Anda di halaman 1dari 20

Laporan Pendahuluan Fraktur

oleh Anindya Kirana Widowati NPM 1906428303


Mahasiswa Profesi Ners Universitas Indonesia

I. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal


Sistem muskuloskeletal terdiri dari otot volunter dan lima jenis jaringan ikat: tulang,
tulang kartilago, ligamen, tendon, dan fascia. Tujuan dari sistem muskuloskeletal adalah
untuk melindungi organ tubuh, memberikan dukungan dan stabilitas untuk tubuh dan
koordinasi gerak (Lewis, 2013).
Tortora & Derrickson (2014) menjelaskan fungsi sistem rangka meliputi:

1. Perlindungan: Kerangka melindungi organ dalam terpenting dari cedera. Misalnya,


tulang tengkorak melindungi otak.
2. Bantuan dalam pergerakan: Sebagian besar otot rangka menempel pada tulang; saat
berkontraksi, otot rangka menarik tulang untuk menghasilkan gerakan.
3. Dukungan: Kerangka berfungsi sebagai kerangka struktural tubuh dengan mendukung
jaringan lunak dan perlekatan untuk tendon sebagian besar otot rangka.
4. Homeostasis mineral (penyimpanan dan pelepasan): Jaringan tulang membentuk
sekitar 18% dari berat tubuh manusia yang menyimpan beberapa mineral, terutama
kalsium dan fosfor, yang berkontribusi pada kekuatan tulang. Jaringan tulang
menyimpan sekitar 99% kalsium tubuh. Sesuai permintaan, tulang melepaskan mineral
ke dalam darah untuk menjaga keseimbangan mineral penting (homeostasis) dan
mendistribusikan mineral tersebut ke bagian tubuh lainnya.
5. Produksi sel darah: Di dalam tulang tertentu, jaringan ikat yang disebut sumsum tulang
merah menghasilkan sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit, suatu proses
yang disebut hematopoiesis. Sumsum tulang merah terdiri dari sel-sel darah
berkembang, adiposit, fibroblas, dan makrofag dalam jaringan serat retikuler.

Berdasarkan organ penyusunnya sistem muskuloskeletal terbagi atas


Fungsi utama tulang adalah dukungan, perlindungan organ-organ internal, pergerakan
yang disengaja, produksi sel darah, dan penyimpanan mineral. Tulang memberikan
kerangka pendukung yang menjaga tubuh agar tidak runtuh dan juga memungkinkan
tubuh untuk menahan berat badan. Tulang juga melindungi organ dan jaringan vital yang
mendasarinya. Sebagai contoh, tengkorak menutupi otak, tulang belakang mengelilingi
sumsum tulang belakang, dan tulang rusuk berisi paru-paru dan jantung. Tulang
berfungsi sebagai titik perlekatan untuk otot, yang terhubung ke tulang oleh tendon.
Tulang bertindak sebagai pengungkit untuk otot, dan gerakan terjadi sebagai akibat dari
kontraksi otot yang diterapkan pada pengungkit ini. Tulang mengandung jaringan
hematopoietik untuk produksi sel darah merah dan putih. Tulang juga berfungsi sebagai
tempat penyimpanan mineral anorganik seperti kalsium dan fosfor.
Tulang adalah jaringan dinamis yang terus berubah bentuk dan komposisi. Ini
mengandung bahan organik (kolagen) dan bahan anorganik (kalsium, fosfat).
Pertumbuhan internal dan eksternal dan remodeling tulang adalah proses yang
berkelanjutan.
Tulang diklasifikasikan menurut struktur sebagai kortikal (padat dan padat) atau
cancellous (sepon). Dalam tulang kortikal, unit struktural silindris yang disebut osteon
(sistem Haversian) sangat cocok, menciptakan struktur tulang yang padat. Dalam sistem,
kanal Haversian berjalan sejajar dengan sumbu panjang tulang dan berisi pembuluh darah
yang melakukan perjalanan ke bagian dalam tulang dari periosteum. Sekitar setiap osteon
adalah cincin konsentris yang dikenal sebagai lamellae, yang menjadi ciri tulang dewasa.
Kanal yang lebih kecil (canaliculi) membentang dari kanal Haversian ke lacunae, tempat
sel tulang dewasa tertanam.
Tulang Cancellous tidak memiliki struktur tulang kortikal yang teratur. Lamella tidak
tersusun dalam cincin konsentris melainkan sepanjang garis tekanan maksimum yang
ditempatkan pada tulang. Jaringan tulang Cancellous diisi dengan sumsum merah atau
kuning, dan darah mencapai sel-sel tulang dengan melewati ruang-ruang di sumsum.
Tiga jenis sel tulang adalah osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas mensintesis
matriks tulang organik (kolagen) dan merupakan sel pembentuk tulang dasar. Osteosit
adalah sel-sel tulang yang matang. Osteoklas berpartisipasi dalam remodeling tulang
dengan membantu pemecahan jaringan tulang. Remodeling tulang adalah pengangkatan
tulang tua oleh osteoklas (resorpsi) dan deposisi tulang baru oleh osteoblas (osifikasi).
Lapisan dalam tulang terutama terdiri dari osteoblas dengan beberapa osteoklas.
Struktur anatomi tulang paling baik diwakili oleh tulang panjang khas seperti tibia. Setiap
tulang panjang terdiri dari epifisis, diafisis, dan metafisis. Epifisis, area melebar yang
ditemukan di setiap ujung tulang panjang, terutama terdiri dari tulang cancellous. Epifisis
lebar memungkinkan distribusi berat yang lebih besar dan memberikan stabilitas untuk
sendi. Epifisis juga merupakan lokasi perlekatan otot. Tulang rawan artikular menutupi
ujung epifisis untuk memberikan permukaan yang halus untuk pergerakan sendi. Diafrase
adalah poros utama tulang. Ini memberikan dukungan struktural dan terdiri dari tulang
padat. Struktur tubulus diafisis memungkinkannya lebih mudah menahan gaya bengkok
dan puntir. Metafisis adalah area yang membara antara epifisis dan diafisis. Seperti
epifisis, ini terdiri dari tulang kanselus.
Lempeng epifisis, atau zona pertumbuhan, adalah area tulang rawan antara epifisis dan
metafisis. Ini secara aktif menghasilkan tulang untuk memungkinkan pertumbuhan
longitudinal pada anak-anak. Cedera pada lempeng epifisis pada anak yang sedang
tumbuh dapat menyebabkan ekstremitas yang lebih pendek yang dapat menyebabkan
masalah fungsional yang signifikan. Pada orang dewasa, metafisis dan epifisis bergabung
ketika lempeng ini mengeras hingga tulang dewasa.
Periosteum terdiri dari jaringan ikat fibrosa yang menutupi tulang. Pembuluh darah kecil
menembus periosteum untuk memberikan nutrisi pada tulang yang mendasarinya. Serat
musculotendinous melekat pada lapisan luar periosteum. Lapisan bagian dalam
periosteum melekat pada tulang oleh kumpulan kolagen. Tidak ada periosteum pada
permukaan artikular tulang panjang. Ujung tulang ini ditutupi oleh tulang rawan artikular.
Rongga meduler (sumsum tulang) berada di tengah diafisis dan mengandung sumsum
tulang merah atau kuning. Pada anak yang sedang tumbuh, sumsum tulang merah secara
aktif terlibat dalam produksi sel darah (hematopoiesis). Pada orang dewasa, medulerter
utama jaringan adiposa. Sumsum kuning terlibat dalam hematopoiesis hanya pada saat sel
darah sangat dibutuhkan. Pada orang dewasa, sumsum merah ditemukan terutama di
tulang pipih, seperti panggul, tengkorak, tulang dada, tengkorak, tulang rusuk, tulang
belakang, dan tulang belikat, dan pada bahan cancellous ("spons") pada ujung epifisis
tulang panjang seperti tulang paha dan humerus.
Kerangka terdiri dari 206 tulang, yang diklasifikasikan menurut bentuknya panjang,
pendek, rata, atau tidak beraturan. Tulang panjang ditandai oleh poros sentral (diafisis)
dan dua ujung melebar (epifisis). Contohnya termasuk tulang paha, humerus, dan tibia.
Tulang pendek terdiri dari tulang cancellous yang ditutupi oleh lapisan tipis tulang padat.
Contohnya termasuk karangan bunga di tangan dan tarsal di kaki.
Tulang pipih memiliki dua lapisan tulang kompak yang dipisahkan oleh lapisan tulang
kanselus. Contohnya termasuk tulang rusuk, tengkorak, tulang belikat, dan tulang dada.
Ruang-ruang di tulang kanselus mengandung sumsum tulang. Tulang yang tidak teratur
muncul dalam berbagai bentuk dan ukuran. Contohnya termasuk sakrum, rahang bawah,
dan tulang pendengaran.
Sendi (artikulasi) adalah tempat di mana ujung dua tulang berada dalam kedekatan dan
bergerak dalam hubungannya satu sama lain. Sendi klasifikasi berdasarkan derajat
gerakan yang memungkinkannya. Sendi yang paling umum adalah jenis diarthrodial
(sinovial) yang dapat bergerak bebas. Setiap sendi tertutup dalam kapsul jaringan ikat
fibrosa, yang menggabungkan dua tulang bersama-sama untuk membentuk rongga.
Kapsul dilapisi oleh membran sinovial, yang mengeluarkan cairan sinovial tebal untuk
melumasi sendi, mengurangi gesekan, dan memungkinkan permukaan yang berlawanan
untuk meluncur dengan lancar satu sama lain. Ujung setiap tulang ditutupi dengan tulang
rawan artikular (hialin). Struktur pendukung (mis., Ligamen, tendon) memperkuat kapsul
sendi dan memberikan batas dan stabilitas untuk pergerakan sendi.

Tiga jenis jaringan tulang rawan adalah hialin, elastis, dan berserat. Tulang rawan hialin,
yang paling umum, mengandung serat kolagen dalam jumlah sedang. Ini ditemukan di

trakea, bronkus, hidung, lempeng epifisis, dan permukaan artikular tulang. Tulang rawan
elastis, yang mengandung kolagen dan serat elastis, lebih fleksibel daripada tulang rawan
hialin. Ini ditemukan di telinga, epiglottis, dan laring. Tulang rawan berserat
(fibrocartilage) sebagian besar terdiri dari serat kolagen dan merupakan jaringan keras
yang sering berfungsi sebagai peredam kejut. Ini ditemukan di antara cakram tulang
belakang dan juga membentuk bantal pelindung antara tulang-tulang panggul, lutut, dan
bahu.
Tulang rawan pada sendi sinovial berfungsi sebagai pendukung untuk jaringan lunak dan
menyediakan permukaan artikular untuk pergerakan sendi. Ini melindungi jaringan di
bawahnya. Tulang rawan di lempeng epifisis juga terlibat dalam pertumbuhan tulang
panjang sebelum kematangan fisik tercapai. Karena tulang rawan artikular dianggap
avaskular, ia harus menerima makanan dengan difusi bahan dari cairan sinovial.
Kurangnya pasokan darah langsung berkontribusi pada metabolisme sel kartilago yang
lambat dan menjelaskan mengapa penyembuhan dan perbaikan jaringan tulang rawan
terjadi secara perlahan.
Tiga jenis jaringan otot adalah otot jantung (lurik, tak disengaja), halus (tidak diluruskan,
tak disengaja), dan otot rangka (lurik, sukarela). Otot jantung ditemukan di jantung.
Kontraksi spontan mendorong darah melalui sistem peredaran darah. Otot polos terjadi di
dinding struktur berongga seperti saluran udara, arteri, saluran pencernaan (GI), kandung
kemih, dan rahim. Kontraksi otot polos dimodulasi oleh pengaruh neuronal dan
hormonal. Otot rangka, yang membutuhkan stimulasi neuron untuk kontraksi,
menyumbang sekitar setengah dari berat tubuh manusia.
Ligamen dan tendon keduanya tersusun dari jaringan ikat padat dan berserat yang
mengandung bundel serat kolagen yang dikemas rapat dalam bidang yang sama untuk
kekuatan tambahan. Tendon menempel otot ke tulang sebagai perpanjangan dari
selubung otot yang melekat pada periosteum. Ligamen menghubungkan tulang ke tulang
(mis., Tibia ke tulang paha di sendi lutut). Mereka memiliki konten elastis yang lebih
tinggi daripada tendon. Ligamen memberikan stabilitas sambil memungkinkan gerakan
terkendali di sendi. Ligamen dan tendon memiliki suplai darah yang relatif buruk,
biasanya membuat perbaikan jaringan menjadi lambat setelah cedera. Sebagai contoh,
peregangan atau robeknya ligamen yang terjadi dengan keseleo mungkin memerlukan
waktu lama untuk diperbaiki.
Fascia mengacu pada lapisan jaringan ikat dengan serat intermeshed yang dapat menahan
peregangan terbatas. Fasia superfisial terletak tepat di bawah kulit. Deep fascia adalah
jaringan padat dan berserat yang mengelilingi bundel otot, saraf, dan pembuluh darah. Ini
juga melingkupi otot-otot individu, memungkinkan mereka untuk bertindak secara
independen dan meluncur satu sama lain selama kontraksi. Selain itu, fasia memberikan
kekuatan pada jaringan otot.
Bursae adalah kantung kecil jaringan ikat yang dilapisi dengan membran sinovial dan
mengandung cairan sinovial kental. Mereka biasanya terletak di tonjolan tulang atau
sendi untuk meringankan tekanan dan mengurangi gesekan antara bagian yang bergerak.
Misalnya, bursae ditemukan antara patela dan kulit (prepatellar bursae), antara proses
olecranon dari siku dan kulit (olecranon bursae ), antara kepala humerus dan proses
acromion scapula (bursa subacromial), dan antara trokanter yang lebih besar dari tulang
paha proksimal dan kulit (trochanteric bursae). Bursitis adalah peradangan kantung bursa.
Peradangan mungkin akut atau kronis.

II. Definisi, Faktor Resiko, dan Etiologi Fraktur


1. Definisi
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang (White, Duncan, & Baumle, 2013).
Fraktur atau yang biasa disebut dengan patah adalah terputusnya keutuhan tulang yang
umumnya akibat trauma. Fraktur biasanya melibatkan jaringan lunak (edema dan
perdarahan), kerusakan saraf, dan tendon (White, Duncan, & Baumle, 2013). Fraktur
terjadi akibat tekanan yang besar dan kekuatannya melebihi kekuatan dari tulang itu
sendiri. Fraktur tidak hanya terjadi karena tekanan besar dari luar, tetapi penyebab dari
dalam tubuh juga dapat mempengaruhi fraktur tulang. Faktor risiko fraktur yaitu:
osteopenia, osteogenesis imperfecta, neoplasma, hilangnya estrogen postmenopausal,
osteoporosis, merokok, konsumsi alkohol, dan penggunaan steroid. Klasifikasi fraktur
berdasarkan:

● Luas Fraktur

Komplit, patah dari seluruh garis tengah tulang, biasanya mengalami pergeseran
(bergeser dari posisi normal) dan tulang menjadi dua bagian yang terpisah.

Inkomplit, patahnya terjadi di sebagian garis tengah tulang.

● Luas kerusakan jaringan lunak sekitar

Fraktur terbuka (compound fraktur) fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampa
1. Grade I: luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, trauma dan kerusakan
kulit minimal.
2. Grade II: luka bersih luas tanpa kerusakan jaringan lunak ekstensif. Adanya
luka memar pada kulit dan otot.
3. Grade III: yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif, merupakan yang paling berat. Kerusakan meliputi kulit,
otot, saraf, pembuluh darah, diameter luka lebih dari 6-8 cm.

Fraktur tertutup (simple fraktur) fraktur tidak melukai jaringan kulit dan tidak terlihat adanya luk

Pergeseran anatomis fragmen tulang


a. Greenstick: fraktur salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi lainnya
membengkok.
b. Transversal: suatu fraktur yang melintang pada tulang (fraktur sepanjang garis
tengah tulang) merupakan akibat dari trauma langsung.
c. Oblik: yaitu fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih
tidak stabil dibanding transversal) akibat trauma langsung.
d. Spiral: suatu fraktur yang mengelilingi batang tulang, arah garis patahnya
berbentuk spiral yang disebabkan karena trauma rotasi. Impacted (Telescopic)
atau kompresi: sebagian fragmen tulang menusuk bagian fragmen yang lain.
e. Displaced: fragmen tulang terpisah dengan kesegarisan tulang lain.
● Jumlah garis patah/bentuk/konfigurasi

a.
Fraktur kominutif lebih dari satu garis fraktur, fragmen tulang pecah, terpisah-pisah dalam b

b.

Fraktur segmental bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak satu ujung yang tidak memilik

c.
Fraktur multipel garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya, sep

2. Faktor Risiko

Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan fraktur antara lain dapat berasal dari
kondisi biologis maupun akibat aktivitas (Black & Hawks, 2014). Kondisi biologis
dapat berupa osteopenia (misalnya karena penggunaan steroid) atau osteogenesis
imperfecta (penyakit kongenital tulang yang dicirikan oleh gangguan produksi kolagen
oleh osteoblas). Hal ini dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh dan patah. Faktor
lainnya yang dapat berpengaruh adalah kehilangan estrogen pascamenopause,
penurunan massa tulang akan meningkatkan risiko fraktur. Bagi sebagian orang yang
sehat dan tidak mengalami faktor yang berisiko pada fraktur, aktivitas fisik yang
berisiko tinggi atau aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan menjadi salah satu faktor
predisposisi.

3. Etiologi

Fraktur terjadi karena kelebihan beban mekanisme pada suatu tulang, saat tekanan yang
diberikan pada tulang terlalu banyak dibandingkan yang mampu ditanggungnya (Black
& Hawks, 2014). Terdapat beberapa penyebab fraktur, diantaranya:
1) Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana
bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang
mengakibatkan patah tulang).
2) Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan
lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pergelangan tangan.
3) Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal bila tulang tersebut lunak (misalnya
oleh tumor) atau tulang-tulang sangat rapuh / ada “underlying disease”.

III. Manifestasi klinis

1. Edema dan pembengkakan: Gangguan dan penetrasi tulang melalui kulit atau
jaringan lunak, atau perdarahan ke jaringan sekitarnya.
2. Nyeri dan tenderness (nyeri tekan): Spasme otot sebagai akibat dari tindakan
refleks otot yang tidak disengaja, trauma jaringan langsung, peningkatan tekanan
pada saraf, pergerakan bagian yang patah.
3. Otot tegang: Iritasi jaringan dan respon protektif terhadap cedera dan fraktur.

4. Kelainan bentuk: Posisi abnormal dari ekstremitas atau bagian sebagai akibat dari
kekuatan awal cedera dan aksi otot menarik fragmen ke posisi abnormal. Terlihat
sebagai hilangnya kontur tulang normal.
5. Ekimosis, Kontusio: Perubahan warna kulit akibat ekstravasasi darah di jaringan
subkutan.
6. Kehilangan fungsi: Gangguan tulang atau sendi, mencegah penggunaan
fungsional anggota badan atau bagian.
7. Krepitasi: Krepitasi dari fragmen tulang, menghasilkan sensasi bergerak.

IV. Patofisiologi

V. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi akibat dari fraktur, yaitu : (White, Duncan, & Baumle, 2013):
- Syok hipovolemik Perdarahan hebat dapat menyebabkan penurunan cairan tubuh.
- Infeksi Infeksi terjadi akibat fraktur terbuka yang meningkatkan risiko terjadinya
kontaminasi dari area luar dan dapat terjadi setelah proses operasi fraktur.
- Fat Embolism Hal ini berkaitan dengan fraktur tulang yang panjang, lebih dari satu
(multiple) atau cedera akibat hantaman/ pukulan. Pada cedera fraktur tersebut, gelembung
lemak kecil / small fat globules dilepaskan dari sumsum tulang dan memasuki venula / aliran
darah pada area cedera dan emboli lemak ini mengalir melalui sistem peredaran darah vena
dan dapat mengakibatkan penyumbatan pembuluh di paru sehingga meningkatkan distress
pernapasan.
- Kompartemen sindrom Merupakan kondisi dimana adanya peningkatan tekanan akibat
perdarahan dan adanya edema yang dapat menekan area kompartemen yang menyebabkan
tekanan kompartemen meningkat. Peningkatan tekanan tersebut menyebabkan penurunan
aliran darah yang parah ke area cedera dan menyebabkan terjadinya iskemik. Tekanan di
dalam kompartemen yang meningkat bisa berakibat pada penurunan mikrosirkulasi,
menyebabkan hipoksia-anoksia dan nekrosis saraf dan otot. Kehilangan fungsi yang
permanen dapat terjadi bila anoksia berlangsung hingga lebih dari 4 jam. Tanda sindrom
kompartemen ini dikenal dengan 6P yaitu: pain (early sign), paresthesia, pallor,
poikilothermia, paralisis, & pulselessness (late sign).

VI. Pengkajian
a. Keluhan utama
- Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
- Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
- Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
- Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
- Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam
hari atau siang hari.
b. Riwayat
Mencakup bagaimana kronologi cedera sehingga perawat dapat menentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh yang terdampak cedera.
c. Pemeriksaan fisik
- Sirkulasi : hipertensi (karena nyeri), takikardi, denyut nadi melemah, CRT > 3 detik,
kemerahan pada bagian fraktur, bengkak, hematoma pada lokasi injury
- Look (inspeksi ) :

● Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hiperpigmentasi.

● Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal).

● Posisi dan bentuk dari ekstremitas (deformitas)

● Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)

- Feel (palpasi)

● Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. CRT <2 detik

● Apabila ada pembengkakan, cek edema terutama di sekitar persendian.

● Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau

distal).

● Otot : tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan

atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler, mencakup
spasme otot, hilangnya sensasi atau gangguan pergerakan, paresthesia (kebas). Apabila
ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya.
- Move (pergerakan/lingkup gerak)

● Catat keluhan nyeri pada pergerakan, gerakan sendi (derajat dan arah), serta

pergerakan aktif dan pasif.

● Pemeriksaan ini untuk mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudah, serta menentukan

gangguan gerak (mobilitas) atau tidak.


d. Pemeriksaan diagnostik
- Radiologi: Bayangan jaringan lunak, tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi
periosteum atau biomekanik atau juga rotasi
- Tomografi, MRI, bone scan, CT-Scan: visualisasi fraktur, perdarahan, kerusakan
jaringan lunak
- Arteriogram: melihat kerusakan pembuluh darah
- Laboratorium: serum kalsium dan fosfor, darah lengkap (hematokrit mungkin
meningkat berhubungan dengan perdarahan, Leukosit meningkat respon terhadap
trauma), faktor koagulasi (perubahan mungkin terjadi karena perdarahan).

VII. Masalah keperawatan dan diagnosa yang mungkin muncul


(Doenges et al., 2014; NANDA International, 2021)
a. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan integritas struktur tulang,
penurunan kekuatan otot, nyeri,
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka)
d. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka)
e. Risiko perdarahan berhubungan dengan trauma
f. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih akibat trauma

Prioritas diagnosis:

g. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik


h. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan integritas struktur tulang,
penurunan kekuatan otot, nyeri,
i. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (luka terbuka)

VIII. Rencana Asuhan Keperawatan (NCP)

Diagnosis NOC NIC Rasional


Keperawatan
Nyeri akut Level nyeri: Manajemen Nyeri: a. Sebagai data dasar dalam
berhubungan a. Klien memverbalisasikan a. Kaji lokasi, durasi, menentukan intervensi
dengan cedera penurunan nyeri intensitas, skala, frekuensi selanjutnya
fisik b. Tanda nonverbal klien nyeri dan tindakan yang b. Mencegah nyeri dan
menunjukkan kondisi dapat mengurangi atau ketidaknyamanan
yang rileks meningkatkan nyeri c. Mengontrol nyeri dengan
b. Pertahankan imobilisasi nonfarmakologi untuk skala
pada area yang terdampak nyeri ringan-sedang
Kontrol nyeri: c. Ajarkan teknik relaksasi d. Mengontrol nyeri yang
Klien dapat napas dalam, distraksi, berskala sedang-berat
mendemonstrasikan terapi musik
penggunaan teknik d. Kolaborasikan pemberian
analgesik
relaksasi untuk
mengurangi nyeri
Gangguan Fungsi Tulang: Pre-Operasi:
Pre-Operasi
mobilitas fisik a. Klien dapat menjaga - Untuk mengetahui keadaan
berhubungan fungsi tulang - Observasi tanda-tanda vital umum pasien
dengan b. Klien dapat - Untuk mengetahui
- Kaji kemampuan pasien dalam
kehilangan meningkatkan kekuatan kemampuan pasien dalam
mobilisasi
dan fungsi bagian yang melakukan aktivitas
integritas - Anjurkan gerak aktif pada
terdampak - Rentang gerak meningkatkan
struktur tulang, ekstremitas yang sehat
tonus atau kekuatan otot
penurunan - Pertahankan imobilisasi serta memperbaiki fungsi
kekuatan otot, Mobilitas: dengan arm sling jantung dan pernapasan
nyeri, restriksi Klien dapat - Anjurkan keluarga membantu - Mempertahankan imobilisasi
pergerakan mengembalikan mobilitas aktivitas pasien pada area fraktur
yang pada level yang paling - Kolaborasi dengan dokter - Agar segala kebutuhan
ditentukan dimungkinkan terapi fisik tentang pasien yang tidak dapat
rencana ambulasi sesuai dilakukan secara mandiri
dengan kebutuhan dapat tetap terpenuhi
- Untuk membantu mengatasi
Post-Operasi dan mempercepat proses
- Instruksikan klien latihan rom penyembuhan
aktif/pasif pada
ekstremitas yang terkena Post-Operasi:
dan tidak - Meningkatkan aliran darah ke
- Bantu dan dorong aktivitas otot dan tulang untuk
perawatan diri seperti meningkatkan tonus otot,
mandi, berpakaian, menjaga mobilitas sendi, dan
toileting, hygiene mencegah kontraktur, atrofi,
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dan resorpsi kalsium dari
dengan alat bantu jalan tidak digunakan
- Meningkatkan kekuatan otot
dan sirkulasi, meningkatkan
kontrol klien dalam situasi,
dan meningkatkan kesehatan
mandiri.
- Membantu pasien untuk
mobilisasi dan melatih
kekuatan otot pada
ekstremitas yang sehat.
Gangguan Integritas jaringan: kulit Surveilans kulit: Surveilans kulit:
integritas dan membran mukosa a. Kaji adanya luka, a. Memberikan informasi terkait
jaringan a. Klien dapat perdarahan, kemerahan, adanya masalah pada kulit yang
berhubungan memverbalisasikan memar berhubungan dengan fraktur
dengan faktor berkurangnya b. Berikan kasur yang dapat b. Mencegah adanya luka
ketidaknyamanan meminimalkan cedera kulit tambahan pada kulit
mekanik (luka
b. Klien dapat c. Reposisi secara berkala c. Mencegah adanya luka
terbuka)
mendemonstrasikan cara tambahan pada kulit
pencegahan kerusakan
kulit dan memfasilitasi Manajemen tekanan Manajemen tekanan:
penyembuhan a. Sediakan kasur yang dapat a. Mencegah perburukan sirkulasi
memperlancar sirkulasi tubuh

IX. Treatment/ Pengobatan dan Terapi/Medikasi


a. Pengobatan medis
Tujuan dari pengobatan pada fraktur antara lain: memposisikan tulang yang patah
pada tempatnya; menjaga keselarasan tubuh; mengembalikan fungsi tubuh yang
terluka; dan menghindari terjadinya komplikasi (White, Duncan, & Baumle, 2013).
Closed reduction adalah pengobatan fraktur tanpa intervensi pembedahan yang
meliputi:
- Cast
Fungsi cast adalah memfiksasi tulang yang patah agar tidak terjadi gangguan
selama penyembuhan tulang berlangsung, fungsi lain adalah sebagai pelindung
dan penyokong pada area yang terluka menghindari terjadinya deformitas dan
memperbaiki deformitas yang terjadi. Pasien yang terpasang cast akan dipantau
mengenai kondisi neurovaskuler. Bahan dasar yang digunakan untuk membuat
cast beragam, bahan dasar cast dengan fiberglass memiliki kelebihan seperti
beban yang ringan, dapat digunakan lebih lama, sirkulasi lebih baik dan mudah di
baca saat dilakukan x ray daripada cast berbahan dasar plester (White, Duncan, &
Baumle, 2013). Cast yang sudah kering biasanya tidak memiliki bau, terlihat
mengkilat, akan berbunyi saat diperkusi.
- Arm sling
Arm sling memiliki indikasi yang berbeda-beda menurut subtipe yang digunakan.
Tipe arm sling yang umum digunakan antara lain broad arm sling menggunakan
triangular bandage, high arm sling, dan polysling, serta tipe yang menggunakan
ikat pinggang (shoulder immobiliser).
a. Broad Arm Sling
Broad arm sling diindikasikan untuk pertolongan pra rumah sakit pada fraktur
lengan bawah tanpa disertai pergeseran tulang (contoh: fraktur caput radii
Mason type I), fraktur klavikula tanpa pergeseran, robekan ligament
acromioclavicular, dan cedera siku sederhana (Cydulka, et al., 2018).
o High Arm Sling
High arm sling dapat dipertimbangkan sebagai pertolongan pertama untuk
mengurangi pembengkakan pada lengan dan tangan pasca cedera atau disertai
perdarahan aktif. High arm sling juga dapat digunakan sebagai alternatif
terhadap stockinette sling untuk imobilisasi gerakan lengan atas, serta pada
pasien yang mengalami pseudoparalisis sekunder akibat fraktur klavikula.
o Polysling
Polysling merupakan pengembangan arm sling modern yang memiliki indikasi
serupa dengan broad arm sling. Polysling juga mungkin bermanfaat dalam
memperbaiki pola berjalan, daya tahan saat berjalan, dan penggunaan energi
ketika berjalan pada pasien hemiplegia pasca stroke (Jeong, Jeong, & Koo,
2017).
b. Collar and Cuff Sling
Collar and cuff sling dapat digunakan pada fraktur klavikula. Modifikasi dari
arm sling jenis ini dapat digunakan dengan mengelevasi tangan yang cedera
untuk mencegah edema (Cooper, Ford, & Sammut, 2012).
c. Shoulder Immobiliser
Indikasi shoulder immobiliser adalah pada pasien pasca reduksi dislokasi bahu
dan pada dislokasi sendi akromioklavikular.
d. Figure of 8 Sling
Figure of 8 sling juga dapat digunakan pada fraktur klavikula, tetapi uji klinis
dengan jumlah sampel yang kecil melaporkan tidak ada perbedaan bermakna
jika dibandingkan broad arm sling. Studi yang sama juga menunjukkan bahwa
penggunaan figure of 8 sling berkaitan dengan keluhan nyeri yang lebih berat
(Lenza, Taniguchi, & Ferretti, 2016).
- Traksi
Prinsip traksi adalah memberikan tekanan dengan tarikan pada dua arah yang
berbeda. Tekanan counter traksi disediakan oleh berat tubuh klien atau berat
lainnya seperti mengangkat kaki dari tempat tidur. Traksi digunakan untuk
mengurangi fraktur, mengimobilisasi ekstremitas, mengurangi kejang otot, dan
memperbaiki atau mencegah kelainan bentuk. Jenis traksi terbagi menjadi tiga
jenis; traksi tulang, kulit dan manual.

a. Traksi tulang membutuhkan intervensi bedah dengan memasang pin


(Steinmann) atau kabel (Kirschner) pada tulang. Traksi tulang sering
digunakan pada kasus fraktur femur, tibia dan tulang belakang yang bersifat
berkelanjutan. Head togs (seperti Gardner-wells tongs) dipasang pada
tengkorak untuk diberikan traksi yang mengimobilisasi tulang belakang.
Eksternal fiksator akan dipasang dilaur tubuh untuk menstabilkan tulang. Dua
atau lebih pin akan terpasang yang tersambung antara tulang dan fiksator. Pin
ini akan berada hingga 6 minggu atau sampai fraktur sembuh. Kontraindikasi
dari eksternal fiksator adalah pasien yang tidak kooperatif, kondisi fraktur yang
membutuhkan internal fiksasi, pasien dengan diabetes dan gangguan imun.

b. Traksi kulit merupakan penatalaksanaan dalam waktu yang lebih sebentar


daripada traksi tulang. Sama seperti fungsi dasar traksi, traksi kulit berfungsi
untuk mengistirahatkan bagian yang mengalami fraktur secara temporer

c. Rehabilitasi bertujuan untuk membantu pasien untuk kembali kepada fungsi


tubuh yang semula. Peran peran adalah mengedukasi pasien berdasarkan
arahan dari dokter orthopedi dan terapis. Perawat dapat mengedukasi mengenai
self-care berdasarkan kondisi, edukasi temuan abnormal serta edukasi cara
menggunakan alat bantu berjalan seperti walkers, crutches dan lainnya.

e. Penatalaksanaan bedah
Reduksi terbuka merupakan penatalaksanaan pada kasus fraktur yang membutuhkan
intervensi bedah. Reduksi terbuka ini akan memasang internal fiksasi ada tulang
seperti pin, baut, paku, piringan, kabel dan batang stainless. Kekurangan dari
penatalaksanaan ini adalah meningkatkan risiko infeksi pada tulang seperti gangguan
sirkulasi, cedera pada jaringan saraf, pembuluh darah dan tulang.

f. Farmakologi
Pasien dengan fraktur akan diberikan obat pereda nyeri. Spasme otot biasanya terjadi
pada pasien dengan fraktur. Pasien akan diresepkan obat yang mengurangi spasme
otot seperti cyclobenzaprine hydrochloride (Flexeril). Obat yang dapat diresepkan
pada pasien fraktur adalah pelunak feses agar pasien tidak mengalami konstipasi
akibat imobilisasi fisik

Daftar Pustaka
Black, J.M. & Hawks, J.H. (2014). Medical Surgical Nursing; Clinical management for positive outcomes.
(2009). Singapura: Elsevier Pte Ltd

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., & Dochterman, J. M. (2013). Nursing international classification (NIC) (6th ed).
St. Louis: Mosby, Elsevier Inc.

Cooper, L., Ford, K. E., & Sammut, D. (2012). A modification of the collar-and-cuff sling to elevate the
hand. Techniques in hand & upper extremity surgery, 105–106. Retrieved from
https://doi.org/10.1097/BTH.0b013e31824e9f43

Cydulka, R., Fitch, M., Joing, S., Wang, V., Cline, D., & Ma, J. (2018). Tintinalli’s Emergency Medicine
Manual, 8th ed. New York: McGraw-Hill.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Mur, A. C. (2010). Nursing care plans: guidelines for
individualizing client care across the life span (8th ed). Philadelphia: F. A. Davis Company.

Herdman, T.H., Kamitsuru, S. & Lopes, C. T. (2021). NANDA international nursing diagnoses: Definitions
& classification, 2021-2023, 12th ed. New York: Thieme Medical Publishers, Inc.

Jeong, Y. G., Jeong, Y. J., & Koo, J. W. (2017). The effect of an arm sling used for shoulder support on
gait efficiency in hemiplegic patients with stroke using walking aids. European journal of physical and
rehabilitation medicine, 410–415. Retrieved from https://doi.org/10.23736/S1973-9087.17.04425-2

Lenza, M., Taniguchi, L., & Ferretti, M. (2016). Figure-of-eight bandage versus arm sling for treating
middle-third clavicle fractures in adults: Study protocol for a randomised controlled trial. Trials.
doi:10.1186/s13063-016-1355-8
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (Eds.). (2013). Nursing outcome clasification (5 ed.).
USA: Elsevier.

Tortora, G. J., & Derrickson, B. (2014). Principles of Anatomy & Physiology 14th Edition. Hoboken:
Wiley.

Suriya, M. & Zuriati. (2019). Buku ajar: Asuhan keperawatan medikal bedah gangguan pada sistem
muskuloskeletal aplikasi NANDA NIC & NOC. Padang: Pustaka Galeri Mandiri.

Wahyuni, T. D. (2021). Asuhan keperawatan gangguan sistem muskuloskeletal. Pekalongan: Nasya Expanding
Management.

White, L., Duncan, G., & Baumle, W. (2013). Medical-surgical nursing (3rd ed.). New York: Delmar,
Cengage Learning.

Anda mungkin juga menyukai