Fraktur Humerus
Oleh:
Luh Dindi Ayu Surya Kanti 1902611095
Made Surya Dharmawan 1902611153
Ruthirar Kalaichelvam 1902611194
Pembimbing:
dr. I Wayan Suartika, Sp.OT
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Fraktur Humerus” ini tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun
dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen / KSM Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / BRSUD Tabanan. Dalam penulisan
laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan maupun bantuan, baik
berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. dr. I Putu Gede Hermawan Trisna, Sp.B, selaku Ketua Departemen/KSM
Bedah BRSU Tabanan
2. dr. I Wayan Suartika, Sp. OT, selaku pembimbing dan penguji laporan
kasus ini
3. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN DEPAN............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
BAB V SIMPULAN..............................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
3
epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral
dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel.
Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri
ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada
permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.5
Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan
humerus.
Tabel 2.1. Saraf dan Otot yang Menggerakkan Humerus6
Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus
Otot Origo Insertio Aksi Persarafan
M. pectoralis Clavicula, Tuberculum Aduksi dan Nervus
major sternum, majus dan merotasi medial pectoralis
cartilago sisi lateral lengan pada sendi medialis dan
costalis II- sulcus bahu; kepala lateralis
VI, intertubercul clavicula
terkadang aris dari memfleksikan
cartilago humerus lengan dan kepala
costalis I-VII sternocostal
mengekstensikan
lengan yang fleksi
tadi ke arah truncus
M. latissimus Spina T7-L5, Sulcus Ekstensi, aduksi, Nervus
dorsi vertebrae intertubercul dan merotasi thoracodorsalis
lumbales, aris dari medial lengan pada
crista sacralis humerus sendi bahu;
dan crista menarik lengan ke
iliaca, costa arah inferior dan
IV inferior posterior
melalui
fascia
thoracolumb
alis
Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus
Otot Origo Insertio Aksi Persarafan
4
scapula
M. Processus Pertengahan Memfleksikan dan Nervus
coracobrachi coracoideus sisi medial aduksi lengan pada musculocutaneus
alis dari scapula dari corpus sendi bahu
humeri
tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang
humerus.4
2.2.2 Etiologi
Secara garis besar, fraktur dapat terjadi akibat trauma, stress berulang,
serta akibat adanya kelainan pada tulang. Trauma dapat bersifat langsung dan
tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Sedangkan, trauma tidak
langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur.4
Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang dapat
menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral, tekanan membengkok yang dapat
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat
menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, serta kompresi
vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif.4
2.2.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus
dari seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak
5,7% kasus dari seluruh fraktur. Sedangkan kejadian fraktur distal humerus terjadi
sebanyak 0,0057% kasus dari seluruh fraktur. Namun, pada wanita tua dengan
osteoporosis terjadi peningkatan jumlah kasus fraktur distal humerus.2,3
Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan
umur rata-rata 64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan
fraktur ketiga yang paling sering terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal
radius. Fraktur diafisis humerus lebih sering terjadi pada usia yang sedikit lebih
muda yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.3
2.2.4 Klasifikasi
Fraktur humerus dapat diklasifikasikan menjadi fraktur proximal humerus,
fraktur shaft humerus, dan fraktur distal humerus.
a. Fraktur Proksimal Humerus
7
sepertiga proximal diafisis dan 10% sepertiga distal diafisis. Umumnya fraktur ini
terjadi akibat trauma, baik secara langsung maupun tidak langsung.9
Gejala klinis yang ditampilkan dapat berupa nyeri, bengkak, deformitas,
dan dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang mengalami fraktur.
Pemeriksaan neurovaskuler penting dilakukan dengan memperhatikan fungsi
nervus radialis. Pada kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler
serial diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya krepitasi.9
2.2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis dapat dibedakan menjadi autoanamnesa dan heteroanamnesa
(pada anak, orang tua, dan pada pasien yang tidak sadar). Anamnesis dapat
dilakukan menggunakan sacred seven dan fundamental four. Pada anamnesis,
dapat kita tanyakan mengenai keluhan utama yang dirasakan pasien. Ada
beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan yaitu
rasa sakit/nyeri, kelainan bentuk/pembengkokan, serta kekakuan/kelemahan
9
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umumnya dibedakan menjadi dua yaitu pemeriksaan
umum (status generalisata) dan pemeriksaan setempat (status lokalis). Pada
masalah muskuloskeletal biasanya dilakukan pemeriksaan status lokalis dengan
menggunakan pemeriksaan look, feel, dan move.11
1. Penampilan (look)
Pada pemeriksaan look, perlu diperhatikan bagaimana keadaan bagian
yang dikeluhkan dan bandingkan dengan bagian yang sehat. Perhatikan apakah
terdapat pembengkakan, memar, deformitas yang mungkin terlihat jelas, dan hal
yang penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak.11
2. Rasa (feel)
Pemeriksaan feel dilakukan dengan membandingkan bagian tubuh yang
dikeluhkan dengan bagian yang sehat. Dapat diperiksa apakah terdapat nyeri tekan
setempat (tenderness), krepitasi, bagaimana pulsasi pada bagian distal dari fraktur,
capillary refill time, dan sensasi sensoris.11
3. Gerakan (move)
Pada pemeriksaan move, diperiksa apakah pasien dapat menggerakkan
bagian distal dari cedera. Terdapat dua gerakan yang diperiksa yaitu gerakan aktif
dan gerakan pasif. Pada saat digerakkan, penting dicatat apakah terdapat keluhan
nyeri pada pergerakan. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari
setiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik.
Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.11
Pada cedera yang terjadi pada anggota gerak atas, pemeriksaan move yang
dapat dilakukan adalah:4,12
- Sendi bahu
Terdapat beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu:
gerak tulang belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi
akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula torakal
(floating joint). Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka
10
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
Dari pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Namun, pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Pada
fraktur humerus umumnya dilakukan pemeriksaan radiologis foto polos humerus
anteroposterior (AP) dan lateral view.12
2. Pemeriksaan Laboratorium
11
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum pada trauma adalah primary survey dan
secondary survey. Sebelum penderita dipindahkan, pasang bidai untuk
mengurangi nyeri, mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin
buruknya kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi
di anggota gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan ke
tubuh penderita.12
Pilihan terapi pada fraktur adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan
harus mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang
yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.12
Pada fraktur proksimal humeri, bila fraktur merupakan fraktur impaksi
maka tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera diistirahatkan
dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama waktu itu penderita
dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambil membongkokkan badan
meniru gerakan bandul (pendulum exercise). Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah kekakuan sendi. Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi
dilakukan reposisi dan dimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam
abduksi (shoulder spica).9,12
Pada fraktur shaft humeri dengan garis patah transversal, apabila terjadi
dislokasi kedua fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Bila
kedudukan sudah cukup baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U slab
(sugar tong splint), dan Immobilisasi dipertahankan selama 6 minggu. Teknik
pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging cast. Hanging cast terutama
dilakukan pada penderita dengan posisi fragmen distal dan proksimal terjadi
contractionum (pemendekan). Apabila pada fraktur humerus ini disertai
komplikasi cedera pada nervus Radialis maka harus dilakukan open reduksi dan
internal fiksasi (ORIF) dengan plate-screw untuk humerus disertai eksplorasi
nervus Radialis. Bila ditemukan nervus Radialis terputus (neurotmesis) dilakukan
12
2.2.7 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah kekakuan sendi bahu
(ankilosis), lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris menyebabkan paralisis m.Deltoid,
cedera n.Radialis, sindroma kompartemen, terjepitnya a. Brakhialis, mal union
cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O.12
BAB III
LAPORAN KASUS
13
14
Darah Lengkap:
GDS : 73 mg/dL
BT : 2’00”
CT : 8’00”
16
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto Humerus Dextra AP Lateral (4/8/2019)
PEMBAHASAN
18
19
KESIMPULAN
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad, C., dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC
2. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Diakses: 6 Agustus 2019. Tersedia di:
http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
3. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults.
Diakses: 6 Agustus 2019. Tersedia di : http://www.jbjs.org/article.aspx?
articleid=35415
4. Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif
Watampone.
5. Tortora G.J. & Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology
12th Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Chapter 8; The Skeletal System:
The Appendicular Skeleton.
6. Tortora G.J. & Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology
12th Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Chapter 11; The Muscular
System.
7. Evans, P.J., B.J McGrory. 2001. Fracture of The Proximal Femur. ME:
Orthopaedic Associates of Portland.
8. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Diakses: 6 Agustus 2019. Tersedia di :
http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. 2010. Handbook Of Fractures.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins; hal :193-229;604-614
10. Thompson, J.C. 2010. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed.
Philadelphia: Elsevier Inc; hal: 109-116.
11. Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley.
Edisi 7. Jakarta: Widya Medika.
12. Reksoprodjo, S. 2009. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa
Aksara Publisher
21