Dosen Pengampu :
Dr. Ary Nahdiayani Amalia
Oleh Kelompok 8 :
Nuzul Putmaeni (19/FAM1877)
Dicky Hermawan (19/FAM178)
Asma Fitriani (19/FAM179)
Nida Uniafa (19/FAM180)
Amelia Resti Fauzi (19/FAM181)
Hellen Triolinda (19/FAM182)
A. Latar Belakang
Tulang dan sendi merupakan sistem gerak pada tubuh yang
mempunyai banyak fungsi untuk menunjang kehidupan manusia. Tanpa
keduanya, manusia akan kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Sendi lutut manusia pada dasarnya terdiri dari empat tulang yang dilekatkan
oleh lingkar jaringan besar yang disebut ligament. Struktur kompleks sendi
lutut ini bekerja secara bersamaan untuk memberikan keluwesan dan
dukungan pada tubuh, serta pergerakan yang lebih luas.
Ligament pada sendi lutut juga merupakan bagian tubuh yang terus
menerus mengalami tekanan saat menjalankan aktivitas sehari-hari. Maka jika
tidak dirawat serta mendapatkan nutrisi yang tepat dapat menimbulkan nyeri,
rasa tidak nyaman, dan terbatasnya gerakan. Trauma yang disebabkan oleh
kecelakaan, jatuh, atau pukulan langsung pada lutut bisa menyebabkan cedera
pada ligamen di berbagai lokasi pada bagian atas lutut, bagian luar lutut atau
di dalam lutut itu sendiri.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Anatomi Fisiologi tulang?
2. Bagaimana Anatomi Fisiologi sendi?
3. Bagaimana patofisiologi tulang ?
4. Bagaimana patofisiologi sendi ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Anatomi Fisiologi tulang
2. Mengetahui Anatomi Fisiologi sendi
3. Mengetahui Patofisiologi tulang
4. Mengetahui Patofisiologi sendi
BAB II
PEMBAHASAN
2. Sendi engsel
Memungkinkan gerakan melipat hanya satu arah, Persendian yang
menyebabkan gerakan satu arah karena berporos satu disebut sendi engsel.
Contoh sendi engsel ialah hubungan tulang pada siku, lutut, dan jari-jari.
3. Sendi pelana
Sendi pelana adalah persendian yang membentuk sendi, seperti
pelana, dan berporos dua. Contohnya, terdapat pada ibu jari dan pergelangan
tangan
Memungkinkan gerakan 2 bidang yang saling tegak lurus. misal persendian
dasar ibu jari yang merupakan sendi pelana 2 sumbu.
4. Sendi pivot
Memungkinkan rotasi untuk melakukan aktivitas untuk memutar
pegangan pintu, misal persendian antara radius dan ulna.
5. Sendi peluncur
Memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah. Contoh adalah sendi-
sendi tulang karpalia di pergelangan tangan
Patofisiologi :
Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi secara
seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang. Setiap ada
ada perubahan dalam kesimbangan ini, misalnya proses resorbsi lebih besar
dari proses penbenutkan maka kan terjadi penurunan massa tulang.
Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai pada usia 30-35 tahun
untuk tulang bagian korteks dan lebih dini pada bagianh trabekula.
Pada usia 40-45 tahun, baik wanita maupun pria akan mengalami penipisan
tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/ tahun dan bagian trabekula pada
usia lebih muda.
Pada pria seusia wanita menopause mengalami penipisan tulang berkisar 20-
30 % dan pada wanita 40-50 %.
Penurunan massa tulang lebih cepat pada bagian-bagian tubuh seperti
metakarfal, kolum femoris, dan korpus vertebra.
Bagian-bagian tubuh yang sering fraktur adalah vertebra, paha bagian
proksimal dan radius bagian distal.
B. Osteomalasia
Osteomalasia adalah penyakit metabilisme tulang yang di tandai dengan
tidak memadainya mineralisasi tulang. Pada orang dewasa osteomalasia
bersifat kronik dan deformitas skeletalnya tidak seberat pada anak karena
pertumbuhan skletal telah selesai. Pada pasien ini,sejumlah besar osteoroid
atau remodelling tulang baru tidak mengalami kalsifikasi, diperiksakan bahwa
defek primernya adalah kekurangan vitamin D aktif ( kalsitrol), yang memacu
absorpsi kalsium dari traktus GI, dan menfasilitasi tulang. Pasokan kalsium dan
fosfat dalam cairan ekstra sel rendah. Tanpa vitamin D yang mencukupi,
kalsium dan fosfat tidak dapat di masukkan ke tempak kalsifikasi tulang.
Patofisilogi:
Ada berbagai kasus osteomalasia yang terjadi akibat gangguan umum
metabolisme mineral. Faktor risiko terjadinya osteomalasia meliputi
kekurangan dalam diet, malabsorpsi, gasterktomi, gagal ginjal kronik, terapi
antikonvulsan berkepentingan dan kekurangan vitamin D.
Tipe malnutrisi ( kekurangan vitamin D) sering berhubungan dengan
kalsium yang jelek terutama akibat kemiskinan, tetapi memakan makanan
dan kurangnya pengetahuan mengenai nutrisi juga merupakan salah satu
faktor. Paling sering terjadi dibagian dimana vitamin D tidak ditambahkan
dalam makanan dan dimana terjadi kekurangan dalam diet dan jauh dari
sinar matahari.
Osteomalasia dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi kalsium atau
kehilangan kalsium yang berlebihan dari tubuh. Kelainan GI dimana
absorpsi lemak tidak memadai sering menimbulkan osteomalasia melalui
kehilangan vitamin D dan kalsium, kalsium diekskresikan melalui feces
dalam kombinasi dengan asam lemak.
C. Osteomyelitis
Osteomyelitis dapat terjadi sebagai akibat kegagalan absorpsi kalsium
atau kehilangan kalsium yang berlebihan dari tubuh.
Etiologi
Osteomyilitis ini biasanya disebabkan oleh bakteri maupun virus, jamu
dan mikroorganisme lain.
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran henatopgen (melalui darah) dari
fokus infeksi dari tempat lain.
Osteomylitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan
lunak seperti ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler. Atau
kontaminasi lansung tulang misalnya fraktur terbuka, cedera traumatik
seperti luka tembak dan pembedahan tulang.
Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% - 80%menginfeksi
tulang.
Awitan osteomylitis ortopedi dapt terjadi dalam 3 bulan pertama ( akut
fulminan staduim I ) dan sering berhubungan dengan hematomaatau
infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat ( stadium II) terjadi antara 4-24
bulansetelah pembedahan. Osteomylitis lama ( stadium III )biasanya
akibat penyebaran hematogen dan terjadi dua tahun atau lebih setelah
pembedahan.
Respon inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi,
peningkatan vaskularisasi dan edema. Setelah 2-3 hari trombus pada
pembulu darah terjadi pada tempat tersebut. Sehingga mengakibatkan
iskemia dengan nekrotis tulang. Seiringan dengan peningkatan dan dapat
menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya.
D. Skoliosis
Skoliosis adalah penyimpangan tulang belakang ke lateral dari garis
tengah. Skoliosis merupakan deformitor tulang belakan yang menggambarkan
deviasi vertebrata ke arah lateral. Bentuk dan tiap-tiap ruas tulang manusia
pada umumnya adalah sama hanya ada perbedaan sedikit tergantung pada kerja
yang di tanganinya.
Etiologi
faktor heriditas
yaitu yang di turunkan secara auotsomal dominan, kelainan ini
dapat terjadi karena akibat adanyaabnormalitas tulang bawahyang
mengenai vertebra atauipun struktur-strukturnya.
Kongenital
Yaitu didapat sejak lahir. Adapula yang tidak didapat sejak lahir
tetapi berkembang pada masa berikutnya.
Idiopatik
Tidak di ketahui penyebabnya, tetapi jenis ini lebih umum
biasanya berkembang pada masa remaja.
Struktural
Perubahan pada steruktur tulang belakang karena sebab yang
bervariasi
Patofisiologi
Skoliosis dapat terjadi hanya pada daerah tulang spinalis termasuk
rongga tulang spinal. Lengkungan dsapat berbentuk S atau C. Derajat
lengkungan penting untuk di ketahui karena hal dapat menentukan jumlah
tulang rusuk yang mengalami pergeseran. Pada tingkat rootasi lengkungan
yang cukup besar mungkin dapat menekan dan menimbulkan keterbatasan
pada organ penting yaitu paru-paru dan jantung.
Aspek paling penting terjadinya deformitas adalah progresivitas
pertumbuhan tulang. Dengan terjadinya pembengkokan tulang vertebra ke
arah lateraldi sertai dengan rotasi tulang belakang. Maka akan diikutio
dengan perkembangan sekunder pada tulang vertebra dan iga. Oleh karena
adanya gangguan pertumbuhan yang bersifat progresif, di samping terjadi
perubahan pada vertebra, juga terdapt perubaahan pada tulang iga. Dimana
bertambahnya kurva yang menyebabkan deformitasi tulang iga semakin
jelas.
Pada kanalis spinalis terjadi pendorongan dan penyempitan kanalis spinalis
oleh karena terjadinya penebalan dan pemendekan lamina pada sisi konkaf.
Kesimbangan lengkungan juga penting karena mempengaruhi stabilitas dadi
tulang belakang dan pergerakan panggul.
E. Osteosarcoma
Osteosarcoma adalah suatu pertumbuhan yang sangat cepat pada tumor
maligna tulang. Osteosarcoma merupakan tumor ganas tulang yang paling
sering ditemukan. Tumor ini merupakan tumor ganas yang menyebar secara
cepat pada periosteum dan jaringan ikat luarnya.
Etiologi
Penyebab yang pasti terhadap kanker belum di ketahui secara jelas
tetapi faktor-faqktor etilogilah yang membantu terbetuknya kanker sudah
banyak di ketahui yang disebut bahan-bahan karsinogen, sinar ultraviolet,
sinar radioaktif parasif dan virus.
Patofisiologi
Keganasan sel pada mulanya berawal pada sumsum tulang dari
jaringan sel tulang ( sarcoma ) sehingga sel-sel tulang akan pada nodul-
nodul limfe, ginjal, dan hati sehingga dapat mengakibatkan adanya
pengaruh aktivitas hamateotik sum-sumj tulang yang cepat pada tulang
sehingga sel-sel plasma yang belum matang akan terus membelah terjadi
penambahan jumlah sel yang tidak terkontrol lagi.
F. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000). Sedangkan menurut
Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and Dokumentation menyeb
utkan bahwa Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang.
Pernyataan ini sama yang diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s
Medical Surgical Nursing.
Etiologi
Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur
terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.
Patofisiologi
ulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya
pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila
tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang,
maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau
terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi
fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon
inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang
tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.
b) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya
tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan,
elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
( Ignatavicius, Donna D, 1995 ).
Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain.
Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan
jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru
dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan
tulang, yaitu:
a) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah
fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang
rusak dan sebagai tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium
ini berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
b) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi
fibro kartilago yang berasal dari periosteum,`endosteum,dan bone
marrow yang telah mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami
proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan
disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis. Dalam
beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua
fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah
fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
c) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan
osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai
membentuk tulang dan juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh
kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi
sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur
dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur
(anyaman tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat
fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
d) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk
membawa beban yang normal.
e) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat.
Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang
oleh proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus.
Lamellae yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya
lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
Komplikasi fraktur
a) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya
nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
b) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari
luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.
c) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang
sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-
sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah
dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai
dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
d) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman’s Ischemia.
f) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.
Ini biasanya terjadi pada fraktur.
G. Amputasi
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan
pancung. Amputasi dapat pula diartikan sebagai memisahkan bagian tubuh
sebagian atau seluruh bagian ekstremitas. Dalam ilmu kedokteran diartikan
“membuang” sebagian atau seluruh anggota gerak, sesuatu yang menonjol atau
tonjolan alat (organ tubuh).Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan
dalam kondisi pilihan terakhir manakala organ yang terjadi pada ekstremitas
sudah tidak mungkin mendapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain,
atau manakala organ mendapat membahayakan tubuh klien secara utuh atau
merusak argon tubuh yang lain separti dapat menimbulkan komplikasi infeksi
2. Kelainan Pada Sendi
Sendi adalah pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan
dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen,
tendon, fasia, atau otot.
Ada tiga tipe sendi, yaitu :
Sendi fibrosa (sinarthroidal), merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.
Sendi kartilaginosa (amphiarthroidal), merupakan sendi yang sedikit bergerak.
Sendi sinovial (diarthroidal), merupakan sendi yang dapat bergerak dengan
bebas.
Pada saat ini, artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun
dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi
mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikoplasma atau grup
difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi
penderita.
C. Arthritis Gout
Artritis gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena deposisi
kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi (tofi). Gout juga merupakan istilah
yang dipakai untuk sekelompok gangguan metabolik yang ditandai oleh
meningkatnya konsentrasi asam urat (hiperurisemia). Serta Artritis gout suatu
penyakit autoimun dimana persendian secara simetris mengalami peradangan,
sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan
kerusakan bagian dalam sendi.
a) Insidens dan Patogenesis
Gout dapat bersifat primer maupun sekunder. Gout primer merupakan
akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau ekskresi
asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat
tertentu.
Pada keadaan normal kadar urat serum pada pria mulai meningkat
setelah pubertas. Pada wanita kadar urat tidak meningkat sampai setelah
menopause karena estrogen meningkatkan ekskresi asam urat melalui ginjal.
Setelah menopause kadar urat serum meningkat seperti pada pria.
Gout jarang terjadi pada wanita. Sekitar 95% penderita gout adalah
pria. Gout dapat ditemukan di seluruh dunia, pada semua ras manusia. Ada
prevalensi familial dalam penyakit gout yang mengesankan suatu dasar
genetik dari penyakit ini. Namun ada sejumlah faktor yang agaknya
mempengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat badan, dan gaya
hidup.
b) Gejala
Gejala gout berkembang dalam 4 tahap :
Tahap Asimptomatik : Pada tahap ini kadar asam urat dalam darah
meningkat, tidak menimbulkan gejala.
Tahap Akut : Serangan akut pertama datang tiba-tiba dan cepat
memuncak, umumnya terjadi pada tengah malam atau menjelang pagi.
Serangan ini berupa rasa nyeri yang hebat pada sendi yang terkena,
mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan perlahan-lahan akan
sembuh spontan dan menghilang dengan sendirinya dalam waktu 14 hari.
Tahap Interkritikal : Pada tahap ini penderita dapat kembali bergerak
normal serta melakukan berbagai aktivitas olahraga tanpa merasa sakit
sama sekali. Kalau rasa nyeri pada serangan pertama itu hilang bukan
berarti penyakit sembuh total, biasanya beberapa tahun kemudian akan
ada serangan kedua. Namun ada juga serangan yang terjadi hanya sekali
sepanjang hidup, semua ini tergantung bagaimana sipenderita
mengatasinya.
Tahap Kronik : Tahap ini akan terjadi bila penyakit diabaikan sehingga
menjadi akut. Frekuensi serangan akan meningkat 4-5 kali setahun tanpa
disertai masa bebas serangan. Masa sakit menjadi lebih panjang bahkan
kadang rasa nyerinya berlangsung terus-menerus disertai bengkak dan
kaku pada sendi yang sakit.
BAB III
KESIMPULAN
https://www.academia.edu/9148289/Macam_Macam_Penyakit_Pada_Tulang_Dan_Sen
di
https://www.academia.edu/27146320/SISTEM_MUSKULOSKELETAL