Anda di halaman 1dari 25

PYLORIC STENOSIS Sachriana Said, Rachmat Saleh, Bachtiar Murtala

I.

PENDAHULUAN

Stenosis pilorus adalah terjadinya hipertrofi otot sirkuler pilorus yang terbatas (jarang berlanjut ke otot gaster) yang menyebabkan obstruksi fungsional gaster. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling umum dari obstruksi usus pada bayi. Hal ini menyebabkan penyempitan kanal pilorus oleh kompresi lipatan-lipatan longitudinal dari mukosa dan pemanjangan pilorus. Obstruksi apertura lambung menyebabkan muntah nonbilious dan menyemprot. Keadaan ini biasanya terjadi antara 3 sampai 6 minggu setelah lahir dengan kecenderungan pria : wanita (4:1). Menurut teori, stenosis pilorik hipertrofik disebabkan oleh kegagalan perkembangan atau proses degenerasi ganglion dan serabut saraf. Stenosis pilorus merupakan diagnosa secara klinis, massa pilorus sering dapat teraba walaupun pada kasus yang meragukan diagnosis dapat dibuat dengan melakukan ultrasonografi atau dengan meminum kontras larut air. [1,2,3,4] Teknik pencitraan saat ini, terutama sonografi yang tidak invasif dan akurat untuk mengidentifikasi stenosis pilorik hipertrofik infantil. Pencitraan yang baik memberikan gambaran perubahan anatomi yang terjadi pada pasien dengan kondisi ini sehingga dapat segera dirujuk untuk mendapatkan penanganan bedah yang sesuai. [5] Pada orang dewasa, stenosis pilorus merupakan penyakit yang

membingungkan dan jarang ditemukan. Apakah itu berasal dari stenosis pilorus kongenital atau dari ulkus peptikum masih belum jelas. Kebanyakan pasien dewasa dengan stenosis pilorus mempunyai temuan radiologik yang sama dengan ulkus peptikum. [6]
1

Gambar 1: Anatomi gaster normal dan pyloric stenosis (dikutip dari kepustakaan 7)

Gambar 2: penyempitan outlet dari perut ke usus kecil (disebut pilorus) yang terjadi pada bayi. (dikutip dari kepustakaan 8)

II.

INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

Stenosis pilorus hipertrofi terjadi pada sekitar 3:1.000 kelahiran hidup di Amerika serikat, frekuensinya mungkin makin meningkat. Lebih sering terjadi pada orang kulit putih keturunan Eropa Utara, jarang pada orang kulit hitam dan orang asia. Laki-laki terutama anak pertama 4 kali lebih sering daripada perempuan. Keturunan ibu dan pada tingkat yang lebih sedikit dari keturunan bapak yang menderita stenosis pilorus berisiko lebih tinggi untuk mengalami stenosis pilorus. Stenosis akan terjadi pada sekitar 20% laki-laki dan 10% perempuan keturunan ibu yang menderita stenosis pilorus. Insidens stenosis pilorus terlihat meningkat pada bayi dengan golongan darah B dan O. stenosis pilorus disertai dengan kelainan bawaan lain seperti fistula trakeoesofagus. [ 9]

III. ETIOLOGI Penyebab stenosis pilorus belum diketahui secara pasti tetapi berbagai macam faktor telah dicurigai terlibat. Stenosis pilorus biasanya tidak tampak pada saat lahir dan lebih konkordans pada kembar monozigot dari pada dizigot. Innervasi otot yang tidak normal, menyusui, dan stress pada ibu kehamilan trimester III telah diketahui ikut terlibat. Lagipula, peningkatan prostaglandin serum, penurunan kadar nitrat oksida sintase di pilorus, dan hipergastrinemia pada bayi telah ditemukan tetapi kemungkinan merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan distensi lambung. Pemberian prostaglandin E eksogen untuk mempertahankan patensi duktus arteriosus telah dihubungkan dengan stenosis pilorus; dan juga dengan gastroenteritis eosinofilia dan trisomi 18, sindrom Turner, sindrom Smith-lemli Opitz dan sindrom Cornelia de Lange . [9]

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG

Secara embriologi Lambung tampak sebagai suatu pelebaran usus depan berbentuk fusiformis pada perkembangan minggu keempat. Pada minggu-minggu berikutnya, bentuk dan kedudukannya banyak berubah akibat perbedaan kecepatan pertumbuhan pada berbagai bagian dindingnya, dan perubahan kedudukan alat-alat di sekitarnya. Perubahan kedudukan lambung paling mudah dijelaskan dengan menganggap bahwa organ ini berputar mengelilingi sebuah sumbu panjang dan sumbu anteroposterior. Pada sumbu memanjangnya, lambung melakukan putaran 90 searah dengan jarum jam sehingga sisi kirinya menghadap ke depan dan sisi kanannya menghadap ke belakang. Oleh karena itu, nervus vagus kiri, yang semula mempersarafi sisi kiri lambung, sekarang mempersarafi dinding depan, demikian pula nervus vagus kanan mempersarafi dinding belakang. Selama perputaran ini, bagian dinding lambung aslinya di belakang, tumbuh lebih cepat daripada bagian depan, dan hal ini menghasilkan pembentukan kurvatura mayor dan minor. [10] Ujung sefalik dan kaudal lambung pada mulanya terletak di garis tengah, tetapi pada pertumbuhan selanjutnya lambung berputar mengelilingi sumbu anteroposterior, sehingga bagian kaudal atau bagian pilorus bergerak ke kanan dan ke atas, dan bagian sefalik atau bagian kardia ke kiri dan sedikit ke bawah. Dengan demikian, lambung mencapai kedudukannya yang terakhir, dan sumbu panjangnya berjalan dari kiri atas ke kanan bawah. [10] Karena lambung menempel di dinding tubuh dorsal melalui mesogastrium dorsal dan ke dinding ventral tubuh melalui mesogastrium ventral, rotasi serta pertumbuhannya yang tidak proposional mengubah kedudukan mesentriummesentrium ini. Dengan demikian, rotasi mengelilingi sumbu longitudinal menarik mesogastrium dorsal ke kiri, sehingga menciptakan sebuah ruang, yang disebut dengan bursa omentalis (sakus peritonealis minor), di belakang lambung. Rotasi ini juga menarik mesogastrium ventral ke kanan. Ketika proses ini berlanjut pada minggu ke-5 perkembangan, primordium limpa terbentuk sebagai proliferasi
4

mesoderm di antara dua lembaran mesogastrium dorsal. Dengan berlanjutnya rotasi lambung, mesogastrium dorsal memanjang, dan bagian yang berada di antara limpa dan garis tengah bagian dorsal membelok ke kiri dan menyatu dengan peritoneum dinding abdomen posterior. Lembaran posterior mesogastrium dorsal dan peritoneum di sepanjang garis penyatuan ini berdegenerasi. Limpa, yang selalu mempertahankan kedudukannya intraperitoneal, kemudian dihubungkan dengan dinding tubuh di daerah ginjal kiri oleh ligamentum lienorenalis dan ke lambung oleh ligamentum gastrolienalis. Pemanjangan dan bersatunya mesogastrium dorsal ke dinding posterior tubuh juga menentukan posisi akhir pankreas. Mula-mula organ ini tumbuh ke dalam mesoduodenum dorsal, tetapi akhirnya kaudanya memanjang ke mesogastrium dorsal. Karena bagian mesogastrium dorsal ini menyatu dengan dinding tubuh dorsal, kauda pankreas terletak di daerah ini. Begitu lembaran posterior mesogastrium dorsal dan peritoneum dinding tubuh posterior berdegenerasi di sepanjang garis penyatuan ini, kauda pankreas dibungkus posterior berdegenerasi di sepanjang garis penyatuan ini, kauda pankreas dibungkus oleh peritoneum hanya pada permukaan anteriornya dan karena itu terletak di posisi retroperitoneal. (Organ-organ, semacam pankreas, yang mula-mula dibungkus oleh peritoneum tetapi kemudian menyatu dengan dinding tubuh posterior sehingga
[10]

menjadi

retroperitoneal

disebut

sebagai

retroperitoneal sekunder.

Pada umumnya berbentuk huruf L terbalik, huruf J atau berbentuk silinder. Bagian-bagian dari Gaster adalah cardia, fundus, corpus, dan pylorus. Antara bagian yang satu dengan yang lainnya tidak ada batas yang tegas secara makroskopis. Pembagian ini lebih bersifat mikroskopis, yaitu keadaan mukosa dan kelenjar. Cardia adalah bagian dari gaster di mana oesophagus bermuara. Fundus ventriculi merupakan bagian sesudah cardia, yang menonjol dan terletak lebih tinggi dari cardia. Bagian yang terbesar adalah corpus ventriculi, yang merupakan lanjutan dari fundus ventriculi. Bagian paling caudal disebut pylorus, yang melanjutkan diri menjadi duodenum. Batas antara corpus ventriculi dengan pylorus disebut antrum pyloricum. Ujung distal dari pylorus berbentuk kecil, disebut canalis pyloricum. Muara pilorus
5

ke dalam duodenum disebut orificium pyloricum, dilengkapi oleh sphincter pyloricum, yang dibentuk oleh penebalan stratum circulare pars muscularis. Antara corpus dan pylorus terbentuk suatu lekukan di bagian kanan, disebut incisura angularis. [11] Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan makanan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esophagus bawah, mengalirkan makanan masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esophagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus kedalam lambung. [12]

Gambar 3: Anatomi gaster (dikutip dari kepustakaan 13)

Lambung tersusun atas lapisan serosa, lapisan otot longitudinal, lapisan otot sirkular, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa. Selain itu terdapat berkas tipis serabut-serabut otot polos yaitu otot mukosa, yang terletak di lapisan paling dalam dari mukosa.[14]

Gambar 4: Potongan melintang dari dinding usus


(Dikutip dari kepustakaan 15)

LOKALISASI Holotopi : gaster terletak dalam regio hypochondrium sinister dan regio epigastrium. Lokalisasi ini tergantung dari berbagai faktor, seperti bentuk gaster, isi gaster, konstitusi tubuh dan sikap tubuh. Skeletopi : tepi cranialis dari cardia terletak setinggi costa 7 dan vertebra thoracalis 9. Tepi cranialis fundus ventriculi terletak setinggi costa 5. Letak pylorus dalam keadaan kosong setinggi vertebra lumbalis 1. Syntopi : facies ventralis langsung berhadapan dengan dinding ventral abdomen dan diaphragma thoracis, dan berada di sebelah kiri dari hepar; sebagian dari gaster berada di bagian caudo-posterior hepar. Facies dorsalis letak berbatasan dengan ; Corpus pancreaticus, a.lienalis ; Ujung ren sinister, gld.suprarenalis sinister ;

Di sebelah dorso-lateral terdapat lien. Di sebelah caudal terdapat colon transversum.[11]

Gambar 5: Lokalisasi gaster (dikutip dari kepustakaan 16)


8

V.

PATOFISIOLOGI

Stenosis pilorus terjadi karena adanya hipertrofi dua lapisan otot pilorus (otot longitudinal dan sirkuler yang menyebabkan penyempitan antrum gaster. Kanalis pilorus menjadi panjang, dan dinding otot pilorus mengalami penebalan, diikuti dengan penebalan dan edema dari mukosa. Pada kasus lanjut, lambung dapat menjadi dilatasi dan menyebabkan obstruksi komplit dari lambung. Penyebab dari stenosis pilorus hipertrofi dapat bersifat multifaktorial. Faktor lingkungan dan herediter dipercaya sebagai kontribusi utama penyebab terjadinya stenosis pilorus hipertrofi. Faktor etiologik yang memungkinkan yaitu defisiensi dari Nitrit Oksida Sintase (NOS), innervasi abnormal dari plexus myenterikus, hipergastrinemia infantile, dan paparan dari penggunaan antibiotik seperti obat golongan makrolid. [2] Nitrit Oksida Sintase (NOS) diduga menyebabkan stenosis pilorus hipertrofi karena memediasi relaksasi otot polos non kolinergik non adrenergik sepanjang usus yang menyebabkan lapisan otot sirkuler dari lambung dan pilorus menjadi hipertrofi sehingga menyebabkan disfungsi lambung.[2] Stenosis pilorus menyebabkan gangguan pengosongan isi gaster ke duodenum. Semua makanan yang dicerna dan disekresi oleh gaster akan dimuntahkan kembali. Makanan yang dimuntahkan tidak mengandung cairan empedu karena makanan hanya tertampung dalam gaster saja dan tidak sampai ke duodenum. Hal ini menyebabkan hilangnya asam lambung dan akhirnya menyebabkan terjadinya hipokloremia yang mengganggu kemampuan kerja lambung untuk mensekresikan bikarbonat.[1]

VI. DIAGNOSIS A. Gejala Klinis Muntah tanpa empedu merupakan gejala awal stenosis pilorus. Muntah bisa menyembur atau tidak pada awalnya, tetapi biasanya progresif dan segera setelah

makan. Muntah bisa setiap kali setelah makan atau intermitten. Muntah biasanya mulai setelah umur 3 minggu, tetapi gejala muncul paling awal paling awal pada umur 1 minggu dan paling lambat pada umur 5 bulan. Setelah muntah, bayi akan merasa lapar dan ingin makan lagi. Karena muntah terus menerus terjadilah kehilangan cairan, ion hydrogen dan klorida secara progresif, sehingga menyebabkan alkalosis metabolik, hiperkloremik. Ikterus yang disertai dengan penurunan kadar glukoronil transferase terlihat pada sekitar 5% bayi. Ikterus ini biasanya segera membaik setelah obstruksinya sembuh.[9] Tiga gejala pokok yang penting: 1. Muntah proyektil dimulai pada umur 2-3 minggu, muntah dapat bercampur darah hingga dapat berwarna kecoklatan akibat perdarahan-perdarahan kecil karena gastritis dan pecahnya pembuluh darah kapiler lambung. 2. Kegagalan pertumbuhan dan kehilangan berat badan, hal ini disebabkan karena masukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan karena banyak muntah. 3. Obstipasi, mungkin sekali lagi hal ini juga disebabkan oleh masukan yang kurang.[4] Dua tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik: 1. 2. Kontour dan peristalsis lambung terlihat di abdomen bagian atas Teraba tumor di daerah epigastrium atau hipokondrium kanan.[4] Diagnosis ditegakkan dengan palpasi massa di pilorus. Massa ini kenyal, bisa digerakkan, panjangnya sekitar 2 cm, berbentuk seperti buah zaitun, keras, paling baik diraba dari sisi kiri, dan terletak di atas dan kanan umbilikus di midepigastrium di bawah tepi hati. Pada bayi yang sehat, makan dapat membantu diagnosis. Setelah makan, mungkin ada gelombang peristaltik lambung yang terlihat berjalan menyilang perut. Setelah bayi muntah, otot perut lebih relaks dan bentuk seperti buah zaitun

10

lebih mudah diraba. Sedasi bisa digunakan untuk mempermudah pemeriksaan, tetapi biasanya tidak diperlukan. [9]

Gambar 6: Manifestasi klinik stenosis pylorus (dikutip dari kepustakaan 9)

B. 1.

Aspek fisik dan Pemeriksaan Laboratorium Darah rutin Terdapat gambaran anemi, gambaran gangguan elektrolit terutama pada tukak

duodeni, yang disebabkan seringnya vomitus dan menyebabkan kehilangan garamgaram Na, K, Cl, dan alkalosis. Gangguan fungsi ginjal yang berat mungkin sebagai akibat stenosis pilorus, dan pada dehidrasi akan didapatkan kenaikan kadar ureum dalam darah, oleh karena itu perlu pemeriksaan kadar ureum. [17]

11

2.

Histopatologi Gambaran histopatologi pada beberapa bayi dengan IHPS (Infantile

Hypertrophic Pyloric Stenosis) akan terlihat jika tedapat penebalan yang sangat berlebih pada mukosa. Biasanya gambaran yang didapatkan hipertrofi yang menonjol ke dalam antrum dari lambung, penebalan dan pembengkakan pada mukosa. [5]

Gambar 7: Gambaran histopatologik pada IHPS (Infantile Hypertrophic Pyloric Stenosis) (Dikutip dari kepustakaan 5)

C. 1.

Pemeriksaan Radiologi Foto polos abdomen Pada Radiografi abdomen bisa menunjukkan perut berisi cairan atau udara,

pada perut yang membesar, dapat menandakan adanya obstruksi lambung. Adanya tanda pembesaran perut dengan incisura yang melebar (caterpillar sign) dapat dilihat, dan dapat juga menandakan adanya peningkatan peristaltik lambung pada pasien. Jika pasien baru muntah atau terdapat nasogastric tube di dalam perut, perut didekompresi dan hasil radiografi ditemukan normal. [18]
12

Gambar 8: posisi supine pada bayi yang muntah menunjukkan caterpillar sign dari hirperistalsis lambung yang aktif (Dikutip dari kepustakaan 18)

Gambar 9: Abdominal roentgenogram dari stenosis pylorus hipertrofi (Dikutip dari kepustakaan 19)

13

2.

Foto MD (Maag Duodenum) atau Barium Meal Berdasarkan penelitian MD atau barium meal dianggap sebagai salah satu

pemeriksaan radiologi untuk hipertrofi stenosis pilorik. Pada temuan radiografi dari foto MD dengan kontras didapatkan hasil : .[18] 1. Waktu pengosongan lambung merupakan tanda yang dapat dipercaya untuk memastikan dari obstruksi gastric outlet oleh karena hipertrofi stenosis pilorus. [5,18] 2. 3. Elongasi pylorus. [18] String sign. Terdapat sebuah garis tunggal dan panjang dari kontras barium yang melapisi kanalis pylorus.[5,18]

Gambar 10: Gambaran string sign pada hypertrophic stenosis pyloric (dikutip dari kepustakaan 18)

14

4.

Double track sign. Mukosa dari canalis pyloricum berada di lipatan sentral. Ketika kontras melewati pilorus maka kontras akan mengisi mukosa bagian atas maupun bagian bawah yang mengalami hipertrofi, sehingga dapat terlihat gambaran dua garis yang paralel di area pilorus.[5,18]

Gambar 11: Gambaran double track sign pada hypertrophic stenosis pyloric (dikutip dari kepustakaan 18)

5.

Shoulder sign memberikan gambaran saluran pilorus yang memanjang, penonjolan otot pilorus kedalam antrum. [18]

6.

Beak sign, Pada awal pemeriksaan,barium kontras dapat mengisi hanya di pintu masuk dari canalis piloricum.[18,19]

7.

Mushroom sign. Indentasi dari duodemal bulb. Dasar dari mukosa duodenum cembung mengikuti otot pylorus yang menebal.[18]
15

Gambar 12: Hypertrophic pyloric stenosis yang memberikan gambaran mushroom sign. (Dikutip dari kepustakaan 19)

3.

Pemeriksaan ultrasonografi Ultrasonografi abdomen telah menggantikan pemeriksaan barium dalam

menegakkan diagnosis pada kasus yang sulit. [9] Ketika seseorang di suspect dengan HPS (Hypertrophic Pyloric Stenosis) tetapi tidak tampak massa berbentuk olive pada daerah hipokondrium kanan, maka ultrasound digunakan untuk melihat penebalan dari otot pilorus, dan mempunyai predictive value sampai 90%. Ultrasonografi dilakukan dengan transduser 7,5 - 13,5 MHz-linear dengan posisi supine pada anak. Ketika massa berbentuk olive telah teridentifikasi dan ditemukan panjang canalis pyloricum lebih besar dari 17 mm dan tebal dinding otot lebih besar dari 4 mm maka dapat dipastikan bahwa diagnostiknya adalah HPS (Hypertrophic Pyloric Stenosis).[18,20]

16

Gambaran ultrasonografi pada stenosis pilorik hipertrofik adalah : 1. Target sign pada potongan transversal dari pylorus [18]

Gambar 13: Gambaran ultrasonografi potongan Transversal pada pasien dengan stenosis pilorik hipertrofik menunjukkan target sign dan lapisan otot yang heterogen .
(Dikutip dari kepustakaan 18)

17

2. Antral nipple sign sebuah prolaps mukosa kedalam antrum, yang menyebabkan pseudomass.

Gambar 14: Gambaran ultrasonografi potongan longitudinal pada pasien dengan stenosis pilorik hipertrofik menunjukkan penebalan mukosa yang memberikan gambaran antral nipple sign.
(Dikutip dari kepustakaan 18)

18

4.

CT-SCAN abdomen

Gambar 15: CT-Scan abdomen dengan kontras potongan axial pada pasien yang mengalami penebalan pada pylorus dan antrum bagian distal (tanda panah). (Dikutip dari kepustakaan 21)

Gambar 16: CT-scan abdomen dengan kontras potongan koronal, tampak penebalan fokal pylorus dan antrum bagian distal (Dikutip dari kepustakaan 21)
19

VII. DIAGNOSIS BANDING Adapun diagnosis banding dari hipertrofi stenosis pylorus adalah: 1. 2. 3. 4. Spasme pylorus Reflux gastro-esofagus Trauma serebral-meningitis Infeksi, seperti septikemi dan kelainan traktus urogenitalis.

Untuk memastikan diagnosis palpasi untuk meraba tumor yang merupakan pylorus yang hipertrofi. Bila tumor sulit diraba pemeriksaan dengan barium meal memastikan memberikan informasi yang konklusif. [4] Bayi yang sangat reaktif terhadap rangsang dari luar, yang diberi makan oleh perawat yang tidak berpengalaman, akan mengalami muntah pada minggu-minggu pertama sehingga gejalanya mirip dengan stenosis pilorus. Akalasia esophagus atau hernia hiatus biasanya menimbulkan muntah pada minggu pertama setelah lahir dan dapat dibedakan dengan stenosis pilorus dengan palpasi dan gambaran foto roentgen. Insufisiensi adrenal bisa menyerupai stenosis pilorus, tetapi tidak adanya tumor yang bisa diraba, asidosis metabolik, serta peninggian kalium serum dan kadar natrium urin pada insufisiensi adrenal membantu dalam diferensiasi. Kesalahan metabolisme kongenital (inborn errors of metabolism) bisa menyebabkan muntah berulang dengan alkalosis (siklus urea) atau asidosis (asidemia organic) dan letargi, koma, atau kejang. Muntah dengan diare mmemberi kesan gastroenteritis, tetapi kadang-kadang penderita dengan stenosis pilorus juga menderita diare. Meskipun jarang, refluks gastro-esofagus, dengan atau tanpa hernia hiatus, dapat terancukan dengan stenosis pilorus. Sangat jarang membran pilorus atau duplikasi pilorus bisa menyebabkan muntah proyektil yang bisa terlihat dan pada kasus duplikasi suatu massa yang bisa diraba. Stenosis pada duodenum proksimal sampai ampula Vateri menyebabkan gambaran klinis yang sama dengan stenosis pilorus tetapi mungkin tidak ada massa yang bisa diraba. [9]
20

VIII. PENATALAKSANAAN 1. 1. Perbaikan keadaan umum: Lambung dibilas dengan larutan NaCl untuk mengeluarkan sisa barium bila bayi dilakukan foto barium-meal 2. Koreksi untuk keadaan dehidrasi, hipokalemi, hipokloremi, dan alkalosisnya. Transfusi darah dan atau plasma/albumin bila terdapat anemia atau defisiensi protein serum.[4] Pengobatan prabedah ditujukan langsung pada koreksi cairan, asam basa, dan kehilangan elektrolit. Pemberian cairan intravena dimulai dengan 0,45-0,9% NaCl, dalam 5-10% dekstrosa, dengan penambahan kalium klorida dengan kadar 30-50 mEq/L. Terapi cairan harus dilanjutkan sampai bayi mengalami rehidrasi dan kadar bikarbonat serum kurang dari 30 mEq/L, yang menyatakan bahwa alkalosis sudah terkoreksi. Koreksi terhadap alkalosis sangat penting untuk mencegah apnea pascabedah, yang mungkin merupakan akibat dari anastesi. Kebanyakan bayi bisa berhasil rehidrasi dalam waktu 24 jam. Muntah biasanya berhenti bila lambung kosong, dan kadang-kadang saja bayi membutuhkan pengisapan nasogastrik.[9] 2 . Pembedahan Prosedur bedah pilihan adalah piloromiotomi Ramstedt. Prosedur ini dilakukan melalui insisi pendek melintang atau dengan laparaskopi. Massa pilorus di bawah mukosa dipotong tanpa memotong mukosa dan irisan ditutup kembali.[9]

21

Gambar 17: Piloromiotomi Ramstedt (Dikutip dari kepustakaan 5) Muntah pasca bedah bisa terjadi pada 50% bayi dan diduga edema pilorus tempat insisi. Namun pada kebanyakan bayi, makanan dapat dimulai dalam 12-24 jam sesudah pembedahan dan diteruskan sampai makanan oral rumatan dalam 36-48 jam sesudah pembedahan. Muntah yang menetap menunjukkan suatu piloromiotomi yang tidak sempurna, gastritis, hernia hiatus, kalasia, atau penyebab obstruksi lain. [9] Pengobatan bedah stenosis pilorus adalah kuratif, dengan mortalitas pembedahan antara 0 dan 0,5%. Terapai medik konservatif (dengan memberikan makanan sedikit-sedikit, atropine) pernah dilakukan pada masa lalu tetapi perbaikannnya lambat dengan mortalitas yang lebih tinggi. Dilatasi dengan endoskopi balon cukup berhasil, laporan ini perlu diperkuat sebelum praktek ini diterima sebagai terapi. [9]

22

Gambar 18: Diagram lambung normal, lambung dengan pyloric stenosis pra bedah dan pasca bedah (Dikuti dari kepustakaan 22)

IX. PROGNOSIS Setelah pembedahan bayi masih sekali-sekali muntah, sembuh sempurna setelah 2-3 hari pasca bedah.[4]

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumadewi, Anny dkk. Congenital Hypertrophic Pyloric Stenosis. Department of Pediatric Surgery, Faculty of Medicine Hasanuddin University: Makassar. 2008. 2. Singh, Jagvir. Pediatric Pyloric Stenosis. [ Cited on January 2013]. Available from: http://emedicine.medscape.com/ 3. Patel, Pradip. Pyloric Stenosis. In: Lecturer Notes Radiology. 2nd Edition. Penerbit Erlangga: Jakarta. 2009.Hal.240-241 4. Staf pengajar FKUI. Stenosis Pilorik Hipertrofi. Dalam: Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2008. Hal.102104. 5. Hernanz Marta and Schulman. Infantile Hypertrophic Pyloric Stenosis. In: Upper Gastrointestinal Examination. Department of Radiology and

Radiological Sciences, Vanderbilt University Medical Center; 2003.p.319-331 6. Halpert, Robert. Pyloric Stenosis. In: Gastrointestinal Imaging 3rd Edition. Elsevier: Philadelphia. 2006.p.54 7. Anonym. [Cited On Januari 2013]. Available from: http://pedsurg.ucsf.edu/ 8. Kaneshiro Neil K. Pyloric stenosis, Congenital hypertrophic pyloric stenosis; Hypertrophic pyloric stenosis; Gastric outlet obstruction. [Cited On Januari 2013]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ 9. Wyllie, Robert. Stenosis pilorus dan Anomaly Lambung Konginital Lain. Dalam : Nelson Ilmu Kesahatan Anak Edisi 15 Vol.2. EGC : Jakarta. 2000. Hal: 1305 1307. 10. Sadle, T.W. Stomach. In: Langmans Medical Embryology, 8th Edition. Montana.2000.p292-297 11. Datuk, Razak. Diktat Abdomen. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2004. Hal:8-9
24

12. Price, Sylvia and Wilson, Lorraine. Gangguan Lambung dan Duodenum. Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 6th Edition. EGC: Jakarta.2005. Hal: 417-418 13. Anonym. Anatomy. Dalam : Stomach. University of Tennessee Medical Center in Knoxville. 14. Guyton, Arthur. General Principle of Gastrointestinal Function- Motility, Nervous Control, and Blood Circulation. In: Texbook of Medical Physiology 11th Edition. Elsevier Saunders: Philadelphia. 2006.p.771-772 15. Anonym. Gastrointestinal System. [ Cited on January 2013]. Available from : http://www.virtualmedicalcentre.com/ 16. Brant, William. Abdomen and Pelvis. In: Fundamental of Diagnostic Radiology, 3rd Edition. Lippincott: California.2007 17. Hadi, Sujono. Stenosis Pilorus. Dalam : Gastroenterologi. PT.Alumni: Bandung.2002. Hal: 232-234 18. R Reid, Janet. Imaging in hiperthropic pyloric stenosis. [ Cited on January 2013]. Available from: http://emedicine.medscape.com/ 19. Weerakkody, Yuranga Dr. Amini Behrang Dr. Pyloric Stenosis. [Cited On Januari 2013]. Available from: http://radiopaedia.org/ 20. Frankel, Heidi.Hypertrophic Pyloric Stenosis (HPS). In: Ultrasound for Surgeons. Landes Bioscience: USA.2004.p: 70-71 21. Horton, Karen. Current Role of CT In Imaging of The Stomach. [Cited On Januari 2012]. Available from: radiographics.rsna.org/ 22. Anonym. Texas Pediatric Surgical Associates. [Cited On Januari 2013]. Available from: www.pedisurg.com/ptewc/pyloric-stenosis.htm

25

Anda mungkin juga menyukai