) Tanda- tanda vital : tekanan darah meningkat/menurun, pernafasan
meningkat/menurun, nadi meningkat/menurun, suhu
meningkat/menurun
2) Secara sistemik:
(a) System integument: Terdapat erythema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, udem, nyeri tekan.
(b) Kepala :Sakit kepala/ nyeri kepala
(c) Leher : -
(d) Muka :-
(e) Mata : -
(f) Telinga :-
(g) Hidung :-
(h) Mulut : Mukosa bibir kering, pucat, sianosis.
(i) Thoraks
- Inspeksi : Inspirasi ekspirasi memanjang/memendek
- Palpasi : Pergerakan dada sama dan simetris, permitus teraba
sama.
- Perkusi : Suara ketuk sonor, tak ada redup atau suara tambahan
lainnya.
- Auskultasi :Suara nafas normal, tidak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan bronchi
(j) Jantung
- Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
- Palpasi : ictuscordis tidak teraba
- Auskultasi : Suara s1 dan s2 tunggal, taka da mur-mur
(k) Abdomen
- Inspeksi : bentuk datar, simetris, tidak ada hernia
- Palpasi : turgor baik, hepar tidak teraba
- Perkusi : suara tympani
- Auskultasi : bising usus kurang dari 5 kali/menit
(l) Ekstremitas
akral teraba dingin/hangat, CRT > 2 detik. Pemeriksaan dengan
menggerakkan ekstremitas : terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Dilakukan pencatatan rentang gerak, dilakukan
pemeriksaan gerak aktif dan pasif, berdasarkan pemeriksaan didapat
: gangguan atau keterbatasan gerak tungkai, ketidakmampuan
menggerakkan tungkai, penurunan kekuatan otot.
Format Skala kekuatan otot
Skala Nilai Keterangan
Normal 5/5 Mampu menggerakkan persendian dalam lingkup
gerak penuh, mampu melawan gaya gravitasi,
mampu melawan tahanan dengan penuh.
Baik 4/5 Mampu menggerakkan persendian dengan gaya
gravitasi, mampu melawan dengan tahan sedang
Sedang 3/5 Hanya mampu melawan gaya gravitasi
Buruk 2/5 Tidak mampu melawan gaya gravitasi (gerakkan
pasif)
Sedikit 1/5 Kontraksi otot dapat di palpasi tanpa gerakkan
persendian
Tidak 0/5 Tidak ada kontraksi otot.
ada

Format Penilaian Rom (Knee,Ankle & Foot)


NO BAGIAN TUBUH GERAKAN  / X
1 Paha a. Fleksi : Menggerakkan tungkai ke
depan dan ke atas, rentang 90°-120°
b. Ekstensi : Menggerakkan kembali ke
samping tungkai yang lain, rentang
90°-120°
a. Abduksi : menggerakkan tungkai
kesamping menjauhi tubuh, rentang
30°-50°
c. Adduksi : Mengembalikan tungkai
kembali ke posisi media dan
melebihi jika mungkin, rentang 30°-
50°
d. Rotasi dalam : Memutar kaki dan
tungkai keaarah tungkai lain, rentang
90°
e. Rotasi Luar memutar kaki dan
tungkai menjauhi tungkai lain,
rentang 90°
f. Sirkumduksi :menggerakkan tungkai
melingkar
2 Lutut b. Fleksi : Menggerakkan tumit kearah
belakang paha, rentang 120°-130°
c. Ekstensi : Mengembalikan tungkai
kelantai, rentang 120°-130°
3 Pergelangan Kaki a. Inversi : memutar telapak kaki
kesamping dalam rentang 110°
b. Eversi : memutar telapak kaki
kesamping luar rentang 110°
c. Dorsifleksi : menggerakkan kaki
sehingga jari-jari kaki menekuk ke
atas 20°-30°
d. Flantarfleksi : menggerakkan kaki
sehingga jari-jari kaki menekuk ke
bawah 45°-50°
4 Jari-jari kaki a. Fleksi : menekuk jari-jari kaki ke
bawah, rentang 30°-60°
b. Ekstensi : meluruskan jari-jari kaki,
rentang 30°-60°
c. Abduksi : meregangkan jari-jari kaki
satu dengan yang lain, rentang 15°
d. Adduksi : merapatkan kembali
bersama-sama, rentang 15°
5 Latihan ROM Pasif a. Sebelum melakukan latihan,
pastikan perawat sudah menjelaskan
procedure yang akan di lakukan
b. Setiap gerakan dapat diulang 7-8
kali
c. Setelah latihan, catat perubahan
yang terjadi.

1. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang
3) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif
3. Perencanaan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan/ Sasaran Intervensi Keperawatan


Keperawatan

1. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri


berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 Observasi
agen pencedera fisik jam, maka diharapkan  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
(prosedur operasi) tingkat nyeri menurun intensitas nyeri.
dengan kriteria :  Identifikasi skala nyeri
 keluhan nyeri dari cukup  Identifikasi respon nyeri non verbal
meningkat menjadi  Monitor keberhasilan terapi komplementer yang diberikan
menurun Terapeutik
 Meringis dari sedang  Memberikan teknik non farmakologi untuk mengurangi
menjadi menurun nyeri.
 Gelisa menurun Edukasi
 Sikap proktetif menurun  Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik

2. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan Dukungan Mobilisasi


fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 Observasi
kerusakan integritas jam, maka diharapkan  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
struktur tulang Mobilitas Fisik berkurang  Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
dengan kriteria :  Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
-Pergerakan ekstremitas dari Terapeutik
cukup menurun menjadi  Fasilitasi aktifitas mobilisasi dengan menggunakan alat
meningkat bantu (mis: pagar tempat tidur)
-Kekuatan otot dari cukup  Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
menurun menjadi meningkat
 Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
 Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis:
duduk di tempat tidur, duduk disisi tempat tidur, pindah
dari tempat tidur kekursi.)
3. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan Pencegahan infeksi
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 Observasi
efek prosedur jam, maka diharapkan  monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
invasive(luka tingkat infeksi menurun Terapeutik
operasi) dengan kriteria :  batasi jumlah pengunjung
-kebersihan tangan dari  berikan perawatan kulit pada area edema
menurun menjadi meningkat  pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
-kebersihan badan dari Edukasi
menurun menjadi meningkat
 jelaskan tanda dan gejala infeksi
-nyeri dari meningkat
 ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
menjadi menurun
 anjurkan meningkatkan asupan nutrisi dan cairan

Pemantauan Nutrisi
Observasi
 identifikasi penurunan berat badan
 monitor asupan oral
 identifikasi pola makan
Teraupetik
 timbang berat badan
 hitung perubahan berat badan

Edukasi
 jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 informasikan hasil pemantauan

Perawatan luka
Tindakan:
Observasi
 monitor karateristik luka
 monitor tanda-tanda operasi
Terapiutik
 lepaskan balutan dan plester secara berlahan
 bersihkan dengan cairan Nacl atau pembersih nontosik
sesuai kebutuhan
 berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi
 pasang balutan sesuai jenis luka
 pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka
 ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase

Edukasi
 jelaskan tanda dan gejala infeksi
 anjurkan mengonsumsi makana tinggi kalori dan protein
kolaborasi
 kolaborasi pemberian antibiotic
1. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan secara sistematis dan periodik setelah


pasien diberikan intervensi dengan berdasarkan pada berdasarkan pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, dan implementasi
keperawatan. Evaluasi keperawatan ditulis dengan format SOAP, yaitu:
1) S (subjektif) yaitu respon pasien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
2) O (objektif) yaitu data pasien yang diperoleh oleh perawat setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
3) A (analisis) yaitu masalah keperawatan pada pasien apakah sudah teratasi,
teratasi sebagian, belum teratasi, atau timbul masalah keperawatan baru
4) P (planning) yaitu rencana intervensi dihentikan, dilanjutkan, ditambah,
atau dimodifikasi

2. Discharge Planning
Nurafif dan Kusuma (2015) menjelaskan bahwa discharge planning
untuk pasien fraktur adalah sebagai berikut:
1) Meningkatkan masukan cairan
2) Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
3) Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
4) Kontrol sesuai jadwal
5) Mimun obat sesuai dengan yang diresepkan dan segera periksa jika ada
keluhan
6) Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
7) Hindari trauma ulang
8) Melakukan terapi latihan untuk pemulihan pasca pembedahan
DAFTAR PUSTAKA

Avruskin, Andra. 2013. Femur Fracture.


https://www.moveforwardpt.com/SymptomsConditionsDetail.aspx?
cid=f85bbe8f-685c-43bf-bb51-9bc43dd8fb01 [Diakses pada Oktober 14,
2018].

Belleza, M. 2016. Fracture. https://nurseslabs.com/fracture/ [Diakses pada


October 6, 2018].

Biology, D. 2011. Bone Anatomy. https://askabiologist.asu.edu/bone-anatomy


[Diakses pada October 6, 2018].

Carpenito, L.J. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisis 13. Jakarta:
EGC.

Kaufmann, L. Mike, M. Philip, M.-G. Katie, Q. Devon, dan R. A. Jon. 2018.


Anatomy & Physiology. Oregon, USA: Open Oregon State, Oregon State
University.

Keany, E. James. 2015. Femur Fracture.


https://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#a7 [Diakses pada
Oktober 14, 2018].

Keiler, J., Sidel, R., Wree, A. 2018. The femoral vein diameter and its correlation
with sex, age and body mass index – An anatomical parameter with clinical
relevance. The Journal of Venous Desease. 0(0): 1-12.

Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan.


Sistem Pernafasan. Jakarta : Salemba Medika.
Norvell, J. G. 2017. Tibia and Fibula Fracture in the ED.
https://emedicine.medscape.com/article/826304-overview#a6 [Diakses pada
October 7, 2018].

Nurafif, A. H. dan H. Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Bersarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC. Edisi MediAction. Yogyakarta.

Risnanto dan U. Insani. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Sietem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Deepublish.

Romeo, M. Nicholas. 2018. Femur Injuries and Fracture.


https://emedicine.medscape.com/article/90779-overview#a7 [Diakses pada
October 14, 2018].

Singh, A. P. 2016. Bone Anatomy and Physiology.


https://boneandspine.com/bone-anatomy-and-physiology/ [Diakses pada
October 6, 2018].

Smeltzer, S. C. dan B. G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah


Brunner Suddarth. Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai