Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2020


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

DISLOKASI HIP

Oleh :

Dyah Ayu Larasati, S. Ked

10542 0558 14

Pembimbing :

dr. Wilhesmus Supriadi, Sp.OT

(Dibawakan Dalam Rangka Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu


Bedah)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Dyah Ayu Larasati, S. Ked

Stambuk : 10542055814

Judul Referat : Dislokasi Hip


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Bedah Fakultas kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2020


Pembimbing

dr. Wilhesmus Supriadi, Sp.OT


KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan
hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Referat dengan judul Dislokasi
HIP. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah.

Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas Referat ini, namun


berkat bantuan saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman
sehingga tugas ini dapat terselesaikan.

Penulis sampaikan terima kasih banyak kepada, dr. Wilhesmus


Supriadi, Sp.OT selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu
dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan arahan dan koreksi
selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa Referat ini masih jauh dari yang diharapkan oleh
karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima kritik dan saran
demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga Referat ini dapat bermanfaat
bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.

Makassar, Agustus 2020

dr. Wilhesmus Supriadi, Sp.OT

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................. i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 3

A. ANATOMI........................................................................................... 3

B. DEFINISI.............................................................................................. 7

C. EPIDEMIOLOGI.................................................................................. 7

D. ETIOLOGI............................................................................................ 8

E. KLASIFIKASI...................................................................................... 9

F. MANIFESTASI KLINIS...................................................................... 10

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG......................................................... 11

H. PENATALAKSANAAN...................................................................... 18

I. KOMPLIKASI...................................................................................... 19

J. PROGNOSIS........................................................................................ 20

BAB III SIMPULAN........................................................................................ 21

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Dislokasi panggul adalah suatu keadaan dimana terjadi perpindahan

permukaan caput femoris terhadap acetabulum. Dislokasi terjadi ketika caput

femoris keluar dari acetabulum. Kondisi ini dapat kongenital atau didapat

(acquired). Dari kedua dislokasi ini, dislokasi yang paling sering ditemukan

adalah dislokasi panggul yang didapat akibat trauma (dislokasi panggul

traumatika). Dislokasi panggul traumatika ini dapat terjadi pada semua kelompok

usia dan angka kejadiannya meningkat seiring dengan meningkatnya angka

kecelakaan lalu lintas dan dislokasi panggul ini merupakan suatu

kegawatdaruratan ortopedi yang membutuhkan tatalaksana segera.

Seringkali cedera panggul disertai dengan cedera berat yang

membutuhkan tatalaksana segera. Cedera panggul harus segera direduksi karena

semakin lama caput femoris berada di luar acetabulum, maka semakin tinggi

angka kejadian nekrosis avaskular. Hanya sedikit caput femoris yang dapat

bertahan jika tetap mengalami dislokasi selama lebih dari 24 jam.

Reduksi dapat dilakukan secara tertutup maupun terbuka. Sebelum

melakukan reduksi perlu diingat bahwa harus dilakukan pemeriksaan

neurovaskular terlebih dahulu. Reduksi tertutup harus dilakukan di bawah anestesi

umum, dilakukan secara lembut, dan relaksasi otot sangat diperlukan untuk

mencapai reduksi atraumatik. Jika reduksi tertutup tidak membuahkan hasil, maka

dapat dilakukan reduksi terbuka.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
1. Articulatio

Articulatio coxae adalah persendian antara caput femoris yang

berbentuk hemisphere dan acetabulum os coxae yang berbentuk mangkuk

dengan tipe “ball and socket”. Permukaan sendi acetabulum berbentuk

tapal kuda dan dibagian bawah membentuk takik disebut incisura

acetabuli. Rongga acetabulum diperdalam dengan adanya fibrocartilago

dibagian pinggrinya yang disebut sebagai labrum acetabuli. Labrum ini

menghubungkan incisura acetabuli dan disini dikenal sebagai ligamentum

transversum acetabuli. Persendian ini dibungkus oleh capsula dan melekat

di medial pada labrum acetabuli.

2. Ligamentum

Simpai sendi jaringan ikat di sebelah depan diperkuat oleh sebuah

ligamentum yang kuat dan berbentuk Y, yakni ligamentum ileofemoral

yang melekat pada SIAI dan pinggiran acetabulum serta pada linea

intertrochanterica di sebelah distal. Ligamentum ini mencegah ekstensi

yang berlebihan sewaktu berdiri .

Di bawah simpai tadi diperkuat oleh ligamentum pubofemoral

yang berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior

ossis pubis dan apex melekat dibawah pada bagian bawah linea
intertrochanterica. Ligamentum ini membatasi gerakan ekstensi dan

abduksi.

Di belakang simpai ini diperkuat oleh ligamentum ischiofemorale

yang berbentuk spiral dan melekat pada corpus ischium dekat margo

acetabuli. Ligamentum ini mencegah terjadinya hieprekstensi dengan cara

memutar caput femoris ke arah medial ke dalam acetabulum sewaktu

diadakan ekstensi pada articulatio coxae.

Ligamentum teres femoris berbentuk pipih dan segitiga.

Ligamentum ini melekat melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput

femoris dan melalui dasarnya pada ligamentum transversum dan pinggir

incisura acetabuli. Ligamentum ini terletak pada sendi dan dan dibungkus

membrana sinovial.

Gambar X: anatomi sendi panggul


3. Batas batas articulatio coxae

a. Anterior M. Iliopsoas, m.pectineus, m. rectus femoris. M. Iliopsoas

dan m.pectineus memisahkan a.v. femoralis dari sendi.

b. Posterior : m.obturatorius internus, mm.gemelli, dan m.quadratus

femoris memisahkan sendi dari n.ischiadicus.

c. Superior : musculus piriformis dan musculus gluteus minimus

d. Inferior : tendo m.obturatorius externus

4. Perdarahan

Cabang cabang arteria circumflexa femoris lateralis dan arteria

circumflexia femoris medialis dan arteri untuk caput femoris, cabang

arteria obturatoria.

5. Persyarafan

Nervus femoralis (cabang ke m.rectus femoris), nervus obturatorius

(bagian anterior) nervus ischiadicus (saraf ke musculus quadratus

femoris), dan nervus gluteus superior.

6. Gerakan

a. Fleksi dilakukan oleh m. Iliopsoas, m. Rectus femoris, m.sartorius,

mdan juga mm. Adductores.

b. Ekstensi dilakukan oleh m. Gluteus maximus dan otot otot hamstring

c. Abduksi dilakukan oleh m. Gluteus medius dan minimus, dan dibantu

oleh m. Sartorius, m.tensor fascia latae dan m. Piriformis


d. Adduksi dilakukan oleh musculus adductor longus dan musculus

adductor brevis serta serabut serabut adductor dari m adductor

magnus. Otot otot ini dibantu oleh musculus pectineus dan m.gracilis.

e. Rotasi lateral

f. Rotasi medial

g. Circumduksi merupakan kombinasi dari gerakan gerakan diatas.

B. DEFINISI
Dislokasi sendi (luksasio) adalah tergesernya permukaan tulang yang

membentuk persendian terhadap tulang lainnya. Dislokasi sendi panggul

adalah keadaan dimana kaput femur keluar dari socketnya pada tulang

panggul (pelvis). Dislokasi sendi panggul adalah bergesernya caput femur

dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi

posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur

menembus acetabulum (dislokasi sentra).

C. EPIDEMIOLOGI

Dislokasi pinggul posterior lebih sering ditemukan dibanding

dislokasi pinggul anterior yaotu sekitar 90 % dari semua jenis dislokasi hip.

Frekuensi menurun dengan dipakainya sabuk pengaman ketika berkendaraan.

Anterior dan central dislokasi terjadi sekitar 10% dari seluruh dislokasi hip.
D. ETIOLOGI
Penyebab dislokasi sendi panggul adalah trauma dengan gaya atau

tekanan yang besar seperti kecelakaan kendaraan bermotor, pejalan kaki yang

ditabarak mobil, atau jatuh dari ketinggian.

Dislokasi pinggul traumatik hampir selalu disebabkan oleh trauma

berenergi tinggi.  Adanya cedera dislokasi menandakan bahwa ada gaya yang

mencapai 90 pound atau bahkan lebih pada mekanisme traumatik atau adanya

patologi yang mendasari yang menyebabkan ketidakstabilan sendi. Penumpang yang

tidak menggunakan sabuk pengaman lebih memiliki resiko mengalaminya.

Mekanisme klasik untuk dislokasi posterior adalah pada cedera dashboard, yaitu

terjadi gaya yang menekan kepala femur melewati posterior acetabular rim saat lutut

yang terfleksi dan pinggul terhantam dashboard pada kecelakaan. Selain oleh

dashboard, dikatakan juga bahwa cedera ini bisa terjadi saat mekanisme mengerem.

Dislokasi anterior dihasilkan dari rotasi eksternal dan abduksi panggul. Kasus

dislokasi posterior mendekati 90% kasus, sementara dislokasi anterior hanya

10%.2,3 Cedera nervus sciatic mungkin terjadi pada 10-20% kasus dan lebih dari

setengah pasien juga mengalami fraktur lain.

E. KLASIFIKASI

1. Dislokasi posterior

Dislokasi posterior terjadi patah trauma saat panggul fleksi dan

adduksi. Arah trauma dan lutut ditransmisikan sepanjang batang femur

dan mendorong caput femur ke belakang (Dashboard injury) atau jatuh

dengan posisi kaki fleksi dan lutut tertumpu.


Gambar X: internal rotasi

2. Dislokasi anterior

Dislokasi anterior terjadi pada trauma jika tungkai terkangkang,

lutut lurus, punggung bongkok arah ke depan dan ada puntiran ke

balakang.

Gambar X: eksternal rotasi


3. Dislokasi sentral

Dislokasi sentral terjadi kalau trauma datang dan arah samping

sehingga trauma ditransmisikan lewat trokanter mayor mendesak terjadi

fraktur acetabulum sehingga caput femors masuk ke rongga pelvis.

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Dislokasi posterior

a. Sendi panggul dalam posisi fleksi, adduksi dan internal rotasi

b. Tungkai tampak lebih pendek

c. Teraba caput femur pada panggul

Klasifikasi Thompson-Epstein pada dislokasi posterior:

Type Radiography
Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior

wall fragment
Type II Dislocation associated with a single large posterior wall

fragment
Type III Dislocation with a comminuted posterior wall fragment
Type IV Dislocation with fracture of the acetabular floor
Type V Dislocation with fracture of the femoral head

Gambar X: Klasifikasi Thompson-Epstein pada dislokasi posterior

2. Dislokasi anterior
a. Sendi panggul dalam posisi eksorotasi, ekstensi dan abduksi

b. Tak ada pemendekan tungkai

c. Benjolan di depan daerah inguinal dimana kaput femur dapat diraba

dengan mudah

d. Sendi panggul sulit digerakkan

Klasifikasi Epstein pada dislokasi Anterior:

Type Radiography
Type II IA No associated fractures
IB Associated fracture or impaction of the
Superior
femoral head
dislocations, IC Associated fracture of the acetabulum
including pubic and
subspinous
Type II IIA No associated fractures
IIB Associated fracture or impaction of the
Inferior dislocations,
femoral head
including obturator, IIC Associated fracture of the acetabulum

and perineal

Klasifikasi ini menetukan prognostic dimana yang berkaitan dengan

acetabulum atau caput femoris memliki prognostic lebih buruk dibanding yang

lainnya.

3. Dislokasi Sentral

1) Posisi panggul tampak normal, hanya sedikit lecet di bagian lateral

2) Gerakan sendi panggul terbatas

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Radiografi
a. Dislokasi posterior

Caput femur berada di luar dan di atas acetabulum Femur adduksi dan

internal rotasi.

Gambar X: Dislokasi Posterior

b. Dislokasi anterior

Caput femur terlihat di depan acetabulum


Gambar X : Dislokasi Anterior

c. Dislokasi sentral

Terlihat pergeseran dan caput femur menembus panggul

Gambar X: Dislokasi sentral

2. CT-Scan

a. Dislokasi posterior
Gambar X: dislokasi posterior

b. Dislokasi anterior

Gambar X: dislokasi anterior

H. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan posisi anatomi:

a. Dislokasi posterior

1) Dislokasi harus direposisi secepatnya dengan pembiusan umum

dengan disertai relaksasi yang cukup.

2) Penderita dibaringkan di 1antai dan pembantu menahan panggul.

Sendi panggul difleksikan 90° dan kemudian dilakukan tarikan pada

pada secara vertikal.

3) Sesudah reposisi dilakukan traksi kulit 3-4 minggu disertai exercise

Weight bearing dilakukan minimal sesudah 12 minggu.

4) Pengobatan pada tipe ini dengan reduksi tertutup dan dapat dilakukan

dengan beberapa metode Bigelow, Stimson, dan Allis.

 Metode stimson

 Penderita dalam posisi terlentang

 Melakukan immobilisasi pada panggul

 Melakukan fleksi pada lutut sebesar 90º dan tungkai diadduksi

ringan dan rotasi medial

 Melakukan traksi vertikal dan kaput femur diangkat dari

bagian posterior asetabulum

 Panggul dan lutut diekstensikan secara hati-hati


Gambar X: Metode stimson

 Metode bigelow

 Penderita dalam posisi terlentang dilantai

 Melakukan traksi berlawanan pada daerah spina iliaka anterior

superior dan ilium

 Tungkai difleksikan 90º atau lebih pada daerah abdomen dan

dilakukan traksi longitudinal

Gambar X: Metode bigelow


 Metode allis

Gambar X: Metode allis

b. Dislokasi anterior

1) Pengobatan dislokasi tipe ini dengan reduksi tertutup dengan cara

memberi traksi pada tugkai dalam keadaan fleksi dan rotasi interna

serta abduksi panggul yang selanjutnya disusul imobilisasi seperi pada

dislokasi posterior.

c. Dislokasi sentral

1) Dilakukan reposisi dengan skietal traksi sehingga self reposisi pada

fraktur acetabulum tanpa penonjolan kaput femur ke dalam panggul

dilakukan terapi konservatif dengan traksi tulang 4-6 minggu.

Berdasarkan type:

Dislokasi harus direduksi secara cepat dengan general anestesi.

Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksi tertutup. Seorang asisten

menahan pelvis, ahli bedah ortopedi memfleksikan pinggul dan lutut

pasien sampai 90 derajat dan menarik paha keatas secara vertikal. Setelah
direposisi, stabilitas sendi diperiksa apakah sendi panggul dapat

didislokasi dengan cara menggerakkan secara vertikal pada sendi panggul.

Secara umum reduksi stabil namun perlu dipasang traksi dan

mempertahankannya selama 3 minggu. Gerakan dan latihan dimulai

setelah nyeri mereda.

Pada tipe II, sering diterapi dengan reduksi terbuka dan fiksasi

anatomis pada fragmen yang terkena. Terutama jika sendi tidak stabil atau

fragmen besar tidak tereduksi dengan reduksi tertutup, reduksi terbuka dan

fiksasi internal dan dipertahankan selama 6 minggu diperlukan.

Pada cedera tipe III umumnya diterapi dengan reduksi tertutup,

kecuali jika ada fragmen yang terjebak dalam asetabulum, maka dilakukan

tindakan reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi interna dan traksi

dipertahankan selama 6 minggu.

Cedera tipe IV dan V awalnya diterapi dengan reduksi tertutup.

Fragmen caput femoris dapat tepat berada ditempatnya dan dapat

dibuktikan dengan foto atau ct scan pasca reduksi. Jika fragmen tetap tak

tereduksi maka dilakukan reduksi terbuka dengan caput femoris

didislokasikan dan fragmen diikat pada posisinya dengan sekrup

countersunk pasca operasi traksi dipertahankan selama 4 minggu, dan

pembebatan ditunda selama 12 minggu.

I. KOMPLIKASI
a. Komplikasi dini

1) Cedera nervus ischiadicus


Cedera nervus ischiadicus terjadi 10-14% pada dislokasi posterior

selama awal trauma atau selama relokasi. Fungsi nervus dapat

digunakan sebagai verifikasi sebelum dan sesudah relokasi untuk

mendeteksi terjadinya komplikasi ini. Jika ditemukan adanya

disfungsi atau lesi pada nervus ini setelah reposisi maka surgical

explorasi untuk mengeluarkan dan memperbaikinya. Penyembuhan

sering membutuhkan waktu lama beberapa bulan dan untuk

sementara itu tungkai harus dihindarkan dari cedera dan pergelangan

kaki harus dibebat untuk menghindari kaki terkulai “foot drop”

2) Kerusakan pada Caput Femur

Sewaktu terjadi dislokasi sering kaput femur menabrak asetabulum

hingga pecah.

3) Kerusakan pada pembuluh darah

Biasanya pembuluh darah yang mengalami robekan adalah arteri

glutea superior. Kalau keadaan ini dicurigai perlu dilakukan

arteriogram. Pembuluh darah yang robek mungkin perlu dilakukan

ligasi.

4) Fraktur diafisis femur

Bila terjadi bersamaan dengan hip dislokasi biasanya terlewatkan.

Kecurigaan adanya dislokasi panggul, bilamana pada fraktur femur

ditemukan posisi fraktur proksimal dalam keadaan adduksi.

Pemeriksaan radiologis sebaiknya dilakukan di atas dan dibawah

daerah fraktur.
.

b. Komplikasi lanjut

1) Nekrosis avaskular

Persediaan darah pada caput femoris sangat terganggu sekurang

kurangnya 10% pada dislokasi panggul traumatik, kalau reduksi ditunda

menjadi beberapa jam maka angkanya meningkat manjadi 40%. Nekrosis

avaskular terlihat dalam pemeriksaan sinar x sebagai peningkatan kepadatan

caput femoris, tetapi perubahan ini tidak ditemukan sekurang kurangnya

selama 6 minggu, bahkan ada yang 2 tahun dan pada pemeriksaan radiologis

ditemukan adanya fragmentasi ataupun sklerosis.

2) Miositis ossifikans

Komplikasi ini jarang terjadi, mungkin berhubungan dengan


beratnya cedera. Tetapi gerakan tak boleh dipaksakan dan pada cedera
yang berat masa istirahat dan pembebanan mungkin perlu
diperpanjang.

3) Dislokasi yang tidak dapat direduksi

Hal ini dikarenakan reduksi yang terlalu lama sehingga sulit dimanipulasi

dengan reduksi tertutup dan diperlukan reduksi terbuka. Dengan seperti ini

insidensi kekakuan dan nekrosis avaskular sangat meningkat dan dikemudian

hari pembedahan reksontruktif diperlukan.

4) Osteoarthritis

Osteoartritis sekunder sering terjadi dan diakibatkan oleh kerusakan

kartilago saat dislokasi, adanya fragmen yang tertahan dalam sendi, atau

nekrosis iskemik pada caput femoris.


J. PROGNOSIS

1. Prognosis dari dislokasi sendi panggul tergantung dari adanya kerusakan

jaringan yang lain, manajemen awal dari dislokasi dan keparahan

dislokasi.

2. Pada keseluruhan, dislokasi anterior memiliki prognosis yang lebih baik

dari pada dislokasi posterior. Penelitian menunjukkan prognosis buruk

terjadi pada 25% pasien dengan dislokasi anterior dan 53% pada dislokasi

posterior.

3. Prognosis juga dapat dilihat dari klasifikasi Stewart dan Milford.

a. Pada grade I, komplikasi jangka panjang sering terjadi. Avascular

osteonecrosis terjadi sekitar 4% dari pasien dan osteoatritis sekunder

juga dapat terjadi.

b. Grade III dan IV memiliki resiko tinggi untuk terjadinya avaskular

osteonecrosis.

BAB III

SIMPULAN
Dislokasi sendi (luksasio) adalah tergesernya permukaan tulang yang

membentuk persendian terhadap tulang lainnya. Dislokasi sendi panggul

adalah keadaan dimana kaput femur keluar dari socketnya pada tulang

panggul (pelvis). Dislokasi sendi panggul adalah bergesernya caput femur

dari sendi panggul, berada di posterior dan atas acetabulum (dislokasi

posterior), di anterior acetabulum (dislokasi anterior), dan caput femur

menembus acetabulum (dislokasi sentra).

Dislokasi pinggul posterior lebih sering ditemukan dibanding

dislokasi pinggul anterior yaotu sekitar 90 % dari semua jenis dislokasi hip.

Frekuensi menurun dengan dipakainya sabuk pengaman ketika berkendaraan.

Anterior dan central dislokasi terjadi sekitar 10% dari seluruh dislokasi hip.

Penyebab dislokasi sendi panggul adalah trauma dengan gaya atau

tekanan yang besar seperti kecelakaan kendaraan bermotor, pejalan kaki yang

ditabarak mobil, atau jatuh dari ketinggian.

Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum.

Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislokasi.

Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan

neurovaskular. Manuver yang digunakan hampir sama dengan yang

digunakan untuk mereduksi dislokasi posterior, kecuali bahwa ketika paha

yang berflexi ditarik ke atas, paha harus diadduksi. Tata laksana berikutnya

mirip dengan tata laksana pada dislokasi posterior.

DAFTAR PUSTAKA
1. Apley, Graham dan Louis Solomon. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan
Fraktur Sistem Appley. Jakarta : Widya Medika.
2. Moore, Keith L dan Anne M. R. Agur. 2002. Anatomi Klinis
Dasar. Jakarta : EGC.
3. Pate, Deborah. 1991. Congenital Hip. Dislocation. Mei 1991.
http://emedicine.medscape.com
4. Rasjad, Chairrudin. 2002. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Yarsif
Watampone
5. Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik. Jakarta : EGC.
6. Steelei, Joseph R dan John R. Edwards. 1997. Traumatic Anterior
Dislocation of the Hip : Spectrum of Plain Film and CT Findings.
Jurnal 1997. http://www.ajronline.org

Anda mungkin juga menyukai