Anda di halaman 1dari 46

0

LAPORAN PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN
FRAKTUR CRURIS DI RUANG SERUNI DI RSUD
dr. SOEBANDI KABUPATEN JEMBER

oleh:
Retno Puji Astuti, S. Kep.
NIM 122311101027

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Definisi
Berikut adalah pengertian fraktur menurut beberapa ahli:
a. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik (Price & Wilson, 2006).
b. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis
dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang di kenai stress yang lebih besar
dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer & Bare, 2002).
c. Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula
yang biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau
persendian pergelangan kaki (Muttaqin, 2008).
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur
cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan
luasnya, yang di sebabkan oleh trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada
tulang tibia dan fibula.
Berikut adalah anatomi dan fisiologi tulang:
a. Anatomi Tulang
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi
bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang
mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan
panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi
tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakan
kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Price dan Wilson, 2006).
Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia:

Gambar 1: Anatomi Tulang


Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri atas
206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf dan
darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama
garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku., tetapi
sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan
elastis (Price dan Wilson, 2006). Tulang ekstrimitas bawah atau anggota
gerak bawah dikaitkan pada batang tubuh dengan perantara gelang
panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa, tulang femur,
tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan
Wilson, 2006).
1. Tulang Koksa (Tulang pangkal paha)
OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap sisi
dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk
sebagian besar tulang pelvis.

2. Tulang femur (tulang paha)


OS femur merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang
kerangka

pada

bagian

pangkal

yang

berhubungan

dengan

asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris,


disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang
disebut trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang
disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini
terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut (patella)
yang di sebut dengan fosa kondilus.
3. Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
OS tibialis dan fibularis merupakan tulang pipa yang terbesar
sesudah tulang paha yang membentuk persendian lutut dengan OS
femur, pada bagian ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS
maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil
dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula pada bagian ujung
membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat taju
yang disebut OS maleolus medialis.
Tulang tibia terdiri dari tiga bagian meliputi epyhysis prosimalis,
daphysis dan epiphyysis. Epiphysis terdiri dari dua bulatan yaitu
condilus medialis dan condilus lateralis. Pada daerah permukaan
proksimalis terdiri dari permukaan sendi untuk bersendi dengan
tulang femur disebut dengan facies articularis superior yang
ditengahnya terdapat peninggian yang disebut dengan eminentia
intercondyloidea. Di ujung proksimal terdapat dataran sendi dengan
tulang fibula. Diaphysis memiliki tiga tepi antara lain anterior,
margo medialis, dan crista interosea disebelah lateral. Terdapat tiga
dataran meliputi facies medialis, facies posterior, dan facies lateralis.
Margo anteror dibagian proksimal menonjol disebut tuberositas
tibia. Pada epiphysis distalis pada bagian distal terdapat tonjolan
disebut

malleous medialis, yang memiliki dataraan sendi

menghadapa lateral untuk bersendi denga talus disebut facies


malleous lateralis.
Tulang fibula terletak disebelah lateral tibia empunyai tiga bagian
yaitu epiphysis proksimalis, diaphysis dan epiphysis distal. Epihysis
proksimal membulat seperti capitulum fibula yang kearah proksimal
meruncing menjadi apex kapitula fibula. Kapitula fibula mempunyai
dataran sendi yaaitu facies artycularis capituli fibula untuk bersendi
dengan tualng fibia. Diaphysis mempunyai empat cristayaitu krista
lateralis, krita medialis, krista anterior, krista anterior, krista
iterosea, dan tiga dataran facies medialis, facies lateralis, facies
posterior.epiphysis distalis kebelakang agak membulat dan sedikit
keluar disebbut malleous lateralis. Disebelah dalam terdapat dataran
sendi yang disebut facies artycularis malleolus laterallis. Disebelah
luar terdapat suatu sulcus disebut sulcus tendo musculi tendon
perineum dan dilalui tendo otot poreneus longus dan poroneus
brevis
Agar lebih jelas berikut gambar anatomi os tibia dan fibula.

Gambar 2 : Anatomi tulang tibia dan fibula

Gambar 3. Tulang tibia dan fibula dari depan

Keterangan:
1

= tulang fibula

= tulang tibia

4
5 Gambar 4. Tulang tibia dan fibula dari belakang
6 Keterangan Tulang Tibia:
1

= Facies articularis superior condylus lateralis

= Facies articularis superior condylus medialis

= Condylus medialis

= Margo intercosseus

= Linea musculi solei

= Margo medialis

= Foramen Nutricium

= Suleus malleolaris

= Facies interosseus

10 = Malleolus medialis

11
12
1

Keterangan tulang tibia:


= Apex caoitalis

= Margo posterior

fibulae

= Malleolus lateralis

= Caput fibulae

= Facies artcilaris

= Facies posterior

= Crista medialis

malleoli

4. Regio cruris kompartemen dibagi menjadi 4 bagian yaitu:


a. Kompartemen anterior

merupakan kondisi di mana

pembengkakan dalam kompartemen anterior tungkai bawah


membahayakan kelangsungan hidup otot, saraf dan arteri

yang melayani kaki.

5.
b. Kompartemen lateral : otot peroneus longus dan brevis,
nervus peroneal superfisial.

6.
c. Kompartemen posterior superfisial : otot gastrocnemius dan
soleus, nervus sural.
d. Kompartemen posterior profunda : otot tibialis posterior dan
flexor ibu jari kaki, nervus tibia.

7.
8. Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)
9. OS tarsalia dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi
pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5
yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum kuboideum,
kunaiformi.
10. Meta tarsalia (tulang telapak kaki)
11.

Meta tarsalia terdiri dari tulang- tulang pendek yang

banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus


dan falangus dengan perantara sendi.
12. Falangus (ruas jari kaki)
13.

Falangus merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang

masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas,


pada metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil
bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).
b. Fisiologi Tulang
14. Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan
peran dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon,
ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan
struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang adalah suatu jaringan
dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara lain : osteoblast, osteosit
dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk
kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan

osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah
besar

fosfatase

alkali,

yang

memegang

peran

penting

dalam

mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang, sebagian


fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik
tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau
pada kasus metastasis kanker ke tulang.
15. Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak
sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang
padat. Osteklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas dan
osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzimenzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam aliran darah.
16. Hormon

yang

mempengaruhi

pertumbuhan

tulang

disekresikan oleh kelenjar hipofisis, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid,


indung telur dan testis. Kelenjar hipofisis, mensekresikan hormon
pertumbuhan (GH) yang disebut juga somatotropin yang menstimulasi
aktivitas di lempeng epifisis. Somatotropin memainkan peranan yang
penting

dalam

tubuh

dengan

merangsang

pertumbuhan

otot,

mempertahankan tingkat normal sintesis protein dalam semua sel tubuh,


serta membantu dalam pelepasan lemak sebagai sumber untuk hormon
lain yang berperanan dalam mempertahankan kekuatan matriks tulang.
Ini adalah untuk mengkontrol tingkat kalsium darah. Selain itu, kalsium
juga diperlukan untuk sejumlah proses metabolisme lain selain daripada
pembentukan tulang seperti pembentukan bekuan darah, konduksi
impuls saraf, dan kontraksi sel otot. Bila kuantiti kalsium dalam darah
adalah rendah, kelenjar paratiroid berespon dengan mensekresikan
hormon paratiroid (PTH). Hormon ini merangsang osteoklas untuk

memecah jaringan tulang, dan garam kalsium yang dilepaskan ke dalam


darah. Di sisi lain, jika tingkat kalsium darah terlalu tinggi, kelenjar
tiroid merespon dengan mensekresi hormon yang disebut calcitonin.
Efeknya adalah antagonis dengan hormon paratiroid, yaitu menghambat
aktivitas osteoclast dengan menstimulasi osteoblast untuk membentuk
jaringan tulang. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson
(2006) antara lain:
17.
18.
1) Sebagai kerangka tubuh
19.

Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi

bentuk tubuh.
2) Proteksi
20.

Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting,

misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan


paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk
oleh tulang- tulang kostae (iga).
3) Ambulasi dan mobilisasi
21.

Adanya

tulang

dan

otot

memungkinkan

terjadinya

pergerakan tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu


system pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat
pada tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang
digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat padanya.
4) Deposit mineral
22.

Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,

dan elemen-

elemen lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor


tubuh.
5) Hemopoesis
23.

Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk

menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit dalam
sumsum merah tulang tertentu.

10

24.Berikut adalah sistem otot yang digunakan pada os tibia dan fibula:
a. Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian belakang
1) m.gastrocnemius (caput mediale dan caput lateral) untuk plantar
fleksi kaki dan fleksi sendi lutut.
2) m.soleus untuk plantar fleksi kaki pada sendi pergelangan kaki.
3) m.tibialis posterior untuk plantar fleksi kaki pada sendi pergelangan
kaki dan inversi kaki.
4) m.plantaris untuk plantar fleksi sendi pergelangan kaki dan fleksi
sendi lutut.
25.
b. Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian lateral
1) m.peroneus longus untuk plantar fleksi kaki dan eversi kaki.
2) m.peroneus brevis untuk plantar fleksi dan eversi kaki.
c. Otot-otot penggerak tungkai bawah bagian depan
1) m.extensor digitorum longus untuk distensi jari kaki.
2) m.tibialis anterior untuk ekstensi kaki pada semi pergelangan kaki
dan inverse.
d. Otot-otot penggerak sendi lutut
1) Otot penggerak fleksi lutut antara lain musculus biceps femoris ,
musculus semi tendi nosus, semi membranosus.
2) Otot penggerak ekstensi lutut antara lain musculus vastus lateralis,
vastus intermedius, musculus vastus medialis, musculus rectus
femoris.
3) Otot penggerak eksorotasi lutut antara lain musculus biceps femoris,
musculus extensor fascialata, musculus gastrocnemius caput
medialis.
4) Otot

penggerak

endorotasi

lutut

antara

lain

musculus

semitendinosus, musculus semimembranosus, musculus gracilis,


musculus popliteus, musculus gastrocnemius caput lateral.
e. Otot-otot penggerak sendi ankle

11

1) Otot

penggerak

plantar

fleksi

antara

lain

musculus

Gastrocnemius, musculus Soleus, musculus Plantaris, musculus


Fleksor hallucis longus, musculus Tibialis posterior, musculus
peroneus longus, musculus peroneus brevis.
2) Otot penggerak dorsi fleksi antara lain musculus Tibialis anterior,
musculus extensor digitorum longus, musculus peroneus tertius,
musculus extensor hallucis longus.
3) Otot penggerak inversi antara lain musculus Tibialis anterior,
musculus Tibialis posterior, musculus fleksor hallucis brevis.
4) Otot penggerak eversi antara lain musculus peroneus longus,
musculus peroneus brevis.

3
2

4
7
8
5

26.
27.
28.

Gambar 5. Otot tungkai bawah kanan tampak depan

Keterangan gambar:

= m. Fibularis (peroneus)

3
4
5

2
longus
= m. Tibialis anterior
= m. Gastrocnemius
= m. Soleus

6
7
8

= m. Extensor hallucis brevis


= m. Fibularis brevis
= m. Extensor digitorum
9
longus
10 = m. Extensor hallucis longu

11 Berikut adalah sistem persarafan pada tungkai atas berasal dari


plexus sacralis mensyarafi otot-otot pada sekitar tungkai atas:
a. Nervus femoralis
12 Nervus femoralis merupakan cabang plexus lumbalis. Nervus ini
bersisi dari tiga bagian plexus anterior yang berasal dari n. Lumbalis
(L2, 3 dan L4). Nervus tersebut muncul dari tepi lateral musculus Psoas
di dalam abdomen dan berjalan kebawah diantara m. Psoas dan M

12

Iliacus.Terletak dibelakang fascia iliaca dan memasuki paha lateral


terhadap arteri femoralis dan selubung femoral dibelakang ligamen
inguinale dan berakhir dibawah ligamen inguinale dan pecah menjadi
divisi anterior dan posterior. Nervus femoralis mensyarafi semua otot
ruas anteroir paha.
b. Nervus obturatorius
13 Nervus obturatorius berasal dari plexus lumbal (L2, 3 dan 4) dan
muncul pada tepian m. Psoas didalam abdomen ia berjalan kebawah dan
kedepan pada dinding lateral pelvis untuk mencapai bagian atas
foramen obturatorium , hal ini pecah menjadi devisi anterior dan
posterior. Devisi anterior memberi cabang-cvabang muscular pada m.
Brachialis, m. Adductor brevis dan adductor longus. Sedang devisi
posterior mensarafi articularis genus dan memberi cabang-cabang
muscular kepada m. Obturatorius externus, adductor magnus
c. Nervus gluteal superior dan inferior
14 Nervus gluteal superior dan inferior, cabang plexus sacralis
meninggalkan elvis melalui bagian atas dan bawah foramen ischiadicus
majus diatas musculus piriformis. Dan bagian bawah

foramen

isciadicus mensarafi tensorfacialata, m. Gluteus minimus serta gluteus


meximus.
d. Nervus ischiadadicus
15 Nervus ischiadicus merupakan cabang plexus sacralis (L4, 5 dan
S1, 2, 3) meningggalkan regio glutealis menuju kebawah sepanjang
caput longum m.Biceps femoris. Setelah sampai pertengahan paha pada
bagian

posterior

ditutupi

oleh

tepian

m.Biceps

femoris

dan

m.Semimembranosus yang berdekatan. Nervus ini terletak pada apex


posterior m. Adductor magnus pada sepertiga pada bagian paha bawah
kemudian berahkir dan pecah menjadi n. Tibialis dan n. Peroneus
communis. Nervus ischiadicus pecah menjadi terminal pada bidang
lebih tinggi pada bagian atas paha, regio gluteal dan didalam pelvis.

13

16

Gambar 6. Nerve peroenus communis (L4,5 dan S1,2)

17 Keterangan:
18 1. Sciatic nerve
7. M. Peroneus longus
19 2. Comon peroneal nerve
8. M. extensor hallucis longus
20 3. Deep peroneal nerve
9. M. peroneus brevis
21 4. M. tibialis anterior
10. M. peroneus tertius
22 5. Supervicial peroneal nerve11. M. extensor digitorium brevis
23 6. M. extensor digitorium longus
12. Sural nerve

25
26
27
28
29
30
31
32
33
34

24 Gambar 7. Nerve tibialis (L4,5 dan S1,3)


Keterangan:
1. Sciatic nerve
9. M. flexor hallucis nerve
2. Comon peroneal nerve
10. Comon peroneal nerv
3. M. gastrocnemius
11. Medial sural cutaneous nerve
4. M. Popliteus
12. Lateral sural cutaneous nerve
5. M. Plantaris
13. Sural nerve
6. M. soleus
14 Medial plantar nerve
7. M. tibialis posterior
15. Lateral plantar nerve
8. M. gigitorium longus

14

2. Epidemiologi
35 Fraktur diafisis tibia dan fibula bervariasi menurut umur penderita
dan jenis trauma yang terjadi. Pada bayi dan anakanak yang muda, fraktur
bersifat spiral pada tibia dengan fibula yang intak. Pada umur 3-6
tahun,biasanya terjadi stres torsional pada tibia bagian medial yang
akanmenimbulkan fraktur green stick pada metafisis atau diafisis
proksimaldengan fibula yang intak. Pada umur 5-10 tahun, frkatur biasanya
bersifattransversal dengan atau tanpa fraktur fibula. Fraktur tibia dan fibula
dapat bersifat tertutup atau terbuka.
3. Etiologi
36 Etiologi dari fraktur menurut Price dan Wilson (2006) ada 3 yaitu
sebagai berikut:
a. Cidera atau benturan
37 Kekuatan langsung mengenai tulang maka dapat teradi patah pada
tempat yang terkena, akan mengakibatkan kerusakan pada jaringan
lunak disekitarnya. Jika kekuatan tidak langsung mengenai tulang maka
terjadi fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena dan
kerusakan jaringan lunak ditempat yang terkena dan kerusakan jaringan
lunak ditempat fraktur mungkin tidak ada. Fraktur karena trauma ada 2
yaitu:
1. Trauma langsung adalah benturan pada tulang yang berakibat
ditempat tersebut.
2. Trauma tidak langsung adalah titik tumpu benturan dengan
terjadinya fraktur yang berjauhan.
b. Fraktur patologik
38 Fraktur patologik terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah
menjadi lemah oleh karena tumor, kanker dan osteoporosis. Penyebab
dari fraktur cruris dapat disebabkan oleh adanya trauma akibat benturan
keras pada tungkai bawah. Benturan tersebut terjadi akibat kecelakan.
Selain itu, fraktur cruris juga disebabkan oleh penekukan atau penarikan
tendon dan ligament yang dapat berakibat terpisahnya tulang.
c. Fraktur beban
39 Fraktur baban atau fraktur kelelahan terjadi pada orang- orang
yang baru saja menambah tingkat aktivitas mereka, seperti baru di terima
dalam angkatan bersenjata atau orang- orang yang baru mulai latihan lari.

15

d. Spontan
40 Terjadi tarikan otot yang sangat kuat seperti olah raga.
41
42
43
4. Klasifikasi
a. Menurut Mansjoer (2002) ada tidaknya hubungan antara patahan tulang
dengan dunia luar di bagi menjadi 2 sebagai berikut:
1. Fraktur tertutup (closed)
44
Fraktur tertutup adalah fraktur yang bila tidak terdapat
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan
fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada
fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
b) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
c) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
d) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2. Fraktur terbuka (open/ compound fraktur)
45
Fraktur terbuka adalah fraktur yang bila tulang yang patah
menembus otot dan kulit yang memungkinkan / potensial untuk
terjadi infeksi dimana kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka
sampai ke tulang yang patah. Derajat patah tulang terbuka dibagi
menjadi 3, yaitu:
a) Derajat I apabila laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi
fragmen minimal.
b) Derajata II apabila laserasi > 2 cm, kontusio otot dan sekitarnya,
dislokasi fragmen jelas.
c) Derajat III apabila luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan
sekitar.
1) Derajat IIIA: patah tulang terbuka dengan jaringan luas,
tetapi masih bisa menutupi patahan tulang saat dilakukan
perbaikan.

16

2) Derajat IIIB: patah tulang terbuka dengan kerusakan jaringan


lunak hebat atau hilang (soft tissue loes) sehingga tampak
tulang (bone-exposs).
3) Derajat IIIC: patah tulang terbuka dengan kerusakan
pembuluh darah dan atau saraf yang hebat.
b. Menurut Mansjoer (2002) derajat kerusakan tulang dibagi menjadi 2
yaitu:
1. Patah tulang lengkap (Complete fraktur)
46
Patah tulang lengkap apabila patahan tulang terpisah satu
dengan yang lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan
menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat.
2. Patah tulang tidak lengkap (Incomplete fraktur)
47
Patah tulang tidak lengkap apabila antara oatahan tulang
masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya
biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick. Menurut
Price dan Wilson ( 2005) kekuatan dan sudut dari tenaga
fisik,keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak
lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah,
sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh
ketebalan tulang.
c. Menurut Mansjoer (2002) bentuk garis patah dan hubungannya dengan
mekanisme trauma ada 5 yaitu:
1. Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi
juga.
3. Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di
sebabkan oleh trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang kea rah permukaan lain.
5. Fraktur Afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.
d. Menurut Smeltzer dan Bare (2001) jumlah garis patahan ada 3 yaitu:

17

1. Fraktur Komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2. Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
3. Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
48
5. Patofisiologi/ Patologi
49 Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar. Sedangkan fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar oleh karena perlukaan di kulit (Smelter dan Bare,
2002). Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah ke dalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast berakumulasi
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru umatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan
serabut syaraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani
dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan
kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan
berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun
jaringan otot. Komplikasi ini di namakan sindrom compartment (Brunner
dan Suddarth, 2002).
50 Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan
ketidak seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur
tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti
tendon, otot, ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001).
Pasien yang harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita
komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena penekanan, hilangnya

18

kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di
imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri
(Carpenito, 2007).
51 Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen
tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri
merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak
mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan
selama tindakan operasi (Price dan Wilson, 2006).
52
6. Manifestasi Klinis
53 Manifestasi klinis fraktur menurut Smelzter & Bare (2002) adalah
sebagai berikut:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen
tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran fraktur
menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui dengan
membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
d. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan yang lainya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
54
7. Pemeriksaan Penunjang

19

55 Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengatahui


keadaan tulang cruris yang mengalami fraktur yaitu:
a. Laboratorium
56 Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan untuk mengetahui kadar
Hb dan hematokrit, kerana perdarahan yang terjadi akibat fraktur akan
menyebabkan kadar Hb dan hematokrit dalam tubuh menjadi rendah.
Selain itu, Laju Endap Darah (LED) akan meningkat apabila kerusakan
yang terjadi pada jaringan lunak sangat luas. Selain itu pemeriksaan
golongan darah juga penting untuk dilakukan apabila tindakan operasi
dilakukan, dan pemeriksaan kadar kratinin juga harus dilakukan, karena
trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal.
b. X-ray
57 Pemeriksaan Xray merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk
melihat gambaran fraktur, deformitas (pergeseran fragmen pada fraktur)
dan metalikment. Pemeriksaan Xray merupakan salah satu metode
dengan menggunakan prosedur non invasif. Gambar diambil pada dua
proyeksi, yaitu PA (posteroanterior) atau AP (anteroposterior) dan lateral
(LAT). Keuntungan pemeriksaan Xray yaitu tidak ada residu radiasi di
dalam tubuh, tidak ada efek samping, dan cepat, dapat digunakan pada
situasi darurat.
c. CT-scan
58 CT-scan merupakan alat yang bekerja dengan cara memproduksi
gambaran organ tubuh dengan menggunakan gelombang suara yang
terkan pada komputer(Bastiansyah, 2008). CT-scan dapat menghasilkan
gambaran dari organ tubuh termasuk keadaan tulang. Secara umum
pemeriksaan CT-scan dapat memberikan gambaran secara rinci mengenai
struktur tulang, jaringan dan cairah tubuh. Pada fraktur cruris CT-scan
dapat digunakan untuk mendeteksi struktur fraktur yang terjadi secara
kompleks.
d. MRI (Magnetic Resonanci Imaging)
59 MRI merupakan alat diagnostik yang dapat menghasilkan
potongan organ tubuh menusia dengan menggunakan medan magnet
tanpa menggunakan sinar-X. MRI pada kejadian fraktur cruris dapat

20

digunakan untuk menegakkan diagonsis apabila terjadi robekan pada


ligamen akibat kejadian fraktur tersebut.
e. Rontgen
60 Pemeriksaan rontgen merupakan salah satu prosedur yang efektif
bila digunakan untuk mendeteksi terjadinya fraktur. Rontgen digunakan
untuk memotret tubuh bagian dalam, sehingga organ yang ada dalam
tubuh dapat terlihat dengan jelas, terutama pada bagian tulang yang
mengalami fraktur. Foto rontgen menggunakan media sinar X sebagai
hasil untuk mengetahui seberapa tingkat keparahan pada fraktur yang
terjadi.
61
62
63
64
65
66
8. Penatalaksanaan Non Farmakologi
a. Rehabitity exercise
1. Breathing exercise
67
Posisi pasien tidur terlentang, dan pasien diminta
menghirup nafas lewat hidung dan menghembuskan lewat mulut
dengan 5 kali hitungan.

68
69

Gambar 1. Latihan pernafasan


70

2. Static contraction otot knee


71
Static contraction

merupakan

kontraksi

otot

tanpa

perubahan panjang otot atau tanpa gerakan sendi yang nyata. Tujuan
static contraction adalah untuk meningkatkan rileksasi otot dan
sirkulasi darah serta menurunkan nyeri setelah fraktur dalam proses
penyembuhan. Pada kasus ini static contraction ditujukan untuk otot

21

quadriceps. Latihan static contraction dilakukan pada hari pertama


dan kedua pasca operasi. Posisi pasien tidur terlentang, posisi terapis
berada di samping pasien. Terapis meletakkan tangannya di bawah
lutut pasien, kemudian pasien diminta menekan tangan terapis ke
tempat tidur. Latihan ini dilakukan dengan penahanan 6-10 detik,
fase istirahat 3-5 detik, kekuatan kontraksi min 40% dari kekutan
kontraksi maksimal dengan 12 kali pengulangan, dilakukan 3-5 kali
per hari.

72
73

Gambar 2. Statik kontraksi pada knee

74
75
3. Relaxed passive exercise
76
Passive exercise merupakan gerak yang dihasilkan oleh
kekuatan dari luar tanpa disertai kontraksi otot. Kekuatan dari luar
tersebut berupa gravitasi, mekanik, orang lain atau bagian lain dari
tubuh pasien itu sendiri. Passive exercise dapat menjaga elastisitas
otot sehingga dapat memelihara luas gerak sendi. Passive exercise
dilakukan pada hari pertama sampai dengan hari keenam pasca
operasi. Pada hari pertama sampai hari ketiga latihan dilakukan
dengan posisi pasien tidur terlentang, terapis berada di samping
pasien. Terapis memfiksasi fragmen bagian distal dan satu tangan
menyangga tungkai bawah. Terapis menggerakkan ke arah fleksi dan
ekstensi. Untuk hari keempat sampai keenam latihan dilakukan
dengan posisi tengkurap. Gerakan ini dilakukan 5-10 kali

22

78

77 .
Gambar 3. Relaxed passive exercise ke arah dorsi-plantar fleksi
79
80

4. Assissted active exercise


81
Assisted active exercise yaitu suatu gerakan aktif dengan
bantuan

kekuatan

dari

luar,

sedangkan

pasien

tetap

mengkontraksikan ototnya secara sadar. Bantuan dari luar dapat


berupa tangan terapis, papan, maupun suspension. Latihan ini
dilakukan pada hari pertama sampai dengan hari ketiga pasca
operasi. Pada hari pertama posisi pasien tidur terlentang, terapis
berada di samping pasien pada sisi yang sakit. Terapis memfiksasi
fragmen bagian distal dan menyangga tungkai bawah. Pasien
diminta menekuk dan meluruskan lututnya sesuai kemampuan. Pada
hari kedua dan ketiga pasca operasi latihan ini dilakukan dengan
posisi berbeda yaitu dengan duduk ongkang-ongkang, satu tangan
terapis memberi fiksasi di atas lutut dan satu tangan yang lain
menyangga tungkai bawah kemudian pasien diminta bergerak
menekuk dan meluruskan lututnya. Gerakan ini dilakukan 5-10 kali
pengulangan

83

82
Gambar 4. Gerakan assisted active untuk sendi lutut fleksi-ekstensi

23

84
5. Free active exercise
85
Free active exercise yaitu suatu gerakan aktif yang
dilakukan oleh adanya kekuatan otot dan anggota tubuh itu sendiri
tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh kontraksi dengan
melawan pengaruh gravitasi (Basmajian, 1978). Latihan ini
dilakukan pada hari ketiga sampai hari keenam. Posisi pasien yaitu
duduk ongkang-ongkang. Terapis berada di samping pasien dan
memberi fiksasi pada tungkai atas sedekat mungkin dengan lutut
kemudian pasien diminta untuk menekuk lutut (fleksi) dan
meluruskan lutut (ekstensi) dilakukan 8 kali.

86
87

Gambar 5. Free Active Movement pada sendi lutut

88
6. Hold relax
89
Posisi pasien duduk long sitting atau tidur terlentang tangan
kiri terapis memfiksasi atas ankle lalu tangan kanan terapis berada
dibawah tumit kaki pasien dengan lengan bawah berada di telapak
kaki pasien sebagai tahanan. Setelah siap pasien melakukan gerakan
ke arah dorsi fleksi hingga batas nyeri, setelah itu pasien diminta
untuk melawan tahanan ke arah plantar fleksi lalu terapis memberi
aba-aba pertahankan disini. Setelah itu rileks dan terapis berusaha
menambah gerakan ke arah dorsi fleksi. Latihan ini dapat
mengurangi nyeri dan meningkatkan luas gerak sendi lutut. Latihan
ini dilakukan pada hari keempat sampai hari keenam pasca operasi.
Gerakan ini dilakukan 12 kali pengulangan.
90

24

91
92

Gambar 6. Hold Relax


93

7. Ressisted active exercise


94
Resisted active exercise yaitu gerak aktif dengan tahanan
dari luar terhadap gerakan yang dilakukan oleh pasien. Tahanan
dapat berasal dari terapis, pegas maupun dari pasien itu sendiri.
Salah satu cara untuk meningkatkan kekuatan otot adalah dengan
meningkatkan tahanan secara bertahap. Latihan ini dilakukan pada
hari keempat sampai hari keenam. Posisi pasien duduk ongkangongkang. Terapis berada di samping pasien, satu tangan memfiksasi
tungkai atas bagian distal sedekat mungkin dengan lutut dan satu
tangan memberi tahanan pada tungkai bawah. Pasien diminta
meluruskan lututnya kemudian terapis memberi tahanan ke arah
fleksi, selanjutnya pasien diminta untuk menekuk lututnya kemudian
terapis memberi tahanan ke arah ekstensi. Gerakan ini dilakukan 510 kali pengulangan

95
96

Gambar 7. Resisted active exercise pada sendi lutut


97

25

8. Latihan duduk
a. Latihan duduk Long Sitting
98
Posisi awal pasien tidur terlentang satu tangan terapis
diletakkan di punggung pasien. Untuk menahan agar tidak jatuh,
pasien diminta bangun dengan kedua siku sebagai tumpuan,
kemudian kedua telapak tangan pasien menumpu setelah badan
condong ke belakang/posisi long sitting, kedua tangan menumpu
ke belakang badan.
99

100
101 Gambar 8. Duduk long sitting
b. Latihan duduk ongkang-ongkang
102 Posisi awal pasien duduk half lying dengan long sitting,
terapis berdiri disamping pasien, tungkai kanan yang sehat
disuruh menekuk. Kedua tangan sebagai tumpuan dan terapis
menyangga tungakai yang cidera. Dan pelan-pelan pasien disuruh
menggeser pantatnya, terapis membawa tungkai kedua tungkai
kesamping bed sampai kedua lutut di tepi bed kedua tangan
pasien menumpu untuk menyangga tubuh, kemudian kedua
tungkai dalam keadaan menggantung.

26

103
104 Gambar 9. Duduk ongkang-ongkang
105
9. Latihan jalan
106
Latihan jalan dapat dimulai pada hari ketiga pasca operasi.
Latihan jalan dengan menggunakan kruk atau walker dapat
memperbaiki aktifitas fungsional jalan. Sebelum latihan jalan
penderita diberikan latihan transfer secara bertahap mulai dari posisi
tidur terlentang ke posisi duduk, duduk ke berdiri. Pada saat duduk
dan berdiri diberikan latihan keseimbangan yaitu dengan memberi
dorongan ke depan, belakang, samping kanan dan kiri. Latihan jalan
bisa dimulai dari tingkat yang paling aman yaitu dengan walker yang
mempunyai stabilitas lebih tinggi daripada kruk. Apabila dengan
walker kemampuan jalan penderita mulai meningkat kemudian dapat
diganti dengan kruk. Latihan jalan dilakukan tanpa menumpu berat
badan (non weight bearing) yaitu kaki yang sehat menumpu sedang
kaki yang sakit tidak menumpu dan dengan metode swing yang
terdiri dari swing to dan swing trough. Swing to yaitu kedua kruk
maju kemudian diikuti kedua kaki diayunkan ke depan dengan posisi
kaki saat menumpu sejajar dengan kedua kruk. Swing trough yaitu
kedua kruk maju kemudian diikuti kedua kaki diayunkan ke depan
dengan posisi kaki saat menumpu melewati kruk. Latihan jalan
pertama kali diberikan dengan jarak yang dekat seperti di sekitar
tempat tidur baru kemudian ditambah dengan jarak yang lebih jauh

27

bertahap dari hari ke hari. Pasien diminta untuk tetap berjalan seperti
yang diajarkan terapis yaitu tanpa menumpu berat badan sampai
menunggu jadwal kontrol ke dokter dimana hasil dari kontrol
tersebut menjadi pertimbangan apakah pasien diperbolehkan partial
weight bearing (setengah menumpu berat badan) atau weight
bearing sekaligus.
107

108
109 Gambar 10. Latihan jalan
110
b. Edukasi
111 Edukasi adalah anjuran tentang apa yang seharusnya dilakukan
oleh pasien selama berada di bangsal ataupun setelah pasien pulang ke
rumah. Edukasi yang diberikan berupa home program antara lain:
1. memberikan motivasi agar pasien terus berlatih;
2. untuk mengurangi oedem pasien disuruh menyangga tungkai yang
sakit dengan bantal dan diletakkan lebih tinggi dari posisi jantung;
3. menganjurkan pada pasien untuk melakukan gerakan dorsi fleksiplantar fleksi maupun inversi-eversi, fleksi-ekstensi lutut secara aktif
yang

sebelumnya

diberikan

contoh

oleh

fisioterapi;

dan

menganjurkan pada pasien agar tidak menapakkan kaki yang sakit ke


lantai.
112
9. Penatalaksanaan Farmakologi
113
Menurut Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus
dipertimbangkan pada waktu menangani fraktur yaitu : rekognisi, reduksi,
retensi, dan rehabilitasi.

28

a. Rekognisi (Pengenalan)
114 Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk
menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat
fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk
yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
b. Reduksi (Manipulasi/ Reposisi)
115 Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak
asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan
sesegera

mungkin

untuk

mencegah

jaringan

lunak

kehilangan

elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada


kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera
sudah mulai mengalami penyembuhan (Mansjoer, 2002).
c. Retensi (Immobilisasi)
116 Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen
tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran
yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan
fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator
eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi intrerna yang
brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi
eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan
fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus
menembus tulang pada bagian proksimal dan distal dari tempat fraktur
dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan
eksternal bars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk
fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur,
humerus dan pelvis (Mansjoer, 2000).

29

117
118 Gambar 3. Pemasangan OREF pada tibia dan fibula
119 Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang
diletakkan pada bagian proksimal dan distal terhadap daerah atau zona
trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan
rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk
menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary
treatment untuk trauma muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment
berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi pada tulang dan jaringan
lunak (Muttaqin, 2008).
d. Rehabilitasi
120 Rehabilitasi dilakukan untuk aktifitas fungsional semaksimal
mungkin dalam menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan
mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk
mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi (Mansjoer,
2000).
121

Tahap penyembuhan tulang dibagi menjadi 5 proses yaitu

sebagai berikut:
a. Tahap pembentukan hematom
122 Dalam 24 jam pertama mulai terbentuk bekuan darah dan fibrin
yang masuk ke area fraktur. Suplai darah meningkat dan terbentuk
hematom yang berkembang menjadi jaringan granulasi sampai hari
kelima.
b. Tahap proliferasi
123 Dalam waktu sekitar 5 hari, hematom akan mengalami organisasi.
Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendalan dara, membentuk

30

jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblast dan osteoblast yang


akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen
pada patahan tulang, lalu akan terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang
rawan.
c. Tahap pembentukan kalus
124 Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubung. Fragmen patahan
tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang
serat imatur. Butuh 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam
tulang rawan atau jaringan fibrus.
d. Osifikasi
125 Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam 2-3
minggu patah tulan melalui proses penulangan ndokondrial. Mineral
terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu. Proses ini
memerlukan waktu 3-4 bulan.
e. Konsolidasi (6-8 bulan) dan Remodelling (6-12 bulan)
126 Tahap akhir dari perbaikan patah tulang adalah dengan aktifitas
osteoblas dan osteoclas. Kalus mengalami pembentukan tulang sesuai
aslinya.
127
10. Komplikasi
128
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price
(2005) antara lain sebagai berikut:
a. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
1) Syok
129
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan
(banyak kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan
yang bias menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan
cairan ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur
ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
2) Sindrom emboli lemak
130
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk
kedalam pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih
tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di

31

lepaskan oleh reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak


dan memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
3) Sindroma kompartement
131
Sindroma kompartement merupakan masalah yang terjadi
saat perfusi jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk
kehidupan jaringan. Ini bisa disebabkan karena penurunan ukuran
kompartement otot karena fasia yang membungkus otot terlalu
ketat, penggunaan gibs atau balutan yang menjerat ataupun
peningkatan isi kompatement otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagai masalah (misalnya : iskemi,dan
cidera remuk).
4) Kerusakan arteri
132
Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak
ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
5) Infeksi
133
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit
(superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus
fraktur terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
6) Avaskuler nekrosis
134
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke
tulang

rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis

tulang dan di awali dengan adanya Volkmans Ischemia (Smeltzer


dan Bare, 2001).
b. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain:
malunion, delayed union, dan non union.
1) Malunion
135
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah
telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion
merupaka penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya

32

tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion


dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
2) Delayed union
136
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus
berjalan dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
Delayed union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
3) Non union
137
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9
bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih
pada

sisi

fraktur

yang

pseuardoarthrosis. Ini juga

membentuk
disebabkan

yang kurang (Price dan Wilson, 2006).


138
139
140
141
142
143
B. Clinical Pathway
144
145
146
147
148
149
150
151
152
153
154
155
156
157
158
159
160
161

sendi
karena

palsu
aliran

atau
darah

33

162
163
164
165
166
167
168
169
170
171
172
173
C. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
1) Identitas Pasien
174Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat,status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakitdan diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
175Adanya rasa nyeri pada daerah fraktur atau tidak
3) Riwayat Penyakit Sekarang
176Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
kruris, pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke
dukun patah tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan yang
lainya. Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur tibia proksimal.
Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe konversal atau
oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan menimbulkan tipe spiral.
Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan lalu lintas darat.
4) Riwayat Penyakit dahulu
177Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu
seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di kaki
sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta penyakit
diabetes menghambat penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga

34

178Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris


adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
179
180
6) Pola Kebiasaan
a. Pola Nutrisi
181
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan,
namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola nutrisi
berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi terutama
bagi pasien yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah
sakit.
b. Pola Eliminasi
182
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi
BAB seperti konstipasi dan gangguan eliminasi urine akibat
adanya program eliminasi dilakukan ditempat tidur.
c. Pola Istirahat
183
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak
mengalami perubahan yang berarti, namun ada beberapa kondisi
dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah seperti
timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitalisasi.
d. Pola Aktivitas
184
Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas
(rutinitas) sebagaimana biasanya, yang hampir seluruh aktivitas
dilakukan ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan
fungsi anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan
aktivitasnya pasien harus dibantu oleh orang lain, namun untuk
aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih dapat melakukannya
sendiri.
e. Personal Hygiene
185
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya,
namun harus ada bantuan dari orang lain, aktivitas ini sering
dilakukan pasien ditempat tidur.
f. Riwayat Psikologis

35

186

Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap

fraktur, selain itu dapat juga terjadi ganggguan konsep diri body
image, jika terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan besisik.
Dampak psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih
dalam perawatan dirumah sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya
program immobilisasi serta proses penyembuhan yang cukup lama.
g. Riwayat Spiritual
187
Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya
tidak mengalami gangguan yang berarti, pasien masih tetap bisa
bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa mengartikan
makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya.
h. Riwayat Sosial
188
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang
lain dan sebaliknya pasien dapat juga menarik diri dari
lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna (terutama
kalau ada program amputasi).
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
189 Pre operasi: pada pemeriksaan sistem pernafasan tidak mengalami
gangguan.
190 Post operasi: biasanya terjadi reflek batu tidak efektif sehingga
terjadi penurunan akumulasi sekret. Bisa terjadi apneu, lidah ke
belakang akibat general anastesi, RR meningkat karena nyeri.
b. B2 (Blood)
191 Pre operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan
nadi dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena terjadi
infeksi terutama pada fraktur terbuka.
192 Post operasi: dapat terjadi peningkatan tekanan darah, peningkatan
nadi dan respirasi karena nyeri, peningkatan suhu tubuh karena terjadi
infeksi terutama pada proses pembedahan.
c. B3 (Brain)
193 Pre operasi: tingkat kesadaran biasanya compos mentis.
194 Post operasi: dapat terjadi penurunan kesadaran akibat tindakan
anastesi, nyeri akibat pembedahan.
d. B4 (Bladder)

36

195 Pre operasi: biasanya klien fraktur tidak mengalami kelainan pada
sistem ini.
196 Post operasi: terjadi retensi urin akibat general anastesi.
e. B5 (Bowel)
197 Pre operasi: pemenuhan nutrisi dan bising usus biasanya normal,
pola defekasi tidak ada kelainan.
198 Post operasi: penurunan gerakan peristaltic akibat general anastesi.
f. B6 (Bone)
199 Pre operasi: adanya deformitas, nyeri tekan pada daerah trauma.
200 Post operasi: gangguan mobilitas fisik akibat pembedahan.
201
D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nyeri, gangguan
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

musculoskeletal
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan imobilitas
Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik (trauma)
Resiko perdarahan berhubungan dengan trauma
Resiko syok berhubungan dengan hipovolemik
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera
Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, luka
Deprivasi tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik: nyeri
Resiko ketidakseimbangan suhu tubuh berhubungan dengan tidak

beraktivitas
10. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
11. Resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan alat bantu
12. Intoleran aktivitas berhubungan dengan imobilitas
13. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan gangguan
musculoskeletal
14. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
6. Intervensi Keperawatan
202
N

203 Diagnosa
Keperawatan

206207
Ketidakefektifan
1 pola nafas berhubungan
dengan nyeri, gangguan
musculoskeletal (00032)
208
209
Definisi:
210
Inspirasi dan/atau
ekspirasi yang tidak
member ventilasi adekuat

204 Tujuan dan Kriteria Hasil


211 NOC:

1. Respiratory status : Ventilation


2. Respiratory status : Airway patency
3. Vital sign status
212
213
Kriteria hasil:
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis
dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas

1.
2.
3.
4.
5.
6.

214 NIC
215 Airway M
Buka jalan
atau jaw thrust b
Posisikan
ventilasi
Identifikasi
jalan nafas buata
Pasang mayo
Lakukan fisi
Keluarkan s

37

dengan mudah, tidak ada pursed lips)


2. Menunjukkan jalan nafas yang paten
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal
3. Tanda Tanda vital dalam rentang normal
(tekanan darah, nadi, pernafasan)

7.
8.
9.
10.
11.
12.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.

220221
Ketidakefektifan
2 perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan
imobilitas (00204)
222
223
Definisi:
224
Penurunan
sirkulasi darah ke perifer
yang dapat mengganggu
kesehatan

1.
2.
3.
1.
2.

225 NOC
Status sirkulasi
Integritas jaringan
Perfusi jaringan perifer
226
227 Kriteria hasil:
Menunjukkan keseimbangan cairan,
integritas jaringan: kulit dan membrane
mukosa dan perfusi jaringan perifeR
Ekstremitas bebas dari lesi
228

1.
2.
3.
4.

Auskultasi
tambahan
Lakukan suc
Berikan bron
Berikan pel
Lembab
Atur intake
keseimbangan.
Monitor resp
216
217 Terapi Ok
Bersihkan m
Pertahankan
Atur peralat
Monitor alir
Pertahankan
Observasi ad
Monitor ad
oksigenasi
218
219 Vital sign
Monitor TD
Catat adanya
Monitor VS
berdiri
Auskultasi
bandingkan
Monitor TD
setelah aktivitas
Monitor kua
Monitor frek
Monitor sua
Monitor pol
Monitor suh
Monitor sian
Monitor ada
yang melebar, br
Identifikasi
229 NIC
230 Perawata
Lakukan pe
sirkulasi perifer
Pantau ting
saat melakukan
Pantau stat
haluaran
Ajarkan pas
kaki yang tepat
231
232 Perawata

38

1.
2.

235236
Nyeri akut
3 berhubungan dengan
agens cedera fisik
(trauma) (00132)
237
238
Definisi:
239
Pengalaman
sensori dan emosional
tidak menyenangkan
yang muncul akibat
kerusakan jaringan actual
atau potensial atau yang
digambarkan sebagai
kerusakan, awitan yang
tiba-tiba atau lambat dari
integritas ringan hingga
berat akhir yang dapat
diantisipasi atau
diprediksi

240 NOC :
241 1. Pain Level,
242 2. Pain control,
243 3. Comfort level
244
245 Kriteria Hasil :
246
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
247
2.
Melaporkan
bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
248
3. Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
249
4. Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri Berkurang
250
5. Tanda vital dalam rentang normal
251
6. Tidak mengalami gangguan tidur

264265
Resiko
4 perdarahan berhubungan
dengan trauma (00206)
266
267
Definisi:
268
Rentan

269 NOC:
270 Status sirkulasi
271
272 Kriteria hasil:
1. TTV dalam batas normal
2. Asites tidak ditemukan

Lakukan mo
Evaluasi ek
atau lebih diatas
3.
Dorong latih
dan pasif, teruta
tirah baring
233
234 Manajem
1.
Pantau perb
panas atau dingi
2.
Pantau
p
hiperestesia dan
3.
Pantau trom
profunda
4.
Pantau kese
sepatu dan pakai
5.
Anjurkan
memantau posis
duduk, berbaring
6.
Ajarkan pas
kulit setiap ha
integritas kulit
252 NIC:
253 Pain Man
254
1. Lakuka
komprehensif ter
frekuensi,
255
kualita
256
2.Observasi
ketidaknyamanan
257
3. Bantu pa
dan menemukan d
258
4. Kurangi f
259
5. Kaji t
menentukan interv
260
6. Ajarkan
napas dalam, rel
dingin
261 7. Tingkat
262
8.Berikan i
penyebab nyeri,
dan antisipasi ke
263
9.Monitor v
pemberian analg
273 NIC: Pen
1. Monitor pasien s
2. Memantau tand
persisten
3. Menjaga istiraha
4. Melindungi pa

39

mengalami penurunan
volume darah yang dapat
mengganggu kesehatan
274275
Resiko syok
5 berhubungan dengan
hipovolemik (00205)
276
277
Definisi:
278
Rentan
mengalami
ketidakcukupan aliran
darah ke jaringan tubuh
yang dapat
mengakibatkan disfungsi
seluler yang mengancam
jiwa yang dapat
mengganggu kesehatan

293294
Kerusakan
6 integritas kulit
berhubungan dengan
cedera (00046)
295
296
Definisi:
297
Kerusakan pada
epidermis san/atau
dermis

316317
Resiko infeksi
7 berhubungan dengan
prosedur invasif, luka
(00004)
318
319
Definisi:
320
Rentan
mengalami invasi dan
multiplikasi organism
patogenik yang dapat

3. Edema perifer tidak ditemukan

1.
2.
3.
4.

1.
2.
3.

279 NOC label: vital Sign


Suhu tubuh dalam batas normal (36,537,5 derajat celcius)
Nadi radial dala batas normal (60-100
kali permenit)
Kedalaman inspirasi
RR dalam batas normal (12-20 kali
pemenit)
280
281 NOC label : Blood Loss severity
Penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik (-)
Kehilangan suhu tubuh (-)
Pucatnya kulit dan mukosa (-)
282

298 NOC : Tissue Integrity : Skin and


MucousMembranes
299
300 Kriteria Hasil :
301
1.Integritas kulit yang baik bisa
dipertahankan (sensasi, elastisitas,
302
temperatur,
hidrasi,
pigmentasi)
303
2. Tidak ada luka/lesi pada kulit
304 3. Perfusi jaringan baik
305
4. Menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya sedera berulang
306
5. Mampu melindungi kulit
dan
mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami
321 NOC :
322 1. Knowledge : Infection control
323 2. Risk control
324
325 Kriteria Hasil :
326
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
infeksi
327
2.Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
328
3.Menunjukkan perilaku hidup sehat

menyebabkan pe
5. Menghindari pro
6. Hindari mengan
7. Menginstruksika
asupan makanan
283 NIC Labe
284 Mendetek
berisiko s
285
1. Monitor
warna kulit, suara
perifer dan CRT.
286
2.Monitor
jarngan.
287
3. Monitor
gelisah.
288
4.Monitor su
289 5. Monito
290
6.Monitor
hemoglobin, hema
darah, kultur darah
291
7.Catat warn
muntah.
292
8.Periksa ur
dan protein dalam
307 Pressure
1. kaji tingkat kerus
308
2. gunakan
balutan
309
3. Jaga kebe
kering
310
4. Mobilisas
dua jam sekali
311
5. Monitor k
312
6. Oleskan
derah yang tertek
313
7. Monitor a
314 8. Monito
315

2.
3.
4.
1.
2.

329 Infection
330 1. Bersih
pasien lain
Pertahankan tekn
Tingktkan intake
Berikan terapi an
331 Infection
infeksi)
Monitor tanda da
Pertahankan tekn

40

mengganggu kesehatan

332333
Deprivasi tidur
8 berhubungan dengan
ketidaknyamanan fisik:
nyeri (00096)
334
335
Definisi:
336
Periode panjang
tanpa tidur (berhentinya
kesadaran relatif secara
periodic dan berlangsung
alami)

343344
Resiko
9 ketidakseimbangan suhu
tubuh berhubungan
dengan tidak beraktivitas
(00005)
345
346
347
Definisi:
348
Rentan
mengalami kegagalan
mempertahankan suhu
tubuh dalam parameter
normal yang dapat
mengganggu kesehatan

353354
Hambatan
10 mobilitas fisik

a.
b.
c.
d.

1.
2.
3.
1.
2.
3.

337 Setelah
dilakukan
asuhan
keperawatan diharapkan pasien
tidak terganggu saat tidur dengan
kriteria hasil:
Suhu ruangan dalam batas normal (25 0C)
(200903)
Efek terapeutik yang diharapkan dapat
tercapai
Intoleransi pengobatan tidak terjadi
Respon terhadap nyeri dapat diatasi

349 NOC
Hydration
Immune status
Infection status
350
351 Kriteria hasil:
Status hidrasi dalam batas normal
Tidak ada resiko infeksi
TTV dalam batas normal

358 NOC :
1. Joint Movement : Active

3. Berikan perawata
4. inspeksi kulit
kemerahan, pana
5. Ispeksi kondisi lu
6. Dorong masukka
7. Dorong masukan
8. Dorong istirahat
338
Manajemen
(6482)
1. Ciptakan lingkun
batasi jumlah pen
2. Sesuaikan suhu ru
individu
339
340
Terapi Rela
1. Ciptakan lingku
distraksi dengan l
yang nyaman
2. Latih untuk relak
perut
341
342
Pemberian
1. Resepkan atau r
berdasarkan kew
penenang, penghil
2. Beritahukan pasie
obat, alasan pemb
dan efek yang aka
352 NIC: Tem
1.
Monitor suh
2.
Rencanakan
3.
Monitor TD
4.
Monitor war
5.
Monitor tand
6.
Tingkatkan i
7.
Selimuti pa
kehangatan tubu
8.
Ajarkan pad
akibat panas
9.
Diskusikan
suhu dan ke
kedinginan
10.
Beritahukan
keletihan dan
diperlukan
11.
Ajarkan i
penanganan yan
12.
Berikan anti
365 NIC: Exe
1. Kaji kemampuan

41

berhubungan dengan
gangguan
musculoskeletal (00085)
355
356
Definisi:
357
Keterbatasan
dalam gerakan fisik atau
satu atau lebih
ekstremitas secara
mandiri dan terarah

366367
Resiko jatuh
11 berhubungan dengan
penggunaan alat bantu
(00155)
368
369
Definisi:
370
Rentan terhadap
peningkatan resiko jatuh
yang dapat menyebabkan
bahaya fisik dan
gangguan kesehatan

2. Mobility Level
3. Self care : ADLs
359
360 Kriteria hasil:
361
1.Klien meningkat dalam aktivitas
fisik
362
2.Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
363
3.Memverbalisasikan
perasaan
dalam meningkatkan kekuatan dan
kemampuan berpindah
364
4. Memperagakan penggunaan alat
Bantu untuk mobilisasi (walker)
371 NOC:
1. Keseimbangan
2. Gerakan terkoordinasi
3. Perilaku pencegahan jatuh
372
373 Kriteria hasil:
1. Resiko jatuh akan menurun atau terbatas,
yang dibuktikan oleh, keseimbangan,
gerakan
terkoordinasi,
perilaku
pencegahan jatuh, kejadian jatuh, dan
pengetahuan pencegahan jatuh.
2. Menciptakan lingkungan yang aman
3. Mengidentifikasi
resiko
yang
meningkatkan kerentanan terhadap jatuh
4. Menghindari cedera fisik akibat jatuh

2. Monitor tanda vit


3. Bantu klien me
dan cegah terhada
4. Ajarkan pasien te
5. Ajarkan pasien
berikan bantuan j
6. Konsultasikan de
ambulasi sesuai k
7. Berikan alat bant

1.
2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.
9.

375376
Intoleran
12 aktivitas berhubungan
dengan imobilitas
(00092)
377
378
Definisi:
379
Ketidakcukupan
energy psikologis atau
fisiologis untuk
mempertahankan atau
menyelesaikan aktivitas
kehidupan sehari-hari
yang harus atau yang
ingin dilakukan

380 NOC:
Toleransi aktivitas
Kebugaran fisik
Ketahanan
Penghematan energi
381
382 Kriteria hasil:
1. Mentoleransi aktivitas yang bisasa
dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi
aktivitas,
ketahanan,
penghematan
energy,
kebugaran
fisik,
energy
psikomotorik, dan perawatan diri, ADL.
2. Menunjukkan toleransi aktivitas
3. mendemonstrasikan penghematan energy
1.
2.
3.
4.

1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

374 NIC: Pen


Identifikasi
dapat meningkat
Pantau car
tingkat keletihan
Lakukan pe
latihan cara b
memperbaiki mo
Sediakan ala
dan atur ditempa
Instruksikan
memerlukan
Singkirkan b
Tidak mem
lingkungan
Pastikan pa
sesuai jika jalan
Ajarkan pas
untuk mencegah
383 NIC
384 Managem
Kaji tingk
berpindah dari t
melakukan ADL
Kaji respo
terhadap aktivita
Evaluasi mo
meningkatkan ak
Tentukan pe
Pantau res
aktivitas
Pantau res
aktivitas
Pantau res
sumber-sumber
Pantau dan
dan lamanya wa

42

Ajarkan pa
tentang teknik
meminimakan k
10.
Kolaborasik
atau rekreasi un
program aktivita
385386
Defisit perawatan
390 NOC: Self care : Activity of
393 NIC :
13 diri: mandi b.d. gangguan
Daily Living (ADLs)
394 Self Care
musculoskeletal (00108)
391
1.
Monitor ke
387
392 Kriteria hasil:
diri yang mandir
388
Definisi:
1.
Klien terbebas dari bau badan
2.
Monitor keb
389
Hambatan
2.
Menyatakan kenyamanan terhadap
untuk kebersih
kemampuan untuk
kemampuan untuk melakukan ADLs
toileting dan ma
melakukan atau
3.
Dapat melakukan ADLS dengan 3.
Sediakan ba
menyelesaikan aktivitas
bantuan
utuh untuk mela
mandi secara mandiri
4.
Dorong kli
sehari-hari yang
dimiliki.
5.
Dorong untu
beri bantuan
melakukannya.
6.
Ajarkan kli
kemandirian, un
jika pasien tidak
7.
Berikan ak
kemampuan.
8.
Pertimbangk
pelaksanaan akti
395396
Ansietas
400
NOC: Anxiety self control (1402)
402
Anxiety Red
14 berhubungan dengan
401
Kriteria hasil:
1. Kaji penyebab ke
perubahan status
a. Tingkat ansietas klien menurun
2. Observasi tanda
kesehatan (00146)
b. Pengetahuan klien terhadap penyebab
kecemasan klien
397
ansietas meningkat
403
398
Definisi:
c. Klien mampu menggunakan teknik
404
Calming tec
399
Perasaan tidak
relaksasi untuk mengontrol cemas
1. Anjurkan keluarg
nyaman dan
2. Kontrol faktor lin
kekhawatiran yang samar
cemas.
disertai respons otonom
405
Coping enh
(sumber seringkali tidak
1. Tingkatkan pen
spesifik atau tidak
persalinan dan ko
diketahui oleh individu);
2. Ajarkan teknik re
perasaan takut yang
disebabkan oleh
antisipasi terhadap
bahaya. Hal ini
merupakan isyarat
kewaspadaan yang
memperingatkan individu
akan adanya bahaya dan
memampukan individu
9.

43

untuk bertindak
menghadapi ancaman

4. Evaluasi Keperawatan
a. Tidak adakerusakan pada area kulit
b. Tidak ada tanda-tanda infeksi pada pasien
c. Pasien dapat imobilitas secara mandiri
d. Nyeri yang dirasakan berkurang
e. Tidak ada tanda-tanda syok hipovolemik
406
5. Discahrge Planning
a. Beri penyuluhan kepada pasien tentang cara merawat diri sendiri dan
eluarga juga diberi penyuluhan tentang cara perawatan pasien fraktur
cruris.
b. Memberikan informasi mengenai cara meningkatkan penyembuhan,
mencegah komplikasidan mengenali tanda-tanda komplikasi .
c. Bantu pasien unttuk memhami proses penyembuhan memelukan waktu
cukup lama
407
408
409
410
411
412
413
414
415
416
417
418
419
420
421
422
423

DAFTAR PUSTAKA
424
425
426 Bastiansyah, Eko. 2008. Panduan lengkap :Membaca Hasil Tes Kesehatan.
Jakarta: Penebar Plus.
427
428 Brunner & Suddarth. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Penerbit EGC: Jakarta.
429
430 Bulecheck, et all. 2013. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth
Edition. Mosby: Elsevier.
431

432 Doengoes, Marylinn. E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.


Jakarta: EGC.
433
434 Mansjoer, Arif. dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius. FKUI.
435
436 Moorhead, et all. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth
Edition. Mosby: Elsevier.
437
438 Nanda International. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
439
440 Price and Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.
441
442 Smeltzer, C . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai