Anda di halaman 1dari 208

Edisi November 2011

Asuransi
Kesehatan
Nasional

Hasbullah Thabrany

Fakultas Kesehatan Masyarakat


Universitas Indonesia
Jakarta, 2011
Kata Pengantar

Ilmu kedokteran merupakan salah satu ilmu yang tertua yang berkembang
sejak manusia mengalami berbagai risiko dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu
kedokteran telah ada sejak manusia ada. Hanya saja, ilmu kedokteran tua
berkembang berdasarkan instink manusia dalam menyembuhkan berbagai luka atau
penyakit yang menimpa manusia. Berbeda dengan binatang yang terus mengikuti
instinknya, manusia terus mengembangkan pengalaman menyembuhkan dirinya
dan teman-temannya. Dari instink, ilmu kedokteran berkembang menjadi tradisi
penggunaan bahan-bahan alami yang diturunkan sebagai budaya ribuan tahun
lamanya. Secara manusia mengenal tulis baca, pengalaman mencari pengobatan
dan hasilnya terus dicatat dan dikembangkan. Eksperimenpun mulai dilakukan
manusia dalam kurun waktu seriba tahun terakhir. Kini ilmu kedokteran telah sangat
maju berkat ketekunan dan dukungan berbagai ilmu lain seperti ilmu kimia, biologi,
fisika, elektronik, komputer, ekonomi dll.
Perkembangan ilmu dan praktik ekonomi dalam pemeliharaan dan
penyembuhan penyakit telah meningkatkan risiko finansial bagi penduduk di banyak
negara. Maka ilmu kedokteran dan berbagai penunjangnya telah menjadi bisnis
yang mencapai volume lebih dari US$ 5 Triliun
Asuransi Kesehatan Nasional (AKN) merupakan satu solusi yang banyak
diterapkan di berbagai negara maju dan berpendapatan ekonomi menengah.
Perkembangan demokrasi dan keadilan sosial telah mendorong semua negara
untuk menyediakan layanan kesehatan secara gratis atau hampir gratis atau
mengembangkan Asuransi Kesehatan Nasional. Semua negara bersepakat bahwa
semua penduduk berhak atas layanan kesehatan, paling tidak ketika penduduk
mengalami musibah sakit. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru saja
meluncurkan laporan tahun 2010 yang melaporkan dan mendorong seluruh negara
mengembangkan jaminan kesehatan untuk semua penduduknya (Universal
Coverage).
Asuransi Kesehatan Nasional merupakan suatu mekanisme pendanaan
kesehatan bagi semua penduduk. Penerapan AKN memerlukan pengetahuan
tentang asuransi dan prilaku penduduk serta fasilitas kesehatan ketika sebuah
sistem asuransi kesehatan diterapkan. Pengetahuan tentang hal itu memang
menunjukkan adanya pola seragam di berbagai negara. Namun demikian, pilihan
dan kesepakatan penerapan AKN memiliki juga karakteristik yang berbeda di tiap-
tiap negara, khususnya dalam rincian pelaksanaan, besarnya biaya, mekanisme
perolehan layanan, dan berbagai pengalaman lainnya.
Semua pelaku AKN dan juga petugas di fasilitas kesehatan hendaknya
memahami berbagai aspek AKN agar sebuah sistem AKN di Indonesia dapat
berjalan dengan baik memenuhi Sila Keadilan Sosial dan Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab. Buku ini diharapkan memberikan bekal bagi semua penduduk yang
peduli dengan nasib sesama dan peduli dengan kemajuan bangsa. Semoga
bermanfaat.

Penulis

Hasbullah Thabrany
Daftar Isi

Bab I Sejarah Asuransi Kesehatan…………………………………….….…1


1. Pendahuluan………………………………………………………….………1
2. Sejarah Asuransi Kesehatan di Dunia…………………………….……….2
3. Asuransi Kesehatan Nasional di Berbagai Negara………………..……..5
4. Sejarah Asuransi Kesehatan di Indonesia…………………………..……16
5. Penutup……………………………………………………………………….25

Bab II Konsep dan Jenis Asuransi Kesehatan……………………..………30


1. Pendahuluan …………………………………..……………………….30
2. Rasional asuransi………………………………………..……………….....31
3. Risiko dan Risiko Sakit……………………………………………………...34
4. Jenis Asuransi………………………………………………………………..43
5. Asuransi sosial…………………………………………………………….....48
6. Asuransi Komersial………………………………….……………………….61
7. Asuransi Sosial bidang Kesehatan di Berbagai Negara………………....70

Bab III Asuransi Kesehatan Pegawai Negeri………………………………...88


1. Pendahuluan……………………………………………………………….....88
2. Sejarah……………………………………….………………………………..89
3. Peserta…………………………………………….…………………………..94
4. Iuran……………………………………………………………………………95
5. Paket Jaminan………………………………………………………………..97
6. Kinerja Askes……………………………………………………….………..107
7. Upaya Pengendalian Biaya dan masalah yang dihadapi…………….....115
Bab IV. Program Jaminan Kesehatan Jamsostek………………………….117
1. Pendahuluan…………………………………………………………………117
2. Manfaat Program Jaminan Kesehatan Jamsostek………………………118
3. Kinerja Jaminan Kesehatan Jamsotek ……………………………………130
4. Tantangan Program Jamsostek …………………………………………...137

Bab V. Program Bantuan Iuran……………………………………………….139


1. Pendahuluan…………………………………………………………………139
2. Paket Manfaat Jaminan Kesehatan……………………………………….140
3. Kinerja Program Jamkesmas………………………………………………143

Bab VI. Perbandingan Program Nasional…………………………………...150


1. Pendahuluan………………………………………………………………...150
2. Paket Jaminan……………………………………………………………….151
3. Perbedaan Besaran Dana dan Sumber Pendanaan…………………….153
4. Kinerja dan Iuran…………………………………………………….………158

Bab VII. Skeario Asuransi Kesehatan Nasional………………………….…162


1. Pendahuluan…………………………………………………………………162
2 Paket Manfaat Layanan Kesehatan Standar Nasional………………….165
3. Besaran Iuran………………………………………………………………..193
4. Kelembagaan dan Manajemen………………………….…………………197
Bab I
Sejarah Asuransi Kesehatan dan Asuransi Kesehatan di
Berbagai Negara

1. Pendahuluan 

Asuransi kesehatan di Indonesia merupakan hal yang relatif baru bagi


kebanyakan penduduk Indonesia karena istilah asuransi kesehatan belum menjadi
perbendaharaan kata umum. Pemahaman tentang asuransi kesehatan masih sangat
beragam sehingga tidak heran -misalnya di masa lampau- banyak orang yang menyatakan
bahwa Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) bukanlah asuransi
kesehatan—hanya karena namanya memang sengaja dipilih tidak menggunakan kata-kata
asuransi. Pada pembahasan sejarah asuransi kesehatan, harus disepakati terlebih dahulu
batasan asuransi kesehatan. Di banyak buku teks asuransi, asuransi kesehatan mencakup
produk asuransi kesehatan sosial maupun komersial. Asuransi kesehatan sosial adalah
asuransi yang wajib diikuti oleh seluruh atau sebagian penduduk (misalnya pegawai),
premi atau iurannya bukan nilai nominal tetapi prosentase upah yang wajib dibayarkan,
dan manfaat asuransi (benefit) ditetapkan peraturan perundangan dan sama untuk semua
peserta. Sedangkan asuransi kesehatan komersial adalah asuransi yang dijual oleh
perusahaan atau badan asuransi lain, sifat kepesertaannya sukarela, tergantung kesediaan
orang atau perusahaan untuk membeli dan preminya ditetapkan dalam bentuk nominal
sesuai manfaat asuransi yang ditawarkan. Karena itu premi dan manfaat asuransi
kesehatan komersial sangat variasi dan tidak sama untuk setiap peserta.
Domain asuransi kesehatan mencakup berbagai program atau produk asuransi
yaitu penggantian uang atau pemberian pelayanan kesehatan, yang disebabkan oleh
Hal 1 

penyakit, kecelakaan kerja, kecelakaan diri selain kecelakaan kerja, penggantian

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


penghasilan yang hilang akibat menderita penyakit atau mengalami kecelakaan. Tampak
bahwa obyek asuransi kesehatan sangat luas.

2. Sejarah Asuransi Kesehatan di Dunia 

Sejak 1.000 tahun Sebelum Masehi masyarakat kuno telah mengenal prinsip dasar
asuransi—yaitu yang dikenal dengan istilah “Hukum Laut”. Dalam konsep hukum laut di
jaman kuno, perahu-perahu mengalami kesulitasn mendarat akibat malam yang gelap
gulita. Untuk mengatasi hal itu disepakati mengupayakan penerangan dengan cara
melemparkan sesuatu kelaut, sehingga laut menjadi terang dan hasilnya dapat dinikmasti
para nelayan. Karena penerangan yang dihasilkan oleh upaya itu dinikmati bersama oleh
para nelayan, maka disepakati untukn menanggung bersama upaya itu. Dengan kata lain
“Segala yang dikorbankan untuk manfaat bersama harus dipikul (kontribusi) secara
bersama-sama”. Hukum kuno tersebut menjadi dasar dari prinsip asuransi, bukan hanya
asuransi kesehatan, tetapi semua asuransi “a common contribution for the common good”
(HIAA, 1994)1.
Di kalangan masyarakat China kuno juga sudah dikenal konsep asuransi yaitu
masyarakat memberikan dana secara rutin kepada sinshe tanpa memperhatikan apakah
mereka sakit atau tidak. Ketika salah seorang anggota keluarga masyarakat sakit, mereka
membawa si sakit ke shinse tanpa membayar lagi. Di Timur Tengah, konsep asuransi
juga sudah berkembang sejak jaman kuno yang tumbuh di kalangan pedagang yang
berbisnis lintas daerah (kini lintas negara). Berdagang di gurun pasir luas dari Yaman di
Selatan sampai Suriah di Utara atau dari Libia di Barat sampai Iran di Timur, mempunyai
risiko kehilangan arah karena luasnya gurun pasir. Untuk menghindari beban ekonomi
para keluarga kafilah yang berdagang jauh tersebut, para kafilah bersepakat
mengumpulkan dana yang akan digunakan untuk memberikan santunan kepada anggota
keluarga kafilah yang hilang atau meninggal dalam perjalanan bisnisnya.
Asuransi modern berkembang luas di Eropa pada pertengahan abad ke 19 pasca
Hal 2 

revolusi industri. Masa itu tumbuh harapan kehidupan baru yang baik, namun disisi lain
terjadi peningkatan risiko dalam kehidupan rumah tangga. Kehidupan tradisional
berbasis pertanian lebih menjanjikan kestabilan dan kepastian pendapatan jangka panjang

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


dibandingkan dengan kehidupan industri. Ketidakpastian itu memicu tumbuhnya
perkumpulan (asosiasi, societies, club, dan sebagainya) yang bertujuan menanggung
bersama berbagai risiko yang menimpa anggota suatu kelompok akibat industrialisasi
tersebut. Perkumpulan itu kemudian berkembang pesat di beberapa negara, seperti
Jerman, Denmark, Swedia, Norwegia, Swiss, dan Belanda, ditandai dengan pembentukan
berbagai klub yang melakukan upaya bersama untuk menghadapi anggota perkumpulan
yang menderita sakit, sehingga perkumpulan itu disebut sick clubs, mutual benefit funds,
cooperatives, atau societies. Di Inggris dikenal Friendly Societies dan Saturday Funds
yaitu asosiasi para pedagang untuk mengatasi berbagai risiko dalam menjalankan
usahanya.
Dilihat dari keanggotaan dan bentuk perkumpulannya, dikenal beberapa variasi
kelompok atau perkumpulan seperti serikat pekerja usaha dagang, industri kecil, pekerja
di berbagai sektor, pengrajin, pengusaha (waktu itu masih kecil atau menengah), dokter
secara perorangan, asosiasi dokter, kelompok keagamaan, dan perusahaan asuransi. Jenis
asuransi yang umum di abad ke-19 adalah mutual aid societies yaitu bentuk gotong-
royong informal yang mengumpulkan iuran dari para anggota perkumpulan dan
menjanjikan memberikan uang tunai (cash benefit) ketika anggota yang mengalami cacat
(hilang kemampuan/disable) yang disebabkan oleh kecelakaan atau penyakit, sehingga
anggota itu tidak mampu berdagang atau bekerja lagi.
Konsep asuransi sosial, yang bersifat wajib karena diatur oleh pemerintah atau
penguasa, mulai berkembang di Eropa pada tahun 1883 ketika Kanselir Otto von
Bismarck mewajibkan seluruh pekerja untuk bergabung dalam Dana Sakit (sicknes fund,
zieken fond). Bismarck berpendapat penduduk harus mendapatkan haknya pada masa-
masa sulit seperti ketika jatuh sakit. Hak tersebut diatur melalui suatu mekanisme khusus
yang berasal dari kontribusinya sendiri, bukan sumbangan orang.. Negara harus
menjamin agar hak tersebut terpenuhi dengan cara mewajibkan pekerja membayar iuran
untuk dirinya sendiri. Sebagai konsekuensinya, ketika orang mengalami kegagalan
mendapatkan upah akibat sakit, orang tersebut berhak mendapatkan penggantian
kehilangan upah tersebut. Jadi manfaat yang diberikan bukan biaya pengobatan atau
Hal 3 

perawatan, akan tetapi pengganti upah yang hilang karena tidak mampu bekerja (tuna
karya sementara) akibat suatu penyakit. Pada awalnya, kewajiban ini hanya dikenakan

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


kepada pekerja kelas atas (white collar), kemudian diperluas hingga pekerja, kasar,
pelajar, mahasiswa, dan petani. Seperti juga yang terjadi di berbagai belahan dunia,
penghimpunan dana secara tradisional yang bersifat sukarela oleh friendly societies -
semacam upaya dana sehat atau koperasi di Indonesia- tidak bisa berkembang secara
optimal.
Jerman, tradisi ekonominya berkembang melalui pembentukan kelompok usaha
yang terdiri atas pedagang, pengusaha kecil dan pengrajin (guilds), menerapkan sistem
asuransi kesehatan wajib menggunakan pendekatan tradisi tersebut. Oleh karenanya
sistem asuransi wajib (asuransi sosial) ini dikembangkan untuk tiap kelompok kerja atau
di lingkungan suatu usaha/perusahaan. Ada tiga kunci kebijakan Jerman di akhir abad ke
19 tersebut, yaitu setiap pekerja wajib mengikuti program dana sakit, dana yang
terkumpul dikelola sendiri oleh kelompoknya dan sumber dana berasal dari pekerja itu
sendiri, bukan dari pemerintah (Stierle, 1998)2. Model asuransi sosial inilah yang
kemudian berkembang dan menjadi dasar penyelenggaraan asuransi/jaminan sosial
(social security) di seluruh dunia dengan berbagai variasi penyelenggaraan.
Pada pertengahan abad ke 19 (tahun 1851), di Amerika, tepatnya di San
Francisco terbentuk voluntary mutual protection associations seperti La societe
Francaise de Beienfaisance Mutuelle. Asosiasi ini selanjutnya mendirikan rumah sakit di
tahun 1852 untuk melayani perawatan bagi anggotanya. Sejak tahun 1875, establishment
funds (Dana Bersama) di Amerika mulai banyak terbentuk. Dana bersama tersebut
merupakan mutual benefit associations, semacam serikat pekerja, dari suatu firma
(employer) yang dapat berbentuk perusahaan atau bentuk badan hukum lainnya.
Umumnya dana yang terkumpul berasal dari para karyawan, hanya sedikit Dana Bersama
yang ikut dibiayai oleh majikan. Manfaat yang diberikan Dana Bersama umumnya
diberikan sebagai dana kematian dan disabilitas dalam jumlah yang relatif kecil. Di akhir
abad ke 19, gerakan penghimpunan Dana Bersama ini dinilai tidak memadai karena
terbatasnya jumlah peserta yang memenuhi syarat ikut serta karena sifat kepesertaan
yang sepenuhnya sukarela. Hambatan lain adalah iuran yang rendah sehingga dana yang
terkumpul tidak mencukupi untuk membayar santunan yang dijanjikan. Ketidakcukupan
Hal 4 

peserta dan dana ini merupakan fenomena umum yang sampai sekarang terjadi di banyak
negara berkembang. Akibatnya peserta tidak merasakan manfaat bergabung kedalam

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


Dana Bersama dan memilih berhenti, sehingga jumlah peserta yang sudah sedikit
semakin sedikit akibat berkurangnya jumlah peserta yang tetap bergabung.
Sampai tahun 1917, asuransi disabilitas pendapatan (disability income) ini yang
membayar manfaat ketika peserta sakit, yang bukan karena kecelakaan kerja atau
penyakit akibat pekerjaan—yang dijamin oleh pemerintah melalui UU Kecelakaan Kerja
tahun 1908, merupakan satu-satunya jenis asuransi kesehatan yang ditawarkan
perusahaan asuransi. Pasar asuransi kesehatan penggantian upah ini tidak mengalami
perubahan berarti di Amerika sampai 40 tahun kemudian. Di tahun 1940an, empat negara
bagian Amerika (Rhode Island—1942, California—1946, New Jersy—1948, dan New
York—1949) mewajibkan asuransi disabilitas pendapatan jangka pendek (short term
disability income insurance) di negara bagian tersebut.
Jaminan sosial (social security) yang kini dikenal di dunia dan mencakup salah
satu program asuransi kesehatan sosial dikembangkan di Amerika di tahun 1935 setelah
terjadi krisis ekonomi besar (great depression) di tahun 1932. Akan tetapi pada waktu
pertama kali undang-undang jaminan sosial diundangkan tahun 1935, program asuransi
kesehatan belum masuk dalam sistem jaminan sosial Amerika. Program yang masuk
lebih dahulu adalah jaminan hari tua dan disabilitas yang dikenal dengan OASDI (old
age, survivor benefit, and disability income). Baru pada pada tahun 1965 Amerika
menambahkan program jaminan kesehatan yang terdiri atas Medicare (asuransi kesehatan
wajib bagi penduduk lanjut usia atau lansia, penderita cacat dan penderita gagal ginjal)
dan Medicaid (program bantuan pemerintah pusat dan daerah dalam jaminan kesehatan
bagi penduduk miskin). Setelah tahun 1965, program jaminan sosial Amerika dikenal
dengan OASDHI (old age, survivor benefit, disability, and Health Insurance). Seluruh
program jaminan sosial tersebut dikelola oleh pemerintah federal (pusat) bukan oleh
pemerintah bagian.
Namun demikian, dalam hal asuransi kesehatan komersial, pemerintah Amerika
menyerahkan pengaturannya kepada negara bagian. Asuransi kesehatan komersial
berkembang pesat pasca terjadinya krisis besar di Amerika.
Hal 5 

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


3. Asuransi Kesehatan Nasional 

Istilah Asuransi Kesehatan Nasional (AKN) atau National Health Insurance


(NHI) kini semakin banyak digunakan di dunia. Inggris merupakan negara pertama yang
memperkenalkan AKN di tahun 19113. Meskipun sistem kesehatan di Inggris kini lebih
dikenal dengan istilah National Health Service (NHS) suatu sistem kesehatan yang
didanai dan dikelola oleh pemerintah secara nasional (tidak terdesentralisasi), namun sifat
pengelolaanya merupakan AKN yang sebagian dibiayai dari kontribusi wajib oleh tenaga
kerja (termasuk di sektor informal) dan pemberi kerja. Sistem di Inggris tersebut dusebut
NHS karena karena penyaluran dananya melalui anggaran belanja negara yang sebagian
besar bersumber pajak umum (tax-funded). Pembayaran pajak yang tidak memisahkan
secara khusus dana untuk kesehatan seperti yang sebelumnya terjadi menjadikan sistem
di Inggris tersebut lebih dikenal dengan istilah NHS dibanding AKN. Cakupan
kepesertaan dengan NHS adalah universal yaitu seluruh penduduk (universal coverage)
karena kepesertaan tidak dikaitkan dengan iuran oleh masing-masing peserta. Banyak
negara lain di Eropa yang juga memiliki cakupan universal menggunakan sistem NHS
yang mengikuti pola Inggris.4 Hakekatnya baik NHS maupun AKN mempunyai tujuan
yang sama yaitu menjamin bahwa seluruh penduduk mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai dengan kebutuhan medis tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonominya.
Perbedaan NHS dan AKN terletak pada mekanisme pendanaan. AKN lebih bertumpu
pada kontribusi khusus yang bersifat wajib (yang ekivalen dengan pajak) dan dikelola
secara terpisah dari anggaran belanja negara, baik dikelola langsung oleh pemerintah
maupun oleh suatu badan kuasi pemerintah yang otonom.5,6,7,8, 9
Meskipun AKN mempunyai kesamaan prinsip dan tujuan, namun
penyelenggaraannya di dunia sangat bervariasi. Kanada memperkenalkan AKN yang
kini disebut Medicare di tahun 1961 dengan prinsip dasar menjamin akses universal,
portabel, paket jaminan yang sama bagi semua penduduk dan dilaksanakan otonom di
tiap propinsi. Pendanaan AKN merupakan kombinasi dari kontribusi wajib dan subsidi
Hal 6 

dari anggaran pemerintah pusat. Pada awalnya, hanya rawat inap yang dijamin oleh
AKN. Pada tahun 1972, paket jaminan diperluas dengan rawat jalan. Kini seluruh
penduduk Kanada menikmati pelayanan kesehatan komprehensif tanpa harus memikirkan

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


berapa besar biaya yang harus mereka keluarkan dari kantong sendiri bahkan untuk
penyakit berat sekalipun. Beberapa jenis pelayanan rumah sakit dan obat yang tidak
termasuk klasifikasi esensial, dijamin AKN. Inilah yang menjadi pangsa pasar asuransi
10,11,12
kesehatan komersial. Tampak jelas bahwa peran usaha asuransi kesehatan
komersial terbatas pada menjamin hal-hal yang tidak dijamin AKN atau dikenal dengan
asuransi tambahan/suplemen. Pembagian peran ini dimaksudkan untuk menghindari
terjadinya seleksi bias (adverse selection) bila pendekatan yang digunakan adalah
asuransi kesehatan komersial bersifat sukarela, yang akan menyebabkan tidak semua
penduduk dapat memenuhi kebutuhan kesehatannya.

AKN di Kanada

Di Kanada Sistem asuransi kesehatan yang menjamin akses kepada pelayanan


komprehensif berkembang sejak lebih dari 50 tahun yang lalu. Sebelum tahun 1940an,
penduduk Kanada mendapatkan pelayanan kesehatan dengan cara membayar dari
kantong sendiri (out of pocket) sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Penduduk
yang mampu bisa membeli asuransi kesehatan komersial, tetapi sebagian besar penduduk
tidak mampu membelinya. Hal itu menimbulkan banyak masalah akses dan kemanusiaan
akibat penduduk tidak mampu membayar pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.
Usaha menyediakan jaminan kesehatan kepada semua penduduk dimulai tahun 1947
ketika propinsi Saskathcwan memulai penyelenggaraan asuransi kesehatan wajib/sosial,
yang sering juga disebut asuransi kesehatan publik, untuk pelayanan rumah sakit saja.
Sepuluh tahun kemudian, pemerintah federal tertarik untuk memperluas sistem
jaminan yang diberikan oleh propinsi Saskatchwan. Pada tahun 1956, pemerintah federal
merangsang propinsi lain untuk menyelenggarakan jaminan perawatan rumah sakit
dengan memberikan kontribusi sebesar 50% dari dana yang dibutuhkan propinsi. Pada
tahun 1961 seluruh propinsi dan dua daerah teritorial telah menyetujui untuk memberikan
paling tidak jaminan rawat inap. Sampai dengan tahun tersebut, pelayanan rawat jalan
Hal 7 

pada praktek dokter, baik yang praktek mandiri maupun kelompok, masih harus dibayar
sendiri oleh penduduk.

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


Propinsi Saskatchwan melihat hal tersebut sebagai beban penduduk yang harus
dipikul bersama, sehingga pemerintah propinsi memulai perluasan manfaat asuransi
kesehatan publik dengan menanggung pelayanan rawat jalan dokter di luar rumah sakit.
Pemerintah federal Kanada melihat manfaat asuransi kesehatan komprehensif bagi
penduduk dan pertumbuhan ekonomi di propinsi itu. Melihat itu, pemerintah Federal
pada tahun 1968, memutuskan untuk merangsang propinsi lain menerapkan asuransi
kesehatan komprehensif. Empat tahun kemudian yaitu tahun 1972 seluruh propinsi telah
menyediakan jaminan kesehatan komprehensif. Pada tahun itulah tujuan Asuransi
Kesehatan Nasional Kanada tercapai.
Pendanaan program Medicare tersebut selama 20 tahun (sejak 1956) ditanggung
bersama oleh pemerintah propinsi dan pemerintah federal, masing-masing sama besar.
Pada tahun 1977 pendanaan tidak lagi menggunakan sistem proporsional biaya yang
dibutuhkan, melainkan pemberian block grant per kapita dari pemerintah federal kepada
pemerintah provinsi. Bentuk block grant itu memberikan keleluasaan kepada pemerintah
propinsi menggunakan tersebut untuk membiayai program kesehatan lain, seperti
tambahan paket obat bagi lansia dan perawatan gigi bagi anak-anak.
Tahun 1979, sebuah telaah sistem kesehatan Kanada menunjukkan bahwa sistem
kesehatan di Kanada merupakan salah satu yang terbaik di dunia. Pada telaah yang sama
ditemukan pula bahwa banyak dokter yang menarik biaya konsultasi tambahan langsung
kepada pasien disamping yang telah dibayar oleh pemerintah propinsi. Fakta itu
mengancam akses penduduk karena ada beban tambahan untuk membiayai biaya
pelayanan kesehatannya. Dalam undang-undang Kesehatan Kanada tahun 1984,
pemerintah federal menjatuhkan denda kepada pemerintah propinsi sebesar jumlah biaya
yang ditarik oleh dokter di propinsi itu yang dikurangkan dari pendanaan pusat, jika
propinsi mengijinkan dokter menarik biaya tambahan dari penduduk yang ditengarai akan
memberatkan penduduk dan merusak sistem nasional. Kebijakan ini ditujukan agar
seluruh penduduk Kanada terbebas dari beban biaya besar jika ia atau anggota
keluarganya sakit.
Hal 8 

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


AKN Amerika Serikat

Negara tetangga Kanada (Amerika Serika) telah lama bergelut untuk mewujudkan
sebuah AKN. Pasa saat ini, AS dapat dikatakan mempunyai asuransi kesehatan nasional
rawat inap untuk penduduk diatas 65 tahun saja (lansia) yang disebut Medicare part A.
Karena AKN di Amerika Serikat hanya berlaku bagi penduduk lansia, tidak semua
penduduk Amerika yang berjumlah sekitar 280 juta jiwa memiliki asuransi kesehatan.
Sekitar 50 juta penduduk AS yang berusia di bawah 65 tahun (sekitar 25% penduduk usia
produktif) tidak memiliki asuransi kesehatan. Ini merupakan suatu bukti kegagalan
mekanisme pasar dalam bidang kesehatan, karena AS memang didominisasi oleh
asuransi kesehatan komersial. Dengan belanja kesehatan per kapita kini lebih dari US$
5.000 per tahun, AS adalah satu-satunya negara maju yang tidak mampu memiliki
asuransi kesehatan nasional.13
Di Amerika di tahun 1970an, terdapat 15 usulan RUU (Bill) AKN yang semuanya
kandas akibat banyaknya interes bisnis dan politik sehingga kepentingan publik tidak
terlindungi dengan baik.14 Di kala itu, 23% penduduk AS tidak memiliki asuransi
kesehatan, sedangkan saat ini angka tersebut masih berkisar 18%. Dalam masa hampir
40 tahun, sejak Medicare diluncurkan, AS tidak mampu meningkatkan perluasan
penduduk yang dicakup asuransi. Berbagai reformasi sistem asuransi kesehatan yang
dilakukan Amerika, misalnya dengan UU Portabilitas Asuransi dan berbagai UU lain
yang bertujuan memperluas cakupan asuransi secara parsial, tanpa AKN, tidak mampu
mancapai cakupan universal. Inilah salah satu bukti market failure dalam pencapaian
cakupan universal asuransi kesehatan. Sesungguhnya di AS telah diusulkan puluhan
model pendanaan dan penyelenggaraan yang dapat digolongkan menjadi tiga model yaitu
(1) kombinasi kontribusi wajib (payroll taxes) dan anggaran pemerintah seperti model
Inggris, (2) perluasan program Medicare dengan kontribusi wajib kepada seluruh
penduduk seperti model umum di negara maju lain, dan (3) bantuan premi dari
pemerintah untuk penduduk miskin dan tidak mampu.15 Upaya terakhir untuk
Hal 9 

mewujudkan AKN di Amerika dilakukan oleh Presiden Bill Clinton di tahun 1993, yang
juga gagal karena kekuatan perusahaan asuransi, yang takut kehilangan pasar dan
memiliki dana lebih besar, lebih mampu mempengaruhi rakyat Amerika dan anggota

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


Kongres untuk menolak usulan Clinton. Kegagalan AS dalam mengembangkan AKN,
yang lebih mementingkan kepentingan pebisnis asuransi, merupakan pelajaran yang
harus cermati untuk dapat dihindari.

Askes Komersial di Amerika


Perkembangan asuransi kesehatan komersial di Amerika maju dengan pesat
setelah Pemerintah Federal mengeluarkan UU asuransi wajib kecelakaan kerja di tahun
1908 yang diikuti dengan negara bagian Wisconsin di tahun 1911. Upaya asuransi
kesehatan komersial yang dianggap sebagai cikal bakal keberhasilan usaha asuransi
kesehatan secara korporat di Amerika dimulai ketika di tahun 1910 Dana Bersama bagi
pegawai Montgomery Ward, yang memberikan jaminan kematian dan penggantian upah
(disability income benefits) sebesar $5 sampai $10 per minggu, ditelaah (studi kelayakan)
untuk dikontrakan ke perusahaan asuransi. Studi ini dipicu oleh rendahnya kepesertaan
yang hanya mencakup sekitar 15% pegawai, evaluasi program yang jarang dilakukan,
dan manfaat asuransi (benefit) yang tidak memadai. Akhirnya, setelah negosiasi yang
alot, jaminan penggantian upah ini dikontrakan kepada London Guarantee and Accident
Company, di New York tahun 1911. Kontrak asuransi kesehatan kumpulan pertama, yang
jaminannya bukan pelayanan kesehatan atau penggantian biaya perawatan,
mengharuskan waktu tunggu (waiting period) selama tiga hari, manfaat asuransi sebesar
50% upah mingguan bagi pekerja berusia di bawah 70 tahun dengan manfaat minimum
sebesar $5 dan manfaat maksimum sebesar $28,25 per minggu. Manfaat diberikan
sampai pekerja sembuh dan dapat bekerja kembali, tanpa ada batas waktu (HIAA, 1994).
Seperti dijelaskan diatas, beberapa negara bagian mewajibkan perusahaan untuk
mengasuransikan disabilitas pendapatan jangka pendek bagi karyawannya. Kewajiban
tersebut membuat perusahaan asuransi berupaya mencari pasar baru dengan menawarkan
asuransi sejenis tetapi bersifat jangka panjang (long-term) yang memberikan manfaat
sampai lima tahun. Akan tetapi, asuransi ini hanya ditawarkan kepada pekerja dengan
upah yang tinggi seperti penyelia dan manajer. Pada saat ini di Amerika, asuransi
Hal 10 

disabilitas pendapatan jangka panjang—yang memberikan manfaat asuransi sampai usia


pensiun (65 tahun), ketika pensiun wajib yang disediakan Pemerintah Federal sudah
menjadi hak pekerja tersebut.

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


AKN di Jerman

Jerman dipandang sebagai negara pertama yang memperkenalkan asuransi


kesehatan sosial di jaman Otto von Bismarck di tahun 1883. Pada masa lalu, jumlah
badan penyelenggara asuransi kesehatan sosial (sickness funds), yang seluruhnya bersifat
nirlaba, berjumlah sekitar lima ribuan. Namun demikian, karena dorongan efisiensi dan
portabilitas, banyak sickness funds yang merjer sehingga kini jumlahnya sudah menysut
menjadi 270 saja. Penyusutan jumlah badan penyelenggara asuransi kesehatan sosial di
Jerman ini menunjukkan bahwa usaha dengan pool kecil tidak mampu bertahan
(sustainable) dan tekanan ekonomi serta tuntutan portabilitas mengharuskan merjer. Kini
asuransi kesehatan sosial terbesar dipegang oleh badan yang bernama AOK yang
mengelola hampir 70% peserta asuransi kesehatan sosial di Jerman. Semua penduduk
dengan penghasilan di bawah EUR 3.375 per bulan wajib mambayar kontribusi untuk
asuransi kesehatan yang kini mencapai 14% dari upah sebulan. Penduduk yang
berpenghasilan diatas itu, boleh tidak menjadi peserta sickness funds, akan tetapi sekali
mereka tidak ikut (opt out) dengan membeli asuransi kesehatan komersial, mereka tidak
diperkenankan lagi ikut asuransi sosial. Akibatnya, hanya 10% saja penduduk Jerman
yang membeli asuransi kesehatan komersial.16,17,18,19 Jerman memang tidak memiliki satu
lembaga asuransi kesehatan yang secara khusus dirancang untuk menjamin seluruh
penduduk secara nasional karena sejarah perkembangan negara yang sejak awal terpecah-
pecah dalam negara bagian (lander). Namun demikian, Jerman telah menjamin seluruh
penduduknya dengan biaya separuh dari yang dikeluarkan Amerika karena sistemnya
didominasi asuransi kesehatan sosial. Hanya karena jumlah badan penyelenggara asuransi
sosial yang banyak dan paket jaminan yang sangat liberal, maka sistem asuransi
kesehatan Jerman hanya sedikit efisien dibandingkan dengan sistem asuransi kesehatan
Hal 11 

Amerika yang didominasi oleh usaha asuransi kesehatan komersial.

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


AKN di Belanda

Karena hubungan sejarah dengan Jerman, sistem asuransi kesehatan di Belanda


sedikit banyak mengikuti pola-pola Jerman dengan modifikasi. Belanda sesungguhnya
juga memberlakukan AKN dengan pooling risiko biaya medis yang besar (exceptional
medical expenses) yang dikelola oleh satu badan berskala nasional yang dikenal dengan
nama AWBZ. Pelayanan kesehatan yang tidak mahal dikelola oleh berbagai badan
penyelenggara asuransi kesehatan sosial yang bersifat nirlaba yang diatur oleh UU
Sickness Funds Act (ZFW). Sebagian penduduk berpenghasilan tinggi dibolehkan (opt
out) untuk membeli asuransi kesehatan komersial.20,21,22 Dengan model yang hampir sama
dengan Jerman, sistem asuransi kesehatan di Belanda memiliki pendanaan yang berskala
Nasional untuk kasus-kasus katastropik dan pendanaan lokal untuk kasus-kasus medis
yang berbiaya relatif kecil.

AKN di Australia

Australia mengeluarkan UU Asuransi Kesehatan Nasionalnya di tahun 1973


dengan memberikan jaminan pelayanan komprehensif kepada seluruh penduduk
Australia, baik yang berada di Australia maupun yang berada di beberapa negara tetangga
seperti di Selandia Baru dan warga negara beberapa negara Eropa yang tinggal di
Australia. Asuransi, yang juga disebut Medicare dikelola oleh Health Insurance
Commisioner di tingkat negara Federal. Sejak tahun 1973, seluruh penduduk Australia
tidak perlu memikirkan biaya perawatan jika mereka sakit. Karenanya penyakit tidak
akan membuat mereka jatuh miskin. Reformasi sistem Asuransi Kesehatan Nasional
Australia terjadi pada tahun 1990an dengan merangsang penduduk untuk membeli
asuransi kesehatan komersial. Begitu baiknya pengelolaan Medicare ini sehingga
diperlukan perangsang khusus bagi penduduk yang ingin membeli asuransi kesehatan
Hal 12 

swasta dengan cara memberikan pengurangan kontribusi asuransi wajib.23,24,25 Namun


ternyata jumlah penduduk Australia yang memilih membeli asuransi kesehatan komerisal
semakin hari semakin sedikit.

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


AKN di Jepang

Sebagai sekutu Jerman dalam Perang Dunia II di Asia, Jepang memiliki pola
sistem asuransi kesehatan yang mengikuti pola Jerman dengan berbagai modifikasi. Di
Jepang istilah AKN (Kokuho, Kokumin Kenko Hoken) digunakan untuk penyelenggaraan
asuransi kesehatan bagi pekerja mandiri (self-employed), pensiunan swasta maupun
pegawai negeri, dan anggota keluarganya. Penyelenggara AKN diserahkan kepada
pemerintah daerah. Sementara asuransi kesehatan bagi pekerja aktif di sektor formal
diatur dengan UU asuransi sosial kesehatan secara terpisah. Jepang telah memulai
mengembangkan asuransi sosial kesehatan sejak tahun 1922 dengan mewajibkan pekerja
di sektor formal untuk mengikuti program asuransi kesehatan sosial. Akan tetapi,
mewajibkan asuransi kesehatan bagi pekerja sektor formal saja tidak bisa menjamin
penduduk di sektor informal dan penduduk yang telah memasuki usia pensiun
mendapatkan asuransi kesehatan. Untuk memperluas jaminan kesehatan kepada seluruh
penduduk (universal coverage), Jepang kemudian memperluas cakupan asuransi
kesehatan dengan mengeluarkan UU AKN. Dalam sistem asuransi kesehatan di Jepang,
peserta dan anggota keluarganya harus membayar urun biaya (cost sharing) yang
besarnya bervariasi antara 20-30% dari biaya kesehatan di fasilitas kesehatan. Bagian
urun biaya inilah yang menjadi pangsa pasar asuransi kesehatan komersial. 26,27,28

AKN di Taiwan

Negara Asia yang pertama kali secara eksplisit menggunakan istilah AKN dengan
melakukan pooling nasional adalah Taiwan. Komitmen Presiden yang sangat kuat
dibuktikan dengan lahirnya UU AKN pada tahun 1995 dengan sistem yang dikelola oleh
Hal 13 

Biro NHI, suatu Biro di dalam Depkes Taiwan, sebagai satu-satunya pengelola. Sistem
AKN di Taiwan ini dimulai dengan menggabungkan penyelenggaraan asuransi kesehatan
bagi pegawai negeri, pegawai swasta, petani dan pekerja di sektor informal, yang

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


sebelumnya dikelola secara terpisah oleh badan penyelenggara masing-masing, seperti
sistem di Indonesia dengan Askes dan Jamsostek. Penggabungan tersebut telah
meningkatkan efisiensi dan kualitas pelayanan yang menjamin akses yang sama kepada
seluruh penduduk. Paket jaminan komprehensif yang sama meningkatkan kepuasan
peserta dengan tingkat kepuasan lebih dari 70%. Sistem AKN di Taiwan merupakan
salah satu sistem yang menanggung pengobatan tradisional Cina dalam paket jaminan
yang diberikan kepada pesertanya.29,30,31,32,33 Karena sistemnya yang cukup memuaskan
penduduk, asuransi kesehatan komersial tidak banyak berkembang di Taiwan.

AKN di Korea Selatan

Korea Selatan memulai asuransi sosial pada Desember 1963 dengan mewajibkan
perusahaan yang mempekerjakan 500 karyawan atau lebih menyediakan asuransi
kesehatan bagi karyawannya. Kewajiban itu ditingkatkan sampai kepada perusahaan
yang mempekerjakan satu orang karyawan. Cakupan askes untuk pekerja mandiri sudah
diuji-coba sejak tahun 1981 dan pada tahun 1989 seluruh penduduk telah memiliki
asuransi. Suatu prestasi yang luar biasa, karena dalam waktu relatif singkat Korea telah
mampu mencapai cakupan universal. Tetapi penyelenggaraanya masih dikelola oleh lebih
dari 300 badan asuransi kesehatan yang bersifat nirlaba yang dikelola oleh kelompok
pekerja atau pemerintah daerah. Mengingat mobilitas penduduk yang tinggi dan
rendahnya efisiensi pengelolaan program AKN, maka dilakukan reformasi menuju satu
sistem AKN. Sejak tahun 2000, AKN di Korea Selatan dikelola oleh satu badan nasional
dengan iuran maksimum 8% dari upah, ditanggung bersama antara pekerja, pemberi
kerja dan subsidi pemerintah.34,35,36

AKN di Thailand
Hal 14 

Penyelenggaraan AKN di Thailand diusulkan sejak tahun 1996. Program AKN di


negara seribu pagoda itu sudah mencakup seluruh penduduk, namun dikelola oleh 3

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


badan penyelenggara. Saat ini sedang berlangsung proses penggabungan tiga badan
penyelenggara tersebut menjadi satu badan pengelola yang akan mengelola seluruh
program AKN. Usulan penyelenggaraan AKN di Muangtai menggabungkan konsep satu
Badan Nasional sebagai pengelola dengan desentralisasi pembayaran kepada fasilitas
kesehatan (area purchasing board).37 Asuransi kesehatan di Thailand terdiri atas sistem
jaminan kesehatan pegawai negeri yang paket jaminannya amat liberal dan menjamin
tidak saja anggota keluarga pegawai, tetapi juga mencakup orang tua dan mertua
pegawai. Seluruh pegawai swasta mendapat jaminan kesehatan komprehensif melalui
Badan Jaminan Sosial yang dikelola oleh Depnakernya Thailand. Sedangkan pekerja
informal memperoleh jaminan melalui National Health Security Office, sebuah lembaga
independen yang mengelola sistem 30 Baht. Dengan sistem 30 Baht, seluruh penduduk di
luar pegawai swasta dan pegawai negeri berhak mendapat pelayanan kesehatan
komprehensif dengan hanya membayar 30 Baht ( kurang lebih Rp 6.000) sekali berobat
atau dirawat, termasuk perawatan intensif dan pembedahan.38,39,40,41 Dengan demikian,
seluruh penduduk Thailand kini juga telah terbebas dari ancaman menjadi miskin bila
jatuh sakit dan karenanya akan lebih produktif membangun negaranya. Sesungguhnya,
pembayaran 30 Baht tersebut merupakan copayment, biaya fixed yang harus dibayar
penduduk di sektor informal (yang tidak menerima upah) dan anggota keluarga pekerja
swasta. Namun, karena program 30 Baht membayar fasilitas kesehatan dengan cara
kapitasi dan copayment dianggap menjadi hambatan penduduk untuk berobat, sehingga
banyak penduduk yang baru berobat ketika sudah relatif berat, maka fasilitas kesehatan
menuntut penghapusan copayment. Sejak 2007, copayment 30 Baht tidak lagi berlaku,
dan program ini lebih dikenal dengan nama program Cakupan Universal (Universal
Health Coverage) yang sepenuhnya didanai dari APBN/dana pajak.

AKN di Filipina
Hal 15 

Filipina merupakan negara berkembang seperti Indonesia, yang memiliki


penduduk tersebar di lebih dari 7.000 pulau, yang bertekad memantapkan AKN di akhir
Milenium kedua. Pada tahun 1995, Filipina berhasil mengeluarkan UU AKN yang

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


menggabungkan penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi pegawai negeri dan pegawai
swasta yang sebelumnya dikelola terpisah menjadi satu badan AKN. Sebagai negara
berkembang yang mempunyai pendapatan per kapita sedikit diatas US$ 1.000, Filipina
merupakan negara berkembang yang mengembangkan AKN dengan target mencapai
cakupan universal. Saat ini cakupan program AKN baru mencapai sekitar 60% penduduk,
namun seluruh pekerja di sektor formal telah menjadi peserta, termasuk tenaga kerja yang
bekerja diluar Filipina. Meskipun paket jaminannya belum komprehensif, Filipina sudah
mampu meniadakan ancaman pemiskinan akibat sakit bagi sebagian besar
penduduknya.42,43,44

4. Sejarah Asuransi Kesehatan di Indonesia 

Perkembangan asuransi kesehatan di Indonesia berjalan sangat lambat


dibandingkan dengan perkembangan asuransi kesehatan di beberapa negara tetangga di
ASEAN. Penelitian yang seksama tentang fakto yang mempengaruhi perkembangan
asuransi kesehatan di Indonesia tidak cukup tersedia. Secara teoritis beberapa faktor
penting dapat dikemukakan sebagai penyebabkan lambatnya pertumbuhan asuransi
kesehatan di Indonesia, diantaranya deman (demand) dan pendapatan penduduk yang
rendah, terbatasnya jumlah perusahaan asuransi, dan buruknya kualitas fasilitas
pelayanan kesehatan serta tidak adanya kepastian hukum di Indonesia
Penduduk Indonesia pada umumnya merupakan risk taker untuk kesehatan dan
kematian. Sakit dan mati dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang religius
merupakan takdir Tuhan dan karenanya banyak anggapan yang tumbuh di kalangan
masyarakat Indonesia bahwa membeli asuransi berkaitan sama dengan menentang takdir.
Hal ini menyebabkan rendahnya kesadaran penduduk untuk membeli atau mempunyai
asuransi kesehatan. Selanjutnya, keadaan ekonomi penduduk Indonesia yang sejak
merdeka sampai saat ini masih mempunyai pendapatan per kapita sekitar $ 1.000 AS per
Hal 16 

tahun, sehingga tidak memungkinkan penduduk Indonesia menyisihkan dana untuk


membeli asuransi kesehatan maupun jiwa. Rendahnya deman dan daya beli tersebut
mengakibatkan tidak banyak perusahaan asuransi yang menawarkan produk asuransi

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


kesehatan. Selain itu, fasilitas kesehatan sebagai faktor yang sangat penting untuk
mendukung terlaksananya asuransi kesehatan juga tidak berkembang secara baik dan
distribusinya merata. Sedangkan dari sisi regulasi, Pemerintah Indonesia relatif lambat
memperkenalkan konsep asuransi kepada masyarakat melalui kemudahan perijian dan
kapastian hukum dalam berbisnis asuransi atau mengembangkan asuransi kesehatan
sosial bagi masyarakat luas.

Asuransi Sosial
Sesungguhnya, Pemerintah Indonesia sudah mulai mencoba memperkenalkan
prinsip asuransi sejak tahun 1947, dua tahun setelah Indonesia merdeka. Seperti juga
yang berkembang di negara maju, asuransi kesehatan berkembang dimulai dengan
asuransi sosial dalam bidang kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pada waktu itu
Pemerintah mewajibkan semua perusahaan untuk mengasuransikan karyawannya
terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Namun demikian, karena situasi
keamanan dalam negeri pasca kemerdekaan yang masih belum stabil akibat adanya
berbagai pembrontakan dan upaya Belanda untuk kembali merebut Indonesia, maka
upaya tersebut belum memungkinkan untuk terlaksana dengan baik.
Setelah kestabilan politik relatif tercapai, di tahun 1960 pemerintah mencoba
memperkenalkan lagi konsep asuransi kesehatan melalui undang-undang Pokok
Kesehatan tahun 1960 yang meminta Pemerintah mengembangkan ‘dana sakit’ dengan
tujuan untuk menyediakan akses pelayanan kesehatan untuk seluruh rakyat.45 Akan tetapi
karena berbagai kondisi sosial ekonomi seperti disampaikan dimuka belum kondusif,
maka perintah undang-undang tersebut sama sekali tidak bisa dilaksanakan. Pada tahun
1967, Menteri Tenaga Kerja (Menaker) mengeluarkan Surat Keputusan untuk mendirikan
Dana mirip dengan konsep Health Maintenance Organization (HMO) atau Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang berkembang kemudian guna
mewujudkan amanat undang-undang kesehatan tahun 1960 tersebut. Mentri menetapkan
iurannya sebesar 6% upah yang ditanggung majikan sebesar 5% dan karyawan 1%.46
Hal 17 

Sayangnya SK Menaker tersebut tidak mewajibkan, karena memang SK Menteri tidak


cukup kuat untuk mewajibkan, pengusaha untuk membayar iuran tersebut. Akibatnya SK
tersebut tidak berfungsi dan skema asuransi kesehatan tersebut tidak pernah terwujud.

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


Sampai tahun 1968, tidak ada perkembangan yang berarti dalam bidang asuransi
kesehatan di Indonesia. Beberapa perusahaan besar dan Pemerintah memang telah
memberikan jaminan kesehatan secara tradisional (self-insured) dengan cara mengganti
biaya kesehatan yang telah dikeluarkan oleh karyawan. Upaya pengembangan asuransi
kesehatan sosial yang lebih sistematis mulai diwujudkan di tahun 1968 ketika Menteri
Tenaga Kerja (Menaker), Awaludin Djamin, mengupayakan asuransi kesehatan bagi
pegawai negeri. Upaya menyediakan asuransi kesehatan bagi pegawai negeri dan
keluarganya ini merupakan skema asuransi kesehatan sosial pertama di Indonesia.
Asuransi kesehatan sosial adalah asuransi kesehatan yang mempunyai ciri wajib diikuti
oleh sekelompok penduduk (misalnya pegawai negeri), manfaat atau paket pelayanan
kesehatan yang dijamin ditetapkan oleh peraturan dan sama untuk semua peserta, dan
iuran/preminya ditetapkan dengan prosentase upah atau gaji. Pada awalnya asuransi
kesehatan pegawai negeri, yang kini lebih dikenal dengan Askes, mewajibkan iuran
sebesar 5% dari upah, namun pada perkembangan selanjutnya, iuran diturunkan menjadi
2% yang harus dibayar oleh pegawai negeri, sementara pemerintah sebagai majikan tidak
membayar iuran. Baru pada tahun 2004, Pemerintah memulai mengiur sebesar 0,5% dari
gaji yang secara bertahap akan dinaikkan menjadi 2%, sehingga total iuran asuransi
kesehatan bagi pegawai negeri menjadi 4%
Program asuransi kesehatan pegawai negeri ini awalnya dikelola oleh suatu badan
di Departemen Kesehatan yang dikenal dengan Badan Penyelenggara Dana Pemeliharaan
Kesehatan (BPDPK). Badan tersebut sebagaimana badan lain yang berada di dalam
birokrasi tidak memiliki fleksibilitas cukup untuk merespons tuntutan peserta dan fasilitas
kesehatan. Administrasi keuangan di Departemen umumnya lambat dan birokratis
sehingga tidak mendorong manajemen yang baik dan memuaskan pengandil (stake
holder). Oleh karenanya Askes kemudian dikelola secara korporat dengan mengkonversi
BPDPK menjadi Perusahaan Umum (Perum) yang dikenal dengan Perum Husada Bakti
(PHB) di tahun 1984. Perubahan menjadi PHB membuat pengelolaan Askes, yang pada
waktu itu dikenal juga dengan istilah Kartu Kuning, dapat dikelola secara lebih fleksibel.
Hal 18 

Istilah Kartu Kuning dikenal sejak program dikelola oleh BPDPK karena kartu oeserta
berwarna kuning.

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


Namun demikian, status Perum yang merupakan konsep penyelenggaraan tugas
operasional pemerintah dinilai kurang leluasa untuk pengembangan asuransi kesehatan
kepada pihak di luar pegawai negeri. Perkembangan selanjutnya PHB dikonversi menjadi
PT Persero dengan Peraturan Pemerintah nomor 6/1992 dan namanya berubah menjadi
PT Asuransi Kesehatan Indonesia (Persero) yang disingkat PT Askes (Persero). Nama
Askes sengaja digunakan untuk memudahkan peserta mengenal dan memahami program
yang menjadi haknya. Ketika amsih dikelola oleh PHB, Kartu Kuning sudah dikenal
juga sebagai Kartu Askes (asuransi kesehatan). Dengan status Persero, PT Askes
(Persero) mempunyai keleluasaan yang lebih dalam pengelolaan aset dan memperluas
kepesertaan kepada sektor swasta. Setelah menjadi PT Persero, PT Askes (Persero) telah
memperluas produk asuransi yang dikelola dengan menjual produk asuransi kesehatan
komersial JPKM/HMO kepada perusahaan swasta maupun BUMN. Sampai tahun 2004,
jumlah peserta asuransi komersial telah mencapai 1,5 juta jiwa, sedangkan jumlah peserta
asuransi kesehatan sosial yaitu pegawai negeri, pensiunan pegawai negeri, dan pensiunan
angkatan bersenjata beserta anggota keluarganya, mencapai hampir 14 juta jiwa.
Di tahun 1971, upaya asuransi sosial dalam bidang kecelakaan kerja juga dimulai
dengan didirikannya Perusahaan Asuransi Sosial Tenaga Kerja (Astek). Astek pada
awalnya hanya menangani asuransi kecelakaan kerja. Upaya perluasan program asuransi
sosial menjadi program jaminan sosial yang lebih lengkap dimulai dengan uji coba
Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Tenaga Kerja di lima propinsi yang mencakup
sekitar 70.000 tenaga kerja di tahun 1985. Uji coba selama lima tahun dimaksudkan
untuk menilai kelayakan memperluas asuransi kesehatan sosial ke sektor swasta yang
memiliki ciri berbeda dengan sektor publik (Askes). Di sektor swasta, sifat perusahaan
sangat dinamis, baik dari segi jumlah tenaga kerja, masa kerja di suatu perusahaan,
jumlah upah, jumlah perusahaan/majikan dan kemampuan finansial untuk membayar
iuran. Proses pembayaran iuranpun tidak mudah karena tidak ada satu mekanisme sentral,
seperti pada sektor publik, yang lebih menjamin terkumpulnya dana secara memadai dan
teratur. Akhirnya setelah uji coba selama lima tahun, program Jaminan Pemeliharaan
Hal 19 

Kesehatan Tenaga Kerja dinilai layak untuk masuk dalam program jaminan sosial.
Di bulah Februari 1992, undang-undang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
(Jamsostek) disetujui DPR dan diundangkan. Undang-undang Jamsostek ini mencakup

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


empat program jaminan sosial yaitu Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK), Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Hari Tua (JHT), dan Jaminan Kematian. Program JPK
merupakan program asuransi sosial yang jaminannya diberikan juga kepada anggota
keluarga karyawan, sedangkan ketiga program jaminan sosial lainnya hanya diberikan
kepada karyawan. Program JHT, di lain pihak, merupakan program tabungan, bukan
program asuransi. Dalam perkembangannya, program JPK ternyata tidak sepenuhnya
diwajibkan, karena pada Peraturan Pemerintah nomor 14/1993 disebutkan bahwa
perusahaan (baca firma atau badan usaha karena termasuk juga yayasan atau badan lain
yang mempekerjakan 10 atau lebih karyawan) yang telah atau akan memberikan jaminan
yang lebih baik dari paket jaminan yang diatur PP tersebut boleh tidak mengikuti (opt
out) program JPK Jamsostek. Klausul pasal inilah yang menyebabkan cakupan peserta
program JPK Jamsostek tidak pernah besar dan sampai pada tahun 2004 hanya sekitar 1,3
juta tenaga kerja atau beserta sekitar 1,6 juta anggota keluarganya yang mendapatkan
perlindungan JPK. Akan tetapi, program JKK mencakup lebih banyak pekerja yaitu
secara akumulatif mencapai hampir 20 juta tenaga kerja. Namun demikian, karena
dinamika perusahaan, jumlah peserta Jamsostek di tiga program lainnya juga mengalami
fluktuasi. Kendala besar yang dihadapi program Jamsostek adalah seringnya karyawan
berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, sehingga menyulitkan pendataan
peserta. Kendala seperti ini tidak terjadi di program asuransi kesehatan pegawai negeri.

Dana Sehat/JPKM/Jaminan Kesehatan Penduduk Miskin


Dana sehat dapat dilihat sebagai upaya penghimpunan (pooling) dana masyarakat
dalam bentuk yang paling sederhana. Usaha dana sehat tidak bisa dikatakan murni
sebagai kearifan (ide) bangsa Indonesia karena upaya yang sama juga terjadi di negara-
negara maju di Eropa maupun Amerika. Namun demikian, semua inisitatif serupa dana
sehat memang tidak berkembang menjadi sebuah asuransi besar. Di awal tahun 1970an,
mulai muncul ide dana sehat, misalnya di kecamatan Karang Kobar, Klampok dimana
dr. Agus Swandono, kepala Puskesmas berinisiatif mengumpulkan dana untuk biaya obat
Hal 20 

dan pengelolaan sanitasi. Di Kupang dan Bali juga berkembang upaya sama yang
didorong oleh pemerintah daerah/dinas kesehatan guna meningkatkan kesadaran
masyarakat untuk membiayai kesehatan dirinya sendiri. Upaya pengembangan dana sehat

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


memang banyak didorong oleh pemerintah dengan harapan terlalu besar, namun
kenyataannya tidak berkembang menjadi besar. Ribuan dana sehat di tingkat kelurahan,
kecamatan, bahkan yang setingkat propinsi seperti Raraeongan Sarupi di Jawa Barat telah
dikembangkan, akan tetapi sampai saat ini hampir tidak ada yang bertahan hidup apalagi
berkembang.
Bahkan upaya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang
mempunyai dukungan struktural yang lebih kuat, antara lain tercantum dalam UU nomor
23/1992 tentang Kesehatan dan Peraturan Menteri Kesehatan, juga tidak berkembang
seperti yang diharapkan. Program JPKM yang mengambil ide Health Maintenance
Organization (HMO) di Amerika sering dicampur-adukan dengan dana sehat. Pada awal
tahun 1990, Depkes mengeluarkan buku pedoman untuk menumbuh-kembangkan dana
sehat menjadi JPKM. Upaya-upaya mengembangkan dana sehat menjadi JPKM, yang
dinilai sebagai tingkatan yang lebih tinggi, tidak memperoleh hasil yang memadai. Di
daerah-daerah, pejabat di lingkungan dinas kesehatan tidak bisa membedakan antara dana
sehat dan JPKM.
Upaya memperluas dan mengembangkan JPKM, setelah keluar UU Kesehatan
dan Peraturan Menteri Kesehatan yang mengatur JPKM, dilakukan antara lain dengan
meminjam dana dari Bank Dunia misalnya pada Proyek Kesehatan IV (HP IV) di Kaltim,
Kalbar, Sumbar dan NTB. Proyek lain adalah pinjaman dana Asian Development Bank
(ADB) juga dilakukan di daerah lain. Kebanyakan proyek itu mengembangkan JPKM
dengan pola pikir (mindset) dana sehat sehingga upaya-upaya menjual produk JPKM
dilakukan kepada penduduk yang berpenghasilan rendah dengan target penjualan ke
rumah tangga. Dengan tidak adanya pengetahuan, pengalaman, dan bimbingan dari
profesional yang memahami asuransi kesehatan, upaya yang dilakukan tidak
membuahkan hasil. Kekurangan dukungan profesional asuransi kesehatan dipersulit
dengan anggapan yang terus dipertahankan untuk waktu lama bahwa JPKM bukan
asuransi.
Ketika Indonesia menderita krisis nilai tukar rupiah pada bulan Juni 1997 yang
Hal 21 

membuat rupiah terpuruk dari nilai sekitar Rp 2.300 per $1 AS menjadi sampai Rp
15.000 untuk $1 AS, menyebabkan harga barang dan jasa khususnya barang impor,
menjadi sangat mahal, sehingga akses pelayanan kesehatan menjadi sangat rendah.

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


Pemerintah dan pihak internasional sangat khawatir terjadi penurunan derajat kesehatan
masyarakat dan semakin buruknya akses pelayanan. Upaya mencegah terjadinya
kerusakan sistem yang sudah dibangun berkembang menjadi upaya mengembangkan
Jaring Pengaman Sosial (social safety net) untuk berbagai bidang, termasuk bidang
kesehatan. Upaya jaring pengaman di bidang kesehatan dikenal dengan istilah program
Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) yang ditumpangi dengan keinginan
mengembangkan JPKM. Upaya JPSBK didanai dari pinjaman ADB sebesar US$ 300 juta
untuk masa lima tahun dengan program pemberian dana ke puskesmas, kepada bidan di
desa untuk menangani ibu hamil berisiko tinggi, pembelian vaksin, dan pemberian
jaminan kesehatan melalui suatu badan yang disebut pra bapel JPKM. Tidak kurang dari
280 pra bapel dikembangkan di seluruh kabupatan dengan diberikan dana Rp 10.000 per
kepala keluarga penduduk miskin per tahun. Pra bapel diberikan dana tersebut dengan
biaya manajemen sebesar 8% dengan kewajiban mengembangkan program JPKM kepada
masyarakat non-miskin. Upaya tersebut tidak membuahkan hasil.
Berbagai kontroversi tentang pengembangan JPKM, yang sesungguhnya
merupakan konsep asuransi komersial dengan produk managed care, berlanjut cukup
lama. Pada tahun 2002, program tersebut akhirnya diganti dengan pemberian dana
langsung ke puskesmas dan ke rumah sakit. Kritik juga muncul dari besarnya dana
pinjaman untuk kebutuhan JPS sementara pemerintah memberikan subsidi harga bahan
bakar minyak yang besarnya mencapai lebih dari Rp 56 triliun setahun. Padahal untuk
menjamin seluruh penduduk atau membebaskan biaya kesehatan bagi seluruh penduduk,
diperlukan hanya 15-20% dari subsidi BBM tersebut. Dengan kritik yang keras, akhirnya
pemerintah menyepakati mencabut subsidi yang berakibat naiknya harga minyak dan
mengalihkan dana subsidi tersebut untuk program kesehatan, pendidikan, beras miskin,
dan beberapa program lain dengan nama Program Dana Pengalihan Subsidi Energi
(PDPSE) dan kemudian berganti nama dengan Program Kompensasi Pengalihan Subsidi
Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM). Di bidang kesehatan, pengalihan subsidi BBM
tersebut sesungguhnya tidak besar karena jumlahnya kurang dari Rp 1 triliun per tahun.
Hal 22 

Di tahun 1999, Uni Eropa sangat prihatin melihat hancurnya sistem sosial di
Indonesia setelah krisis nilai tukar yang berlanjut dengan krisis ekonomi. Negara-negara
Eropa tersebut menawarkan bantuan untuk memperkuat sektor sosial, antara lain sistem

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


jaminan sosial. Di tahun 2000 Kepala Biro Kesehatan dan Gizi menugaskan tim Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia yang dipimpin oleh Hasbullah Thabrany
untuk melakukan telaah (review) komprehensif tentang jaminan kesehatan di Indonesia.
Dalam telaah ini diungkapkan rendahnya cakupan asuransi kesehatan di Indonesia dan
disampaikan berbagai alternatif pengembangan jaminan kesehatan dengan
mengembangkan sistem asuransi kesehatan sosial yang menuju cakupan universal agar
seluruh penduduk memiliki asuransi kesehatan. Beberapa bulan kemudian Kementerian
Koordinator Perekonomian (Menko Ekuin) juga meminta Lembaga Pranata
Pembangunan Universitas Indonesia (LPPUI) yang dipimpin oleh Hasbullah Thabrany
untuk melakukan telaah komprehensif sistem jaminan sosial di Indonesia. Tim yang juga
beranggotakan Edi Purwanto dari Kementrian Koordinator Perekonomian dan Odang
Mochtar dari PT Jamsostek menghasilkan dokumen yang merekomendasikan untuk
reformasi sistem jaminan sosial di Indonesia.
Upaya-upaya pengalihan subsidi dinilai sebagai upaya yang tidak konsisten
dengan amanat UUD45 yang mengharuskan pemerintah bertanggungjawab menyediakan
pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk. Di tahun 2000, Sidang Umum Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) berhasil melakukan amendemen UUD45 dengan
menambahkan pasal 28H ayat (1) yang berbunyi “..setiap penduduk berhak atas
pelayanan kesehatan..” Pada tahun 2001 Sidang Umum MPR juga mengeluarkan
Ketetapan MPR nomor X/2001 yang menugaskan Presiden Megawati untuk
mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pada tahun yang sama, Sekretaris
Wakil Presiden, Bambang Kesowo, menerbitkan Surat Keputusuan membentuk Tim
Peninjau Sistem Jaminan Sosial. Amendemen selanjutnya yang disetujui Sidang Umum
MPR tanggal 11 Agustus 2002, yaitu Pasal 34 ayat (2), menugaskan negara untuk
mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat. Pada tahun yang sama,
Presiden Megawati menerbitkan Kepres nomor 20/2002 yang membentuk Tim Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dengan tugas menyusun naskah akademik dan
Rancangan UU (RUU) SJSN. Tim ini merupakan satu-satunya tim penyusun UU dalam
Hal 23 

sejarah Indonesia yang dibentuk dengan Kepres dan beranggotakan lima


Departemen/kementerian yaitu Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat,
Keuangan, Sosial, Kesehatan, dan Tenaga Kerja.

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


Asuransi Komersial
Asuransi kesehatan komersial telah ditawarkan di kota-kota besar di awal tahun
1970an oleh perusahaan asuransi multinasional yang memiliki kantor cabang atau unit
usaha di Indonesia. Perkembangan penjualan asuransi komersial yang dijual oleh
perusahaan asuransi sebelum tahun 1992 tidak mengalami pertumbuhan yang berarti
karena landasan hukumnya tidak begitu jelas. Asuransi kesehatan komersial kala itu
umumnya dijual sebagai produk tumpangan (rider) yang dijual oleh perusahaan asuransi
kerugian, karena memang asuransi kesehatan merupakan asuransi kerugian. Perusahaan
asuransi jiwa tidak jelas apakah dapat menjual asuransi kesehatan atau tidak.
Setelah tahun 1992, UU nomor 2/1992 tentang Asuransi mengatur bahwa
perusahaan asuransi jiwa boleh menjual produk asuransi kesehatan. Awalnya banyak
pihak yang menganggap bahwa hanya perusahaan asuransi jiwa yang diijinkan untuk
menjual asuransi kesehatan. Padahal sesungguhnya sifat alamiah usaha asuransi jiwa
bukan asuransi kerugian karena besarnya kehilangan jiwa tidak bisa diukur dan
karenanya asuransi indemnitas atau penggantian kerugian tidak bisa dijalankan, akan
tetapi pemegang polis dapat memilih jumlah yang diasuransikan apabila seseorang
tertanggung meninggal. Dengan keluarnya UU asuransi ini, maka baik perusahaan
asuransi jiwa maupun asuransi kerugian dapat menjual produk asuransi kesehatan dan
derivatnya. Pertumbuhan pasar asuransi kesehatan mendapat percepatan dari PP 14/1993
tentang Jamsostek yang membolehkan opt out sehingga banyak perusahaan yang memilih
membeli asuransi kesehatan dari swasta dibandingkan dengan mengikuti program JPK
PT Jamsostek (persero).
Percepatan pasar asuransi kesehatan juga dinikmati oleh badan penyelenggara
(bapel) JPKM, yang bukan dikelola oleh swasta yang menjual produk asuransi kesehatan
di kota besar. Dengan iming-iming bahwa JPKM menerapkan teknik-teknik managed
care sehingga mampu menekan biaya dan menawarkan pelayanan yang lebih bermutu,
beberapa bapel JPKM mampu menjual produknya. Akan tetapi karena pengalaman yang
kurang dan tidak memahami bisnis asuransi kesehatan, beberapa bapel tidak mampu
Hal 24 

berkembang dan bahkan mengalami kebangkrutan. Kebangkrutan bapel International


Health Benefit of Indonesia (IHBI) di tahun 1999, merupakan suatu contoh kegagalan
bapel JPKM yang kurang pengalaman dalam bisnis asuransi. Kasus IHBI ini di Jakarta

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


menimbulkan kehilangan kepercayaan pihak rumah sakit terhadap industri asuransi
secara keseluruhan, bukan hanya timbul ketidak-percayaan kepada bapel JPKM. Setelah
kejadian ini, banyak rumah sakit yang meminta agar perusahaan asuransi menempatkan
uang muka untuk dua minggu ke depan, apabila pesertanya hendak dilayani di rumah
sakit tersebut.
Dalam buku Dasar Asuransi Kesehatan bagian A dan bagian B dibahas asuransi
kesehatan yang sifatnya komersial, yang merupakan asuransi tambahan dalam sistem
asuransi kesehatan di Indonesia yang diatur oleh UU SJSN. Sedangkan asuransi sosial
dan sistem jaminan sosial di Indonesia akan dibahas secara panjang lebar dalam dua buku
terpisah yaitu Asuransi Kesehatan Nasional dan Sistem Jaminan Sosial. Namun
demikian, beberapa bab dalam buku yang membahas asuransi kesehatan komersial
seperti pengendalian biaya dan fraud tetap dapat digunakan dalam sistem asuransi
kesehatan sosial.

5. Penutup 
Asuransi kesehatan berkembang dimulai dengan solidaritas bersama yang sifatnya
kumpulan kecil semacam dana sehat, dana sakit, dan sebagainya. Usaha yang kecil-kecil
ini umumnya tidak memadai untuk berkembang karena sifatnya yang sukarela dan
besaran premi/iuran tidak dihitung secara memadai. Untuk mengatasi kegagalan sistem
asuransi kecil dan bersifat lokal terdapat dua modus besar yaitu pengelolaan secara
komersial dengan tingkat profesional yang tinggi dan pengelolaan secara asuransi sosial
yang bersifat wajib diikuti oleh semua orang dalam suatu golongan. Model asuransi
sosial berkembang pesat di Eropa, dimulai di Jerman, dan menyebar luas ke seluruh
dunia. Sementara sistem asuransi kesehatan komersial lebih berkembang di Amerika
Serikat karena Amerika membatasi tumbuhnya asuransi sosial untuk kecelakaan kerja
dan asuransi kesehatan bagi orang tua saja. Perkembangan asuransi komersial
sesungguhnya didukung dengan adanya asuransi sosial. Di Indonesia, perkembangan
asuransi kesehatan dimulai dengan asuransi sosial yaitu asuransi kesehatan pegawai
Hal 25 

negeri diikuti oleh asuransi sosial kecelakaan kerja, dan dilanjutkan dengan asuransi
sosial kesehatan bagi pegawai swasta. Karena peraturan perundangan yang membolehkan
opt out bagi pekerja swasta, asuransi kesehatan sosial bagi pekerja swasta tidak

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


berkembang sampai Sistem Jaminan Sosial Nasional seabgai landasan menuju Asuransi
Kesehatan Nasional yang diselenggarakan secara konsekuen. Pada saat ini, masih terlalu
dini untuk menilai apakah SJSN akan mampu mewujudkan AKN. Namun demikian,
dengan UU APBN Penambahan yang memberikan jaminan perawatan di puskesmas dan
rumah sakit kelas III mulai bulan Juli 2005, AKN sesungguhnya sudah mulai terwujud di
Indonesia. Hanya saja, kualitas pelayanan yang diberikan belum memuaskan banyak
pihak. Sementara itu, rancangan SJSN maupun AKN dengan jaminan perawatan kelas III
tidak menutup upaya asuransi kesehatan komersial sebagai suplemen atau tambahan
jaminan bagi penduduk yang memiliki pendapatan tinggi atau menghendaki jaminan
yang lebih memuaskan.
Sampai dengan bulan Juni 2011, RUU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) yang akan melaksanakan AKN di Indonesia masih dalam taraf pembahasan akhir.
Dijadwalkan, akhir Juli 2011 UU BPJS akan selesai. Konsep yang telah disepakati oleh
Pemerintah dan DPR adalah bahwa akan dibentuk dua BPJS Nasional. Satu BPJS akan
mengelola tiga program yang dari sudut sifat asuransinya berjangka pendek, artinya iuran
yang dibayar tahun ini digunakan untuk membayar klaim yang terjadi di tahun yang
sama. Badan ini akan mengelola Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, dan
Jaminan Kematian untuk seluruh penduduk Indonesia. Satu BPJS akan mengelola
program yang sifatnya jangka panjang, yang bersifat tabungan wajib (Jaminan Hari Tua)
dan jaminan pensiun (fully funded) yang merupakan asuransi pensiun untuk seluruh
penduduk Indonesia.

1
HIAA. Group life and health insurance. Part A. HIAA, Washington DC, 1994
2
Stierle, Friedeger. Social health insurance in Germany. Makalah disajikan dalam Seminar Asuransi
Kesehatan Nasional, Jakarta, 1998.
3
HIAA. Group health insurance. Part A. HIAA, Washington DC. 1997
4
Dixon A and Mossialos E. Health system in eight countries: trends and challenges. The
european observatory on health care systems. London, 2002
5
Henderson JW. Op Cit
Hal 26 

6
Rejda, GE. Social insurance and economic security. 3rd Ed. Prentice hall, New Jersey, USA.
1988

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


7
Friedlander WA and Apte RZ. Introduction to social welfare. Prentice Hall. Englewood, New
Jersey, USA, 1980
8
Keintz RM. NHI and income distribution. D.C. health and company, Lexington, USA, 1976
9
Merritt Publishing, Glossary of insurance terms, Santa Monica, CA, USA 1996
10
Tuohy CH. The costs of constraint and prospects for health care reform in Canada. Health
affairs: 21(3): 32-46, 2002
11
Vayda E dan Deber RB. The canadian health-care system: A developmental overview dalam
Naylor D. Canadian health care and the state. McGill-Queen’s University Press. Montreal,
Canada, 1992
12
Roemer MI. Health system of the world. Vol II. Oxford university press. Oxford, UK. 1993
13
Thabrany, H. Kegagalan Pasar. Op Cit
14
Keintz RM. National Health Insurance and Income Distribution. D.C. Health and Company,
Lexington, USA, 1976
15
Rubin, HW. Dictionary of insurance terms. 4th Ed. Barron’s Educational Series, Inc.
Hauppauge, NY, USA 2000
16
Dixon and Mossialos. Op Cit.
17
Stierle. F. German Health Insurance System. Makalah disajikan pada Seminar Asuransi
Kesehatan Sosial, Jakarta 2001
18
Rucket, P. Universal coverage and equitable access to health care: The European and German
experience. Makalah disajikan pada Asia Pacific Summit on Health Insurance and
Managed Care. Jakarta, 22-24 Mei, 2002
19
Lankers, C. The German health care system. Makalah disajikan pada Kunjungan Tim SJSN di
Berlin, 24 Juni 2003
20
Schoultz F. Competition in the Dutch health care system. Rotterdam, 1995
21
Dixon and Mossialos. Op Cit
22
Roemer, Milton I. Op Cit
23
www.health.gov.au
24
Hall Jlourenco RA and Viney R. Carrots and Sticks- The fall and fall of private health
insurance in Australia. Health econ 8 (8):653-660, 1999
25
Dixon A and Mossialos E. Op Cit
Hal 27 

26
Yoshikawa A, Bhattacharya J, Vogt WB. Health economics of Japan. University of Tokyo
Press, Tokyo, 1996

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


27
Okimoto DI dan Yoshikawa A. Japan’s health system: Efficiency and effectiveness in
universal care. Faulkner & Gray Inc. New York, USA, 1993
28
Nitayarumphong S. Universal coverage of health care: Challenges for developing countries.
paper presented in workshop of Thailand universal coverage. 2002
29
Lee YC, Chang HJ dan Lin PF. Global budget payment system: Lesson from Taiwan.
Makalah disajikan dalam Summit
30
BNHI. National health insurance profile 2001. BNHI, Taipei 2002
31
Liu CS. National health insurance in Taiwan. Makalah disajikan pada Seminar Menyongsong
Asuransi Kesehatan Nasional, Jakarta 3-5 Maret 2004
32
Rachel Lu J and Hsiao WC. Does universal health insurance make health care unaffordable?
Lessons from Taiwan. Health affairs: 22(3): 77-88, 2003
33
Cheng TM. Taiwan’s new national health insurance: Genesis and experience so far. Health
affairs: 22(3):61-76
34
Am-Gu. National health insurance in Korea. Makalah disajikan dalam lokakarya sistem
jaminan sosial di Bali, 10-17 Februari 2004
35
Thabrany, H. Universal coverage in Korea and Thailand. Laporan kepada proyek social health
insurance, Uni Eropa. Oktober 2003.
36
Park, . National health insurance in Korea, 2002. Research division, NHIC. Memograph
presented for an Indonesian delegate.
37
Pongpisut. Achieving universal coverage of health care in Thailand through 30 Baht Policy.
Makalah disampaikan pada SEAMIC Conference, Chiang Mai, Thailand, 14-17 Januari
2002
38
Siamwalla A. Implementing universal health insurance. Dalam pramualratana P dan
Wibulpopprasert S. Health insurance systems in Thailand. HSRI, Nonthaburi, Muangtai,
2002
39
Tangchareonsathien V, Teokul, W dan Chanwongpaisal L. Thailand health financing system.
Makalah disajikan pada Lokakarya social health insurance, Bangkok, 7-9 Juli 2003
40
SSO. Social health insurance scheme in Thailand. SSO, Bangkok 2002
41
WHO/SEARO. Social health insurance: Report of a regional consultation. WHO, New Delhi,
2003
Hal 28 

42
Novales MA dan Alcantara MO. National health insurance program in Philippines. Makalah
disampaikan pada Summit Jakarta

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


43
EkaPutri. A. National health insurance program in decentralized government in archipelago
Country: Lesson from the Philippine. Makalah Studi. Asian Scholarship Foundation, 2003.
44
WHO/SEARO.Social HI. Op Cit
45
Depkes RI. Almanak Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 1985
46
Djumialdji. Himpunan peraturan perundangan ketenagakerjaan bidang jaminan sosial. Citra aditya
bakti. Bandung, 1993

Hal 29 

Sejarah Askes Hasbullah Thabrany


Bab II
Konsep dan Jenis Asuransi Kesehatan

1. Pendahuluan
Pemahaman tentang asuransi kesehatan di Indonesia masih sangat beragam.
Dahulu banyak yang menganggap bahwa JPKM bukan asuransi kesehatan, apalagi
asuransi kesehatan komersial; perkembangan selanjutnya menyebutkan JPKM sebagai
asuransi sosial karena dijual umumnya kepada masyarakat miskin di daerah-daerah.
Padahal dilihat dari definisi dan jenis programnya, JPKM jelas bukan asuransi kesehatan
social. Asuransi kesehatan sosial (social health insurance) adalah suatu mekanisme
pendanaan pelayanan kesehatan yang semakin banyak digunakan di seluruh dunia karena
kehandalan sistem ini menjamin kebutuhan kesehatan rakyat suatu negara. Namun di
Indonesia pemahaman tentang asuransi kesehatan sosial masih sangat rendah karena
sejak lama kita hanya mendapatkan informasi yang bias tentang asuransi kesehatan yang
didominasi dari Amerika yang didominasi oleh asuransi kesehatan komersial. Litetarur
yang mengupas asuransi kesehatan sosial juga sangat terbatas. Kebanyakan dosen
maupun mahasiswa di bidang kesehatan tidak memahami asuransi sosial. Pola pikir
(mindset) kebanyakan sarjana kita sudah diarahkan kepada segala sesuatu yang bersifat
komersial, termasuk dalam pelayanan rumah sakit. Sehingga, setiap kata “sosial”, seperti
“asuransi sosial” dan “fungsi sosial rumah sakit” hampir selalu difahami sebagai
pelayanan atau program untuk orang miskin. Sesungguhnya asuransi sosial bukanlah
asuransi untuk orang miskin. Fungsi sosial bukanlah fungsi untuk orang miskin. Bahkan
konsep Undang-undang Kesehatan yang dikeluarkan tahun 1992 (UU nomor 23/1992)
Hal 30 

jelas memerintahkan Pemerintah untuk mendorong pengembangan Jaminan Pemeliharaan


Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang diambil dari konsep HMO (Health Maintenance
Organization) yang merupakan salah satu bentuk asuransi kesehatan komersial. Para

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


pengembang JPKM di Depkes-pun, tidak banyak yang memahami bahwa HMO dan
JPKM sesungguhnya asuransi komersial yang tidak sesuai dengan tujuan dan cita-cita
bangsa mewujudkan sistem kesehatan yang berkeadilan (egaliter). Akibatnya, asuransi
kesehatan sosial di Indonesia tidak berkembang dengan baik sampai tahun 2005. Kondisi
tersebut sejalan pula dengan situasi negara-negara di Asia yang umumnya memang
tertinggal dalam pengembangan asuransi kesehatan sosial.
Pada tanggal 7-9 Maret 2005, WHO kantor regional Asia Pasifik, Asia Tenggara,
dan Timur Tengah berkumpul di Manila untuk menggariskan kebijakan dan pedoman
pengembangan asuransi kesehatan sosial di wilayah Asia-Pasifik dan Timur Tengah.
Berbagai ahli dalam bidang asuransi kesehatan atau pendanaan kesehatan diundang untuk
perumusan tersebut. Karena sistem pendanaan di Asia yang ada sekarang ini sangat
bervariasi, maka disepakati tujuan pengembangan asuransi kesehatan sosial yaitu
mewujudkan akses universal kepada pelayanan kesehatan. Selain asuransi kesehatan
sosial, sistem pendanaan melalui pajak (National Health Service) dengan menyediakan
pelayanan kesehatan secara gratis atau hampir gratis kepada seluruh penduduk, seperti
yang dilakukan Malaysia, Sri Lanka, dan Thailand juga mampu menyediakan akses
universal tersebut. Dalam bab ini pembahasan akan dipusatkan pada pemahaman tentang
asuransi dan asuransi kesehatan sosial. Karena luasnya masalah asuransi kesehatan sosial,
bab ini membatasi pembahasan pada garis-garis besar asuransi kesehatan sosial. Pembaca
yang ingin mengetahui lebih dalam tentang praktek-praktek asuransi kesehatan sosial
dapat membaca buku lain atau mengikuti ujian asuransi kesehatan yang diselenggarakan
oleh PAMJAKI (Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan
Indonesia)

2. Rasional asuransi
Dalam kamus atau perbendaharaan kata bangsa Indonesia, tidak dikenal kata
asuransi yang dikenal adalah istilah “jaminan” atau “tanggungan”. Kata asuransi berasal
dari bahasa Inggris insurance, dengan akar kata in-sure yang berarti “memastikan”.
Hal 31 

Dalam konteks asuransi kesehatan, pengertian asuransi adalah memastikan seseorang


yang menderita sakit akan mendapatkan pelayanan yang dibutuhkannya tanpa harus
mempertimbangkan keadaan ekonominya. Ada pihak yang menjamin atau menanggung

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


biaya pengobatan atau perawatannya. Pihak yang menjamin ini dalam bahasa Inggris
disebut insurer atau dalam UU Asuransi disebut asuradur. Asuransi merupakan jawaban
atas sifat ketidak-pastian (uncertain) dari kejadian sakit dan kebutuhan pelayanan
kesehatan. Untuk memastikan bahwa kebutuhan pelayanan kesehatan dapat dibiayai
secara memadai, maka seseorang atau kelompok kecil orang melakukan transfer risiko
kepada pihak lain yang disebut insurer/asuradur, ataupun badan penyelenggara jaminan.
Sebagai ilustrasi, andaikan di suatu kota terdapat satu juta penduduk dan setiap
tahun terdapat 3.000 orang yang dirawat di rumah sakit. Tidak ada satu orang
pendudukpun yang tahu pasti siapa yang akan masuk rumah sakit pada suatu bulan atau
suatu hari tertentu. Misalkan setiap perawatan di rumah sakit membutuhkan dana sebesar
Rp 1 juta, maka kalau pasien yang sakit itu adalah keluarga tukang becak, akan sangat
sulit baginya menyediakan uang sebesar Rp 1 juta untuk membayar rumah sakit. Apa
yang harus dilakukan? Apakah setiap hari kita harus meminta sumbangan untuk keluarga
seperti tukang becak. Tentu hal itu bisa dilakukan, akan tetapi bagaimana kita menjamin
bahwa setiap hari terkumpul sumbangan yang memadai untuk mendanai kebutuhan
perawatan di rumah sakit yang rata-rata 7-10 orang setiap hari. Masyarakatpun tentu akan
bosan mengumpulkan atau memberikan sumbangan terus menerus. Pada situasi lain,
beban biaya rumah sakit sebesar Rp. 1 juta itu bukan beban yang berat bagi seorang
direktur bank setempat yang bergaji Rp 25 juta sebulan. Namun direktur bank tersebut
akan mengalami kesulitan bila biaya perawatan mencapai Rp 50 juta, karena biaya itu
jauh diatas kemampuannya. Beruntung bagi seorang direktur beban itu sudah ditanggung
oleh perusahaan, karena umumnya perusahaan menyediakan fasilitas penggantian biaya
kesehatan untuk pegawai dan keluarganya.
Ilustrasi diatas memperlihatkan sifat ketidakpastian (uncertain) dalam hal waktu
dan biaya yang diperlukan. Tukang becak atau keluarganya dapat saja menderita penyakit
yang memerlukan biaya sampai Rp 50 juta, walaupun kemampuan membayarnya sangat
rendah. Kalau ilustrasi itu menjadi kenyataan, hampir dapat dipastikan bahwa si tukang
becak akan terpaksa tidak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan berisiko meninggal
Hal 32 

atau cacat seumur hidup, sehingga akan menjadi beban masyarakat juga. Kisah 2
kelompok ekstrim pada ilustrasi tersebut menggambarkan ketidakadilan social. Orang
yang berpenghasilan rendah yang tidak sanggup membayar biaya pelayanan, justru tidak

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


mendapatkan perlindungan atau jaminan, sebaliknya yang bergaji tinggi justru
mendapatkan jaminan.
Secara statistik dapat dihitung bahwa setiap orang memiliki probabilitas 0,003
(yaitu 3.000 orang per 1.000.000 penduduk) untuk masuk rumah sakit. Jika rata-rata
tagihan rumah sakit untuk tiap perawatan adalah Rp 1 juta, maka setiap tahun dibutuhkan
dana sebesar 3.000 (orang) x Rp 1 juta atau sama dengan Rp 3 milyar. Walikota setempat
cukup cermat mengamati masalah tersebut. Menurut sang Walikota, dari pada setiap
orang was-was memikirkan biaya perawatan setiap ia atau keluarganya sakit, atau setiap
hari kita mencari sumbangan untuk mereka yang tidak mampu membayar-yang bisa jadi
juga diri kita-, mengapa tidak semua orang membayar saja sama rata secara rutin. “Nanti
saya yang atur”, ujarnya. Jika kebutuhan biaya Rp 3 milyar dibagi rata kepada satu juta
penduduk, maka tiap kepala cukup membayar Rp 3.000 setahun (Rp 3 milyar dibagi
1.000.000 penduduk). Bukankah membayar Rp 3.000 per orang per tahun merupakan
beban ringan! Tukang becakpun sanggup mengiur sebesar itu. Setelah dana Rp 3 milyar
terkumpul, tidak ada lagi penduduk yang kesulitan membayar tagihan rumah sakit. Jika
ada yang sakit, kaya atau miskin, tidak perlu lagi memikirkan biaya perawatan. Walikota
akan mengambil dana dari pot (pool) yang terkumpul dan membayarkannya ke rumah
sakit. Beres? Teorinya begitu. Dalam praktek, tidak semudah itu. Sebab, selalu saja ada
orang yang tidak mau bayar iuran meskipun hanya Rp 3.000 per orang per tahun.
Bagaimana dengan biaya administrasi? Bagaimana jika terjadi peningkatan biaya
pelayanan? Dan masih banyak masalah lainnya. Masalah-masalah itulah yang dibahas
dalam buku ini.
Dari ilustrasi diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa asuransi adalah suatu
mekanisme gotong royong yang dikelola secara formal dengan hak dan kewajiban yang
disepakati secara jelas. Mekanisme pembayaran iuran sebesar Rp 3.000 per tahun per
penduduk, maka setiap penduduk memerlukan perawatan di rumah sakit akan dibiayai
dari dana yang terkumpul. Bentuk kegotong-royongan tersebut, didalam asuransi dikenal
juga dengan istilah risk sharing. Dari segi dana yang terkumpul (pool), asuransi juga
Hal 33 

disebut sebagai suatu mekanisme risk pooling. Dana yang terkumpul dari masing-masing
penduduk digunakan untuk kepentingan bersama. Oleh karenanya, asuransi dapat juga
disebut seuatu mekanisme hibah bersama karena darkumpul tersebut merupakan hibah

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


dari masing-masing penduduk yang akan digunakan untuk kepentingan bersama. Dengan
demikian iuran atau premi yang telah dibayar dari masing-masing anggota, jelas bukan
tabungan dan karenanya tiap-tiap anggota tidak berhak meminta kembali dana yang
sudah dibayarkan atau diiurkan, meskipun ia tidak pernah sakit sehingga tidak pernah
menggunakan dana itu.

3. Risiko dan Risiko Sakit

Pemahaman tentang Risiko


Di Indonesia banyak orang menggunakan istilah resiko, bukan risiko. Meskipun
dalam kamus bahasa Indonesia hanya dikenal risiko, banyak orang membedakan makna
antara resiko dan risiko. Banyak pakar asuransi berpandangan istilah “resiko” digunakan
untuk hal-hal yang sifatnya spekulatif. Sebagi contoh, seorang berdagang mobil
mempunyai resiko rugi apabila ia tidak hati-hati mengelola usahanya atau tidak
mengikuti perkembangan pasar mobil. Sedangkan istilah “risiko” digunakan dalam
asuransi untuk kejadian-kejadian yang dapat diasuransikan yang sifatnya bukan
spekulatif. Risiko ini disebut juga pure risk atau risiko murni. Dalam bahasa Indonesia
memang kita tidak memiliki istilah asal atau akar kata tentang risiko. Sebab risiko
diterjemahkan dari bahasa Inggris risk. Akan tetapi kalau kita pelajari benar,
sesungguhnya risk berkaitan dengan bahasa Arab rizk yang kita terjemahkan dalam
bahasa Indonesia menjadi rejeki. Keduanya mempunyai aspek ketidakpastian, yang
seringkali kita nyatakan bahwa hal itu merupakan Takdir Tuhan. Risiko bersifat tidak
pasti (uncertain), demikian juga rejeki. Asuransi sesungguhnya merupakan suatu cara
mengelola risiko dan dapat dinyatakan sebagai upaya preventif (sebelum terjadinya sakit)
dalam rangka mencegah ketidakmampuan penduduk membiayai pelayanan medis yang
mahal.
Dalam buku Asuransi Kesehatan di Indonesia, Thabrany (2001)1 telah membahas
dasar-dasar asuransi kesehatan. Dalam bab ini, dasar-dasar tersebut disajikan kembali
dengan modifikasi untuk memudahkan mahasiswa memahaminya. Fokus perhatian dunia
Hal 34 

asuransi adalah risiko yang terkait dengan kerugian baik berupa materiil maupun berupa
kehilangan kesempatan berproduksi akibat menderita penyakit berat. Dilihat dari
ketidakpastiannya, risiko mengadung kesamaan dengan kata rejeki yang menurut

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


kepercayaan orang Indonesia, hanya Tuhan yang mengetahui dengan pasti jumlah, waktu
dan cara perolehannya. Jadi risiko dan rizki/rejeki mempunyai kesamaan yaitu
ketidakpastian, namun keduanya berbeda konotasi. Risiko berkonotasi negative (tidak
diharapkan), sedangkan rizki berkonotasi positif (diharapkan). Asuransi membatasi
areanya pada risiko yang berkonotasi negative karena tidak diharapkan oleh siapapun,
jadi asuransi bukanlah mekanisme untuk untung-untungan, untuk mendapatkan
rizki/rejeki.
Dalam setiap langkah kehidupan kita, selalu saja ada risiko, baik kecil seperti
terjatuh akibat tersandung kerikil sampai yang besar seperti kecelakaan lalu lintas yang
dapat menimbulkan kematian atau kecacatan. Beruntung Tuhan telah memberikan sifat
alamiah manusia yang selalu menghindarkan diri dari berbagai risiko. Setiap orang
mempunyai cara tersendiri untuk menghindarkan dirinya dari berbagai risiko. Secara
umum, cara-cara menghindarkan diri dari berbagai risiko hidup disebut sebagai
manajemen risiko yang dikelompokan menjadi empat kelompok besar, akan dibahas
berikut ini.

Manajemen Risiko
Dalam ilmu manajemen risiko atau risk management, kita mengenal beberapa
teknik menghadapi risiko yang dapat terjadi pada semua aspek kehidupan. Teknik-teknik
tersebut adalah (vaughan, 2003)2, Rejda3:

1. Menghindarkan risiko (risk avoidance). Kalau kita merokok, ada risiko terkena
penyakit kanker paru atau penyakit jantung (kardiovaskuler). Salah satu cara
menghindari terjadinya risiko terkena penyakit paru atau jantung tersebut adalah
menjauhi bahan-bahan karsinogen (yang menyebabkan kanker) yang terkandung
dalam rokok. Kalau kita tidak ingin mendapat kecelakaan pesawat terbang, jangan
pernah naik pesawat terbang. Banyak orang melakukan teknik manajemen ini untuk
risiko besar yang kasat mata. Seseorang akan menghindari naik gunung yang terjal
Hal 35 

tanpa alat pengaman, karena risiko jatuh ke jurang dapat dilihat langsung oleh mata.
Tetapi banyak orang tidak menyadari bahawa risiko tersebut dapat muncul 20-30
tahun seperti yang terjadi pada risiko kanker paru atau kelainan jantung akibat

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


merokok, sehingga kebiasaan itu dianggap tidak berisiko atau berisiko rendah.
Kesadaran tentang risiko jangka panjang itu yang harus disosialisasikan kepada
masyarakat supaya mereka mampu mengantisipasinya. Tidak semua orang mampu
mengenali, merasakan dan menghindari risiko. Ada kelompok yang hanya mampu
mengenali dan merasakan, namun tidak mampu menghindarinya. Karenanya
manajemen risiko dengan cara menghindari saja tidak cukup untuk melindungi
seseorang dari risiko yang akan terjadi.
2. Mengurangi risiko (risk reduction). Jika upaya menghindari risiko tidak mungkin
dilakukan, manajemen risiko dapat dilakukan dengan cara mengurangi risiko (risk
reduction). Contohnya, kita membuat jembatan penyeberangan atau lampu khusus
penyeberangan untuk mengurangi jumlah orang yang menderita kecelakaan lalu
lintas. Dengan demikian, pengemudi kendaraan akan berhati-hati. Atau jika ada
jembatan penyeberangan, maka risiko tertabrak mobil akan menjadi lebih kecil, tetapi
tidak meniadakan sama sekali. Seorang pengendara sepeda motor diwajibkan
memakai helm karena tidak ada satu orangpun yang bisa terhindar seratus persen dari
kecelakaan berkendara sepeda motor. Jika helm digunakan, maka beratnya risiko
(severity of risk) dapat dikurangi, sehingga seseorang dapat terhindar dari kematian
atau gegar otak yang memerlukan biaya perawatan sangat besar. Perawatan intensif
selama 7 (tujuh) hari di rumah sakit bagi penderita gegar otak di tahun 2005 ini dapat
mencapai lebih dari Rp 20 juta. Tetapi, bagi kebanyakan pengendara sepeda motor,
yang belum pernah menyaksikan betapa dahsyatnya akibat gegar otak dan berapa
mahalnya biaya perawatan akibat gegar otak, tidak menyadari hal itu. Kalaupun
mereka mengenakan helm, seringkali sekedar untuk menghindari dari tekanan penalti
akibat pelanggaran (tilang) peraturan lalu lintas oleh polisi yang sesungguhnya
merupakan risiko kecil (yang hanya sebesar ratusan ribu rupiah saja). Imunisasi
terhadap penyakit hepatitis (radang hati), yang dapat berkembang menjadi kanker hati
yang memerlukan perawatan dengan biaya mahal serta dapat mematikan pada usia
muda, merupakan suatu upaya pengurangan risiko. Karena prilaku manusia yang
Hal 36 

tidak selalu menyadari risiko besar itu, maka mekanisme menurunkan risiko saja
tidak memadai. Imunisasi hepatitis tidak menjamin seratus persen setiap orang yang

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


telah diimunisasi pasti tidak terhindar dari penyakit kanker hati. Masih diperlukan
manajemen risiko yang lain.
3. Memindahkan risiko (risk transfer). Sebaik apapun upaya mengurangi risiko yang
telah kita lakukan tidak menjamin 100% kita akan terbebas dari segala risiko. Karena
itu kita perlu melindungi diri kita dengan tameng lapis ketiga dari manajemen risiko
yaitu mentransfer risiko diri kita ke pihak lain. Kita dapat memindahkan seluruh atau
sebagian risiko kepada pihak lain (yang dapat berupa perusahaan asuransi, badan
penyelenggara jaminan sosial, pemerintah, atau badan sejenis lain) dengan membayar
sejumlah premi atau iuran, baik dalam jumlah nominal tertentu maupun dalam jumlah
relatif berupa prosentase dari gaji atau harga pembelian (transaksi). Dengan teknik
manajemen risiko ini, risiko yang ditransfer hanyalah risiko finansial, bukan seluruh
risiko. Ada sebagian risiko yang tidak bisa ditransfer, misalnya rasa sakit atau
perasaan kehilangan yang dirasakan oleh penderita.. Ini merupakan prinsip yang
sangat fundamental di dalam asuransi. Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa
setiap saat sesungguhnya ada risiko kematian dan risiko kematian itu yang berpotensi
menyebabkan ketiadaan dana bagi ahli warisnya untuk menjalani hidup sehari-hari
atau untuk membiayai pendidikan anak, dapat ditransfer dengan membeli asuransi
jiwa. Itulah sebabnya, kebanyakan orang di negara berkembang tidak membeli
asuransi jiwa, karena banyak orang tidak melihat kematian sebagai suatu risiko
finansial bagi ahli warisnya.
4. Mengambil risiko (risk asumption). Jika risiko tidak bisa dihindari, tidak bisa
dikurangi, dan tidak dapat ditransfer akibat ketidakmampuan seseorang atau tidak ada
perusahaan yang dapat menerima transfer risiko tersebut, maka alternatif terakhir
adalah mengambil atau menerima risiko (sebagai takdir).

Tidak semua orang bersikap rasional dengan menerapkan prinsip-prinsip


manajemen risiko tersebut diatas. Ada orang yang tidak perduli dengan risiko yang
dihadapinya dan dia mengambil atau menerima suatu risiko apa adanya. Orang yang
Hal 37 

berprilaku demikian disebut pengambil risiko (risk taker). Apabila semua orang bersikap
sebagai pengambil risiko, maka usaha asuransi tidak akan pernah ada. Sebaliknya, jika
seseorang bersikap sebagai penghindar risiko (risk averter) maka ia akan berusaha

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


menghindari, mengurangi, atau mentransfer risiko yang mungkin terjadi pada dirinya.
Apabila banyak orang bersikap menghindari risiko, maka deman terhadap usaha asuransi
akan tumbuh.

Risiko yang dapat diasuransikan


Diatas telah dijelaskan empat kelompok besar manajemen risiko yang
memperlihatkan asuransi sebagai cara terakhir sebelum kita memutuskan menerima atau
mengambil risiko tersebut. Tidak semua risiko dapat diasuransikan, ada persyaratan
risiko untuk dapat diasuransikan (insurable risks). Risiko yang terlalu kecil seperti
terserang pilek atau kehilangan sebuah pinsil, tidak dapat diasuransikan. Beberapa syarat
risiko untuk dapat diasuransikan adalah sebagai berikut.

1. Risiko tersebut haruslah bersifat murni (pure). Menurut sifat kejadiannya, risiko
dapat timbul benar-benar sebagai suatu kebetulan atau accidental dan dapat
timbul karena suatu perbuatan spekulatif. Risiko murni adalah risiko yang
spontan, tidak dibuat-buat, tidak disengaja, atau dicari-cari bahkan tidak dapat
dihindari dalam jangka pendek. Orang berdagang mempunyai risiko rugi, tetapi
risiko rugi tersebut dapat dihindari dengan manajemen yang baik, belanja dengan
hati-hati, dan sebagainya. Risiko rugi akibat suatu usaha dagang merupakan risiko
spekulatif yang tidak dapat diasuransikan. Oleh karenanya tidak ada asuransi yang
menawarkan pertanggungan kalau suatu perusahaan merugi. Suatu risiko yang
timbul akibat suatu tindakan kesengajaan, karena ingin mendapatkan santunan
asuransi misalnya, tidak dapat diasuransikan. Contoh, seseorang mempunyai
asuransi kematian sebesar satu milyar rupiah, dapat saja dibunuh oleh ahli
warisnya guna mendapatkan manfaat/jaminan asuransi sebesar satu milyar rupiah
tersebut. Kematian yang disebabkan karena kesengajaan seperti itu tidak dapat
ditanggung. Seseorang yang sengaja mencoba bunuh diri dengan meminum racun
serangga dan gagal sehingga perlu perawatan di rumah sakit tidak berhak atas
Hal 38 

jaminan perawatan, karena risiko sakitnya bukanlah risiko murni. Contoh risiko
murni adalah penyakit kanker. Sakit kanker, yang membutuhkan perawatan yang
lama dan mahal, tidak pernah diharapkan oleh si penderita dan karenanya

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


penyakit kanker merupakan risiko murni yang dapat diasuransikan atau dijamin
oleh asuransi.
2. Risiko bersifat definitif. Pengertian definitif artinya risiko dapat ditentukan
kejadiannya secara pasti dan jelas serta dipahami berdasarkan bukti kejadiannya.
Risiko sakit dan kematian dibuktikan dengan surat keterangan dokter. Risiko
kecelakaan lalu lintas dibuktikan dengan surat keterangan polisi. Risiko
kebakaran dibuktikan dengan berita acara dan bukti-bukti lain seperti foto
kejadian.
3. Risiko bersifat statis. Pengertian statis artinya probabilitas kejadian relatif statis
atau konstan tanpa dipengaruhi perubahan politik dan ekonomi suatu negara. Hal
tersebut berbeda dengan risiko bisnis yang bersifat dinamis karena sangat
dipengaruhi stabilitas politik dan ekonomi. Tentu saja, risiko yang benar-benar
statis dalam jangka panjang tidak banyak. Risiko seseorang terserang kanker atau
gagal jantung akan relatif statis, tidak dipengaruhi keadaan ekonomi dan politik,
namun dalam jangka panjang risiko serangan jantung dipengaruhi keadaan
ekonomi. Di negara maju, yang relatif kaya dan penduduk cenderung
mengkonsumsi makan enak dengan kandungan tinggi lemak, memperlihatkan
probabilitas serangan jantung lebih tinggi dibandingkan dengan negara miskin.
4. Risiko berdampak finansial. Setiap risiko mempunyai dampak finansial dan non
finansial. Risiko yang dapat diasuransikan adalah risiko yang mempunyai dampak
financial, karena yang dapat diperhitungkan adalah kerugian finansial. Transfer
risiko dilakukan dengan cara membayar premi atau kontribusi kepada perusahaan
asuransi, yang akan memberikan penggantian bila terjadi dampak finansial suatu
risiko yang telah terjadi. Suatu kecelakaan diri misalnya mempunyai dampak
finansial berupa biaya prawatan dan atau kehilangan kesempatan untuk
mendapatkan penghasilan. Selain berdampak finansial, suatu kecelakaan juga
menimbulkan rasa nyeri dan beban psikologis jika kecelakaan tersebut
menimbulkan kematian atau kecacatan, sehingga risiko tersebut menimbulkan
Hal 39 

dampak yang besar. Dari semua dampak yang terjadi, hanya risiko finansial
berupa biaya perawatan dan kehilangan penghasilan akibat kehilangan jiwa atau
kecacatan. Dampak rasa nyeri dan perasaan kehilangan tidak dapat diasuransikan

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


karena ukurannya sangat subyektif. Manfaat yang dapat ditawarkan asuransi
untuk mengganti dampak finansial tersebut adalah penggantian biaya pengobatan
dan perawatan (baik dalam bentuk uang atau pelayanan) maupun uang tunai
sebagai pengganti kehilangan penghasilan akibat kematian atau kecacatan
tersebut.
5. Risiko measurable atau quantifiable. Syarat lain adalah besarnya kerugian
finansial akibat risiko tersebut dapat diperhitungkan secara akurat. Kalau seorang
sakit, harus dapat diterangkan lokasi terjadinya penyakit, waktu kejadian,jenis
penyakit, tempat perawatan (nama dan lokasi rumah sakit), dan biaya yang
dibutuhkan untuk perawatan yang dijalani. Misalnya, Tn Budi mengalami
serangan jantung di Bogor, tanggal 5 September 2006 dan dirawat di RS. Anu di
kota Bogor. Biaya yang diperlukan untuk perawatan Tn Budi adalah Rp. 20 Juta.
Jadi yang dapat dimasukkan kedalam skema asuransi hanyalah biaya perawatan.
Adapun rasa sakit sangat sulit diukur, meskipun kita punya berbagai instrumen,
karena rasa sakit bersifat sangat subyektif. Besar penggantian biaya perawatan
harus disepakati oleh pemegang polis dan asuradur yang dituangkan dalam
kontrak pertanggungan/jaminan/polis. Khusus untuk asuransi jiwa, besar
kerugian finansial akibat kematian umumnya ditawarkan dalam jumlah tertentu,
mengingat kesulitan mengukur besar kerugian finansial akibat suatu kematian.
Jumlah tersebut ditawarkan oleh perusahaan asuransi dan disepakati oleh
pemegang polis. Penentuan jumlah tertentu ini disebut quantifiable (dapat
ditetapkan jumlahnya) yang dijadikan dasar perhitungan premi yang harus
dibayarkan oleh pemegang polis.
6. Derajat risiko harus besar (large atau severe). Derajat risiko (severity) memang
relatif dan dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lain dan dari satu waktu ke
waktu lain. Risiko yang dapat ditanggung oleh asuransi komersial harus
memenuhi syarat derajat. Derajat risiko (misalnya biaya pengobatan/severity per
kasus yang kecil, misalnya pengobatan flu saja yang bernilai cukup Rp 30.000
Hal 40 

tidak menarik untuk diasuransikan. Penduduk yang menilai mampu membayar


biaya pengobatan flu tidak akan mau membeli premi asuransi untuk pengobatan
flu saja. Sebaliknya, risiko biaya rawat inap sebesar Rp 5 juta bisa dinilai besar

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


dan karenanya penduduk akan berminat membeli asuransi untuk menghindari
biaya perawatan sebesar itu. Sebuah sistem asuransi harus secara cermat menilai
kelompok risiko yang akan diasuransikan. Kecenderungan asuransi kesehatan di
dunia (khususnya asuransi sosial) adalah menjamin pelayanan kesehatan secara
komprehensif karena ada kaitan antara risiko dengan biaya kecil dan pelayanan
yang memerlukan biaya mahal. Sebagai contoh kasus demam berdarah yang
berkunjung ke dokter, mengandung risiko menjadi fatal bila pengobatan
lanjutannya tidak ditanggung, karena ada kemungkinan orang tersebut tidak
meneruskan pelayanannya karena kendala biaya. Jadi menjamin pelayanan
kesehatan secara komprehensif merupakan kombinasi penurunan risiko (risk
reduction) dan transfer risiko. Suatu skema asuransi yang hanya menanggung
risiko yang kecil, misalnya hanya pengobatan di puskesmas—seperti yang dulu
dipraktikkan dengan skema dana sehat atau JPKM, tidak memenuhi syarat
asuransi. Oleh karena itu, dimanapun di dunia, model asuransi mikro seperti itu
tidak memiliki sustainabilitas (kesinambungan) jangka panjang. Umumnya skema
semacam itu berusia pendek dan tidak menjadi besar.

Selain persyaratan sifat atau jenis risiko diatas, ada beberapa persyaratan terkait
dengan teknis asuransi dan kelayakan suatu risiko diasuransikan. Kelayakan dalam
konteks ini diartikan kelayakan dalam aspek ekonomis. Suatu produk asuransi yang
preminya terlalu mahal tidak bisa dijual atau tidak menarik bagi masyarakat untuk ikut
asuransi tersebut. Harga premi atau besaran iuran yang menghabiskan 30% penghasilan
seseorang, tidak layak untuk dikembangkan. Persyaratan teknis asuransi adalah besarnya
probabilitas kejadian, besar populasi yang terkena risiko kejadian tersebut dan volumen
pool yang dapat dikumpulkan. Syarat yang terakit dengan teknis asuransi adalah:

1. Probabilitas kejadian risiko yang akan disuransikan relatif kecil. Ukuran


probabilitas besar dan kecil juga relatif. Akan tetapi suatu kejadian yang lebih dari
Hal 41 

50% kemungkinan terjadinya (dalam bahasa statistik disebut probabilitas >0,5)


akan menyebabkan premi menjadi besar dan tidak menarik untuk diasuransikan.
Kejadian gagal ginjal yang membutuhkan hemodialisis atau cuci darah 2 kali

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


seminggu mempunyai probabilitas sangat kecil, yaitu kurang dari satu kejadian
per 1.000 orang (p < 0,001), demikian pula kejadian kecelakaan pesawat terbang
jauh lebih kecil lagi yaitu kurang dari satu per 100.000 penerbangan. Probabilitas
yang kecil tersebut menghasilkan besaran premi atau iuran yang juga kecil,
sehingga menrik untuk diasuransikan.
2. Kerugian tidak boleh menimpa peserta dalam jumlah besar yang menimbulkan
biaya sangat besar atau katastrofik (catastrophic) bagi asuradur. Katastrofik
adalah biaya sangat besar yang harus dikeluarkan akibat banyak orang yang
mengalami kerugian pada waktu bersamaan. Contohnya, kerugian yang terjadi
akibat perang atau bencana alam besar seperti Tsunami di Aceh tahun 2004 yang
mengenai penduduk dalam jumlah banyak dengan kerugian yang mencapai
triliunan rupiah. Kerugian besar itu tidak dijamin oleh asuransi karena praktis
suatu usaha asuransi akan bangkrut bila mengganti kerugian sebesar itu. Suatu
penyakit yang menjadi wabah, mengenai banyak orang, tidak dijamin asuransi,
namun akan dijamin pemerintah melalui suatu undang-undang wabah. Perusahaan
asuransi tidak menanggung, atau mengecualikan (exception), segala bentuk
perawatan rumah sakit atau dokter akibat bencana alam besar, peperangan
ataupun suatu wabah. Katastropik juga dapat berarti risiko biaya yang ditanggung
terlalu besar atau terlalu mahal. Dalam bidang kesehatan, biaya perawatan di
ruang intensif yang lebih dari satu tahun pasti membutuhkan biaya yang bisa
mencapai milyaran rupiah. Batasan biaya medis yang dapat dikelompokkan
sebagai katastropik bervariasi sesuai dengan kemampuan ekonomi suatu negara.
WHO memberikan definisi biaya medis katastropik bagi rumah tangga jika biaya
pengobatan atau perawatan menghabiskan lebih dari 40% penghasilan rumah
tangga (WHO, 2000).4 Akan tetapi biaya medis yang bersifat katastropik bagi
rumah tangga ini justeru merupakan suatu persyaratan untuk diasuransikan.
Dalam buku-buku teks asuransi kesehatan, biaya perawatan yang mahal sering
disebut kasus major medicals (berbiaya medis mahal).
Hal 42 

3. Populasi harus cukup besar dan homogen yang akan diikutsertakan dalam skema
asuransi. Jika suatu asuransi hanya diikuti oleh sepuluh orang, padahal risiko yang
dipertanggungkan dapat bervariasi dari--seribu rupiah sampai satu milyar rupiah,

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


maka iuran atau premi dari peserta asuransi yang sepuluh orang ini tidak akan
mampu menutupi kebutuhan dana apabila risiko yang diasuransikan terjadi.
Risiko yang diperoleh dari sepuluh orang tersebut tidak bisa dijadikan patokan
untuk menghitung besarnya risiko yang akan timbul, karena populasinya terlalu
kecil. Semakin besar populasi, semakin tinggi tingkat akurasi prediksi biaya yang
dibutuhkan untuk menjamin risiko, sehingga akan semakin kuat kemampuan
finansial sebuah perusahaan asuransi. Persyaratan besarnya jumlah peserta atau
pemegang polis merupakan suatu aplikasi hukum matematika yang disebut hukum
angka besar (the law of the large number). Hukum ini menyebabkan semakin
banyak usaha asuransi yang melakukan merjer (bergabung) agar lebih kuat
bersaing dan mampu mengendalikan biaya. Sehingga akan dapat dicapai
pelayanan dengan tingkat efisiensi yang tinggi. Program asuransi kesehatan sosial
selalu memenuhi hukum angka besar ini karena sifat kepesertaanya wajib.
Sebaliknya usaha asuransi kesehatan komersial seringkali bangkrut karena tidak
mampu memiliki jumlah peserta atau pemegang polis yang cukup besar.

4. Jenis Asuransi
Telah dibahas sebelumnya bahwa asuransi adalah manajemen risiko, dimana
seseorang atau sekelompok kecil orang (yang disebut pemegang polis/policy holder atau
peserta/participant) melakukan transfer risiko yang dihadapinya kepada pihak asuransi
(yang disebut asuradur/insurer atau badan penyelenggara asuransi)dengan membayar
sejumlah premi (iuran atau kontribusi). Bila pemegang polis atau peserta adalah
perseorangan, maka ia akan menjamin dirinya sendiri dan atau termasuk anggota
keluarganya. Dalam hal pemegang polis atau peserta bersifat kelompok kecil (misalnya
suatu perusahaan atau instansi), maka yang dijamin biasanya anggota kelompok tersebut
(karyawan dan anggota keluarganya). Dengan pembayaran premi/iuran tersebut, maka
segala risiko biaya yang terjadi akibat kejadian yang terjadi pada pemegang polis atau
Hal 43 

peserta sesuai kesepakatan yang tercantum dalam perjanjian/ kontrak akan menjadi
kewajiban asuradur. Peserta yang termasuk dalam daftar yang dijamin sesuai ketentuan
dalam kontrak atau peraturan disebut tertanggung atau insured. Risiko yang harus

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


ditangggung asuraadur disebut benefit atauu “manfaat” asuransi, yaang cakupann (scope) daan
besarrnya telah ditetapkan dimuka daalam kontraak atau perraturan. Dallam asuransi
kesehhatan, manfaaat ini serinng disebut paket
p jaminaan (benefit package)
p kaarena manfaaat
asuraansi kesehataan pada um
mumnya berbbentuk pelaayanan kesehhatan yang dijamin oleeh
asuraadur, sedang
gkan manfaaat asuransi jiiwa atau kerrugian umum
mnya dalam
m bentuk nilaai
nominal uang,
derhana penngertian asuransi dapat digambarkan dengan ilustrasi berikutt.
Secara sed

Dari ilustrrasi diatas dapat


d dilihat ada dua elem
men utama terselenggara
t anya asuransi
yaitu ada pembayaran prem
mi/iuran dann benefit/m
manfaat. Keddua elemen itulah yanng
menggikat kedua pihak (parra pihak), peserta
p dann asuradur. Pada hakikkatnya dalam
m
asuraansi, secara umum, paraa pihak mem
miliki hak daan kewajibaan sebagaimana layaknyya
sebuaah kontrak. Tertanggungg merupakann orang yanng mempunyyai kewajibaan membayaar
prem
mi. Dalam prrogram Jamssostek, Askees dan JPKM
M, yang sem
muanya nantti akan diatuur
dalam
m Sistem Jam
minan Sosiall Nasional, tertanggung
t disebut peseerta—tanpa membedakaan
siapaa yang memb
bayar iuran. Di dalam asuransi
a keseehatan tradissional/konveensional yanng
dijuall oleh perusaahaan asurannsi, manfaattnya ditetapkkan atau dibatasi dengann nilai jumlaah
Hal 44 

uang tertentu daan pesertannya disebut pemegang polis (policcy holder) dan anggotta
keluaarga yang dijjamin disebuut tertanggunng. Dalam asuransi
a keseehatan yang dikelola oleeh
bukann perusahaan
n asuransi di Amerika (yyang biasa dikenal
d di Indonesia dengan manageed

Introdduksi Asuransi Kesehatan


K Hasbuullah Thabranyy
care) tertanggung disebut anggota atau member. Pemegang polis atau peserta
berkewajiban membayar premi/iuran sedangkan tertanggung tidak selalu merupakan
orang yang harus membayar premi. Asuradur adalah orang atau badan yang telah
menerima premi dan karenanya mempunyai kewajiban membayar atau menanggung
risiko yang diasuransikan dengan membayarkan manfaat bila risiko terjadi. Dalam
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 571/572 tahun 1993 tentang JPKM, asuradur ini
disebut Badan Penyelenggara JPKM yang disingkat Bapel. (dimasa mendatang, JPKM
hanya akan menjual manfaat tambahan)

Kotrak Asuransi
Mekanisme asuransi merupakan hubungan kontraktual yang mengatur kewajiban
dan hak para pihak. Peserta wajib membayar premi, dan berhak mendapatkan manfaat
asuransi, sedangkan asuradur berhak menerima pembayaran premi dan wajib
membayarkan manfaat dalam bentuk uang langsung kepada peserta atau membayarkan
manfaat tersebut kepada pihak ketiga yang memberikan pelayanan kepada peserta, seperti
bengkel mobil atau fasilitas kesehatan. Namun demikian, dibandingkan dengan hubungan
kontraktual lainnya, kontrak asuransi memiliki ciri khas yang secara bersama-sama tidak
dimiliki oleh hubungan kontraktual lainnya. Karena kekhasan kontrak asuransi inilah,
maka pengelolaan atau bisnis asuransi diatur sangat ketat atau dilaksanakan langsung
oleh pemerintah. Hanya saja, asuransi yang dikelola Pemerintah atau badan khusus yang
dibentuk Pemerintah menggunakan peraturan perundangan sebagai pengganti kontrak.
Pada hakikatnya, isi peraturan perundangan juga sama dengan kontrak yang mengatur
hak dan kewajiban peserta dan badan penyelenggara. Sementara dalam asuransi
komersial, karena variasi paket manfaat dan premi, pengaturan hak dan kewajiban diatur
dalam kontrak asuransi yang disebut polis asuransi. Ciri khas kontrak asuransi tersebut
adalah sebagai berikut:
Bersifat kondisional. Dalam kontrak asuransi, kewajiban asuradur baru akan
terjadi jika kondisi yang telah ditentukan (misalnya sakit atau kehilangan harta benda)
Hal 45 

terjadi pada diri tertanggung. Apabila tertanggung tidak mengalami kejadian tersebut,
maka tidak ada kewajiban asuradur memberikan manfaat. Ciri tersebut tidak akan
ditemukan dalam kontrak lain, seperti kontrak pembelian barang atau sewa gedung. Oleh

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


karena itu, dalam kontrak asuransi seperti asuransi kesehatan pegawai negeri, pegawai
yang lebih dari 20 tahun tidak pernah sakit sedangkan ia terus membayar iuran (karena
bersifat wajib dan langsung dipotong dari gajinya), tidak berhak menuntut pengembalian
uang iurannya. Berbeda dengan kontrak tabungan hari tua (yang disebut Dana Pensiun
Lembaga Keuangan—DPLK) di bank, penabung atau ahli warisnya berhak mendapatkan
kembali uang yang disimpannya secara rutin tiap bulan (ditambah hasil
pengembangannya) pada suatu waktu tertentu atau setelah penabung meninggal dunia.
Bersifat unilateral. Pada umumnya kontrak bersifat bilateral yaitu masing-
masing pihak mempunyai kewajiban dan hak yang dapat dituntut jika salah satu pihak
tidak melaksanakan kewajibannya. Dalam kontrak asuransi, pihak yang dapat dituntut
karena tidak memenuhi kewajibannya hanyalah pihak asuradur. Apabila tertanggung
tidak memenuhi kewajibannya, tidak membayar premi misalnya, ia tidak dapat dituntut,
akan tetapi haknya otomatis hilang atau kontrak otomatis terputus (yang dalam istilah
asuransi komersial disebut lapse). Kontrak unilateral ini merupakan padanan (offset) dari
sifat kondisional yaitu asurasur tidak selalu wajib membayarkan manfaat.
Bersifat Aleatory. Kontrak pada umumnya mempunyai keseimbangan nilai tukar
(economic value) antara kewajiban dan hak bagi pihak pertama maupun pihak kedua.
Namun kontrak asuransi memberikan nilai manfaat jauh lebih besar dibandingkan
kewajiban premi yang harus dibayarkan oleh peserta. Sebagai contoh, seseorang yang
menjadi peserta asuransi kesehatan membayar premi sebesar Rp 250.000 tiap bulan. Baru
saja empat bulan ia membayar premi ia terkena serangan jantung dan memerlukan
pembedahan yang memakan biaya (nilai tukar) Rp 150 juta. Asuradur akan memberikan
manfaat tersebut, walaupun premi yang dibayarkan baru Rp. 1 juta (4 x Rp 250.000),
karena dalam kontrak asuransi tersebut pembedahan jantung ditanggung penuh. Tanpa
kontrak yang bersifat aleatori, tidak mungkin peserta yang membayar premi Rp. 1 juta,
mendapatkan manfaat Rp 150 juta. Dalam hal ini, peserta tersebut tidak berhutang Rp
149 juta ke perusahaan asuransi. Jika saja ia berhenti menjadi peserta setelah itu, peserta
tidak mempunyai kewajiban membayar premi lagi, sebaliknya peserta tersebut juga tidak
Hal 46 

mempunyai hak mendapatkan manfaat lagi dan juga tidak akan dituntut untuk melunasi
selisih biaya sebesar Rp 149 juta. Sebaliknya, seorang peserta atau pemegang polis yang
telah membayar premi sebesar Rp 250.000 per bulan selama 10 tahun (total

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


10x12xRp.250.000 atau Rp 30 juta, tanpa perhitungan bunga), akan tetapi ia tidak
pernah sakit, sehingga tidak pernah mengklaim manfaat asuransi. Peserta itu tidak
berhak sama sekali atas manfaat asuransi (menerima hak senilai Rp 0 rupiah), karena
tidka ada kondisi yang memenuhi ketentuan kontrak (sifat kondisional). Asuradur tetap
berhak menerima Rp 30 juta (plus bunga) tanpa kewajiban membayar apapun kepada
tertanggung.
Bersifat Adhesi. Dalam ikatan kontrak pada umumnya kedua belah pihak
mempunyai informasi yang relatif seimbang tentang nilai tukar dan kualitas barang atau
jasa yang diatur dalam kontrak. Namun pada kontrak asuransi, pihak peserta atau
pemegang polis, khususnya pada asuransi individual, tidak memiliki informasi yang
seimbang dengan informasi yang dimiliki asuradur. Asuradur tahu lebih banyak tentang
probabilitas terjadinya sakit dan biaya-biaya pengobatan yang diperlukan untuk
mengobati sakit tersebut, sedangkan pihak peserta tidak mengetahuinya dengan baik.
Akibatnya, sulit bagi peserta untuk menilai apakah premi yang dibebankan kepada
mereka itu murah, wajar, atau terlalu mahal. Dengan kata lain, peserta berada pada posisi
yang lemah (ignorance). Itulah sebabnya, dalam industri asuransi dimanapun di dunia,
pemerintah selalu mengatur dan mengawasi secara ketat berbagai aspek penyelenggaraan
asuransi baik dalam hal paket jaminan dan ketentuan polis menyangkut isi, bahasa, dan
bahkan ukuran huruf dalam polis, dan berbagai persyaratan asuradur yang menjamin
peserta akan menerima haknya, jika obyek asuransi terjadi. Dalam dunia asuransi,
kontrak semacam ini sering disebut sebagai kontrak take it or leave it.

Pembayaran Premi
Menurut sifat kepesertaannya, asuransi dapat dibagi menjadi dua golongan besar
yaitu kepesertaan yang bersifat wajib dan sukarela. Sifat kepesertaan itu terkait dengan
kewajiban membayar premi yang juga bersifat wajib dan sukarela (lihat ilustrasi di
halaman sebelumnya). Asuransi dengan kepesertaan wajib disebut asuransi social,
sedangkan asuransi yang kepesertaannya sukarela, digolongkan sebagai asuransi
Hal 47 

komersial karena tidak ada kewajiban seseorang untuk ikut atau membeli asuransi. Sifat
membeli merupakan suatu transaksi sukarela dalam perdagangan (commerce). Banyak
pihak di Indonesia yang mengasosiasikan asuransi sosial sebagai asuransi bagi kelompok

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


masyarakat ekonomi lemah (miskin), sehingga pada awalnya JPKM dinyatakan bukan
sebagai asuransi komersial. Padahal dengan sifat kepesertaan yang sukarela, asuransi itu
sudah dapat dikelompokkan menajdi asuransi komersial.

5. Asuransi sosial
Banyak pihak di Indonesia yang mempunyai pengertian keliru tentang asuransi
sosial. Kebanyakan orang beranggapan bahwa asuransi sosial adalah suatu program
asuransi untuk masyarakat miskin atau kurang mampu. Pada berbagai kesempatan
interaksi dengan masyarakat di kalangan sektor kesehatan, banyak yang beranggapan
bahwa Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang diperkenalkan
Departemen Kesehatan (Depkes) juga merupakan program jaminan untuk masyarakat
miskin. Hal ini barangkali terkait dengan program JPKM dalam rangka Jaring Pengaman
Sosial Bidang Kesehatan (JPSBK) dimana Depkes memberikan insentif kepada
organisasi di kabupaten yang disebut pra bapel (badan penyelenggara) untuk
mengembangkan JPKM. Program JPSBK ini memberikan dana Rp 10.000 per tahun
untuk tiap keluarga miskin (gakin) kepada pra bapel yang berjumlah 354 di seluruh
Indonesia. Dana tersebut digunakan untuk membiayai administrasi pra bapel sebesar
Rp.800, dan sisanya untuk membiayai pelayanan kesehatan peserta yang dikelolanya.
Diharapkan setelah dua tahun program berjalan, pra bapel dapat membuat produk JPKM
dan menjualnya kepada masyarakat selain gakin. Mungkin dengan program inilah maka
terbentuk pemahaman bahwa program JPKM adalah program asuransi sosial.
Sebenarnya, konsep JPKM adalah konsep asuransi komersial yang dilandasi oleh
kepesertaan sukarela. Diskusi lebih lanjut tentang hal ini dibahas lebih lanjut dalam bab
asuransi komersial.
Dalam Undang-Undang No 2/92 tentang asuransi disebutkan bahwa program
asuransi sosial adalah program asuransi yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan
suatu undang-undang, dengan tujuan untuk memberikan perlindungan dasar bagi
Hal 48 

kesejahteraan masyarakat. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa program asuransi sosial


hanya dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara (pasal 14). Namun
demikian, tidak ada penjelasan lebih rinci tentang asuransi sosial dalam UU tersebut.

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Untuk lebih menjelaskan tentang apa, mengapa dan bagaimana asuransi sosial
dilaksanakan, berikut ini akan dijelaskan berbagai rasional dan contoh-contoh program
asuransi sosial di dunia dan di Indonesia.
Mengapa harus diwajibkan? Apakah pada era globalisasi ini masih perlu
mewajibkan setiap tenaga kerja atau setiap penduduk untuk menjadi peserta asuransi
kesehatan seperti halnya asuransi kesehatan pegawai negeri? Mengapa harus dikelola
secara terpusat oleh satu badan penyelenggara pemerintah? Monopolikah itu namanya?
Bukankah kini jamannya privatisasi? Mengapa tidak dilepaskan kepada mekanisme pasar
karena pasar begitu kuat dan mampu mengatasi berbagai masalah? Bukankah kini
jamannya otomomi daerah sehingga seharusnya daerah diberi kewenangan mengurus
daerahnya masing-masing?. Pertanyaan seperti itu kerap muncul diberbagai kesempatan
di daerah ketika penulis mempresentasikan konsep asuransi sosial
Di atas sudah dijelaskan bahwa pelayanan kesehatan memiliki ciri ketidakpastian
(uncertainty). Akses terhadap pelayanan kesehatan merupakan hak asasi setiap penduduk.
Deklarasi PBB tahun 1948 telah jelas menyebutkan bahwa setiap penduduk berhak atas
jaminan kesehatan manakala ia sakit. Apakah setiap orang memiliki visi dan kesadaran
akan risiko yang dihadapinya di kemudian hari? Meskipun banyak orang menyadari akan
risiko tersebut, pada umumnya kita tidak mempunyai kemauan dan kemampuan yang
memadai untuk mencukupi kebutuhan menutup risiko sakit yang terjadi di masa depan.
Orang-orang muda akan mengambil risiko (risk taker), terhadap masa depannya karena
pengalamannya menunjukkan bahwa mereka jarang sakit. Ancaman sakit 10-20 tahun ke
depan dinilainya terlalu jauh untuk dipikirkan sekarang. Pada umumnya mereka tidak
akan membeli, secara sukarela dan sadar, asuransi untuk masa jauh ke depan tersebut
meskipun mereka mampu membeli. Sebaliknya, orang-tua dan sebagian orang yang
punya penyakit kronik, bersedia membeli asuransi karena pengalamannya membayar
biaya berobat yang mahal, namun penghasilan mereka sudah jauh berkurang. Meskipun
penghasilannya cukup, biaya pengobatan sudah jauh lebih besar dari penghasilanya.
Orang-orang seperti ini mau membeli asuransi, akan tetapi jika hanya orang-orang
Hal 49 

tersebut yang mau membeli, perusahaan asuransi/bapel akan menarik premi sangat besar
untuk menutupi biaya berobat yang tinggi. Atau mereka tidak bersedia menjamin orang-

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


orang yang risikonya sub standar (diatas rata-rata). Akibatnya kelompok berisiko tersebut
tidak bisa dijamin.
Bagi penderita penyakit menular yang tidak mampu berobat, akan mengalami
kesulitan untuk sembuh dari sakitnya, karena tidak sanggup berobat dan tidak ada
perusahaan asuransi/bapel yang mau menjaminnya. Penderita tersebut akan mengancam
sorang disekitarkanya, karena penyakitnya dapat menular kepada orang lain
(eksternalitas).
Meskipun tidak menderita penyakit menular, bantuan dari banyak pihak masih
diperlukan, bila ada anggota masyarakat yang menderita penyakit sangat parah. Inilah
perikemanusiaan yang beradab. Tidak ada satupun tempat di dunia yang membiarkan
orang-orang seperti itu tanpa bantuan. Kendala yang terjadi jika bantuan diberikan secara
sukarela adalah jumlahnya yang seringkali tidak memadai. Padahal ancaman sakit seperti
itu dapat menimpa siapa saja, tua maupun muda, kaya maupun miskin, karenanya
diperlukan jaminan agar orang tidak tambah menderita akibat tidak memiliki dana yang
memadai untuk mengatasi masalah kesehatannya. Bentuk jaminan itu adalah asuransi
yang bersifat wajib bagi semua penduduk. Jika tidak diwajibkan, maka yang sakit-
sakitan akan membeli asuransi sebagai alat gotong royong atau solidaritas sosial,
sementara yang sehat dan muda tidak akan membeli asuransi karena tidak merasa
memerlukannya, sehingga tidak mungkin tercapai kegotong-royongan antara kelompok
kaya-miskin dan kelompok sehat dan sakit. Itulah yang mendasari diperlukannya asuransi
sosial
Asuransi sosial bertujuan untuk menjamin akses semua orang yang memerlukan
pelayanan kesehatan tanpa mempedulikan status ekonomi atau usianya. Prinsip itulah
yang disebaut sebagai keadilan sosial (social equity/social justice) yang menjadi falsafah
hidup semua orang di dunia. Asuransi sosial memiliki fungsi redistribusi hak dan
kewajiban antara berbagai kelompok masyarakat: kaya–miskin, sehat-sakit, muda-tua,
risiko rendah-risiko tinggi, sebagai wujud hakikat peradaban manusia. Oleh karenanya,
tidak ada satu negarapun di dunia-- baik negara liberal seperti Amerika Serikat, maupun
Hal 50 

negara yang lebih dekat ke sosialis, yang tidak memiliki sistem asuransi sosial atau
jaminan langsung oleh negara. Di Amerika misalnya, semua orang—tanpa kecuali, yang
mempunyai penghasilan harus membayar premi Medicare. Medicare adalah program

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


asuransi sosial kesehatan untuk orang tua/pensiunan (usia 65 tahun keatas) dan orang-
orang yang menderita penyakit terminal (penyakit yang tidak bisa sembuh). Setiap yang
berpenghasilan otomatis dipotong sebesar 1,45% penghasilannya untuk premi Medicare.
Pekerja yang membayar kontribusi/premi untuk Medicare tersebut baru akan
mendapatkan manfaat setelah berusia 65 tahun. Kewajiban membayar kontribusi/premi
Medicare tidak hanya untuk pekerja, melainkan juga untuk majikannya (pemberi kerja),
yang juga wajib membayar kontribusi/premi sebesar 1,45% dari gaji/penghasilan
karyawannya, sehingga total premi Medicare adalah 2,9% dari gaji/upah/bulan.
Negara-negara Eropa yang lebih kuat ikatan sosialnya atau negara-negara Asia
seperti Jepang, Korea, Taiwan, Filipina, dan Muangtai; juga menyelenggarakan sistem
asuransi sosial. Ada yang digabungkan dengan sistem jaminan sosial (social security),
namun ada pula negara yang membuat undang-undang asuransi sosial khusus untuk
kesehatan seperti Taiwan, Filipina, Kanada, dan Jerman. Tanpa diwajibkan, maka tidak
semua orang akan ikut serta. Cina yang komunis juga menyelenggarakan sistem asuransi
sosial untuk rakyatnya.
Jika dilihat dari latar belakang mewajibkan penduduk ikut serta dalam asuransi
sosial, maka kewajiban itu bukan pemerkosaan hak seseorang, melainkan upaya
memenuhi hak asasi manusia melalui pembiayaan secara kolektif. Kondisi tersebut sama
dengan kewajiban membayar pajak yang dilakukan diseluruh negara di dunia. Kewajiban
tersebut jelas bukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM), karena kalau hal itu
dikatakan pelanggaran, maka seluruh negara di dunia adalah pelanggar HAM. Begitu
pula dengan kewajiban memiliki kartu penduduk atau paspor yang berlaku diseluruh
negara di dunia, tidak dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM. Jadi penyelenggaraan
asuransi yang bersifat wajib tidaklah bertentangan dengan fitrah manusia madani
(civilized society). Justru masyarakat madani memiliki banyak sekali kewajiban individu
terhadap masyarakat secara kolektif sebagai perwujudan kehidupan berbudaya.
Sesuatu yang sifatnya wajib harus diatur oleh yang paling kuasa. Dalam
kehidupan bernegara, yang paling kuasa adalah undang-undang yang dibuat oleh wakil
Hal 51 

rakyat. Itulah sebabnya, sebuah asuransi sosial yang memenuhi syarat haruslah diatur
berdasarkan undang-undang. Di Indonesia, salah satu contoh asuransi sosial yang diatur

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


UU adalah jaminan pemeliharaan kesehatan dalam Undang-undang No. 3/1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).

Mekanisme Anti Seleksi (adverse selection).


Dalam asuransi sosial, manfaat/paket jaminan yang ditetapkan oleh UU adalah
sama atau relatif sama bagi seluruh peserta karena tujuannya untuk memenuhi kebutuhan
para anggotanya. Manfaat tersebut seringkali disebut paket dasar. Dalam asuransi putus
kerja atau pensiun, manfaatnya relatif kecil/rendah karena tujuannya adalah untuk
memenuhi kebutuhan minimum hidup yaitu cukup untuk makan, transportasi,
perumahan, dan pendidikan. Di Indonesia, umumnya pemahaman tentang asuransi
kesehatan adalah menjamin pelayanan kesehatan berbiaya murah. Sehingga yang dijamin
hanya kasus ringan dan sederhana, sedangkan kasus berat dan mahal justru tidak dijamin.
Pemahaman itu tentu tidak sesuai dengan prinsip asuransi yaitu berat sama dipikul.
Definisi kebutuhan dasar hakekatnya adalah mempertahankan hidup seseorang,
sehingga orang tersebut mampu berproduksi. Upaya yang diperlukan seringkali justeru
pelayanan operasi atau perawatan intensif di rumah sakit yang memerlukan biaya besar.
Karena itu di negara-negara lain yang memiliki keterbatasan, maka umumnya asuransi
sosial dimulai dengan manjamin pelayanan rawat inap saja, bukan rawat jalan yang
murah. Hal itu sejalan dengan tujuan penyelenggaraan asuransi sosial yaitu terpenuhinya
kebutuhan penduduk, atau populasi tertentu, yang tanpa asuransi sosial kemungkinan
besar mereka tidak mampu memenuhinya sendiri. Bila pemenuhan kebutuhan itu
diharapkan secara sukarela (komersial) dengan cara membeli asuransi, maka ada
kemungkinan mereka tidak mampu atau tidak disiplin untuk membeli asuransi tersebut.
Dalam asuransi sosial, premi umumnya proporsional terhadap pendapatan/upah
dan besarnya ditetapkan oleh peraturan. Karakterisitik asuransi sosial yang mengatur
paket jaminan/manfaat asuransi yang sama dan premi yang proporsional terhadap upah
memfasilitasi terjadinya equity egaliter (keadilan yang merata). Secara singkat equity
Hal 52 

egaliter berarti you get what you need yang lebih pas untuk kesehatan. Prinsip equity
egaliter menjamin seseorang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan medisnya dan membayar kontribusi sesuai kemampuan ekonominya. Itulah

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


sebabnya peserta diharuskan membayar berdasarkan persentase tertentu dari upahnya.
Hal tersebut memungkinkan pemerintah memenuhi hak asasi penduduk terhadap
pelayanan kesehatan seperti yang termaktub dalam UUD RI pasal 28H dan merupakan
penjabaran lebih lanjut dari sila keadilan sosial dalam Pancasila. Seluruh negara maju dan
sedang berkembang di kelompok menengah menggunakan prinsip asuransi sosial ini,
baik yang terintegrasi dengan jaminan sosial (social security) lainnya maupun yang
dikelola tersendiri.
Jenis equity lain adalah equity liberter yang menggambarkan pelayanan kesehatan
sebagaimana yang umum berlaku di Indonesia saat ini. Seorang manajer yang sakit tifus
masuk rumah sakit dan memilih perawatan di kelas VIP dengan membayar biaya
perawatan per hari Rp 250.000,- plus jasa dokter, obat, pemeriksaan penunjang medis,
dst. Ia mendapat perawatan dari suster yang cantik, dokternya berkunjung paling sedikit
sekali dalam sehari (argo dokter jalan terus), dan mendapat pilihan makanan yang enak.
Ketika pulang, total biaya perawatan yang harus dibayar adalah Rp 5 juta. Adilkah
(equity kah)? Tentu adil, sebab dia membayar mahal sehingga ia mendapatkan pelayanan
baik sesuai dengan yang ia bayar.
Di tempat lain, seorang pedagang sayur gendongan yang juga menderita sakit
tifus, tidak dapat dirawat di RS Swasta karena tidak mampu membayar uang muka yang
diminta, lau dengan menahan rasa sakit dan panas, ia harus pergi ke RS pemerintah yang
mau menerimanya tanpa uang muka. Selanjutnya si tukang sayur tersebut di rawat di
kelas IIIB dengan bangsal yang berisi banyak tempat tidur, kamar mandi bersama,
kebersihan ruangan yang tidak terjaga dan aroma bau yang membuat suasana terasa
kurang nyaman, ditambah dengan makanan yang tidak menerbitkan selera. Dokter
memeriksanya tiga hari sekali dan perawatnya kurang ramah, karena perawat yang
ditugaskan di bangsal adalah perawat baru yang mendapat gaji sesuai Upah Minimum
Regional (UMR). Setelah dirawat 10 hari, biaya yang harus dibayar oleh si tukang sayur
adalah Rp 500.000,-. Adilkah? Cukup adil. Sebab kemampuannya hanya untuk
pelayanan yang seperti itu.
Hal 53 

Seorang tukang ojek yang menderita tifus tetapi takut ke rumah sakit karena
informasi yang dia peroleh dari tetangga dan kenalannya bahwa biaya perawatan di
rumah sakit dapat menghabiskan ratusan ribu sampai jutaan rupiah. Setelah berusaha

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


mengobati sendiri dengan berbagai obat penurun panas, penyakit tak kunjung sembuh
bahkan akhirnya tukang ojek tersebut pingsan akibat komplikasi perforasi (kebocoran)
usus. Akhirnya oleh tetangganya ia di bawa ke rumah sakit dan terpaksa menjalani
pembedahan dan dirawat intensif di Intensive Care Unit (ICU). Ia beruntung karena
diberikan dispensasi untuk membayar uang muka seadanya. Setelah perawatan selesai, ia
harus membayar Rp 5 juta, karena biaya perawatan di ICU selama dua hari
menghabiskan Rp 3,5 juta. Biaya tersebut ia peroleh dari pinjaman para tetangga yang
bersimpati padanya. Karena berhutang, ia harus menjual motornya dan masih meminjam
uang dari sanak keluarga untuk melunasi tagihan rumah sakit tersebut. Dia tidak lagi
memikirkan sumber nafkah setelah sembuh dari sakit tersebut, karena motor yang
menjadi satu-satunya modal telah dilego untuk membayar hutang. Kelangsungan
kehidupan keluarganya menjadi tidak pasti. Adilkah? Menurut pandangan liberter, adil.
Sebab ia memang bernasib buruk dan berperilaku buruk dengan takut berobat sejak dini,
sehingga penyakitnya jadi sangat parah.
Seorang tukang ojek lainnya yang juga menderita tifus dengan perforasi dan harus
masuk ICU tetapi bernasib kurang baik, karena rumah sakit yang didatanginya meminta
uang muka Rp 3 juta dan ia tidak memilikinya. Akhirnya ia terpaksa pulang dengan
menanda-tangani surat “pulang paksa” yang berarti risiko setelah pulang menjadi
tanggung jawabnya sendiri. Dua hari kemudian ia meninggal dunia. Adilkah? Menurut
pandangan liberter murni, adil! Sebab memang ia tidak mampu membayar.
Pandangan egaliter menilai bahwa equity liberter baik untuk hal-hal di luar
kesehatan. Untuk kesehatan sangat tidak adil dan tidak manusiawi jika seorang yang
hanya karena tidak mempunyai uang, harus kehilangan mata pencaharian dan
menyengsarakan hidup keluarganya atau meninggal dunia akibat sakit yang dideritanya,
seperti dua kasus terakhir. Pandangan equity egaliter dalam pelayanan kesehatan menilai
bahwa kedua orang pada contoh terakhir seharusnya mendapat pengobatan paling tidak
seperti tukang sayur gendong. Pasien harus mendapatkan pengobatan sesuai dengan
kondisi medisnya dan tidak tergantung pada kemampuannya membayar, apalagi sampai
Hal 54 

meninggal dunia.
Untuk menghindarkan kondisi sebagaimana digambarkan diatas, harus
diselenggarakan asuransi sosial yang membuat baik si manajer maupun si tukang sayur

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


atau tukang ojek membayar premi dimuka sebesar, misalnya 5% dari penghasilannya.
Mungkin sang manajer membayar premi Rp 250.000 per bulan sedangkan si tukang sayur
membayar Rp 10.000 sebulan dan tukang ojek membayar Rp 20.000 sebulan untuk
seluruh keluarganya. Pada waktu mereka sakit, rumah sakit tidak perlu meminta uang
muka. Pasien tidak harus takut berobat ke rumah sakit karena ia telah memiliki jaminan
dan mengetahui bahwa ia tidak perlu membayar rumah sakit, kecuali sejumlah iur biaya
yang besarnya terjangkau, termasuk obat-obatan dan biaya ICU jika diperlukan. Hak
perawatannya mungkin di kelas II atau kelas III sesuai ketentuan program. Inilah yang
disebut equity egaliter. Sang manajer yang ingin dirawat di ruang VIP harus membayar
selisih biaya antara kamar perawatan yang menjadi haknya dan biaya di VIP. Tambahan
biaya yang ahrus dikeluarkan si manajer mungkin hanya Rp 1-2 juta saja, jauh lebih kecil
dibandingkan dia harus membayar keseluruhannya.
Pada prinsipnya premi asuransi sosial mirip pajak, bedanya pajak umumnya
progresif, sedangkan premi asuransi tidak, bahkan cenderung regresif. Dalam peraturan
pajak, mereka yang berpenghasilan tinggi dikenakan pajak dengan prosentase yang tinggi
pula. Ini berlaku di seluruh dunia. Di Indonesia kalau kita berpenghasilan Rp 1 juta
sebulan, maka pajak penghasilan yang harus dibayar adalah 5% dari penghasilan kena
pajak. Tetapi jika penghasilan kita mencapai Rp 100 juta sebulan, maka pajak
penghasilan yang harus kita bayar mencapai 35% dari penghasilan diatas Rp 200 juta
setahun. Dalam asuransi sosial, justeru seringkali diberlakukan batas maksimum.
Misalnya premi asuransi sosial adalah 5% dari penghasilan sampai batas Rp 5 juta.
Artinya, jika penghasilan kita Rp 1 juta sebulan, maka kita membayar premi sebesar Rp
50.000 sebulan untuk sekeluarga. Sedangkan jika penghasilan kita sebesar Rp 10 juta
sebulan, premi yang harus kita bayar adalah 5%x Rp 5 juta (batas maksimal) atau hanya
sebesar Rp 250.000. Jika penghasilan kita Rp 100 juta sebulan, maka premi yang kita
bayar juga hanya Rp 250.000. Perbedaan lain dengan pajak adalah penggunaannya. Pada
asuransi sosial, penggunaan dana hanya terbatas untuk kegiatan atau benefit yang telah
ditetapkan. Tidak bisa lain. Sementara penerimaan pajak dapat digunakan untuk berbagai
Hal 55 

program yang tidak ditentukan dimuka. Itulah sebabnya, premi asuransi sosial atau
jaminan sosial sering disebut sebagai social security tax, jadi sangat mirip dengan ear-
marked tax.

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Karena sifatnya yang wajib dan mirip dengan pengenaan pajak, maka pengelolaan
asuransi sosial haruslah secara not for profit (nirlaba). Jadi tidak tepat kalau Jamsostek
dan Askes pegawai negeri dikelola oleh PT Persero yang berorientasi laba (for profit).
Kondisi tersebut merupakan keunikan yang patut dicemati. Pengertian nirlaba harus
dipahami yang tidak mencari laba adalah badan atau lembaganya pengelolanya. Hal itu
tidak juga mengharamkan lembaga mempunyai sisa dana. Dulu istilah nirlaba dalam
bahasa Inggris disebut non profit (tidak ada laba atau sisa hasil usaha). Belakangan istilah
itu telah diluruskan menjadi not for profit artinya usaha yang dilakukan sama sekali
bukan untuk mencari untung seperti layaknya perusahaan. Tetapi usaha atau upaya yang
dilakukan bertujuan memberikan kesejahteraan sebesar-besarnya bagi anggota. Jadi mirip
dengan pengelolaan negara yang tidak menari laba, akan tetapi jika ada kelebihan
anggaran, maka anggaran itu dapat digunakan untuk tahun fiskal berikutnya atau untuk
cadangan, maka jika lembaga pengelola asuransi sosial memiliki Sisa Hasil Usaha
(SHU), pemerintah tidak menarik PPh (pajak penghasilan) badan. Sisa hasil usaha
tersebut harus digunakan untuk kepentingan peserta, seperti halnya negara yang
menggunakan kelebihan untuk kepentingan rakyat. Penggunaan SHU jika ada, dapat
digunakan untuk perbaikan pelayanan, perluasan paket jaminan, atau dikembalikan dalam
bentuk potongan iuran pada periode berikutnya. Harus diingat bahwa meskipun lembaga
atau oraganisasi penyelenggara jaminan atau asuransi sosial bersifat nirlaba, pegawai
badan tersebut bersifat for profit. Setiap pegawai tetap wajib membayar PPh 21, karena
pegawai bersifat for profit. Jadi tidak ada alasan pegawai penyelenggara asuransi sosial
digaji rendah.
Atas dasar peran dan sifat pengelolaan itu, maka di banyak negara penyelenggara
asuransi sosial adalah badan pemerintah atau quasi pemerintah yang disebut Trust Fund
atau dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan sebagai Dana Amanat. Dana Amanat
ini dimiliki oleh seluruh peserta, mirip dengan model Usaha Bersama (mutual) pada
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera yang pemegang sahamnya adalah seluruh
peserta/pemegang polis. Tetapi produk asuransi yang dijual Bumiputera bersifat
Hal 56 

komersial, bukan asuransi sosial. Asuransi sosial sering disebut sebagai asuransi publik
(public insurance), untuk membedakannya dengan asuransi swasta (private insurance)
yang umumnya bersifat komersial dan for profit. Ada banyak bentuk asuransi swasta

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


yang dapat bertujuan mencari laba atau tidak mencari laba (nirlaba) untuk dibagikan
sebagai dividen. Program asuransi mikro sukarela dengan variasi premi dan manfaat yang
dikelola oleh komunitas dimana surplus tidak dibagikan sebagai dividen merupakan
contoh asuransi komersial nirlaba. Di Amerika, Kaiser Health Plan dikembangkan oleh
yayasan (Kaiser Health Foundation) dengan tujuan meningkatkan kesehatan pesertanya
dan dikelola secara nirlaba. Hasil surplus tidak dibagikan kepada pemegang saham,
karena memang Kaiser (Pendiri Yayasan) tidak mengharapkan uangnya kembali, tetapi
semua surplus dikembalikan kepada komunitas.

Keunggulan
Penyelenggaraan asuransi sosial mempunyai banyak keunggulan mikro dan
makro yang antara lain dapat dijelaskan di bawah ini.
1. Tidak terjadi seleksi bias. Seleksi bias, khususnya adverse selection atau anti
seleksi, merupakan keadaan yang paling merugikan pihak asuradur. Pada anti
seleksi terjadi keadaan dimana orang-orang yang risiko tinggi atau di bawah
standar saja yang menjadi atau terus melanjutkan kepesertaan. Hal ini terjadi pada
asuransi yang sifatnya sukarela/komersial. Dalam asuransi sosial yang
mewajibkan semua orang, paling tidak dalam suatu kelompok tertentu seperti
pegawai negeri atau pegawai swasta untuk ikut, tidak akan terjadi anti seleksi.
Semua orang harus ikut, sehingga orang yang memiliki risiko standar, sub
standar, maupun diatas standar ikut serta pada program tersebut, dengan demikian
memungkinkan sebaran risiko yang merata sehingga perkiraan klaim/biaya dapat
dihitung lebih akurat.
2. Redistribusi/subsidi silang luas (equity egaliter). Karena semua orang dalam suatu
kelompok wajib ikut; baik yang kaya maupun yang miskin, yang sehat maupun
yang sakit, dan yang muda maupun yang tua; maka pada asuransi sosial
memungkinkan terjadinya subsidi silang yang luas. Yang kaya memberi subsidi
kepada yang miskin, yang sehat memberi subsidi kepada yang sakit, dan yang
Hal 57 

muda memberi subsidi kepada yang tua. Dalam asuransi komersial hanya terjadi
subsidi antara yang sehat dengan yang sakit.

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


3. Pool besar. Suatu mekanisme asuransi pada prinsipnya merupakan suatu risk pool,
suatu upaya menggabungkan risiko perorangan atau kumpulan kecil menjadi
risiko bersama dalam sebuah kumpulan yang jauh lebih besar. Semua anggota
kelompok tanpa kecuali harus ikut dalam asuransi sosial. Akibatnya pool atau
kumpulan anggota menjadi besar atau sangat besar. Sesuai dengan hukum angka
besar, semakin besar anggota semakin akurat prediksi berbagai kejadian. Ini
hukum alam. Asuransi sosial memungkinkan terjadinya pool yang sangat besar,
sehingga prediksi biaya misalnya dapat lebih akurat. Oleh karenanya,
kemungkinan lembaga asuransi sosial bangkrut adalah jauh lebih kecil
dibandingkan dengan lembaga asuransi komersial.
4. Menyumbang pertumbuhan ekonomi dengan penempatan dana premi/iuran dan
dana cadangan pada portofolio investasi seperti obligasi, deposito, maupun
saham. Pada umumnya portofolio investasi dana jaminan sosial/asuransi sosial
dibatasi agar tidak menganggu likuiditas dan solvabilitas program.
5. Administrasi sederhana. Asuransi sosial biasanya mempunyai produk tunggal
yaitu sama untuk semua peserta, tidak seperti asuransi komersial yang produknya
sangat beragam. Akibatnya administrasi asuransi sosial jauh lebih sederhana dan
tidak membutuhkan kemampuan sekompleks yang dibutuhkan asuransi komersial.
Oleh karenanya pada umumnya negara yang kurang memiliki sumber daya
manusia yang faham berbagai seluk-beluk asurnasi sekalipun mudah menerapkan
asuransi sosial.
6. Biaya loading (termasuk biaya pemasaran, komisi, biaya manajemen) yang
murah. Selain produk dan administrasi sederhana, asuransi sosial tidak
membutuhkan rancangan paket terus-menerus, biaya pengumpulan, analisis data
yang mahal, dan biaya pemasaran yang bisa menyerap 50% premi di tahun
pertama. Oleh karenanya biaya loading asuransi sosial di negara-negara maju
pada umumnya kurang dari 5% dari total premi yang diterima. Bandingkan
dengan asuransi komersial yang paling sedikit menghabiskan sekitar 12%, bahkan
Hal 58 

tidak sedikit yang menghabiskan sampai 50% dari premi yang diterima.
7. Pengaturan tarif fasilitas kesehatan lebih seragam. Karena pool yang besar,
asuransi sosial besar kemungkinan dapat melakukan pengaturan tarif fasilitas

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


kesehatan secara seragam sehingga semakin memudahkan administrasi dan
menciptakan keseimbangan antara dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tarif
yang seragam ini memungkinkan juga penerapan standar mutu tertentu yang
menguntungkan peserta.
8. Memungkinkan pengendalian biaya dengan buying power. Berbeda dengan mitos
model organisasi managed care (seperti HMO di Amerika dan bapel JPKM di
Indonesia) yang membayar kapitasi dan pelayanan terstruktur yang konon dapat
mengendalikan biaya, asuransi sosial dapat mengendalikan biaya lebih baik tanpa
harus membayar dokter atau fasilitas kesehatan dengan sistem risiko, seperti
kapitasi. Meskipun lembaga asuransi sosial membayar fasilitas kesehatan per
pelayanan (fee for services) yang disenangi dokter, asuransi sosial masih mampu
mengendalikan biaya lebih baik dari model organisasi managed care. Ini dapat
dilakukan melalui pendekatan negosiasi, karena asuransi sosial mempunyai
kekuatan membeli (buying power) yang kuat, sehingga berbagai tarif dan harga
dapat dinegosiasikan dengan pemberi pelayanan.
9. Memungkinkan peningkatan dan pemerataan pendapatan dokter/fasilitas
kesehatan. Asuransi sosial mempunyai pool yang besar dan menjamin lebih
banyak orang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
Akibatnya lebih banyak orang yang dapat berobat. Dengan kemampuan
menerapkan tarif standar kepada fasilitas kesehatan, asuransi sosial akan mampu
memeratakan pendapatan para fasilitas kesehatan yang bersedia memenuhi
standar pelayanan dan tarif yang ditetapkan. Apabila asuransi sosial telah
mencakup lebih dari 60% penduduk, maka sebaran fasilitas kesehatanpun dapat
lebih merata tanpa perlu peraturan yang mewajibkan dokter bekerja di daerah.
10. Memungkinkan semua penduduk tercakup. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
telah memasukan faktor cakupan asuransi kesehatan sebagai salah satu indikator
kinerja sistem kesehatan negara-negara di dunia.5 Organisasi ini juga
menganjurkan perluasan cakupan hingga tercapai cakupan universal, semua
Hal 59 

penduduk terjamin. Hal ini hanya mungkin jika asuransi yang diselenggarakan
adalah asuransi sosial yang mewajibkan semua penduduk menjadi peserta,
tentunya secara bertahap. Asuransi sosial memungkinkan terselenggaranya

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


solidaritas sosial maksimum atau memungkinkan terselenggaranya keadilan sosial
(social justice). Pendekatan asuransi komersial tidak mungkin mencakup seluruh
penduduk dan memaksimalkan solidaritas sosial.

Kelemahan
Selain berbagai keuntungan yang dapat dinikmati masyarakat baik secara mikro
maupun secara makro, asuransi sosial tidak lepas dari berbagai kelemahan. Kelemahan-
kelemahan tersebut antara lain:
1. Pilihan terbatas. Karena asuransi sosial mewajibkan penduduk dan pengelolanya
yang merupakan suatu badan pemerintah atau kuasi pemerintah, maka masyarakat
tidak memiliki pilihan asuradur. Para ahli umumnya berpendapat bahwa hal ini
tidak begitu penting, karena pilihan yang lebih penting adalah pilihan fasilitas
kesehatannya. Asuransi sosial memungkinkan peserta bebas memilih fasilitas
kesehatan yang diinginkan. Itu dimungkinkan karena fasilitas kesehatan dapat
dibayar secara FFS atau cara lain yang tidak mengikat. Berbeda dengan konsep
HMO/JPKM kini, yang memberikan pilihan asuradur tetapi setelah itu pilihan
fasilitas kesehatan terbatas pada yang telah mengikat kontrak. Bagi peserta tentu
akan lebih menguntungkan adanya kebebasam memilih fasilitas kesehatan dengan
biaya murah dibandingkan memilih asuradur tetapi pilihan fasilitas kesehatan
terbatas.
2. Manajemen kurang keratif/responsif. Karena asuransi sosial mempunyai produk
yang seragam dan biasanya tidak banyak berubah, maka tidak ada motivasi
pengelolan untuk berusaha merespons keinginan (demand) peserta. Apabila askes
sosial dikelola oleh pegawai yang kurang selektif dan tidak memberikan insentif
pada yang berprestasi, maka manajemen cenderung kurang memuaskan peserta.
Hal lain adalah karena penyelenggaranya tunggal, tidak ada tantangan untuk
bersaing, sehingga respons terhadap tuntutan peserta kurang cepat.
Hal 60 

3. Pelayanan seragam. Pelayanan yang seragam bagi semua peserta menyebabkan


penduduk kelas menengah atas kurang memiliki kebanggaan khusus. Kelompok
ini pada umumnya ingin berbeda dari kebanyakan penduduk, sehingga kelompok

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


ini biasanya kurang suka dengan sistem asuransi sosial. Pelayanan yang seragam
juga sering menyebabkan waktu tunggu yang lama sehingga kurang menarik bagi
penduduk kelas atas. Namun demikian, lamanya waktu tunggu yang tidak bisa
diterima oleh kelas atas tertentu tidak bisa dijadikan alasan untuk membubarkan
sistem asuransi sosial yang dinikmati lebih dari 90% penduduk. Untuk mengatasi
masalah ini, pemerintah biasanya memberikan kesempatan kepada mereka untuk
membeli asuransi suplemen/tambahan seperti yang dikenal dengan
Medisup/Medigap di Amerika. Atau penduduk kelas atas dibiarkan tidak
menggunakan haknya dalam asuransi sosial atau jaminan pemerintah dan
menggantinya dengan membeli asuransi komersial seperti yang terjadi di Inggris
dan Australia
4. Penolakan fasilitas kesehatan. Profesional dokter seringkali merasa kurang bebas
dengan sistem asuransi sosial yang membayar mereka dengan tarif seragam atau
model pembayaran lain yang kurang memaksimalkan keuntungan dirinya. Pada
umumnya fasilitas kesehatan lebih senang melayani orang yang membayar
langsung dengan tarif yang ditentukannya sendiri. Tetapi perlu dipahami bahwa
semua negara maju, kecuali Amerika, menerapkan sistem asuransi sosial sebagai
satu-satunya sistem atau sebagai sistem yang dominan di negaranya

5. Asuransi Komersial
Seperti telah dijelaskan dimuka, asuransi komersial berbasis pada kepesertaan
sukarela. Kata komersial berasal dari bahasa Inggris commerce yang berarti berdagang.
Dalam berdagang tentu tidak boleh ada paksaan. Dasarnya adalah pedagang menawarkan
barang atau jasanya dan sebagian masyarakat yang merasa memerlukan barang atau jasa
tersebut akan membelinya. Tidak ada paksaan bahwa seseorang harus membeli
barang/jasa tersebut. Agar seorang pedagang atau suatu perusahaan dapat menjual barang
atau jasanya, maka ia harus bekerja keras memperoleh informasi tentang barang/jasa apa
Hal 61 

yang diminati (ada demand) masyarakat. Kalau seorang pedagang menjual barang yang
tidak diminati masyarakat, maka barang atau jasa yang dijualnya tidak akan laku dan
pedagang tersebut akan merugi. Sebaliknya jika pedagang tersebut sangat jeli melihat

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


minat masyarakat calon konsumennya, maka ia dapat menjual barang/jasanya dalam
jumlah besar dan memperoleh laba yang besar pula. Oleh karena itu model pedagang
perorangan atau perusahaan for profit sangat cocok terjun di dunia komersial tersebut.
Dasar inilah yang membedakan sistem asuransi komersial yang berbasis pasar dengan
asuransi sosial yang berbasis regulasi, bukan pasar. Asuransi komersial merespons
demand (permintaan) masyarakat sedangkan asuransi sosial merespons terhadap needs
(kebutuhan) masyarakat.
Tujuan utama penyelenggaaan asuransi kesehatan komersial ini adalah
pemenuhan keinginan (demand) perorangan yang beragam. Dengan demikian,
perusahaan akan merancang berbagai produk, bahkan dapat mencapai ribuan jenis
produk, yang sesuai dengan permintaan masyarakat. Secara teoritis bahkan dapat dibuat
lebih dari satu juta produk, apabila variasi demand masyarakat memang sebanyak itu. Hal
itu akan menimbulkan pemborosan, tidak efisien karena untuk dapat menjual produk
yang sangat bervariasi tersebut dibutuhkan biaya besar. Biaya besar tersebut dibutuhkan
untuk riset pasar, perancangan produk, pengembangan sistem informasi, penjualan,
komisi agen atau broker, dan keuntungan perusahaan. Jangan heran jika ada perusahaan
asuransi yang mematok biaya pelayanan sebesar 50% dari premi yang dijual. Artinya,
setiap 100 rupiah premi yang diterima, hanya Rp 50 saja yang akan dibayarkan sebagai
manfaat/benefit peserta/pemegang polis.
Motif utama pengelola atau asuradur adalah mencari laba. Itulah sebabnya
asuransi model ini dikenal sebagai asuransi komersial karena biasanya memang bertujuan
dagang atau mencari untung. Namun ada pula lembaga swasta yang nirlaba, seperti
yayasan atau perhimpunan masyarakat seperti Nahdatul Ulama, Muhamadiah,
perhimpunan katolik dll., menyelenggarakan model asuansi komerisal. Namur organisasi
itu tidak mencari laba yang akan dibagi dalam bentuk deviden kepada pemegang
sahamnya, melainkan untuk disumbangkan kepada yang tidak mampu dalam berbagai
bentuk seperti rabat harga premi atau bahkan pengobatan gratis.
Premi untuk asuransi ini disesuaikan dengan paket jaminan atau manfaat asuransi
Hal 62 

yang ditanggung. Jadi asuransi komersial dimulai dari penyusunan paket yang
diperkirakan diminati pembeli, lalu dilakukan perhitungan premi untuk dijual. Di
Indonesia paket-paket yang dijual sangat bervariasi dari yang hanya menjamin penyakit

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


tertentu seperti penyakit kanker atau gagal ginjal ingá paket komprehensif dengan paket
platinum, emas, perak, perunggu, plastik, dan mungkin kertas atau daun. Semakin tinggi
atau luas jaminan dan semakin luks jaminan paket yang dijual semakin mahal harga
preminya. Asuransi ini memfasilitasi equity liberter (You get what you pay for). Mereka
yang miskin sudah pasti tidak bisa membeli paket yang luas—misalnya menanggung
pengobatan kanker, jantung, atau hemodialisa –karena harga preminya tidak terjangkau,
namun jika mereka sakit kanker, terpaksa asuransi tidak menjaminnya.
Sifat kontrak adhesi, dimana asuradur tahu jauh lebih banyak dari pemegang polis
atau peserta, khususnya perorangan, sangat kuat. Peserta dapat saja membeli paket yang
jauh lebih mahal dari yang seharusnya. Agen asuransi dengan mudah dapat mengarahkan
atau bahkan menggiring orang membeli produk tertentu yang kurang sesuai dengan
kondisinya. Perusahaan yang kurang bertanggung jawab dapat saja lalai atau menghilang
setelah menerima premi yang cukup besar. Begitu pula dengan perusahaan yang hanya
memikirkan keuntungan, dapat saja menghentikan atau tidak memperpanjang asuransi
orang-orang yang ternyata memiliki penyakit kronik setelah beberapa tahun menjadi
peserta. Itulah sebabnya, jika system komersial tersebut yang dipilih sebagai program
yang dominan seperti di Amerika, maka akan banyak sekali peraturan yang mengikat
perusahaan dan praktisi asuransi guna melindungi peserta yang berada pada posisi lemah.
Tahun 1997 misalnya, di Amerika terdapat lebih dari 1,000 usulan peraturan di bidang
asuransi kesehatan.6 Peraturan yang dikeluarkan pemerintah federal dan negara bagian
Amerika, bukan hanya mengatur solvensi perusahaan, akan tetapi juga mencakup
pengaturan kontrak. Di Indonesia pengaturan kontrak asuransi kesehatan sama sekali
belum ada. Tahun 1997 pemerintah federal Amerika mengeluarkan peraturan yang
menyangkut portabilitas asuransi dan batasan pemberlakuan pre-existing conditions. Pada
polis asuransi perorangan ada peraturan tentang polis non cancellable, yaitu perusahaan
asuransi tidak boleh menghentikan/membatalkan polis bahkan menaikan premi jika
seorang peserta menderita suatu penyakit kronis.7

Kekuatan
Hal 63 

1. Pemenuhan kebutuhan unik seseorang atau sekelompok ornag. Karena sifat


asuransi komersial yang memenuhi demand, maka perusahaan asuransi akan

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


bereaksi cepat terhadap perubahan demand atau terhadap demand dari
sekelompok orang. Oleh karenanya asuransi kesehatan komersial akan lebih
sesuai dengan permintaan kelompok tertentu yang khususnya ingin mendapatkan
pelayanan yang nyaman dan bergengsi. Asuransi kesehatan komersial juga dapat
memberikan pelayanan khusus kepada suatu kelompok, misalnya perusahaan
besar, dengan membuat paket khusus (tailor made) yang sesuai dengan
permintaan pembeli.
2. Merangsang pertumbuhan perdagangan/ekonomi. Besarnya keuntungan yang
dapat dijanjikan oleh asuransi kesehatan dapat merangsang investor terjun
menanam modalnya di sektor ini. Meskipun jika dibandingkan dengan asuransi
jiwa mungkin asuransi kesehatan relatif kurang menguntungkan, tetapi penjualan
asuransi kesehatan oleh perusahaan asuransi jiwa akan menambah efisiensi
perusahaan. Dana yang terkumpul dari premi asuransi kesehatan juga dapat
ditanam dalam berbagai portofolio investasi sehingga dapat juga menyumbang
pada pertumbuhan ekonomi.
3. Kepuasan peserta relatif lebih tinggi. Karena asuransi komersial sangat fleksibel
dalam menyusun paket jaminan dan banyaknya pelaku menimbulkan persaingan,
maka asuransi komersial dapat meenuhi selera pesertanya/pemegang polisnya
dengan cepat. Karenanya, dibandingkan dengan asuransi sosial, kepuasan peserta
pada umumnya lebih tinggi pada asuransi komersial. Namun demikian harus
disadari bahwa kepuasan yang lebih tinggi tersebut harus dibayar dengan premi
yang lebih mahal.
4. Produk akan sangat beragam sehingga memberikan pilihan bagi konsumen.
Dalam asuransi kesehatan komersial, setiap perusahaan atau bapel akan
merancang produk yang diharapkan dapat memenuhi permintaan calon
konsumennya (prospeknya). Bahkan setiap perusahan dapat menawarkan banyak
produk. Akibatnya akan banyak sekali tersedia produk yang dapat dipilih oleh
prospek sesuai persepsi kebutuhannya dan sesuai juga dengan kemampuan
Hal 64 

keuangannya.

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Kelemahan
1. Pool relatif kecil. Bagaimanapun hebatnya perusahan asurnasi komersial, pool
jumlah peserta tidak akan mampu menyamai pool asuransi sosial. Bahkan karena
sifatnya yang komersial atau usaha dagang maka usaha asuransi komersial terkena
undang-undang antimonopoli sehingga pelakunya akan banyak. Dengan pelaku
yang banyak, maka kepesertaan penduduk akan tersebar di berbagai perusahaan
asuransi yang menyebabkan skala ekonomi bisa tidak tercapai.
2. Produk sangat beragam dan manajemen kompleks. Beragamnya produk asuransi
kesehatan, yang secara teoritis dapat mencapai jutaan jenis, selain memberikan
pilihan bagi konsumen juga menuntut manajemen yang kompleks. Administrasi
kepesertaan harus dibuat berdasarkan basis data perorangan. Apalagi jika tiap
tertanggung dikenakan biaya awal (deductible), coinsurance, dan batas
maksimum yang berbeda-beda. Maka untuk mengelolanya diperlukan kecermatan
tersendiri yang lebih kompleks dari manajemen nasabah bank.
3. Menyediakan Equity liberter. Bagi masyarakat yang tidak suka memberikan
bantuan kepada pihak yang lebih lemah atau kepada pihak lain, maka asuransi
komersial menyediakan fasilitas bagi mereka. Premi yang dibayar asuransi
kesehatan komersial disesuaikan dengan risiko kelompok dimana seseorang
berada (bukan risiko tiap orang). Disinilah terjadi you get what you pay for.
Peserta yang membeli paket platinum dapat pelayanan yang spesial yang sesuai
dengan paketnya. Sementara yang membeli paket standar harus puas dengan
pelayanan yang sesuai dengan harga premi yang dibayarnya.
4. Biaya administrasi tinggi. Karena kompleksnya produk asuransi komersial, maka
biaya administrasi (loading) menjadi relatif jauh lebih besar dibandingkan dengan
sistem asuransi sosial. Perusahaan asuransi komersial harus menyewa aktuaris,
melakukan riset pasar, melakukan perbagai upaya pemasaran dan penjualan, dan
harus membayar dividen atas laba yang ditargetkan pemegang saham. Seluruh
biaya-biaya tersebut pada akhirnya harus dibayar oleh pemegang polis/peserta.
Hal 65 

5. Tidak mungkin mencapai cakupan universal. Seperti telah dijelaskan diatas,


penduduk/kelompok kecil yang meskipun memilik demand akan tetapi tidak
memiliki uang, tidak akan membeli asuransi. Akibatnya tidak mungkin seluruh

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


penduduk tercakup asuransi kesehatan. Maka di banyak negara asuransi kesehatan
komersial hanya bisa dijual sebagai produk suplemen atau asuransi tambahan
terhadap asuransi sosial kepada mereka yang ingin mendapat pelayanan yang
lebih memuaskan.
6. Secara makro tidak efisien. Dominasi asuransi kesehatan komersial, bukan
sebagai produk suplemen, akan menyebabkan pada akhirnya biaya kesehatan
tidak terkendali, meskipun mayoritas produk yang dijual dalam bentuk managed
care (bentuk JPKM sekarang). Hal ini disebabkan oleh: pertama, tingginya biaya
administrasi. Kedua, tidak mungkinnya penduduk miskin membeli asuransi
kesehatan yang mengakibatkan pemerintah tetap harus mengeluarkan anggaran
khusus untuk penduduk miskin. Ketiga, berbagai pelayanan yang secara medis
tidak esensial tetapi penting untuk menarik konsumen untuk membeli dimasukan
dalam paket.

Kegagalan pasar asuransi komersial/Swasta


Karena sifat uncertainty yang membuka peluang usaha asuransi, maka kini
banyak pemain baru yang muncul meramaikan pasar asuransi kesehatan. Kolusi antara
dokter-rumah sakit dan perusahaan farmasi menyebabkan harga pelayanan kesehatan
semakin mahal. Risiko sakit semakin mahal, maka demand baru terbentuk yaitu membeli
asuransi kesehatan. Bagaimana dengan tarif asuransi? Tarif atau premi asuransi tidak bisa
dilepaskan dari tarif dokter, rumah sakit, harga obat, harga laboratorium, dan alat-alat
medis lainnya. Dapatkah asuransi mendapatkan harga yang pantas (fair)? Pengalaman
dari praktisi asuransi, harga yang pantas itu sulit diperoleh. Meskipun perusahaan
asuransi/bapel JPKM/HMO dapat memperoleh harga yang lebih murah berkat
kemampuan mereka bernegosiasi dengan rumah sakit, namun karena mereka juga punya
interes untuk mendapatkan untung, maka harga yang akhirnya menjadi beban konsumen
tetap tinggi. Sementara itu provider masih tetap memiliki market power yang kuat
Hal 66 

sehingga lebih mempunyai peluang menetapkan marjin keuntungan yang besar pula.
Kedua mekanisme pasar asuransi kesehatan dan provider (penyelenggara pelayanan
kesehatan), maka harga akhir yang dibebankan kepada konsumen akan tetap tinggi. Hal

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


ini dibuktikan dengan tingginya biaya kesehatan dan premi asuransi kesehatan di
Amerika Serikat, yang menganut faham mekanisme pasar, jika dibandingkan dengan
biaya kesehatan di negara maju lainnya, seperti terlihat pada tabel 1.
Akankah konsumen mampu untuk memilih produk asuransi dengan harga yang
sesuai kebutuhannya? Sulit! Karena adanya informasi asimetri antara asuradur dan
konsumen (pembeli asuransi). Konsumen tidak mengetahui dengan tepat tingkat risiko
yang dihadapinya, sehingga sulit mengetahui apakah harga premi yang dibelinya pantas,
terlalu murah, atau terlalu mahal. Sementara penjual (perusahaan asuransi/bapel
JPKM/HMO) dapat menciptakan produk dan cara pamasaran yang sedemikian rupa
sehingga konsumen yang memiliki kemampuan keuangan akan memilih untuk membeli
produk tersebut. Bagi konsumen yang tidak mampu, hampir tidak ada produk yang
ditawarkan pasar, karena sejauh pasar belum jenuh, asuradur akan memusatkan perhatian
pada pasar yang mampu membeli dan profitable. Penetapan premi oleh asuradur
(swasta/sukarela) didasarkan atas risiko yang akan ditanggung (paket jaminan), , maka
besarnya premi tidak dapat disesuaikan dengan kemampuan membeli seseorang.
Penetapan premi dengan pendekatan diatas, disebut risk based premium. Hampir dapat
dipastikan penduduk yang miskin tidak akan mampu membeli premi. Karenanya,
asuransi kesehatan swasta/sukarela/komersial tidak akan mampu mencakup seluruh
penduduk. Keinginan mencakup seluruh penduduk dengan mekanisme asuransi kesehatan
swasta hanyalah sebuah impian belaka. Hal ini dapat dibuktikan di Amerika, yang
menghabiskan lebih dari US$ 4.000 per kapita per tahun (tahun 2005 diperkirakan
Amerika menghabiskan lebih dari US$ 2 triliun), akan tetapi lebih dari 40 juta
penduduknya (16%) tidak memiliki asuransi.8
Dengan terbatasnya pasar dan persaingan yang tinggi, volume penjualan tidak
bisa besar. Persaingan antara asuradur akan memaksa asuradur membuat produk spesifik
yang mengakibatkan pool tidak optimal untuk mencakup berbagai pelayanan. Persaingan
menjual produk spesifik dan volume penjualan untuk masing-masing produk yang relatif
kecil menyebabkan contigency dan profit margin yang relatif besar. Perusahaan asuransi
Hal 67 

Amerika menghabiskan rata-rata 12% faktor loading (biaya operasional, laba, dan
berbagai biaya non medis lainnya) (Shalala dan Reinhart, 1999). Departemen Kesehatan
RI membolehkan bapel menarik biaya loading sampai 30%.9 Asuradur swasta di

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Indonesia memiliki rasio klaim yang bervariasi antara 40-70%, tergantung jenis
produknya, sehingga biaya tambahan diluar pelayanan kesehatan yang harus ditanggung
konsumen adalah sebesar 30-60%. Gambaran diatas memperlihatkan asuransi swasta
tidak akan mampu menurunkan biaya kesehatan dan premi, sehingga mampu terjangkau
oleh semua penduduk. Sehingga asuransi swasta tidak akan mampu mencakup seluruh
penduduk.
Jelaslah ketergantungan pada sistem asuransi kesehatan swasta/komersial
(termasuk disini sistem JPKM yang sekarang berlaku) gagal menciptakan cakupan
universal dan mencapai efisiensi makro. Trade off antara risk pooling dan biaya yang
ditanggung konsumen tidak seimbang. Sementara itu, hampir semua negara
menginginkan tercapainya cakupan universal. Untuk mencapai cakupan universal dan
efisiensi makro, tidak akan mungkin diperoleh melalui asuransi swasta/komersial.
Semua negara maju telah meratifikasi konvensi PBB tentang hak asasi manusia
dan menempatkan pelayanan kesehatan sebagai salah satu hak dasar penduduk
(fundamental human right). Sebagai konsekuensi peletakkan hak dasar ini pemerintah
mengusahakan suatu sistem kesehatan yang mampu mencakup seluruh penduduk
(universal) secara adil dan merata (equity). Negara-negara maju pada umumnya
mewujudkan peran serta masyarakat dalam pembiayaan dan penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan publik yang diatur oleh suatu undang-undang. Pembiayaan publik
dimaksudkan adalah pembiayaan oleh negara atau oleh sistem asuransi sosial yang
didasarkan oleh undang-undang. Penyelenggara pembiayaan publik adalah badan
pemerintah atau badan swasta yang nirlaba. Penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan
publik adalah penyediaan rumah sakit, klinik, pusat kesehatan, dan sebagainya yang
disediakan oleh negara dan dapat diselenggarakan secara otonom (terlepas dari birokrasi
pemerintahan) ataupun tidak otonom.
Dengan menempatkan salah satu atau kedua faktor pembiayaan dan atau
penyediaan oleh publik (public not for profit enterprise) memungkinkan terselenggaranya
cakupan universal dan pemerataan yang adil. Penempatan kesehatan sebagai hak asasi
Hal 68 

tidak selalu berarti bahwa pemerintah harus menyediakan seluruh pelayanan dengan
cuma-cuma. Yang dimaksud pendanaan oleh publik adalah pendanaan oleh pemerintah
dalam bentuk anggaran belanja negara atau oleh penyelenggara asuransi sosial atau

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


jaminan sosial. Asuransi/jaminan sosial dapat dikelola langsung oleh organisasi birokrasi
pemerintah atau oleh badan/agency yang dibentuk pemerintah yang otonom, tidak
dipengaruhi birokrasi pemerintah. Di Indonesia, banyak orang mengkhawatirkan
penempatan kesehatan sebagai hak asasi akan menyebabkan beban pemerintah menjadi
sangat berat. Pada hakikatnya, pembiayaan maupun penyediaan pelayanan dapat
dilakukan oleh pemerintah bersama swasta yang secara umum dapat dilihat dari gambar 1
.
Tabel
Matriks Pembiaayan dan Penyediaan (delivery) pelayanan kesehatan

Pembiayaan
Penyediaan Publik Swasta
pelayanan kesehatan
Publik Inggris Indonesia dan Negara
berkembang lainnya
Swasta Kanada, Jerman, Jepang, Amerika
Korea, Taiwan, dan negara-
negara maju lainnya
* Jepang dan Jerman menyerahkan sebagian besar pembiayaan dan penyediaan kepada sektor
swasta, akan tetapi bersifat sosial (nirlaba) yang diatur oleh pemerintah, sementara Amerika menyerahkan
kepada mekanisme pasar (for profit dan not for profit).

Apabila pembiayaan diserahkan kepada sektor publik, yang bersifat sosial atau
nirlaba, maka terdapat dua pilihan utama yaitu pembiyaan dari penerimaan pajak (general
tax revenue) seperti yang dilakukan Inggris dan pembiayaan melalui asuransi sosial
seperti yang dilakukan Kanada, Taiwan, Jepang dan Jerman. Kanada dan Taiwan
memberlakukan sistem monopoli Propinsi dan Negara dengan hanya menggunakan satu
badan penyelenggara, yang sering dikenal Asuransi Kesehatan Nasional. Sementara
Jerman dan Jepang menggunakan undang-undang wajib asuransi sosial dengan banyak
Hal 69 

penyelenggara dari pihak swasta yang nirlaba.


Di Indonesia, pengertian asuransi sosial sangat sering disalah artikan dengan
pengertian derma atau pelayanan cuma-cuma. Sementara penyelenggaraan asuransi sosial

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


kesehatan yang sudah ada seperti program JPK PNS/Askes dan program JPK Jamsostek,
diselenggarakan oleh perusahaan publik yang berbentuk badan hukum persero
berorientasi laba. Hal ini menyebabkan semakin kacaunya pemahaman asuransi sosial.
Distorsi pemahaman ini menyebabkan sulitnya upaya menuju suatu sistem asuransi sosial
yang konsisten.
Asuransi sosial adalah asuransi yang diselenggarakan atau diatur oleh pemerintah
yang melindungi golongan ekonomi lemah dan menjamin keadilan yang merata (equity).
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka suatu asuransi sosial haruslah didasarkan pada
suatu undang-undang dengan pembayaran premi dan paket jaminan yang memungkinkan
terjadinya pemerataan. Dalam penyelenggaraanya, pada asuransi sosial mempunyai ciri
(a) kepesertaan wajib bagi sekelompok atau seluruh penduduk, (b) besaran premi
ditetapkan oleh undang-undang, umumnya proporsional terhadap pendapatan/gaji, dan (c)
paketnya ditetapkan sama untuk semua golongan pendapatan, yang biasanya sesuai
dengan kebutuhan medis.10 Dengan mekanisme ini, maka dimungkinkan tercapainya
keadilan sosial yang egaliter.
Dari segi pembiayaan, asuransi sosial mempunyai keunggulan dalam mencapai
efisiensi makro karena tidak memerlukan biaya perancangan produk, pemasaran, dan
pencapaian skala ekonomi yang optimal. Taiwan misalnya hanya menghabiskan kurang
dari 3% premi untuk biaya administrasi.11 Program Medicare di Amerika hanya
menghabiskan biaya administrasi sebesar 3-4% sementra asuransi komersial swasta di
Amerika menghabiskan rata-rata 12%.12

6. Asuransi Sosial bidang Kesehatan di Berbagai


Negara dan Indikator Makro Kesehatan

Seperti telah disampaikan diatas, negara-negara yang lebih konsisten


mengupayakan cakupan universal dan efisiensi makro (biaya kesehatan nasional yang
Hal 70 

rendah) tidak menggantungkan sistemnya pada asuransi kesehatan swasta, baik dalam
bentuk tradisional-indemnitas maupun dalam bentuk managed care (HMO, PPO, maupun
POS). Tentu saja argumen teoritis yang dikemukan diatas tidak cukup meyakinkan tanpa

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


adanya data empirik. Data empirik yang menyajikan cakupan universal dan efisiensi
makro saja, juga tidak cukup meyakinkan manfaat asuransi sosial. Oleh karena itu kita
juga harus melihat indikator outcome (keluaran) secara makro. Tujuan cakupan universal
dan efisiensi saja tidak memadai jika pelayanan yang diberikan tidak cukup berkualitas.
Untuk menentukan pelayanan yang berkualitas, antara lain, kita bisa melihatnya dari
keluaran yaitu status kesehatan. Pengukuran status kesehatan yang lazim digunakan
adalah angka kematian bayi (AKB) dan umur harapan hidup. Memang kedua indikator
tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh sistem kesehatan, akan tetapi berbagai analisis
menunjukkan bahwa sistem tersebut mempunyai korelasi yang kuat terhadap keluaran
status kesehatan. Dalam Tabel-1 disajikan perbandingan data empirik yang di olah dari
karya Anderson dan Paullier.13

Tabel 1
Perbandingan model asuransi, cakupan, biaya dan status kesehatan di berbagai negara maju.

Askes % Biaya RI Biaya Kes


Negara domi- penddk per hari per kapita IMR, LE,
nan dijamin (US$), (US$), 1996 wnt/pria,
ASK 1996 1997 1996
Amerika Komers 33,3 1.128 3.925 7,8 79,4/72,7
Australia Sosial 100 242 1.805 5,8 81,1/75,2
Austria Sosial 99 109 1.793 5,1 80,2/73,9
Belanda Sosial 72 225 1.838 5,2 80,4/74,7
Belgia Sosial 99 263 1.747 6,0 81,0/74,3
Ceko Sosial 100 75 904 6,0 77,2/70,5
Denmark Sosial 100 632 1.848 5,2 78,0/72,8
Finlandia Sosial 100 168 1.447 4,0 80,5/73,0
Inggris Negara, 100 320 1.347 6,1 79,3/74,4
NHS
Hal 71 

Islandia Sosial 100 192 2.005 5,5 80,6/76,2


Itali Sosial 100 339 1.589 5,8 81,3/74,9

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Askes % Biaya RI Biaya Kes
Negara domi- penddk per hari per kapita IMR, LE,
nan dijamin (US$), (US$), 1996 wnt/pria,
ASK 1996 1997 1996
Jepang Sosial 100 83 1.741 3,8 83,6/77,0
Jerman Sosial 92,2 228 2.339 5,0 79,9/73,6
Kanada Nasio- 100 489 2.095 6,0 81,5/75,4
nal
Korea Sosial 100 110 587 9,0 77,4/69,5
Luksemberg Sosial 100 180 2.340 4,9 80,0/73,0
Norwegia Sosial 100 123 1.814 4,0 81,1/75,4
Perancis Sosial 99,5 284 2.051 4,9 82,0/74,1
Portugal Sosial 100 249 1.125 6,9 78,5/71,2
Selandia Baru Nasio- 100 254 1.352 7,4 79,8/74,3
nal
Spanyol Sosial 99,8 343 1.168 5,0 81,6/74,4
Turki Sosial 66 73 260 42,2 70,5/65,9
Yunani Sosial 100 144 974 7,3 80,4/75,1
Catatan: RI= rawat inap, IMR=infant mortality rate, LE=life expectancy.

Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa Amerika yang merupakan satu-satunya
negara maju yang menggantungkan sistem asuransinya pada asuransi komersial
menunjukkan biaya kesehatan yang harus ditanggung asuransi, hampir dua kali biaya
termahal di negara lain, dan lebih dari dua kali dari biaya kesehatan di Jepang dan Jerman
yang sama-sama memiliki banyak badan penyelenggara asuransi kesehatan. Bahkan
biaya rawat inap perhari di Amerika mencapai 5-10 kali lebih mahal dibandingkan negara
maju lain yang memiliki pendapatan per kapita tidak jauh berbeda. Jika dilihat cakupan
asuransinya, Amerika masih memiliki 17% penduduk (43 juta jiwa) yang tidak
Hal 72 

mempunyai jaminan (uninsured). Sementara indikator makro kesehatan, IMR dan LE,
tidak menunjukkan status yang lebih baik dari banyak negara atau dari tetangganya
Kanada.

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Data diatas menunjukkan angka cross sectional yang dapat menunjukkan bias
waktu. Apakah tingginya biaya kesehatan di Amerika konsisten dari waktu ke waktu?
Berbagai literatur ekonomi kesehatan menunjukkan konsistensi tersebut. Tentu saja, kita
tidak bisa membandingkan nilai nominal dolar tersebut dengan keadaan di Indonesia.
Negara yang kaya memang akan mengeluarkan biaya besar karena biaya hidupnya tinggi.
Suatu ukuran yang dapat memantau beban finansial adalah besarnya biaya kesehatan
dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB). Perkembangan persentase biaya
kesehatan terhadap PDB di enam negara OECD, 1970-1997 telah dilakukan oleh
Ikegami dan Campbell.14 Hasil penelitian tersebut disajikan pada Gambar-2.
Penelitian kedua orang tersebut mendapatkan data bahwa prosentasi baiya
kesehatan terhadap PDB Amerika secara konsisten terus meningkat tak terkendali.
Dibandingkan dengan Jepang dan Inggris yang memiliki sistem pembiyaan dan
penyediaan kesehatan yang terkendali (bukan managed care), Amerika menghabiskan
biaya jauh lebih besar, baik dalam nilai nominal dolar maupun dalam prosentase terhadap
PDB. Dari enam negara yang dibandingkan, hanya Amerikalah yang menggantungkan
pembiayaan kesehatan dominan kepada mekanisme pasar asuransi kesehatan
komersial/swasta, termasuk berbagai bentuk managed care seperti HMO, PPO, dan POS.

Hal 73 

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Gambar-2
Perkembangan Biaya Kesehatan (% PDB) di Enam Negara Maju, 1970-1997

16
Amerika Jerman Kanada
14 Perancis Jepang Inggris

12
10
8
6
4
2
0
1970 1975 1980 1985 1990 1997

Disusun dari data Health Affairs

Suatu mekanisme pasar dapat dikatakan alamiah bila pelaku ekonomi, pembeli
dan penjual, dapat bebas bergerak sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Peningkatan kapasitas pembeli (demand) tanpa adanya peningkatan kapasitas penjual
(supply) menyebabkan harga naik. Sebaliknya peningkatan suplai barang/jasa tanpa
adanya peningkatan demand akan menyebabkan harga barang turun. Mekanisme tersebut
adalah mekanisme yang sangat lazim terjadi pada pasar. Hasil (outcome) dari mekanisme
ini adalah tercapainya efisiensi. Semakin tinggi tingkat persaingan, peningkatan suplai,
semakin rendah harga suatu barang/jasa, dan sebaliknya. Jadi konsumen akan
diuntungkan. Akan tetapi di dalam asuransi kesehatan dan pelayanan kesehatan15,
dampak persaingan yang menghasilkan efisiensi tinggi ini selalu dipertanyakan. Apakah
benar dengan mekanisme pasar, pelayanan kesehatan akan lebih murah dan lebih
berkualitas? Suatu barang atau jasa pelayanan kesehatan dapat saja tidak lebih murah
akan tetapi kualitasnya lebih baik. Jadi terjadi efisiensi juga. Selain efisiensi yang
merupakan keluaran umum yang diharapkan dari suatu mekanisme pasar, di dalam
Hal 74 

pelayanan kesehatan seringkali dipertanyakan aspek equity (pemerataan).

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Aspek equity sangat terkait dengan golongan ekonomi lemah atau distribusi
pendapatan. Dalam sektor jasa, salon kecantikan misalnya, para ahli ekonomi dan
kebijakan publik tidak perlu mengkhawatirkan aspek pemerataan. Orang miskin yang
tidak sanggup ke salon, tidak menjadi soal terlepas dari apakah pasar jasa salon
kecantikan itu efisien atau tidak. Pemerintah manapun tidak pernah ikut campur untuk
menurunkan atau mengatur tarif salon kecantikan. Biarlah mekanisme pasar yang
bekerja. Akan tetapi dalam pasar bahan makanan pokok, misalnya beras, para ahli tentu
sangat peduli jika harga beras terlalu tinggi sehingga golongan tidak mampu mungkin
dapat menjadi kelaparan. Harga beras terlalu rendah dapat menyebabkan petani beralih
menanam tanaman lain yang lebih menguntungkan. Oleh karenanya seringkali
pemerintah melakukan intervensi dengan menjual barang di bawah harga pasar atau
memberikan subsidi khusus kepada orang miskin atau petani.

7. Pemberian Benefit/Manfaat Asuransi


Dari segi pemberian atau pembayaran manfaat kita dapat membagi jaminan
asuransi menjadi dua bagian besar, yaitu pemberian manfaat dalam bentuk uang/
penggantian uang dan dalam pelayanan. Dalam asuransi kesehatan, pembayaran dalam
bentuk uang dikenal dengan nama asuransi kesehatan tradisional yang dapat memberikan
penggantian uang lumpsum, sejumlah tertentu (indemnitas) atau sesuai dengan tagihan
(reimbursement). Sedangkan manfaat yang diberikan dalam bentuk pelayanan kini
dikenal dengan istilah populer di Amerika sebagai managed care (pelayanan terkendali).
Pemberian jaminan dalam bentuk uang ataupun pelayanan dapat diberikan baik oleh
asuransi kesehatan sosial maupun asuransi kesehatan sosia.

Jaminan Uang
Tradisi asuransi, termasuk asuransi kesehatan, adalah memberikan penggantian
uang. Undang-undang No.2/92 tentang Asuransi di Indonesia juga mempunyai definisi
Hal 75 

yang sama. Dalam asuransi kesehatan di masa lalu, dimana provider belum cukup banyak
dan moral hazard belum meluas, jaminan uang berjalan cukup baik. Dalam praktik,
pemberian jaminan uang sering bermasalah karena mudahnya terjadi moral hazard dan

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


kesulitan teknis menentukan kebutuhan yang sebenarnya. Asuransi mobil di Indonesia
juga seringkali memberikan jaminan dalam bentuk pelayanan jika mobil yang
diasuransikan rusak karena kecelakaan. Perusahaan asuransi biasanya mengirim mobil
yang rusak ke bengkel tertentu. Prinsip yang sama digunakan dalam pelayanan kesehatan.
Pasien harus mendapat pengobatan atau perawatan di provider tertentu di rumah sakit
atau klinik. Bukan hanya bapel JPKM yang melakukan hal itu, perusahaan asuransi juga
melakukan hal yang sama. Pengelolaan asuransi kesehatan yang memberikan manfaat
dalam bentuk uang akan lebih rumit karena kebutuhan tidak selalu sesuai dengan uang
jaminan, padahal kebutuhan pelayanan medis tidak dapat ditunda. Akibatnya permainan
kuitansi atau pelayanan mudah “disesuaikan” yang mengakibatkan peningkatan premi.
Penggantian dengan kwitansi membuka peluang lebih besar moral hazard.

Hal 76 

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Ilustrasi asuransi kesehatan komersial dan sosial

Contoh asuransi kesehatan sosial.


Pegawai negeri golongan IA bergaji Rp 500.000 per bulan dan membayar premi
sebesar 2% dari gajinya atau Rp (2/100) x Rp 500.000 = Rp 5.000,- sebulan untuk satu
keluarganya, satu istri dan dua anak. Jadi premi perbulan per orang menjadi hanya
sebesar Rp 1.250. Jika salah seorang anggota keluarganya harus dirawat inap atau
harus menjalani cuci darah, maka Askes menjaminnya (dengan tambahan iur biaya
saat ini).
Pegawai negeri lain bergolongan IV C dengan gaji sebesar Rp 1.500.000 per bulan.
Pegawai ini membayar premi 2% atau (2/100) x Rp 1.500.000,- atau = Rp 30.000 per
keluarga per bulan. Karena anaknya sudah besar ia hanya menanggung istrinya. Jika
salah seorang dari keduanya harus rawat inap atau harus hemodialisa, maka Akses
menanggung pelayanan hemodialisa (saat ini dengan iur biaya) yang sama besarnya
seperti pegawai golongan IA tadi.
Contoh diatas menunjukkan adanya subsidi silang antara yang lebih kaya kepada yang
lebih miskin atau dari golongan IVC kepada golongan IA.

Contoh Asuransi Komersial (contoh ini adalah produk yang dijual di Jakarta dan Jawa
Barat tanpa menyebutkan nama perusahaannya).
Sebuah perusahaan asuransi menjual paket standar perawatan kelas III dengan premi
Rp 22.500 per orang per bulan dan TIDAK menanggung hemodialisa. Seorang
pegawai atau pedagang bergaji Rp 700.000 dan memiliki dua anak tidak akan mampu
membeli paket ini karena ia harus membayar 4 x Rp 22.500 = Rp 90.000 per bulan.
Ini sama dengan 13% penghasilannya sebulan. Kalau anggota keluarga ini perlu rawat
inap atau hemodialisa, maka ia harus bayar sendiri. Jika ia tidak memiliki uang, maka
ya mungkin nyawa mengancam jiwanya karena tidak ada yang menanggung.
Seorang pengusaha kecil berpenghasilan Rp 5.000.000 sebulan merasa perlu memilki
Hal 77 

asuransi dan membeli paket standar diatas. Dia memiliki dua anak dan satu istri juga,
maka dia mampu membayar Rp 90 000 - yang merupakan 1 8% dari penghasilannya

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Pemberian jaminan dalam bentuk uang dalam asuransi kesehatan mempunyai
berbagai kelebihan dan kekurangan seperti:

Kelebihan
1. Tidak perlu ada kontrak atau kerja sama dengan Pemberi Pelayanan Kesehatan
(fasilitas kesehatan, provider). Pada asuransi indemnitas, peserta dapat
mengajukan klaim berdasarkan kwitansi biaya berobat di rumah sakit dan tidak
diperlukan kontrak khusus antara perusahaan asuransi dengan provider. Pada
umumnya produk indemnitas di Indonesia hanya menanggung biaya rumah sakit.
2. Pilihan fasilitas kesehatan luas. Akibat tidak adanya kontrak dengan fasilitas
kesehatan, maka peserta atau tertanggung mempunyai kebebasan memilih fasilitas
kesehatan sebagai tempat mendapatkan pengobatan. Pilihan yang luas ini sangat
disukai orang-orang yang menghendaki pelayanan yang sesuai dengan seleranya.
Pada umumnya golongan ekonomi menengah atas, apalagi yang mobilitasnya
tinggi, sangat menyukai asuransi model ini. Pilihan bebas ini dapat diberikan oleh
usaha asuransi komersial maupun asuransi sosial pada asuransi kecelakaan kerja
(workers’ compensation, occupational injury, dll).
3. Pembayaran fasilitas kesehatan Fee For Service (FFS). Karena manfaat diberikan
dalam bentuk uang sejumlah tertentu atau reimbursement dan tanpa ada kontrak
dengan provider, maka pembayaran fasilitas kesehatan dilakukan sesuai dengan
jasa yang diberikan (fee for service). Cara pembayaran ini sangat disukai oleh
fasilitas kesehatan karena mereka tidak perlu menanggung risiko finansial.
4. Kepuasan peserta lebih tinggi. Kepuasan peserta tinggi karena mereka tidak harus
mendapatkan pelayanan dari fasilitas kesehatan yang belum mereka kenal.
Apabila mereka mendapatkan fasilitas kesehatan yang kurang baik pelayanannya,
peserta tidak bisa menyalahkan asuradur.
5. Kepuasan fasilitas kesehatan lebih tinggi. Pembayaran jasa per pelayanan dan
pilihan bebas fasilitas kesehatan memberikan kepuasan tinggi kepada fasilitas
Hal 78 

kesehatan karena tidak ada risiko finansial. Provider yang mampu memberikan
pelayanan baik dan memuaskan akan mendapat pasien lebih banyak.

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Kekurangan
1. Pemberian manfaat dalam bentuk uang mudah menimbulkan fraud atau
kecurangan dan abuse atau pemakaian berlebihan sangat tinggi. Baik peserta
maupun fasilitas kesehatan tidak memiliki insentif untuk mengendalikan
penggunaan pelayanan, sehingga terjadi over utilisasi. Peserta berpendapat
semakin banyak pelayanan semakin baik, karena mereka tidak perlu membayar.
2. Pengendalian mutu dan utilisasi fasilitas kesehatan sulit dilakukan dan tidak
relevan dengan hubungan tanpa kontrak

Di Indonesia asuransi yang memberikan jaminan dalam bentuk uang diberikan


oleh perusahaan asuransi, baik yang langsung atau melalui kartu kredit. Mereka
menawarkan asuransi biaya perawatan dan pembedahan kepada pemegang kartu kredit,
selain kepada kumpulan seperti perusahaan. Asuransi kecelakaan Jasa Raharja dan
Jaminan Kecelakaan Kerja Jamsostek juga memberikan jaminan dalam bentuk
penggantian uang sejumlah uang tertentu. Sebagian program Jaminan Pemeliharaan
Kesehatan (JPK) Jamsostek maupun JPK bagi pegawai negeri juga dapat memberikan
penggantian uang, khususnya untuk pelayanan yang bersifat gawat darurat dan
penggantian alat/bahan yang digunakan peserta seperti kacamata, plate and screw, dll.

Jaminan/manfaat Dalam Bentuk Pelayanan


1. Perlu kerja sama/kontrak dengan fasilitas kesehatan. Untuk bisa memberikan
manfaat dalam bentuk pelayanan, maka diperlukan sebuah ikatan kerja sama atau
kontrak dengan fasilitas kesehatan. Tentu saja tidak semua fasilitas kesehatan
dapat dikontrak. Untuk itu ada proses kredensialing.
2. Mengurangi moral hazard dari sisi peserta/pemegang polis. Pemberian manfaat
melalui fasilitas kesehatan yang dikontrak mempunyai dua keuntungan. Pertama,
Hal 79 

peserta digiring pada pelayanan yang biaya/tarifnya sudah disepakati atau


diketahui sehingga lebih mudah memperkirakan biayanya. Kedua, dapat
dilakukan pengendalian biaya dan dan moral hazard. Pengunaan formularium

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


yang disepakati misalnya, akan dapat mengendalikan biaya obat-obatan. Kontrak
dengan fasilitas kesehatan, harus disadari, tidak menjamin tidak terjadinya moral
hazard oleh fasilitas kesehatan itu sendiri.
3. Pembayaran fasilitas kesehatan dapat bervariasi. Dengan melakukan kontrak
dengan fasilitas kesehatan, maka terbuka kemungkinan berbagai cara pembayaran
kepada fasilitas kesehatan. Cara pembayaran dapat dilakukan per jasa pelayanan
yang disukai fasilitas kesehatan baik dengan rabat tertentu atau tanpa rabat. Cara
pembayaran lain adalah dengan tarif paket tertentu baik itu per hari rawat, per
tindakan, per diagnosis (di Indonesia belum berkembang), maupun dengan
pembayaran tanggung risiko yang disebut kapitasi.
4. Pilihan fasilitas kesehatan terbatas. Kontrak dengan fasilitas kesehatan tentu tidak
bisa dilakukan terhadap semua fasilitas kesehatan yang ada di suatu kota.
Akibatnya pilihan fasilitas kesehatan tidak seluas pemberian manfaat dalam
bentuk uang atau penggantian biaya. Tertanggung harus memilih pelayanan pada
jaringan fasilitas kesehatan tertentu, walaupun kadang-kadang fasilitas itu tidak
dikenalnya dengan baik. Untuk itu diperlukan insentif agar tertanggung mau
menggunakan jaringan fasilitas kesehatan yang dikontrak. Jika tidak ada insentif
finansial, maka sistem kontrak pelayanan tidak akan berfungsi.
5. Kepuasan peserta rendah. Kontrak fasilitas kesehatan yang mengakibatkan pilihan
fasilitas kesehatan terbatas mempunyai potensi keluhan dan ketidakpuasan
peserta. Apabila ada sedikit saja pelayanan yang kurang berkenan, maka peserta
akan mengeluh atau bahkan mengadukan hal tersebut.
6. Perlu kendali mutu. Karena kontrak fasilitas kesehatan memberikan pilihan
fasilitas kesehatan terbatas, maka calon peserta harus diyakinkan bahwa fasilitas
kesehatan yang dikontrak mempunyai standar mutu tertentu. Hal ini menimbulkan
keharusan asuradur melakukan berbagai upaya kendali mutu. Kendali mutu
melalui fasilitas kesehatan ini amat berguna untuk keperluan pemasaran, kepuasan
peserta, dan kepatuhan fasilitas tersebut terhadap standar yang disepakati. Kendali
Hal 80 

mutu ini berlaku untuk semua asuradur yang melakukan kontrak pelayanan. Jadi
kendali mutu bukanlah monopoli organisasi managed care/bentuk JPKM.

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


7. Pada pembayaran tertentu, misalnya kapitasi, perlu ada telaah utilisasi (utilization
review). Apabila pembayaran fasilitas kesehatan dilakukan dengan sistem yang
berdasarkan risiko seperti kapitasi, maka terdapat potensi fasilitas kesehatan
mengorbankan mutu pelayanan atau mengurangi jumlah pelayanan yang
seharusnya diterima oleh tertanggung. Oleh karenanya, cara pembayaran kapitasi
secara intrinsik mengharuskan adanya telaah utilisasi.

8. Ringkasan
Setelah berbagai model asuransi kesehatan dibahas diatas, maka di bawah ini
disajikan ringkasan berbagai aspek yang dapat dihasilkan dari jenis asuransi kesehatan
tersebut dan contoh-contoh yang ada di Indonesia dan di dunia.

Berbagai aspek yang dapat dihasilkan atau difasilitasi oleh asuransi kesehatan
sosial dan komersial

Asuransi Sosial (Wajib) Komersial (Sukarela)


Aspek
Sifat gotong royong antar Tua-muda Sehat-sakit
golongan Kaya-miskin
Sehat-sakit
Seleksi bias Tidak ada Adverse atau favorable,
tergantung keahlian
bapel/asuradur
Premi Not risk-related Risk-related
Biasanya proporsional (%) Biasanya dalam jumlah
terhadap upah harga tertentu
Hal 81 

Paket Sama untuk seluruh peserta Bervariasi sesuai pilihan


peserta
Keadilan/ equity Egaliter, sosial Liberter, individual

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Pilihan bapel/asuradur Biasanya tidak ada atau Banyak
terbatas
Pilihan provider Umumnya sangat luas. Pada model tradisional,
Pada penerapan teknik umumnya sangat luas
managed care, pilihan jadi Pada model managed care,
terbatas pilihan terbatas
Kemampuan pengendalian Sangat tinggi Sangat rendah
biaya
Kompetisi bapel/asuradur Umumnya kecil/rendah Umumnya tinggi
Response pelayanan medis Pemenuhan kebutuhan Pemenuhan permintaan
medis (medical needs) (demand)
Badan penyelenggara Pemerintah atau quasi Bebas (pemerintah atau
pemerintah swasta)
Bersifat nirlaba Bersifat pencari laba/nirlaba
Pembayaran fasilitas Bervariasi dari kapitasi Bervariasi dari kapitasi
kesehatan sampai fee for service sampai fee for service

Contoh badan asuransi/asuradur dan pemberian manfaat asuransi

Asuransi Asuransi Sosial (wajib) Asuransi Komersial


Manfaat (sukarela)
Uang (indemnitas/ Jasa Raharja, JKK Produk Lippo, Metlife, ING,
reimbursement) Jamsostek, Medicare di AS Aetna, Jiwasraya, Bringin,
Kartu kredit, dll.
Askes tradisional di AS
Pelayanan Askes wajib, JPK Jamsostek, Produk Askes komersial
/managed care AKN Kanada, AKN Taiwan, PT.Askes, PT Allianz
Hal 82 

AKN Filipina, AKN Korea, managed care, dan bapel


AKN Muangtai, dan askes JPKM
semua negara maju lainnya Di Amerika: Blue Cross/Blue

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


di dunia Shield, HMO, PPO, POS
(managed care
organizations)
AKN= Asuransi Kesehatan Nasional

Matriks Pembiaayan dan Penyediaan (delivery) pelayanan kesehatan yang


dilaksanakan berbagai negara di dunia

Pembiayaan
Penyediaan Publik Swasta
pelayanan
Publik Inggris Indonesia dan negara
berkembang lainnya
Swasta Kanada, Jerman, Jepang Amerika
dan Taiwan
• Jepang dan Jerman menyerahkan sebagian besar pembiayaan dan penyediaan kepada sektor swasta,
akan tetapi bersifat sosial (nirlaba) yang diatur oleh pemerintah, sementara Amerika menyerahkan
kepada mekanisme pasar (for profit dan not for profit).
• Yang dimaksud dengan pembiayaan publik adalah pembiayaan dari dana pemerintah atau asuransi
sosial/jaminan sosial

Istilah Penting

Negara Kesejahteraan
Jaminan sosial
Asuransi sosial
Public insurance
Hal 83 

Bantuan sosial
Means test

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Asuransi komersial
Private insurance
Asuradur
Risk based premium
Non-risk related premium
Income based premium
Kebutuhan dasar layar (decent basic needs)
Kebutuhan dasar kesehatan
Nirlaba/not for profit
Pencari laba/For profit
Dividen
Badan hukum
Dana Amanat/Trust Fund
Wali amanat
Board of Trustees/Majlis Wali Amanat
Pengelolaan profesional
Insurance/Asuransi
Risiko
Telaah utilisasi/utilization review
Uncertainty
Risk avoidance
Risk reduction
Risk transfer
Risk asumption
Risk taker
Risk averter
Measurable
Quantifiable
Hal 84 

Populasi homogen
Accidental
Pure risk

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Catastrophic
Risk sharing
Adverse selection/anti selection
Bias selection
Favorable selection
Insured/tertanggung
Benefit/manfaat
Premi/iuran/kontribusi
Sukarela/voluntary
Wajib/mandatory/compulsory
Policy holder/pemegang polis
Anggota/member
Managed care
Kondisional
Unilateral
Aleatory
Adhesi
JPKM
Gakin
JPSBK
Deklarasi PBB 1948
Eksternalitas
Social justice
Social equity
Medicare
Market failure
Equity egaliter
Equity liberter
Hal 85 

Pasal 28H UUD 45 amendemen


Earmarked tax
PT Persero

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


SHU, sisa hasil usaha
PPh21
PPh badan
Usaha bersama/mutual
Risk pool
Portofolio
Biaya administrasi
fasilitas kesehatan/provider
Jasa per pelayanan/fee for services
Organisasi Kesehatan Dunia/WHO
Medisup/Medigap
Demand
Need
You get what you need
You get what you pay for
Pre existing conditions
Non cancellable
Profitable
Contigency
Profit margin
Loading
Fairness in health care financing
Fundamental human right
Tailor made
Antimonopoli
Deductible
Coinsurance
Reimbursement
Hal 86 

Indemnitas
Moral hazard
Workers’ compensation

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Occupational injury
Fraud
Kredensialing

Rujukan

1
Thabrany, Hasbullah. Asuransi Kesehatan di Indonesia. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKMUI, Depok
2001.
2
Vughan. Principle of …
3
Rejda. Principle
4
WHO. World Health Report 2000. Geneva, 2001
5
Laporan WHO 2000.
6
HIAA. Managed Care part B. Washington, D.C., 1997
7
HIAA. Health Insurance Premier, Washington, D.C., 2000
8
Health Insurance Association of America (HIAA). Source Book of Health Insurance Data. HIAA,
Wahington D.C., 1999.
9
Depkes RI. Pembinaan Bapel JPKM: Kumpulan Materi. Depkes RI, Jakarta, 1995.
10
Thabrany, H. Introduksi Asuransi Kesehatan. Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, 1999.
11
Depkes Taiwan. Public Health in Taiwan, ROC. Taipei, 1997
12
Shalala, DE dan Reinhardt UE. Interview: Viewing the US Health Care System from Within: Candid
Talk from HHS. Health Affairs 18(3): 47-55, 1999
13
Anderson, GF. And Paullier, JP. Health Spending, Access, and Outcomes: Trends in Industrialized
Countries. Health Affairs, 18(3):178-192
14
Ikegami, N dan Campbell, JC. Health Care Reform in Japan: The Virtue of Muddling Trhough. Health
Affairs 18(3):56-75.
15
Pelayanan kesehatan disini adalah berbagai lingkup pelayanan kesehatan mulai dari promotif sampai
rehabilitatif, termasuk obat dan alat medis.
Hal 87 

Introduksi Asuransi Kesehatan Hasbullah Thabrany


Bab III

Asuransi Kesehatan Pegawai Negeri Sipil

1. Pendahuluan

Penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan


keluarganya saat ini didasarkan atas Peraturan Pemerintah (PP) No 69/91 yang ditanda-
tangani Presiden Suharto pada tanggal 23 Desember 1991. Dalam PP tersebut istilah yang
digunakan adalah jaminan pemeliharaan kesehatan, tidak disebutkan asuransi kesehatan.
Kata asuransi kesehatan dapat ditemui pada PP No 2/92 tentang penunjukkan PT
Asuransi Kesehatan Indonesia disingkat PT Askes sebagai badan penyelenggara program
pemeliharaan kesehatan PNS. Istilah asuransi kesehatan yang disingkat askes digunakan
karena istilah tersebut sudah sangat populer di kalangan peserta pegawai negeri pada
waktu badan penyelenggara bernama Perum Husada Bhakti yang diatur oleh PP 22/1984
tentang Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri Sipil dan Penerima Pensiun beserta
anggota keluarganya.
Asuransi kesehatan pegawai negeri sipil merupakan suatu asuransi sosial yang
diikuti oleh seluruh pegawai negeri dan pensiun pegawai negeri dan merupakan program
asuransi kesehatan tertua di Indonesia. Asuransi sosial lain yang diikuti oleh seluruh
peserta adalah asuransi kecelakaan lalu lintas yang dikelola oleh PT Jasa Raharja. Namun
demikian, asuransi kecelakaan tersebut juga memberikan pertanggungan kematian.
Asuransi kesehatan pegawai negeri, yang selanjutnya disebut Askes, juga merupakan
satu-satunya asuransi kesehatan yang mempunyai jumlah kepesertaan mencapai lebih
dari 15 juta jiwa. Dalam usianya yang lebih tua dari usia negeri ini, jika diperhitungkan
masa pemberian jaminan bagi pegawai negeri di jaman penjajahan, telah banyak
Hal 88 

mengalami perubahan struktural.


Di masa lalu PT Asuransi Kesehatan Indonesia pernah menawarkan produk-
produk asuransi kesehatan komersial yang berbentuk JPKM. Kini JPKM tidak lagi legal

Askes 88 H. Thabrany
karena UU Kesehatan nomor 23/1992 telah dinyatakan tidak berlaku dan telah diganti
dengan UU Kesehatan yang baru, nomor 36/2009. Dalam UU 36/2009 dinyatakan bahwa
sistem pendanaan kesehatan Indonesia diatur tersendiri dengan mekanisme asuransi
sosial secara nasional (yaitu UU SJSN). Setelah keluarnya UU SJSN, PT Askes berupaya
berkonsentrasi pada askes sosial dalam SJSN. Produk asuransi kesehatan komersial
dilepaskan kepada anak perusahaan yaitu PT InHealth, yang berbentuk perusahaan
asuransi Jiwa. Akan tetapi, sistem pendanaan dan penyediaan layanan dalam asuransi
kesehatan wajib Askes menggunakan teknik-teknik managed care seperti yang ingin
dikembangkan oleh JPKM (HMO) dulu. Perbedanaanya dengan JPKM adalah bahwa
askes PNS ini bersifat wajib atau merupakan bentuk asuransi sosial sehingga lebih tepat
disebut Asuransi Sosial Kesehatan Terkendali (managed social health insurance).

2. Sejarah

Di jaman penjajah Belanda, pegawai negeri yang berkebangsaan Eropa mendapat


jaminan kesehatan yang diatur oleh peraturan pemerintah Belanda (Staatsregeling
No1/34). Empat tahun kemudian jaminan ini diperluas kepada pegawai pemerintah
pribumi karena protes dari pegawai pribumi. Namun demikian terdapat perbedaan
jaminan dimana bangsa Eropa dan kelas atas pribumi dapat menggunakan fasilitas
kesehatan swasta sedangkan pegawai kelas menengah dan bawah hanya dapat
menggunakan fasilitas pemerintah. Sistem jaminan yang diberikan adalah sistem
penggantian atau reimbursement atas biaya pelayanan kesehatan dengan menunjukkan
bukti kwitansi. Pengelola jaminan ini adalah Departemen Kesehatan beserta kantor
kesehatan, inspektur kesehatan, di propinsi.
Pada periode awal kemerdekaan yaitu di tahun 1948 sistem penggantian biaya
berobat ini diteruskan dengan tetap mempertahankan dua sistem pegawai tinggi dan
rendah, hanya saja batasannya adalah gaji bulanan 420 gulden. Selain itu pada jaman
awal kemerdekaan ini pegawai dikenakan kontribusi 3% dari biaya yang diajukan
sedangkan sisanya mendapat penggantian dari Depkes, melalui Ikes. Di tahun 1949
Hal 89 

setelah uang Indonesia sudah digunakan, batas gaji diubah menjadi Rp 850 sebulan.
Pengelolaan dana untuk penggantian biaya berobat PNS ini dilakukan oleh Dinas
Restitusi Dirjen Bina Waluya. Pegawai yang sudah memasuki pensiun tidak

Askes 89 H. Thabrany
mendapatkan penggantian biaya berobat. Dapat dibayangkan bahwa dengan cara
penggantian yang didasarkan atas jasa per pelayanan, maka banyak terjadi penyalah-
gunaan dan mendorong timbulnya moral hazard.
Pada tahun 1960 Menteri Kesehatan waktu itu mengeluarkan instruksi untuk
mengembangkan jaminan kesehatan ini kepada pensiunan dan pegawai pemerintah
dengan nama “Jakarta Pilot Project” yang memang dimulai di Jakarta. Sistem
penggantian biaya diganti dengan sistem pembayaran langsung kepada fasilitas kesehatan
dan tidak lagi ada perbedaan antara yang golongan gaji tinggi dengan golongan gaji
rendah. Jaminanpun terbatas pada jaminan rawat inap dan obat-obatan. Sistem
pembayaran masih tetap menggunakan per pelayanan. Birokrasi pemerintah
menyebabkan sistem ini juga tidak efisien. Poyek ini berhasil memperluas cakupan
namun demikian biaya yang harus ditanggung pemerintah terus membengkak. Padahal
sistem ini tidak membayar jasa dokter. Karena jasa dokter tidak dibayar inilah akhirnya
sistem ini tidak juga memberikan keadilan yang merata, karena pegawai yang miskin
tidak mendapatkan pelayanan yang sama dengan pegawai yang kaya yang mampu
membayar dokter. Uji coba ini menyebabkan pemerintah defisit sebesar Rp 600 juta pada
saat itu. Sejalan dengan konsep kewajiban masyarakat untuk ikut bertanggung jawab atas
kesehatannya, maka mulai dipikirkan untuk menggalang sumber dana dari pegawai
negeri sendiri.
Pada tahun 1966 Menteri Kesehatan Siwabessy mengeluarkan instruksi
pembentukan Komite “Dana Sakit” dengan iuran dari pegawai negeri sendiri. Dana yang
dihimpun harus digunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan peserta, bukan untuk
mencari laba bagi pengelola. Sayangnya komite tersebut tidak berhasil menelurkan
konsep yang diharapkan. Pada tahun 1968 Menkes kemudian membentuk Panitia
Pembentukan Badan Pemeliharaan Kesehatan Pegawai Negeri dan Penerima Pensiun.
Pada masa itu pemerintahan Orde Baru masih mengalami kesulitan keuangan akibat
Pemberontak PKI di tahun 1965. Mulai tahun anggaran 1968/69 pemerintah tidak lagi
mengalokasikan dana untuk penggantian biaya kesehatan pegawai negeri. Pada 18-3-68
Hal 90 

Mentri Tenaga Kerja Awaloedin Djamin membentuk Tim Kerja Kesejahteraan Pegawai
Negeri (TKKPN) setelah upaya memperoleh persetujuan dari Presiden tidak berhasil.
Tim ini mendirikan tonggak sejarah penting berkembangnya asuransi kesehatan wajib di

Askes 90 H. Thabrany
Indonesia. Modal awal adalah 50% dana kesejahteraan pegawai negeri yang selama itu
telah terkumpul dari potongan 10% gaji pegawai aktif dan 5% uang pensiun. Badan
hukum pengelola dikuatkan oleh Kepres No 230 tanggal 15 Juli 1968 yang merupakan
cikal bakal PT Askes Indonesia. Untuk mendanai program tersebut dikeluarkan Kepres
no 122/68 menetapkan potongan gaji pegawai negeri sebesar 5% untuk mendanai
pemeliharaan kesehatan bagi dirinya.
Selama Pelita I sampai Pelita III atau sejak tahun 1968 sampai tahun 1984,
asuransi kesehatan pegawai negeri ini dikelola oleh suatu badan yang disebut Badan
Penyelenggara Dana Pemeliharaan Kesehatan (BPDPK) yang berada di Departemen
Kesehatan. Iuran untuk asuransi kesehatan ini besarnya 5% dari gaji pokok. Pada
awalnya jaminan diberikan dengan bebas dimana peserta dapat memilih fasilitas
kesehatan pemerintah atau swasta dengan pembayaran fee for service. Manajemen masih
sangat sentralistis. Pemakaian berlebihan tentu saja tidak dapat dihindarkan, tidak heran
pada awalnya program ini juga mengalami defisit anggaran. Pada tahun 1970 besarnya
iuran dikurangi menjadi hanya 3,89% gaji pokok untuk pegawai aktif sementara
pensiunan masih mengiur 5% dari pensiun yang diterima yang diatur dengan Kepres No.
22/70. Sampai dengan tahun 1973, berbagai upaya pengendalian biaya dan pelayanan
terus dilakukan guna menyelematkan program ini dari kebangkrutan. Bahkan upaya
untuk memperluas program asuransi kesehatan PNS kepada masyarakat non PNS
sebenarnya sudah mulai dipikirkan pada periode ini. Pada periode yang sama mutu
pelayanan sudah mulai mendapat perhatian dan karena berbagai standar pelayanan dan
pengaturan obat sudah mulai dilakukan. Pada tahun 1974, besar iuran dikurangi lagi dari
3,89% mejadi 2,75% gaji pokok, pensiunan tetap membayar iuran 5%. Pada tahun 1977
dikeluarkan Kepres No 8/77 yang menetapkan potongan iuran sebesar 2% gaji pokok
yang berlaku bagi pegawai aktif dan pensiunan. Sistem kapitasi kepada puskesmas sudah
mulai diperkenalkan pada tahun 1979 di Jakarta. Selama periode ini dasar-dasar
pengendalian biaya yang kini dikenal dengan teknik managed care sudah dilaksanakan
oleh BPDPK. Pada tahun 1980 jumlah anak yang ditanggung dibatasi sebanyak-banyak
Hal 91 

tiga orang.
Untuk meningkatkan profesionalitas dan mengurangi birokrasi maka pada tahun
1984 pengelolaan asuransi kesehatan PNS ini mulai dipisahkan dari Depkes melalui PP

Askes 91 H. Thabrany
No. 22 dan 23 tahun 1984. Perubahan bentuk badan ini juga untuk menyesuaikan diri
fungsi pengelolaan dana masyrakat yang tidak bisa dikelola menurut sistem akuntansi
pemerintahan yang masih terikat dengan ICW (Indische Comptabiliteit Wet) yang
mengharuskan segala dana disetor ke kas negara. Mulai tahun 1984 itu BPDPK berubah
bentuk menjadi Perusahaan Umum Husada Bhakti atau disingkat Perum PHB. Menteri
teknis yang mengawasi PHB ini tetap Menteri Kesehatan. Prakteknya, penyelenggaraan
Perum PHB baru dilaksanakan secara penuh pada 23 April tahun 1986. Di daerah-daerah
dibentuk Kantor Cabang yang terus berkembang sejalan dengan pertambahan jumlah
pegawai negeri. Pada awal tahun 1992 jumlah cabang di seluruh Indonesia sudah
berjumlah 27 cabang, masing-masing satu cabang di tiap propinsi. Pada masa PHB inilah
tenaga-tenaga khusus yang mengerti masalah asuransi kesehatan mulai dididik. Untuk
pendidikan ini PHB bekerja sama dengan Pusdiklat Depkes RI, USAID, dan Zieken
Fonds Belanda. Pada masa ini sistem pelayanan terkendali dengan menggunakan teknik-
teknik managed care semakin dimantapkan. Daftar obat yang dijamin disusun
berdasarkan Daftar Obat Esensial Nasional dan diperkenalkan dengan nama Daftar
Pelafon Harga Obat, DPHO, di tahun 1987. Berbeda dengan bentuk BPDK, pada masa
Perum PHB ini sumber dana tidak lagi hanya bergantung dari iuran peserta akan tetapi
sudah dapat ditambahkan dari penghasilan investasi dana yang belum terpakai.
Untuk lebih memberikan keluwesan perusahaan, menjawab tantangan jaman, dan
memenuhi peraturan yang telah dikeluarkan sebelumnya, maka status PHB ditingkatkan
menjadi PT Persero melalui PP No. 6/92 dengan nama PT Asuransi Kesehatan Indonesia
disingkat dengan nama PT Askes.1 Dengan bentuk Persero ini, Askes diberikan
wewenang untuk memperluas kepesertaan kepada berbagai badan usaha pemerintah
maupun swasta. Pada awalnya kewenangan ini sempat menimbulkan ketegangan antara
PT Askes dan PT Jamsostek yang ditunjuk untuk mengelola JPK untuk pegwai swasta.
Namun setelah komunikasi semakin baik, terdapat saling pengertian yang baik. PT Askes
memang mendapat kemudahan dari PP 14/93 yang mengatur bahwa perusahaan yang
memberikan jaminan lebih baik boleh tidak mendaftarkan diri pada PT Jamsostek. PT
Hal 92 

Askespun menjual produk asuransi kesehatan komersial sekaligus menjalankan program


asuransi kesehatan sosial PNS dan pensiunan TNI dan POLRI. Hal ini tidak sesuai
dengan prinsip-prinsip universal penyelenggaraan asuransi sosial dan tidak sesuai dengan

Askes 92 H. Thabrany
UU nomor 2/1992 tentang Asuransi yang mengharuskan badan penyelenggara asuransi
sosial hanya menyelenggarakan program asuransi sosial. Kekeliruan UU 2/1992 adalah
penyelenggaraan asuransi sosial diserahkan kepada BUMN.
Setelah keluar UU 40/2004, yang awalnya PT Askes ditetapkan sebagai salah satu
badan penyelenggara, maka PT Askes mempersiapkan diri untuk menjadi salah satu
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Setelah Pemerintah memutuskan untuk
mengembalikan surplus untuk pengembangan program di tahun 2007, di tahun 2009
didirikanlah anak perusahaan PT Askes yang diberi nama PT Asuransi Jiwa InHealth.
Perusahaan ini kemudian diserahkan mengelola seluruh produk asuransi kesehatan
komersial yang sebelumnya dikelola oleh PT Askes. Dengan pelepasan produk
komersial, PT Askes berharap bisa menyelenggarakan asuransi sosial yang lebih
konsisten menurut UU SJSN.
Namun demikian, sampai dengan akhir Juni 2011, penetapan PT Askes sebagai
BPJS masih belum mendapat kepastian. Pembahasan RUU BPJS yang menjadi inisitatif
DPR masih belum final. Dalam RUU BPJS, DPR mengusulkan peleburan ke-empat
BUMN yang ditetapkan sebagai BPJS dalam UU SJSN menjadi satu BPJS, suatu badan
hukum khusus yang dibentuk UU BPJS yang menyelenggarakan kelima program jaminan
sosial. Pola ini mirip Social Security Administration di Amerika, suatu Badan Federal
yang mengelola seluruh program jaminan sosial (OASDHI, Old Age, Survivors,
Disability and Health Insurance). Di lain pihak, awalnya Pemerintah (sampai dengan
tanggal 1 Mei 2011—May Day, tidak bersedia mengubah ke-empat BUMN dan bertahan
pada rumusan “penatapan” BPJS tanpa ada pengaturan. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai
tidak ingin mengubah status badan hukum BUMN menjadi badan khusus yang dibentuk
UU. Tetapi, setelah aksi serikat pekerja yang dikoordinir oleh Komite Aksi Jaminan
Sosial (KAJS) melakukan demo besar May Day, akhirnya Daftar Isian Masalah (DIM)
Pemerintah tertanggal 9 Mei 2011 menyetujui pembentukan dua BPJS baru, tanpa
membatalkan ke-empat BUMN. Usulan ini masih dalam pembahasan ketika naskah ini
ditulis.
Hal 93 

Askes 93 H. Thabrany
3. Peserta

Peserta Askes PNS diatur oleh PP 69/91 sebagai berikut:


1. Peserta adalah Calon dan Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun, Veteran dan
Perintis Kemerdekaan. Pegawai negeri sipil aktif di lingkungan TNI dan Polri
dan anggota aktif TNI dan Polri tidak wajib menjadi peserta Askes karena mereka
mendapat jaminan dari sistem jaminan kesehatan bagi TNI dan Polri yang
dikelola Departemen Hankam.
2. Penerima Pensiun meliputi:
a. Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun;
b. Anggota Tentara Nsional Indonesia dan Anggota Polisi Republik Indonesia
dan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Departemen Pertahanan Keamanan
dan POLRI yang berhenti dengan hak pensiun;
c. Pejabat Negara (Menteri dan anggota Lembaga Tinggi Negara yang berhenti
dengan hak pensiun;
d. Janda atau duda atau anak yatim piatu dari Pegawai Negeri Sipil, Prajurit TNI,
POLRI, serta Pejabat Negara yang mendapat hak pensiun
3. Pegawai negeri pemerintah daerah
4. Anggota keluarga yang ditanggung meliputi isteri atau suami dari peserta dan
anak yang sah atau anak angkat dari peserta sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Namun demikian, jumlah anak masih dibatasi sampai anak kedua.
Anak ketiga dan seterusnya belum dijamin, meskipun UU SJSN mengharuskan
jaminan kesehatan yang otomatis dijamin sampai anak ketiga. Anak keempat dan
seterusnya dapat dijamin dengan tambahan iuran. Penyesuaian peserta seperti
yang diatur oleh UU SJSN belum dilaksanakan PT Askes sampai dengan akhir
Juni 2011 meskipun UU SJSN mengharuskan PT Askes menyesuaikan diri
dengan UU SJSN paling lambat tanggal 19 Oktober 2009.
Hal 94 

Semua yang tersebut diatas wajib menjadi peserta Askes dengan pembayaran
iuran yang dipotong langsung dari gaji atau uang pensiun bulanan mereka. Masa menjadi

Askes 94 H. Thabrany
peserta dimulai pada waktu iuran dipotong dari gaji seorang pegawai atau pembayaran
iuran. Masa kepesertaan berhenti jika iuran atau iuran tidak lagi dibayarkan.
Peraturan pemerintah itu juga mengatur kewajiban peserta sebagai berikut:
(1) Peserta wajib memberikan keterangan yang sebenarnya tentang jati dirinya
beserta keluarganya untuk penyusunan data peserta.
(2) Peserta beserta keluarganya wajib memiliki tanda pengenal diri yang diterbitkan
oleh Badan Penyelenggara.
(3) Peserta dan keluarganya wajib mengetahui dan mentaati peraturan
penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan.

Ketentuan tersebut, sesungguhnya telah diubah oleh UU SJSN dengan


mewajibkan badan penyelenggara yang memberikan informasi, bukan peserta yang
diwajibkan membayar iuran dan wajib juga mengetahui. Namun demikian, sayangnya
sampai akhir Juni 2011, PT Askes belum menyesuaikan seluruh program Askes dengan
kepesertaan yang diatur oleh UU SJSN. Yang telah disesuaikan dengan UU SJSN, yang
diantisipasi sebelum UU SJSN keluar, yaitu pembayaran iuran bersama antara
Pemerintah dan Pemda selaku pemberi kerja dan pegawai yang masing-masing mengiur
2% gaji pokok. Pengaturan pembayaran iuran ini diatur dalam PP 28/2003.

4. Iuran

Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun wajib membayar iuran setiap bulan yang
besarnya serta tata cara pemungutannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Besarnya
iuran yang ditetapkan Kepres saat ini adalah 2% dari gaji pokok pegawai negeri.
Pemerintah sebagai majikan mulai ikut membayar iuran sebesar 0,5% upah di tahun 2004
dan akan teruskan dinaikan secara bertahap. Kewajiban Pemerintah tersebut ditetapkan
dengan PP 28/2003 Sebelum otonomi daerah, pemungutan iuran Askes dilakukan
langsung oleh oleh Dirjen Anggaran Departemen Keuangan dengan cara pemotongan
Hal 95 

langsung dana gaji pegawai sebelum gaji tersebut dikirimkan kepada bendahawaran
pembayar gaji di berbagai isntransi pemerintah. Setelah masa otonomi daerah,
pemotongan gaji dilakukan oleh bendaharawan pembayar gaji di daerah yang kemudian

Askes 95 H. Thabrany
menyetorkannya ke Dirjen Anggaran. Barulah kemudian Dirjen Anggaran menyerahkan
dana tersebut kepada PT Askes.
Iuran untuk Veteran dan Perintis Kemerdekaan, ditanggung Pemerintah atas
beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Iuran atau iuran dari badan lainnya
yang ikut program Askes secara sukarela/komersial diatur dan ditagih langsung oleh PT
Askes.
Jumlah penerimaan iuran telah meningkat dari Rp 104 milyar di tahun 1989
menjadi Rp 519 milyar di tahun 1999 dan meningkat menjadi Rp 5.883 milayr di tahun
2010. Sementara jumlah pegawai dan pensiun yang menjadi peserta mengalami
pertumbuhan dari 3,7 juta pegawai menjadi 5,1 juta pegawai. Sementara itu jumlah
tertanggung telah meningkat dari 11,8 juta di tahun 1989 menjadi 13,7 juta di tahun 1999
dan menjadi 16,3 juta di tahun 2010. Jumlah peserta dan tertanggung mengalami
penurunan di antara tahun 1994-1996. Hal tersebut disebabkan karena perbaikan sistem
informasi sehingga data ganda dapat dikurangi. Selain itu, penurunan jumlah tertanggung
yang cukup drastis disebabkan karena perubahan kebijakan jaminan jumlah anak yang
ditanggung dari tiga orang menjadi hanya dua orang saja. Ke depan, jika UU SJSN sudah
diterapkan, jumlah peserta Askes akan meningkat karena seluruh anak seharusnya
ditanggung.
Jumlah iuran yang diterima perkaryawan mengalami kenaikan dari Rp 28.136 di
tahun 1989 atau Rp 2.345 per pegawai per bulan menjadi Rp 101.272 tahun 1999 atau Rp
8.349 per pegawai per bulan. Jika diperhitungkan besaran iuran per tertanggung, maka
penerimaan iuran di tahun 1989 adalah Rp 8.786 atau Rp 732 per kapita per bulan dan Rp
37.844 di tahun 1999 atau sebesar Rp 3.154 per kapita per bulan. Di tahun 2010, besaran
iuran per kapita program Askes telah meningkat menjadi sekitar Rp 30.000 per kapita per
bulan.
Masalah utama penerimaan iuran pegawai negeri adalah kecilnya gaji pokok
pegawai negeri dibandingkan dengan pengerimaan (take home income) pegawai negeri
yang menyebabkan juga rendahnya iuran yang diterima. Penggajian pegawai negeri
Hal 96 

menggunakan sistem penggajian gaji pokok, tunjangan-tunjangan keluarga, jabatan,


tunjangan perbaikan penghasilan, dll., dan penghasilan tambahan dari honor proyek atau
kini remunerasi yang tidak dihitung dalam perhitungan iuran. Karenanya, dalam

Askes 96 H. Thabrany
prakteknya pegawai negeri merupakan kelompok yang relatif lebih kaya dibandingkan
dengan pegawai swasta2, iuran dari gaji pokok pegawai negeri menjadi relatif kecil.
Karena besarnya iuran hanya diperhitungkan dari gaji pokok. Disisi lain, prilaku dan
demand terhadap pelayanan kesehatan pegawai negeri terkait dengan penghasilan riel
yang menyebabkan masih cukup banyak pegawai negeri tidak menggunakan haknya,
karena mereka mampu membeli layanan kesehatan dari sektor swasta.
Masalah kedua dari iuran Askes ini adalah kenaikan gaji pokok pegawai negeri
tidak selalu mengikuti perubahan biaya kesehatan atau perubahan harga-harga pelayanan
kesehatan dan obat. Bahkan kenaikan tersebut tidak dapat ditentukan periodenya. Pada
suatu ketika kenaikan gaji dapat berlaku tiga tahun sekali akan tetapi pada waktu lain bisa
terjadi perubahan kenaikan gaji setahun setelah perubahan gaji sebelumnya. Besaran
pembayaran Askes ke fasilitas kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan
yang periode kenaikannya tidak sama dengan periode kenaikan gaji dan iuran. Sehingga
kinerja keuangan Askes berfluktuasi cukup besar, yang dapat dilihat dalam grafik pada
bab selanjutnya.

5. Paket Jaminan

Jenis Pelayanan Kesehatan bagi Peserta PT Askes dan anggota keluarganya


meliputi:
Pelayanan Kesehatan Primer (Tingkat Pertama)
Pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat umum yang dilaksanakan pada
fasilitas kesehatan primer (tingkat pertama) untuk keperluan diagnosis, pengobatan,
observasi, dan/atau pelayanan kesehatan khusus yang meliputi:
1. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum di puskesmas dan atau di
klinik dokter umum/klinik 24 jam (klinik pribadi atau swasta)
2. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter gigi (penambalan, pencabutan,
perawatan syaraf gigi, dan pembersihan karang gigi), baik di puskesmas
Hal 97 

maupun di klinik pribadi atau swasta

Askes 97 H. Thabrany
3. Pemeriksaan penunjang diagnostik sederhana (darah lengkap, urin
lengkap, dahak pada kasus TBC, foto rontgen dada, foto rontgen gigi, dan
tes kehamilan) (klinik pribadi atau swasta)
4. Tindakan medis sederhana yang dapat dilakukan oleh dokter umum
maupun dokter gigi
5. Pemberian obat-obatan/resep obat sesuai dengan indikasi medis mengacu
obat standar yang tercantum dalam Daftar Plafon Harga Obat (DPHO)
6. Pelayanan Keluarga Berencana (alat kontrasepsi dalam rahim/IUD, Pil KB
dan suntik KB)
7. Pelayanan KIA: pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan bayi dan balita,
pemberian imunisasi dasar (BCG, DPT, Campak, Polio, Hepatitis B)

Pelayanan Kesehatan Sekunder (Tingkat Lanjut)


Upaya pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub
spesialistik yang meliputi:
Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
Pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik
dan dilaksanakan pada Fasilitas Kesehatan tk.lanjutan sebagai rujukan dari Fasilitas
Kesehatan tk.pertama, untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatan, rehabilitasi
medis, dan/atau pelayanan medis lainnya termasuk konsultasi psikologi tanpa menginap
di ruang perawatan.
Rawat Inap Tingkat Pertama
Pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat umum dan dilaksanakan pada
puskesmas rawat inap, untuk keperluan observasi, diagnosis, pengobatanan dan/atau
pelayanan medis lainnya, di mana peserta dan/atau anggota keluarganya dirawat inap
paling singkat 1 hari
Rawat Inap Tingkat Lanjutan
Pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat spesialistik atau sub spesialistik
Hal 98 

untuk keperluan observasi, perawatan, diagnosis, pengobatan, rahabilitasi medis dan/atau


pelayanan medis lainnya termasuk konsultasi psikologi yang dilaksanakan pada Fasilitas

Askes 98 H. Thabrany
Kesehatan tk.lanjutan di mana peserta dan/atau anggota keluarganya dirawat inap di
ruang perawatan paling singkat 1 hari, mencakup:
1. Rawat Inap di Ruang Perawatan Khusus, seperti di ruang perawatan
ICU/NICU/PICU/ICCU dan HCU
2. Pelayanan terhadap proses lahirnya bayi baik kurang bulan maupun cukup
bulan secara spontan maupun disertai penyulit yang memerlukan tindakan
medis termasuk pasca persalinannya.
3. Pelayanan Persalinan
4. Pelayanan ESWL, CT Scan, MRI, Transplantasi organ, dan Pelayanan darah
5. Pelayanan Jantung
6. Pelayanan Dialisis, meliputi:
a. Pelayanan Hemodialisis, yaitu Pelayanan proses pencucian darah
dengan menggunakan mesin cuci darah dan sarana hemodialisis
(consumable set yang meliputi Bloodline, AV Fistula, Dialisat
Bicarbonat Powder/Liquid, dan Hollow Fiber)
b. Pelayanan CAPD yaitu pelayanan pemasangan alat CAPD di tubuh
pasien dan secara berkala penggantian pemakaian cairan CAPD
7. Pelayanan Kedokteran Forensik meliputi pembuatan visum et repertum atau
surat keterangan medik berdasarkan pemeriksaan medik orang hidup (forensik
klinik), pemeriksaan psikiatri forensik, atau pemeriksaan jenazah
8. Pelayanan Obat mencakup Pemberian obat-obatan yang diperlukan untuk
pelayanan kesehatan tk.lanjutan sesuai dengan indikasi medik dan mengacu
kepada Daftar dan Harga Obat (DPHO) yang berlaku (ditentukan PT
Askes)
9. Pelayanan Gawat Darurat mencakup pelayanan kesehatan tingkat lanjutan
yang harus diberikan secepatnya untuk mengurangi risiko kematian atau
kecacatan, tanpa memperhitungkan jumlah kunjungan dan pelayanan yang
idberikan kepada peserta atau anggota keluarganya.
Hal 99 

10. Penunjang Diagnostik untuk penegakan diagnosisi, seperti Laboratorium,


Radiodiagnostik, Elektromedik.

Askes 99 H. Thabrany
11. Tindakan Medis yang bersifat operatif dan non operatif yang dilaksanakan
baik untuk tujuan diagnostik maupun pengobatan
12. Rehabilitasi Medik Pelayanan yang diberikan untuk pemeliharaan kesehatan
peserta dalam bentuk fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan bimbingan
sosial medik

Pelayanan Suplemen atau Alat Kesehatan


Pelayanan memberikan penggantian biaya pelayanan suplemen atau alat
kesehatan yang terdiri dari:
1. Kaca Mata
2. Prothesa Gigi
3. Prothesa Alat Gerak
4. Prothesa Mandibula
5. Alat Bantu Dengar
6. Intra Oculer Lens (IOL)
7. Pen
8. Screw
9. Implan
10. Mesh
11. VP Shunt
12. Vaskuler
13. Tulang Buatan
14. Sendi Buatan
15. Colon Set
16. Collar Neck
17. Corset (Jaket Penyangga Patah Tulang Belakang)
18. Anus Buatan
19. Vitrektomi Set
Hal 100 

Batas Manfaat Askes Sosial (Yang Tidak Ditanggung)


1. Pelayanan yang tidak mengikuti prosedur atau ketentuan yang berlaku

Askes 100 H. Thabrany


2. Penyakit akibat upaya bunuh diri atau dengan sengaja menyakiti diri
3. Operasi plastik kosmetik, termasuk obat-obatan
4. Check Up atau General Check-Up
5. Imunisasi diluar imunisasi dasar
6. Seluruh rangkaian usaha ingin punya anak (infertilitas)
7. Penyakit akibat ketergantungan obat atau alkohol
8. Sirkumsisi tanpa indikasi medis
9. Obat-obatan di luar DPHO termasuk obat gosok, vitamin, kosmetik, makanan
bayi
10. Pelayanan kursi roda, tongkat penyangga, dan lain-lain
11. Pengobatan di luar negeri
12. Pelayanan ambulance, pengurusan jenazah dan pembuatan visum et repertum
yang meliputi biaya foto copy, administrasi, telepon, dan transportasi
13. Pemeriksaan kehamilan, gangguan kehamilan, tindakan persalinan, masa nifas
anak ketiga dan seterusnya
14. Usaha meratakan gigi, dan membersihkan karang gigi

Cost Sharing atau Urun Biaya Asuransi Sosial


Pembebanan sebagian biaya pelayanan kesehatan kepada peserta dan/atau anggota
keluarganya masih diberlakukan karena Askes masih menggunakan PP 69/1991, pasal 12
ayat 2. Seharusnya ketentuan ini sudah diubah sesuai dengan UU SJSN dimana urun
biaya berlaku untuk layanan yang berpotensi moral hazard seperti operasi sesar. Selain
itu, Peraturan Presiden tentang paket manfaat dan iuran dalam SJSN juga belum
diterbitkan. Urun biaya diberlakukan untuk pelayanan kesehatan yang dijamin yang
dibayar berdasarkan tarif yang ditetapkan oleh menteri. Semua biaya yang melebihi
standar pelayanan dan tarif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menjadi beban dan
tanggung jawab peserta.
Hal 101 

PT Askes harus memberikan jaminan secara komprehensif meliputi upaya


peningkatan/promosi, pencegahan, penyembuhan, dan pemulihan kesehatan yang bersifat
layanan perseorangan.. Dalam Pasal 12 PP 69/91 memang disebutkan bahwa “ Semua

Askes 101 H. Thabrany


biaya yang melebihi standar pelayanan dan tarif sebagaimana yang ditetapkan Menteri
Kesehatan menjadi beban dan tanggung jawab peserta”. Peraturan Menteri Kesehatan
nomor 416 tahun 2011 mrngatur agar RS yang dikontrak Askes (harapannya seluruh RS
publik) tidak lagi menarik urun biaya atau biaya tambahan untuk rawat inap. Untuk rawat
jalan, RS dibenarkan untuk menarik copayment, maksium Rp 10.000 untuk setiap
kunjungan. Tujuan pengaturan tarif ini adalah untuk konsistensi dengan UU SJSN dan
konsistensi prinsip asuransi mencegah kebangkrutan rumah tangga karena biaya medis.
Sebelumnya, karena dibolehkan urun biaya, banyak RS menarik biaya selisih tarif kepada
peserta Askes. Hal itu tidak sejalan dengan prinsip dan tujuan asuransi untuk menhindari
belanja kesehatan katastrofik terhadap rumah tangga. Namun demikian, dalam praktiknya
Kantor Cabang Askes bernegosiasi dengan RS untuk persetujuan perawatan tanpa urun
biaya. Tidak semua RS menyetujui dan terjadi pengaturan yang belum sejalan dengan
prinsip mengutamakan kepentingan peserta dan iuran digunakan sebesar-besarnya untuk
kepentingan peserta seperti yang diatur dalam UU SJSN. Sebagai contoh, pelayanan
tertentu di Jawab Barat hanya boleh dilakukan di RS yang ditetapkan Askes. Penetapan
layanan tertentu hanya di RS tertentu, misalnay CT Scan, meskipun layanan tersebut
tersedia di RS lain akan memberatkan peserta Askes karena harus menghabiskan waktu
ekstra dan menghabiskan biaya perjalanan tambahan.
Di tahun 1990=an, Pemerintah menyadari bahwa iuran peserta tidak akan
mencukupi untuk membiayai jaminan yang harus disediakan oleh PT Askes, maka
peraturan menggariskan bahwa jaminan tersebut terutama diberikan di fasilitas kesehatan
pemerintah, dengan sistem pelayanan terstruktur. Peserta harus menggunakan pelayanan
puskesmas dulu sebelum bisa mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan di rumah sakit
pemerintah, dan beberapa RS swasta yang bersedia. Untuk mencukupi pembiayaannya,
maka tarif ke puskesmas dan RS pemerintah yang harus dibayar oleh PT Askes
ditetapkan oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Kesehatan. Rasional SKB adalah untuk memberikan kewenangan
pengaturan oleh Pemerintah terkait. Ketika itu disadari bahwa RS publik di daerah adalah
Hal 102 

milik Pemda dan Pemda berada di bawah otoritas Mendagri. Setelah desentralisasi,
kewenangan/otonomi penuh diberikan kepada pemda (Provinsi atau kota/kabupaten),
termasuk pengaturan tarif RS publik. Maka peraturan tarif Askes terakhir, tahun 2011,

Askes 102 H. Thabrany


hanya diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan. Efektifitas peraturan ini menjadi
kurang karena masing-masing pemda memiliki Perda tarif RS yang satuan dan besaran
biayanya berbeda. Akibatnya, Kantor cabang Askes harus melakukan negosiasi satu-
persatu ke masing-masing RS. Hal ini juga belum sesuai dengan amanat UU SJSN yang
menghendaki keadilan dalam negosiasi tarif.
Plafon tarif maksimum yang harus dibayar PT Askes kepada fasilitas kesehatan
pemerintah, RS publik dan puskesmas, ditetapkan secara nasional dengan memperhatikan
kelas RS. Tarif untuk RS B lebih mahal dari tarif untuk RS tipe C dan D. Perbedaan
biaya dan tarif Perda (Peraturan Daerah) antar daerah dan tarif RS Publik vertikal (milik
Kementrian Kesehatan) yang diatur Permenkes sendiri tidak selalu sinkron dengan tarif
Askes yagn diatur Permenkes. Hal ini menyulitkan implementasi tarif Permenkes karena
beberapa RS vertikal atau RSUD menolak tarif yang diatur Permenkes. Beberapa RS di
kota kecil dimana Perda menetapkan tarif yang lebih rendah, tarif Askes bisa jadi lebih
tinggi dari tarif Perda atau tarif yang ditetapkan RS sendiri. Akan tetapi untuk RS di kota
besar, tarif Askes yang baru bisa jadi masih jauh dari tarif Perda atau tarif permenkes
untuk RS vertikal. Akibatnya pimpinan dan dokter RS merasa mendapat beban dalam
melayani pasien Askes, mengklaim bahwa mereka mensubsidi Askes, dan karenanya
kualitas pelayanan kepada peserta Askes dinilai kurang memuaskan. Hal ini
menimbulkan banyak keluhan, khususnya dari kalangan peserta Askes golongan tinggi.
Berbagai survei kepuasan peserta baik yang dilakukan oleh Askes maupun oleh pihak
lain menunjukkan sebagian besar (>80%) peserta merasa puas dengan berbagai tingkat
pelayanan. Namun demikian, kajian kepuasan ini mungkin bias tehadap mereka yang
telah menggunakan layanan Askes. Peserta Askes yang belum percaya bahwa layanan
Askes cukup memadai, mungkin tidak terjaring dalam survei kepuasan peserta Askes.
Pemeriksaan dan pengobatan rawat jalan pertama dulu harus dilakukan di
puskesmas dimana di tahun 2011 Puskesmas dengan satu dokter dibayar secara kapitasi
sebesar Rp 2.000 per kapita per bulan. Sedangkan puskesmas yang memiliki dua dokter
atau lebih mendapat pembayaran Rp 4.000 per kapita per bulan. Kini peserta Askes juga
Hal 103 

dapat dilayani oleh dokter praktik umum (sering diklaim sebagai dokter keluarga) yang
dibayar secara kapitasi antara Rp 5.500-6.500 per kapita per bulan, termasuk obat.
Sesungguhnya PP 69/91 telah lama membolehkan layanan kesehatan dasar/primer

Askes 103 H. Thabrany


diselenggarakan oleh dokter umum, dokter gigi, balai pengobatan, balai kesehatan ibu
dan anak (BKIA), rumah bersalin dan sarana kesehatan dasar lainnya. Besaran biaya
kapitasi di praktik dokter umum, swasta, tersebut sesungguhnya kurang adil
dibandingkan dengan besaran yang dibayarkan kepada puskesmas. Sebab, puskesmas
mendapat biaya investasi, biaya operasional, gaji pegawai dan obat dari Pemda. Penggiat
dokter keluarga dan dokter umum di bawah IDI memperhitungkan nilai yang adil atu
yang dapat diterima oleh dokter praktik swasta adalah sebesar Rp 12.000 – Rp 14.000 per
kapita per bulan.
Mekanisme peroleh layanan primer (tingkat pertama) di puskesmas dan di praktik
swasta sama. Setiap peserta Askes memilih satu puskesmas, dokter praktik, atau klinik
swasta dimana ia dan keluarganya akan berobat untuk layanan primer. Obat-obatan yang
dibutuhkan dan harga obat ini sudah diperhitungkan dalam kontrak pembayaran kapitasi.
Apabila dokter menilai perlu perawatan rujukan, maka dokter akan merujuknya ke RS
terdekat. Dalam prakteknya, khususnya di kota besar, banyak peserta yang datang ke
layanan primer hanya meminta surat rujukan ke rumah sakit. Oleh karenanya, angka
rujukan di berabgai kota reletif tinggi. Hal ini tidak menghasilkan efek layanan
berstruktur atau berjenjang yang diharapkan dapat mengendalikan biaya. Di negara maju,
layanan berjenjang, dimana layanan primer hanya disedikan oleh dokter primer, bukan
dokter spesialis, ditujukan untuk kendali biaya. Di Indonesia, karena persepsi layanan
puskesmas jelek, bahkan petugas kesehatan sendiri umumnya tidak percaya akan kualitas
layanan puskesmas, maka sistem layanan berjenjang Askes banyak yang hanya bersifat
basa-basi. Pegawai dengan golongan pangkat tinggi umumnya tidak menggunakan
layanan primer di puskesmas karena persepsi tersebut. Layanan dokter keluarga/dokter
praktik umum diharapkan dapat mendorong efisiensi. Namun, karena besaran kapitasinya
yang rendah, bukti-bukti efektifitas dan efisiensi layanan primer ini masih ditunggu.
Pelayanan kesehatan rujukan adalah pelayanan kesehatan yang diberikan melalui
sarana pelayanan kesehatan rujukan antara lain dokter spesialis, dokter gigi spesialis,
rumah sakit, dan sarana pelayanan kesehatan spesialsitik lainnya. Rawat jalan rujukan
Hal 104 

dapat diperoleh di rumah sakit terdekat, pada umumnya rumah sakit pemerintah daerah,
pusat, atau rumah sakit tentara atau Polri. Di rumah sakit, pasien Askes seharusnya
diperiksa oleh spesialis yang diperlukan. Namun dalam praktek di daerah, pemeriksaan

Askes 104 H. Thabrany


rawat jalan rujukan tidak selalu dilakukan oleh spesialis yang diperlukan karena
ketiadaan tenaga spesialis tersebut.
Apabila dalam pelayanan rujukan diperlukan pemeriksaan laboratorium,
radiologi, atau tindakan medik lain, maka dokter spesilis di rumah sakit dapat merujuk
pasien ke dokter atau sarana lainnya. Hal ini disebut rujukan II (P2). Pemeriksaan atau
tindakan medik penunjang yang ditanggung antara lain berbagai pemeriksaan
laboratorium yang diperlukan, pemeriksaan radiologi sampai CT Scan. Namun
pemeriksaan CT Scan hanya dibatasi untuk CT Scan kepala satu kali, sementara CT Scan
organ tubuh lainnya tidak dijamin.
Perawatan dengan menginap dapat dilakukan di puskesmas, rumah sakit publik,
termasuk rumah sakit tentara dan Polri, atau di rumah sakit swasta yang bersedia
melakukan kontrak dengan Askes. Pasien harus mendapatkan surat rujukan dari dokter
puskesmas. Untuk pegawai negeri golongan I dan II kelas perawatan yang diberikan
adalah kelas II di rumah sakit pemerintah. Sementara untuk untuk pegawai golongan III
dan golongan IV hak perawatan standar diberikan di kelas I. Tindakan bedah mencakup
berbagai tindakan bedah kecil sampai bedah besar seperti bedah jantung dijamin sesuai
dengan tarif yang ditetapkan Menteri yang secara peraturan, teori, harus ditanggung
sepenuhnya oleh Askes dengan tarif yang disepakati oleh RS.
Apabila peserta meminta perawatan di kelas yang lebih tinggi atau menerima obat
yang di luar daftar DPHO, maka peserta membayar kelebihan biayanya. Yang dimaksud
dengan kelebihan biaya yang menjadi tanggung jawab peserta adalah apabila peserta
mempergunakan pemeliharaan kesehatan yang melebihi standar pelayanan kesehatan.
Karena standar pelayanan ini tidak tersedia secara luas dan tidak dipahami oleh para
peserta, seringkali dalam penerimaan rawat inap—khususnya di kota besar, seorang
peserta harus membayar cukup mahal. Di masa lalu, keluhan peserta dan RS
menyampaikan bahwa biaya yang dijamin oleh PT Askes, sesuai dengan SKB Menteri,
hanya menutupi sekitar 20% biaya saja. PT Askes sendiri secara jujur mengakui bahwa
penggantian biaya sesuai SKB memang jauh dari biaya yang dibutuhkan untuk
Hal 105 

memberikan pelayanan. Pada sistem penggantian biaya rumah sakit saat itu, praktis nilai
asuransi PNS menjadi sangat kecil. Sebab dalam banyak hal, besarnya urun biaya yang
harus ditanggung peserta bisa lebih besar dari biaya yang ditanggung Askes. Kini

Askes 105 H. Thabrany


pembenahan sedang dilakukan. Biaya katastrofik seperti pengobatan jantung, kanker dan
hemodialisa sudah sepenuhnya dijamin karena Askes mendapat dana tambahan untuk
cakupan layanan katastrofik. Permenkes yang baru juga mengindikasikan perawatan
tanpa urun biaya. Namun, prilaku dokter yang tidak memahami dan tidak mau
meresepkan obat yang terjamin dalam DPHO, maka sering peserta Askes harus
mengeluarkan biaya sendiri. Selain itu, prilaku pimpinan RS yang menghitung tarif
Askes uang berbeda, jika lebih kecil, dibanding tarif RS (meskipun sama-sama ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan) menciptakan persepsi bahwa RS mensubsidi Askes dan
membenani biaya tambahan bagi peserta Askes.
Obat-obat yang diperlukan diresepkan oleh dokter rumah sakit. Pasien mengambil
obat-obat tersebut di apotik yang ditunjuk. Jika obat-obat yang diresepkan termasuk
dalam Daftar Pelafon Harga Obat (DPHO) maka pasien tidak perlu membayar lagi.
Namun apabila obat yang diresepkan tidak termasuk dalam DPHO, maka pasien harus
membayar sendiri. Dalam praktik, hal ini masih sangat sering terjadi. Meskipun daftar
obat Askes (DPHO) dikembangkan oleh tim dokter yang mempunyai keahlian klinik dan
farmakologik banyak dokter masih tidak memberikan resep dari daftar tersebut. Obat
DPHO bukanlah obat generik, akan tetapi obat yang dibutuhkan akan tetapi dapat
diberikan dengan harga yang memenuhi plafon tertentu. Bisa jadi suatu obat bermerek
lokal, mee too drug, yang oleh pasien dianggap sebagai obat paten masuk dalam DPHO.
Obat penyakit kanker yang mahal (diatas Rp 200 juta per episode pengobatan) juga
termasuk dalam daftar obat yang ditanggung Askes. Sebenarnya obat-obat yang tidak
termasuk dalam DPHO akan tetapi mutlak dibutuhkan oleh pasien masih dapat
ditanggung dengan surat keterangan dokter bahwa obat tersebut secara medis dibutuhkan.
Akan tetapi, Askes memberlakukan prosedur khusus untuk mengendalikan biaya, namun
disisi lain peserta menilai hal ini sebagai upaya mempersulit. Sebuah antibiotik mahal
bisa ditanggung untuk suatu kasus penyakit infeksi, apabila dari hasil uji sensitifitas obat
(kultur) ternyata obat tersebutlah yang bisa menyembuhkan.
Tindakan hemodialisa, cuci darah, dan transplantasi ginjal juga ditanggung oleh
Hal 106 

Askes. Hal ini tentu saja membuat biaya yang sedikit itu menjadi sangat kurang jika
sebagian besar biaya semua pelayanan harus ditanggung.

Askes 106 H. Thabrany


6. Kinerja Askes

Dalam usianya yang 43 tahun di 2011, termasuk ketika menjadi BPDPK, PT


Askes telah mengalami pasang surut yang cukup bervariasi. Sebagai Badan asuransi
sosial, perusahaan asuransi dan mungkin ke depan jadi Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial, Askes harus menunjukkan kemampuan solvabilitas keuangan yang memadai
untuk memenuhi berbagai kewajibannya. Sebagai suatu asuransi kesehatan sosial yang
pengendalian biayanya menerapkan teknik-teknik managed care, PT Askes harus mampu
mengendalikan biaya berapapun besarnya penerimaan. Jika di dalam pembahasan
mengenai iuran telah digambarkan bahwa iuran yang diterima relatif kecil bila
dibandingkan dengan kewajiban Askes untuk menanggung begitu luas pelayanan, maka
di bawah ini disajikan rasio klaim terhadap iuran dan terhadap penerimaan total.
Penerimaan PT Askes bersumber dari penerimaan iuran dan dari penerimaan investasi
dan penerimaan lain-lain. Sejak sebelum menjadi PT Askes, dana-dana cadangan teknis
dan kelebihan dana (setelah dipotong pajak penghasilan badan, tantiem atau bonus bagi
pengelola, dan dividen kepada pemerintah) disimpan dalam bentuk berbagai instrumen
investasi. Sejak tahun 2007 tidak lagi ada lagi dividen yang harus dibayarkan. Hasil
surplus digunakan untuk menyediakan medical check up bagi peserta berusia diatas 40
tahun dan pengembangan dokter primer dengan dokter keluarga/klinik praktik umtum.
Tampak pada gambar 2.1 perkembangan aset, investasi, dan cadangan teknis PT
Askes dari tahun ke tahun. Harus disadari disini bahwa berkembangnya aset dan investasi
sejak tahun 1993 antara lain juga ikut dipengaruhi oleh perkembangan bisnis asuransi
komersialnya, meskipun jumlahnya masih jauh lebih kecil dibandingkan dengan aset dan
investasi dari program sosialnya. Tampak bahwa di tahun 1993 PT Askes telah memiliki
aset sebesar Rp 400 milyar dengan investasi sebesar Rp 353 milyar. Cadangan teknis
yang dikelola pada saat itu berjumlah Rp 115 milyar. Pada tahun 1999 aset PT Askes
telah berkembang menjadi Rp 702 milyar dan investasi sebesar Rp 610 milyar. Cadangan
teknis di tahun 1999 mencapai hampir Rp 256 milyar. Melihat kinerja keuangan tersebut,
Hal 107 

Sampai tahun 1999 PT Askes masih mempunyai kinerja keuangan yang baik, yang dalam
kriteria pemeriksa pemerintah (BPK/BPKP) selalu masuk kategori sehat karena
penerimaannya selalu naik, sementara pembayaran ke fasilitas kesehatan dikendalikan
dengan tarif yang diatur oleh Menteri. Satu-satunya faktor yang menentukan penyerapan

Askes 107 H. Thabrany


klaim adalah fluktuasi utilisasi. Namun, karena jumlah peserta yang besar, maka tingkat
kestabilan utilisasi dapat dicapai sesuai hukum angka besar. Dengan demikian, kinerja
keuangan Askes hampir selalu terjadi surplus dengan rasio klaim yang berfluktuasi antar
70-98%.
Apabila dilihat dari kemampuan PT Askes mengendalikan biaya, maka
tampaknya Askes masih mampu mengendalikan biaya pelayanan. rkembangan biaya
kesehatan tersebut telah memperhitungkan berbagai upaya pengendalian biaya.
Kelambatan pertumbuhan penerimaan iuran ini dapat ditutupi dengan penerimaan lain-
lain seperti hasil investasi.
Program Askes Sosial Pegawai Negeri merupakan program asuransi kesehatan
sosial yang telah berjalan selama 43 tahun dengan kepesertaan yang relatif tidak
mengalami perubahan berarti. Di tahun 1993, setelah keluarnya perubahan kebijakan
yang tidak konsisten dengan asuransi sosial, PT Persero Askes diberikan kewenangan
untuk memperluas kepesertaan secara komersial. Sepanjang periode 1993 sampai dengan
2009, PT Askes telah mengembangkan produk asuransi komersial yang mencakup sekitar
1,5 juta peserta. Setelah keluarnya UU SJSN, Askes berkomitmen dan telah melakukan
beberapa penyesuaian dengan melepaskan program asuransi kesehatan komersial dengan
membentuk anak perusahaan. Selanjutnya PT Askes diharapkan berkonsentrasi kepada
program asuransi sosial yang diharapkan menjadi BPJS. Sajian kupasan selanjutnya
dalam laporan ini hanya berfokus pada program askes sosial.
Pada akhir tahun 2009,3 PT Askes mengelola 16,3 juta jiwa lebih yang terdiri dari
hampir 11 juta pegawai negeri aktif dan anggota keluarga, dengan maksimum dua anak
yang dijamin. Selain itu, Askes juga mengelola jaminan kesehatan bagi pensiun pegawai
negeri sipil yang berjumlah sekitar 3,8 juta jiwa, pensiun TNI/Polri yang berjumlah
sekitar 1,2 juta jiwa, veteran/perintis kemerdekaan yang kini tinggal sekitar 700 ribu jiwa,
serta tambahan program baru jaminan kesehatan untuk dokter dan bidan yang dikontrak
Pemerintah yang mencapai hampir 29 ribu jiwa.
Peserta Askes memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan karakteristik
Hal 108 

populasi umum karena peserta Askes cenderung berpendidikan lebih tinggi dan tergolong
berpenghasilan lebih baik. Hal ini dapat diamati dari distribusi peserta Askes menurut
golongan pangkat dimana hanya sekitar 35% peserta berasal dari golongan I dan II.

Askes 108 H. Thabrany


Golongan ini berhak mendapatkan perawatan di kelas II di RS publik. Sementara 65%
merupakan golongan yang relatif tinggi yaitu golongan III dan IV yang berhak dirawat di
kelas I RS publik. Dalam sistem pegawai negeri, calon pegawai yang berpendidikan
sarjana otomatis mulai bekerja sebagai pegawai golongan III. Meskipun pegawai negeri
yang tidak berpendidikan sarjana, jika telah lama bekerja dapat menduduki golongan III,
pada umumnya hanya sedikit pegawai negeri yang masuk katagori golongan III tetapi
tidak berpendidikan sarjana. Penggajian pegawai negeri sangat berkaitan dengan masa
kerja dan golongan kepangkatan. Semakin tinggi golongan, semakin besar gaji pokok dan
tunjangan yang diterima pegawai negeri. Semakin lama masa kerja dalam golongan,
semakin besar pula gaji pokok dan tunjangan pegawai negeri. Distribusi golongan
ekonomi dan pendidikan yang sangat berbeda dengan golongan penduduk pada
umumnya, menimbulkan konsekuensi perbedaan pilihan dan tingkat kepuasan layanan
kesehatan.

Tabel 1
Distribusi Peserta Askes Menurut Kelompok Pegawai dan Status Peserta, 2009

Kelompok Peserta Peserta/ Keluarga Tertanggung Proporsi


pegawai (Juta) (juta) (%)
(juta)
PNS Aktif 4,5 6,5 11,0 67,4
Pensiunan PNS 1,8 1,5 3,4 20,7
Pensiun TNI/POLRI 0,7 0,5 1,2 7,4
Veteran/perintis kemerdekaan 0,6 0,1 0,7 4,3
Tenaga PTT (dokter/bidan) 0,02 0,008 0,3 0,18
Total 7,6 8,7 16,3 100
Sumber: Laporan Tahunan Askes 2010
Hal 109 

Askes 109 H. Thabrany


Tabel 2
Distribusi Peserta Askes Menurut Golongan Kepangkatan Pegawai dan Status
Peserta, Tahun 2009

Golongan pangkat Peserta Keluarga Tertanggung Proporsi


(Juta) (Juta) (Juta) (%)
Golongan I 0,55 0,42 0,97 5,94
Golongan II 2,38 2,34 4,72 28,94
Golongan III 3,46 4,00 7,46 45,74
Golongan IV 1,27 1,89 3,16 1938
Total 7,65 8,66 16,3 100
Sumber: Laporan Tahunan Askes 2010

Jika diperhatikan sebaran usia peserta Askes, tampak bahwa peserta Askes
merupakan populasi tua yang mempunyai komposisi 30% peserta berusia diatas 55 tahun.
Hanya 2,3% peserta Askes yang berusia di bawah lima tahun. Hal ini terjadi karena
kebijakan jaminan hanya dua anak yang diterapkan ketika masa Orde Baru yang
disesuaikan dengan kebijakan dua anak cukup untuk pegawai negeri. Setelah reformasi,
kebijakan kependudukan Pemerintah tidak lagi membatasi atau berupaya membatasi
jumlah anak sampai dua saja. Undang-undang SJSN juga tidak membatasi jumlah anak
sampai dua, hanya saja pegawai harus menambah iuran jika mereka memiliki atau
menghendaki jumlah anak lebih dari dua. Akan tetapi, program Askes belum
menyesuaikan diri. Akibatnya, anak yang telah terdaftar pada umumnya anak yang sudah
berusia lebih tua. Hanya pegawai negeri baru yang memiliki anak balita yang
mendaftarkan anaknya. Sementara itu, di masa dekade terakhir Orde Baru, terjadi
penahanan pertumbuhan pegawai sehingga pegawai ngeri muda menjadi relatif sedikit.
Maka dapat dimaklumi jika hampir 60 persen peserta Askes adalah berusia 41 tahun atau
lebih. Pola distribusi usia yang tua ini menimbulkan risiko penyakit dan risiko biaya yang
berbeda
Hal 110 

Askes 110 H. Thabrany


Tabel 3
Distribusi Peserta Askes Menurut Usia dan Jenis Kelamin, Tahun 2009

Kelompok Usia Lak-laki Perempuan Jumlah Proporsi


(juta) (juta) (juta) (%)
0-5 tahun 0,20 0,17 0,37 2,28
6-25 tahun 2,17 2,06 4,23 25,94
26-40 tahun 0,93 1,37 2,30 14,08
41-55 tahun 2,13 2,37 4,50 27,58
55 + tahun 2,64 2,27 4,92 30,13
Total 8,07 8,25 16,31 100
Sumber: Laporan Tahunan Askes 2010

Angka Utilisasi dan Biaya Klaim

Dengan distribusi peserta tersebt diatas, dapat difahami jika angka utilisasi
(utilization rate) per 1.000 peserta per bulan (per mil) relatif lebih tinggi dibandingkan
angka utilisasi peserta Jamsostek atau Jamkesmas. Tabel di bawah ini menunjukkan
bahwa angka utilisasi rawat jalan primer (rawat jalan tingkat pertama) yang umumnya
masih diberikan di puskesmas, mencapi 202 per mil di tahun 2008 namun angka utilisasi
tersebut turun menjadi hanya 123 permil di tahun 2009. Penurunan ini bisa jadi karena
bias pelaporan karena puskesmas dibayar secara kapitasi, bukan klaim, sehingga tidak
ada insentif bagi puskesmas untuk melaporkan seakurat mungkin. Hal ini berbeda
dengan angka utilisasi rawat inap di puskesmas (RITP, rawat inap tingkat pertama) yang
selama tiga tahun terakhir terlihat relatif konstan pada angka 0,3 permil. Demikian juga
dengan angka rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL) atau rawat jalan sekunder yang relatif
stabil pada 50-58 permil. Variasi yang terjadi merupakna variasi normal. Angka rawat
inap tingkat lanjut, di rumah sakit, dimana pembayaran Askes berdasarkan klaim RS juga
Hal 111 

relatif stabil pada kisaran 5-5,6 per mil.

Askes 111 H. Thabrany


Tabel 4
Distribusi Angka Utilisasi Per 1.000 Peserta Per Bulan Menurut Jenis Layanan
Kesehatan di Seluruh Fasilitas Kesehatan, Tahun 2007-2009

Kelompok Layanan 2007 2008 2009

Rawat jalan primer (tingkat 189 202 123


pertama)
Rawat inap primer 0,31 0,33 0,29
(puskesmas)
Rawat jalan sekunder 56 50 45
(rujukan/tingkat lanjut)
Rawat inap tingkat lanjut 5,22 5,01 4,67
(Rumah sakit)
Sumber: Laporan Tahunan Askes 2010

Dengan pola utilisasi yang relatif stabil karena hukum angka besar yang berlaku,
Askes mampu memiliki kinerja keuangan yang baik. Namun, kinerja keuangan yang baik
bukan hanya terjadi karena stabilitas angka utilisasi (klaim), tetapi juga terjadi karena
tarif yang dibayarkan Askes kepada fasilitas kesehatan dipatok oleh Pemerintah
(Kementrian Kesehatan dan Kementrian Dalam Negeri). Apabila terjadi satuan biaya
klaim yang meningikat, maka hal tersebut dapat dipastikan terjadi karena perubahan tarif
yang ditetapkan Pemerintah. Di bawah ini disajikan rata-rata satuan klaim per episode
pengobatan secar nasional. Tampak bahwa biaya satuan klaim rawat jalan primer (RJTP)
relatif konstan di tahun 2007-2008 kemudian mengalami kenaikan di tahun 2009 yang
mencapai Rp 9.726 per pengobatan. Rendahnya biaya klaim rawat japan primer karena
rawat jalan primer dilakukan di puskesmas yang memang memiliki tarif yang sangat
rendah. Pola yang sama terjadi pada rawat jalan sekunder (spesialis/rujukan) yang
meningkat dari Rp 41.933 di tahun 2007 menjadi RP 77.331 di tahun 2009. Kenaikan ini
Hal 112 

terjadi sama dengan pla kenaikan tarif lainnya, karena memang terjadi kenaikan
pembayaran berdasarkan ketetapan Pemerintah di tahun 2009. Biaya rawat inap di
puskesmas per episode perawatan juga sangat rendah, akibat rendahnya tarif puskesmas

Askes 112 H. Thabrany


yang ditujukan untuk penduduk pada umumnya yang dipersepsi berpendapatan rendah.
Selain itu, perawatan di puskesmas umumnya hanya dilakukan oleh dokter umum,
perawat atau bidan untuk kasus-kasus ringan. Sedangkan untuk kasus yang lebih berat,
umumnya dirujuk ke RS. Oleh karenanya, tampak jelas pada tabel di bawah ini bahwa
rata-rata biaya satuan per episode klaim di RS (RITL) relatif stabil di tahun 2007-2008
dan meningkat menjadi sekitar Rp 1,5 juta di tahun 2009. Angka RKAP adalah angka
perkiraan dalam bujet Askes yang untuk semua klaim diperkirakan lebih tinggi, tetapi
kenyataannya lebih rendah dari perkiraan. Hal itu terjadi karena keterlambatan penerapan
tarif baru, akibat tertundanya Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri
Dalam Negeri.

Tabel 5
Distribusi Rata-rata Biaya Satuan (Rupiah) Klaim Layanan Kesehatan Menurut
Jenis Layanan, Tahun 2007-2009

Kelompok Layanan 2007 (Rp) 2008 (Rp) 2009 (Rp)

Rawat jalan primer (tingkat 5.751 5.366 9.726


pertama)
Rawat inap primer 131.992 134.452 165.558
(puskesmas)
Rawat jalan sekunder 41.933 44.739 77.331
(rujukan/tingkat lanjut)
Rawat inap tingkat lanjut 1.040.225 1.084.007 1.534.979
(Rumah sakit)
Sumber: Laporan Tahunan Askes 2010

Jika dirinci lebih lanjut rata-rata biaya klaim per kasus/episode perawatan di RS,
tampak bahwa biaya klaim di RS Publik (RS Pemerintah, RS TNI/POLRI, RS Khusus,
Hal 113 

dan RS Jiwa) lebih tinggi dari rata-rata biaya klaim di RS swasta. Biaya klaim di RS
khusus mengalami perubahan yang tidak berpola yang tampaknya tidak dianalisis atau
dikelompokan dengan seksama oleh Askes. Secar teori, RS Khusus seperti RS Jantung,

Askes 113 H. Thabrany


RS Kanker dll mempunyai biaya satuan klaim yang lebih tinggi dari RS publik yang
umum (general). Pola itu tampak jelas terjadi di tahun 2007 dan 2009, meskipun
perbedaannya jauh lebih kecil di tahun 2009. Perbedaan biaya per kasus di RS swasta
yang lebih kecil dapat terjadi karena RS swasta yang dikontrak Askes umumnya RS
publik nirlaba milik organisasi yang berafiliasi keagamaan, bukan RS swasta pencari laba
(for profit). Namun demikian, hal ini pun tampaknya kurang rasional, karena RS publik
milik pemerintah telah mendapat biaya investasi dan biaya operasional (gaji pegawai,
biaya obat, dll) dari anggaran pemerintah. Hal tersebut, bisa jadi karena RS swasta
nirlaba lebih efisien, atau pasien yang dirawat di RS publik milik pemerintah lebih berat.
Kajian lebih mendalam perlu dilakukan untuk memahami fenomena ini.

Tabel 6
Distribusi Biaya Klaim Rawat Inap Per Kasus Menurut Kepemilikan RS Tahun
2007-2009

Kelompok Layanan 2007 (Rp) 2008 (Rp) 2009 (Rp)

RS Publik - Pemerintah 1.008.055 1.067.214 1.450.836


RS Publik TNI/POLRI 1.291.949 1.294.515 1.555.902
RS Swasta 998.953 1.110.991 1.393.648
RS Khusus/Spesialistik 8.830.770* 1.756.865 3.191.672
RS Jiwa 1.322.726 1.262.147 1.685.148
Sumber: Laporan Tahunan Askes 2010
*) kemungkinan salah ketik

Data-data klaim perorangan Askes sayangnya belum bersih ketika laporan ini
ditulis. Berbagai kendala perolehan data klaim individu yang ada di Askes dan
pencocokan no peserta dalam data base kepesertaan dan data klaim memakan waktu
panjang. Hal ini menyebabkan pekerjaan analisis data pengalaman klaim data Askes
belum dapat disajikan lengkap disini. Diperlukan waktu cukup lama untuk pembersihan,
Hal 114 

pengecekan konsistensi, dan keakuratan data klaim Askes.

Askes 114 H. Thabrany


7. Upaya Pengendalian Biaya dan masalah yang dihadpi

Peraturan pemerintah mengharuskan badan penyelenggara, dalam hal ini PT


Askes, terus mengembangkan sistem guna memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan
pesertanya. Untuk itu, peraturan ini memberikan pedoman pembayaran fasilitas
kesehatan dan penarikan dana melalui berbagai cara seperti iuran biaya (co payment, cost
sharing), pembayaran berdasarkan jumlah peserta (sistem kapitasi), sistem
anggaran/budget, sistem tarif berdasarkan kelompok pelayanan (sistem paket), dan tarif
berdasrkan diagnosa (DRG). Oleh karenanya PT Askes telah melaksanakan berbagai uji
coba sistem pembayaran kapitasi parsial, kapitasi “total” dan pembayaran sistem paket.
Pembayaran kapitasi total yang diselenggarakan oleh Askes belumlah merupakan
pembayaran kapitasi total yang kita kenal di Amerika. Sebab pembayaran kapitasi total
yang dilakukan Askes tidak mentransfer risiko sepenuhnya kepada fasilitas kesehatan.
Dalam pembayaran sistem kapitasi total Askes, Dinas Kesehatan diberikan plafon
untuk pembayaran rawat jalan rujukan dan rawat inap. Pembayaran ke rumah sakit tetap
dilakukan oleh PT Askes. Dinas Kesehatan hanya mendapat bonus jika jumlah rujukan
tidak melampuai target tertentu. Hal ini tentu saja tidak memberikan risiko berarti bagi
Dinas Kesehatan untuk mengendalikan biaya. Selain itu, para dokter dan manajer (kepada
Dinas) juga tidak mendapat insentif yang memadai untuk mengendalikan biaya karena
biaya yang diterima Puskesmas bukanlah menjadi hak mereka. Oleh karenanya sistem
pembayaran kapitasi yang dilakukan Askes tidak memberikan pengendalian biaya yang
besar seperti yang diharapkan terjadi secara teori atau yang terjadi di negara-negara maju.
Namun demikian, sistem kapitasi ini telah memberikan penurunan tren kenaikan biaya
seperti yang dilaporkan Sulastomo.4
Upaya pengendalian biaya dengan negosiasi dengan rumah sakit dan puskesmas
atau menghimbau dokter spesialis menggunakan obat yang lebih rasional menghadapi
berbagai kendala. Salah satu kendala penting adalah bentuk badan hukum PT Persero
yang tidak sejalan dengan penyelenggaraan asuransi sosial. Sejak awal Menteri
Hal 115 

Siwabessy mengharapkan pengumpulan dana asuransi kesehatan ini bukan untuk cari
untung. Namun demikian, pendangan pengambil keputusan pemerintah hanya melihat
bahwa bentuk Persero lebih mampu meningkatkan mutu pelayanan dan menghasilkan
laba tanpa melihat misi utama asuransi sosial. Banyak RS yang mengatakan bahwa

Askes 115 H. Thabrany


“masa kami RSU harus mensubsidi PT yang mencari untung?”. Dengan pembayaran RS
yang jauh lebih rendah sehingga direktur RS harus memutar akal menutupi selisih biaya
untuk pasien Askes berarti RS mensubsidi Askes. Sementara PT Askes terus
membukukan laba. Hal ini yang menimbulkan kecemburuan di kalangan pengelola RS
pemerintah. Sementara itu, laba yang diperolah Askes tidak dirasakan manfaatnya oleh
peserta padahal peserta setiap bulan gaji peserta dipotong sebagai iuran. Sama halnya
dengan Jamsostek, bentuk Persero ini merupakan bentuk yang tidak konsisten sebagai
pengelola asuransi sosial. Seharusnya laba yang diterima menjadi hak peserta bukan hak
pemerintah, sebagai pemegang saham. Ketidak sesuaian ini sebenarnya dapat
diselesaikan apabila PP yang mengatur PT Askes, meskipun berbentuk Persero,
disebutkan khusus sebagai lembaga not for profit. Contoh hal ini terdapat di Filipina
dimana the Philippine Health Insurance Corporation jelas-jelas disebutkan sebagai
lemaba nirlaba.

1
Historical Development PT (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia. PT Askes. Jakarta, 1995
2
Thabrany, H. Pegawai Negeri Memang Lebih Kaya. Kompas 1996.
3
Annual Report, PT Askes Indonesia. PT Akse Indonesia, Jakarta. Diakses dari www.ptaskes.com pada
tanggal 10 Agustus 2010.
4
Sulastomo. Sistem Pembayran Kapitasi di PT Askes. Dalam Thabrany H dan Hidayat B (Ed).
Pembayaraan Kapitasi. FKMUI, Depok, 1998.

Hal 116 

Askes 116 H. Thabrany


Bab IV
Jaminan Kesehatan Jamsostek

1. Pendahuluan

Program Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) merupakan suatu program jaminan yang
diselenggarakan pemerintah untuk memenuhi Konvensi ILO (International Labour Organization)
tentang hak-hak tenaga kerja yang meliputi program jaminan hari tua (JHT), jaminan kematian
(JKM), jaminan kecelakaan kerja (JKK), dan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK). Meskipun
Indonesia tidak meratifikasi konvensi international tersebut yang sudah disepakati hampir setengah
abad yang lalu, Indonesia berkewajiban memenuhi hak-hak tenaga kerja. Dalam pemenuhan hak-hak
tenaga kerja tersebut, Indonesia telah mengeluarkan UU No.3/1992 tentang Jamsostek. Undang-
undang ini dikeluarkan dalam waktu hanya semingga setelah UU No. 2/92, tentang asuransi yang
secara eskplisit memberikan ijin kepada perusahaan asuransi jiwa dan kerugian untuk menjual produk
asuransi kesehatan. Kini setelah ada UU 40/04, Program Jamsostek harus disesuaikan dengan UU
baru tersebut. Beberapa kendala masih dihadapi, antara lain adanya pihak-pihak yang menginginkan
UU Jamsostek diamenden tersendiri, terpisah dari UU 40/04, meskipun dalam Amanat Presiden tahun
2003, ketika DPR berinisitatif untuk mengamendemen UU Jamsostek, Presiden sudah menjawab
bahwa isi amademen UU Jamsostek sama dengan RUU SJSN ketika itu, dan karenanya menetapkan
UU SJSN sudah sekaligus merevisi pengaturan Jamsostek.
Program jaminan sosial merupakan program yang diselenggarakan oleh semua negara maju di
dunia dan merupakan program pemerintah dalam rangka ketahanan nasional dalam bidang sosial.
Luusnya program jaminan sosial (dalam artian manfaat jaminan dan penduduk yang dijamin)
tergantung dari kemampuan ekonomi dan kemampuan umum suatu negara. Organisi tenaga kerja
dunia dalam Konvensi Jaminan Sosial No 102/52 menetapkan sembilan macam program yang
merupakan bagian dari jaminan sosial, yaitu: (1) pemeliharaan kesehatan, (2) tunjangan sakit, (3)
jaminan hamil dan bersalin (maternity benefit), (4) santunan kecelakaan kerja, (5) tunjangan cacat, (6)
tunjangan kematian, (7) tunjangan hari tua, (8) santunan pengangguran, dan (9) tunjangan keluarga.
Hal 117 

Secara umum Indonesia sudah hampir memenuhi kesembilan program tersebut, hanya saja beberapa
program digabung menjadi satu, misalnya pemeliharaan kesehatan, tunjangan sakit, dan maternitiy
sesungguhnya sudah dicakup dalam satu program jaminan kesehatan. Istilah program JPK yang

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


digunakan memang tidak lepas dari pengaruh Departemen Kesehatan yang pada saat yang sama
mencoba mengembangkan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM) yang
bersifat komersial. Namun, setelah keluarnya UU SJSN dan akan diubahnya UU Kesehatan, maka
terjadi perubahan istilah. Dalam UU SJSN digunakan istilah “jaminan kesehatan” yang lebih ringkas
dan mudah difahami masyarakat banyak.
Program Jamsostek wajib diikuti oleh seluruh pemberi kerja (perusahaan, dalam artian
seluruh lembaga yang menjalin hubungan ketenaga-kerjaan termasuk diantranya lembaga seperti
yayasan, rumah sakit, sekolah, lembaga swadaya masyarakat, dsb.). Untuk tahap pertama (tetapi
berlangsung sudah 14 tahun) program ini hanya diwajibkan kepada pemberi kerja atau majikan yang
memiliki 10 orang karyawan atau lebih, atau membayar upah lebih dari Rp 1 juta per bulan. Jadi
pemberi kerja yang hanya memiliki empat orang karyawan tetapi membayar upah (bukan gaji pokok,
tetapi take home pay) lebih dari Rp 1 juta untuk keempat karyawan tersebut, wajib mengikut sertakan
tenaga kerjanya pada program Jamsostek. Akibatnya, cakupan dan manfaat yang dijamin JPK
Jamsostek kurang memadai lagi. Itulah sebabnya, di tahun 2002 para tokoh lama Jamsostek sekalipun,
seperti almarhum Indra Hattari, Sulastomo, dan Sentanoe berusaha meyakinkan banyak pihak bahwa
UU Jamsostek sudah tidak memadai lagi dan perlunya UU SJSN.
UU Jamsostek dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah No 14/93 yang menjabarkan lebih
lanjut tentang program secara rinci. Lebih lanjut, pasal-pasal dalam PP tersebut dijabarkan dengan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 5/93 dan kemudian diatur pula dengan berbagai SK Menaker
yang akan dibahas kemudian. Dalam UU No 2/92 tidak disebutkan bahwa penyelenggara program
Jamsostek adalah PT (Persero) Jamsostek. Penunjukkan PT Jamsostek sebagai badan penyelenggara
adalah berdasarkan PP No 36/95. Sebelum PP ini dikeluarkan penyelenggaraan Jamsostek
dilaksanakan oleh PT Astek yang merupakan pendahulu PT Jamsostek. Dalam UU SJSN, PT
Jamsostek disebut sebagai salah satu BPJS (Badan Peyelenggara Jaminan Sosial) yang harus
menyesuaikan diri dengan UU SJSN paling lambat lima tahun setelah UU SJSN dikeluarkan.
Ketentuan yang kemudian diuji materi, karena dinilai monopolistik, sampai Juni 2011 RUU BPJS
masih dibahas di DPR. Sudah disepakati bahwa BPJS bukan lagi PT Persero dan hanya ada satu BPJS
yang mengelola jaminan kesehatan. Yang masih diperdebatkan adalah bagaimana proses transformasi
program JPK Jamsostek menjadi program Jaminan Kesehatan Nasional dan bagaimana proses
transformasi kelembagaan. Diharapkan akhir Juli 2011, semua itu akan telah selesai dirumuskan.

2. Manfaat Program Jaminan Kesehatan Jamsostek


Hal 118 

Pelayanan Rawat Jalan Primer (Tingkat Pertama)


Pelayanan rawat jalan tingkat pertama meliputi:

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


1. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter umum, pemeriksaan dan pengobatan
oleh dokter gigi (penambalan, pencabutan, perawatan syaraf gigi, dan
pembersihan karang gigi)
2. Pemeriksaan penunjang diagnostik sederhana (darah lengkap, urin lengkap, dahak
pada kasus TBC, foto rontgen dada, foto rontgen gigi, dan tes kehamilan)
3. Tindakan medis sederhana yang dapat dilakukan oleh dokter umum maupun
dokter gigi
4. Pemberian obat-obatan/resep obat sesuai dengan indikasi medis mengacu ke
Standar Obat JPK
5. Pelayanan Keluarga Berencana (alat kontrasepsi dalam rahim/IUD, Pil KB dan
suntik KB)
6. Pelayanan KIA: pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan bayi dan balita, pemberian
imunisasi dasar (BCG, DPT, Campak, Polio, Hepatitis B)

Prosedur Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama


1. Peserta yang membutuhkan pelayanan kesehatan wajib mengunjungiPPK I sesuai
pilihan peserta yang tercantum pada Kartu Pemeliharaan Kesehatan (KPK)
2. Peserta mendaftarkan diri pada petugas (loket) di Fasilitas Kesehatan tingkatI
sesuai poli yang dituju (poli Umum/Gigi/KIA)
3. Peserta menunggu giliran untuk mendapat pelayanan pada tempat yang tersedia
sesuai urutan pendaftaran
4. Jika dokter menganggap perlu untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium
sederhana atau tindakan medis maka pemeriksaan laboratorium sederhana atau
tindakan medis dapat dilakukan di tempat (bila Fasilitas Kesehatan tingkat I
menyediakan dan mampu memberikan layanan tersebut) atau di rujuk ke
laboratorium maupun Rumah sakit yang ditunjuk
5. Jika peserta mendapat resep, peserta menyerahkan resep tersebut pada petugas
(loket) di Ruang Obat dan menunggu giliran untuk mendapatkan obat
6. Jika dokter memberikan resep obat yang tidak tersedia (pada penyakit
kronis/degeneratif) di Ruang Obat Fasilitas Kesehatan I, maka peserta harus
Hal 119 

mengambil obat tersebut ke Apotek terdekat yang ditunjuk dengan membawa


resep

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


7. Jika dokter Fasilitas Kesehatan I menganggap perlu untuk pemeriksaan lebih
lanjut, maka peserta melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan membawa surat
rujukan ke Rumah Sakit yang ditunjuk

Pelayanan Rawat Jalan Sekunder (Tingkat Lanjut)


Pelayanan rawat jalan tingkat II (lanjutan) meliputi:
1. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter spesialis
2. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis termasuk tindakan
operasi ODC (One Day Care)
3. Pemberian resep obat sesuai dengan indikasi medis mengacu standar obat JPK
Jamsostek
4. Pemeriksaan penunjang diagnostik lanjutan sesuai indikasi medis yang mencakup:
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, pemeriksaan patologi anatomi,
mikrobiologi, pemeriksaan Elektromedik antara lain (EEG, ECG, EMG USG, CT
Scaning, Pemeriksaan Endoscopy dan sejenisnya), dan fisioterapi

Prosedur Pelayanan Rawat Jalan Di Rumah Sakit


1. Pasien yang memerlukan rawat jalan tingkat lanjut mendaftar di loket rawat jalan
spesialis di RS yang ditunjuk dengan membawa surat rujukan dari Fasilitas
Kesehatan I berikut KPK asli disertai fotokopinya
2. Pasien akan menunggu panggilan pada poli dokter spesialis yang dituju sesuai
surat rujukan
3. Pasien akan mendapat pemeriksaan/ tindakan sesuai indikasi medis dan menerima
resep dari dokter spesialis untuk diambil pada apotek yang ditunjuk
4. Bila pasien memerlukan pemeriksaan penunjang diagnostik, maka akan berlaku
prosedur Pelayanan Pemeriksaan Penunjang Diagnostik.
5. Setiap selesai pemeriksaan/tindakan, maka dokter spesialis akan mengisi formulir
jawaban rujukan (pasien meminta dokter mengisi jawaban rujukan) berupa:
a. Diagnosis penyakit yang sudah ditegakkan,
b. Obat/tindakan yang sudah diberikan
Hal 120 

c. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan


d. Tanggal kembali bila masih diperlukan kontrol ulang
e. Paraf dokter beserta stempel RS

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


Penggunaan Surat Rujukan
1. Surat rujukan dapat digunakan untuk diagnosis yang sama, maksimum 4 kali
dalam 1 (satu) bulan, bila pemeriksaan dan pengobatan belum selesai
2. Bila pemeriksaan atau pengobatan dianggap telah selesai atau penggunaan surat
rujukan sudah mencapai 4 kali dalam 1 (satu) bulan, dokter spesialis harus
mengisi jawaban rujukan. Pasien meminta kepada dokter spesialis untuk
menuliskan tanggal harus kembali pada tempat yang sudah tersedia, bila
diperlukan pelayanan lanjutan setiap kali selesai pemeriksaan
3. Pasien membuat fotocopy surat rujukan (sebanyak 2 kali) yang sudah diisi tanggal
berkunjung kembali setiap kali akan berobat ke dokter spesialis
4. Bila penyakit masih berlanjut sehingga membutuhkan ulangan lebih dari 4 kali,
maka peserta harus membawa surat rujukan baru dengan cara mengunjungi
Fasilitas Kesehatan I pilihan peserta dengan membawa surat rujukan terdahulu
yang telah diisi jawabannya oleh dokter spesialis untuk dibuatkan surat rujukan
baru oleh Dokter Fasilitas Kesehatan I
5. Surat rujukan ulangan hanya dapat digunakan untuk penyakit dengan diagnosis
yang sama
6. Untuk rujukan diagnosis penyakit berbeda harus dibuatkan surat rujukan baru

Hal 121 

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit
1. Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit meliputi kamar perawatan kelas II (dua)
rumah sakit umum pemerintah atau kelas III (tiga) di rumah sakit
TNI/Polri/BUMN/Swasta.
2. Lama hari rawat ditanggung maksimum 60 hari/kasus/tahun kalender, termasuk
20 hari/kasus/tahun kalender untuk perawatan khusus
3. Visite dokter yang merawat maksimum 1x sehari
4. Konsultasi dokter spesialis yang diperlukan secara medis
5. Pemberian obat-obatan sesuai indikasi medis yang merujuk pada standar obat
JPK Jamsostek
6. Pemeriksaan penunjang diagnostik seperti laboratorium, rontgen, elektromedis,
dan patologi
7. Tindakan Medis
8. Perawatan khusus (ICCU, ICU, HCU,NICU, dan ICU Anak)
9. Operasi sesuai klasifikasi operasi dengan penyetaraan setinggi-tingginya setara
dengan operasi besar
10. Alat Kesehatan tidak habis pakai (Pin, Plate, Screw, korset, collar neck, Intra
Ocular Lens, Double J, peritoneal stein, dan jaring untuk hernia) ditanggung oleh
Jamsostek sebesar 60% nilai barang, atau setinggi-tingginya Rp 500.000,-
sisanya ditanggung oleh peserta

Prosedur Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit


1. Pasien yang membutuhkan perawatan inap atas sesuai indikasi medis akan
mendapatkan surat perintah rawat inap dari dokter spesialis RS atau dari UGD
2. Surat perintah rawat inap akan ditindak lanjuti dengan mendatangi bagian
pendaftaran untuk konfirmasi ruangan sesuai hak peserta dengan membawa KPK
asli dan fotocopy sehingga peserta bisa langsung dirawat
3. Bila ruang perawatan sesuai hak peserta penuh, maka ybs berhak dirawat 1 (satu)
kelas diatas/dibawah haknya. Selanjutnya peserta dapat pindah menempati kamar
Hal 122 

sesuai haknya dan bila terdapat selisih biaya yang timbul maka peserta membayar
selisih biaya perawatan

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


4. Bagian Pendaftaran rawat inap di RS akan menerbitkan Surat Keterangan
Perawatan RS dan selanjutnya akan diteruskan ke Kantor Cabang Jamsostek dapat
melalui faksimil agar segera dapat diterbitkan surat jaminan rawat inap
5. Bidang Pelayanan atau Bidang Pelayanan JPK Kantor Cabang Jamsostek akan
menerbitkan Surat Jaminan Rawat Inap berdasarkan Surat Keterangan Perawatan
RS dan akan dikirim melalui faksimil ke RS. Surat jaminan harus sudah diurus
selambat-lambatnya 2x24 jam terhitung peserta rawat inap di rumah sakit
6. Bila pasien membutuhkan pemeriksaan penunjang diagnostik lanjutan atau
tindakan medis, maka yang bersangkutan harus menandatangani Surat Bukti
Pemeriksaan dan Tindakan setiap kali dilakukan
7. Setiap selesai rawat inap, peserta/orangtua peserta bersangkutan harus
menandatangani Surat Bukti Rawat Inap dan pasien akan mendapatkan perintah
untuk kontrol kembali ke spesialis yang bersangkutan
8. Pasien akan membawa surat perintah kontrol kembali dari dokter spesialis ke
dokter Fasilitas Kesehatan I untuk mendapatkan Surat Rujukan Fasilitas
Kesehatan I ke dokter spesialis di RS yang ditunjuk.
9. Selanjutnya berlaku prosedur rawat jalan dokter spesialis di RS
10. Jawaban rujukan dari dokter spesialis dapat diberikan kembali kepada dokter
keluarga di Fasilitas Kesehatan I

Pelayanan Persalinan
Pelayanan persalinan meliputi:
1. Persalinan normal, diberikan dalam bentuk pelayanan kesehatan di sarana
pelayanan kesehatan yang ditunjuk atau bantuan tunai maksimum sebesar Rp.
500.000,- per persalinan
2. Pelayanan persalinan dengan risiko tinggi: persalinan yang disertai penyulit atau
kelainan yang berpotensi meningkatkan risiko kematian ibu dan janin.
3. Manfaat diberikan dalam bentuk pelayanan meliputi:
a. Kamar perawatan untuk ibu dan bayi di kelas II RS pemerintah atau kelas
III RS TNI/Polri/BUMN/Swasta, maksimum 5 hari
Hal 123 

b. Tindakan persalinan
c. Visite dokter yang merawat maksimum 1x per hari
d. Konsultasi dokter spesialis sesuai kebutuhan medis
e. Pemeriksaan penunjang diagnostik
JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany
f. Pemberian obat-obatan sesuai indikasi medis mengacu ke Standar Obat
JPK Jamsostek

Prosedur Pelayanan Persalinan


Kehamilan Normal:
1. Peserta yang membutuhkan pemeriksaan kehamilan mengunjungi Fasilitas
Kesehatan I Bersalin sesuai pilihan peserta yang tercantum pada Kartu
Pemeliharaan Kesehatan (KPK).
2. Peserta mendaftarkan diri pada petugas (loket) di atau Fasilitas Kesehatan I pada
poli Umum KIA.
3. Peserta menunggu giliran pada tempat yang tersedia sesuai urutan pendaftaran
4. Mendekati waktu persalinan (setelah enam bulan kehamilan) peserta harus
melakukan pemeriksaan pada Bidan atau dokter sesuai pilihan peserta
5. Persalinan pada Rumah Bersalin (RB) dilakukan untuk kehamilan dan persalinan
normal dengan pertolongan dokter umum atau bidan

Kehamilan dengan Kelainan (Risiko Tinggi):


1. Bila hasil pemeriksaan kehamilan, ternyata dengan risiko tinggi (terdapat
kelainan) seperti menderita penyakit darah tinggi, kencing manis, asthma berat,
letak sungsang, placenta previa totalis atau plasenta letak rendah, panggul sempit
dan lain-lain, peserta akan dirujuk oleh dokter Fasilitas Kesehatan I/bidan pada
Rumah Bersalin ke Rumah Sakit yang ditunjuk
2. Untuk selanjutnya pemeriksaan kehamilan harus dilakukan di Rumah Sakit yang
ditunjuk dengan mengikuti prosedur rawat jalan lanjutan di rumah sakit, serta
dapat melahirkan di rumah sakit yang ditunjuk
3. Proses persalinan pada kehamilan risiko tinggi dapat berlangsung normal atau
dengan tindakan seperti induksi, penggunaan vacum atau forcep, bahkan operasi

Pelayanan Khusus
Cakupan pelayanan khusus meliputi:
Hal 124 

1. Bantuan Pengadaan Kacamata. Penerima manfaat terbatas hanya Tenaga Kerja


(TK). Syarat untuk mendapatkan bantuan kacamata; memiliki kelainan refraksi
yang ditunjukkan dengan resep dokter spesialis mata/dokter yang berwenang
mengeluarkan resep kacamata. Penggantian kacamata maksimum sebesar

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


Rp.200.000,-. Penggantian lensa maksimum 1 kali dalam 2 (dua) tahun sebesar
Rp. 80.000,-. Penggantian bingkai maksimum 1 kali dalam 3 (tiga) tahun sebesar
Rp. 120.000,-
2. Bantuan gigi palsu. Penerima manfaat terbatas hanya Tenaga Kerja (TK). Syarat
untuk mendapatkan bantuan gigi palsu: mempunyai indikasi medis yang
diterangkan oleh dokter gigi sebagai lanjutan perawatan yang telah dilakukan
sebelumnya. Jangka waktu pemberian manfaat: 1 kali dalam 3 tahun. Gigi palsu
yang dijamin adalah jenis lepasan (removable) dengan bahan acrylic. Penggantian
gigi tiruan rahang atas dan bawah maksimum Rp.204.000 per rahang atau
Rp.408.000,- kedua rahang dengan perincian biaya pemasangan plat gigi pertama
sebesar Rp. 100.000,- per rahang, selanjutnya Rp. 8.000,- per gigi.
3. Alat Bantu dengar (hearing aid). Penerima manfaat terbatas hanya Tenaga Kerja
sesuai indikasi medis, dengan ketentuan penggantian biaya pembelian dan
pengadaan alat bantu dengar maksimum Rp. 300.000,-. Penggantian alat bantu
dengar maksimum 1 kali dalam 3 (tiga) tahun
4. Kaki/tangan palsu. Penerima manfaat hanya Tenaga kerja sesuai indikasi medis
dengan ketentuan: a. Prothesa anggota gerak atas (tangan) maks. Rp. 350.000,-, b.
Prothesa anggota gerak bawah (kaki) maks. Rp. 500.000,-, dan c. Penggantian
berikutnya hanya dilakukan setelah 3 (tiga) tahun pembuatan pertama.
5. Mata Palsu. Penerima manfaat hanya Tenaga Kerja sesuai dengan indikasi medis
dengan ketentuan biaya mata palsu ditetapkan maksimum Rp. 300.000,-.
Penggantian berikutnya hanya dilakukan setelah 3 (tiga) tahun setelah pembuatan
mata palsu pertama.

Hal 125 

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


Prosedur Pelayanan Khusus
1. Pasien yang memerlukan pelayanan khusus (kacamata, gigi palsu, mata palsu, alat
bantu dengar, alat bantu gerak tangan dan kali) harus membawa resep/surat
keterangan dari dokter spesialis untuk dilegalisasi pada Kacab Jamsostek
setempat.
2. Bila Kacab pelayanan setempat mempunyai kerjasama dengan Optik maka peserta
dapat mengambil alat tersebut pada optik yang ditunjuk.
3. Pengambilan orthesa maupun prothesa, bila pada wilayah kerja Kacab pelayanan
setempat tidak bekerjasama dengan Optik atau toko kesehatan maka peserta
membeli dahulu pada optik atau toko alat kesehatan.
4. Pasien akan mengajukan klaim ke Jamsostek dengan melampirkan kwitansi
pembelian alat, surat rujukan dan fotocopy KPK.
5. Kacab Jamsostek akan menggantikan biaya pelayanan khusus sesuai plafon biaya
sebagaimana diatur melalui Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Pelayanan Emergensi
Kriteria Emergensi sesuai indikasi medis:
1. Kecelakaan/Ruda Paksa yang bukan kecelakaan kerja, contoh kasus: Trauma
kepala, patah tulang terbuka/tertutup, luka robekan/sayatan pada kulit/otot
2. Serangan jantung, contoh kasus: henti irama jantung, irama jantung yang
abnormal, nyeri dada akibat penyempitan/penutupan pembuluh darah jantung
3. Panas tinggi diatas 39 derajat Celsius atau disertai kejang demam, contoh kasus:
kejang demam
4. Perdarahan hebat, contoh diagnosis: Trauma dengan perdarahan hebat,
muntah/berak darah, abortus (keguguran) , Demam Berdarah Dengue Grade
dengan komplikasi perdarahan
5. Muntaber disertai Dehidrasi sedang s/d berat, contoh kasus: Kholera,
Gastroenteritis akut dengan dehidrasi sedang/berat, mual dan muntah pada ibu
hamil disertai dehidrasi sedang/berat
Hal 126 

6. Sesak Napas, contoh kasus: Asma sedang/berat dalam serangan, infeksi paru berat
7. Kehilangan kesadaran, contoh kasus: Ayan/epilepsy, Syok/pingsan akibat
kekurangan cairan, gangguan fungsi jantung, alergi berat, infeksi berat
8. Nyeri kolik, contoh kasus: kolik abdomen, kolik renal, kolik ureter, kolik uretra
JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany
9. Keadaan gelisah pada penderita gangguan jiwa

Cakupan Pelayanan Emergensi/Gawat Darurat meliputi:


1. Pemeriksaan dan pengobatan
2. Penunjang diagnostik dan tindakan medis sesuai dengan indikasi medis
3. Pelayanan rujukan rawat inap
4. Pemberian obat untuk waktu terbatas minimal 1 (satu) hari dan diberikan oleh
pelaksana pelayanan kesehatan (PPK)

Prosedur pelayanan emergensi (darurat)


1. Pasien yang memenuhi kriteria emergensi atas indikasi medis dapat berkunjung ke
Unit Gawat Darurat (UGD) RS dan membawa KPK asli.
2. Sementara pihak RS menangani pasien, keluarga mengurus administrasi di loket
pendaftaran/dibagian Emergensi.
3. Dokter UGD akan memeriksa pasien dan memberikan pertolongan
pertama/melakukan tindakan medis serta memberikan resep minimum 1 (satu)
hari dan maksimum 3 (tiga) hari
4. Bila pasien belum sembuh, maka yang bersangkutan harus kembali ke Fasilitas
Kesehatan I yang ditunjuk/pilihan untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut
atau Fasilitas Kesehatan I akan merujuk ke dokter spesialis sesuai indikasi medis
(bukan atas permintaan pasien sendiri). Pelayanan lanjutan tersebut harus
mengikuti prosedur rawat jalan spesialis di Fasilitas Kesehatan II/RS
5. Bila pasien memerlukan perawatan setelah observasi di UGD, maka pihak Rumah
Sakit akan mendaftarkan pasien sebagai pasien rawat inap
6. Selanjutnya berlaku prosedur rawat inap
Hal 127 

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


Pelayanan Pemeriksaan Penunjang
Prosedur Pelayanan Pemeriksaan Penunjang
1. Pasien yang memerlukan pemeriksaan penunjang diagnostik, membawa perintah
pemeriksaan dari Fasilitas Kesehatan I atau dokter spesialis disertai dengan
fotocopy KPK ke bagian penunjang diagnostik tujuan.
2. Pembuatan jaminan persetujuan pemeriksaan penunjang diagnostik diperlukan
untuk beberapa penunjang diagnostik tertentu, antara lain untuk pemeriksaan
penunjang diagnostik CT Scan, echocardiografi, endoscopy, radiologi disertai zat
kontras, treadmill, USG.
3. Poli penunjang diagnostik tujuan melakukan pemeriksaan sesuai permintaan
dokter spesialis.
4. Pasien akan menandatangani formulir Bukti Pemeriksaan dan Tindakan setelah
selesai pemeriksaan.
5. Hasil pemeriksaan penunjang disampaikan kembali ke Fasilitas Kesehatan I atau
ke dokter spesialis.

Pelayanan Farmasi
Prosedur Pelayanan Farmasi
Pasien berhak mendapatkan resep dari dokter spesialis atau dokter Fasilitas
Kesehatan I dengan ketentuan:
1. Resep dokter spesialis di Rumah Sakit harus sesuai dengan indikasi medis dan
diagnosis pasien.
2. Khusus Fasilitas Kesehatan I dokter dapat memberikan resep obat apabila Fasilitas
Kesehatan I tidak menyediakan obat atau khusus untuk penyakit
kronik/degeneratif yang kontrol rutin di dokter spesialis, seperti penyakit TBC
paru dan dapat diberikan resp untuk 1 (satu) bulan dengan pemberian obat 3 (tiga)
kali dengan jarak waktu 10 (sepuluh) hari.
3. Pasien yang mendapatkan resep dari Fasilitas Kesehatan yang ditunjuk, pada
kasus emergensi (maksimum3 hari) atau rawat inap atas indikasi medis.
Hal 128 

4. Pasien Rawat Jalan yang mendapat resep dari dokter akan membawa resep
tersebut beserta fotocopy surat rujukan, fotocopy KPK, ke apotek yang ditunjuk

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


5. Pasien Rawat Inap yang mendapat resep dari dokter akan membawa resep
tersebut beserta fotocopy surat jaminan rawat inap, fotocopy KPK, ke apotek yang
ditunjuk
6. Petugas apotek akan menerima resep.
7. Untuk resep sesuai dengan standar obat JPK Jamsostek, petugas apotek akan
langsung memberikan obat tersebut kepada peserta, dengan mengutamakan obat
generik terlebih dahulu..
8. Bila resep obat diluar standar, maka obat akan disetarakan dengan obat standar
Program JPK Jamsostek yang mempunyai kandungan zat berkhasiat (nama
generik) sama dengan obat yang diresepkan.
9. Bila resep obat tersebut harganya lebih murah daripada standar obat JPK
Jamsostek langsung diberikan kepada peserta.
10. Bila resep obat tersebut harganya lebih mahal dari standar obat JPK Jamsostek
dan peserta tidak mau diganti obatnya sesuai dengan obat yang sama generiknya,
maka peserta harus membayar selisih biaya obat tersebut langsung di Apotek.
11. Bila resep obat dokter spesialis tidak mempunyai nama generik yang sama dengan
obat standar JPK Jamsostek, maka obat tersebut akan disetarakan dengan obat
yang kelas terapinya sama dengan obat standar JPK Jamsostek dan peserta akan
membayar selisih harga obat langsung di apotek.
12. Pasien akan mengambil obat pada apotek yang ditunjuk dan menambah selisih
biaya langsung di apotek bila terjadi sesuai keadaan sebagaimana diatas.

Prosedur Pelayanan Klaim Perorangan


Peserta dapat mengajukan klaim perorangan hanya pada kasus sebagai berikut:
1. Kasus Emergensi (Kegawat-daruratan atas indikasi medis) sesuai kriteria
emergensi.
2. Persalinan Normal di luar jaringan fasilitas kesehatan.
3. Persalinan penyulit dengan tindakan elektif/terencana (tindakan sudah diketahui
sebelumnya), antenatal care (Pemeriksaan masa hamil) dan atau persalinan
dilakukan di luar jaringan Fasilitas Kesehatan diberi bantuan sebesar maksimal
Hal 129 

sesuai persalinan normal Rp. 500.000,- (sesuai Permenakertrans Nomor PER-


12/VI/2007).
4. Pelayanan Khusus; gigi palsu, mata palsu, alat bantu dengar, prothesa anggota
gerak tangan dan kaki.
JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany
5. Peserta mengajukan klaim disertai dokumen pendukung sebagai syarat klaim yang
telah ditetapkan oleh Jamsostek.
6. Jamsostek melakukan pemeriksaan terhadap berkas yang diterima, berkas klaim
yang belum lengkap akan dikembalikan berikut catatan kekurangan berkas.
7. Bila dianggap sudah memenuhi syarat maka klaim dapat diproses.
8. Apabila setelah dilakukan verifikasi ternyata ada hal tertentu yang tidak dapat
diproses (kurangnya informasi berkas klaim), maka Bidang Jaminan/Bidang JPK
Jamsostek akan menginformasikan melalui surat pemberitahuan atau telepon
kepada peserta melalui perusahaan.
9. Jamsostek melaksanakan pembayaran disertai dengan rincian pembayaran sesuai
ketentuan setelah proses verifikasi klaim selesai.

4. Kinerja Jaminan Kesehatan Jamsotek

Kepesertaan
Program Jamsostek sebagaimana dijabarkan sebelumnya telah berlangsung selama 17
tahun dengan jumlah peserta yang relatif kecil dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja di
sektor formal yang menjadi target program Jamsostek. Hal ini terjadi karena sifat kepesertaan
program JPK Jamsostek yang dalam UU 3/92 seharusnya wajib bagi semua perusahaan,
dijadikan wajib bersyarat (opt out) dalam Peraturan Pemerintah nomor 14/1993 yang sampai
kini tidak pernah diubah. Dalam PP tersebut, pemberi kerja yang dapat memilih memberikan
jaminan kesehatan melalui cara lain, diluar mendaftar kepada Jamsostek, asalkan manfaat
yang disediakan lebih baik dari yang disedikan Jamsostek. Akibatnya kurang dari 10% tenaga
kerja yang didaftarkan melalui Jamsostek. Kelemahan kedua adalah bahwa batas atas upah,
ceiling, untuk penghitungan iuran sejak tahun 1993 tidak pernah disesuaikan yaitu tetap Rp
1.000.000 sehingga iuran yang diterima Jamsostek relatif rendah. Sebagaimana tampak dalam
Tabel 1, di tahun 2009 hanya 1,9 juta pekerja (baik pekerja lajang maupun pekerja
berkeluarga) yang didaftarkan dalam program JPK Jamsostek. Seharusnya, sesuai perintah
UU SJSN, program ini sudah disesuaikan paling lambat 19 Oktober 2009 sehingga perluasan
Hal 130 

peserta dapat dilakukan. Hal ini menunjukkan buruknya kinerja Pemerintahan dalam
melindungi tenaga kerja swasta atau tenaga kerja mandiri (yang tidak menerima upah).

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


Tabel 1 Perkembangan Jumlah Peserta JPK Jamsostek Tahun 2003-2009

KEPESERTAAN Perkembangan Peserta JPK Jamsostek


2005 2006 2007 2008 2009
Perusahaan 22.394 25.749 28.967 35.160 41.398
Tenaga Kerja Lajang 527.408 519.083 659.211 823.285 695.309
Tenaga Kerja Berkeluarga 738.403 767.250 948.503 1.089.759 1.176.113
Jumlah anggota keluarga 1.603.157 1.777.487 1.989.463 2.279.417 2.531.103
Jumlah Tertanggung Total 2.868.968 3.063.820 3.597.177 4.192.461 4.402.525

Angka Utilisasi dan Biaya Klaim


Meskipun laporan Jamsostek menggunakna kompilasi data berbagai kantor
cabang/wilayah, angka utilisasi dan klaim secara lebih rinci menurut jenis fasilitas kesehatan
dan jenis layanan medis dapat disajikan. Dalam program Askes hal ini belum terwujud.
Adapun pengalaman klaim Jamsostek adalah sebagaimana tercantum dalam Tabel berikut.

Tabel 2 Perkembangan Jumlah Utilisasi Progrtam Jamsotek Tahun 2005-2009


Menurut Jenis Layanan Kesehatan

JENIS Jumlah Kunjungan (Kasus)


PELAYANAN
KESEHATAN 2005 2006 2007 2008 2009
RAWAT JALAN TK. I
Dokter Umum 4.135.419 4.573.514 4.818.302 4.676.704 6.133.675
Dokter Gigi 269.068 295.436 315.092 551.537 457.688
Obat-obatan/Resep 3.673.757 4.355.594 4.552.467 4.501.934 5.944.247
Penunjang Diagnostik
Sederhana 39.495 37.538 40.417 190.015 62.129
Tindakan Medis Umum 43.783 50.107 51.484 162.980 170.341
Tindakan Medis Gigi 54.629 62.668 61.324 182.847 164.815
Persalinan 59.665 62.213 58.862 53.687 63.524
- Jumlah hari rawat 123.694 121.764 115.028 99.103 110.286
Keluarga Berencana 210.382 222.724 236.335 334.159 615.966
Immunisasi 36.462 33.348 32.916 146.784 47.116
Sub Total 8.522.660 9.693.142 10.167.199 10.800.647 13.769.787
RAWAT JALAN
LANJUTAN
Hal 131 

Dokter Spesialis 408.366 499.593 451.535 460.350 569.768


Obat-obatan 416.410 489.175 557.571 467.850 832.480
Penunjang Diagnostik
a. Rontgen 48.610 58.989 56.063 118.049 69.436
b. Laboratorium 82.631 115.455 107.628 185.168 167.511

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


JENIS Jumlah Kunjungan (Kasus)
PELAYANAN
KESEHATAN 2005 2006 2007 2008 2009
c. Pemeriksaan Khusus 18.285 24.011 27.341 36.128 61.753
d. Patologi Anatomi 1.773 1.358 1.476 1.632 2.716
Tindakan Khusus 63.739 82.218 67.349 69.723 93.043
Phisioterapi 18.492 55.847 23.569 50.526 30.598
Emergency 56.081 74.452 70.894 53.082 74.926
Sub Total 1.114.387 1.401.098 1.363.426 1.442.508 1.902.231
RAWAT INAP
Rawat Inap 109.548 141.043 132.819 125.430 155.976
- Jumlah hari rawat 428.371 507.418 460.902 451.538 564.144
Obat-obatan/Resep 192.426 221.845 237.566 245.778 312.651
Operasi 20.205 27.311 27.234 35.164 27.103
Perawatan Khusus 4.636 5.080 4.548 6.912 7.858
- Jumlah hari rawat 8.306 8.704 10.198 11.518 20.493
Persalinan Patologis 8.268 10.866 11.755 12.679 16.681
- Jumlah hari rawat 22.510 28.898 30.956 33.094 42.401
Penunjang Diagnostik
a. Rontgen 22.431 27.967 27.685 24.383 33.940
b. Laboratorium 93.592 130.632 137.318 132.943 181.803
c. Pemeriksaan Khusus 16.701 24.807 19.861 22.139 26.141
d. Patologi Anatomi 2.011 2.762 2.780 2.418 3.656
Tindakan Khusus 47.869 77.714 79.262 62.548 88.277
Lain-lain :
a. Labu Darah 1.685 2.555 2.146 2.300 3.407
b. Transfusi Darah 5.734 7.246 7.008 6.246 7.256
c. Pin, Plate, Screw 1.575 2.062 1.524 1.233 1.325
Physioterapi 4.479 4.176 4.089 4.376 7.340
Sub Total 531.160 686.066 695.595 684.549 873.414
PELAYANAN KHUSUS
Kaca Mata 16.804 17.404 15.821 17.865 21.972
Gigi Palsu 960 1.085 896 968 1.075
Alat Bantu Gerak 1 7 6 7 13.198
Alat Bantu Dengar 12 17 12 11 12
Mata Palsu 17 12 5 5 4
Sub Total 17.794 18.525 16.740 18.856 36.261
JUMLAH 10.186.001 11.798.831 12.242.960 12.946.560 16.581.693
Hal 132 

Jumlah utilisasi sebagaimana tercantum dalam tabel sebelumnya tidak memberikan


informasi berharga bagi program perluasan atau perhitungan iuran karena jumlah kunjungan

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


yang meningkat terjadi karena peningkatan jumlah tertanggung. Untuk kepentingan
perhitungan iuran, analisis angka utilisasi (utilization rates) dalam persen atau permil akan
menunjukan stabilitas klaim. Klaim yang stabil dapat digunakan untuk perhitungan klaim
selanjutnya, meskipun biaya kesehatan atau harga satuan kunjungan atau rawat inap dinaikan.
Tabel utilisasi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini. Tampak bahwa angka utilisasi
bervariasi tidak begitu luas. Hal ini dapat terjadi karena memang terjadi fluktuasi utilisasi
karena peningkatan penyakit, karena fluktuasi normal, maupun karena kesalahan dalam
kompilasi data. Sayangnya, Jamsostek sampai Juni 2011, belum mengembangkan sistem
informasi nasional yang menyediakan data rinci. Ketersediaan data rinci dapat digunakan
untuk analisis data kasar (raw data) sehingga dapat mengoreksi kesalahan laporan. Angka
utilisasi yang tertuang dalam tabel merupakan hasil olahan informasi spread sheet dan bukan
raw data yang dimilik jamsostek.

Tabel 3 Perkembangan Angka Utilisasi Program JPK Jamsostek Tahun 2005-2009


Menurut Jenis Layanan

JENIS PELAYANAN Utilisasi persen per tahun


KESEHATAN 2005 2006 2007 2008 2009
RAWAT JALAN TK. I
Dokter Umum 144,14 149,27 133,95 111,55 139,32
Dokter Gigi 9,38 9,64 8,76 13,16 10,40
Obat-obatan/Resep 128,05 142,16 126,56 107,38 135,02
Penunjang Diagnostik Sederhana 1,38 1,23 1,12 4,53 1,41
Tindakan Medis Umum 1,53 1,64 1,43 3,89 3,87
Tindakan Medis Gigi 1,90 2,05 1,70 4,36 3,74
Persalinan 2,08 2,03 1,64 1,28 1,44
- Jumlah hari rawat 4,31 3,97 3,20 2,36 2,51
Keluarga Berencana 7,33 7,27 6,57 7,97 13,99
Immunisasi 1,27 1,09 0,92 3,50 1,07
Sub Total 297,06 316,37 282,64 257,62 312,77
RAWAT JALAN LANJUTAN
Dokter Spesialis 14,23 16,31 12,55 10,98 12,94
Obat-obatan 14,51 15,97 15,50 11,16 18,91
Penunjang Diagnostik
Hal 133 

a. Rontgen 1,69 1,93 1,56 2,82 1,58


b. Laboratorium 2,88 3,77 2,99 4,42 3,80
c. Pemeriksaan Khusus 0,64 0,78 0,76 0,86 1,40
d. Patologi Anatomi 0,06 0,04 0,04 0,04 0,06
Tindakan Khusus 2,22 2,68 1,87 1,66 2,11

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


JENIS PELAYANAN Utilisasi persen per tahun
KESEHATAN 2005 2006 2007 2008 2009
Phisioterapi 0,64 1,82 0,66 1,21 0,70
Emergency 1,95 2,43 1,97 1,27 1,70
Sub Total 38,84 45,73 37,90 34,41 43,21
RAWAT INAP
Rawat Inap 3,82 4,60 3,69 2,99 3,54
- Jumlah hari rawat 14,93 16,56 12,81 10,77 12,81
Obat-obatan/Resep 6,71 7,24 6,60 5,86 7,10
Operasi 0,70 0,89 0,76 0,84 0,62
Perawatan Khusus 0,16 0,17 0,13 0,16 0,18
- Jumlah hari rawat 0,29 0,28 0,28 0,27 0,47
Persalinan Patologis 0,29 0,35 0,33 0,30 0,38
- Jumlah hari rawat 0,78 0,94 0,86 0,79 0,96
Penunjang Diagnostik
a. Rontgen 0,78 0,91 0,77 0,58 0,77
b. Laboratorium 3,26 4,26 3,82 3,17 4,13
c. Pemeriksaan Khusus 0,58 0,81 0,55 0,53 0,59
d. Patologi Anatomi 0,07 0,09 0,08 0,06 0,08
Tindakan Khusus 1,67 2,54 2,20 1,49 2,01
Lain-lain :
a. Labu Darah 0,06 0,08 0,06 0,05 0,08
b. Transfusi Darah 0,20 0,24 0,19 0,15 0,16
c. Pin, Plate, Screw 0,05 0,07 0,04 0,03 0,03
Physioterapi 0,16 0,14 0,11 0,10 0,17
Sub Total 18,51 22,39 19,34 16,33 19,84
PELAYANAN KHUSUS
Kaca Mata 0,59 0,57 0,44 0,43 0,50
Gigi Palsu 0,03 0,04 0,02 0,02 0,02
Alat Bantu Gerak 0,00 0,00 0,00 0,00 0,30
Alat Bantu Dengar 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Mata Palsu 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Pelayanan Khusus 0,62 0,60 0,47 0,45 0,82
JUMLAH 355,04 385,10 340,35 308,81 376,64

Berikutnya disajikan besarnya klaim dalam bentuk rupiah, nilai berlaku, selama lima
tahun terakhir yang tampaknya tidak banyak mengalami kenaikan. Apabila disesuaikan
Hal 134 

dengan nilai inflasi, maka kenaikan tersebut tidak mengalami kenaikan berarti atau dapat
dikatakan bahwa kenaikan biaya medis tidak meningkatkan perbaikan penghasilan kepada
provider atau fasilitas kesehatan. Hal ini sangat berbahaya bagi kelangsungan program
jaminan kesehatan nasional. Tidak sesuainya kenaikan biaya medis dengan perkembangan

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


inflasi terjadi karena tarif Jamsostek dipatok dan disesuaikan dengan penerimaan Jamsostek.
Selanjutnya, penerimaan Jamsostek dipatok dengan batas atas upah, yang tetap Rp 1.000.000
selama 17 tahun, yang sangat tidak rasional. Hal ini menunjukkan tidak adanya upaya atau
perhatian Pemerintah maupun pengelola untuk perbaikan program Jamsostek. Sebagai
contoh, biaya klaim per orang per tahun untuk layanan konsultasi dokter umum naik dari Rp
17.644 di tahun 2005 menjadi Rp 23.348 di tahun 2009. Hal itu berarti bahwa biaya kapitasi
rawat jalan dokter praktik umum hanya berkisar Rp 1.500 per orang per bulan sampai Rp
2.000 per orang per bulan. Apabila diperhatikan angka utilisasi yang mencapai 1,5 kali per
orang per tahun maka artinya konsultasi dokter hanya dibayar Rp 10.000 per konsultasi. Di
tahun 2009, rata-rata biaya konsultasi dokter di seluruh Indonesia adalah Rp 20.000-Rp
50.000 per konsultasi. Dengan demikian, tampak bahwa program Jamsostek akan terancam
penolakan fasilitas jika besaran iuran tidak disesuaikan.

Distribusi Biaya Medis Per Tertanggung

Tabel 4
Besar Biaya Pelayanan Kesehatan Per Tertanggung Per Tahun Menurut Jenis layanan
Kesehatan, Tahun 2005-2009
Besar Biaya (Rp) Per Tertanggung Per Tahun
PELAYANAN
KESEHATAN 2005 2006 2007 2008 2009
RAWAT JALAN TK. I
Dokter Umum 17.644 20.149 21.473 26.721 23.348
Dokter Gigi 3.187 3.719 4.010 5.428 4.251
Obat-obatan/Resep 17.089 21.022 21.637 24.797 22.013
Penunjang Diagnostik
Sederhana 345 423 463 745 548
Tindakan Medis Umum 540 653 665 679 655
Tindakan Medis Gigi 1.031 1.633 1.712 1.881 1.484
Persalinan 11.571 11.664 10.371 13.096 10.396
Hal 135 

Keluarga Berencana 1.464 1.655 1.671 1.747 1.521


Immunisasi 255 237 180 232 181
Sub Total 53.126 61.152 62.181 75.326 64.396

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


Besar Biaya (Rp) Per Tertanggung Per Tahun
PELAYANAN
KESEHATAN 2005 2006 2007 2008 2009
RAWAT JALAN
LANJUTAN
Dokter Spesialis 3.370 4.132 3.554 3.514 4.210
Obat-obatan 7.447 9.517 8.192 6.802 7.948
Penunjang Diagnostik
a. Rontgen 1.013 1.177 1.011 856 1.098
b. Laboratorium 1.511 2.024 1.907 1.702 2.350
c. Pemeriksaan Khusus 483 639 677 731 1.064
d. Patologi Anatomi 54 55 57 61 108
Tindakan Khusus 1.143 1.517 1.196 1.074 1.471
Phisioterapi 281 369 312 265 352
Emergency 1.126 1.303 1.147 1.132 1.635
Sub Total 16.428 20.732 18.052 16.136 20.237
RAWAT INAP
Rawat Inap 11.631 14.243 13.602 12.230 16.454
- Jumlah hari rawat
Obat-obatan/Resep 13.611 16.955 15.317 13.461 18.363
Operasi 10.032 12.217 9.935 9.302 11.799
Perawatan Khusus 769 1.159 882 900 1.560
Persalinan Patologis 3.983 5.279 5.558 5.584 8.047
Penunjang Diagnostik
a. Rontgen 606 715 634 547 707
b. Laboratorium 2.328 3.209 3.167 2.815 3.907
c. Pemeriksaan Khusus 590 793 621 696 716
d. Patologi Anatomi 83 117 106 87 137
Tindakan Khusus 1.630 2.119 1.922 1.952 2.273
Lain-lain :
a. Labu Darah 78 132 134 131 216
b. Transfusi Darah 382 499 482 366 503
Hal 136 

c. Pin, Plate, Screw 38 53 69 66 72


Physioterapi 124 106 87 78 128
Sub Total 45.884 57.595 52.516 48.215 64.882

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


Besar Biaya (Rp) Per Tertanggung Per Tahun
PELAYANAN
KESEHATAN 2005 2006 2007 2008 2009
PELAYANAN KHUSUS
Kaca Mata 856 818 630 728 880
Gigi Palsu 17 14 10 16 16
Alat Bantu Gerak 0 1 1 1 1
Alat Bantu Dengar 1 2 1 1 1
Mata Palsu 1 1 0 0 0
Sub Total 876 834 642 745 898
JUMLAH 116.313 140.314 133.391 140.422 150.412

5. Tantangan Program Jamsostek

Program JPK Jamsostek memang berkembang tidak seperti yang diharapkan ketika
UU Jamsostek disetujui Pemerintah. Intervensi pada PP 14/1993 yang bertujuan memberikan
peluang bisnis asuransi kesehatan swasta ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan.
Volume peserta asuransi kesehatan swasta ternyata diperkirakan tidak melebih dari 5 juta
orang tetapi menghasilkan iuran yang cukup besar yaitu sekitar Rp 1,9 Triliun di tahun 2010.
Namun demikian, volume premi tersebut bukanlah volume premi murni asuransi kesehatan,
melainkan volume premi asuransi kecelakaan diri dan kesehatan (Personnal Accident and
Health) yang memberikan indikasi bahwa skenario yang diperkirakan bisa menjamin seluruh
pekerja dengan melibatkan perusahaan asuransi swasta, ternyata tidak terjadi.
Hasil analisis tim SJSN dalam Naskah Akademik RUU SJSN menunjukkan bahwa
ketika itu (2004) jumlah peserta JPK Jamsostek tidak lebih dari 1,2 juta tenaga kerja dan
jumlah peserta/pegawai yang dijamain oleh asuransi kesehatan swasta tidak lebih dari 3 juta
jiwa. Selebihnya, karyawan dijamin oleh program sendiri seperti di Pertamina, Bank
Indonesia, PT PLN, dsb atau dijamin dengan penggantian biaya berobat. Rendahnya
kepesertaan JPK Jamsostek menunjukkan kurang aktifnya pengelola dan persepsi program
yang kurang baik. Jika pemberi kerja dan pekerja menilai program JPK Jamsostek memadai,
Hal 137 

maka tanpa harus diwajibkan, mereka akan mendaftarkan diri ke JPK Jamsostek.
Dalam antisipasi penerapan SJSN dengan satu BPJS, maka pada pertengahan tahun
2011 PT Jamsostek berupaya mempertahankan diri dengan meningkatkan iklan-iklan tentang

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


baiknya memiliki jaminan Jamsostek. Namun demikian, di Pemerintahan dan di DPR telah
ada kesepakatan awal bahwa SJSN akan dilaksanakan dengan dua BPJS. Pilihan yang masih
diperdebatkan adalah SJSN akan mengelola program nasional dengan paket manfaat standar
minimum dan PT Jamsostek mengelola program tambahan. Demikian juga dengan PT Askes
yang juga sedang dalam ketidak-pastian apakah akan mengelola program Jaminan Kesehatan
Nasional atau akan mengelola program tambahan bagi pegawai negeri. Namun demikian,
opsi ini akan menyulitkan pembagian iuran wajib hanya untuk mempertahankan PT
Jamsostek. Opsi ini juga ditentang KAJS yang secara aktif menginginkan PT Jamsostek
ditransformasi menjadi BPJS.
Apapun hasil kesepakatan, yang paling penting adalah bagaimana meningkatkan
cakupan kepesertaan paling tidak untuk pekerja sektor formal. Badan apapun yang akan
menjalankan sesungguhnya bukan yang utama bagi rakyat, khususnya pekerja. Hanya saja,
tantangan pimpinan PT Jamsostek untuk tetap mempertahankan pengelolaan JPK Jamsostek
oleh PT Jamsostek, tanpa transformasi lembaga kepada BPJS akan sangat besar.
Mempertahankan status quo hanya untuk kepentingan pengelola tidaklah bijak.

Hal 138 

JPK Jamsostek Hasbullah Thabrany


Bab V. Program Bantuan Iuran 
(Jamkesmas dan Jamkesda) 

1. Pendahuluan

Dalam UU SJSN yang dalam konsepnya menggunakan prinsip asuransi sosial, untuk
menjadi peserta penduduk miskin dan tidak mampu tetap membayar iuran. Hanya saja,
karena mereka tidak mampu, iuran tersebut dibayar oleh Pemerintah. Program ini disebut
Program Bantuan Iuran yang diatur lebih lanjut oleh sebuah Peraturan Pemerintah dan pada
bulan Juni 2011 masih dalam proses finalisasi. Bantuan iuran dapat diberikan oleh
Pemerintah maupun oleh pemerintah daerah. Dalam perjalanannya, bantuan iuran telah
dimulai dengan Askeskin yang kemudian berubah menjadi Jamkesmas. Perubahan ini lebih
banyak berbobot politis daripada teknis. Setelah perubahan ke Jamkesmas dengan
meniadakan jaminan berdasarkan surat keterangan tidak mampu, Kementrian Kesehatan
mengharuskan pemda menjamin penduduk yang tidak mampu yang tidak masuk kuota
Jamkesmas. Dalam perjalannya, tidak semua pemda mampu menyediakan kuota yang
memadai dan tidak semua pemda mengelola jaminan tersebut, yang kemudian diberi nama
Jamkesda, dengan peraturan atau pola yang sama. Ada pemda yang mengelola sendiri dengan
administrasi dipegang Dinas Kesehatan, ada yang mengontrak ke PT Askes, ada yang
mengembangkan badan sendiri (meskipun tidak ada dasar hukumnya), dan ada yang
mengontrakkan ke perusahaan asuransi.
Dalam bab ini disajikan bahasan tentang program bantuan iuran yang mencakup
program Jamkesmas dan program Jamkesda yang bersumber dari kajian yang dilakukan
untuk Kantor Wakil Presiden RI dalam rangka keterpaduan program penanggulangan
kemiskinan. Selain itu, data dan temuan yang disajikan dalam bab ini juga berasal dari kajian
yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2010.
Hal 139 

Program Bantuan Iuran Hasbullah Thabrany


2. Paket Manfaat Jaminan Kesehatan

Berdasarkan hasil pengamatan, paket manfaat yang diberikan dalam program jaminan
kesehatan sosial (wajib) bagi pekerja formal PNS maupun non PNS, paket manfaat program
Jaminan Kesehatan Masyarakat dan Jaminan Kesehatan Daerah hampir sama, yaitu paket
manfaat komprehensif meliputi:

1. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)


2. Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL)
3. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)
4. Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RITL)
5. Manfaat Tambahan
Semua paket manfaat yang menggunakan teknik managed care, namun berbeda akses
dan keleluasaan pemilihan fasilitas kesehatan yang dapat memberikan layanan kesehatan
kepada pesertanya. Paket layanan yang dijamin oleh program bantuan iuran adalah:

Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)


Rawat jalan tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
memberikan manfaat untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan tingkat primer meliputi
upaya promotif kesehatan, upaya pencegahan (preventif) dan penatalaksanaan penyakit
tingkat primer. Uraian manfaat RJTP meliputi:

1. Kegiatan dalam rangka upaya promotif dan preventif di fasilitas RJTP

2. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter.

3. Pemeriksaan dan pengobatan oleh dokter gigi untuk pelayanan dasar gigi
meliputi: pembersihan karang gigi, pencabutan gigi, penambalan gigi
berlubang, dan perawatan saraf gigi.

4. Pemeriksaan penunjang diagnostik sederhana meliputi pemeriksaan darah


lengkap, urin lengkap, Sputum BTA, foto rontgen dada, foto rontgen gigi, dan
tes kehamilan. Tindakan medis sederhana yang dapat dilakukan oleh dokter.

5. Pemberian obat-obatan/resep dengan indikasi medis Pelayanan Keluarga


Berencana meliputi penyediaan Pil KB, suntik Depo atau Cyclofem dan IUD.
Hal 140 

6. Pelayanan KIA meliputi: pemeriksaan kehamilan termasuk imunisasi ibu


hamil, pemeriksaan bayi dan balita, pemberian imunisasi dasar yaitu BCG,
DPT, Campak, Polio, dan Hepatitis B.

Program Bantuan Iuran Hasbullah Thabrany


Fasiltas yang digunakan dengan tempat pelaksanaan pelayanan untuk RJTP berbeda
untuk setiap program yaitu umumnya hanya menyediakan rawat jalan primer di
Puskesmas dan Jaringannya (polindes, pustu, dll). Pembayaran ke fasilitas fasilitas
kesehatan untuk manfaat RJTP secara kapitasi mengikuti pola Jamkesmas atau
dengan cara sederhana menambahkan biaya operasional puskesmas. Jika pengelolaan
Jamkesda dilakukan oleh Dinas Kesehatan, pembayaran kapitasi sesungguhnya tidak
sesuai dengan peraturan keuangan negara karena puskesmas adalah milik Dinas
Kesehatan. Dalam kondisi seperti ini, maka aliran dana ke puskesmas bukanlah
pembayaran, tetapi pengalokasian.

Rawat Jalan Tingkat Lanjut (RJTL)


Rawat jalan tingkat lanjut adalah pelayanan kesehatan perorangan rujukan atau
lanjutan dari RJTP, untuk kasus atau masalah kesehatan yang bersifat spesialistik atau
subspesialistik atau pelayanan yang memerlukan peralatan atau tindakan medis lebih lanjut.
Cakupan layanan manfaat RJTL adalah:

1. Konsultasi dan atau pemeriksaan dokter spesialis atau spesialis konsultan.

2. Pemeriksaan penunjang diagnostik sesuai indikasi medis.

3. Tindakan medis spesialistik sesuai indikasi medis.

4. Pemberian obat-obatan sesuai indikasi medis dan standar obat yang


digunakan.

5. Perawatan sehari (One Day Care) untuk pelayanan yang tidak memerlukan
perawatan inap.
Fasilitas kesehatan yang dapat memberikan pelayanan RJTL ini adalah rumah sakit di
bagian rawat jalan atau perawatan sehari (One Day Care=ODC) dengan rincian:

1. RSUD atau RS publik milik pemerintah. Beberapa program Jamkesda tidak


menjamin layanan yang diberikan oleh RS publik, milik Kemenkes.

2. RS milik swasta yang bersedia bekerja sama dengan program Jamkesmas atau
Jamkesda dengan tarif yang disepakati atau ditetapkan.
Hal 141 

3. Pemberian obat-obatan sesuai standar obat masing-masing program.

4. Mekanisme pembayaran berbeda-beda yaitu DRG untuk Jamkesmas dan


beberapa Jamkesda mengikuti pola Jamkesmas. Program Jamkesda yang

Program Bantuan Iuran Hasbullah Thabrany


dikontrakkan ke pihak ketiga seperti PT Askes menggunakna pola
pembayaran yang berbeda-beda antara daerah.

Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)


Rawat inap tingkat pertama adalah pelayanan kesehatan rawat inap untuk masalah
kesehatan primer yang tidak memerlukan perawatan spesialistik meliputi:

1. Rawat inap di Puskesmas.

2. Pertolongan persalinan normal oleh bidan desa atau bidan di Puskesmas.

Rawat InapTingkatLanjutan (RITL)

1. Kamar perawatan biasa meliputi mondok dan makan di kamar kelas III.

2. Kamar perawatan intensif meliputi ICU/NICU/PICU/ICCU/HCU, termasuk ruang


isolasi sesuai ketentuan program.

3. Tindakan pembedahan sesuai indikasi medis, termasuk pembedahan non-infasif


dengan peralatan seperti ESWL.

4. Pemeriksaan penunjang diagnostik yang diperlukan untuk penegakkan diagnosis


meliputi pemeriksaan patologi klinik, patologi anatomi, parasitologi dan mikrobilogi
dan elektromedik meliputi rontgen, ultrasound, CT Scan dan MRI, termasuk
kateterisasi dan endoskopi. Cakupan layanan ini bervariasi di berabgai daerah. Ada
yang menjamin penuh, ada yang menjamin sebagian, dan ada yang tidak menjamin
sama sekali.

5. Perawatan dan tindakan khusus seperti operasi jantung, transplantasi organ, dan
hemodialisa dijamin Jamkesmas. Namun, bannyak program Jamkesda yang meskipun
dalam aturannya mengikuti pola Jamkesmas, tidak menjamin layanan yang mahal
ini.Hal ini memang ironis, karena ketika penduduk tidak mampu membyar sendiri,
pemda malah tidak menjaminnya. Sebaliknya, perawatan primer yang masih mampu
dijamin sendiri, malah dijamin pemda. Umumnya pemda hanya menjamin layanan
yang dapat disediakan di RS publik di daerah itu.

6. Pemberian obat-obatan sesuai standar obat masing-masing program.

7. Penyediaan fasilitas transportasi pasien (ambulance) untuk rujukan pasien ke fasilitas


kesehatan lain.
Hal 142 

8. Pelayanan Gawat Darurat yang tidak dilanjutkan dengan rawat inap.

9. Pelayanan rehabilitasi medik.

Program Bantuan Iuran Hasbullah Thabrany


3. Kinerja Program Jamkesmas

Kepesertaan
Meskipun secara teoritis dan perencanaan peserta Jamkesmas berjumlah 76,4 juta
jiwa, dalam praktiknya belum semua perhitungan tersebut terpenuhi. Penyebab utamanya
adalah perhitungan 76,4 juta jiwa merupakan perhitungan perkiraan dari 19,1 juta rumah
tangga miskin yang merupakan hasil pendataan BPS tahun 2005. Karena perhitungan jaminan
didasarkan pada jumlah orang, bukan rumah tangga, ketika itu diasumsikan bahwa tiap RT
terdiri atas 4 jiwa. Maka diperolah angka 76,4 juta jiwa. Praktik di lapangan, RT tersebut
menyampaikan anggota RT yang ternyata rata-ratanya tidak mencapai 4 orang per RT. Oleh
karenanya, secara total, data yang tersedia di PT Askes untuk penerbitan kartu hanya
mencapai 69,4 juta jiwa. Sisa kuota jumlah peserta tersebut di tahun 2010 diisi oleh penduduk
yang berada dalam penjara dan panti-panti asuhan.

Tabel 1
Distribusi Peserta Jamkesmas Menurut Usia.

KELOMPOK
UMUR LAKI-LAKI PEREMPUAN TOTAL
0 - 4 880.866 809.448 1.690.314
5 - 9 3.248.445 3.023.398 6.271.843
10 - 14 3.755.448 3.448.455 7.203.903
15 - 24 6.703.764 6.225.920 12.929.684
25 - 44 11.177.139 11.227.069 22.404.208
45 - 54 4.083.391 4.098.572 8.181.963
55 - 64 2.526.553 2.659.073 5.185.626
65 - 74 1.666.736 1.686.245 3.352.981
75 + 1.120.212 1.127.642 2.247.854
35.162.554 34.305.822 69.468.376

Angka Utilisasi dan Biaya Klaim

Terlepas dari banyaknya kritik tentang banyak peserta atau pemegang kartu
Jamkesmas yang tidak menggunakan haknya, data klaim Jamkesmas menunjukkan bahwa
Hal 143 

klaim yang diajukan oleh RS cukup besar jumlahnya. Data utilisasi puskesmas memang tidak
dikumpulkan karena puskesmas dibayar secara kapitasi, tanpa klaim.

Program Bantuan Iuran Hasbullah Thabrany


Data jumlah kunjungan menurut jenis kelamin dan golongan umur ini merupakan data
yang dapat digunakan untuk perhitngan iuran apabila komposisi usia peserta berbeda.
Tampak bahwa rata-rata biaya perkunjungan rawat jalan spesialis (RJTL) sekiar Rp 200.000
per kungjungan (termasuk obat dan pemeriksanan penunjang) sesungguhnya cukup menarik
untuk RS swasta ikut melayani. Demikian juga rata-rata biaya perawatan per episode
perawatan yang mencapai sekitar Rp 2 juta, cukup menarik untuk pihak RS swasta. Oleh
karenanya tidak mengherankan jika ada lebih dari 300 RS swasta yang bersedia melakukan
kerja sama dengan Jamkesmas. Biaya rata-rata per hari rawat yang sekitar Rp 300 ribu juga
cukup menarik. Ada sedikit variasi biaya antara pasien laki-laki dan pasien perempuan.
Namun demikain, perbedaan tersebut sifatnya hanya kebetulan. Sesuai dengan tingkat risiko
sakit, ada kecendrungan bahwa biaya perawatan bayi dan orang lanjut usia lebih mahal
dibandingkan dengan biaya perawatan per episode untuk peserta Jamkesmas usia produktif.

Tabel 2
Jumlah Kunjungan, hari rawat dan rata-rata biaya per episode pengobatan pasien Jamkesmas
tahun 2009

RJTL RITL
RATA2 RATA2 RATA2
JML JML HR Av
KARAKTERISTI BIAYA BIAYA/H BIAYA/
KUNJ RWT LOS
K /KUNJ R PASIEN
JENIS KELAMIN

Laki-Laki 1.041.671 219.752 2.159.552 312.119 7,4 2.297.134

Perempuan 1.264.331 201.865 2.371.367 333.632 5,9 1.975.622


KELOMPOK
UMUR

< 1 16.436 182.225 260.307 274.509 7,7 2.118.046

1 - 4 87.278 178.199 155.187 362.895 5,5 1.981.931

5 - 9 119.677 173.043 194.328 333.424 5,5 1.846.233

10 – 14 94.840 175.556 173.632 337.215 5,7 1.936.926


Hal 144 

15 – 24 258.654 186.195 622.688 302.048 5,9 1.780.640

25 – 44 778.869 222.081 1.528.456 297.984 6,6 1.965.534


45 – 54

Program Bantuan Iuran Hasbullah Thabrany


RJTL RITL
RATA2 RATA2 RATA2
JML JML HR Av
KARAKTERISTI BIAYA BIAYA/H BIAYA/
KUNJ RWT LOS
K /KUNJ R PASIEN
424.740 229.372 640.037 348.852 7,1 2.475.063

55 – 64 305.539 217.974 495.573 359.301 7,0 2.518.316

65 – 74 169.981 197.305 339.074 365.039 6,8 2.499.955

75 + 49.993 190.782 121.643 373.498 6,5 2.437.676

Terlepas dari masalah hukum dan perundangan yang tidak sejalan, program
Jamkesmas yang dikelola oleh Kemenkes telah mempersiapkan sistem informasi yang kelak
dapat digunakan untuk analisis dan evaluasi jaminan kesehatan yang lebih realistis. Meskipun
mengisian (entri) data diagnosis dan tagihan masih belum sempurna dan banyak terdapat
salah entri sehingga memerlukan waktu lama untuk pembersihan data, cleaning, Jamkesmas
telah memiliki visi untuk memelihara data klaim. Sayangnya, data klaim yang dapat dilolah
di tahun 2010 baru merupakan data klaim dari 722 RS sedangkan sisa lebih dari 200 RS
belum menyerahkan data klaim sampai dengan pertengahan Agustus 2010. Oleh karena itu,
data klaim Jamkesmas belum bisa secara akurat digunakan untuk perhitungan kecukupan
iuran. Tingkat kredibilitas tagihan data Jamkesmas boleh dikatakan masih pada perkiraan
sebesar 70%, karena baru sekitar 70% RS yang menyampaikan laporan klaim perorangan.
Kesulitan menggunakna data klaim Jamkesmas adalah tidak randomnya RS yang
menyampaikan klaim, sehingga meskipun diketahui bahwa klaim yang masuk mencapai
70%, tidak berarti klaim tersebut mewakili 70% peserta. Hal ini menambah kesulitan
penggunaan klaim tersebut untuk perhitungan iuran. Jika diperhatikan data klaim Jamsostek,
tampak bahwa kasus-kasus terbanyak, persalinan dan infeksi, yang merupakan kasus-kasus
dengan biaya pengobatan yang relattif murah. Hal ini sejalan dengan komposisi peserta
Jamkesmas yang merupakan masyakat golongan ekonomi lemah dan usia yang lebih muda
dibandingkan peserta Askes. Namun demikian, distribusi klaim dan rata-rata biaya klaim
yang sudah menggunakan besaran INA DRG (kini beranama INA-CBG), dapat digunakan
untuk perbandingan dan analisis dengan data utilisasi/frekuensi klaim yang lebiih akurat dan
telah lama dikerjakan, yaitu data klaim Askes dan Jamsostek.
Hal 145 

Program Bantuan Iuran Hasbullah Thabrany


Tabel 3
Distribusi Jumlah Kasus Rawat Inap 50 Dianosis terbanyak Menurut Kelompok Usia

No
Urut Diagnosis Sesuai Kode DRG Total Kasus
1 Vaginal Delivery 43.473
2 Other Bacterial & Parasitic Diseases 40.181
3 Other Gastroenteritis & Abdominal Pain 35.620
4 Other Digestive System Diagnoses 28.883
5 Neonate, Birthwt >2499 Grams Without Major Procedure 28.789
6 Cesarean Delivery 26.425
7 Respiratory Infections & Inflammations 24.333
8 Non-Bacterial Infections 23.547
9 Red Blood Cell Disorders Except Sickle Cell Anemia Crisis 18.518
10 Schizophrenia 18.459
11 Antepartum Disorders 17.519
12 Peptic Ulcer & Gastritis 14.019
13 Dilation & Curettage, Intrauterine & Cervical Procedures 13.025
14 Intraocular & Lens Procedures 12.083
15 Hypertension 11.447
16 Asthma & Bronchiolitis 11.087
17 Head Trauma 10.415
Vaginal Delivery With Procedure Except Sterilization &/Or Dilation &
18 Curettage 10.210
19 Inguinal & Femoral Hernia Procedures 9.314
20 Other Skin, Subcutaneous Tissue & Breast Procedures 9.277
21 Sple Pneumonia & Whooping Cough 9.209
22 Heart Failure 9.114
23 Appendiceal Procedures 8.941
24 Liver Disorders Except Malignancy, Cirrhosis Or Alcoholic Hepatitis 8.882
25 Fever 8.776
26 Kidney & Urinary Tract Malignancy & Renal Failure 8.613
27 Chronic Obstructive Pulmonary Disease 8.423
28 Diabetes And Nutritional & Misc Metabolic Disorders 8.241

29 Non-Specific Cva & Pre-Cerebral Occlusion Without Infarct 8.084


30 Concussion 7.677
31 Chemotherapy 7.088
Hal 146 

32 Other Bacterial & Parasitic Diseases W/Cc 6.937


33 Trauma To The Skin, Subcutaneous Tissue & Breast 6.876
34 Soft Tissue Procedures 6.785
35 Other Factors Influencing Health Status 6.742
36 Respiratory System Signs, Symptoms & Other Diagnoses 6.638

Program Bantuan Iuran Hasbullah Thabrany


No
Urut Diagnosis Sesuai Kode DRG Total Kasus
37 Vaginal Delivery W/Cc 6.628
38 Ip Concussion 6.405
39 Kidney & Urinary Tract Infections 6.369
40 Cesarean Delivery W/Cc 6.326
41 Breast Procedures 6.088
42 Neonate, Birthwt 2000-2499 Grams Without Major Procedure 6.053
43 Other Digestive System Procedures 6.006
44 Uterine & Adnexal Procedures 5.829
45 Menstrual & Other Female Reproductive System Disorders 5.516
46 Respiratory Infections & Inflammations W/Cc 5.255
47 Seizure 5.178
48 Other Circulatory System Diagnoses 4.997
49 Urinary Stones 4.594
50 Other Digestive System Diagnoses W/Cc 4.507
Total 613.401

Tabel 4
Distribusi Rata-Rata Biaya Klaim Per Kasus 50 Diagnosis Terbanyak Rawat Inap Pasien
Jamkesmas 2009

Rata-Rata
Diagnosis
Pembayaran, Rp

Vaginal Delivery 896.885

Other Bacterial & Parasitic Diseases 1.327.510

Other Gastroenteritis & Abdominal Pain 974.509

Other Digestive System Diagnoses 1.615.369


Neonate, Birthwt >2499 Grams Without Major
1.019.422
Procedure
Cesarean Delivery 1.627.737

Respiratory Infections & Inflammations 2.334.820

Non-Bacterial Infections 1.529.298


Red Blood Cell Disorders Except Sickle Cell Anemia
1.218.752
Crisis
Schizophrenia 2.488.600
Hal 147 

Antepartum Disorders 1.046.500

Peptic Ulcer & Gastritis 1.307.186


Dilation & Curettage, Intrauterine & Cervical
1.151.751
Procedures

Program Bantuan Iuran Hasbullah Thabrany


Rata-Rata
Diagnosis
Pembayaran, Rp

Intraocular & Lens Procedures 1.513.172

Hypertension 2.127.540

Asthma & Bronchiolitis 1.266.402

Head Trauma 1.312.515


Vaginal Delivery With Procedure Except Sterilization
1.137.697
&/Or Dilation & Curettage
Inguinal & Femoral Hernia Procedures 2.391.293

Other Skin, Subcutaneous Tissue & Breast Procedures 1.977.928

Simple Pneumonia & Whooping Cough 1.594.819

Heart Failure 4.160.171

Appendiceal Procedures 1.382.414


Liver Disorders Except Malignancy, Cirrhosis Or
1.880.162
Alcoholic Hepatitis
Fever 1.089.052

Kidney & Urinary Tract Malignancy & Renal Failure 2.274.930

Chronic Obstructive Pulmonary Disease 1.938.595

Diabetes And Nutritional & Misc Metabolic Disorders 1.978.447


Non-Specific Cva & Pre-Cerebral Occlusion Without
2.096.689
Infarct
Contussion 994.269

Chemotherapy 1.757.764

Other Bacterial & Parasitic Diseases W/Cc 2.111.066

Trauma To The Skin, Subcutaneous Tissue & Breast 1.431.775

Soft Tissue Procedures 1.990.339

Other Factors Influencing Health Status 1.052.755


Respiratory System Signs, Symptoms & Other
1.477.288
Diagnoses
Vaginal Delivery W/Cc 1.591.654

Kidney & Urinary Tract Infections 1.467.220

Cesarean Delivery W/Cc 1.803.230

Breast Procedures 4.028.987


Neonate, Birthwt 2000-2499 Grams Without Major
1.247.497
Procedure
Hal 148 

Other Digestive System Procedures 3.028.396

Uterine & Adnexal Procedures 3.608.706


Menstrual & Other Female Reproductive System
1.256.462
Disorders

Program Bantuan Iuran Hasbullah Thabrany


Rata-Rata
Diagnosis
Pembayaran, Rp

Respiratory Infections & Inflammations W/Cc 3.411.428

Seizure 1.092.437

Other Circulatory System Diagnoses 2.443.166

Urinary Stones 2.164.871

Other Digestive System Diagnoses W/Cc 2.577.722

Program Jamkesmas sayangnya kini tidak dikelola secara asuransi seperti ketika
Askeskin dulu sehingga perkembangan rasio klaim tidak tersedia. Riwayat rasio klaim
diperlukan untuk menghitung kemampuan jangka panjang. Demikian juga program Jamkesda
yang dikaji yang sebagian besar dikelola oleh pegawai Pemda yang tidak memahami
manajemen asuransi. Sebagian program Jamkesda juga tidak secara eksplisit mengalokasikan
jumlah dana per orang per bulan. Data rasio klaim program Jamkesda tidak tersedia ketika
kajian ini dilakukan. Sesungguhnya Kemenkes telah melakukan pencatatan klaim yang
terpusat yang sudah dimulai sejak tahun 2009. Sayangnya, tidak semua RS yang telah
diberikan uang Jamkesmas menyampaikan laporan klaim secara memadai. Akibatnya, data
klaim yang dimiliki Jamkesmas belum cukup memadai untuk dijadikan dasar perhitungan.

Kajian data klaim Jamkesmas, meskipun sudah punya sistem yang mengumpulkan
klaim-klaim secara nasional, menunjukkan bahwa penataan data klaim masih belum memadai
untuk tujuan evaluasi serapan dana dengan memadai. Tambahan, banyak RS tidak
melaporkan klaim pada waktu yang memadai. Hal itu disebabkan karena klaim baru dapat
diakui setelah diverifikasi oleh Kemenkes cq Kantor P2JK (Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan). Masalah kelambatan verfikasi yang berdampak kelambatan laporan klaim
memang ditemui di lapangan. Di satu RS misalnya, klaim bulan Januari 2009 baru
ditetapkan dan diakui (meskipun hanya 60,3%) di bulan Februari 2010. Proses klaim yang
lama bisa bersumber dari verifikasi (sekedar administrasi) klaim di RS dan di Kemenkes.
Dalam proses klaim Askes dan Jamsostek, proses verifikasi, pengakuan dan pembayaran
dilakukan di kantor cabang di daerah. Banyak pimpinan RS mengakui bahwa klaim-klaim
Askes dan Jamsostek sudah dibayarkan dalam waktu satu bulan. Dengan demikian,
pencatatan di basis data administrais klaim dapat lebih akurat dan lebih sesuai waktu.

Sayangnya, karena variasi yang sangat luas dalam program bantuan iuran di daerah,
sajian singkat tentang kinerja program-program Jamkesda sulit digeneralisir. Maisng-masing
Hal 149 

pemda punya sistem, besaran dana yang disedikan, aliran dana, sistem pengelolaan dan
kapasitas manajemen yang sangat bervariasi. Hal ini tentu saja menjadi tantangan besar
dalam penerapan program nasional kelak.

Program Bantuan Iuran Hasbullah Thabrany


Bab VI.  
Perbandingan Progam Jaminan 
Kesehatan Nasional 

1. Pendahuluan

Memperhatikan perkembangan politik di dalam maupun di luar negeri, khususnya


pembahasan RUU BPJS di DPR dimana telah mulai terbentuk kesefahaman dalam konsep
besar BPJS antara Pemerintah dan DPR, maka UU SJSN akan diimplementasi segera.
Memang masih ada beberapa hal pengaturan rinci yang masih belum disepakati oleh Panitia
Kerja dan nantinya akan dibahas oleh Penitia Khusus di DPR. Namun demikian, prediksi
yang cukup meyakinkan atas perkembangan pada akhir Juni2011, AKN akan dilaksanakan
oleh satu BPJS, secara nasional.
Meskipun pada pertengahan 2011 ini masih ada satu ganjalan tentang pelaksanaan
UU SJSN, karena pasal 17 UU SJSN sedang diuji materi di Mahkamah Konstitusi oleh
Kelompok Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), bentukan Mantan Menteri Kesehatan Siti
Fadillah Supari. Kelompok DKR menggugat bahwa UU SJSN tidak sesuai UUD45 karena
UU SJSN mewajibkan peserta membayar iuran. Mereka berpandangan bahwa layanan
kesehatan menurut UUD45 adalah hak rakyat dan karenanya secara otomatis seluruh rakyat
berhak mendapat layanan kesehatan yang didanai dari dana pajak, tidak perlu lagi ada iuran.
Perbedaan pandangan lain di dalam tim Pemerintah yang akan menyusun Peraturan
Presiden tentang rincian manfaat dan iuran, khususnya di Kementrian Keuangan dan di
Kementrian lain, adalah mengenai paket jaminan kesehatan standar yang difahami sebagai
paket dasar SJSN. Pemahaman tentang kebutuhan dasar, jaminan dasar, dan pelayanan dasar
menimbulkan perdebatan yang kadang menimbulkan kerancuan antara satu dengan lainnya.
Kerancuan tersebut menimbulkan perbedaan faham tentang bagaimana peran BPJS, peran
daerah, dan peran asuransi swasta. Oleh karenanya dalam Bab ini, pembahasan Skenario
Hal 150 

Jaminan akan dimulai dengan pembahasan kebutuhan dasar kesehatan.

Perbandingan Program Nasional Hasbullah Thabrany


2. Paket Jaminan

Dari bab-bab terdahulu tampak fakta bahwa paket manfaat jaminan kesehatan yang
berlaku bagi semua program jaminan kesehatan publik sama yaitu komprehensif dengan
perbedaan terletak pada jenis fasilitas yang dapat digunakan oleh peserta. Program Jaminan
Kesehatan Publik adalah istilah lain yang sering digunakan di berbagai negara untuk
menjelaskan jaminan kesehatan yang didanai dari pajak dan atau asuransi sosial. Potret
variasi manfaat yang sudah digunakan tersebut menjadi patokan tentang perlunya satu paket
standar nasional. Paket manfaat jaminan kesehatan berlaku kini dapat diringkas sebagaimana
disajikan dalam tabel berikut.

Tabel 1
Variasi Manfaat Program Jaminan Kesehatan Publik yang Berlaku

Jenis Manfaat Jamkesmas Askes Jamsostek Jamkesda


Ditanggung di
Ditanggung di
puskesmas,
Rawat Jalan Ditanggung di puskesmas, Ditanggung di
praktik dokter,
Dr Umum puskesmas praktik dokter, puskesmas
dan klinik
dan klinik swasta
swasta
Ditanggung,
Rawat Jalan
Ditanggung Ditanggung Ditanggung umumnya di
Spesialis
RSUD
Rawat Inap PKM Ditanggung Ditanggung Ditanggung Ditanggung
Ditanggung,
maksimum 60 Umumnya
Rawat Inap RS Ditanggung Ditanggung
hari/tahun per Ditanggung
disability
Bervariasi,
Manfaat Katastrofik sebagian
Tidak
(hemodialisis, Ditanggung Ditanggung ditanggung
ditanggung
operasi jantung, dll) terbatas, lokal,
jika tersedia
kaca mata, alat
kaca mata, alat kaca mata, alat
kaca mata, alat bantu dengar,
bantu dengar, bantu dengar,
Manfaat Khusus bantu dengar, alat alat bantu gerak,
alat bantu alat bantu gerak,
bantu gerak, dll alat bantu
Hal 151 

gerak, dll dll


lainnya

Perbandingan Program Nasional Hasbullah Thabrany


Jenis Manfaat Jamkesmas Askes Jamsostek Jamkesda
Layanan yang Layanan yang
Layanan yang Layanan yang
tidak sesuai tidak sesuai
tidak sesuai tidak sesuai
prosedur, prosedur,
prosedur, prosedur,
infertilitas, infertilitas,
Pengecualian infertilitas, infertilitas, terapi
kosmetik, kosmetik,
kosmetik, dan kanker,
bencana alam, bencana alam,
obat di luar hemodialisa, dan
bakti sosial, bakti sosial,
DPHO bedah jantung
protesa gigi protesa gigi
tidak ada
Ditanggung,
Manfaat terapi tidak ditanggung keterangan, tapi
termasuk untuk
kanker darah ditanggung karena termasuk secara eksplisit
yang bukan
/thalasemia kelainan bawaan tidak ada dalam
peserta
pengecualian

Tampak bahwa variasi manfaat dalam berbagai program jaminan kesehatan publik
hanya terletak pada prosedur, proses mendapatkan pelayanan, kelas perawatan, cara
pembayaran dan besaran biaya penggantian biaya medis. Pada umumnya program Jamkesda
tidak menjabarkan paket manfaat dan pengecualian karena ketidak-tersediaan tenaga yang
memahami. Pendekatan praktis yang digunakan berbagai program Jamkesda, kecuali yang
diserahkan pengelolaannya kepada PT Askes, adalah mengikuti pedoman dan aturan yang
digunakan untuk peserta Jamkesmas. Hanya saja, peserta yang dijamin oleh program
Jamkesda adalah sejumlah penduduk kurang mampu yang belum dijamin oleh (diluar kuota)
Jamkesmas. Luasnya manfaat yang dijamin Jamkesda bervariasi sesuai kemampuan Pemda
setempat. Sebagian pemda hanya menyediakan layanan Puskesmas gratis untuk seluruh
penduduknya sejauh layanan tersedia di puskesmas dan RSUD. Pemda Sumsel menjamin
seluruh penduduk dengan cara demikian. Pemda Jawa Timur hanya menjamin layanan di
fasilitas kesehatan milik Pemda atau milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Secara eksplisit,
program Jamkesda tidak menjamin layanan kesehatan di RS vertikal, yaitu RS milik
Kementrian Kesehatan yang dinilai sebagai RS Pemerintah Pusat. Akibatnya, jika ada
penduduk yang membutuhkan layanan kesehatan di RS dan ia bertempat tinggal dekat
dengan RS milik Kemenkes (misalnya di RS Saiful Anwar Malang) ia harus ke RS Sutomo di
Surabaya milik Pemerintah Provinsi untuk mendapat jaminan dari program Jamkesda.
Hal 152 

Variasi lain adalah penggunaan fasilitas rawat inap. Jamkesmas menyediakan manfaat
perawatan RS kelas III untuk seluruh peserta baik di rumah sakit milik pemerintah maupun
RS milik swasta, sedangkan Jamkesda umumnya menyediakan manfaat perawatan kelas III di

Perbandingan Program Nasional Hasbullah Thabrany


rumah sakit milik Pemda saja. Program Askes menjamin perawatan di kelas II, Kelas I dan
VIP (untuk pejabat tinggi) di RS publik dan menyediakan manfaat dengan plafon tertentu
untuk perawatan di RS privat yang bekerjasama dengan Askes. Program Jamsostek menjamin
perawatan kelas II di RS Publik dan kelas III di RS Privat dengan besaran penggantian sesuai
tarif kesepakatan, yang umumnya setara dengan tarif kelas II RS publik.
Standar obat untuk masing-masing program juga berbeda. Jamkesmas dan Jamkesda
menggunakan formularium Jamkesmas berdasarkan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
yang hampir semua berisi obat generik, Askes menggunakan Daftar Plafon Harga Obat
(DPHO) dengan sekitar 1.400 jenis/merek obat, Jamsostek menggunakan Daftar Obat Standar
(DOS) yang dikembangkan khusus untuk peserta Jamsostek. Perbedaan daftar obat yang
dijamin ini cukup menyulitkan fasilitas kesehatan yang melayani pasien dari berbagai
program jaminan. Pada akhirnya, perbedaan daftar obat tersebut menimbulkan inefisiensi
tersendiri.
Seluruh Jamkesda menerapkan pelayanan berjenjang. Sebagian program Jamkesda
tidak menjamin biaya berobat rujukan ke tingkat nasional atau lintas provinsi. Terlepas dari
memadai tidaknya layanan kesehatan di RS yang tersedia di wilayahnya. Hal ini tentu saja
menimbulkan kritik ketidakadilan sosial.
Variasi prosedur, fasilitas kesehatan, obat dan alat medis yang dijamin tersebut jelas
menunjukkan perbedaan atau diskriminasi yang seharusnya tidak terjadi di Negara Kesatuan
RI. Variasi ini perlu dikoreksi di kemudian hari sesuai dengan amanat UU SJSN.

3. Perbedaan Besaran Dana dan Sumber Pendanaan

Terlepas dari jenis program jaminan kesehatan, apakah program publik ataupun
privat, pendanaan yang cukup dan berkesinambungan adalah satu-satunya kunci sukses.
Kecukupan dana diukur dengan tersedianya dana cair setiap saat untuk membiayai layanan
kesehatan yang diklaim ataupun dibayar dimuka kepada fasilitas kesehatan. Dalam program
asuransi swasta, besaran pembayaran sangat tergantung dari harga pasar layanan kesehatan.
Dalam program jaminan kesehatan publik, besaran pembayaran dapat diatur dengan
peraturan pemerintah. Meskipun dalam program jaminan kesehatan publik besaran
Hal 153 

pembayaran dapat diatur sehingga kecukupan dana dapat dipelihara, besaran pembayaran
yang jauh di bawah harga rata-rata pasar menghasilkan kualitas layanan yang tidak baik dan
tidak memuaskan peserta. Keseimbangan jangka panjang antara dana tersedia dan

Perbandingan Program Nasional Hasbullah Thabrany


pembayaran klaim fasilitas kesehatan merupakan kunci keberhasilan program sekaligus
merupakan bagian tersulit manajemen jaminan/asuransi. Jika dana bersumber dari iuran
wajib, umumnya dana tersebut digunakan hanya untuk membayar layanan (manfaat) yang
dijamin dan biaya operasional yang biasanya tidak lebih dari 5% iuran yang terkumpul.
Beberapa negara seperti Muangtai dan Taiwan bahkan mendanai biaya operasional dari
APBN, bukan dari iuran yang dipungut dari pekerja dan pemberi kerja.
Kecukupan dana juga dapat siasati oleh Badan Penyelenggara dengan cara mencegah
banyaknya peserta yang menggunakan fasilitas kesehatan. Cara-cara atau taktik mengurangi
penggunaan yang tidak perlu atau mempertahankan jumlah peserta yang menggunakan
layanan kesehatan dapat dilakukan dengan menetapkan syarat-syarat layanan diperoleh
dengan berbagai prosedur administrasi, pembatasan jumlah fasilitas kesehatan yang
melayani, menetapkan jam layanan yang terbatas, penetapan obat dan alat medis yang
berkualitas rendah, dan sebagainya. Penetapan syarat-syarat memperoleh layanan memang
diperlukan untuk mencegah moral hazard, yang berfungsi semacam rem dalam sebuah
kendaraan. Sebuah program jaminan akan selalu mendorong penyalah-gunaan atau
penggunaan yang berlebih oleh orang-orang yang kurang bertanggung jawab. Tetapi, jika
persyaratan terlalu ketat, maka tujuan program melindungi peserta dari kebangkrutan
ekonomi rumah tangga ketika terjadi musibah sakit menjadi tidak berfungsi. Sama halnya
dengan pemasangan rem kendaraan yang terlalu rapat dapat menyebabkan kendaraan tidak
bisa berjalan dan bahkan merusak kendaraan tersebut.

Sumber Dana
Pendanaan program jaminan kesehatan publik bersumber dari anggaran pemerintah
(pusat dan daerah) dan dari iuran peserta. Pendanaan program Jamkesmas bersumber dari
APBN dengan perhitungan sebesar Rp 5.000 per orang per bulan yang tidak berubah selama
lima tahun pertama, yaitu sejak tahun 2005 sampai tahun 2009. Besaran alokasi sebesar Rp
5.000 itu awalnya didasarkan pada ketersediaan anggaran Kemenkes, bukan atas dasar
perhitungan aktuarial yang memadai. Program ini bisa bertahan dan “mencukupi” karena
Kemenkes mengendalikan pengeluaran atau belanjanya dengan tarif tertentu (kini dengan
tarif INA-CBG), membatasi penggunaan fasilitas kesehatan, membatasi jumlah orang yang
Hal 154 

menggunakan seperti meniadakan SKTM sejak 2008, dan penggunaan obat generik. Pada
tahun 2010 besaran anggaran dinaikkan menjadi Rp 6.000 per orang (kapita) per bulan.
Karena sebagian besar layanan kesehatan disedikan di fasilitas kesehatan publik, maka

Perbandingan Program Nasional Hasbullah Thabrany


sesungguhnya besaran alokasi tersebut tidak bisa dinyatakan sebagai biaya sebenarnya.
Sebab, Pemerintah dan Pemda mengeluarkan anggaran yang mungkin jauh lebih besar untuk
gaji pegawai negeri, belanja investasi fasilitas kesehatan, tunjangan pegawai di pusat dan di
daerah, dan belanja operasional fasilitas kesehatan tersebut.
Pendanaan program Jamkesda umumnya mengikuti pola Jamkesmas, baik besaran
dana maupun pembayarannya. Sebagian Pemda menyediakan anggaran lebih besar, baik yang
dikelola sendiri maupun yang dikontrakkan pengelolaannya kepada PT Askes seperti Pemda
Aceh. Sampai dengan Juni 2011, lebih dari 200 Pemda menugaskan PT Askes untuk
mengelola dana Jamkesda dengan besaran iuran yang bervariasi karena variasi luasnya
manfaat dan fasilitas kesehatan yang melayani. Manfaat yang dilayani oleh fasilitas kesehatan
lintas provinsi memerlukan iuran yang lebih besar.
Variasi besaran dana untuk berbagai program Jaminan Kesehatan Publik, yang akan
menjadi cikal-bakal AKN, dapat dilihat dari Tabel berikut.

Hal 155 

Perbandingan Program Nasional Hasbullah Thabrany


Tabel 2
Variasi Alokasi Anggaran Program Jaminan Kesehatan

Program Total Peserta Total Anggaran/ Catatan


Jaminan (orang) anggaran/ Iuran per
Iuran 2010, kapita per
Rp bulan, Rp
Jamkesmas 69.468.376 4.600 Milyar 6.000 Sumber APBN
Askes 16.313.452 5.883 Milyar 30.000 Iuran wajib 2%
PNS dan 2%
pemerintah
sebagai majikan
Jamsostek 4.402.525 974 Milyar 18.000 Iuran pemberi
kerja 3% dan 6%
upah di bawah Rp
1 juta
Jamkesda Siak 4.000 1,7 Milyar 35.417 Tidak ada jumlah
peserta yang
ditetapkan
Jamkesda 99.585 12,6 Milyar 10.574 Sebagian dana
Pasuruan ditanggung
Pemprov Jatim
Jamkesda 67.270 968 Juta 1.200
Mataram
Jamkesda 94.167 Tidak spesifik NA Layanan
Palangkaraya Puskesmas gratis
untuk saluruh
penduduk
Jamkesda
Bolaang
2.808 336 Juta 10.000 Dikelola Askes
Mongondow
Hal 156 

Utara
Jamkesda Pulau Sesuai klaim yang
Tidak spesifik Tidak spesifik NA
Buru diajukan RSUD

Perbandingan Program Nasional Hasbullah Thabrany


Program Total Peserta Total Anggaran/ Catatan
Jaminan (orang) anggaran/ Iuran per
Iuran 2010, kapita per
Rp bulan, Rp
Kabupaten.
Layanan di RSUD
Provinsi
ditanggung
Provinsi
Sesuai klaim yang
Jamkesda Biak
Tidak spesifik Tidak spesifik NA diajukan RSUD
Numfor
Kabupaten.
Sumber: TNP2K, Sekretariat Wakil Presiden, 2011

Di daerah, pengalokasian dana jaminan umumnya ditentukan oleh kemauan


penglokasian dana APBD yang sangat dipengaruhi oleh visi pimpinan daerah. Hal tersebut
sangat mempengaruhi keberlangsungan program karena jika terjadi perubahan asumsi atau
realisasi APBD, maka anggaran dapat turun. Pengelolaan jaminan oleh Pemda tidak akan
menjamin kecukupan dan kelangsungan program untuk jangka panjang. Apabila terjadi
perubahan pimpinan hasil pemilukada baru, bisa jadi program jaminan berubah atau hilang.
Masalah lain adalah koordinasi manfaat antara kabupaten dan provinsi di Kabupaten
dan Provinsi. Di beberapa daerah Pemerintah Provinsi menyediakan anggaran yang sama
jumlahnya dengan alokasi anggaran yang disediakan Kabupaten. Namun koordinasi masih
terbatas pada ketersediaan anggaran dan administrasi pelayanan, belum sampai ke
optimalisasi manfaat oleh masing-masing pemerintah. Sementara di Maluku koordinasi
dilakukan secara sederhana dimana layanan di tingkat kota/kabupaten menjadi tanggung
jawab Pemda kota/kabupaten. Layanan rujukan ke RS provinsi didanai pemerintah provinsi.
Hanya saja, model sederhana ini memungkinkan terjadi moral hazard yaitu rujukan yang
tidak terkendali yang dapat mengakibatkan kesinambungan program terganggu atau
ketidakcukupan dana. Jika RS kota/kabupaten merujuk terlalu banyak, maka dana yang
tersedia di provinsi dapat terkuras.
Koordinasi antara Pemerintah dan pemerintah daerah (kabupaten/kota dan provinsi)
dilakukan masih dengan pendekatan teritorial, belum menerapkan pooling dana yang
Hal 157 

memungkinkan terjadinya subsidi silang antara daerah yang mampu dan yang kurang
mampu.

Perbandingan Program Nasional Hasbullah Thabrany


4. Kinerja dan Iuran

Dalam program Jamsostek yang diwajibkan mengiur hanya pemberi kerja atau
majikan. Karena perbedaan iuran antara yang lajang dan yang berkeluarga, banyak pemberi
kerja melakukan moral hazard, dengan mendaftarkan pekerjanya sebagai lajang, khususnya
pegawai perempuan, agar iurannya menjadi hanya separuh. Biasanya mereka memberi alasan
bahwa perempuan bukan kepala keluarga, sehingga tidak wajib menanggung anggota
keluarga. Nah, bagaimana seandainya suami pekerja sedang menganggur atau bekerja di
sektor informal yang tidak memiliki jaminan apapun. Praktik yang dilakukan pemberi kerja
seperti ini tentu sangat merugikan karyawan. Oleh karena itu UU SJSN mengoreksi dan
mengubah kewajiban iuran jaminan sosial menjadi tanggungjawab bersama antara karyawan
dan pemberi kerja. Model seperti ini adalah model yang paling lazim diberlakukan di dunia.
Dalam asuransi komersial, iuran disebut premi yang merupakan nilai atau harga suatu
polis asuransi dengan manfaat yang sangat bervariasi. Semakin luas manfaat, misalnya
mencakup bedah jantung atau cuci darah, semakin mahal harga premi. Harga premi tidak
tergantung penghasilan penduduk. Harga premi juga dinaikkan ketika pembeli berisiko lebih
besar. Seseorang yang berusia lanjut, seperti pegawai negeri golongan IVE yang biasanya
berusia diatas 50 tahun, harus membayar premi yang lebih mahal dibandingkan dengan
seseorang yang berusia 20 tahun. Model asuransi komersial memang memberikan variasi
harga premi yang di pasaran Indonesia berkisar Rp 50.000 per orang per bulan (bukan per
keluarga) sampai yang berharga Rp 2.000.000 per orang per bulan. Dalam asuransi
komersial, metode perhitungan premi dilakukan dengan metoda aktuaria berdasarkan
pengalaman klaim tahun-tahun sebelumnya dan disesuaikan dengan kelompok risiko
pembeli. Yang tua, karena lebih sering sakit harus membayar premi lebih mahal dari yang
muda, untuk paket jaminan yang sama. Orang yang pernah menderita penyakti darah tinggi
atau penyakit jantung tidak bisa mendapatkan jaminan biaya berobat untuk penyakit yang
sudah dideritanya, atau ia harus membayar premi lebih tinggi lagi. Perempuan, karena
biasanya lebih sering sakit seperti gangguan menstruasi, dan melahirkan harus membayar
premi lebih mahal Model asuransi komersial ini pasti hanya bisa dibeli oleh penduduk
berpenghasilan tinggi dan itupun tidak menjamin semua pengobatan penyakitnya dijamin.
Hal 158 

Premi yang terkumpul ditujukan untuk menjamin kecukupan klaim dan keuntungan
perusahaan. Sifatnya jangka pendek dan mengkotak – kotakkan peserta (pemegang polis)
sesuai dengan kemampuan membeli. Karena volume peserta (pemegang polis) biasanya

Perbandingan Program Nasional Hasbullah Thabrany


sedikit, maka fluktuasi klaim bervariasi besar. Hal ini merupakan hukum statistik atau hukum
bilangan besar. Jumlah peserta yang sedikit menyebabkan perusahaan asuransi harus
menambahkan biaya ketidakpastian, yang disebut marjin, yang dibebankan kepada pembeli.
Fokus utama metoda aktuaria asuransi komersial adalah keuntungan usaha, bukan
telindunginya peserta dari biaya berobat yang bisa membuat rumah tangga seseorang
bangkrut. Dalam konsep komersial, sebuah rumah tangga bangkrut karena musibah penyakit
yang diderita anggota rumah tangga bukanlah pertimbangan penyelenggara asuransi.
Berbeda dengan asuransi komersial, asuransi sosial berfokus pada pencegahan
kebangkrutan rumah tangga jika musibah sakit ringan atau berat menimpa sebuah keluarga
atau peserta atau rakyat. Oleh karena itu, iuran untuk asuransi sosial tidak dikaitkan dengan
penyakit seseorang, baik sebelum atau sesudah menjadi peserta. Besaran iuran juga
ditetapkan dengan prosentase upah, tidak dihitung berdasarkan metoda aktuaria sebagaimana
dilakukan dalam asuransi komersial. Namun demikian, tetap diperlukan analisis semacam
analisis aktuaria dengan pertimbangan kecukupan dana jangka panjang, bukan tahunan dan
bukan untuk menghitung keuntungan badan penyelenggara. Fokus perhitungan akturia dalam
asuransi sosial adalah pada kecukupan dana jangka panjang dengan memperhatikan kenaikan
upah, kenaikan jumlah peserta yang sakit, kenaikan biaya berobat dan tren ekonomi secara
keseluruhan. Keuntungan asuransi sosial, yang biasanya menghimpun (pooling) dana secara
nasional adalah jumlah peserta yang sangat besar, sehingga fluktuasi klaim hampir tidak
tampak. Klaim dapat dihitung dengan hampir pasti, sehingga sangat mudah dilakukan.
Hukum bilangan besar sudah pasti tercapai.
Dalam asuransi sosial, tujuan utamanya adalah perlindungan peserta. Pendanaan yang
cukup hanya merupakan syarat untuk terwujudnya asuranso sosial yang berkesinambungan.
Paket jaminan dan teknik penyediaan layanan progam Askes, Jamsosotek, dan Jamkesmas
hampir sama namun hasil perhitungan biaya klaim sangat berbeda. Perbedaan hasil
perhitungan biaya klaim yang diolah dari database Jamkesmas sangat besar apabila
dibandingkan dengan biaya klaim Askes dan Jamsostek. Sedangkan perbedaan hasil
perhitungan biaya klaim antara Jamsostek dan Askes tidak begitu berarti. Hal ini patut diduga
bahwa peserta Jamsostek dan Askes cukup memahami hak-haknya sedangkan peserta
Jamkesmas masih memiliki pemahaman dan akses yang berbeda.
Hal 159 

Karena sifat program asuransi sosial dengan penekanan kesimbangan dana jangka
panjang, program asuransi sosial umumnya jauh lebih sustainabel. Pengalaman rasio klaim
peserta Askes dan Jamsostek relatif stabil yang dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam Gambar

Perbandingan Program Nasional Hasbullah Thabrany


1 di bawah ini tampak bahwa tren rasio klaim, yaitu jumlah biaya medis yang dikeluarkan
untuk membayar klaim program Askes dan Jamsostek dibandingkan dengan jumlah iuran
yang diterima berfluktuasi dalam batas yang tetap mencukupi. Kenaikan atau penurunan yang
tajam terjadi karena kenaikan upah dan kenaikan tarif yang disesuaikan secara berkala.
Tampak dalam gambar tersebut kesinambungan dana jangka panjang yang selalu disesuaikan.
Klaim 90% artinya sebesar 90% dana terkumpul digunakan untuk membayar klaim biaya
medis atau biaya kesehatan. Porsi biaya klaim 90% tersebut belum termasuk biaya
administrasi atau manajemen Askes dan Jamsostek. Dari gambar tampak jelas bahwa kedua
program nasional tersebut belum pernah mengalami kekurangan dana karena klaim biaya
medis belum pernah mencapai diatas 100% selama kurang waktu 20-30 tahun. Karena alasan
ini pulalah, kekhawatiran dana yang terkumpul tidak mencukupi atau badan penyelenggara
bangkrut tidak beralasan. Karena, besaran klaim selalu dapat diatur dan diantisipasi.
Pencatatan klaim dan akuntansi yang baik menjadi keharusan dalam program jaminan
kesehatan publik. Namun demikian, tren rasio klaim tersebut jauh lebih buruk untuk peserta
dibandingkan tren rasio klaim asuransi sosial di negara-negara lain yang berfluktuasi pada
level 95%.

Gambar 1.
Tren Rasio Klaim Jaminan Kesehatan Askes dan Jamsotek, 1984-2009

100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30% Askes
20% Jamsostek
10%
0%
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009

Sumber: Thabrany, 2010.


Hal 160 

Program Jamkesmas dengan jumlah peserta puluhan juta sayangnya belum dikelola
secara asuransi seperti ketika Askeskin dulu sehingga perkembangan rasio klaim tidak

Perbandingan Program Nasional Hasbullah Thabrany


tersedia. Riwayat rasio klaim diperlukan untuk menghitung kemampuan jangka panjang.
Demikian juga program Jamkesda yang dikaji, sebagian besar dikelola oleh pegawai Pemda
yang belum memahami manajemen asuransi dengan baik. Sebagian program Jamkesda tidak
secara eksplisit mengalokasikan jumlah dana per orang per bulan. Sesungguhnya Kemenkes
telah melakukan pencatatan klaim yang terpusat yang sudah dimulai sejak tahun 2009. Kajian
data klaim Jamkesmas, meskipun sudah punya sistem yang mengumpulkan klaim-klaim
secara nasional, menunjukkan bahwa penataan data klaim masih belum memadai untuk
tujuan evaluasi serapan dana. Tambahan, banyak RS tidak melaporkan klaim pada waktunya.
Hal itu disebabkan karena klaim baru dapat diakui setelah diverifikasi oleh Kemenkes cq
Kantor P2JK (Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan).

Hal 161 

Perbandingan Program Nasional Hasbullah Thabrany


Bab VII.  
Skenario Jaminan Kesehatan Nasional 

1. Pendahuluan

Dalam tahap-tahap akhir perdebatan implementasi SJSN, pihak Pemerintah masih


harus menyelesaikan paket Jaminan Kesehatan Nasional. Karena program SJSN
menyediakan paket jaminan dasar untuk memberikan ruangan bagi asuransi swasta menjual
produk tambahan, maka definisi paket dasar menjadi isu penting. Pemda yang mampu juga
dapat menyediakan paket jaminan tambahan. Harus dibedakan antara kebutuhan dasar,
pelayanan dasar dan jaminan dasar. Kebutuhan dasar adalah kebutuhan minimum seseorang
untuk bisa berfungsi secara normal. Pelayanan dasar adalah konsep manajemen yang
membagi layanan kesehatan dengan layanan dasar (primer) seperti puskesmas dan klinik
dokter praktik umum. Jika dibutuhkan layanan rujukan spesialistik, maka seseorang dapat
menjalani pengobatan di layanan tingkat lanjut. Konsep layanan dasar tidak ada hubungannya
dengan kebutuhan dasar. Sepentara paket dasar adalah paket jaminan asuransi kesehatan yang
dijamin program publik, yang harus memenuhi kebutuhan dasar kesehatan sesuai indikasi
medis. Kebutuhan dasar sesuai indikasi medis tidak bisa dikurangi. Namun tingkat
kenyamanan, misalnya perawatan di ruang VIP, bukanlah paket dasar sebuah program
asuransi publik.
Dalam bab terdahulu telah disajikan bahwa jaminan kesehatan publik menyediakan
manfaat (benefit) jaminan kesehatan untuk memenuhi kebutuhan (need) kesehatan yang
obyektif yang sering disebut kebutuhsan dasar. Untuk memahami kebutuhan, dalam bagian
ini akan dibahas pemahaman kebutuhan dasar kesehatan yang berbeda dengan kebutuhan
dasar lainnya. Sedangkan asuransi kesehatan swasta lebih menitik beratkan pada pemenuhan
keinginan (demand) yang diwujudkan dari pilihan dan kemampuan membeli suatu paket
jaminan kesehatan. Dalam konsep asuransi kesehatan komersial tidak dikenal kebutuhan
Hal 162 

dasar akan tetapi dikenal paket dasar (basic benefits). Paket dasar dalam asuransi kesehatan
komersial umumnya adalah medical, surgical and hospitalization, yaitu layanan kesehatan
yang cukup mahal yang tidak mampu dibayar sendiri oleh sebuah rumah tangga karena
Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany
harganya yang mahal. Sedangkan layanan kesehatan rawat jalan yang murah, seperti
pengobatan pilek dan diare, umumnya tidak dijamin oleh asuransi kesehatan komersial. Atau,
jika hal itu dijamin, maka paket layanan tersebut dikenal dengan nama paket komprehensif
(comprehensive health benefits). Untuk kejelasan, bagian ini akan membahas lebih lanjut
perbedaan kebutuhan dasar dan paket dasar jaminan.

Kebutuhan Dasar Kesehatan


Dalam merumuskan konsep jaminan sosial untuk Indonesia, Tim Sistem Jaminan
Sosial Nasional yang dibentuk dengan Kepres nomor 20 tahun 2002 menyepakati suatu
sistem jaminan sosial harus dibangun diatas tiga pilar yaitu:
Pilar pertama yang tebawah adalah pilar bantuan sosial (social assistance) bagi
mereka yang miskin dan tidak mampu atau tidak memiliki penghasilan tetap yang memadai
untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak. Dalam praktiknya, bantuan sosial ini
diwujudkan dengan bantuan iuran oleh pemerintah agar mereka yang miskin dan tidak
mampu dapat tetap menjadi peserta SJSN.
Pilar kedua adalah pilar asuransi sosial yang merupakan suatu sistem asuransi yang
wajib diikuti oleh semua penduduk yang mempunyai penghasilan (diatas garis kemiskinan)
dengan membayar iuran yang proporsional terhadap penghasilannya/upahnya.
Pilar satu dan pilar kedua ini merupakan fondasi SJSN untuk memenuhi kebutuhan
dasar hidup yang layak yang harus diikuti (transaksi wajib) dan diterima oleh seluruh rakyat
(pilar jaminan sosial publik).
Pilar ketiga adalah pilar tambahan atau suplemen bagi mereka yang menginginkan
(demand) jaminan yang lebih besar dari jaminan kebutuhan standar hidup yang layak dan
mereka yang mampu membeli jaminan tersebut (pilar jaminan swasta/privat yang
transaksinya berbasis sukarela – sebuah usaha dagang). Pilar ini dapat diisi dengan membeli
asuransi komersial (baik asuransi kesehatan, pensiun, atau asuransi jiwa), tabungan sendiri,
atau program-program lain yang dapat dilakukan oleh perorangan atau lembaga usaha dalam
bentuk investasi saham, reksa dana, atau membeli properti sebagai tabungan bagi dirinya atau
keluarganya.
Pilar ketiga jaminan kesejahteraan (bukan lagi jaminan sosial atau jaminan dasar)
Hal 163 

memenuhi keinginan (want, demand) seseorang. Sedangkan dua pilar pertama memenuhi
kebutuhan (need), yang bersifat absolut. Kebutuhan (need) tidak bisa dikompromikan atau
dibahas secara demokratis. Kebutuhan adalah syarat bilologis suatu mahluk hidup dapat

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


berfungsi normal, hidup layak atau produktif seperti mencari makan, belajar, bekerja, dan
bergerak untuk keperluan sosial minimal. Kebutuhan tidak ditentukan oleh orang per orang
seperti keinginan (demand). Kebutuhan ditentukan oleh ahli berdasarkan ukuran obyektif.
Sebagai contoh, seorang dengan tinggi badan dan berat badan tertentu memerlukan 2.100
kalori (yang digunakan untuk mengukur kebutuhan fisik minimum di Indonesia) untuk bisa
belajar atau bekerja 8 jam sehari. Untuk hidup normal, setiap orang membutuhkan rumah
seluas 8 m2, salah satu standar yang digunakan Indonesia untuk mengukur kemiskinan. Apa
kebutuhan dasar kesehatan?
Kebutuhan dasar kesehatan berbeda dengan kebutuhan dasar lain karena adanya sifat
ketidak-pastian (uncertainty) yang tidak bisa diukur sama untuk semua orang. Kebutuhan
makan/kalori dan kebutuhan perumahan dasar yang memungkinkan seseorang berproduksi
(berjalan, bergerak, belajar, bekerja, atau bersosialisasi) bisa diukur dan alam telah
memastikan kebutuhan tersebut. Kebutuhan dasar makan untuk berproduksi untuk ukuran
tubuh Indonesia yang kecil telah dihitung oleh ahli gizi medik sebanyak 2.100 kalori. Jika
orang yang kebutuhannya dasarnya 2.100 kalori makan makanan dengan jumlah kalori
melebihi dari itu, maka dia akan jadi kegemukan, karena kalori yang tersedia dalam tubuh
tidak digunakan karenanya disimpan menjadi lemak (gemuk). Kebutuhan perumahan pada
dasarnya adalah kebutuhan berteduh dan beristirahat, duduk, tidur dll. Para ahli kita, dengan
status ekonomi negara sekarang, telah mengukur dan menetapkan bahwa setiap orang yang
memiliki ruang privat seluas 8 m2 telah cukup memenuhi kebutuhan dasar perumahan. Semua
kebutuhan dasar tersebut bersifat pasti dan dapat diukur. Karenanya, nilai rupiahnya juga
dapat dihitung.
Kebutuhan dasar layanan kesehatan tidak dapat dihitung dimuka dan tidak dapat
diseragamkan untuk semua orang. Penyebab utamanya adalah ketidak-pastian akan
kebutuhan layanan kesehatan. Kebutuhan layanan kesehatan bukan kebutuhan pasti tiap hari.
Kebutuhan kesehatan juga bukan merupakan keinginan seseorang. Bahkan semua orang tidak
menginginkan sakit dan karenanya tidak menginginkan layanan kesehatan. Konsep want
yang menjadi dasar timbulnya demand/permintaan, tidak relevan untuk kesehatan. Ada orang
yang tidak pernah membutuhkan layanan kesehatan dalam 30 tahun terakhir kehidupannya,
karena ia tidak pernah sakit tetapi ada juga orang yang perlu makan obat dalam 30 tahun
Hal 164 

terakhir kehidupannya, karena ia menderita penyakit tekanan darah tinggi atau kencing
manis. Jumlah dana yang dihabiskan untuk mempertahankan ia terbebas dari gejala
penyakitnya selama 30 tahun telah melebihi nilai Rp 200 juta. Ada orang yang kemarin masih

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


tampak segar bugar, tiba-tiba terkena serangan jantung dan menurut dokter (profesional)
perlu perawatan intensif 30 hari dan pembedahan jantung yang pada akhirnya menghabiskan
biaya (tagihan rumah sakit) sebesar Rp 200 juta rupiah. Kebutuhan biaya Rp 200 juta tersebut
adalah kebutuhan untuk memungkinkan ia bisa hidup normal kembali, bisa berjalan, belajar,
bekerja dan bersosialisasi. Jadi, nilai uang Rp 200 juta tersebut merupakan nilai yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.
Pemerintah Inggris sudah sejak 1948 (ketika itu ekonomi Inggris mungkin lebih jelek
dari ekonomi Indonesia saat ini) menyediakan layanan kesehatan gratis untuk seluruh
penduduknya dan seluruh penduduk asing legal yang bermukim di negeri itu. Layanan gratis
tersebut mencakup bedah jantung, pengobatan kanker, bahkan transplantasi organ seperti
ginjal dan hati, asal ada donornya. Konstitusi Inggris mengharuskan semua orang (bukan
hanya warga negaranya) mendapat layanan kesehatan sesuai kebutuhan medisnya, terlepas
dari asal-usul orang tersebut, tingkat ekonomi keluarga, atau pekerjaannya.
Amerika mempunyai sistem Medicare yang menjamin semua penduduk yang
memiliki penyakit terminal (penyakit mematikan misalnya gagal ginjal yang dalam waktu
singkat dapat mematikan), tanpa memandang tingkat ekonomi, ras, dan bahkan status
kewarga-negaraan penduduk Amerika. Jika negara kapitalis saja menjamin layanan kesehatan
yang mahal yang memiskinkan, sangatlah memalukan dan melanggar hak asasi manusia jika
Indonesia tidak menjamin layanan kesehatan yang mahal. Alasan ketidak-mampuan fiskal
Indonesia sama sekali tidak beralasan, karena semua negara yang menjamin layanan
kesehatan komprehensif tidak pernah bangkrut dan sudah memulainya ketika ekonomi negara
tersebut lebih jelek dari ekonomi Indonesia di tahun 2010.

2. Paket Manfaat Layanan Kesehatan Standar Nasional

Paket Standar Nasional Jaminan Kesehatan


Paket jaminan kesehatan yang telah berlaku di Indonesia dikenal sebagai paket
jaminan komprehensif, artinya, seluruh layanan medis sejauh oleh dokter dinyatakan perlu
pengobatan atau layanan, maka layanan itu dijamin. Dalam literatur internasional hal ini
sering disebut ‘first dollar coverage and sky is the limit”. Yang terus menjadi perdebatan dan
Hal 165 

belum ada titik temu adalah konsep dasar layanan komprehensif. Masih banyak komentar
yang mengatakan bahwa negara tidak akan sanggup mendanai seluruh layanan tersebut.
Pemahaman mengenai jaminan kesehatan harus terus disosialisasikan secara benar kepada

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


pihak – pihak pengambil keputusan dan pihak – pihak yang berpengaruh di negeri ini.
Sayang, jaminan kesehatan masih jadi komoditas politik para calon kepala daerah. Banyak
pihak tidak memahami konsepsi dasar layanan komprehensif yang tanpa batas biaya
pengobatan. Mereka sering berkomentar “jika layanan seperti itu disediakan, negara ini akan
bangkrut.” Sayang sekali mereka tidak memahami, tidak belajar, dan tidak membuka mata
bahwa Inggris menyediakan layanan komprehensif gratis, termasuk transplantasi organ bagi
seluruh penduduknya sejak lebih dari 60 tahun yang lalu dan tidak bangkrut. Bahkan,
penduduk yang tinggal jauh dari rumah sakit mendapat uang transpor dari rumah sakit.
Tontonlah film “Sicko” yang menjelaskan secara gamblang layanan komprehensif tersebut.
Ternyata bukan saja Inggris tidak bangkrut, malah belanja kesehatan Inggris merupakan yang
terrendah diantara negara-negara maju seperti Amerika, Jerman, dan Kanada.
Mereka yang menolak paket layanan standar nasional komprehensif dan berkeberatan
dengan masuknya layanan mahal seperti pengobatan kanker hanya termakan ucapan orang
lain, yang bisa jadi membawa kepentingan perusahaan asuransi, atau ingin agar penduduk
Indonesia sakit-sakitan dan tidak produktif agar biaya tenaga kerjanya tetap murah, atau
sekedar menjatuhkan lawan politik. Pemikiran seperti itu juga terjadi pada mereka yang tidak
memahami jaminan kesehatan di negara lain dan hanya memahami jaminan kesehatan dalam
konteks asuransi kesehatan komersial yang sangat berbeda dengan konsep Jaminan
Kesehatan Publik (asuransi kesehatan sosial/nasional).
Fakta layanan komprehensif sebagai paket standar nasional dapat bertahan dan tidak
membuat bangkrut sudah terbukti dengan tetap sehatnya indikator keuangan PT Askes yang
telah berusia lebih dari 43 tahun. Negara-negara yang menyediakan layanan kesehatan
nasional seperti di Inggris, Australia, Spanyol, Italia, Hong Kong, Malaysia, dan Sri Lanka
sejak lebih dari setengah abad yang lalu tidak pernah bangkrut. Mengapa demikian?
Jaminan/manfaat layanan komprehensif yang disediakan dalam bentuk layanan,
bukan penggantian uang, dapat mengendalikan biaya atau moral hazard dari kedua sisi, yaitu
sisi demand maupun sisi suplai. Kendali sisi demand (peserta atau penduduk yang berhak atas
jaminan kesehatan) misalnya dengan menyediakan layanan di fasilitas tertentu, misalnya
puskesmas, rumah sakit publik, rumah sakit swasta yang bersedia kontrak, dan kelas
perawatan di rumah sakit. Jelas, di fasilitas kesehatan tersebut, tidak semua orang akan
Hal 166 

menggunakan haknya. Banyak orang yang merasa mampu tidak menggunakan fasilitas
publik yang murah dan seringkali dengan antrian panjang (juga merupakan salah satu
kendali). Tidak masalah. Jika ia punya uang sendiri dan ia tidak mau menggunakan haknya,

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


maka hal tersebut merupakan hak seseorang. Namun, ketika suatu ketika orang itu sakit berat
dan uangnya terbatas, dia tetap berhak mendapat layanan yang mutlak dibutuhkan. Memang
masih banyak keluhan menyangkut pelayanan pada pasien dengan Jaminan. Namun, secara
konstitusional dan secara medis, orang tersebut dapat terhindar dari ancaman nyawa atau
cacat akibat penyakitnya tidak diobati. Suatu program nasional, apapun programnya, tidak
boleh menjamin “kepuasan atau kenyamanan” semua penduduk. Kenyamanan atau kepuasan
merupakan hak privilej seseorang, yaitu hak yang harus diupayakan sendiri dengan prestasi,
dengan biaya sendiri, atau prestasi jabatan (hanya pejabat tingkat tertentu yang mendapat
fasilitas kenyamanan). Tidak mungkin seluruh penduduk diberikan fasilitas “kenyamanan”
sebagaimana yang dinikmati pejabat tinggi publik maupun swasta. Hal ini merupakan praktik
umum yang berlaku di seluruh dunia.
Kendali biaya sisi suplai dapat dilakukan dengan layanan terstruktur merupakan
teknik yang juga lazim digunakan di seluruh dunia. Istilah lain kendali biaya, untuk
menjamin kecukupan dana dan keterjangkauan dana kelompok disebut rationing. Rationing
sisi suplai yang paling banyak digunakan adalah menggunakan obat generik dan alat medis
standar, yang tetap efektif, namun tidak harus yang termahal. Obat generik adalah obat yang
efektif namun tidak menggunakan nama dagang penemu obat yang sering secara keliru
disebut obat paten. Obat paten adalah obat yang hanya diproduksi oleh satu perusahaan obat,
penemu obat tersebut. Karena perusahaan telah melakukan riset yang mahal, yang mencapai
biaya 1-10 Triliun rupiah untuk satu jenis obat, maka perusahan tersebut secara konvensi
internasional diberikan hak monopoli menjual obat tersebut selama 20 tahun. Selama 20
tahun perusahaan lain tidak boleh menjual obat tersebut dan diperhitungkan bahwa seluruh
investasi dan hasil investasi yang memadai telah dimiliki oleh perusahan penemu. Setelah itu,
hak paten habis dan obat atau zat aktif bahan baku obat tersebut boleh diproduksi oleh
perusahaan apa saja. Inilah yang disebut obat generik. Ketika hak paten obat itu habis, maka
obat generik menjadi murah karena banyaknya perusahaan yang bersaing menjual obat. Jadi,
obat generik bukanlah obat murah dan tidak efektif seperti disalah-fahami banyak orang.
Di Amerika, hampir 80% obat yang digunakan adalah obat generik. Rationing
penggunaan alat standar juga memiliki prinsip yang sama dengan rationing obat generik.
Untuk memeriksa patah tulang atau memeriksa bayi masih hidup dalam kandungan tidak
Hal 167 

diperlukan alat USG berwarna dan empat dimensi. Alat rontgen biasa yang harganya jauh
lebih murah sudah cukup. Layanan dengan obat dan alat standar yang efektif tetapi murah
inilah yang disebut Paket Standar Nasional.

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Banyak alat mahal sesungguhnya digunakan oleh para penjual untuk menarik
pembeli, bukan karena alat tersebut dibutuhkan. Sebagai contoh, untuk transportasi kita
cukup memiliki mobil yang berfungsi dan jika perlu dengan pengatur udara (AC), standar.
Perlengkapan kendaraan standar dapat berubah sesuai dengan tingkat kemampuan ekonomi
suatu masyarakat atau negara. Kita tidak membutuhkan radio, musik stereo, televisi, alat
kendali otomatis, dan sebagainya. Semua itu disebut asesori. Tetapi sebagian orang senang
beli model mewah yang harganya beberapa puluh kali dari harga mobil standar untuk
keperluan transportasi. Hal ini menunjukkan bahwa kenyamanan itu mahal dan paket standar
jauh lebih murah dari paket kenyamanan. Kenyamanan atau asesori boleh saja dibeli oleh
setiap orang yang memiliki uang dan ia dengan senang hati membelinya. Akan tetapi paket
asesori tidak layak disediakan untuk semua orang, karena selera orang berbeda-beda dan
penyediaan asesori bagi semua orang merupakan pemborosan yang tidak perlu. Hal itu sama
saja memberikan tiket pesawat bisnis dan kamar hotel suit bagi seluruh pegawai. Tidak
pernah terjadi di seluruh dunia. Akan tetapi, setiap pegawai yang harus bepergian dinas
disediakan tiket pesawat ekonomi dan kamar standar merupakan hal biasa. Inilah konsep
paket standar.
Paket standar, namun komprehensif, inilah yang dijamin untuk semua warga negara
agar semua kebutuhan medis atau penyakit dapat diobati, terlepas mahal atau tidaknya biaya
pengobatan. Karena program nasional merupakan hak semua rakyat, maka program jaminan
kesehatan harus diatur sedemikian rupa agar dana yang tersedia mencukupi untuk semua
orang yang membutuhkan layanan medis (layanan yang terkait suatu penyakit). Paket layanan
atau manfaat jaminan yang berlaku untuk semua orang disebut Paket Standar Nasional. Paket
standar nasional harus menjamin kebutuhan dasar kesehatan.

Ayat-ayat dalam UU SJSN, Penjelasan, dan Konsekuensi Rumusan Paket


Manfaat dan Iuran

Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat


UU SJSN dan Iuran
Pasal 13
Hal 168 

(1) Pemberi Peraturan Pemerintah no 14/1993 dan


kerja secara peraturan penggantinnya harus
bertahap wajib disesuaikan sehingga tidak ada lagi ‘opt
mendaftarkan out”. Semua peraturan yang terkait
Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany
Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
dirinya dan dengan UU Jamsostek (no 3/2002)
pekerjanya sebagai secara otomatis tidak berlaku lagi mulai
peserta kepada tanggal 20 Oktober, 2009.1 Employers,
Badan shareholders, board of directors are
Penyelenggara mandated to contribution, NOT ONLY
Jaminan Sosial, the employees as regulated by the law

1
Inilah doktrin hukum “lex posterior derogate lex anterior” yang harus ditegakan. Beberapa orang
yang ingin mempertahankan UU 3/1992 menyatakan bahwa UU SJSN tidak membatalkan UU Jamsostek dan
karenanya UU 3/1992 ttg Jamsostek masih tetap berlaku. Argumen tersebut secara hukum tidak bisa dibenarkan
dan pasal 52 UU SJSN secara tegas menyatakan Jamsostek harus menyesuaikan diri dengan UU SJSN. Untuk
menyesuaikan diri dengan UU SJSN tidak berarti UU 3/1992 harus diamendemen. Hal itu sudah jelas dalam
penjelasan UU SJSN yang menyatakan

“…Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dalam TAP Nomor X/MPR/2001 menugaskan
Presiden untuk membentuk Sistem Jaminan Sosial Nasional dalam rangka memberikan perlindungan sosial
yang menyeluruh dan terpadu. …Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara
yang bertujuan memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

….penejleasan tentang kekurangan dan ketidak-cukupan berbagai program jaminan sosial yang sudah
ada, mencakup yang dikelola oleh Jamsostek, Taspen, Askes, dan ASABRI…

Berbagai program tersebut di atas baru mencakup sebagian kecil masyarakat. Sebagian besar rakyat
belum memperoleh perlindungan yang memadai. Di samping itu, pelaksanaan berbagai program jaminan sosial
tersebut belum mampu memberikan perlindungan yang adil dan memadai kepada para peserta sesuai dengan
manfaat program yang menjadi hak peserta.
Sehubungan dengan hal di atas, dipandang perlu menyusun Sistem Jaminan Sosial Nasional yang
mampu mensinkronisasikan penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial yang dilaksanakan oleh beberapa
penyelenggara agar dapat menjangkau kepesertaan yang lebih luas serta memberikan manfaat yang lebih besar
bagi setiap peserta... “

Jelaslah bahwa UU SJSN disusun sebagai reformasi UU/Peraturan pemerintah yang ada
sebelumnya untuk menjamin bahwa SELURUH RAKYAT Indonesia mendapatkkan jaminan sosial yang
menjadi haknya. Mohon baca dengan teliti seluruh UU SJSN, khususnya penjelasan umum yang menjelaskan
latar belakang dan sekaligus keinginan menjadikan UU SJSN sebagai reformasi SEMUA penyelenggaraan
jaminan sosial sebelumnya.
Hal 169 

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
sesuai dengan number 3/1992. Because the UUD 1945
program jaminan clearly says “social security for ALL
sosial yang diikuti. people”
(2) Penahapan Pentahapan logis yang umum
sebagaimana dipraktikan di negara lain adalah mulai
dimaksud pada ayat mewajibkan majikan dengan jumlah
(1), diatur lebih karyawan besar, dilanjutkan dengan
lanjut dengan yang lebih kecil, sampai majikan dengan
Peraturan Presiden. SATU karyawan wajib membayar iuran.
Pasal 14
(1) Pemerintah Ada dua pentahapan:
Frasa “secara
secara bertahap Pertama, Peserta. Peserta yang mendapat
bertahap” dalam
mendaftarkan bantuan sosial untuk membayar iuran
ketentuan ini
penerima bantuan adalah yang miskin DAN tidak mampu.
dimaksudkan agar
iuran sebagai Jika kemampuan keuangan Pemerintah
memperhatikan syarat-
peserta kepada dan pemda tidak memadai, maka yang
syarat kepesertaan dan
Badan miskin menjadi peserta lebih dahulu.
program yang
Penyelenggara Jika keuangan memadai, maka ‘yang
dilaksanakan dengan
Jaminan Sosial. tidak mampu’ dapat memperoleh
memperhatikan
bantuan sosial untuk membayar iuran.
kemampuan anggaran
Definisi tidak mampu umumnya
negara, seperti diawali
dikaitkan dengan kemampuan ekonomi.
dengan program jaminan
Hal ini memang sengaja dicantumkan,
kesehatan.
karena penduduk yang tidak miskin,
marjinal, yang mampu membeli
makanan, tetapi belum tentu mampu
mengiur untuk jaminan kesehatan dan
jaminan lainnya, khususnya jaminan hari
tua dan pensiun.
Pentahapan kedua adalah program.
Pemerintah memulai memberi bantuan
sosial untuk membayar iuran bagi
program jaminan kesehatan lebih dulu.
BUKAN berarti program jaminan sosial
hanya dimulai dari jamian kesehatan.
Hal 170 

(2) Penerima Atas dasar pasal ini, Pemerintah dapat


bantuan iuran memberikan bantuan sosial untuk
sebagaimana membayar iuran kepada yang tidak

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
dimaksud pada ayat miskin secara ekonomis. Frasa ‘orang
(1) adalah fakir tidak mampu’ dimuat sesuai dengan
miskin dan orang kenyataan bahwa orang yang masih
tidak mampu. mampu makan, tidak mampu berobat
atau membayar rumah sakit, karena
ketidak-pastian besaran biaya yang harus
dibayarkan. Orang seperti ini tergolong
‘sadikin’, sakit sedikit menjadi miskin.
UU SJSN dengan tegas TIDAK
menugaskan Pemerintah/Pemerintah
daerah untuk menggunakan dana
bantuan sosial dengan mengelola dana
sendiri sebagaimana dilakukan Depkes
dalam program Jamkesmas.
Berdasarkan pasal ini, sah saja jika
Pemerintah dan Pemda membantu iuran
bagi penduduk yang tidak menerima
upah (informal/pekerja mandiri).
(3) Ketentuan Isi Peraturan Pemerintah harus
sebagaimana menampung konsekuensi yang dibahas
dimaksud dalam dalam kolom ini.
ayat (1) dan ayat (2)
diatur lebih lanjut
dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 15
(1) Badan Ayat ini disusun dengan antisipasi bahwa
Penyelenggara UU Administrasi Kependudukan akan
Jaminan mengatur NIK. Dengan demikian, nomor
Sosial wajib identitis tunggul (NIK) TIDAK
memberikan BERARTI harus berbeda dengan NIK.
nomor Ketika UU SJSN disusun, NIK belum
identitas diundangkan tetapi penyusun telah
tunggal memahami bahwa NIK akan diatur
kepada setiap dalam sebuah UU. Dikandung maksud
Hal 171 

peserta dan menggunakan NIK dan berlaku nasional


anggota semacam Social Security Number di
keluarganya. Amerika Serikat.

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
Pasal ini sekaligus mengindikasikan
bahwa JKN paket dasar komprehensif
harus diselenggarakan secara Nasional
dan BUKAN terpecah-pecah per daerah.
Dengan identitas tunggal inilah,
portabilitas antar propinsi/kota-
kabupaten dengan mudah dapat dijamin
dan dilakukan dengan mudah.
(2) Badan Frasa ini mengharuskan perubahan pola
Penyelenggara kerja BPJS yang ada (Askes dan
Jaminan Jamsostek) untuk menyelenggarakan
Sosial wajib jaminan kesehatan secara transparan dan
memberikan aktif melakukan sosialisasi. Dengan
informasi demikian, tidak ada peserta yang tidak
tentang hak memahami dan tidak menggunakan
dan kewajiban haknya.
kepada peserta Hal ini sangat penting difahami oleh para
untuk majikan, asosiasi pengusaha, dan
mengikuti akademisi yang selama ini masih
ketentuan menduga bahwa JKN nanti tidak akan
yang berlaku. dimanfaatkan optimal oleh mereka yang
Pasal 16 telah membayar iuran. Dengan frasa ini,
Setiap peserta jika pengelola tidak melakukan
berhak memperoleh kewajibannya, maka peserta dapat
manfaat dan menuntut ke pengadilan
informasi tentang
pelaksanaan
program jaminan
sosial yang diikuti.
Pasal 17
(1) Setiap Ayat ini secara tegas mengharuskan
peserta wajib pegawai yang memiliki gaji tetap
membayar iuran bulanan (biasanya disebut sektor formal)
yang besarnya harus membayar iuran proporsional
Hal 172 

ditetapkan terhadap gaji untuk menjamin ekuitas.


berdasarkan Namun demikian, pekerja yang tidak
persentase dari upah menerima upah, pekerja mandiri atau
atau suatu jumlah yang sering disebut sektor informal,

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
nominal tertentu. harus (jika ada teknik administrasi yang
handal) membayar iuran jumlah tertentu
dalam beberapa kategori untuk mewakili
rata-rata pendapatan pekerjaan pekerja
mandiri. Misalnya iuran untuk tukang
ojek/bajaj/sopir angkot milik sendiri
mungkin hanya 75% dari besaran iuran
sopir taksi milik sendiri.
(2) Setiap Yang dimaksud Sebagaimana dijelaskan diatas, frasa ini
pemberi kerja wajib pembayaran iuran secara merupakan REFORMASI UU
memungut iuran berkala dalam ketentuan JAMSOSTEK, yang hanya mewajibkan
dari pekerjanya, ini adalah pembayaran tenaga kerja yang ikut serta dan
menambahkan iuran setiap bulan. dibayarkan iuran. Majikan tidak
yang menjadi disertakan. Pasal ini mengharuskan
kewajibannya dan majikan juga membayar iuran bagi
membayarkan iuran dirinya. Sebab, JKN dalam UU SJSN
tersebut kepada sebagaimana amanat UUD
Badan mengharuskan jaminan bagi semua
Penyelenggara penduduk.
Jaminan Sosial Majikan harus bayar iuran tiap bulan.
secara berkala.

(3) Besarnya Frasa ini memberikan indikasi bahwa


iuran sebagaimana besaran iuran, yang perosentase upah
dimaksud pada ayat maupun yang jumlah nominal, harus
(1) dan ayat (2) dinaikan sesuai dengan naiknya biaya
ditetapkan untuk maupun kualitas manfaat. Hal ini biasa
setiap jenis program dilakukan di berbagai negara. Misalnya
secara berkala iuran pertama 5% upah sebulan setelah
sesuai dengan evaluasi utilisasi adanya inflasi dan
perkembangan kebutuhan peningkatan kualitas, maka
sosial, ekonomi dan dua tahun kemudian iuran dinaikan
Hal 173 

kebutuhan dasar menjadi 5,5%.


hidup yang layak.
(4) Iuran Fakir miskin dan orang Sama dengan keterangan konsekuensi
program jaminan yang tidak mampu dalam pasal 14 ayat 2. Pemerintah dapat
Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany
Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
sosial bagi fakir ketentuan ini adalah membayar 100% iuran untuk orang
miskin dan orang sebagaimana dimaksud miskin dan dapat membayar kurang dari
yang tidak mampu dalam Pasal 34 ayat (1) 100% nilai iuran, bagi penduduk
dibayar oleh dan ayat (2) Undang- keluarga pekerja tidak menerima upah
Pemerintah. Undang Dasar Negara (sektor informal). Pemerintah dapat
Republik Indonesia mensubsidi 50% iuran (yang dihitung
Tahun 1945. secara aktuarial) sedangkan sebagian
50% lagi dibayar sendiri oleh peserta.
(5) Pada tahap Frasa ini mengamanatkan bahwa
pertama, iuran Pemerintah bisa saja suatu saat nanti
sebagaimana membayar iuran jaminan kematian atau
dimaksud pada ayat jaminan pensiun bagi penduduk miskin
(4) dibayar oleh dan tidak mampu. Tetapi, tahap awal,
Pemerintah untuk sesuai keuangan Pemerintah, prioritas
program jaminan adalah jaminan kesehatan
kesehatan.
(6) Ketentuan Isi PP harus menampung pertimbangan
sebagaimana konsekuensi rumusan yang dikemukan
dimaksud pada ayat dalam kolom ini
(4) dan ayat (5)
diatur lebih lanjut
dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Kedua
Jaminan Kesehatan
Pasal 19
(1) Jaminan Frasa ini merupakan prinsip yang
Prinsip asuransi sosial
kesehatan TIDAK BISA DITAWAR harus
meliputi :
diselenggarak SECARA NASIONAL, tidak parsial per
an secara a. kegotongroyongan provinsi/wilayah. Untuk memfasilitasi
nasional antara yang kaya kegotong-royongan, solidaritas sosial
berdasarkan dan miskin, yang dan keadilan sosial, maka semua
prinsip sehat dan sakit, penduduk di seluruh tanah air wajib iur
asuransi sosial yang tua dan (jika mampu, able to pay). Orang yang
Hal 174 

dan prinsip muda, dan yang telah bekerja, ada majikan, dikategorikan
ekuitas. berisiko tinggi dan telah mampu dan karenanya wajib iur.
rendah; Meskipun pekerja dan majikan bukan
b. kepesertaan yang tergolong perusahan besar dengan gaji

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
bersifat wajib dan baik, tetap tergolong mampu dan
tidak selektif; membayar iuran (misal 5% upah yang
tidak memberatkan). Iuran bersifat
c. iuran berdasarkan
persentase upah, jadi TIDAK
persentase
MEMBERATKAN. Frasa penghasilan
upah/penghasilan;
(dengan garis miring) dimaksudkan
d. bersifat nirlaba. bahwa penduduk yang tidak menerima
Prinsip ekuitas yaitu upah (sektor informal) yang mampu
kesamaan dalam secara ekonomis (diatas penghasilan
memperoleh pelayanan tertentu), suatu saat harus juga
sesuai dengan kebutuhan membayar iuran proporsional/relatif
medisnya yang tidak proporsional terhadap penghasilannya.
terikat dengan besaran Akan tetapi penarikan iuran harus
iuran yang telah menimbangkan teknologi administasi
dibayarkannya. yang efisien dan efektif. Jika lebih
efisien dan efektif iuran dibayarkan oleh
Pemerinta/pemda, dapat saja hal itu
dilakukan sekarang. Toh semua mereka
membayar pajak pertambahan nilai dan
PBB. Nanti, ketika mereka sudah
terdaftar resmi sebagai usaha dan
membayar pajak, maka mereka harus
bayar iuran. HANYA dengan cara inilah,
prinsip ekuitas dapat terjamin. Dalam
prinsip ekuitas ini, terlepas dari besaran
upah/penghasilan, orang yang sakit
jantung harus mendapat pengobatan
jantung. Inilah wujud keadilan sosial
dan kemanusiaan yang adil dan beradab
dalam Pancasila.
(2) Jaminan Frasa ini mengindikasikan paket manfaat
kesehatan HARUS mencakup juga upaya promotif
diselenggarak (pemeliharaan)-preventif (perlindungan)
an dengan dalam memenuhi kebutuhan dasar
tujuan kesehatan. Kebutuhan dasar kesehatan
Hal 175 

menjamin adalah kebutuhan yang memungkinkan


agar peserta seseorang hidup produktif. BUKAN
memperoleh pelayanan yang berbiaya murah atau

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
manfaat yang bisa dilayani di puskesmas. Jadi,
pemeliharaan jika ia sakit jantung atau gagal ginjal, ia
kesehatan dan harus diobati agar bisa hidup produktif
perlindungan (bekerja dan berinterkasi sosial dengan
dalam keluarga). Inilah esensi paket jaminan
memenuhi komprehensif nasional.
kebutuhan
dasar
kesehatan.
Pasal 20
(1) Peserta Pasal ini meniadakan sistem jaminan
jaminan kesehatan langsung, tax based, seperti di Malaysia
adalah setiap orang dan Inggris atau yang sering disalah-
yang telah artikan sebagai negara kesejahteraan.
membayar iuran Jelas, pilihan Indonesia adalah sistem
atau iurannya Asuransi Kesehatan Nasional. Setiap
dibayar oleh orang wajib iur. Jika ia belum mampu
Pemerintah. iur, untuk sementara pemerintah
membayar/memberi subsidi iuran. Nanti,
setelah ia bekerja, ia WAJIB bayar iuran.
Jadi, kita tidak menganut pelayan gratis
(tax-funded) pada saat butuh pelayanan,
tanpa adanya iuran khusus (ear-marked
tax, social security tax). Sistem asuransi
sosial ini lebih sustainable¸dan feasible
ketika penduduk yang bayar pajak hanya
sebagian kecial seperti yang terjadi
sekarang ini.
(2) Anggota Anggota keluarga adalah Frasa ini membatasi 5 (lima) orang
keluarga peserta istri/suami yang sah, karena kekhawatiran penduduk tidak lagi
berhak menerima anak kandung, anak tiri peduli dengan pembatasan anak
manfaat jaminan dari perkawinan yang (keluarga berencana).
kesehatan. sah, dan anak angkat
yang sah, sebanyak-
banyaknya 5 (lima)
Hal 176 

orang.
(3) Setiap peserta Yang dimaksud Namun demikian, disadari bahwa
dapat dengan anggota keluarga pembatasan anak merupakan hak setiap
Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany
Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
mengikutserta yang lain dalam orang, sehingga mereka yang mau
kan anggota ketentuan ini adalah memiliki anak lebih dari 3, harus
keluarga yang anak ke-4 dan membayar tambahan iuran, dari
lain yang seterusnya, ayah, ibu, potongan upahnya.
menjadi dan mertua. Pasal ini juga memberikan solusi agar
tanggunganny Untuk anak menjamin orang tua/termasuk
a dengan mengikutsertakan mertua untuk dijamin dengan cara
penambahan anggota keluarga yang membayar iuran tambahan. Kita tidak
iuran. lain, pekerja ingin, seorang anak baru babak belur
memberikan surat kuasa mencari dana untuk berobat ketika anak
kepada pemberi kerja ke-4 dst atau orang tua/mertua sakit. Hal
untuk menambahkan ini akan memberatkan ekonomi
iurannya kepada Badan keluarga. Jika mereka mengiur,
Penyelenggara Jaminan katakankan 1% upah per tambahan
Sosial sebagaimana orang, secara rutin tiap bulan, maka
ditetapkan dalam beban itu tidak terasa. Majikan tidak
Undang-Undang ini. membayar iuran untuk tambahan
anggota keluarga ini. Adil!

Hal 177 

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
Pasal 21
(1) Kepesertaan Ketentuan ini Pasal ini menambah jaminan bagi
jaminan kesehatan memungkinkan seorang peserta Jamsostek, tidak seperti yang
tetap berlaku paling peserta yang mengalami dijamin oleh UU Jamsostek sekarang,
lama 6 (enam) pemutusan hubungan yang jika pekerja terkena PHK, jaminan
bulan sejak seorang kerja dan keluarganya terputus. Itulah sebabnya, UU SJSN
peserta mengalami tetap dapat menerima otomatis mengubah UU Jamsostek dan
pemutusan jaminan kesehatan setelah UU SJSN sepenuhnya
hubungan kerja. hingga 6 (enam) bulan dijalankan, maka UU Jamsostek TIDAK
berikutnya tanpa BERLAKU lagi. Selain itu, karena
mengiur. pekerja dijamin ketika dia kena PHK,
maka wajar jika ia juga ikut membayar
iuran. Kewajiban pekerja ikut mengiur
selama ini sering dilontarkan sebagai
lebih memberatkan dibandingkan UU
Jamsostek yang sekarang. Tidak! Sebab
kewajiban mengiur itu, untuk tambahan
jaminan dari yang dijamin oleh sistem
Jamsostek sekarang. Lagi pula, paket
jaminannany lebih luas seperti
pengobatan kanker, bedah jantung, dan
hemodialisa yang TIDAK dijamin dalam
Jamsostek, akan dijamin dalam SJSN

(2) Dalam hal Ini konsekeunsi logis. Diharapkan dalam


peserta enam bulan, seseorang yang terkan PHK
sebagaimana sudah dapat pekerjaan baru. Jika masih
dimaksud pada ayat belum bekerja, Pemerintah wajib
(1) setelah 6 (enam) menjamin mereka dengan memberikan
bulan belum subsidi iuran, agar jaminan kesehatan
memperoleh mereka dan anggota keluarganya tidak
pekerjaan dan tidak hilang.
mampu, iurannya
dibayar oleh
Pemerintah.
Hal 178 

(3) Peserta yang Kenyataan pekerja yang mendapat cacat


mengalami cacat total tetap, pasti diPHK oleh majikan.
total tetap dan tidak Maka, untuk yang menderita cacat total
mampu, iurannya tetap, seperti buta atau tuli sehingga
Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany
Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
dibayar oleh tidak bisa bekerja lagi, Pemerintah wajib
Pemerintah. memberi subsidi iuran seumur hidupnya,
kecuali ia memiliki warisan banyak,
maka ia dapat mengiur sendiri.

(4) Ketentuan Peraturan Presiden harus secara rinci


sebagaimana menampung konsekuensi yang dibahas
dimaksud pada ayat dalam kolom ini.
(1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih
lanjut dengan
Peraturan Presiden.
Pasal 22
(1) Manfaat Yang dimaksud Pasal ini dengan jelas mengharuskan
jaminan kesehatan pelayanan kesehatan bahwa JKN hanya menjamin pelayanan
bersifat pelayanan dalam pasal ini meliputi perorangan TIDAK menjamin pelayanan
perseorangan pelayanan dan kesehatan masyarakat yang manfaatnya
berupa pelayanan penyuluhan kesehatan, bersifat komunitas. Pelayanan peroranga
kesehatan yang imunisasi, pelayanan tersebut termasuk termasuk promotif-
mencakup Keluarga Berencana, preventif perorangan, termasuk
pelayanan promotif, rawat jalan, rawat inap, pelayanan keluarga berencana dan
preventif, kuratif pelayanan gawat darurat medical check up yang kini sudah
dan rehabilitatif, dan tindakan medis dilakukan Askes untuk PNS yang
termasuk obat dan lainnya, termasuk cuci berusia 40 tahun keatas . Untuk
bahan medis habis darah dan operasi menegaskan bahwa pelayanan dasar
pakai yang jantung. Pelayanan komprehensif termasuk yang berbiaya
diperlukan. tersebut diberikan sesuai mahal, maka dinyatakan disini termasuk
dengan pelayanan cuci darah dan operasi jantung yang
standar, baik mutu biayanya dapat mencapai ratusan juta
maupun jenis rupiah. Tampaknya memang mahal
pelayanannya dalam untuk satu orang, tetapi jika ditanggung
rangka menjamin bersama, maka tanggungan masing-
kesinambungan program masing orang menjadi ringan. Misalnya,
dan kepuasan peserta. biaya bedah jantung Rp 100 juta, tetapi
Luasnya pelayanan kebutuhan bedah jantung per bulan
Hal 179 

kesehatan disesuaikan hanya terjadi pada 2 (tiga) dari 100.000


dengan kebutuhan orang. Maka beban iuran masing-masing
peserta yang dapat hanyalah 2 x Rp 100.000.000 dibagi
berubah dan kemampuan 100.000 = Rp 2.000 per orang. Inilah

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
keuangan Badan hakikat gotong royong.
Penyelenggara Jaminan Dalam pasal ini diindikasikan bahwa
Sosial. Hal ini diperlukan jenis layanan yang dijamin dapat
untuk kehati-hatian. diperluas, sesuai kemampuan keuangan
BPJS. Artinya, harus ada evaluasi
pengalaman rasio klaim dan
perkembangan teknologi kedokteran.
Suatu ketika dapat saja tersedia
teknologi baru misalnya
pencegahan/pengobatan kanker leher
rahim dengan bahan kimia atau sinar
tertentu, maka BPJS dapat secara
menjamin layanan tersebut jika
solvabilitas keuangan BPJS
memungkinkan.
Banyak orang yang kurang faham sistem
asuransi mengkritik bahwa JKN hanya
mengurus kuratif (tidak benar!) karena
mereka tidak baca UU SJSN dengan
baik. Pelayanan yang bersifat komunitas
menjadi tanggung jawab Depkes dan
Dinas Kesehatan.
(2) Untuk jenis Ayat ini merupakan reformasi jaminan
Jenis pelayanan yang
pelayanan yang dimaksud adalah kesehatan yang selama ini dikelola oleh
dapat menimbulkan pelayanan yang Askes dan Jamsostek yang
penyalahgunaan membuka peluang moral mengandalkan pengendalian dengan
hazard (sangat
pelayanan, peserta pembayaran maksimum ke RS. Dengan
dipengaruhi selera dan
dikenakan urun perilaku peserta), UU SJSN, dimungkinkan paket manfaat
biaya. misalnya pemakaian untuk layanan tertentu (yang berpotensi
obat-obat suplemen, moral hazard) dikenakan urun biaya
pemeriksaan diagnostik,
nominal (biasa disebut co-payment) atau
dan tindakan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan persentase biaya (biasa disebut co-
Hal 180 

medik. insurance). Misalnya, untuk tiap bedah

Urun biaya harus persalinan (sectio caesaria) yang


menjadi bagian upaya berpotensi terjadi moral hazard, setiap
pengendalian, terutama
Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany
Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
upaya pengendalian peserta harus urun biaya sebesar Rp
dalam menerima 500.000 atau 20% dari besaran biaya
pelayanan kesehatan.
yang dibayarkan oleh BPJS. Moral
Penetapan urun biaya
dapat berupa nilai hazard adalah tindakan dokter, perawat
nominal atau persentase atau tertanggung/peserta yang
tertentu dari biaya memungkinkan terjadinya klaim yang
pelayanan, dan
lebih tinggi, tetapi BUKAN tindakan
dibayarkan kepada
fasilitas kesehatan pada melawan hukum atau penipuan (fraud).
saat peserta memperoleh Dengan urun biaya, maka terjadi kendali
pelayanan kesehatan. tindakan bedah dari sisi deman
(tertanggung). Tertanggung akan
menahan diri untuk dilakukan sectio
karena ada beban biaya. Besarnya urun
biaya harus diperhitungkan yang efektif
mengontrol utilisasi/layanan tetapi tidak
memberatkan secara ekonomis atau
membuat peserta jatuh miskin.
Kendali biaya pada sisi suplai
(dokter/RS) dilakukan dengan telaah
utilisasi (utilization review) oleh tenaga
profesional dan diikuti oleh denda atau
pemutusan kontrak jika ditemukan
banyak moral hazard.
(3) Ketentuan Jelas, sebelum Perpres diterbitkan, harus
mengenai diidentifikasi layanan-layanan yang
pelayanan berpotensi menimbulkan moral hazard
kesehatan dan urun dan ditetapkan besaran urun biaya.
biaya sebagaimana Pengalaman Askes, Jamsostek, dan
Hal 181 

dimaksud pada ayat pengalaman implementasi JKN di negara


(1) dan ayat (2) lain dapat digunakan untuk penetapan
diatur lebih lanjut jenis layanan yang berpoensi moral

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
dalam Peraturan hazard dan besaran urun biayanya.
Presiden.
Pasal 23
(1) Manfaat Fasilitas kesehatan Ayat ini membutuhkan penetapan yang
jaminan kesehatan meliputi rumah sakit, bijak karena bisa menimbulkan
sebagaimana dokter praktek, klinik, multitafsir. Pasal ini bisa ditafsirkan
dimaksud dalam laboratorium, apotek dan keharusan yang dapat bertentangan
Pasal 22 diberikan fasilitas kesehatan dengan pasal 24 ayat 2 yang memungkin
pada fasilitas lainnya. Fasilitas BPJS membayar RS secara kapitasi atau
kesehatan milik kesehatan memenuhi DRG yang sudah mencakup
Pemerintah atau syarat tertentu apabila laboratorium dan obat. Dapat juga
swasta yang fasilitas kesehatan ditafsirkan bahwa pasal ini
menjalin kerjasama tersebut diakui dan memungkinkan BPJS mengontrak
dengan Badan memiliki izin dari laboratorium atau apotek secara terpisah.
Penyelenggara instansi Pemerintah yang Yang paling bijak adalah BPJS
Jaminan Sosial. bertanggung jawab di melakukan kontrak dengan fasilitas
bidang kesehatan. kesehatan publik maupun swasta yang
memungkinkan terjadi kendali biaya
optimal, seperti kapitasi dan DRG. Akan
tetapi, di beberapa daerah atau untuk
beberapa pelayanan tertentu, yang tidak
memungkinkan kontrak borongan
(kapitasi/DRG) dilakukan kontrak
parsial untuk beberapa jenis layanan
tertentu dengan laboratorium/apotik.
Artinya, kontrak dengan laboratorium
atau apotik bukanlah suatu keharusan,
tetapi suatu pilihan. Phrasa “yang
Hal 182 

menjalin kerja sama” menunjukan


bahwa kontrak ke fasilitas kesehatan
tersebut BUKAN suatu kewajiban.

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran

(2) Dalam Ayat ini memberikan kemudahan kepada


keadaan darurat, peserta dan menyadari bahwa dalam
pelayanan waktu dekat, tidak semua fasilitas
sebagaimana kesehatan menjalin kerja sama dengan
dimaksud pada BPJS. Dalam keadaan darurat, tidak
ayat (1), dapat mungkin seorang peserta harus mencari
diberikan pada lokasi fasilitas kesehatan yang dikontrak,
fasilitas kesehatan yang mungkin jauh. Peserta harus
yang tidak menjalin mendapat layanan segera di fasilitas
kerja sama dengan kesehatan terdekat (mungkin ketika
Badan seorang peserta bepergian di luar tempat
Penyelenggara tinggalnya). Mekanisme dan kendali
Jaminan Sosial. biaya pelayanan darurat ini harus
ditetapkan dan dituangkan dalam
prosedur yang jelas membutuhkan
kendali administrasi dan kejujuran
peserta. Definisi “darurat” sangat
subyektif. Di Amerika, definis darurat
yang diputuskan pengadilan adalah
“darurat” menurut persepsi peserta.
Sebab peserta tidak memahami mana
yang darurat menurut definisi medis-
teknis. Layanan darurat pada fasilitas
yang tidak menjalin kerja sama
mengharuskan peserta membayar dulu
dan kemudian mendapat penggantian
(reimbursement) penuh atau sebagian.
Keputusan politik harus diambil dan
dituangkan dalam Perpres.
(3) Dalam hal di Kompensasi yang Ayat ini dimuat untuk menjawab kritik
suatu daerah belum diberikan pada peserta dari berbagai pihak yang menilai bahwa
tersedia fasilitas dapat dalam bentuk uang pengembangan JKN berpotensi
kesehatan yang tunai, sesuai dengan hak menimbulkan ketidak-adilan karena
memenuhi syarat peserta. manfaat JKN hanya dinikmati oleh
Hal 183 

guna memenuhi mereka yang tinggal di perkotaan


kebutuhan medik dimana fasilitas kesehatan tersedia
sejumlah peserta, secara memadai. Dalam draft awal,
Badan dicantumkan contoh kompensasi lain

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
Penyelenggara seperti di perusahaan pertambangan atau
Jaminan Sosial perusahaan kayu di tengah Kalimantan
wajib memberikan yang pimpinannya telah membayar
kompensasi. iuran, maka BPJS dapat menempatkan
dokter/dokter spesialis disana. Jika
penempatan dokter/dokter spesialis tidak
efisien, maka BPJS dapat memberikan
manfaat indemnitas, mengganti biaya
berobat ke fasilitas kesehatan yang ada
yang tidak menjalin kerja sama dengan
BPJS. Di suatu daerah yang tidak ada
fasilitas hemodialisa dapat dibelikan unit
hemodialisa oleh BPJS jika jumlah
peserta yang membutuhkan cukup
memadai. Dengan cara ini, maka kritik
pihak-pihak tersebut sudah ditampung
oleh pembuat UU.
(4) Dalam hal Peserta yang Ayat ini dengan jelas mengindikasikan
peserta menginginkan kelas yang rancangan AKN untuk semua penduduk,
membutuhkan lebih tinggi dari pada tanpa kecuali—termasuk majikan.
rawat inap di rumah haknya (kelas standar), Difahami bahwa mereka yang berada di
sakit, maka kelas dapat meningkatkan kelas menengah keatas memerlukan
pelayanan di rumah haknya dengan layanan kesehatan dengan tingkat
sakit diberikan mengikuti asuransi kenyamanan lebih tinggi. Berbeda
berdasarkan kelas kesehatan tambahan, atau dengan model di Belanda maupun di
standar. membayar sendiri selisih Jerman yang membolehkan kelas atas
antara biaya yang tidak mengikuti AKN, di Indonesia kita
dijamin oleh Badan menginginkan semua ikut. Mereka yang
Penyelenggara Jaminan ingin mendapat pelayanan lebih nyaman,
Sosial dengan biaya yang dapat membeli asuransi kesehatan
harus dibayar akibat tambahan (suplemen) yang membayar
peningkatan kelas selisih tarif untuk kelas perawatan di
perawatan. ruang VIP/VVIP misalnya, atau jika
tidak beli asuransi, bayar tambahan.
Ruang perawatan kelas standar idealnya
Hal 184 

sama bagi semua penduduk. Namun


demikian, menginat kondisi Indonesia
yang belum cukup maju, bisa saja kelas
standar dibagi menjadi tiga yaitu, kelas
Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany
Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
III untuk penerima bantuan iuran, kelas
II untuk PNS golongan I-II atau pegawai
swasta bergaji di bawah Rp 3.000.000
atau ekivalen dg gaji PNS, dan kelas I
bagi PNS golongan III-IV atau pegawai
swasta dengan gaji (yang dihitung dalam
iuran) diatas Rp 3.000.000
(5) Ketentuan Peraturan presiden harus menjelaskan
sebagaimana paket standar/ruang standar yang bisa
dimaksud dalam saja berbeda kelas dan harus dijelaskan
ayat (3) dan ayat (4) bahwa yang dibayar oleh BPJS harus
diatur lebih lanjut sudah termasuk jasa medis dan layanan
dalam Peraturan lainnya. Sehingga biaya tambahan tidak
Presiden. boleh menambah layanan medis. Yang
dibayar tambahan HANYA layanan
kenikmatan, yang bersifat non medis.
Hal ini merupakan langkah awal untuk
mengoreksi kekeliruan nasional
perbedaan jasa medis dan biaya
pemeriksaan medis karena beda kelas.
Pasal 24
(1) Besarnya Ayat ini jelas mereformasi sistem
pembayaran kepada pembayaran yang selama ini dipraktekan
fasilitas kesehatan oleh Askes dan Jamsostek. Selama ini
untuk setiap Askes membayar fasilitas dengan tarif
wilayah ditetapkan maksimum (ceiling) yang diatur denan
berdasarkan SK Bersama Menkes dan Mendagri.
kesepakatan antara Sementara Jamsostek membayar
Badan berdasar tarif kelas II tanpa negosiasi se
Penyelenggara wilayah. Frasa untuk setiap wilayah
Jaminan Sosial dan sengaja dimasukan untuk mengakomodir
asosiasi fasilitas perbedaan kelengkapan fasilitas dan
kesehatan di biaya hidup. Ayat ini sekaligus juga
wilayah tersebut. mengindikasikan bahwa BPJS harus
menerapkan kebijakan desentralisasi
Hal 185 

atau otonomi kantor wilayah agar


mampu bernegosiasi dengan asosiasi
fasilitas kesehatan. Banyak debat dan

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
penafsiran keliru selama ini muncul.
Ketika UU ini disusun, yang
dimaksudkan dengan negosiasi dengan
asosiasi fasilitas adalah dimaksudkan
untuk mendapatkan harga keekonomian
(harga pasar) yang merupakan harga
rata-rata dari semua fasilitas. Jadi untuk
pembayaran kapitasi dokter primer,
BPJS bisa bernegosiasi dengan IDI di
wilayah itu dan atau dengan asosiasi
Dinkes/puskesmas di wilayah itu. Begitu
juga untuk rawat inap dan rawatan
spesialistik, BPJS AKN, harus
bernegosiasi dengan PERSI dan atau
ARSADA. Tidak dimaksudkan nego
sendiri-sendiri dengan satu asosiasi saja.
(2) Badan Ketentuan ini Ayat ini juga mereformasi sistem
Penyelenggara menghendaki agar Badan pembayaran
Jaminan Sosial Penyelenggara Jaminan Askes/Jamkesmas/Jamsostek yang
wajib membayar Sosial membayar fasilitas membayar dengan misalnya
fasilitas kesehatan kesehatan secara efektif mencantumkan bagian jasa medis atau
atas pelayanan yang dan efisien. Badan membayar dengan unit satuan layanan
diberikan kepada Penyelenggara Jaminan yang masuk kelompok fee for service.
peserta paling Sosial dapat memberikan Jelas, ayat ini mendorong pembayaran
lambat 15 (lima anggaran tertentu kepada prospektif. Pilihan pembayaran jelas
belas) hari sejak suatu rumah sakit di mencakup
permintaan suatu daerah untuk Pembayaran kapitasi ke dokter
pembayaran melayani sejumlah primer, puskesmas, atau rumah
diterima. peserta atau membayar sakit. Kapitasi tidak memisahkan
sejumlah tetap tertentu berapa bayaran untuk dokter,
per kapita per bulan penunjang medis, atau obat.
Hal 186 

(kapitasi). Anggaran Pimpinan fasilitas atau dokter


tersebut sudah mencakup sendiri yang menentukan.
jasa medis, biaya Pembayaran global budget untuk

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
perawatan, biaya rumah sakit di daerah yang hanya
penunjang, dan biaya ada satu rumah sakit di kabupaten
obat-obatan yang atau di rumah sakit yang telah
penggunaan rincinya mengorganisir sejumlah peserta
diatur sendiri oleh tertentu.
pimpinan rumah sakit. Pembayaran DRG (diagnosis related
Dengan demikian, group) yang juga pembayaran
sebuah rumah sakit akan prospektif yang dapat berbeda
lebih leluasa besarannya (bukan kode kelompok
menggunakan dana DRG) untuk wilayah yang berbeda.
seefektif dan seefisien Juga jelas UU SJSN menginginkan
mungkin. pelayanan RS atau klinik yang baik dan
karenanya BPJS harus membayar klaim
(jika bukan pembayaran kapitasi) paling
lama 15 hari. Selama ini Askes telah
membayar dalam waktu satu bulan.
Frasa ini akan menjamin likuiditas dan
cash flow RS/fasilitas kesehatan yang
sehat, sehingga tidak ada alasan untuk
meminta pasien menebus obat karena di
fasilitas kesehatan tersebut tidak tersedia
obat dimaksud.
(3) Badan Dalam pengembangan Frasa ini sering disalah artikan sebagai
Penyelenggara pelayanan kesehatan, UU SJSN akan mengatur sistem yang
Jaminan Sosial Badan Penyelenggara menjadi kewenangan Depkes/Dinkes.
mengembangkan Jaminan Sosial Keliru! BPJS dapat mengembangkan
sistem pelayanan menerapkan sistem sistem kendali mutu dan kendali biaya
kesehatan, sistem kendali mutu dan kendali HANYA untuk menjamin pesertanya.
Hal 187 

kendali mutu biaya termasuk Cara pembayaran kapitasi atau DRG dan
pelayanan, dan menerapkan iur biaya besarannya merupakan sistem kendali
sistem pembayaran untuk mencegah biaya dan sekaligus kendali mutu.

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
pelayanan penyalahgunaan Telaah utilisasi (utilization review) juga
kesehatan untuk pelayanan kesehatan. merupakan alat kendali mutu dan kendali
meningkatkan biaya. Yang dijelaskan diatas adalah alat
efisiensi dan kendali biaya dari sisi suplai. Besaran iur
efektivitas jaminan biaya untuk mencegah moral hazard
kesehatan. juga merupakan alat kendali biaya dari
sisi deman. BPJS jelas punya
kewenangan mengembangan kendali
biaya karena prinsip AKN dalam SJSN
adalah ‘prudent buyer”, kehati-hatian.
BPJS harus menjamin semua orang dan
karenanya harus mencegah pemborosan
denga hati-hati membayar klaim. Klaim
yang mengandung moral hazard harus
tidak dibayar.
Pasal 25
Daftar dan harga Penetapan daftar dan Ayat ini memang dapat menciptakan
tertinggi obat- plafon harga dalam kebingunan. Di satu sisi, BPJS dapat
obatan, serta bahan ketentuan ini membayar prospektif termasuk obat
medis habis pakai dimaksudkan agar (Pasal 24 ayat 2) dan disini disebut dapat
yang dijamin oleh mempetimbangkan harga tertinggi obat yang ditetapkan
Badan perkembangan kebutuhan terpisah, semacam DPHO Askes.
Penyelenggara medik, ketersediaan, Sesungguhnya, pilihan itu masih
Jaminan Sosial serta efektifitas dan mungkin di beberapa wilayah. Hal ini
ditetapkan sesuai efisiensi obat atau bahan menjadi indikasi keharusan
dengan peraturan medis habis pakai. desentralisasi/otonomi kantor wilayah
perundang- BPJS, karena perbedaan karakter
undangan. wilayah. Jadi bisa saja di suatu wilayah
Hal 188 

yang belum mungkin semua pembayaran


sudah termasuk obat, maka harga obat
harus yang dibayar haruslah yang

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
termurah dengan kualitas yang dijamin.
Bisa saja Menkes atau Perpres
menetapkan harga obat yang akan
dibayar oleh BPJS. Tetapi, bukan
penetapan sepihak dan sisanya dibayar
sendiri oleh pasien. Harga obat yang
ditetapkan haruslah hasil negosiasi
dengan industri farmasi.
Pasal 26
Jenis-jenis Jelas, tidak semua layanan dijamin oleh
pelayanan yang BPJS. Yang lazim tidak dijamin adalah
tidak dijamin Badan layanan yang bersifat dan bertujuan
Penyelenggara kosmetika, layanan yang terkait prilaku
Jaminan Sosial akan buruk seperti akibat merokok,
diatur lebih lanjut menggunakan narkoba, tidak mengikuti
dalam Peraturan prosedur. Tetapi, keliru besar jika yang
Presiden. tidak dijamin adalah layanan yang mahal
(seperti yang diatur dalam PP 14/1993
yang tidak menjamin bedah jantung,
pengobatan kanker dan hemodialisa
untuk peserta JPK Jamsostek). Layanan
ke luar negeri, sejauh lebih murah,
seharusnya dijamin. Faktanya, biaya
berobat di Malaysia lebih murah
dibandingkan biaya berobat umumnya di
Jakarta bahkan di beberapa RS publik.
Pasal 27
(1) Besarnya Ayat ini mengatur praktik universal
iuran jaminan pendanaan kesehatan, yaitu sharing
kesehatan untuk iuran antara pekerja dan pemberi kerja
peserta penerima yang totalnya merupakan prosentase
upah ditentukan upah. Ayat ini Dimasukan frasa
berdasarkan ‘bertahap” untuk desensitisasi pekerja
Hal 189 

persentase dari upah karena selama ini, dalam UU Jamsostek


sampai batas yang bayar iuran JPK hanyalah pemberi
tertentu, yang kerja. Sementara UU SJSN (lagi, ini

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
secara bertahap indikasi revisi UU Jamsostek) iuran
ditanggung bersama dibayar bersama. Untuk tahap awal,
oleh pekerja dan misalnya 3 tahun pertama, pekerja
pemberi kerja. mungkin sharing 1% dari upahnya, tiga
tahun kemudian bisa dinaikan sharing
2%, dan seterusnya. Sehingga suatu
ketika sharingnya 50:50 sebagaimana
praktik lazim di dunia.
(2) Besarnya Ayat ini mengindikasikan dan sekaligus
iuran jaminan menyadari bahwa suatu ketika, pekerja
kesehatan untuk yang tidak menerima upah (yang umum
peserta yang tidak disebut sektor informal) harus mebayar
menerima upah iuran. Karena penghasilan tidak tetap
ditentukan dari bulan ke bulan, maka tidak mungkin
berdasarkan menarik iuran prosentase upah dari
nominal yang pekerja di sektor ini. Oleh karenanya UU
ditinjau secara mengisyaratkan jumlah nominal tertentu
berkala. yang sebaiknya berbeda untuk kelompok
pekerja yang berbeda. Idealnya, besaran
iuran nominal adalah sebesar “expected
market costs” dari benefit atau “epected
average contribution” dari sektor
penerima upah. Besarnya bisa berbeda,
misalanya untuk tukang ojek Rp 15.000
per orang per bulan, sopir angkot Rp
20.000 per orang per bulan, dan sopir
taksi Rp 25.000 per orang per bulan.
Pemungutannya dapat dilakukan melalui
koperasi atau kelompok pekerja tersebut.
Namun demikian, seperti dipraktikan di
Muangtai, karena tidak efisiennya proses
pengumpulan iuran, maka Pemerintah
membayarkan (mensubsidi 100% iuran)
bagi pekerja yang tidak menerima upah.
Sah saja.
Hal 190 

(3) Besarnya Pengertian secara berkala Besaran iuran untuk Penerima Bantuan
iuran jaminan dalam ketentuan ini Iuran (yang dulu disebut Askeskin, yang
kesehatan untuk adalah jangka waktu prosesnya sudah sesuai UU SJSN)

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
penerima bantuan tertentu untuk melakukan harusnya dihitung dengan baik dan
iuran ditentukan peninjauan atau disesuaikan dengan inflasi. Praktik iuran
berdasarkan perubahan sesuai dengan Jamkesmas yang sejak tahun 2005 tetap
nominal yang perkembangan Rp 5.000 per kapita merupakan indikasi
ditetapkan secara kebutuhan. ketidak-mampuan pejabat Depkes
berkala. memahami UU SJSN dan melakukan
penyesuaian iuran atau bantuan sosial
dengan inflasi. Ke depan, DJSN harus
menetapkan dengan perhitungan yang
cermat untuk menjamin adequacy iuran
untuk membayar manfaat AKN/benefit
(at market costs). Jika tidak
mempertimbangkan market costs, maka
program AKN tidak akan berjalan baik
(sustainable dan memuaskan)
(4) Batas upah Disini jelas disebutkan batas tertentu,
sebagaimana ceiling, yang harus disesuaikan tiap
dimaksud pada ayat tahun atau paling lama tiap dua tahun.
(1), ditinjau secara Praktik batas upah Rp 1 juta yang
berkala. berlaku untuk JPK Jamsostek sejak 1993
jelas menunjukan ketidak-pedulian
Pemerintah dan pimpinan Jamsostek
untuk menyesuaikan iuran secara berkala
untuk menyesiakan biaya berobat yang
naik tiap tahun/penyesuaian inflasi. Lagi,
ayat ini merupakan reformasi sistem
Jamsostek yang mengindikasikan revisi
UU Jamsostek sudah dilakukan dengan
UU SJSN, yang lebih memihak peserta.
Batas upah yang lama, dalam UU
Jamsostek/PP 14, yang lebih memihak
pemberi kerja agar membayar iuran lebih
murah karena batas upah yang tidak
berubah selama 16 tahun!!!
Hal 191 

(5) Besarnya Peraturan Presiden harus menampung


iuran sebagaimana berbagai pertimbangan yang dikupas
dimaksud pada ayat dalam kolom ini.
(1), ayat (2), dan

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
ayat (3), serta batas
upah sebagaimana
dimaksud pada ayat
(4) diatur lebih
lanjut dalam
Peraturan Presiden.
Pasal 28
(1) Pekerja Ayat ini merupakan cara perluasan
yang memiliki cakupan yang dipilih untuk tidak
anggota keluarga membatasi jumlah anak, tetapi
lebih dari 5 (lima) mewajibkan mereka yang memilih
orang dan ingin jumlah anak lebih banyak harus
mengikutsertakan membayar iuran tambahan dari upahnya.
anggota keluarga Jelas ayat ini mereformasi UU/PP
yang lain wajib Jamsostek dan PP 69/1991 yang
membayar mengatur Askes PNS. Yang dijamin
tambahan iuran. dengan iuran wajib otomatis adalah
sampai anak ketiga (selama ini Askes
hanya menanggung sampai anak kedua).
Ayat ini juga merupakan proses yang
ringan bagi anak menanggung orang tua
atau mertuanya dengan memotong
tambahan iuran, misalnya 1% untuk tiap
tambahan anggota keluarga atau orang
tua, pembantu, dll untuk perluasan AKN.
(2) Tambahan Dalam peraturan Presiden harus diatur
iuran sebagaimana agar masing-masing pekerja yang punya
dimaksud pada ayat anak lebih dari 3 harus mendaftarkan diri
(1) diatur lebih dan memberikan otorisasi kepada
lanjut dalam pembayar gaji untuk memotong
Peraturan Presiden. tambahan gajinya untuk iuran anak ke 4
dst dan atau untuk orang tua, mertua,
sopir atau pembantu. Dengan demikian,
perluasan cakupan jaminan kesehatan
akan lebih cepat dan lebih fair,
Hal 192 

dibanding mengandalkan
Pemerintah/pemda membayar 100%
subsidi iuran (dana bantuan sosial) untuk

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Rumusan dalam Penjelasan UU SJSN Konsekuensi Rumusan Paket Manfaat
UU SJSN dan Iuran
pekerja yang tidak menerima upah.

3. Besaran Iuran

Besaran iuran dalam skenario SJSN terdiri dari dua pola iuran yaitu prosentase upah
untuk pekerja penerima upah atau yang sering dikenal dengan sektor formal dan besaran
nominal untuk pekerja yang tidak menerima upah (sektor informal) yang memiliki
penghasilan dari surplus jualan eceran, penjualan hasil tani, penjualan hasil nelayan, dll.
Kedua iuran tersebut harus berada pada nilai nominal aktuaria yang setara agar terjadi
keadilan dan tidak terjadi subsidi esktrim dari pekerja penerima upah dan bukan penerima
upah. Untuk penerima bantuan iuran, yang iurannya dibayar oleh Pemerintah (bersama
pemda, sesuai kemampuan pemda) harusnya berbasis pada nilai estimasi per orang atau per
keluarga. Di bawah ini disajikan perhitungan iuran yang dilakukan oleh Tim Kajian FKMUI
(Hasbullah Thabrany dan Kasir Iskandar) atas permintaan Lembaga Bantuan Teknis Jerman
(GIZ) untuk disampaikan kepada Dewan Jaminan Sosial Nasional.

Ruang lingkup paket AKN


Program JKN adalah komprehensif dasar seperti diuraikan pada paragraph sebelumnya.
Prosedur Mendapatkan AKN
Dalam hal peserta sakit sedemikian rupa sehingga harus memerlukan perawatan harus
bersedia untuk dilakukan perawatan pada tempat layanan AKN yang telah ditunjuk serta
mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh AKN. Tidak ada jaminan berupa uang tunai.
Asumsi asumsi
Tabel morbiditas. Tabel morbiditas berdasar kajian data klaim yang digunakan adalah
data klaim dari pengalaman PT Askes, PT Jamsostek dan Program Jamkesmas yang
secara garis besar paket manfaatnya relatif sama. Informasi data statistik klaim dapat
dilihat pada lampiran dalam laporan ini.
Hal 193 

Asumsi kenaikkan gaji dan inflasi biaya pengobatan. Jika iuran dinyatakan dalam
bentuk prosentase maka kenaikan gaji dalam realisasi seharusnya lebih tinggi dari
kenaikkan biaya pengobatan. Kenaikkan gaji rata rata setiap tahun sebesar 7 % dan
Kenaikan biaya kesehatan rata-rata setiap tahun sebesar 6 % .
Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany
Margin klaim. Besarnya margin klaim ditetapkan 5 %
Biaya operasinal. Biaya operasional ditetapkan sebesar 5 % dari iuran (iuran bruto).
Hasil Investasi. Iuran diterima BPJS secara bulanan sehingga tidak sempat
dinvestasikan oleh karenanya diasumsikan hasil investasinya 0 %.
Upah. Besarnya rata-rata upah nominal perbulan digunakan data statistik yang diolah
dari hasil penelitaian distribusi upah industri pada tahun 2006 kemudian diproyeksikan
mengalami kenaikkan sebesra 7 % setiap tahunnya . Rata-rata nominal upah perbulan
pada tahun 2011 diperkirakan sebesar Rp.1.036.187,-

Formula besarnya iuran

X = (( E (c ) ( 1 + m ) + E )/U) 100%

X = besarnya iuran terhadap upah dalam prosentase


E(c) = estimasi besarnya biaya kesehatan ( biaya klaim )
E = biaya operasional
U = rata-rata upah setahun

Hasil Perhitungan Iuran AKN

Hasil perhitungan berdasarkan data PT Jamsostek

Pada tahun 2008 biaya klaim perpeserta per bulan sebesar Rp. 12.878,24 yang
meliputi rawat jalan primer, rawat jalan sekunder dan rawat inap. Dengan menggunakan
asumsi dan ketetapan aktuaria yang ditetapkan diperoleh iuran untuk tahun 2011 sebesar
Rp.16.952 atau sebesar 1,63 % dari rata-rata upah . Jika ditetapkan bahwa rata-rata satu
keluarga terdiri dari 4 peserta maka iuran perkeluarga per bulan adalah 6,5 % dari upah

Hasil perhitungan berdasarkan data PT Askes


Hal 194 

Biaya klaim pada tahun 2009 per peserta per bulan yang meliputi seluruh paket
manfaat primer, sekunder dan tersier adalah sebesar RP. 13.565. Dengan menggunakan

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


asumsi dan ketetapan yang ditetapkan diperoleh iuran per peserta perbulan pada tahun 2011
sebesar Rp.16.846 atau sebesar 1,62 % dari rata-rata upah perpekerja atau 6,48 persen untuk
satu keluarga .

Hasil perhitungan berdasarkan data Jamkesmas


Dari setiap 1000 peserta pada tahun 2009 yang mengajukan klaim dan dilayani
sebanyak 3 orang dengan biaya rata-rata perklaim sebesar Rp. 4.060.632, sedangkan untuk
rawat jalan sekunder yaitu dokter spesialis menyatakan bahwa setiap seribu peserta terdapat
19 peserta yang memerlukan pelayanan denga rata-rata biaya per klaim sebesar Rp.459.798,-
Biaya klaim per kapita Jamkesmas pada tahun 2009 adalah sebesar Rp.3.618-, jika biaya
kapitasi perorang perbulan
Apabila diperhitungan biaya kapitasi untuk rawat jalan primer di puskesmas sebesar
Rp.1.000,- maka total biaya klaim per orang per bulan menjadi Rp.4.618,-.Berdasarkan data
dan asumsi yang ditetapkan diperoleh hasil perhitungan iuran atau iuran perorang per bulan
untuk tahun 2011 adalah sebesar Rp. 5.265 atau 0,5% dari dari rata-rata upah nasional atau 2
% untuk satu keluarga. Tentu saja, biaya kapitasi dapat disesuaikan dengan kemampuan
keuangan dan kebutuhan biaya yang meningkat sehingga besaran iuran akan berubah.

Hal 195 

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


Tabel 1
Hasil Perhitungan Iuran per Bulan Berdasarkan Pengalaman Klaim Masing-Masing Program
Nasional Untuk Tahun 2011:

Uraian Pengalaman Askes Pengalaman Jamsostek Pengalaman


Jamkesmas
Per orang Per Per orang Per Per orang Per
keluarga keluarga keluarga
Iuran (Nominal, 16.952 67.810 16.846 67.386 5.265 21.060
Rp)
Iuran (Proporsional 1,6 6,5 1,6 6,5 0,5 2
%upah)
Sumber: Thabrany dkk. Laporan Kajian Paket Manfaat dan Iuran. FKMUI, 2010

Perhitungan Iuran AKN


Sistem progam Askes, Jamsosotek, dan Jamkesmas hampir sama namun hasil
perhitungan biaya klaim sangat berbeda. Sedangkan perbedaan hasil perhitungan biaya
klaim antara Jamsostek dan Askes tidak begitu berarti. Hal ini patut diduga bahwa peserta
Jamsostek dan Askes cukup memahami hak-haknya sedangkan peserta Jamkesmas belum
semua memiliki pemahaman dan akses yang mendorong mereka menggunakan hak-haknya.
Angka utilisasi peserta Jamkesmas rata-rata hanya 20-25% angka utilisasi peserta Askes
atau Jamsostek. Selain itu besaran penggantian atau pembayaran ke fasilitas kesehatan yang
berbeda menyebabkan perhitungan masing-masing menjadi berbeda.

Sealanjutnya dilakukan perhitungan dengan kombinasi antara beberapa skenareo dan


campuran (blended) .
1. Skenareo A menggunakan klaim perkapita murni .
2. Skenareo B klaim perkapita disesuaikan dengan ruang lingkup santunan dan
karakteristik dari masing-masing penyelenggara.
3. Skenario C dilakukan perubahan terhadap klaim perkapita pada Jamkesmas dan
biaya operasional dibuat 10 % dari iuran bruto.
Hal 196 

Dalam campuran I digunakan komposisi 50 % menggunakan sumber data Jamkesmas,


25 % menggunakan data Jamsostek dan 25 % menggunakan data Askes. Blended model
Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany
kedua dengan komposisi 40 %, 30 % dan 30 %, sedangkan campuran III digunakan
komposisis 30 %, 35 % dan 35 %. Matriks hasil perhitungan dapat dipaparkan tabel dibawah
ini, sedangkan perinciannya dapat dilihat pada lampiran.

Tabel 2.
Skenario Iuran per Bulan Asuransi Kesehatan Nasional, Nilai Tahun 2011

Skenario Campuran I Campuran II Campuran III

Per Per Per Per Per Per


orang keluarga orang keluarga orang keluarga
Skenareo A (Rp) 8.597 34.390 9.981 39.924 12.748 50.993
(% Upah rata-rata 0,83 3,32 0,96 3,85 1,23 4,9
Nasional)
Skenareo B (Rp) 12.742 50.970 14.296 57.185 15.850 63.400
(% Upah rata-rata 1,23 4,92 1,38 5,52 1,53 6,12
Nasional)
Skenario C (Rp) 13.488 53.953 14.893 59.572 16.298 65.190
(% Upah rata-rata 1,3 5,2 1,44 5,75 1,57 6,29
Nasional)

Iuran perbulan perorang terendah adalah Rp 8.597 per orang per bulan atau 0,83%
dari rata-rata upah nasional, sedang untuk iuran perkeluaga adalah Rp.34.390,- per bulan atau
3,32 % dari rata-rata upah nasional. Iuran perbulan perorang tertinggi adalah Rp.16.298,- atau
1,57 % rata-rata upah nasional dan untuk satu keluarga adalah sebesar Rp.65.190,- atau
sebesar 6,29 % dari rata-rata upah nasional.

4. Kelembagaan dan Manajemen

Kelembagaan dan Manajemen merupakan topik yang paling sensitif yang menjadi
bahan perdebatan dan saling tuding kelemahan masing-masing. Sebelum UU SJSN hanya ada
Hal 197 

dua lembaga jaminan kesehatan publik yaitu PT Askes dan PT Jamsostek. Namun
keberadaan kedua lembaga tersebut yang berbadan hukum PT (Persero) tidak konsisten
dengan sifat transaksi program jaminan kesehatan publik yang berdasarkan transaksi iuran

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


wajib yang sama sifatnya dengan pemungutan pajak. Badan hukum PT (Persero) yang
berbasis pada UU Perseroan Terbatas (PT) adalah badan hukum yang dirancang dan cocok
untuk mengembangkan usaha komersial perdagangan atau produksi yang transaksinya
bersifat sukarela. Kekeliruan penunjukkan kedua BUMN PT Persero tersebut sesungguhnya
sudah dikoreksi dengan UU SJSN yang mengharuskan penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Publik bersifat nirlaba, tidak bertujuan mencari keuntungan, tetapi bertujuan melindungi
peserta dari kebangkrutan karena biaya berobat yang mahal. Perubahan kelembagaan masih
diperdebatkan di DPR yang kini sedang membahas RUU Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS). Karena banyak faktor kepentingan dan politik, maka sudah selayaknya kita
menunggu keputusan DPR. Ketika bab ini ditulis, telah ada kesepatan antara Pemerintah dan
DPR bahwa nantinya hanya ada dua BPJS yang merupakan Badan Hukum Publik, bukan lagi
BUMN. Satu BPJS akan mengelola program jaminan yang manfaatnya bersifat jangka
pendek, yaitu yang segera dapat diklaim. BPJS ini belum diberi nama ketika bab ini ditulis,
akan tetapi BPJS ini akan mengelola program Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan
Kerja, dan Jaminan Kematian untuk seluruh penduduk secara Nasional. Satu BPJS lagi akan
mengelola program yang sifat retensi dananya bersifat jangka panjang yaitu program Jaminan
Hari Tua dan Jaminan Pensiun.
Pada saat ini pengelolaan Jamkesmas yang sebelumnya dikelola oleh Askes sebagai
calon BPJS, sejak tahun 2008 dikelola oleh sebuah Panitia di Kementrian Kesehatan. Hal ini
tidak sesuai perintah UU dan tidak sesuai dengan konsep Bantuan Sosial yang dananya harus
diserahkan kepada penduduk yang berhak menerimanya. Dalam UU SJSN, dana bantuan
sosial dibayarkan oleh Pemerintah (dan Pemda) kepada BPJS sebagai bantuan iuran. Artinya,
secara hukum dana bantuan sosial tersebut diserahkan langsung kepada penduduk miskin dan
tidak mampu. Meskipun kini dana Jamkesmas diserahkan kepada RS dan puskesmas, secara
hukum administrasi keuangan, RS dan Puskesmas bukanlah lembaga yang berhak menerima
uang muka atau iuran program jaminan. Oleh karenanya, secara administrasi keuangan,
penyelenggaraan Jamkesmas sekarang mengandung ketidak-sesuaian dengan peraturan
perundangan keuangan negara. Kementrian Kesehatan telah memastikan bahwa setelah BPJS
terbentuk, program Jamkesmas akan diserahkan kepada BPJS.
Program Jamkesda dikelola secara bervariasi. Sebagian program Jamkesda dikelola
Hal 198 

dengan model Jamkesmas oleh Dinas Kesehatan dan sebagian besar (lebih dari 200 Pemda)
dikelola oleh PT Askes. Akibat pengelolaan oleh aparat Pemda yang tidak memiliki
kompetensi khusus program jaminan, maka data-data klaim dan kelengkapan kesinambungan

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany


program tidak tersedia. Namun demikian, karena masalah kepercayaan, kepentingan
sekelompok orang, dan lain-lain hal, cukup banyak Pemda yang bersikeras ingin mengelola
sendiri dana Jamkesda, meskipun mereka tidak memiliki kompetensi yang dibutuhkan. Hasil
kajian berbagai pemangku kepentingan menunjukkan bahwa sebagian besar mereka setuju
pada pemisahan peran Pemerintah/pemda dari peran pengelola jaminan. Pemerintah/pemda
lebih disukai berperan sebagai regulator dan pengawas sementara pengelolaan jaminan lebih
tepat diserahkan kepada badan di luar pemerintahan (BPJS) untuk menjamin terjadinya
pengawasan dan pengelolaan yang baik (good governance).
Untuk menjamin keadilan sosial dan keutuhan NKRI, karena sifat layanan kesehatan
yang menuntut lintas batas, maka pengelolaan program secara Nasional merupakan pilihan
terbaik. Untuk itu dilakukan skenario pengelolaan BPJS secara nasional dengan satu atau
lebih BPJS. Kesimpulan adalah pengelolaan oleh Satu BPJS yang khusus mengurusi Jaminan
Kesehatan secara Nasional dan di kota/kabupaten tersedia kantor cabang yang memiliki
otonomi pemerosesan klaim dan pembayaran yang cepat.
Sebaiknya kita tunggu hasil keputusan DPR dalam sebuah UU BPJS yang insya Allah
akan diundangkan pada tahun 2011.

Hal 199 

Skenario Jaminan Kesehatan Nasional Hasbullah Thabrany

Anda mungkin juga menyukai