Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

REHABILITASI MEDIK
CARPAL TUNNEL SYNDROM

Pembimbing :
dr. Eka Poerwanto, Sp.KFR

Penyusun :
Ngakan Nyoman Gde Indra Wiratma
20190420141

BAGIAN ILMU KESEHATAN FISIK DAN REHABILITASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HANG TUAH
RSAL DR. RAMELAN
SURABAYA
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Referat Ilmu Kesehatan Fisik dan Rehabilitasi

“Carpa Tunnel Syndrom”

Oleh:

Ngakan Nyoman Gde Indra Wiratma 20190420141

Referat ini telah diperiksa, disetujui, dan diterima sebagai salah satu
tugas dalam rangka menyelesaikan studi kepaniteraan klinik di bagian Ilmu
Kesehatan Fisik dan Rehabilitasi, RUMKITAL Dr. Ramelan Surabaya,
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.

Surabaya, 14 Oktober 2019


Dosen Pembimbing

dr. Eka Poerwanto, Sp.KFR

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan referat dengan topik “Carpal
Tunnel Syndrom”. Referat ini disusun sebagai salah satu tugas wajib untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik di bagian Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
RSAL Dr. Ramelan Surabaya, dengan harapan dapat dijadikan sebagai
tambahan ilmu yang bermanfaat bagi pengetahuan penulis maupun pembaca.

Dalam penulisan dan penyusunan referat ini tidak lepas dari bantuan
dan dukungan berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada:

a. dr. Eka Poerwanto, Sp.KFR, selaku Pembimbing Referat.


b. Para dokter di bagian Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RSAL Dr.
Ramelan Surabaya.
c. Para perawat dan pegawai di bagian Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
RSAL Dr. Ramelan Surabaya.
Kami menyadari bahwa referat yang kami susun ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak
sangat diharapkan. Semoga referat ini dapat memberi manfaat.

Surabaya, 14 Oktober 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ...................................................................................... 1

DAFTAR ISI .................................................................................................... 2

BAB 1 ............................................................................................................. 3

BAB 2 ............................................................................................................. 5

2.1 Anatomi Nervus Medianus.................................................................. 5

2.2 Definisi.................................................................................................. 6

2.3 Epidemiologi ........................................................................................ 7

2.4 Etiologi ................................................................................................. 8

2.5 Patogenesis dan Patofisiologi .......................................................... 10

2.7 Diagnosis ........................................................................................... 12

2.8 Diagnosis Banding ........................................................................... 14

2.9 Penatalaksanaan .............................................................................. 15

2.10 Prognosis .......................................................................................... 20

BAB 3 ........................................................................................................... 22

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23

2
BAB 1
PENDAHULUAN

Carpal tunnel syndrome (CTS) merupakan neuropati tekanan saraf


medianus dalam terowongan karpal di pergelangan tangan dengan kejadian
yang paling sering, bersifat kronik, dan ditandai dengan nyen tangan pada
malam hari, paresthesia jari-jari yang mendapat inervasi dan saraf medianus,
kelemahan dan atrofi otot thenar. Terowongan karpal terdapat di bagian depan
dari pergelangan tangan dimana tulang dan ligamentum membentuk suatu
terowongan sempit yang dilalui oleh dan nervus medianus. Tulang tulang
karpalia beberapa tendon membentuk dasar dan sisi terowongan yang keras
dan kaku sedangkan atapnya dibentuk oleh fleksor retinaculum (transverse
carpal ligament dan palmar carpal ligament) yang kuat dan melengkung diatas
tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap perubahan yang mempersempit
terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada struktur yang paling rentan
di dalamya yaitu nervus medianus.
Prevalensi CTS dalam populasi umum telah diperkirakan 5% untuk
wanita dan 0,6% untuk pria, CTS adalah jenis neuropati jebakan yang paling
sering ditemui. Sindroma tersebut unilateral pada 42% kasus (29% kanan, 13%
kiri) dan 58% bilateral.
CTS merupakan salah satu jenis neuropati yang paling sering terjadi.
Angka kejadian CTS di Amerika Serikat telah diperkirakan sekitar 1-3 kasus
per 1.000 orang setiap tahunnya dengan prevalensi sekitar 50 kasus dari 1.000
orang pada populasi umum. Prevalensi kejadian CTS dalam masalah kerja di
Indonesia sendiri belum diketahui karena belum adanya survei yang dilakukan.
Namun, pada penelitian yang dilakukan pada populasi dengan pekerjaan
beresiko tinggi pada pergelangan tangan dan tangan, didapatkan prevalensi
CTS sebesar 5,6% sampai dengan 15% Resiko untuk menderita CTS sekitar
10% pada usia dewasa. Sindrom ini biasanya timbul pada orang-orang yang
sering bekerja menggunakan tangan (memanipulasi tangan), seperti memeras

3
baju, orang yang sering bertepuk (guru TK). pengendara motor, mengetik
olahraga taichi, sering bermain game.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Nervus Medianus


Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunneh berada di dalam dasar
pergelangan tangan tembilan ruas tondon fleksor dan N Medianus berjalan di
dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk pleh tiga sisi dari tulang-tulang
carpal Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan
pada jari-jari tangan Jani tangan dan ofot otcA fleksor pada pergelangan
tangan beserta tendon tendonnya berongo pada epicondilus medial pada rogio
oubili dan berinsersi pada tulang tulang metaphalangeal, interphalangeal
proksimal dan interphalangoal distal yang membentuk jari tangan dan jempol,
Canallh corpi berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian
distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan
bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.
Pada terowongan carpal, N. Medianus mungkin bercabang menjadi
komponen radial dan ulnar, Komponen radial dari N. Medianus akan menjadi
cabang sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan
cabang motorik m. abductor pollicis brevis, m opponens pollicis, dan bagian
atas dari m. flexor pollicis brevis. Pada 33 % dari individu, seluruh fleksor polisis
brevis menerima persarafan dari N. Medianus. Sebanyak 2% dari penduduk,
m. policis adduktor juga menerima persarafan N. Medianus Komponen ulnaris
dari N. Medianus memberikan cabang sensorik ke permukaan jari kedua,
ketiga, dan sisi radial jari keempat. Selain itu, saraf median dapat
mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat bagian distal
sendi interphalangeal proksimal, Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan
oleh berkurangnya ukuran canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang
masuk di dalamnya (pembengkakan jaringan lubrikasi pada tendon - tendon
fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi dengan sudut 90 derajat dapat
mengecilkan ukuran canalis Penekanan terhadap N. Medianus yang

5
menyebabkannya semakin masuk di dalam figamentum carpi transversum
dapat menyebabkan atrofi eminensia thenar, kelemahan pada otot fleksor
pollicis brevis, otot opponens poliicis dan otot abductor pollicis brevis yang
dikuti dengan hilangnya kemarmpuan sensorik ligametum carpi transversum
yang dipersarafi oleh bagian distal N Medianus. Cabang sensorik superfisial
dari N Medianus yang mempercabangkan persarafan proksimal ligamentum
carpi transversum yang berlanjut mempersarafi bagian telapak tangan dan jari
jempol.
Nervus medianus tersusun oleh belahan fasikulus lateralis dan bela
hanfasikulus medialis. N. medianus membawakan serabut-serabut radiks
ventralis dandorsalis C 6, C.7, C.8, dan T.1. Otot-atot yang dipersarafinya ialah
otot-otot yangmelakukan pronasi lengan bawah (m.pronator teres dan m
pronator kuadratus),fleksi falangs paling ujung jari telunjuk, jari tengah dan ibu
jari (mm.lumbrikalessisi radial), fleksi jari telunjuk, jari tengah dan ibu jari pada
sendimetakarpofalangeal (mm.lumbrikales dan mm.interoseae sisi radial),
fleksi jarisisi radial di sendi interfalangeal (m.fleksor digitorum profundus sisi
radial),oposisi dan abduksi ibu jari (m.opones polisis dan m.abduktor polisis
brevis). Kawasan sensoriknya mencakup kulit yang menutupi telapak tangan,
kecualidaerah ulnar selebar 1 1/2 jari dan pada dorsum manus kawasan
sensoriknyaadalah kulit yang menutupi falangs kedua dan falangs ujung jari
telunjuk, jaritengah, dan separuh jari manis. N. medianus sering terjepit atau
tertekan dalam perjalanannya melalui m.pronator teres, siku dan retinakulum
pergelangan tangan.Kelumpuhan yang menyusulnya melanda ketiga jari sisi
radial, sehingga ibu jari, jari telunjuk, dan jari tengah tidak dapat difleksikan,
baik di sendimeta karpofalangeal, maupun di sendi interfalangeal. lbu jari tidak
dapatmelakukan oposisi dan abduksi. Atrofi otot-otot tenar akan cepat
menyusulkelumpuhan tersebut.
2.2 Definisi
Pertama kali dijelaskan oleh Paget pada 1854, Carpal Tunnel Syndrome
(CTSS) tetap merupakan kondisi yang membingungkan dan biasanya terjadi

6
disabilitas yang datang ke Rheumatologist and Orthopaedic Clinic. Ini adalah
neuropati kompresif, yang didefinisikan sebagai mononeuropati atau
radikulopati yang disebabkan oleh distorsi mekanik yang dihasilkan oleh gaya
tekan. The American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) Pedoman
Klinis tentang Diagnosis CTS mendefinisikannya sebagai suatu kompresi
neuropati simtomatis gejala dari saraf medianus ditingkat pergelangan tangan.
Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical
Guideline, Carpal Tunnel Syndrome adalah gejala neuropati kompresi dari N.
medianus di tingkat pergelangan tangan, ditandai dengan bukti peningkatan
tekanan dalam terowongan karpal dan penurunan fungsi saraf di tingkat itu.
Carpal Tunnel Syndrome dapat disebabkan oleh berbagai penyakit, kondisi
dan peristiwa Hal ini ditandai dengan keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri
tangan dan lengan dan disfungsi otot Kelainan ini tidak dibatasi oleh usia, jenis
kelamin, etnis, atau pekerjaan dan disebabkan karena penyakit sistemik, faktor
mekanis dan penyakit local.
2.3 Epidemiologi
Tingkat insidennya meningkat hingga 276 100.000 per tahun yang telah
dilaporkan, dengan tingkat prevalensi hingga 9,2% pada wanita dan 6 % pada
pria Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, biasanya terjadi secara
bilateral dengan kisaran usia puncak 40 hingga 60 tahun, meskipun bisa terjadi
pada semua kelompok umur. Prevalensi CTS di United Kingdome (UK) saja
adalah 7-16%: jauh lebih tinggi daripada prevalensi 5% di Amerika Serikat
(AS). Di semua negara barat peningkatan dilaporkan dalam jumlah gangguan
muskuloskeletal terkait pekerjaan (WMSD) disebabkan oleh ketegangan dan
gerakan berulang (biomekanik kelebihan). Di Eropa, pada tahun 1998, lebih
dari 60% anggota tubuh bagian atas gangguan muskuloskeletal yang diakui
terkait dengan pekerjaan adalah CTS. Beberapa industri seperti pengolahan
ikan telah melaporkan prevalensi CTS pada pekerja mereka setinggi 73%.
Berdasarkan data epidemiologi yang tersedia, terdapat hubungan positif
antara CTS dan gerak berulang yang tinggi saat bekerja atau dalam kombinasi

7
dengan faktor lain. Contohnya kecepatan gerakan tangan, gerakan
menggenggam, menjepit, posisi tangan yang ekstrim, penekanan langsung
pada pergelangan tangan secara berulang dalam waktu lama, dan pemakaian
alat kerja yang bergetar. Selain itu cara kerja, peralatan, prosedur kerja dan
lingkungan kerja juga berkaitan dengan CTS.
Tana et al menyimpulkan bahwa dapat jumlah tenaga kerja dengan CTS
di beberapa perusahaan garmen di Jakarta sebanyak 20,3 % responden
dengan besar gerakan biomekanik berulang sesaat yang tinggi pada tangan
pergelangan tangan kanan 74,1%, dan pada tangan kiri 65,5%. Pekerja
perempuan dengan CTS lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan
pekerja laki-laki. Tidak terdapat perbedaan antara peningkatan umur,
pendidikan, masa kerja, jam kerja serta tekanan biomekanik berulang sesaat
terhadap peningkatan terjadinya CTS. Jagga et al meneliti bahwa pekerjaan
yang beresika tinggi mengalami Carpal Tunnel Syndrome adalah
1. Pekerja yang terpapar getaran
2. Pekerja perakitan
3. Pengolahan makanan & buruh pabrik makanan beku
4. Pekerja took
5. Pekerja industri, dan
6. Pekerja tekstil
7. Pengguna komputer
2.4 Etiologi
Kawasan sensorik N. Medianus bervariasi permukaan volar. Dan pola
itu sesuai dengan variasi antara jari ketiga sampai jari keempat sisi radial
telapak tangan. Pada permukaan dorsum manus, kawasan sensorik N.
Medianus bervariasi antara dua sampai tiga palang distal jari kedua, ketiga dan
keempat Di terowongan karpal N. Medianus sering terjepit N. Medianus adalah
saraf yang paling sering mengalami cedera oleh trauma langsung, sering
disertai dengan luka di pergelangan tangan. Tekanan dari n median sehingga

8
menghasilkan rasa kesemutan yang menyakiti juga. Itulah parestesia atau
hipestesia dari Carpal Tunnel Sydrome.
Faktor yang berperan pada CTS adalah predisposisi kongenital yaitu
memiliki ukuran terowongan karpal lebih kecil dibandingkan orang lain, pernah
mengalami trauma pada pergelangan tangan yang menimbulkan
pembengkakan (sprain atau fraktur), aktivitas berlebihan dari kelenjar pituitari,
hipothyroidism rheumatoid arthritis, diabetes mellitus, kelainan metabolik lain,
masalah mekanik pada sendi pergelangan tangan, stres kerja, penggunaan
peralatan tangan yang pada kehamilan, atau menopause cairan retensi
bergetar, berkembangnya kista atau turnor di dalam terowongan, dan jenis
kelamin perempuan.
Beberapa penyebab dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian Carpal Tunnel Syndrome antara lain:
1. Herediter: neuropati herediter yang cenderung menjadi pressure
palsy, misalnya HMSN (hereditary motor and sensory
neuropathies) tipe III.
2. Trauma: dislokasi, fraktur atau hematom pada lengan bawah,
pergelangan tangan dan tangan Sprain pergelangan tangan.
Trauma langsung terhadap pergelangan tangan.
3. Pekerjaan gerakan mengetuk atau fleksi dan ekstensi
pergelangan tangan yang berulang-ulang Seorang sekretaris
yang sering mengetik, pekerja kasar yang sering mengangkat
beban berat dan pemain musik terutama pemain piano dan
pemain gitar yang banyak menggunakan tangannya juga
merupakan etiologi dari carpal turner syndrome.
4. Infeksi: tenosinovitis, tuberkulosis, sarkoidosis.
5. Metabolik: amiloidosis, gout, hipotiroid Neuropati fokal tekan,
khususnya sindrom carpal tunnel juga terjadi karena penebalan
ligamen, dan simpanan disebut tendon dari zat yang
mukopolisakarida.

9
6. Endokrin akromegali, terapi estrogen atau androgen, diabetes
mellitus, hipotiroidi, kehamilan.
7. Neoplasma: kista ganglion, lipoma, infiltrasi metastase, mieloma.
artritis reumatoid, polimialgia.
8. Penyakit kolagen vaskular reumatika, skleroderma, lupus
eritematosus sistemik.
9. Degeneratif: osteoartritis.
10. Latrogenik : punksi arteri radialis, pemasangan shunt vaskular
untuk dialisis, hematoma, komplikasi dari terapi anti koagulan.
11. Faktor stress.
12. Inflamasi : Inflamasi dari membrane mukosa yang mengelilingi
tendon menyebabkan nervus medianus tertekan dan
menyebabkan carpal tunnel syndrome.
2.5 Patogenesis dan Patofisiologi
Patogenesis CTS masih belum jelas. Beberapa teori telah diajukan
untuk menjelaskan gejala dan gangguan studi konduksi saraf. Yang paling
populer adalah kompresi mekanik, insufisiensi mikrovaskular, dan teori
getaran. Menurut teori kompresi mekanik, gejala CTS adalah karena Kompresi
nervus medianus di terowongan karpal Kompresi diyakini dimediasi oleh
beberapa faktor seperti ketegangan, tenaga berlebihan hyperfunction, ekstensi
pergelangan tangan berkepanjangan atau berulang.
Teori insufisiensi mikro-vaskular menyatakan bahwa kurangnya
pasokan darah menyebabkan penipisan nutrisi dan oksigen ke saraf yang
menyebabkan perlahan-lahan kehilangan kemampuan untuk ia mengirimkan
impuls saraf. Scar dan jaringan fibrotik akhirnya berkembang dalam saraf.
Sejumlah penelitian eksperimental mendukung teori iskemia akibat kompresi
diterapkan secara eksternal dan karena peningkatan tekanan di karpal tunnel.
Gejala akan bervariasi sesuai dengan integritas suplai darah dari saraf dan
tekanan darah sistolik Kieman dkk menemukan bahwa konduksi melambat

10
pada median saraf dapat dijelaskan oleh kompresi iskemik saja dan mungkin
tidak selalu disebabkan myelinisasi yang terganggu.
Menurut teori getaran gejala CTS bisa disebabkan oleh efek dari
penggunaan jangka panjang alat yang bergetar pada saraf median di karpal
tunnel. Lundborg et al mencatat edema epineural pada saraf median dalam
beberapa hari berikut paparan alat getar genggam. Selanjutnya, terjadi
perubahan serupa mengikuti mekanik, iskemik, dan trauma kimia.

2.6 Manifestasi Klinis


Terdapat dua bentuk sindronm terowongan karpal yaitu : akut dan
kronis. Bentuk akut mempunyai gejala dengan nyeri parah, bengkak
pergelangan tangan,tangan dingin, serta gerak jari menurun. Kehilangan gerak
jari disebabkan olehkombinasi dari rasa sakit dan paresis. Bentuk kronis
mempunyai gejala baikdisfungsi sensorik yang mendominasi atau kehilangan
motorik dengan penubahanatrofik Nyeri proknimal mungkin dikeluhkan pada
sidrom terowongan karpal.
Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensork saja
Gangguan motork hanya terjadi pada keadaan yang berat Gejala awal
biasanya berupa parestesia, kurang merasa (numbness) atau rasa sepert
terkena aliran listrik (tingling) pada jari 1-3 dan setengah sisi radial jari 4 sesual
dengan distribusi sensorik nervus medianus walaupun kadang- kadang
dirasakan mengenai seluruh jari-jari.
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala
lainnya adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam
hari sehingga sering membangunkan penderita dari tidumya. Rasa nyen ini
umumnya agak berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan
tangannya atau dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi.
Nyeri juga akan berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan
tangannya.

11
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang
terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan. pada
tangan juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang
penderita sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-
otot thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis) dan otot-otot lainya
yang diinervasi oleh nervus medianus.
2.7 Diagnosis
Diagnosa CT ditegakkan selain berdasarkan gejala klinis seperti di atas
dan perkuat dengan pemeriksaan yaitu:
1) Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada
penderita dengan perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan
otonom tangan. Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat
membantu menegakkan diagnosa CTS adalah:
a. Flick's sign: Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau
menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau
menghilang akan menyokong diagnosa CTS Harus diingat
bahwa tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
Penderita diminta melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan
b. Wrist extension test sehingga dapat dibandingkan Bila dalam 60
detik timbul gejala-gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong
diagnosa CTS
c. Phalen's test: Pasien duduk dengan posisi kedua lengan
fleksishoulder sekitar 90 palmar fleksi wrist 70 dengan
mempertemukan kedua sisi dorsal tangan dan rileks di depan
dada. Pasien diminta untuk mempertahankan posisi tangan
tersebut selama 1 menit atau hingga gejala muncul. Tujuan:
untuk membantu menegakkan diagnosis pada carpal tunnel
syndrome derngan meningkatkan tekanan pada nervus

12
medianus yang melewati terowongan carpal Positif tes: rasa
kebas, kesemutan dan paraesthesia timbulsepanjang distribusi
nervus cutaneous medianus - Interprestasi positif tes
mengindikasikan TOS kompresi akibat menyempitnya carpal
tunnel
d. Reverse Phalen Test: Merupakan kebalikan Phalen's test pada
posisi kedua tangan bertemu pada telapak tangan (ekstensi
maksimal). b) Touniquet test Pada pemeriksaan ini dilakukan
pemasangan tourniquet dengan menggunakan tensimeter di
atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila
dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong
diagnosa
e. Tinel's sign: Pemeriksa melakukan perkusi pada terowongan
karpaldengan posisi tangan pasien sedikit dorsofleksi. Tes ini
mendukungdiagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusinervus medianus setelah perkusi.
-Tujuan untuk membantu menegakkan diagnosis pada
carpaltunnel syndrome dengan memprovokasi paraesthesia dan
ataunyeri pada nervus medianus yang melewati terowongan
carpal
-Positif tes Rasa kebas, kesemutan dan paraesthesia
timbulsepanjang distribusi nervus cutaneous medianus (aspek
palmarthumb. Jari telunjuk dan tengah serta bagian tengah
lateral jarimanis).
-Interpretasi Positif tes mengindikasikan TOS kompresi akibat
menyempitnya carpal tunnel
f. Thenar wasting Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan
adanya atrofi otot-otot thenar
g. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara
manual maupun dengan alat dynamometer.

13
h. Pressure test : Nervus medianus ditekan di terowongan karpal
dengan menggunakarn ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120
detik timbul gejala seperti CTS, tes ini menyokong diagnosa.
2) Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)
Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus CTS. Kecepatan Hantar
Saraf (KHS) pada 15-25 % kasus, KHS bisa normal. Pada yang lainnya
KHS akan menurun dan masa laten distal (distal latency) memanjang
menunjukkan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan
tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.
3) Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dapat
Pemeriksaan membantu melihat apakah ada penyebab lain seperti
fraktur atau artritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan
adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan dan MRI dilakukan
pada kasus yang selektif terutama yang akan dioperasi. USG
dilakukan untuk mengukur luas penampang dari saraf median di carpal
tunnel proksimal yang sensitif dan spesifik untuk Carpal Tunnel
Syndrome.
4) Pemeriksaan Laboratorium
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia
mudia tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan
beberapa pemeriksaan seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid
ataupun darah lengkap.
2.8 Diagnosis Banding
Diagnosis dari CTS antara lain:

14
1. Cervical rediculopathy Biasanya keluhannya berkurang bila leher
diistirahatkan dan bertambah bila leher bergerak. Distribusi gangguan
sensorik sesuai dermatomnya
2. Thoracic outlet syndrome. Djumpai atrofi otot-otot tangan lainnya selain
otot olot thenar. Gangguan sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari
tangan dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di
telapak tangan daripada CTS karena cabang nervus medianus ke kulit
telapak tangan tidak melalui terowongan karpal.
4. de Quenain's syndrome.Tenosinovitis dari tendon muskulus abductor
pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan
tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada
pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test:
palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila
nyeri bertambah,
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan secepat mungkin sangat membantu dalam pengobatan
dan pencegahan komplikasi yang dapat ditimbukan. Penatalaksanaan carpal
tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi gejala, dan intensitas
kompresi saraf. Jika sindrom adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit
endokrin, hematologi, atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus
diobati. Tatalaksana meliputi medikamentosa, rehabilitsi medis dan operasi.
Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu:
1) Terapi langsung terhadap CTS
a) Terapi konservatif
 Istirahatkan pergelangan tangan
 Obat anti inflamasi non steroid.
 Pemasangan bidai pada posisí netral pergelangan tangan. Bidai
dapat dipasang terus-menenus atau hanya pada malam hari
selama 2-3 minggu Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai

15
gerakan (ROM) latihan dari ekstremitas atas dan leher yang
menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur sepanjang saraf
median dan lain dari ekstremitas atas. Latihan-latihan ini
didasarkan pada prinsip bahwa jaringan dari sistem saraf perifer
dirancang untuk gerakan, dan bahwa ketegangan dan meluncur
saraf mungkin memiliki efek pada neurofisiologi melalui perubahan
dalam aliran pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan
sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah instruksi
singkat.
 Injeksi steroid. Deksanmetanon 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25
mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ko dalam
terowongan karpal dengan menggunakan jarum no 23 atau 25 pada
lokasi 1 cm ke arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah
medial tendon musculun paimanis longus. Sementara suntikan
dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau empat
suntikan, Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil terapi
belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan. Suntikan harus
digunakan dengan hati-hati untuk pasien di bawah usia 30 tahun.
 Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa
salah satu penyebab CTS adalah defisiensi piridoksin sehingga
mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari
selama 3 bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat
bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat
menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar, Namun
pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.

Fisioterapi
1. Fisioterapi Modalitas
Terapi panas terdiri dari superficial heating dan deep heating.
Penetrasi superficial heating hanya sampai lapisan kutis dansubkutis,

16
sedangkan deep heating dapat mencapai lapisan di bawahsubkutis
Terapi panas meningkatkan aliran darah, meningkatkanmetabolisme
danmeningkatkan vasomotor, tonus menurunkan jaringan, jaringan,
menjadikannya efektifuntuk koneksi viskoelastisitas sendi dan nyeri.
Penggunaan panas kekakuan mengatasi sebagaiterapi membutuhkan
monitoring khusus, karena dapat menyebabkanterjadinya peningkatan
inflamasi dan pembengkakan atau edemaTerapi panas bekerja dengan
cara meningkatkan aliran darah ke kulit, melebarkan pembuluh darah,
meningkatkan oksigen dan pengiriman nutrisi ke jaringan lokal, dan
mengurangi kekakuan sendi dengan cara meningkatkan elastisitas otot.
a Ultra soundUltra sound (USD) Merupakan terapi panas dalam
bentukvibrasi akustik pada frekuensi yang jauh di atas batas
yangdapat didengas manusia dan merubah energi listrik
menjadu panas melal jaringan. USD meiliki frekuensi 0,75 MHz-
3MHz dengan dalam jaringan kecepatan 1,5 x 10 cm/dt dan
panjang gelombang 0,15 cm. Efek terapi USD antara lain
merangsang
-Respon kimia, merangsang jaringan untuk meningkatkanreaksi
dan proses kimia.
-Respon biologi, meningkatkan permeabilitas membrane
sehingga meningkatkan transfer cairan dan nutrisi ke dalam
jaringan
-Respon mekanik, mengurangi spasmel meningkatkan ROM
yang disebabkan perlengketan jaringan dan menghancurkan
deposit kalsium
-Respon suhu, memanaskan jaringan kolagen dan penetrasi
kestruktur yang lebih dalam, mengurangi nyeri, spsme otot dan
meningkatkan aliran darah dan mempercepat penyembuhan

17
Penggunaan ultra sound pada CTS untuk meningkatkansirkulasi
darah akibat efek micro massage yang ditimbulkandan menyebabkan
efek thermal sehingga menyebabkan ototrelaksasis.
b MWD (Microwave Diathermi) MWD merupakan terpai panas
dalam yang memakaigelombang radiasi elektromagnet dengan
panjang gelombang 12 cm dan frekuensi 2450 MHz.
Penggunaan MWD bertujuan untuk menaikan temperatur pada
jaringan sehingga menimbulkan vasodilatasi, pembuluh darah
selain itu pemanasan yang ringan pada otot akan menimbulkan
pengaruhsedatif terhadap ujung-ujung syaraf sensoris.
c TENS (Transcutaneous Electrical Muscle Stimulation)
Penggunaan TENS dapat mengurangi rasa nyeri danspasme
otot pada telapak tangan. TENS menstimulasi kontraksi otot dan
mencegah hipotrofi otot otot tenar. TENS tidak mengobati
penyebab rasa sakit tetapi bekerja pada persepsi atau sensasi
rasa sakit. TENS bekerja melalui dua cara yaitu memblokir sinyal
nyeri impuls listrik sebelum mereka melakukan perjalanan ke
otak dan memicu pelepasan penghilang rasa sakit dari dalam
tubuh sendiri yaitu zat kimia yang disebut endorphin.

2. Fisioterapi Terapi Latihan / Exercise


a Active exercise:
Gerakan yang dilakukankarena adanya kekuatan otot dan
anggota tubuh sendiri tanpa bantuan, gerakan yang dihasilkan oleh
kontraksi dengan melawan gravitasi. Active exercise yang
dapatdilakukan adalah
 Wrist Flexor Stretch
 Wrist & Finger Extensor Stretch
 Gliding tendon exercise
b Passive exercise:

18
Latihan gerakan yangdilakukan oleh bantuan dari luar (terapis)
dan bukanmerupakan kontraksi otot yang disadari Gerak
passiveexercise menyebabkan efek penurunan nyeri akibataliran darah
lancar serta membuat daerah sekitar sendimenjadi rileks sehingga bisa
menjaga elastisitas otot.
c Resisted active exercise:
Resisted active exercise dapat meningkatkan kekuatan otot oleh
karena jikasuatu tahanan diberikan pada otot yang tersebut beradaptasi
akan otot berkontraksi,maka denganmeningkatkan kekuatan otot akibat
hasil adaptasi syarafdan peningkatan serat otot.

b) Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami
perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik
yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral
biananya operasi pertama dilakukan pada tangan yang paing nyeri
walaupun dapat sekaligus dilakukan oporasi bilateral. Penulis lain
menyatakan bahwa tindakan operasi mutlak dilakukan bila torapi
koservatif gagal atau bila ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi
relatif tindakan operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.
Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka
dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan toknik
oporasi secara endoskopik. Operasi endoskopik memungkinkan
mobilieasi pendenta secara dini dengan jaringan parut yang minimal,
totapi karena torbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih sering
menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf Beberapa
penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun
tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara
terbuka.
2) Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS

19
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus
ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambutan CTS kembali.
Pada keadaan di mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus
dilakukan penyesuaian ataupun pencegahan Beberapa upaya yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya
antara lain
 Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan
repetitif, getaran peralatan tangan pada saat bekerja.
 Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural saat
kerja.
 Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi gerakan
 Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta
mengupayakan rotasi kerja.
 Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini
CTS sehingga pekerja dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih
dini.
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering
mendasari terjadinya CTS seperti: trauma akut maupun kronik pada
pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering
dihemodialisa, myzodema akibat hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise,
kehamilan atau penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis,
tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang
dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi
terowongan karpal.
2.10 Prognosis
Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya prognosa
baik. Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif maka tindakan
operasi harus dilakukan. Secara umum prognosa operasi juga baik, tetapi
karena operasi hanya dilakukan pada penderita yang sudah lama menderita
CTS penyembuhan post operatifnya bertahap.

20
21
BAB 3
KESIMPULAN

Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah kerunakan dai nervus


medianusyang terjadi di dalam terowongan karpal di pergelangan tangan, yang
dapatmenyempit di tempat yang dilalui nervus medianus di bawah
ligamentumtranversum karpale (leksor retinakulum) Sebagian kasus CTS tidak
diketahui penyebabnya sedangkan pada kasus yangdiketahui, penyebabrnya
sangat bervariasi Namun, kebanyakan kasus CTS mempunyai hubungan yang
erat dengan penggunaan tangan secara repetitif dan berlebihan.
Gejala awal umumnya hanya berupa gangguan seperti rasa, nyeri, pada
daerah tebal dan tingling yang diinnervasi parestesia,rasa nervus medianus.
Gejala-gejala ini umumnya bertambah berat pada malam hari dan berkurang
bila pergelangan tangan digerak-gerakkan atau dipijat. Gejala motorik serta
atrofi otot-otot thenar hanya dijumpai pada penderita CTS yang sudah
berlangsung lama Penegakan diagnosa CTS berdasarkan atas gejala klinis
dan pemeriksaan fisikyang meliput Buelunuad seperti pemeriksaan radiologis,
laboratoris dan terutama pemeriksaan neu lainnya Pemeriksaan tes berbagai
macam rofisiologi dapat membantu usaha menegakkan diagnosa.
Penatalaksanaan CTS dikelompokkan atas 2 dengan sasaran yang
berbeda. Terapi yang langsung ditujukan terhadap CTS harus selalu disertal
terapi terhadapkeadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS. Terapi
terhadap CTS dikelompokkan atas terapi konservatif dan terapi operatif
(operasi terbuka atauendoskopik). Sekalipun prognosanya baik, kemungkinan
kambuh masih tetap ada.

22
DAFTAR PUSTAKA

Adam, O. M. (2019) ‘Bell ’ s Palsy’, 2071(1), pp. 137–149.


Ali, I. M. and Tubbs, S. R. (2014) ‘The neurologist ’ s dilemma : A
comprehensive clinical review of Bell ’ s palsy , with emphasis on current
management trends’, pp. 83–90. doi: 10.12659/MSM.889876.
Aminoff, M., Greenberg, D. and Simon, R. (2010) ‘Disorders of Peripheral
Nerves: Bell Palsy’, in Clinical Neurology. 6th Ed. USA: The McGraw-Hill
Companies, pp. 182–186.
Baugh, R. F. et al. (2013) ‘Clinical Practice Guideline : Bell ’ s Palsy’, (c). doi:
10.1177/0194599813505967.
Couch, R. (2004) ‘Nasal Vaccination, Escherichia coli Enterotoxin, and Bell’s
Palsy’, N Engl JMed, (9)(350), pp. 860–861.
Djamil, Y. and Basjiruddin, A. (2009) ‘Paralisis Bell’, in Kapita Selekta
Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, pp. 297–300.
Eviston, T. et al. (2015) ‘Bell’s palsy: aetiology, clinical features and
multidisciplinary care’, Journal Neurology Neurosurgery Psychiatry, 86(1356–
61).
Ginsberg, L. (2008) ‘Penglihatan dan nervus kranialis lainnya’, in Lecture
Notes-Neurologi. Jakarta: Penerbit Erlangga, p. 35.
Greco, A. et al. (2012) ‘Bell’s Palsy and Autoimmunity’, Autoimmun Rev,
2(12), pp. 323–28.
Heryanto (2010) Diagnosis Fisik Neurologi. Surabaya: PPDS Ilmu Penyakit
Saraf Fakultas Kedokteran Unair RSU dr. Soetomo.
Holland, N. and Weiner, G. (2004) ‘Recent Developments in Bell’s Palsy’,
BMJ, pp. 553–557.
Lumbantobing (2007) Neurologi Klinik. Jakarta: Universitas Indonesia.
Lowis, H. & Gaharu, N. M., 2012. Bell’s palsy. Diagnosis dan Tatalaksana di
Pelayanan Primer. J Indo Med Assoc, 62(1):34

23
Lowis H, Gaharu MN. Bell’s palsy, Diagnosis dan Tata Laksana di Pelayanan
Primer. Tanggerang: Departemen Saraf Rumah Sakit Jakarta Medical
Center UPH, Jakarta; Volume 6. 2012

Mardjono, M. and Sidharta, P. (2005) ‘Nervus Facialis dan Patologinya’, in


Neurologi Klinis Dasar. 5th edn. Jakarta: PT Dian Rakyat, pp. 159–163.
Mutsch, M., Zhou, W. and Rhodes, P. (2004) ‘Use of the Inactivated
Intranasal Influenza Vaccineand The Risk of Bell’s Palsy in Switzerland’, N
Engl J Med, (9)(350), pp. 896–903. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/1146903-overview#showall.
Netter, F. H. (2013) Atlas Anatomi Manusia. 5th edn. Singapore: Elsevier.
NINDS (2014) Bell’s Palsy Fact Sheet,
http://www.ninds.nih.gov/disorders/bells/detail_bells.htm.
Ropper, A., Samuels, M. and Klein, J. (2014) ‘Bell’s Palsy’, in Adams and
Victor’s Principles of Neurology. 10th edn, p. 1396.
Seok, J., Lee, D. and Kim, K. (2008) ‘The usefulness of clinical findings in
localising lesions in Bell’spalsy: comparison with MRI’, J Neurol Neurosurg
Psychiatry, Apr(4)(79), pp. 418–420.
Sidharta, P. (2007) Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi. Jakarta: Dian
Rakyat.
Tiemstra, J. D. and Khatkhate, N. (2007) ‘Bell’s Palsy: Diagnosis and
Management’, 1.
Yuwono, E. and Yudawijaya, A. (2016) ‘Bell’s Palsy: Anatomi hingga
Tatalaksana’, Majalah Kedokteran UKI 2016 Vol XXXII No.1 Januari - Maret,
XXXII(1).

24
25

Anda mungkin juga menyukai