Anda di halaman 1dari 24

Laporan Kasus

Fraktur Humerus

Oleh:
Luh Dindi Ayu Surya Kanti 1902611095
Made Surya Dharmawan 1902611153
Ruthirar Kalaichelvam 1902611194

Pembimbing:
dr. I Wayan Suartika, Sp.OT

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK


MADYA DEPARTEMEN/BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA /
BRSUD TABANAN
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Fraktur Humerus” ini tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun
dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Departemen / KSM Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / BRSUD Tabanan. Dalam penulisan
laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan maupun bantuan, baik
berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. dr. I Putu Gede Hermawan Trisna, Sp.B, selaku Ketua Departemen/KSM
Bedah BRSU Tabanan
2. dr. I Wayan Suartika, Sp. OT, selaku pembimbing dan penguji laporan
kasus ini
3. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan laporan kasus ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis
mengharapkan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran.

Denpasar, Agustus 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN DEPAN............................................................................................i

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................2

2.1 Anatomi Humerus...................................................................................2


2.2 Fraktur Humerus.....................................................................................5
2.2.1 Definisi............................................................................................5
2.2.2 Etiologi............................................................................................6
2.2.3 Epidemiologi...................................................................................6
2.2.4 Klasifikasi.......................................................................................6
2.2.5 Diagnosis.........................................................................................8
2.2.6 Penatalaksanaan..............................................................................11
2.2.7 Komplikasi......................................................................................12
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................13

3.1. Identitas pasien........................................................................................13


3.2. Anamnesis...............................................................................................13
3.3. Pemeriksaan Fisik...................................................................................14
3.4. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................15
3.5. Diagnosis.................................................................................................17
3.6. Terapi......................................................................................................17
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................18

BAB V SIMPULAN..............................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Tulang manusia memiliki beberapa fungsi yaitu sebagai penunjang jaringan


tubuh, pelindung organ tubuh, membantu dalam pergerakan dan berfungsi sebagai
tempat penyimpanan garam serta mineral. Fungsi tersebut dapat terganggu apabila
tulang mengalami masalah. Masalah yang paling sering terjadi pada tulang adalah
fraktur. Umumnya fraktur dapat terjadi akibat cedera, misalnya terjatuh, benturan,
pukulan atau kecelakaan. Salah satu jenis fraktur yang dapat tejadi adalah fraktur
humerus.
Fraktur atau patah tulang humerus merupakan terputusnya kontinuitas
jaringan tulang humerus. Fraktur umumnya disebabkan oleh trauma. Selain dapat
menimbulkan fraktur, trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang
humerus dan menyebabkan vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio),
regangan atau robek parsial (sprain), putus atau robek (avulsi atau ruptur),
gangguan pembuluh darah, dan gangguan saraf (neuropraksia, aksonotmesis,
neurolisis).1
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus
dari seluruh kejadian fraktur, fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak 5,7%
kasus, dan fraktur distal humerus terjadi sebanyak 0,0057% kasus. Namun, angka
ini semakin meningkat pada wanita tua akibat terjadinya osteoporosis.2,3
Setiap fraktur dan kerusakan jaringan lunak sekitar tulang tersebut harus
ditangani sesuai dengan prinsip penanganan fraktur. Prinsip tersebut meliputi
rekognisi (mengenali), reduksi (mengembalikan), retaining (mempertahankan),
dan rehabilitasi. Apabila suatu fraktur tidak ditangani, dapat menyebabkan
komplikasi dari mulai komplikasi dini (early complication) hingga komplikasi
lanjut (late complication). 1,2
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas mengenai
fraktur humerus mengingat pentingnya pengetahuan tentang definisi, etiologi,
epidemiologi, klasifikasi, cara mendiagnosis fraktur humerus, dan juga
komplikasi yang dapat ditimbulkan dalam penanganan fraktur humerus.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Humerus


Humerus merupakan tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas
superior. Tulang tersebut bersendi pada bagian proksimal dengan skapula dan
pada bagian distal bersendi pada siku lengan dengan dua tulang yaitu ulna dan
radius.5
Ujung proksimal humerus memiliki bentuk kepala bulat (caput humeri) yang
bersendi dengan kavitas glenoidalis dari scapula untuk membentuk articulatio
gleno-humeri. Pada bagian distal dari caput humeri terdapat collum anatomicum
yang terlihat sebagai sebuah lekukan oblik. Tuberculum majus merupakan sebuah
proyeksi lateral pada bagian distal dari collum anatomicum. Tuberculum majus
merupakan penanda tulang bagian paling lateral yang teraba pada regio bahu.
Antara tuberculum majus dan tuberculum minus terdapat sebuah lekukan yang
disebut sebagai sulcus intertubercularis. Collum chirurgicum merupakan suatu
penyempitan humerus pada bagian distal dari kedua tuberculum, dimana caput
humeri perlahan berubah menjadi corpus humeri.5
Corpus humeri merupakan bagian humerus yang berbentuk seperti silinder
pada ujung proksimalnya, tetapi berubah secara perlahan menjadi berbentuk
segitiga hingga akhirnya menipis dan melebar pada ujung distalnya. Pada bagian
lateralnya, yakni di pertengahan corpus humeri, terdapat daerah berbentuk huruf
V dan kasar yang disebut sebagai tuberositas deltoidea. Daerah ini berperan
sebagai titik perlekatan tendon musculus deltoideus.5
Beberapa bagian yang khas merupakan penanda yang terletak pada bagian
distal dari humerus. Capitulum humeri merupakan suatu struktur seperti tombol
bundar pada sisi lateral humerus, yang bersendi dengan caput radii. Fossa radialis
merupakan suatu depresi anterior di atas capitulum humeri, yang bersendi dengan
caput radii ketika lengan difleksikan. Trochlea humeri, yang berada pada sisi
medial dari capitulum humeri, bersendi dengan ulna. Fossa coronoidea merupakan
suatu depresi anterior yang menerima processus coronoideus ulna ketika lengan
difleksikan. Fossa olecrani merupakan suatu depresi posterior yang besar yang
menerima olecranon ulna ketika lengan diekstensikan. Epicondylus medialis dan

2
3

epicondylus lateralis merupakan suatu proyeksi kasar pada sisi medial dan lateral
dari ujung distal humerus, tempat kebanyakan tendon otot-otot lengan menempel.
Nervus ulnaris, suatu saraf yang dapat membuat seseorang merasa sangat nyeri
ketika siku lengannya terbentur, dapat dipalpasi menggunakan jari tangan pada
permukaan kulit di atas area posterior dari epicondylus medialis.5
Berikut ini merupakan tabel tentang saraf dan otot yang menggerakkan
humerus.
Tabel 2.1. Saraf dan Otot yang Menggerakkan Humerus6
Otot-Otot Aksial yang Menggerakkan Humerus
Otot Origo Insertio Aksi Persarafan
M. pectoralis Clavicula, Tuberculum Aduksi dan Nervus
major sternum, majus dan merotasi medial pectoralis
cartilago sisi lateral lengan pada sendi medialis dan
costalis II- sulcus bahu; kepala lateralis
VI, intertubercul clavicula
terkadang aris dari memfleksikan
cartilago humerus lengan dan kepala
costalis I-VII sternocostal
mengekstensikan
lengan yang fleksi
tadi ke arah truncus
M. latissimus Spina T7-L5, Sulcus Ekstensi, aduksi, Nervus
dorsi vertebrae intertubercul dan merotasi thoracodorsalis
lumbales, aris dari medial lengan pada
crista sacralis humerus sendi bahu;
dan crista menarik lengan ke
iliaca, costa arah inferior dan
IV inferior posterior
melalui
fascia
thoracolumb
alis
Otot-Otot Scapula yang Menggerakkan Humerus
Otot Origo Insertio Aksi Persarafan
4

M. deltoideus Extremitas Tuberositas Serat lateral Nervus axillaris


acromialis deltoidea dari mengabduksi
dari humerus lengan pada sendi
clavicula, bahu; serat anterior
acromion memfleksikan dan
dari scapula merotasi medial
(serat lengan pada sendi
lateral), dan bahu, serat
spina posterior
scapulae mengekstensikan
(serat dan merotasi lateral
posterior) lengan pada sendi
bahu.

M. Fossa Tuberculum Merotasi medial Nervus


subscapularis subscapularis minus dari lengan pada sendi subscapularis
dari scapula humerus bahu
M. Fossa Tuberculuum Membantu M. Nervus
supraspinatus supraspinata majus dari deltoideus subscapularis
dari scapula humerus mengabduksi pada
sendi bahu
M. Fossa Tuberculum Merotasi lateral Nervus
infraspinatus infraspinata majus dari lengan pada sendi suprascapularis
dari scapula humerus bahu
M. teres Angulus Sisi medial Mengekstensikan Nervus
major inferior dari sulcus lengan pada sendi subscapularis
scapula intertubercul bahu dan
aris membantu aduksi
dan rotasi medial
lengan pada sendi
bahu
M. teres Margo Tuberculum Merotasi lateral dan Nervus axillaris
minor lateralis majus dari ekstensi lengan
inferior dari humerus pada sendi bahu
5

scapula
M. Processus Pertengahan Memfleksikan dan Nervus
coracobrachi coracoideus sisi medial aduksi lengan pada musculocutaneus
alis dari scapula dari corpus sendi bahu
humeri

Gambar 2.1. Tampilan Anterior dan Posterior Humerus

Di bagian posterior tengah humerus, melintas nervus radialis yang


melingkari periosteum diafisis humerus dari proksimal ke distal dan mudah
mengalami cedera akibat patah tulang humerus bagian tengah. Secara klinis, pada
cedera nervus radialis didapati ketidakmampuan melakukan ekstensi pergelangan
tangan sehingga pasien tidak mampu melakukan fleksi jari secara efektif dan tidak
dapat menggenggam.1

2.2 Fraktur Humerus


2.2.1 Definisi
Fraktur adalah suatu kondisi terputusnya kontinuitas dari tulang yang
sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam derajat serta
dapat mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan.8
Salah satu jenis fraktur yang dapat terjadi adalah fraktur humerus. Fraktur
humerus didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi,
6

tulang rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang
humerus.4

2.2.2 Etiologi
Secara garis besar, fraktur dapat terjadi akibat trauma, stress berulang,
serta akibat adanya kelainan pada tulang. Trauma dapat bersifat langsung dan
tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan. Sedangkan, trauma tidak
langsung terjadi apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur.4
Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan berputar yang dapat
menyebabkan fraktur bersifat oblik atau spiral, tekanan membengkok yang dapat
menyebabkan fraktur transversal, tekanan sepanjang aksis tulang yang dapat
menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi, serta kompresi
vertikal yang dapat menyebabkan fraktur kominutif.4

2.2.3 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, fraktur diafisis humerus terjadi sebanyak 1,2% kasus
dari seluruh kejadian fraktur, dan fraktur proksimal humerus terjadi sebanyak
5,7% kasus dari seluruh fraktur. Sedangkan kejadian fraktur distal humerus terjadi
sebanyak 0,0057% kasus dari seluruh fraktur. Namun, pada wanita tua dengan
osteoporosis terjadi peningkatan jumlah kasus fraktur distal humerus.2,3
Fraktur proksimal humerus sering terjadi pada usia dewasa tua dengan
umur rata-rata 64,5 tahun. Sedangkan fraktur proksimal humerus merupakan
fraktur ketiga yang paling sering terjadi setelah fraktur pelvis dan fraktur distal
radius. Fraktur diafisis humerus lebih sering terjadi pada usia yang sedikit lebih
muda yaitu pada usia rata-rata 54,8 tahun.3

2.2.4 Klasifikasi
Fraktur humerus dapat diklasifikasikan menjadi fraktur proximal humerus,
fraktur shaft humerus, dan fraktur distal humerus.
a. Fraktur Proksimal Humerus
7

Insiden terjadinya fraktur proksimal humerus meningkat pada usia yanga


lebih tua, hal ini umumnya terkait dengan terjadinya osteoporosis. Perbandingan
perempuan dan laki-laki yang mengalami fraktur proksimal humerus adalah 2:1.
Mekanisme trauma pada orang tua biasa dihubungkan dengan kerapuhan tulang
(osteoporosis). Pada pasien dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena high-
energy trauma, contohnya kecelakaan lalu lintas sepeda motor. Mekanisme yang
jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi bahu, trauma langsung, kejang,
proses patologis: malignansi. 9,10
Gejala klinis pada fraktur ini adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri
pada saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding
dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera
toraks.9,10
Menurut Neer, proksimal humerus dibentuk oleh 4 segmen tulang yaitu
caput/kepala humerus, tuberkulum mayor, tuberkulum minor, dan diafisis atau
shaft. Neer mengklasifikasikan fraktur proksimal humerus menjadi:9,10
1. One-part fracture : tidak ada pergeseran fragmen, namun terlihat garis fraktur
2. Two-part fracture :
 anatomic neck
 surgical neck
 Tuberculum mayor
 Tuberculum minor
3. Three-part fracture :
 Surgical neck dengan tuberkulum mayor
 Surgical neck dengan tuberkulum minus
4. Four-part fracture
5. Fracture-dislocation
6. Articular surface fracture

b. Fraktur Shaft Humerus


Fraktur shaft humerus merupakan salah satu fraktur yang sering terjadi.
Hamper 60% kasus merupakan fraktur sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur
8

sepertiga proximal diafisis dan 10% sepertiga distal diafisis. Umumnya fraktur ini
terjadi akibat trauma, baik secara langsung maupun tidak langsung.9
Gejala klinis yang ditampilkan dapat berupa nyeri, bengkak, deformitas,
dan dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan yang mengalami fraktur.
Pemeriksaan neurovaskuler penting dilakukan dengan memperhatikan fungsi
nervus radialis. Pada kasus yang sangat bengkak, pemeriksaan neurovaskuler
serial diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari sindroma kompartemen.
Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan adanya krepitasi.9

c. Fraktur Distal Humerus


Fraktur distal humerus jarang terjadi pada dewasa. Kejadiannya hanya
sekitar 2% untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh
kejadian fraktur humerus.9
Fraktur distal humerus dapat terjadi akibat trauma, baik trauma langsung
atau trauma tidak langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila terjatuh
atau terpeleset dengan posisi siku tangan menopang tubuh, siku tangan terbentur
atau dipukul dengan benda tumpul. Trauma tidak langsung misalnya apabila jatuh
dalam posisi tangan menopang tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap lurus.
Hal ini umumnya terjadi pada orang dewasa usia pertengahan atau wanita usia
tua.9,10
Gejala klinis yang tampak antara lain pada daerah siku terlihat bengkak,
kemerahan, nyeri, kaku sendi dan biasanya pasien akan mengeluhkan siku
lengannya seperti akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat nyeri
tekan, krepitasi, dan neurovaskuler umumnya dalam batas normal.9,10

2.2.5 Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis dapat dibedakan menjadi autoanamnesa dan heteroanamnesa
(pada anak, orang tua, dan pada pasien yang tidak sadar). Anamnesis dapat
dilakukan menggunakan sacred seven dan fundamental four. Pada anamnesis,
dapat kita tanyakan mengenai keluhan utama yang dirasakan pasien. Ada
beberapa hal yang menyebabkan penderita datang untuk minta pertolongan yaitu
rasa sakit/nyeri, kelainan bentuk/pembengkokan, serta kekakuan/kelemahan
9

fungsi. Pada anamnesis penting ditanyakan mengenai riwayat cedera (bagaimana


proses cederanya), diikuti dengan ketidakmampuan menggunakan tungkai yang
mengalami cedera.11

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik umumnya dibedakan menjadi dua yaitu pemeriksaan
umum (status generalisata) dan pemeriksaan setempat (status lokalis). Pada
masalah muskuloskeletal biasanya dilakukan pemeriksaan status lokalis dengan
menggunakan pemeriksaan look, feel, dan move.11
1. Penampilan (look)
Pada pemeriksaan look, perlu diperhatikan bagaimana keadaan bagian
yang dikeluhkan dan bandingkan dengan bagian yang sehat. Perhatikan apakah
terdapat pembengkakan, memar, deformitas yang mungkin terlihat jelas, dan hal
yang penting adalah apakah kulit itu terlihat utuh atau tidak.11
2. Rasa (feel)
Pemeriksaan feel dilakukan dengan membandingkan bagian tubuh yang
dikeluhkan dengan bagian yang sehat. Dapat diperiksa apakah terdapat nyeri tekan
setempat (tenderness), krepitasi, bagaimana pulsasi pada bagian distal dari fraktur,
capillary refill time, dan sensasi sensoris.11
3. Gerakan (move)
Pada pemeriksaan move, diperiksa apakah pasien dapat menggerakkan
bagian distal dari cedera. Terdapat dua gerakan yang diperiksa yaitu gerakan aktif
dan gerakan pasif. Pada saat digerakkan, penting dicatat apakah terdapat keluhan
nyeri pada pergerakan. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat gerakan dari
setiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dengan ukuran metrik.
Pencatatan ini penting untuk mengetahui apakah ada gangguan gerak.11
Pada cedera yang terjadi pada anggota gerak atas, pemeriksaan move yang
dapat dilakukan adalah:4,12
- Sendi bahu
Terdapat beberapa sendi yang mempengaruhi gerak sendi bahu yaitu:
gerak tulang belakang, gerak sendi sternoklavikula, gerak sendi
akromioklavikula, gerak sendi gleno humeral, gerak sendi scapula torakal
(floating joint). Karena gerakan tersebut sukar diisolasi satu persatu, maka
10

sebaiknya gerakan diperiksa bersamaan kanan dan kiri; pemeriksa berdiri di


belakang pasien, kecuali untuk eksorotasi atau bila penderita berbaring, maka
pemeriksa ada di samping pasien.
- Sendi siku
Gerak fleksi ekstensi adalah gerakan ulna humeral (olecranon terhadap
humerus). Gerak pronasi dan supinasi adalah gerakan dari antebrachii dan
memiliki sumbu ulna; hal ini diperiksa pada posisi siku 90˚ untuk menghindari
gerak rotasi dari sendi bahu.
- Sendi pergelangan tangan
Pada dasarnya merupakan gerak dari radio karpalia dan posisi netral
adalah pada posisi pronasi, dimana jari tengah merupakan sumbu dari
antebrachii. Diperiksa gerakan ekstensi-fleksi dan juga radial dan ulnar
deviasi.
- Jari tangan
Ibu jari merupakan bagian yang penting karena mempunyai gerakan
aposisi terhadap jari-jari lainnya selain abduksi dan adduksi, ekstensi, dan
fleksi. Jari-jari lainnya hampir sama, MCP (Meta Carpal Phalangeal Joint)
merupakan sendi pelana dan deviasi radier atau ulnar dicatat tersendiri,
sedangkan PIP (Proximal Inter Phalanx) dan DIP (Distal Inter Phalanx)
hanya diukur fleksi dan ekstensi.

c. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologis
Dari pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya fraktur.
Namun, pemeriksaan radiologis diperlukan untuk menentukan keadaan, lokasi
serta ekstensi fraktur. Untuk menghindarkan nyeri serta kerusakan jaringan lunak
selanjutnya, maka sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen
untuk imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis. Pada
fraktur humerus umumnya dilakukan pemeriksaan radiologis foto polos humerus
anteroposterior (AP) dan lateral view.12

2. Pemeriksaan Laboratorium
11

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah


rutin untuk mengenai keadaan umum, infeksi akut/menahun, atas indikasi
tertentu: diperlukan pemeriksaan kimia darah, reaksi imunologi, fungsi hati/ginjal,
serta pemeriksaan kultur dan sensitivity test.12

2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secara umum pada trauma adalah primary survey dan
secondary survey. Sebelum penderita dipindahkan, pasang bidai untuk
mengurangi nyeri, mencegah (bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin
buruknya kedudukan fraktur. Bila tidak terdapat bahan untuk bidai, maka bila lesi
di anggota gerak bagian atas untuk sementara anggota yang sakit dibebatkan ke
tubuh penderita.12
Pilihan terapi pada fraktur adalah terapi konservatif atau operatif. Pilihan
harus mengingat tujuan pengobatan fraktur yaitu mengembalikan fungsi tulang
yang patah dalam jangka waktu sesingkat mungkin.12
Pada fraktur proksimal humeri, bila fraktur merupakan fraktur impaksi
maka tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera diistirahatkan
dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama waktu itu penderita
dilatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambil membongkokkan badan
meniru gerakan bandul (pendulum exercise). Hal ini dimaksudkan untuk
mencegah kekakuan sendi. Pada penderita dewasa bila terjadi dislokasi abduksi
dilakukan reposisi dan dimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam
abduksi (shoulder spica).9,12
Pada fraktur shaft humeri dengan garis patah transversal, apabila terjadi
dislokasi kedua fragmennya dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Bila
kedudukan sudah cukup baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U slab
(sugar tong splint), dan Immobilisasi dipertahankan selama 6 minggu. Teknik
pemasangan gips yang lain yaitu dengan hanging cast. Hanging cast terutama
dilakukan pada penderita dengan posisi fragmen distal dan proksimal terjadi
contractionum (pemendekan). Apabila pada fraktur humerus ini disertai
komplikasi cedera pada nervus Radialis maka harus dilakukan open reduksi dan
internal fiksasi (ORIF) dengan plate-screw untuk humerus disertai eksplorasi
nervus Radialis. Bila ditemukan nervus Radialis terputus (neurotmesis) dilakukan
12

penyambungan kembali dengan teknik bedah mikro. Jika ditemukan hanya


neuropraksia atau aksonotmesis cukup dengan konservatif akan baik kembali
dalam waktu beberapa minggu hingga 3 bulan.9,12

2.2.7 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi adalah kekakuan sendi bahu
(ankilosis), lesi pada n.Sirkumfleksi aksilaris menyebabkan paralisis m.Deltoid,
cedera n.Radialis, sindroma kompartemen, terjepitnya a. Brakhialis, mal union
cubiti varus (carrying angle berubah) dimana siku berbentuk O.12
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama : NPE
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 37 tahun
Alamat : Br. Sanggulan, Tabanan
Pekerjaan : PNS
Agama : Hindu
No RM : 195841
Tanggal MRS : 4 Agustus 2019 (05.29 WITA)
3.2. Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pada lengan kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD BRSU Tabanan pada tanggal 4 Agustus 2019 (pukul
05.29 WITA) dalam keadaan sadar dengan keluhan nyeri pada lengan kanan
setelah jatuh dari sepeda motor ± 30 menit sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan ini timbul sesaat setelah pasien mengalami kecelakaan lalu lintas
yaitu terjatuh dari sepeda motor. Pasien terjatuh kearah kanan dengan lengan
kanan menyangga tubuh. Nyeri dirasakan memberat ketika pasien mencoba
menggerakkan kaki. Riwayat mual muntah serta kehilangan kesadaran
disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Terdahulu dan Pengobatan


Pasien tidak pernah mengalami kejadian serupa sebelumnya. Pasien
mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit lainnya seperti hipertensi,
diabetes, ginjal dan asma. Riwayat operasi disangkal. Riwayat alergi juga
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit diabetes,
hipertensi, jantung, ginjal dan asma.

13
14

3.3. Pemeriksaan Fisik


Primary Survey
Airway + c-spine control : Bebas
Breathing : Spontan
Circulation
Nadi : kuat
CRT : <2”
Warna kulit : normal
Perdarahan : minimal
Turgor kulit : Baik
Disability
Respon : alert
GCS : E4V5M6
Pupil : isokor 3mm/3mm
Status Present
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36 0C
SpO2 : 98 %
VAS :5
Secondary Survey
Kepala : normochepali, Cephallhematoma (-)
Maxillofacial : Jejas (-), floating maxilla (-), maloklusi (-)
Mata : Reflek pupil +/+ isokor, konjungtiva pucat -/-
THT : otore -/-, rhinore -/-
Leher : nyeri (-), memar (-)
Thoraks
Inspeksi : simetris, memar (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : sonor-sonor
Auskultasi : Cor : S1S2 normal, regular, murmur -/-
15

Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-


Abdomen
Inspeksi : distensi (-), jejas (-)
Auskultasi : bising usus normal
Perkusi : timpani
Palpasi : defans muscular (-)
Ekstremitas : hangat sesuai status lokalis
Status Lokalis Regio Humerus Kanan
Look : Swelling (+), bruise (-), deformity (+)
Feel : Tenderness (+) pada lengan atas, radial artery (+) palpable,
CRT<2", sensory normal
Move : Active ROM terbatas karena nyeri
Active ROM distal (+)
3.4. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium

 Darah Lengkap:

WBC : 17,2 103μL

RBC : 4,89 106μL

HGB : 13,9 g/dL


HCT : 38,5 %
PLT : 345 103μ L

 GDS : 73 mg/dL

 BT : 2’00”

 CT : 8’00”
16

b. Pemeriksaan Radiologi
Foto Humerus Dextra AP Lateral (4/8/2019)

- Tampak fraktur komplit transverse shaft humerus 1/3 tengah dextra,


displacement (+)
- Trabekulasi tulang normal
- Celah dan permukaan sendi baik
- Tak tampak erosi / destruksi tulang
- Tampak soft tissue swelling di sekitarnya
Kesan: Fraktur komplit transverse shaft humerus 1/3 tengah dextra,
displacement (+), dengan soft tissue swelling di sekitarnya.

Foto Thorax AP (4/8/2019)


17

- Cor: besar dan bentuk kesan normal


- Pulmo: tak tampak infiltrate/konsolidasi, corakan bronchovaskuler
normal
- Sinus pleura kanan kiri tajam
- Diaphragma kanan kiri normal
- Tulang-tulang: tak tampak dislokasi maupun fraktur
Kesan : normal
3.5. Diagnosis
Close fracture humerus 1/3 tengah dextra
3.6. Terapi
- IVFD RL 500 cc ~ 20 tpm
- Injeksi Ketorolac 3x1 amp
- Parasetamol 3x500 gram
- Fiksasi dan Imobilisasi dengan spalk
- Pro ORIF PS
BAB IV

PEMBAHASAN

Fraktur didefinisikan sebagai suatu kondisi terputusnya kontinuitas atau


diskontinuitas dari tulang. Secara garis besar, fraktur dapat terjadi akibat trauma,
stress berulang, serta akibat adanya kelainan pada tulang. Salah satu jenis fraktur
yang dapat terjadi adalah fraktur humerus. Fraktur humerus dapat diklasifikasikan
menjadi fraktur proximal humerus, fraktur shaft humerus, dan fraktur distal
humerus. Fraktur dapat didiagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang.
Pada laporan kasus ini, pasien NPE berusia 37 tahun didiagnosis dengan
Close Fracture Humerus 1/3 Tengah Dextra berdasarkan hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan anamnesis
didapatkan pasien mengeluh nyeri pada lengan kanan atas setelah terjatuh dari
sepeda motor ± 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengatakan terjatuh
ke arah kanan dengan tangan kanan menyangga tubuh. Dari hasil anamnesis,
dapat dipikirkan kemungkinan terjadinya fraktur akibat trauma. Hal ini sesuai
dengan teori dimana salah satu penyebab terjadinya fraktur adalah trauma.
Pada pemeriksaan fisik secara keseluruhan didapatkan adanya kelainan
pada ekstremitas superior dextra. Pada regio humerus dextra didapatkan tampak
adanya edema serta deformitas, namun tidak tampak adanya luka. Pada
pemeriksaan feel didapatkan perbedaan temperatur antara lengan kanan dan kiri,
nyeri tekan (+), dan terasa adanya krepitasi. Pada pemeriksaan move didapatkan
ROM yang terbatas akibat nyeri. Adanya deformitas pada lengan atas kanan
dengan riwayat trauma mengarahkan kepada kemungkinan terjadinya fraktur.
Edema dapat mengindikasikan adanya retensi cairan dari pembuluh darah ke
jaringan sekitar akibat fraktur. Pemendekan/shortening dapat mengindikasikan
terjadinya fraktur komplit. Adanya nyeri tekan, krepitasi, temperatur lokal
meningkat, dan ROM yang terbatas merupakan gejala klinis fraktur yang
umumnya terjadi pada fraktur. Fraktur tanpa disertai luka terbuka dikategorikan
sebagai close fracture. Close fracture atau fraktur tertutup adalah fraktur tanpa
terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

18
19

Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mengkonfirmasi


hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dilakukan berupa
pemeriksaan radiologis X-Ray Rontgen Humerus Dextra AP lateral tampak
adanya fraktur komplit transverse shaft humerus 1/3 tengah (D) dengan
displacement dan soft tissue swelling di sekitarnya. Hal ini sesuai dengan teori
dimana fraktur shaft humerus adalah fraktur humerus yang paling sering terjadi,
dimana 60% diantaranya terletak di 1/3 tengah diafisis.
Terapi dan tindakan yang diberikan pada pasien ini adalah pemberian
injeksi ketorolac 3x1 ampul, paracetamol 3x500 mg, pemasangan spalk, dan
pasien di MRS kan. Penatalaksanaan pasien ini yaitu dilakukan open reduksi dan
internal fiksasi (ORIF), dengan dasar indikasi fraktur yang tidak stabil.
BAB V

KESIMPULAN

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad, C., dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta: EGC
2. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Diakses: 6 Agustus 2019. Tersedia di:
http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
3. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults.
Diakses: 6 Agustus 2019. Tersedia di : http://www.jbjs.org/article.aspx?
articleid=35415
4. Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT. Yarsif
Watampone.
5. Tortora G.J. & Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology
12th Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Chapter 8; The Skeletal System:
The Appendicular Skeleton.
6. Tortora G.J. & Derrickson B. 2009. Principles of Anatomy and Physiology
12th Edition. New Jersey: John Wiley & Sons, Chapter 11; The Muscular
System.
7. Evans, P.J., B.J McGrory. 2001. Fracture of The Proximal Femur. ME:
Orthopaedic Associates of Portland.
8. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Diakses: 6 Agustus 2019. Tersedia di :
http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview
9. Egol, K.A., Koval, K.J., Zuckerman, J. D. 2010. Handbook Of Fractures.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins; hal :193-229;604-614
10. Thompson, J.C. 2010. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy 2nd ed.
Philadelphia: Elsevier Inc; hal: 109-116.
11. Apley, A.G.,L. Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi Fraktur Sistem Apley.
Edisi 7. Jakarta: Widya Medika.
12. Reksoprodjo, S. 2009. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa
Aksara Publisher

21

Anda mungkin juga menyukai