I. PENDAHULUAN
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik yang
ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin,
defek kerja insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi
pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi
kronik dapat terjadi pada tingkat mikrovaskular (kelainan retina mata, glomerulus
ginjal, syaraf dan otot jantung/ kardiomiopati) maupun makrovaskular (pembuluh
darah serebral, jantung/ PJK dan pembuluh darah perifer). Komplikasi lain dari
DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya terjadi
infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat
berkembang menjadi ulkus/gangren diabetik.
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang
disebabkan
oleh
diabetes
mellitus.
Faktor
utama
yang
mempengaruhi
Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti
kelainan makrovaskuler dan mikrovaskuler, jenis kelamin, merokok, dan
neuropati otonom.
Faktor yang meningkatkan kemungkinan terkena trauma seperti neuropati
motorik, neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang
lain (seperti mata kabur).
Faktor presipitasi
Perlukaan di kulit (jamur).
Trauma.
Tekanan berkepanjangan pada tumit saat berbaring lama.
IV. PATOFISIOLOGI
Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan
akan
memacu
terbentuknya
mikrotrombus
dan
penyumbatan
timbul
nyeri,
parestesia,
berkurangnya
sensasi
getar
dan
menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada
mudahnya terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya
trauma, di bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian
berubah jadi ulkus dan akhirnya gangren.
Charcot foot merupakan deformitas kaki diabetik akibat neuropati yang
klasik dengan 4 tahap perkembangan:
(1)
Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
(2)
Terjadi
disolusi,
fragmentasi,
dan
fraktur
pada
persendian
tarsometatarsal.
(3)
(4)
b) Neuropati sensorik
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
akibat kerusakan saraf simpatik. Gangguan saraf otonom ini mengakibatkan
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
tonus vasomotor, dan lain-lain.
Neuropati otonom mengakibatkan produksi keringat berkurang terutama
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering,
dan pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul
selulitis, ulkus, maupun gangren. Selain itu neuropati otonom juga
menyebabkan terjadinya pintas arteriovenosa sehingga terjadi penurunan
nutrisi jaringan yang berakibat pada perubahan komposisi, fungsi, dan sifat
viskoelastisitas sehingga daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun
dengan akibat mudah terjadi ulkus.
C. Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
muskulofasial. Selanjutnya infeksi menyerang kapsul/sarung tendon dan otot, baik
pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik
biasanya timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di
atas lokasi tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam
dan dapat mengenai tulang. Akibatnya terjadi osteomielitis sekunder. Sedangkan
kuman penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu
gram negatif, gram positif, dan anaerob yang bekerja secara sinergi.
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal
ini disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti
katekolamin, kortisol, homon pertumbuhan, dan glukagon) yang menyebabkan
meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga menyebabkan
gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi. Sebagaimana
diketahui, dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan energi dari
glukosa eksogen untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin
yang melekat erat pada sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber
energi. Sumber energi ini akan berkurang pada pasien diabetes yang mengalami
kekurangan insulin.
KLASIFIKASI
a) Klasifikasi Edmonds (Kings College Hospital, London, 2004-2005)
Stage 1: Normal Foot
Stage 2: High Risk Foot
Stage 3: Ulcerated Foot
Stage 4: Infected Foot
Stage 5: Necrotic Foot
Stage 6: Unsalvable Foot.
b) Klasifikasi Liverpool
Klasifikasi primer:
Vaskular
Neuropati
Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder:
Tukak sederhana, tanpa komplikasi
Tukak dengan komplikasi.
c) Klasifikasi Wagner
Wagner 0: Kulit intak/utuh
Wagner 1: Tukak superfisial
Wagner 2: Tukak dalam (sampai tendo, tulang)
Wagner 3: Tukak dalam dengan infeksi
Wagner 4: Tukak dengan gangren terlokalisasi
Wagner 5: Tukak dengan gangren luas seluruh kaki.
d) Klasifikasi Texas
Stadium
Tingkat
0
Tanpa tukak
atau pasca
tukak, kulit
intak/utuh
1
Luka
superfisial,
Luka sampai
tidak sampai
tendon atau
tendon atau
kapsul sendi
Luka sampai
tulang/sendi
kapsul sendi
----------------------------Dengan Infeksi----------------------------
---------------------------Dengan Iskemia---------------------------
Size/Extent in mm
Tissue Loss/Depth
None
Infection
Erythema
>
cm
or
infection
involving
subcutaneous structure(s).
No systemic sign(s) of inflammatory response
4
Impaired Sensation
Hypotension, azotemia
Absent
Present
V. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis kaki diabetic dapat dilakukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, dapat
ditanyakan riwayat timbulnya luka beserta perjalanan luka tersebut. Selain itu
menggali lebih dalam riwayat diabetes dan komplikasi yang telah muncul secara
lebih teliti dapat membantu penanganan lebih lanjut dari penyakit ini.
Pada pemeriksaan fisis, dapat dilakukan penilaian klasifikasi kaki diabetik
berdasarkan pada pegelompokkan yang telah ada. Pemeriksaan pulsasi arteri
dorsum pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis
dilakukan untuk menentukan prognosis dan pilihan terapi yang akan diberikan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan darah rutin
Kaki diabetik terjadi oleh karena adanya perubahan weight-bearing area pada
plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut akan
rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan weightbearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total contant
casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts,
maupun cradled insoles.
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi
bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
tendon lengthening, dan partial calcanectomy).
Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus
dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
mungkin. Klasifikasi ulkus PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat.
Dressing (pembalut) dapat digunakan sesuai dengan keadaan luka dan juga letak
luka tersebut. Dressing mengandung komponen zat penyerap seperti carbonated
dressing, alginate dressing
bermanfaat untuk luka produktif dan ternfeksi. Debridement yang baik dan
adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus
dikeluarkan tubuh, dengan demikian akan sangat mengurangi produksi cairan/pus
dari ulkus/gangren.
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka,dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
perawatan kaki diabetik.
10
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap daerah
yang berbeda. Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil
biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di
RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang
polimikrobial, campuran Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian
antibiotik harus diberikan antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram
positif dan negatif (misalnya golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat
yang bermanfaat terhadap kuman anaerob (misalnya metronidazol).
Vascular control
dilakukan
diagnosis
keadaan
vaskularnya,
dapat
dilakukan
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa:
Modifikasi Faktor Risiko
Stop merokok
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)
Terapi Farmakologis
Jika mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan
akibat aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak), mungkin obat seperti aspirin
dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk
pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai saat ini belum ada bukti
11
yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna
memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM.
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jika ada klaudikasio
intermiten yang hebat, tindakan revaskularisasi dapat dianjurkan. Sebelum
tindakan revaskularisasi, diperlukan pemeriksaan angiografi untuk mendapatkan
gambaran pembuluh darah yang lebih jelas.
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
oklusi yang pendek dapat dipikirkan untuk prosedur endovaskular (PTCA). Pada
keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi.
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat
diperbaiki, sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik, sehingga
kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut
berperan.
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk memperbaiki
vaskularisasi dan oksigenasi jaringan luka pada kaki diabetik sebagai terapi
adjuvant. Walaupun demikian, masih banyak kendala untuk menerapkan terapi
hiperbarik secara rutin pada pengelolaan umum kaki diabetik.
Metabolic control
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah
diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor
terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya
diperlukan insulin untuk menormalisasi kadar gula darah. Status nutrisi harus
diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu kesembuhan luka.
Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin
serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta fungsi ginjal.
Educational control
Edukasi sangat penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetik. Dengan
penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun
keluarganya diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan
yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.
12
13
14