Anda di halaman 1dari 27

Referat

FRAKTUR HUMERUS

oleh :
Vanny Asrytuti
1210312100

Preseptor:
dr. Mensyuknil Hasra, SpOT

BAGIAN ILMU BEDAH RSUP DR. M. DJAMIL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan Referat dengan judul “Fraktur Humerus” sebagai salah satu

syarat mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas

Andalas. Shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat

dan pengikutnya

Penulis mengucapkan terimakasih kepada pembimbing dr. Mensyuknil Hasra, Sp.OT

yang telah membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan Referat ini. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu

penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua di masa mendatang.

Padang, Februari 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................2

2.1 Anatomi Humerus ...................................................................................2

2.2 Fraktur Humerus ....................................................................................4

2.2.1 Definisi ..........................................................................................4

2.2.2 Epidemiologi .................................................................................4

2.2.3 Klasifikasi .....................................................................................5

2.2.4 Etiologi dan Patofisiologi ............................................................8

2.2.5 Anatomi yang Berhubungan dan Pertimbangan

Biomekanik .....................................................................................9

2.2.6 Manifestasi klinis ..........................................................................10

2.2.7 Diagnosis.......................................................................................10

2.2.8 Tatalaksana ...................................................................................13

2.2.9. Komplikasi ...................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................29

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Fraktur humerus umumnya terjadi pada dewasa muda dan disebabkan karena high
energy trauma. berbeda dengan yang terjadi pada lansia, yaitu fraktur humerus disebabkan
oleh osteoporosis dan postmenopouse pada wanita . Angka mortalitas pada trauma
diperkirakan 50-60% dalam satu jam pertama sehingga penilaian cedera yang cepat dapat
mengurangi angka mortalitas pada periode awal setelah cedera.
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus dari seluruh
kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak 5,7% kasus dari seluruh
fraktur.6 Sedangkan kejadian fraktur distal humerus terjadi sebanyak 0,0057% kasus dari
seluruh fraktur.7 Walaupun berdasarkan data tersebut fraktur distal humerus merupakan yang
paling jarang terjadi, tetapi telah terjadi peningkatan jumlah kasus, terutama pada wanitu tua
dengan osteoporosis.7
Kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian, dan luka tembak merupakan penyebab
utama dari trauma ini. Insiden terjadinya fraktur ini mencapai 37,1 per 100.000 penduduk tiap
tahun di Amerika Serikat. (aofoundation)
Fraktur pada femur dapat menyababkan kondisi yang mengancam jiwa akibat adanya
emboli lemak, acute respiratory distress syndrome (ARDS), dan kegagalan organ multipel.
Oleh karena itu, dibutuhkan penatalaksanaan cepat, terutama dalam 24 jam.
Fraktur humerus dapat menyebabkan gangguan fisik yang berat, bukan karena proses

penyembuhan fraktur yang terganggu, tetapi lebih karena adanya fracture shortening,

fracture malalignment, atau lamanya waktu imobilisasi untuk mempertahankan panjang dan

lurusnya tulang yang mengalami fraktur selama fase awal dari penyembuhan.

Tatalaksana pada fraktur humerus selalu menjadi fokus perhatian, tetapi masih

menimbulkan masalah dan kontroversi. Beberapa teknik telah dikembangkan untuk

mencegah timbulnya morbiditas dan disabilitas yang berkepanjangan.

4
1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan referat ini bertujuan untuk memahami serta menambah pengetahuan

tentang fraktur batang humerus.

1.3 Batasan Masalah

Batasan penulisan referat ini membahas mengenai anatomi, epidemiologi, klasifikasi,

etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, prognosis, dan

hubungannya dengan kejadian fraktur humerus

1.4 Metode Penulisan

Meode penulisan referat ini yaitu menggunakaan tinjauan kepustakaan yang merujuk

pada berbagai literatur.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Humerus


Humerus (arm bone) merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas
superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan pada bagian
distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang, ulna dan radius.1
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang bersendi
dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio gleno-humeri. Pada
bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum yang terlihat sebagai sebuah
lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah proyeksi lateral pada bagian distal dari
collum anatomicum. Tuberculum majus merupakan penanda tulang bagian paling lateral
yang teraba pada regio bahu. Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat
sebuah lekukan yang disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum
merupakan suatu penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana
caput humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri. Bagian tersebut dinamakan collum
chirurgicum karena fraktur sering terjadi pada bagian ini.1
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder pada ujung
proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk segitiga hingga akhirnya
menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian lateralnya, yakni di pertengahan
corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas
deltoidea. Daerah ini berperan sebagai titik perlekatan tendon musculus deltoideus.1
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada bagian distal dari
humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol bundar pada sisi lateral
humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis merupakan suatu depresi anterior
di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan caput radii ketika lengan difleksikan.
Trochlea humeri, yang berada pada sisi medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna.
Fossa coronoidea merupakan suatu depresi anterior yang menerima processus coronoideus
ulna ketika lengan difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar
yang menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan
epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral dari ujung
distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel. Nervus ulnaris, suatu
saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri ketika siku lengannya terbentur,
dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada permukaan kulit di atas area posterior dari
epicondylus medialis.1
Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan humerus.
Tabel 2.1. Saraf dan Otot yang Menggerakkan Humerus2
Otot Origo Insertio Aksi Persarafan
Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus
M. pectoralis Clavicula, Tuberculum Aduksi dan Nervus
major sternum, majus dan merotasi medial pectoralis
cartilago sisi lateral lengan pada sendi medialis dan
costalis II- sulcus bahu; kepala lateralis

6
VI, intertubercul clavicula
terkadang aris dari memfleksikan
cartilago humerus lengan dan kepala
costalis I-VII sternocostal
mengekstensikan
lengan yang fleksi
tadi ke arah truncus
M. latissimus Spina T7-L5, Sulcus Ekstensi, aduksi, Nervus
dorsi vertebrae intertubercul dan merotasi thoracodorsalis
lumbales, aris dari medial lengan pada
crista sacralis humerus sendi bahu;
dan crista menarik lengan ke
iliaca, costa arah inferior dan
IV inferior posterior
melalui
fascia
thoracolumb
alis
Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus
M. deltoideus Extremitas Tuberositas Serat lateral Nervus axillaris
acromialis deltoidea dari mengabduksi
dari humerus lengan pada sendi
clavicula, bahu; serat anterior
acromion memfleksikan dan
dari scapula merotasi medial
(serat lengan pada sendi
lateral), dan bahu, serat
spina posterior
scapulae mengekstensikan
(serat dan merotasi lateral
posterior) lengan pada sendi
bahu.

M. Fossa Tuberculum Merotasi medial Nervus


subscapularis subscapularis minus dari lengan pada sendi subscapularis
dari scapula humerus bahu
M. Fossa Tuberculuum Membantu M. Nervus
supraspinatus supraspinata majus dari deltoideus subscapularis
dari scapula humerus mengabduksi pada
sendi bahu
M. Fossa Tuberculum Merotasi lateral Nervus
infraspinatus infraspinata majus dari lengan pada sendi suprascapularis
dari scapula humerus bahu

7
M. teres Angulus Sisi medial Mengekstensikan Nervus
major inferior dari sulcus lengan pada sendi subscapularis
scapula intertubercul bahu dan
aris membantu aduksi
dan rotasi medial
lengan pada sendi
bahu
M. teres Margo Tuberculum Merotasi lateral dan Nervus axillaris
minor lateralis majus dari ekstensi lengan
inferior dari humerus pada sendi bahu
scapula
M. Processus Pertengahan Memfleksikan dan Nervus
coracobrachi coracoideus sisi medial aduksi lengan pada musculocutaneus
alis dari scapula dari corpus sendi bahu
humeri

Anatomic neck

Gambar 2.1. Tampilan Anterior Humerus3

Anatomic neck

8
Gambar 2.2. Tampilan Posterior Humerus3

Gambar 2.3. Tampilan Anterior Saraf di Sekitar Humerus3

9
Gambar 2.4. Tampilan Lateral Saraf di Sekitar Humerus3

Gambar 2.5. Tampilan Aliran Darah di Sekitar Humerus3

Di bagian posterior tengah humerus, melintas nervus radialis yang melingkari


periosteum diafisis humerus dari proksimal ke distal dan mudah mengalami cedera akibat
patah tulang humerus bagian tengah. Secara klinis, pada cedera nervus radialis didapati
ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan tangan sehingga pasien tidak mampu
melakukan fleksi jari secara efektif dan tidak dapat menggenggam.4

10
Gambar 2.6. Nervus Radialis dan Otot-Otot yang Disarafinya5

2.1 Defenisi
Fraktur adalah suatu diskontinuitas struktur tulang. Diskontinuitas dapat berupa suatu
retakan bahkan sampai suatu patahan yang komplit dan terjadi pergeseran tulang. Apabila
tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar atau kulit diatasnya masih
utuh disebut fraktur tertutup, sedangkan bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang
fraktur dengan udara luar atau kulit tidak intak disebut fraktur terbuka.

2.2 Epidemiologi
Kecelakaan adalah masalah kesehatan dunia yang semakin meningkat. World Health
Organization (WHO) memperkirakan 16.000 orang mengalami kematian akibat kecelakaan.
Trauma akibat kecelakaan juga merupakan penyebab utama kematian pada laki-laki muda
dibawah 45 tahun. Angka mortalitas pada trauma diperkirakan 50-60% dalam satu jam
pertama sehingga penilaian cedera yang cepat dapat mengurangi angka mortalitas pada
periode awal setelah cedera.

11
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus dari seluruh
kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak 5,7% kasus dari seluruh
fraktur.6 Sedangkan kejadian fraktur distal humerus terjadi sebanyak 0,0057% kasus dari
seluruh fraktur.7 Walaupun berdasarkan data tersebut fraktur distal humerus merupakan yang
paling jarang terjadi, tetapi telah terjadi peningkatan jumlah kasus, terutama pada wanitu tua
dengan osteoporosis.7
Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan umur rata-rata
64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan fraktur ketiga yang paling
sering terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal radius. Fraktur diafisis humerus lebih
sering pada usia yang sedikit lebih muda yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.7

2.3 Etiologi
Penyebab fraktur adalah trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut
kekuatannya melebihi kekuatan tulang dan mayoritas fraktur akibat kecelakaan lalu lintas.
Trauma-trauma lain adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja, dan cedera olahraga.

2.4 Patofisiologi
Fraktur yang terjadi karena trauma bisa terjadi secara langsung dan tidak langsung.
Dikatakan langsung apabila terjadi benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat
itu, dan secara tidak langsung apabila titik tumpu benturan dengan terjadinya fraktur
berjauhan.8
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena, dan
jaringan lunak juga pasti rusak. Pukulan langsung biasanya menyebabkan terjadinya fraktur
melintang dan kerusakan kulit diatasnya, sedangkan penghancuran kemungkinan akan
menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas. Bila terkena
kekuatan tidak langsung tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat
yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada. 8
Tekanan yang terjadi pada tulang yang menyebabkan fraktur dapat berupa hal-hal
berikut: 8
1. Tekanan berputar yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik.
2. Tekanan membengkok menyebabkan fraktur tranversal.
3. Tekanan sepanjang aksis tulang dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi.
4. Kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah, misalnya
pada badan vetebre dan talus.
5. Fraktur remuk (brust fracture).
6. Trauma karena tarikan pada ligamen atau tendon akan menarik sebagian tulang.
Fraktur juga dapat terjadi akibat stres pada tulang. Trauma yang terus meneruspada
tulang tertentu seperti atlit, penari dan kemiliteran yang menjalani program latihannya.
Penyebab lainnya adalah fraktur patologis yaitu fraktur yang terjadi akibat tekanan yang
normal karena lemahnya suatu tulang akibat penyakit tertentu seperti osteogeneis imperfekta,
osteoporosis, paget’s disease, kista tulang serta metastasis. 8

2.5 Fase penyembuhan tulang

12
Ketika mengalami cedera, tulang tidak hanya ditambal dengan jaringn parut, tetapi
juga mengalamiregenerasi secara bertahap. Ada beberapa tahapan penyembuhan
tulang:8
1. Fase Hematoma dan Inflamasi
Respon tubuh pada bagian yang cedera berupa terjadinya perdarahan pada tempat
yang cedera. Selanjutnya akan terbentuk hematom disekitar dan di dalam fraktur.
2. Fase Proliferasi
Dalam sekitar 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi
sel di bawah jaringan periosteum dan di dalam saluran medulla. Ujung fragmen
dikelilingi oleh jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematom yang
membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan tumbuh pembuluh darah baru di dalam
daerah itu.
3. Fase Pembentukan kalus.
Sel yang berkembang biak memiliki potensi krondogenik dan osteogenik. Bila
dalam keadaan yang tepat sel akan membentuk tulang dan kartilago. Populasi sel
juga mencakup osteoklas(mungkin dihasilkan oleh pembuluh darah baru) yang
mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang tebal dengan pulau-pulau
tulang yang immatur dan kartilago membentuk kalus atau bebat pada permukaan
periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa yang immatur (atau anyaman
tulang) menjadi lebih padat.
4. Fase Konsolidasi
Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi tulang lamelar. Sistem sekarang cukup kaku untuk memungkinkan
osteoklas menerobos garis fraktur, dan didekatnya osteoblas mengisi celah-celah
yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang
lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk
membawa beban yang normal.
5. FaseRemodeling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan ataupun tahun, tulang terbentuk dengan proses resorpsi dan pembentukan
tulang terus menerus. Lamela yang lebih tebal ditempatkan pada tekanan yang
lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, dan rongga sum-sum tulang
dibentuk. Akhirnya tulang membentuk bentuk normalnya kembali.

Gambar 2.2 Penyembuhan tulang

13
2.6 Klasifikasi9
Klasifikasi jenis fraktur:
1. Fraktur terbuka
2. Fraktur tertutup
3. Fraktur kompresi
4. Fraktur stress
5. Fraktur avulsi
6. Fraktur Greenstick (salah satu tulang patah sedangkan sisi lainnya membengkok)
7. Fraktur tranversal
8. Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen)
9. Fraktur impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke fragmen lainnya)

14
Klasifikasi klinis:
1. Fraktur tertutup
Fraktur yang tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
2. Fraktur terbuka
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan
jaringan lunak. Kondisi ini memungkinkan masuknya kuman dari luar ke dalam luka.
3. Fraktur dengan komplikasi seperti mal union, delayed union, non union.

Klasiikasi menurut lokasi


1. Fraktur diafiss
2. Fraktur metafisis
3. Fraktur epifisis

Klasifikasi radiologis berdasarkan sudut patah


1. Fraktur tranversal
Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
2. Fraktur kominutif
Serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua
fragmen tulang.
3. Fraktur obliq
Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
4. Fraktur segmental
Dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral
dari suplai darahnya.
5. Fraktur impaksi
Ketika dua tulang menumbuk tulang yang berada diantaranya seperti satu vetebra
dengan vetebra lainnya.
6. Fraktur spiral
Akibat torsi pada ekstermitas.

2.7 Klasifikasi Fraktur Humerus


Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Fraktur Proximal Humerus
2. Fraktur Shaft Humerus
3. Fraktur Distal Humerus

2.7.1 Fraktur Proksimal Humerus


Pada fraktur jenis ini, insidensinya meningkat pada usia yg lebih tua yang
terkait dengan osteoporosis, menopause pada wanita. 12 . Perbandingan kejadian fraktur pada
wanita dan pria adalah 2:1.
Mekanisme trauma pada orang dewasa tua biasa dihubungkan dengan kerapuhan tulang
(osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena high-energy

15
trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Terkadang dapat terjadi fraktur dan
dislokasi pada humerus ini. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi
bahu, trauma langsung, kejang, proses patologis: malignansi.
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada saat
digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding dada dan pinggang
setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera toraks.
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang:
1. Caput/kepala humerus
2. Tuberkulum mayor
3. Tuberkulum minor
4. Diafisis atau shaft
Klasifikasi fraktur humerus menurut Neer, antara lain:
1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktu
2. Two-part fracture :
 anatomic neck
 surgical neck
 Tuberculum mayor
 Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
 Surgical neck dengan tuberkulum mayor
 Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture

16
I
MINIMAL
DISPLACEMENT

2-PART 3-PART 4-PART

II
ANATOMICAL NECK

III
SURGICALL NECK

IV
GREATER TUBEROSITY

V
LESSER TUBEROSITY

ARTICULAR
SURFACE
VI
FRACTURE
DISLOCATION

2.7.2 Frakrur Shaft Humerus


Fraktur ini adalah fraktur yang sering terjadi. 60% kasus adalah fraktur sepertiga
tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis dan 10% sepertiga distal diafisis.
Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung maupun tidak langsung.

17
Gejala klinis pada jenis fraktur ini adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan dapat
terjadi pemendekan tulang pada tangan yang fraktur. Pemeriksaan neurovaskuler adalah
penting dengan memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada kasus yang sangat bengkak,
pemeriksaan neurovaskuler serial diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari sindroma
kompartemen. Pada pemeriksaan fisik terdapat krepitasi pada manipulasi lembut.
Deskripsi klasifikasi fraktur shaft humerus :
a. Fraktur terbuka atau tertutup
b. Lokasi : sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal
c. Derajat : dengan pergeseran atau tanpa pergeseran
d. Karakter : transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif
e. Kondisi intrinsik dari tulang
f. Ekstensi artikular

2.7.2 Fraktur Distal Humerus


Fraktur ini jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya sekitar 2% untuk semua
kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fraktur humerus.9
Mekanisme cedera untuk fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung atau trauma
tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh atau terpeleset dengan
posisi siku tangan menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan terbentur atau dipukul
benda tumpul. Trauma tidak langsung apabila jatuh dalam posisi tangan menopang tubuh
namun posisi siku dalam posisi tetap lurus. Hal ini biasa terjadi pada orang dewasa usia
pertengahan atau wanita usia tua.9,10
Gejala klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat terlihat bengkak,
kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan mengeluhkan siku lengannya seperti
akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat nyeri tekan, krepitasi, dan
neurovaskuler dalam batas normal.(9,10)
1. Suprakondiler Fraktur
Fraktur suprakondilus merupakan salah satu jenis fraktur yang mengenai daerah siku,
dan sering ditemukan pada anak-anak. Fraktur suprakondilus adalah fraktur yang mengenai
humerus bagian distal di atas kedua kondilus. Pada fraktur jenis ini dapat dibedakan menjadi
fraktur supracondilus extension type (pergeseran posterior) dan flexion type (pergeseran
anterior) berdasarkan pada bergesernya fragmen distal dari humerus. Jenis fleksi adalah jenis
yang jarang terjadi. Jenis ekstensi terjadi karena trauma langsung pada humerus distal melalui
benturan pada siku dan lengan bawah dalam posisi supinasi dan dengan siku dalam posisi

18
ekstensi dengan tangan yang terfiksasi. Fragmen distal humerus akan terdislokasi ke arah
posterior terhadap humerus.11
Fraktur humerus suprakondiler jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada
telapak tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalam posisi sedikit fleksi.
Pada pemeriksaan klinis didapati siku yang bengkak dengan sudut jinjing yang berubah.
Didapati tanda fraktur dan pada foto rontgen didapati fraktur humerus suprakondiler dengan
fragmen distal yang terdislokasi ke posterior.11
Gambaran klinis, setelah jatuh anak merasa nyeri dan siku mengalami pembengkakan,
deformitas pada siku biasanya jelas serta kontur tulang abnormal. Nadi perlu diraba dan
sirkulasi perlu diperiksa, serta tangan harus diperiksa untuk mencari ada tidaknya bukti
cedera saraf dan gangguan vaskularisasi, sehingga bila tidak diterapi secara cepat dapat
terjadi: "acute volksman ischaemic" dengan tanda-tanda: pulseless; pale; pain; paresa;
paralysis.11
Pada lesi saraf radialis didapati ketidakmampuan untuk ekstensi ibu jari dan ekstensi
jari lain pada sendi metacarpofalangeal. Juga didapati gangguan sensorik pada bagian dorsal
serta metacarpal I. Pada lesi saraf ulnaris didapati ketidakmampuan untuk melakukan gerakan
abduksi dan adduksi jari. Gangguan sensorik didapati pada bagian volar jari V. Pada lesi saraf
medianus didapati ketidakmampuan untuk gerakan oposisi ibu jari dengan jari lain. Sering
didapati lesi pada sebagian saraf medianus, yaitu lesi pada cabangnya yang disebut saraf
interoseus anterior. Di sini didapati ketidakmampuan jari I dan II untuk melakukan fleksi.
a. Pada Dewasa
 Fraktur suprakondilus extension type
Menunjukkan cedera yang luas, dan biasanya akibat jatuh pada tangan yang terekstensi.
Humerus patah tepat di atas condilus. Fragmen distal terdesak ke belakang lengan bawah
(biasanya dalam posisi pronasi) terpuntir ke dalam. Ujung fragmen proksimal yang bergerigi
mengenai jaringan lunak bagian anterior, kadang mengenai arteri brachialis atau n. medianus.
Periosteum posterior utuh,sedangkan periosteum anterior ruptur; terjadi hematom fossa cubiti
dalam jumlah yang signifikan.11
 Fraktur suprakondilus flexion type
Tipe fleksi terjadi bila penderita jatuh dan terjadi trauma langsung pada sendi siku pada
distal humeri.11

19
b. Pada Anak
Angka kejadiannya pada anak sekitar 55% sampai 75% dari semua fraktur siku.
Insidensi puncaknya adalah pada anak berusia 5-8 tahun. 98% dari fraktur suprakondiler pada
anak adalah fraktur suprakondiler tipe ekstensi. Gejala klinisnya adalah bengkak, nyeri pada
daerah siku pada saat digerakkan. Dapat ditemukan Pucker Sign, cekungan dari kulit pada
bagian anterior akibat penetrasi dari fragmen proximal ke muskulus brakhialis. Pada anak,
fraktur suprakondiler dapat diklasifikasikan menurut Gartland. 9

Klasifikasi Gartland9
Tipe I : tidak ada pergeseran
Tipe II : ada pergeseran dengan korteks posterior intak, dapat disertai
angulasi atau rotasi
Tipe III : pergeseran komplit; posteromedial atau posterolateral
2. Transkondiler Fraktur9
Biasanya terjadi pada pasien usia tua dengan tulang osteopenik.
3. Interkondiler Fraktur9
Pada dewasa, jenis fraktur ini adalah tipe paling sering diantara tipe fraktur humerus
distal yang lain.
Klasifikasi menurut Riseborough and Radin:
Tipe I : fraktur tanpa adanya pergeseran dan hanya ada berupa garis fraktur
Tipe II : terjadi sedikit pergeseran dengan tidak ada rotasi antara fragmen kondilus
Tipe III : pergeseran dengan rotasi
Tipe IV : fraktur komunitif berat dari permukaan artikular
4. Kondiler Fraktur9
a. Pada Dewasa
Dapat dibagi menjadi fraktur kondilus medial dan fraktur kondilus lateral.
Klasifikasi menurut Milch :
Tipe I : penonjolan lateral troklea utuh,tidak terjadi dislokasi radius dan ulna
Tipe II : terjadi dislokasi radius ulna, kerusakan kapsuloligamen
b. Pada Anak
 Lateral Condyler Physeal Fractures9
Pada anak, kejadian fraktur jenis ini adalah sebanyak 17% dari seluruh fraktur
distal humerus. Usia puncaknya adalah pada saat anak berusia 6 tahun.
Klasifikasi Milch :
20
Tipe I : garis fraktur membelah dari lateral ke troklea melalui celah
kapitulotroklear. Hal ini timbul pada fraktur salter- harris tipe IV.
Siku stabil dikarenakan troklea intak.
Tipe II : garis fraktur meluas sampai apeks dari troklea. Ini timbul pada
fraktur salter-harris tipe II. Siku tidak stabil oleh
karena ada kerusakan pada troklea.
Klasifikasi Jacob:
Stage I : fraktur tanpa pergeseran dengan permukaan artikuler Intak
Stage II : fraktur dengan pergeseran sedang
Stage III : pergeseran dan dislokasi komplit dan instabilitas siku
 Medial Condyler Physeal Fractures9
Fraktur jenis ini biasanya terjadi pada umur 8 sampai 14 tahun.
Klasifikasi Milch:
Tipe I : garis fraktur melewati sepanjang apex dari troklea. Hal ini timbul
pada fraktur salter-harris tipe II.
Tipe II : garis fraktur melewati celah capitulotroklear. Ini timbul pada
fraktur salter-harris tipe VI.
Klasifikasi kilfoyle :
Stage I : tidak ada pergeseran, permukaan artikular intak
Stage II : garis fraktur komplit dengan pergeseran yang minimal
Stage III : pergeseran komplit dengan rotasi fragmen dari penarikan otot
fleksor

2.8 Diagnosis
Pada anamnesis penting ditanyakan mengenai kronologi dan mekanisme trauma pada
paha, dan menilai gejala yang muncul setelah trauma. Sering didapatkannya keluhan meliputi
nyeri pada lengan atas, ataupun keluhan luka terbuka pada lengan atas. Namun trauma yang
cukup parah menyebabkan cedera, kemungkinan juga bisa menyebabkan tambahan cedera
pada bagian tubuh lainnya.
Manifestasi klinis fraktur humerus hampir sama dengan fraktur umum tulang panjang
seperti nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstermitas atas karena kontraksi
otot, krepitasi, pembengkakakan, perubahan warna lokal kulit yang terjadi akibat trauma, dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini mungkin baru terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera.

21
2.8.1 Pemeriksaan Fisik 7
1. Look (inspeksi)
Adanya luka terbuka atau luka tertutup pada lengan atas. Lihat adanya deformitas
(penonjolan yang abnormal, angulasi, rotasi dan pemendekan), pembengkakan dan memar
pada kulit. Pada luka terbuka, Gustillo dan Anderson membuat klasifikasi sebagai berikut:
Tipe 1 : Patah tulang terbuka dengan luka<1cm, kerusakan jaringan tidak berarti,
luka relaif bersih.
Tipe 2 : Patah tulang terbuka dengan luka 1-10 cm, tidak ada kerusakan jaringan
yang hebat atau avulsi.
Tipe 3 : Patah tulang terbuka dengan luka >10cm, kerusakan jarinngan kulit dan
subkutan yang luas, kerusakan hebat pada otot dan tulang.
3A: Periosteum masih bisa menutupi tulang yang fraktur
3B: Periosteum sudah terangkat dari tulang
3C: Fraktur disertai kerusakan pembuluh darah

2. Feel (Palpasi)
Palpasi dilakukan setelah inspeksi. Pemeriksaan ini untuk menilai adanya suhu, nyeri
tekan, krepitasi, menilai nadi, pengukuran panjang anggota gerak dan status neurovaskular.
apabila terdapat hematom biasanya pada palpasi teraba hangat. Nyeri tekan perlu diketahui
lokalisasi dari tempat nyeri, untuk menentukan nyeri bersifat lokal (tenderness) atau nyeri di
tempat lain. Pemeriksaan nyeri tekan harus dilakukan hati-hati yaitu dengan meletakkan jari-
jari tangan pada area tempat nyeri agar pasien merasa terbiasa dengan jari pemeriksa. Lalu
dengan memperhatikan wajah pasien, lakukan penekanan perlahan-lahan dan lakukan
penilaian terhadap nyeri pasien.

3. Move (Pergerakan Sendi)


Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif untuk menilai apakah terdapat nyeri dan
krepitasi ketika sendi digerakkan. Selain itu dilakukan juga penilaian Range of Movement
(ROM). Gerakan pada daerah tungkai yang patah tidak boleh dilakukan karena akan
memberikan respon trauma jaringan lunak disekitar ujung fragmen tulang yang patah. Pasien
terlihat tidak mampu melakukan pergerakan pada sisi lengan atas yang patah.

2.8.2 Pemeriksaan Penunjang9


A. Pemeriksaan sinar X pada tulang penting untuk evaluasi pasien dengan fraktur
pada tulang. Dalam menggunakan sinar X harus mengingat “rule of two”
1. Two views: Pemeiksaan sinar X dilakukan dalam proyeksi anteroposterior dan
lateral
2. Two joint: Pemeriksaan sinar X melibatkan sendi di atas dan dibawah dari
fraktur.
3. Two limbs : Pada anak-anak sebaiknya dilakukan pemeriksaan sinar X pada
kedua anggota gerak terutama fraktur epifisis.
4. Two injuries: pada trauma yang hebat sering menyebabkan fraktur pada dua
daerah tulang. Misalnya pada fraktur kalkaneus dan femur makan perlu
dilakukan pemeriksaan sinar X pada panggul dan tulang belakang.

22
5. Two occasion : beberapa fraktur tertentu sulit untuk dideteksi segera setelah
cedera, oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan sinar X 1 minggu sesudah
pemeriksaan pertama kali. Contohnya fraktur pada tulang skapoid, distal
klavikula, femoral neck dan lateral maleolus.
Pada pemeriksaan sinar X fraktur humerus maka akan didapatkan garis patah
pada tulang humerus.

B. Computed Tomography Scan (CT Scan)

Computed tomography (CT scan) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang


yang terkena dan dapat memperlihatkan fraktur yang luas atau cedera ligamen
atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah
tulang di daerah yang sulit di evaluasi seperti fraktur asetabulum dan fraktur
badan vetebre.9

C. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


Pemeriksaan MRI digunakan terutama untuk melihat cedera pada jaringan
lunak, seperti jaringan disekitar lutut dan dislokasi posterior pada bahu. 9

2.9 Tatalaksana
2.9.1 Survey primer
Sesuai protokol ATLS yaitu:8, 9
 Airway :bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas. Saluran nafas dibersihkan dari
kotoran, vomitus, gigi palsu, dan robekan jaringan lunak. Rahang di tarik ke depan
untuk melepaskan sumbatan dari pangkal lidah. Kalau perlu jalan nafas (airway)
orofaring atau nasofaring disisipkan. Kadang-kadang diperlukan intubasi endotrakea
dan trakeostomi. Selama manuver ini, leher harius dilindungi dari gerakan.
 Breathing : meskipun saluran nafas bersih, kalau ventilasi tidak cukup dada harus
diperiksa dengan cermat untuk mencari ada/tidaknya ateletaksis, pneumothorak.
Pneumothorak tensile adalah komplikasi yang mengancam jiwa dan harus dikompresi
segera dengan dekompresi cepat. Sebaiknya pada flail chest maka dibutuhkan intubasi
endotrakaheal. Sebaiknya semua pasien yang mengalami cedera yang berat diberi
oksigen tambahan.
 Circulation: pendarahan luar yang besar harus dikendalikan dengan tekanan langsung.
Kemudian jantung diperiksa, nadi diraba, tekanan darah diukur (denyut karotis yang
dapat diraba menandakan tekanan arteri sekurang-kurangnya sebesar 40mmHg. Mulai
infus intravena.
 Dissability: Menilai pasien dengan menggunakan Glasgow coma scale. Melakukan
pemeriksaan neurologis singkat. Perhatikan setiap perubahan status mental.
 Exposure : Lepaskan semua pakaian dan aksesoris tapi tetap menjaga suhu selalu
hangat untuk mencegah hipotermi.

23
2.9.2 Tatalaksana Fraktur Humerus9

Prinsip penanganan fraktur


a. Rekognisi
Yaitu mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan radiologis. Perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, teknik
pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi.
b. Reduksi
Tindakan mengembalikan posisi fraktur seoptimal mungkin ke keadaan semula,
dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi normal, mencegah komplikasi seperti
kekakuan dan deformitas.
c. Retaining
Imobilisasi fraktur sehingga mempertahankan kondisi reduksi selama
penyembuhan
d. Rehabilitasi
Untuk mengembalikan kondisi tulang yang patah ke keadaan normal.
Pilihan adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan harus mengingat tujuan
pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka waktu
sesingkat mungkin.9
1. Fraktur proksimal humeri9
Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera
diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama waktu itu
penderita dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambil membongkokkan badan
meniru gerakan bandul (pendulum exercise). Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kekakuan
sendi.
Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi dilakukan reposisi dan dimobilisasi
dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder spica).
2. Fraktur shaft humeri 9
Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, apabila terjadi dislokasi kedua
fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Bila kedudukn sudah cukup
baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U slab (sugar tong splint). Immobilisasi
dipertahankan selama 6 minggu.
Teknik pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging cast. hanging cast terutama
dipakai pada pnderita yang dapat berjalan dengan posisi fragmen distal dan proksimal terjadi
contractionum (pemendekan).
Apabila pada fraktur humerus ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus dilakukan
open reduksi dan internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus disertai eksplorasi n.

24
Radialis. Bila ditemukan n. Radialis putus (neurotmesis) dilakukan penyambungan kembali
dengan teknik bedah mikro. Kalau ditemukan hanya neuropraksia atau aksonotmesis cukup
dengan konservatif akan baik kembali dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.
3. Fraktur suprakondiler humeri9
Kalau pembengkakan tak hebat dapat dilakukan reposisi dalam narkose umum. Setelah
tereposisi, posisi siku dibuat fleksi diteruskan sampai a.Radialis mulai tak teraba. Kemudian
diekstensi siku sedikit untuk memastikan a.Radialis teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal
ini dilakukan imobilisasi dengan gips spal. Posisi fleksi maksimal dipindahkan karena
penting untuk menegangkan otot trisep yang berfungsi sebagai internal splint.
Kalau dalam pengontrolan dengan radiologi hasilnya sangat baik gips dapat
dipertahankan dalam waktu 3-6 minggu. Kalau dalam pengontrolan pasca reposisi ditemukan
tanda Volkmann’s iskaemik secepatnya posisi siku diletakkan dalam ekstensi, untuk
immobilisasinya diganti dengan skin traksi dengan sistem Dunlop.
Pada penderita dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler garis patahnya
berbentuk T atau Y, yang membelah sendi untuk menanggulangi hal ini lebih baik dilakukan
tindakan operasi dengan pemasangan internal fiksasi.
4. Fraktur transkondiler humeri9
Terapi konservatif diindikasikan pada fraktur dengan dislokasi minimal atau tanpa
dislokasi. Tindakan yang paling baik dengan melakukan operasi reposisi terbuka dan
dipasang fiksasi interna dengan plate-screw.
5. Fraktur interkondiler humeri9,
Bila dilakukan tindakan konservatif berupa reposisi dengan immobilisasi dengan gips
sirkuler akan timbul komplikasi berupa kekakuan sendi (ankilosis). Untuk mengatasi hal
tersebut dilakukan tindakan operasi reduksi dengan pemasangan internal fiksasi dengan plate-
screw.
6. Fraktur kondilus lateral & medial humeri9
Kalau frakturnya tertutup dapat dicoba dulu dengan melakukan reposisi tertutup,
kemudian dilakukan imbolisasi dengan gips sirkular. Bila hasilnya kurang baik, perlu
dilakukan tindakan operasi reposisi terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw.
Kalau lukanya terbuka dilakukan debridement dan dilakukan fiksasi luar.

25
2.10 Komplikasi:
Adapun komplikasi yang dapat terjadi:
1. Kekakuan sendi bahu (ankilosis). Lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris menyebabkan
paralisis m.Deltoid.
2. Apabila pada fraktur medial humerus disertai komplikasi cidera n.Radialis, harus
dilakukan operasi reduksi dan internal fiksasi dengan plate screw untuk humerus
disertai eksplorasi n.Radialis.
3. Sindroma kompartemen yang biasa disebut dalam 5 P (Pain, Pallor, Pulselesness,
Paraesthesia, Paralysis), terjepitnya a. Brakhialis yang akan menyebabkan nekrosis
otot-otot dan saraf.
4. Mal union cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O, secara
fungis baik, tapi kosmetik kurang baik. Perlu dilakukan koreksi dengan operasi
meluruskan siku dengan teknik French osteotomy.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. New
Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 8; The Skeletal System: The Appendicular
Skeleton.
2. Tortora G.J. & Derrickson B. Principles of Anatomy and Physiology 12th Edition. New
Jersey: John Wiley & Sons, 2009, Chapter 11; The Muscular System.
3. Standring, S. Gray’s Anatomy 39th Edition. USA: Elsevier, 2008, Chapter 48; General
Organization and Surface Anatomy of The Upper Limb.
4. Rasjad, C., dkk. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC, 2010, Bab 42; Sistem
Muskuloskeletal.
5. Wang, E.D. & Hurst, L.C. Netter’s Orthopaedics 1st Edition. Philadelphia: Elsevier,
2006, Chapter 15; Elbow and Forearm.
6. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2nd February 2012. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
7. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults. Accessed: 2nd
February 2012. Available from: http://www.jbjs.org/article.aspx?articleid=35415
8. Rasjad, C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif Watampone, 2007, Bab.
14; Trauma.
9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. Handbook Of Fractures.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010:p. 193-229;604-614\
10. Thompson, J.C. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed. Philadelphia: Elsevier
Inc. 2010:p. 109-116.
11. Noffsinger, M. A. Supracondylar Humerus Fractures. Available at
www.emedicine.com. Accessed on 4thMarch 2012
12. Solomon, L, Warwick, D, Nayagam, S. Apley’s System’s Of Orthopedic and Fracture 9th
Edition. Hodder Arnold : 2010. Orthopedic Surgery Department Of Southhampton
University Of United Kingdom.

27

Anda mungkin juga menyukai