Anda di halaman 1dari 14

KAKI DIABETIK

I. PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang
ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi
pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi
kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (kelainan retina mata, glomerulus
ginjal, syaraf dan otot jantung/ kardiomiopati) maupun makrovaskular (pembuluh
darah serebral, jantung/ PJK dan pembuluh darah perifer). Komplikasi lain dari
DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya terjadi
infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat
berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik.
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan

oleh

diabetes

mellitus.

Faktor

utama

yang

mempengaruhi

terbentuknya kaki diabetik merupakan kombinasi neuropati otonom dan neuropati


somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi. Penderita kaki diabetik yang masuk
rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang tidak dirasakan oleh
penderita.
II. EPIDEMIOLOGI
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling
ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter
pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Seringkali kaki diabetik
berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki
diabetik masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan
maksimal, karena selain kurangnya minat untuk mendalami masalah kaki
diabetik, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetik juga masih sangat
menyolok. Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang besar yang tidak
terjangkau oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya masalah
kaki diabetik.

Di RSUPN dr. CiptoMangunkusumo, masalah kaki diabetik masih merupakan


masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut
kaki diabetik. Angka kematian dan angka amputasi masih sangat besar, masingmasing 16% dan 25% (data RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penyandang DM
pasca amputasi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam
setahun pasca amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca
amputasi.
III. ETIOLOGI
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara
umum faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi:

Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).

Faktor presipitasi
Perlukaan di kulit (jamur).
Trauma.
Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.

Faktor yang memperlambat penyembuhan luka


Derajat luka.
Perawatan luka.
Pengendalian kadar gula darah.

IV. PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan

mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian


menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap
infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor
aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan
kaki diabetik.
A. Vaskulopati
Pada pembuluh darah, akibat komplikasi DM terjadi ketidakrataan permukaan
lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen yang
berakibat pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh lumen
arteri akan tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak cukup, akan terjadi
iskemia dan bahkan gangren yang luas.
Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama sering
terjadi pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling
awal mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes
juga sering mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri poplitea,
arteri tibialis dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal dari
tungkai menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang
menjadi nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan
amputasi.
Perubahan viskositas darah dan fungsi trombosit, penebalan membrana basalis
serta penurunan produksi prostasiklin (vasodilator dan anti platelet aggregating
agent)

akan

memacu

terbentuknya

mikrotrombus

dan

penyumbatan

mikrovaskuler. Peristiwa ini mengakibatkan timbulnya iskemia organ dan/atau


jaringan yang bersangkutan, termasuk serabut saraf perifernya.
Proses angiopati menyebabkan sumbatan arteri yang berlangsung secara
kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi
stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten, III. resting
pain, IV. iskemia/infark dan/atau gangren.
B. Neuropati

Gangguan mikrosirkulasi dan neuropati punya hubungan yang erat dengan


patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf
halus terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back,
di mana ada teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin
rentan untuk diserang. Jadi dibandingkan dengan ekstremitas atas, ternyata
ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena.
Gangguan mikrosirkulasi selain menurunkan aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan
mekanisme lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran
darah ke perifer sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan
bahkan gangren.
Neuropati diabetik disebabkan oleh gangguan jalur poliol (glukosa sorbitol
fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan
sorbitol dan fruktosa serta penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan
neuropati. Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan
metabolik sel-sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan
konduksi motorik akan berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati.
Selanjutnya

timbul

nyeri,

parestesia,

berkurangnya

sensasi

getar

dan

proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai hilangnya refleks-refleks


tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat menyerang saraf-saraf
perifer (mononeuropati dan polineuropati), saraf-saraf kranial, atau sistem saraf
otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare nokturnal,
keterlambatan pengosongan lambung dengan gastroparesis, hipotensi postural,
dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita infark
miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons katekolamin
terhadap hipoglikemia dan tidak menyadari reaksi-reaksi hipoglikemia.
a) Neuropati motorik

Kerusakan saraf motorik akan menyebabkan atrofi otot-otot intrinsik yang


menimbulkan kelemahan pada kaki dan keterbatasan gerak sendi akibat
akumulasi kolagen di bawah dermis hingga terjadi kekakuan periartikuler.
Deformitas akibat atrofi otot dan keterbatasan gerak sendi menyebabkan
perubahan keseimbangan pada sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan

menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada
mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya
trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian
berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan:
(1)

Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.

(2)

Terjadi

disolusi,

fragmentasi,

dan

fraktur

pada

persendian

tarsometatarsal.
(3)

Terjadi fraktur dan kolaps persendian.

(4)

Timbul ulserasi plantaris pedis.

b) Neuropati sensorik

Kehilangan fungsi sensorik menyebabkan penderita kehilangan daya


kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang
proteksi dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki.
Pada keadaan normal sensasi yang diterima menimbulkan refleks untuk
meningkatkan reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang
menyakitkan dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya
kerusakan yang lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di
sini sinyal diolah kemudian respon dikirim melalui saraf motorik.
Pada penderita DM yang telah mengalami neuropati perifer saraf sensorik
(karena gangguan pengantaran impuls), pasien tidak merasakan dan tidak
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya
tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien.
Berbagai macam mekanisme terjadinya luka dapat terjadi pada pasien DM,
seperti:
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
karena lama berbaring, dekubitus).
(2) Tekanan tinggi dalam waktu pendek (luka, tertusuk jarum/paku).
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
c) Neuropati otonom

Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
tonus vasomotor, dan lain-lain.
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering,
dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul
selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga
menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan
nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat
viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun
dengan akibat mudah terjadi ulkus.
C. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik
pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik
biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di
atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam
dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan
kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu
gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal
ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti
katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang menyebabkan
meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga menyebabkan
gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi. Sebagaimana
diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan energi dari
glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin
yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber
energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang mengalami
kekurangan insulin.

KLASIFIKASI
a) Klasifikasi Edmonds (Kings College Hospital, London, 2004-2005)
Stage 1: Normal Foot
Stage 2: High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4: Infected Foot
Stage 5: Necrotic Foot
Stage 6: Unsalvable Foot.
b) Klasifikasi Liverpool
Klasifikasi primer:
Vaskular
Neuropati
Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder:
Tukak sederhana, tanpa komplikasi
Tukak dengan komplikasi.
c) Klasifikasi Wagner
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.
d) Klasifikasi Texas
Stadium

Tingkat
0
Tanpa tukak

atau pasca
tukak, kulit
intak/utuh

1
Luka

superfisial,

Luka sampai

tidak sampai

tendon atau

tendon atau

kapsul sendi

Luka sampai
tulang/sendi

kapsul sendi

----------------------------Dengan Infeksi----------------------------

---------------------------Dengan Iskemia---------------------------

--------------------Dengan Infeksi dan Iskemia--------------------

e) Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot, 2003)


Impaired Perfusion

Size/Extent in mm
Tissue Loss/Depth

None

PAD + but not critical

Critical limb ischemia

Superficial full thickness, not deeper than dermis

Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous

structures, fascia, muscle, or tendon

Infection

All subsequent layers of the foot involved including

bone and or joint


No symptoms or signs of infection

Infection of skin and subcutaneous tissue only

Erythema

>

cm

or

infection

involving

subcutaneous structure(s).
No systemic sign(s) of inflammatory response
4

Infection with systemic manifestation:


Fever, leucocytosis, shift to the left
Metabolic instability

Impaired Sensation

Hypotension, azotemia
Absent

Present

V. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis kaki diabetic dapat dilakukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, dapat
ditanyakan riwayat timbulnya luka beserta perjalanan luka tersebut. Selain itu
menggali lebih dalam riwayat diabetes dan komplikasi yang telah muncul secara
lebih teliti dapat membantu penanganan lebih lanjut dari penyakit ini.
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik
berdasarkan pada pegelompokkan yang telah ada. Pemeriksaan pulsasi arteri
dorsum pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis
dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin

(tanda-tanda infeksi), pemeriksaan kadar GDP, GD2PP, TTGO, serta HbA1c,


kimia darah, urinalisis, foto thoraks, serta foto pedis. Dengan demikian, dapat
diperoleh gambaran perjalanan penyakit DM yang dialami penderita, yang
selanjutnya akan membantu dalam menentukan penatalaksanaan kaki diabetik.
VI. PENATALAKSANAAN
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer meliputi pencegahan terjadinya kaki diabetik dan
terjadinya ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit.
Pencegahan primer ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para
penyandang DM baik yang belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki
diabetik untuk mencegah timbulnya luka lain pada kulit.
Keadaan kaki penyandang DM digolongkan berdasarkna risiko terjadinya dan
risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. Penggolongan kaki diabetik
berdasarkan risiko terjadinya masalah (Frykberg) yaitu:
1) Sensasi normal tanpa deformitas
2) Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
3) Insensitivitas tanpa deformitas
4) Iskemia tanpa deformitas
5) Kombinasi/complicated
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
b) Riwayat adanya tukak, deformitas Charcot.
Pengelolaan kaki diabetik terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya
tukak, disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan
dilakukan sesuai dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan
alas kaki yang baik, berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik
akan dapat dicegah.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki yang
insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang
insensitif tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai
alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk
kasus dengan permasalahan vaskular, latihan kaki perlu diperhatikan benar untuk
memperbaiki vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahas
lebih lanjut pada upaya pencegahan sekunder.
B. Pencegahan Sekunder

Dalam pengelolaan kaki diabetik, kerja sama multi-disipliner sangat


diperlukan. Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil
pengelolaan yang maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya
harus dikelola bersama.

Mechanical control (pressure control)

Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada
plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan
rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan weightbearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total contant
casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts,
maupun cradled insoles.
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi
bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
tendon lengthening, dan partial calcanectomy).

Wound control

Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat.
Dressing (pembalut) dapat digunakan sesuai dengan keadaan luka dan juga letak
luka tersebut. Dressing mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated
dressing, alginate dressing

atau silver impregnated dressing akan dapat

bermanfaat untuk luka produktif dan ternfeksi. Debridement yang baik dan
adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus
dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus
dari ulkus/gangren.
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka,dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik.
10

Microbiological control (infection control)

Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah
yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil
biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di
RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram
positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol).

Vascular control

Keadaan vaskular yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka.


Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui
berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis
pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta
pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai fasilitas
mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara noninvasif
maupun invasif dan semiinvasif, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle
pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta arteriografi.
Setelah

dilakukan

diagnosis

keadaan

vaskularnya,

dapat

dilakukan

pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa:
Modifikasi Faktor Risiko
Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)
Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan
akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin
dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk
pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum ada bukti

11

yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM.
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio
intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan
gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada
keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi.
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga
kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut
berperan.
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki
vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi
adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk menerapkan terapi
hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik.

Metabolic control

Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah
diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor
terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya
diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi harus
diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan luka.
Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin
serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal.

Educational control

Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan
penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun
keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan
yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.

12

Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus dilaksanakan


untuk pengelolaan kaki diabetes. Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus
diabetic dan kemudian segera setelah perawatan, keterlibtan ahli rehabilitasi
medis sangat diperlukan untuk mengurangi kecacatan yang mungkin timbul pada
pasien. Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar
akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru.
VII. PROGNOSIS
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada kaki
diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi
jaringan kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif.
Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan
bakteri patogen; dan faktor ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di
subkutis yang terbuka hingga aliran nutrien tidak sampai ke tempat infeksi.
Pada penderita DM disarankan untuk melakukan evaluasi medis secara
berkala seperti:
-

Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 am sesudah


makan sesuai dengan kebutuhan.
Pemeriksaan A1C dilakukan setiap 3-6 bulan.
Setiap 1 (satu) tahun dilakukan pemeriksaan:
Jasmani lengkap
Mikroalbuminuria
Kreatinin
Albumin/globulin dan ALT
Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL dan trigliserida.
EKG
Foto sinar-x dada.
Funduskopi.

13

14

Anda mungkin juga menyukai