Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang


Ruptur tendon adalah sebuah penyakit dengan prevalensi kasus yang tidak
terlalu sering namun dapat menimbulkan respon nyeri yang kuat. Seringkali orang
yang sedang masa aktif dapat mengalami keadaan ini. Namun, tak jarang pula
pasien dengan penyakit lain datang dengan gangguan ini, dikarenaka terjadinya
kelemahan tendon.
Pecahnya atau robeknya tendon biasanya terdiagnosis secara asesmen
klinis, namun pemeriksaan X-ray dan ultrasound digunakan untuk memastikan
diagnosisnya. MRI adalah standar definitif dalam menunjukkan gambaran ruptur
tendon. Tergantung pada lokasi dan keparahan dari ruptur tendon, dokter dapat
memilih tatalaksana yang dengan medikasi dan fisioterapi atau dengan operasi.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Tendon


Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke tulang.
Otot rangka dalam tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan tulang,
sehingga memungkinkan untuk berjalan, melompat, mengangkat, dan bergerak
dalam banyak cara. Ketika otot kontraksi, tendon menarik tulang dan
menyebabkan terjadinya gerakan.

2.2 Anatomi Tendon


Tendon terdiri dari jaringan padat dan jaringan ikat fibrosa yang tersusun
secara pararel. Endotendon mengelilingi jaringan tendon dan epitendon
mengelilingi unit tendon keseluruhan. Kedua jaringan ikat membawa suplai darah
instrinsik ke struktur internal tendon. Selubung tendon terdapat diatas tempat
tendon melintasi sendi. Selubung tendon terdiri dari dua lapisan, lapisan parietal
di luar dan lapisan visceral di dalam. Selubung ini mensekresikan cairan sinovial
untuk membantu tendon bergerak. Tendon, yang berselubung, mesotendonnya
membawa suplai darah ekstrinsik ke tendon. Tendon yang tidak berselubung
ditutupi oleh paratendon, yang memungkinkan tendon untuk bergerak dan
memasok suplai darah ekstrinsik.

2.3 Fungsi Tendon


Setiap otot biasanya memiliki dua tendon untuk mengikat dua tulang yang
berbeda dengan otot yang melintasi sendi. Hal ini memungkinkan tendon untuk
bertindak sebagai katrol. Tendon berfungsi sebagai kekuatan untuk tarikan otot ke
tulang. Kontraksi otot menarik tendon, kemudian tulang, sehingga terjadi gerakan.
Tulang-tulang berhubungan pada sendi oleh ligamen dan jaringan ikat lainnya,
sehingga kontraksi tendon menghasilkan gerakan-gerakan tertentu, tergantung
pada otot dan sendi yang terlibat.

2
2.4 Anatomi Tendon Fleksor Tangan

Terdapat 8 tendon otot fleksor digitorum superfisial (FDS) dan profunda


(FDP), tendon fleksor pollicis longus dan tendon fleksor carpi radialis yang
melewati carpal tunnel sampai tulang-tulang carpal atau jari-jari dan terinsersi ke
dalam tulang yang terkait. Sinovial dan selaput fibrosa membungkus permukaan
dalam dan luar masing-masing tendon, secara berturut-turut.

Selaput sinovial fleksor utama (bursa ulnaris) berada di dalam carpal tunnel
dan meluas sampai pertengahan tulang metacarpal di tengah palmar. Bursa ulnaris
ini menyelubungi 8 tendon fleksor digitorum superfisialis dan profunda. Sisi
ulnarisnya berlanjut sebagai selaput sinovial tendon untuk jari kelingking. Selaput
sinovial jari dari 3 jari medial menyelubungi secara terpisah dari proksimal
metacarpal sampai insersinya ke phalanx distal. Tendon fleksor pollicis longus
masuk ke permukaan anterior dari proksimal phalanx distal ibu jari. Sedangkan
tendon fleksor digitorum profunda memasuki selaput fibrosa pada proksimal
metacarpal dan ujungnya melebar untuk masuk ke permukaan volar dari
proksimal phalanx distal dari 4 jari medial. Tendon fleksor digitorum superfisial
juga masuk ke selaput fibrosa pada tempat yang sama dan ujungnya melebar.

Setiap tendon fleksor digitorum superfisial terbagi menjadi 2 sarung tendon


pada corpus phalanx media untuk melewatkan tendon fleksor digitorum profunda
dan masuk ke sisi ulnar dan radiusnya pada phalanx media dari ke empat jari.

3
Gambar 1. Struktur FDS dan FDP dalam selubung tendon.
Dikutip dari Netter.

Dalam upaya untuk menggambarkan trauma tendon secara akurat, Kleinert


dan Verdan mengklasifikasikan trauma tendon berdasar zona anatomi:

Zona I: Zona trauma avulsi FDP (Jersey finger)

Letaknya antara insersio m. fleksor digitorum superficialis di medial phalanx


media menuju insersio m. fleksor digitorum profundus di distal phalanx. Laserasi

4
tendon biasanya dekat dengan insersi dan perbaikan tendon ke tulang lebih
dibutuhkan daripada perbaikan tendon ke tendon.

Zona II: No mans land

Letaknya antara caput metacarpal hingga insersio dari m. fleksor digitorum


superficialis di pertengahan phalanx media. Terdapat 2 tendon pada zona ini yakni
fleksor digitorum superfisial dan profunda. Pada fleksi jari, 2 bagian fleksor
digitorum superfisial bergerak ke tengah dan menjepit tendon fleksor digitorum
profunda. Disebut no mans land oleh Bunnel karena tendensi terbentuknya adhesi
dan terjadi pembatasan fungsi setelah perbaikan tendon pada zona ini.

Zona III: Lipatan palmar distal

Letaknya antara ligamentum carpal transversum dengan sisi distal dari canalis
carpii proximal.

Zona IV: Ligamentum carpal transversum

Letaknya di dalam canalis carpii. Trauma tendon pada zona ini jarang terjadi
karena proteksi dari ligamentum carpal transversum yang kuat.

Zona V: Proksimal

Letaknya pada bagian dorsal dari canalis carpalis pada bagian distal antebrachium.

Gambar 2. Zona tendon flexor

5
FDP berfungsi sebagai fleksor jari utama, sedangkan FDS dan intrinsic
muscle bergabung untuk memperkuat cengkeraman. Kekuatan tendon FDS dua
hingga tujuh kali lebih kecil daripada yang dihasilkan FDP saat menggenggam
dan mencubit Pada jari, tendon fleksor terbungkus oleh selubung tendon yang
dilapisi oleh lapisan synovial visceral dan parietal yang berisi cairan synovial.

Selubung tendon fleksor jari merupakan suatu trowongan ligamen yang kuat
(fibro osseous tunnel) yang terdiri dari bagian yang tebal yaitu 5 buah annular
pulleys (Al - A5) dan bagian yang tipis berupa 3 buah cruciate ligamen / pulleys
(C1 - C3).

Pulley A2 dan A4 berasal dari periosteum setengah proksimal phalang


proksimal dan pertengahan phalang media, sedangkan pulleys Al, A3 dan A5
merupakan pulley pada persendian yang berasal dari bagian palmar sendi
metacarpophalangeal (MP), proksimal interphalangeal (PIP) dan distal
interphalangeal (DIP). Pulleys palmar apponeurosis terdiri dari fascia palmar serat
vertikal dan serat transversal yang secara klinis penting apabila komponen
selubung tendon bagian proksimal lainnya hilang. Cruciate pulleys yang tipis
terdiri dari Cl yang terletak antara annular pulley A2 dan A3, C2 antara A3 dan
A4 dan C3 antara A4 dan A5. Cruciate pulley memfasilitasi koiap dan ekspansi
tendon sheath selama gerakan jari. Selubung tendon jari mencegah tendon tertarik
keluar dari bagian konkaf aspek anterior jari saaat jari fleksi.

Gambar 3. Pulley dan cruciate pulley. Dikutip dari Netter.

6
2.5 Anatomi Tendon Ekstensor Tangan
Tendon ekstensor berjalan dari lengan bawah kedorsal melalui 6
kompartemen dibawah retinakulum ekstensor.
Dari sisi lateral kemedial retinakulum, kompartemen mengandung sejumlah
tendon. Kompartemen pertama mengandung ekstensor pollicis brevis dan
abduktor pollicis longus; Kedua, ekstensor carpi radialis longus dan brevis; ketiga,
ekstensor pollicis longus; keempat, empat tendon ekstensor dogitorum communis
dan ekstensor indicis proprius; kelima, ekstensor digiti quiti; keenam, ekstensor
carpi ulnaris.

Gambar 4. Tendon ekstensor pada tangan

7
Klasifikasi trauma tendon bedasarkan zona anatomi
- Zona I : Phalanx distal dan distal

Interphalangeal joint (DIP)


Terletak pada lipatan terminal ekstensor pada level phalanx distal dan
distal interphalangeal joint (DIP).

- Zona II : Phalanx medial


Terbentang sepanjang phalanx medial jari-jari dan pada phalanx proximal
ibu jari.

- Zona III : Proximal interphalangeal joint (PIP)


Terletak dari proximal interphalangeal joint menuju insersio central slip.

- Zona IV : Phalanx proximal


Membentang disepanjang phalanx proximal

- Zona V : Metacarpophalangeal joint (MCP)


Daerah pada dan disekitar sendi metacarpophalangeal

- Zona VI : Dorsum Manus


Terletak pada daerah metacarpal pad manus

- Zona VII : Pergelangan tangan

- Zona VIII : Antebrachium distal


Terletak dibagian distal dari musculotendinous junction

8
Gambar 5. Zona tendon ekstensor

2.6 Biomekanik Tendon


Fungsi tendon merupakan suatu kabel fleksibel sebagai penghubung struktur
otot yang dinamis dan struktur tulang yang rigid, sehingga jaringan ini harus
mempunyai kemampuan untuk meredam goncangan (shock absorbing) dan
kemampuan untuk menahan tarikan (tensile strength).

Tendon merupakan penghubung antara otot dan tulang. seperti halnya


tulang rawan, tendon, di sini matriksnya sebagian besar terdiri dari kolagen tipe 1
dan sedikit proteoglikan. Serat kolagen tersusun longitudinal dengan pembuluh
darah dan saraf yang berada di sekeliling jaringan ikat longgar. Susunan geometris
pembuluh darah dan saraf ini berhubungan dengan fungsi tendon untuk menahan
gaya regangan yang dihasilkan otot untuk diteruskan ke tulang.

9
Menurut fungsinya tendon dibagi menjadi tendon yang diselubungi oleh
selubung tendon (tendon sheath) dan tendon yang diselubungi jaringan ikat
longgar paratenon. Selubung tendon memungkinkan tendon untuk melekuk dan
terutama pada tendon fleksor. Pada tendon yang tidak melekuk dikelilingi
paratenon. Sekeliling tendon yang berupa jaringan ikat yang longgar.

Jaringan ini mempunyai struktur kolagen tipe 1 yang tersusun longitudinal


sehingga mempunyai kemampuan untuk menahan tarikan yang besar (tensile
strength). Kurva stress/strain berbentuk khas yang mempunyai 3 daerah yang
berbeda. Daerah yang pertama ditandai dengan strain yang tinggi pada stress yang
rendah disebut toe region. Pada tendon daerah ini relatif sempit dan daerah ini
memberikan kemampuan tendon untuk meredam goncangan (shock-absorbing).
Daerah yang kedua disebut linear (straight region), yaitu daerah yang kemiringan
kurvanya lebih besar dan menunjukkan modulus elastik tendon tersebut. Daerah
yang ketiga disebut yield and failure region dengan kurva yang mencapai puncak
dan kemudian turun menunjukkan regangan yang permanen dan kemudian
kegagalan untuk menahan tarikan. Paramater utama kurva ini adalah modulus
elastis (pada linier region), puncak kekuatan tarikan (tensile strength) yang
disebut maximum load atau maximum stress, puncak strain (tergantung dari
kegagalan deformitas) dan energi regangan (strain energy) yaitu area dibawah
kurva. Kembalinya regangan elastik (elastic strain recovery) tendon mencapai 90-
96% setelah pembebanan.

2.7 Ruptur Tendon


a. Definisi
Tendon merupakan bagian dari jaringan lunak, sebagai kelanjutan otot, baik
mulai maupun bertaut pada tulang (origo dan insertio).

Tendon adalah struktur dalam tubuh yang menghubungkan otot ke tulang.


Otot rangka dalam tubuh bertanggung jawab untuk menggerakkan tulang,
sehingga memungkinkan untuk berjalan, melompat, mengangkat dan bergerak

10
dalam banyak cara. Ketika otot kontraksi, tendon menarik tulang dan
menyebabkan terjadinya gerakan.

Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Ruptur tendon
adalah robek, pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena tarikan yang
melebihi kekuatan tendon.

b. Etiologi
a. Penyakit tertentu, seperti arthritis dan diabetes
b. Obat – obatan, seperti kortikosteroid dan beberapa antibiotic yang
dapat meningkatkan resiko rupture
c. Cedera dalam olahraga, seperti melompat dan berputar pada olahraga
badminton, tenis, basket, dan sepakbola
d. Trauma benda tajam atau tumpul
c. Faktor Resiko
a. Umur : 30 – 40 th (> 30 th)
b. Jenis kelamin : Laki – laki > Perempuan (5 : 1)
c. Obesitas
d. Olahraga
e. Riwayat ruptur tendon sebelumnya
f. Penyakit tertentu arthritis, DM

d. Diagnosis
Anamnesa

Status general pasien berupa usia, tangan yang dominan, pekerjaan, hobbi,
dan riwayat masalah tangan sebelumnya. Kapan dan dimana trauma terjadi. Pada
kasus trauma untuk mengetahui keakutan trauma dan kemungkinan kontaminasi
dengan benda asing.

Pemeriksaan Klinis

Meski deformitas berat tidak ditemukan, posisi tangan sering memberi


petunjuk tendon fleksor mana yang terpotong. Posisi normal tangan menunjukkan

11
jari telunjuk dalam posisi sedikit fleksi dan jari kelingking paling fleksi. Jika
kedua tendon jari terpotong, maka jari akan berada dalam posisi hiperekstensi.

Fungsi tendon biasanya dievaluasi dengan gerakan aktif volunter jari,


biasanya secara langsung oleh pemeriksa. Tindakan manuver yang dilakukan
dahulu pada tangan pemeriksa atau tangan penderita yang sehat sebelum pada
tangan yang terluka dapat membantu. Jika luka pada distal pergelangan, jari yang
terluka ditahan untuk memperoleh gerakan sendi spesifik. Dengan sendi
proksimal interphalanx ditahan, fleksor digitorum profunda diduga terpotong jika
sendi distal interphalanx tidak dapat fleksi secara aktif. Jika sendi proksimal
interphalanx dan distal interphalanx keduanya tidak dapat fleksi secara aktif
dengan tahanan pada sendi metacarpophalangeal, maka kedua tendon fleksor
mungkin terpotong.

Pada ibu jari, untuk pemeriksaan tendon fleksor pollicis longus, sendi
metacarpophalangeal ibu jari ditahan. Jika tendon fleksor pollicis longus
terpotong, fleksi pada sendi interphalangeal tidak ada. Sedangkan jika luka
terletak pada pergelangan, sendi jari dapat fleksi secara aktif meskipun tendon
jarinya terpotong. Hal ini dikarenakan interkomunikasi tendon fleksor digitorum
profunda pada pergelangan, khususnya jari manis dan kelingking. Pada ruptur
tendon parsial biasanya tetap berfungsi, namun gerakan jari dibatasi oleh nyeri.

Pemeriksaan Radiologi

Semua pasien sebaiknya mendapatkan foto rontgen posisi posteroantero


lateral dan satu atau dua posisi oblik. Foto rontgen memberikan informasi dengan
sensisitifitas menengah, spesifisitas tinggi dan biaya yang terjangkau.
Ultrasonografi dapat digunakan untuk mendeteksi ruptur tendon dan trauma
ligamentum ulnaris collateral sampai ibu jari. Dapat juga memeriksa fungsi
dinamis dari tendon secara noninvasif menggunakan USG. MRI menunjukkan
sensitifitas yang tinggi dalam deteksi ruptur tendon. Namun demikian, MRI tidak
berperan dalam penanganan emergensi dari luka pada tangan.

12
e. Penatalaksanaan
Penanganan Trauma Tendon Fleksor
Mekanisme trauma fleksor tangan dan jari tidak lagi diterapi dengan
rekonstruksi tertunda karena perbaikan primer langsung dan tertunda memberi
hasil yang baik sampai sempurna, meski dilakukan pada jari tengah. Hasil yang
memuaskan dilaporkan pada 75 – 98 % pasien.
Zona I

Sebagaimana laserasi tendon pada jari umumnya, luka harus diperluas ke


proksimal dan distal untuk memudahkan visualisasi. Beberapa ahli bedah memilih
jahitan jarum Keith melalui phalanx distal dengan volar ke sudut dorsal daripada
kedua sisi tulang.

Zona II

Kedua laserasi tendon direkonstruksi pada zona II. Jahitan 4-strand dengan
jahitan epitenon. Rekonstruksi Kessler modifikasi Strickland dilakukan dengan
menggunakan 2 poros jahitan untuk tendon fleksor digitorum profunda.

Zona III

Rekonstruksi tendon menggunakan teknik jahitan yang sama dengan yang


dijelaskan sebelumnya. Pemaparan tendon lebih mudah dan hasilnya lebih baik
karena tidak adanya selaput fibroosseus pada zona ini.

Zona IV

Tendon direkonstruksi dengan teknik sebagaimana yang dijelaskan


sebelumnnya, selama tidak ada trauma saraf medianus yang terletak di superfisial
tendon.

Zona V

Trauma pada tautan muskulotendinosa dapat sulit direkonstruksi karena jaringan


otot akan tidak dapat menahan jahitan. Sering jahitan matras multipel dibutuhkan
jika tautan muskulotendinosa tidak mampu menahan poros jahitan.

13
Strickland menekankan 6 karakter rekonstruksi tendon ideal

a. Mudah menempatkan jahitan dalam tendon


b. Simpul jahitan aman
c. Tautan halus pada ujung tendon
d. Celah minimal pada lokasi perbaikan
e. Intervensi minimal dengan vaskularitas tendon
f. Regangan cukup selama penyembuhan.

Teknik Jahitan

a. Jahitan end-to-end
Teknik Brunel crisscross merupakan teknik klasik jahitan end-to-end.
Meskipun cengkraman jahitan baik, namun tidak umum digunakan
karena dipercaya bahwa penempatan intratendinosa jahitan crisscross
memungkinkan kerusakan vaskularitas intratendinosa, dan menjadikan
tendon avaskuler. Kleinert modifikasi Bunnell crisscross lebih mudah
ditanam dan mungkin lebih kurang menyebabkan iskemia intratendinosa.
Jahitan Kessler merupakan modifikasi jahitan Mason-Allen. Teknik ini
efektif untuk rekonstruksi tendon pada jari-jari dan palmar.

b. Rekonstruksi end-to-side
Rekonstruksi end-to-side sering digunakan pada transfer tendon saat satu
otot mengaktifasi beberapa tendon.

Proses Penyembuhan pada Rekonstruksi Tendon

Proses penyembuhan terjadi melalui 3 tahap yakni fase inflamasi, reparasi


dan remodelling.

 Inflamasi

Setelah penjahitan tendon, respon inflamasi merangsang pembentukan


jaring fibrin dan migrasi makrofag serta sel inflamasi lainnya ke lokasi perbaikan.

14
Sel-sel ini kemudian melepaskan faktor pertumbuhan dan faktor kemotaktik.
Dalam 2 cm sekitar perbaikan, sel-sel dalam epitenon berproliferasi dan
bermigrasi ke lokasi perbaikan. Regangan pada fase ini sama dengan regangan
pada rekonstruksi. Fase inflamasi berlangsung 0 – 14 hari.

 Reparasi

Fase reparasi berlangsung sekitar 28 hari (minggu ke 2 – 6) setelah fase


inflamasi. Fase ini ditandai secara primer oleh pembentukan kolagen terus
menerus, yang membentuk pembungkus dinamis pada tempat perbaikan.
Neovaskularisasi terjadi dari sumber intrinsik dan ekstrinsik.

 Remodelling

Fase berikutnya adalah remodelling yang ditandai oleh remodeling kolagen


dan penurunan kecepatan proliferasi sel. Peningkatan regangan tendon dilaporkan
konsisten dengan struktur kolagen fibrin remodelling dan revaskularisasi. Fase ini
berlangsung setelah minggu ke-6-12.

Saat ini secara umum sudah diterima bahwa dengan memberikan latihan
gerakan pasif dini (LGPD) pada tendon pasca penyambungan akan mempercepat
penguatan tensile strength, adesi lebih minimal, perbaikan ekskursi, nutrisi yang
lebih baik dan perubahan pada lokasi penyambungan yang lebih minimal
dibandingkan dengan tendon yang diimobilisasi. Latihan gerak berdampak positif
pada penyembuhan tendon dengan meningkatkan difusi nutrien dari cairan
sinovial, meningkatkan produksi kolagen. Untuk itu diperlukan suatu tehnik
penyambungan yang kuat (gap resistant suture technique) diikuti dengan latihan
yang terkontrol.

Faktor–faktor yang berperan dalam terbentuknya adesi yang menghambat


ekskursi pada penyambungan tendon diantaranya kerusakan jaringan saat trauma
awal dan saat pembedahan, iskemia tendon, imobilisasi jari, adanya jarak pada
lokasi yang disambung serta eksisi selubung tendon.

15
Pada tendon yang mempunyai selubung tendon (tendon sheath), sel-sel
untuk proses penyembuhan diduga berasal dari ujung tendon yang terpotong atau
dari selubung tendon dan akan membentuk parut.

Penyembuhan tendon eksogen dan endogen serta pengembalian fungsi


tendon yang baik memerlukan kemampuan teknik operasi yang baik sehingga
ujung tendon yang putus dapat tersambung rapat. Hal ini bergantung jenis benang
yang digunakan (suture material), kekuatan yang dihasilkan dengan teknik
penjahitan yang tepat dan teknik pengikatannya (knotting). Teknik operasi harus
dapat menjaga kemungkinan rusaknya vaskularisasi tendon. Pasca operatif
diperhatikan program mobilisasi aktif tendon untuk mengurangi terbentuknya
adesi dan meningkatkan kekuatan tendon.

Rehabilitasi
Rehabilitasi Tendon Fleksor
Kunci keberhasilan perbaikan tendon fleksor sangat terkait dengan regimen
terapi program rehabilitasi tangan. Protokol rehabilitasi setelah perbaikan tendon
fleksor ada, yakni :
a. Latihan gerakan aktif.
b. Gerakan pasif dengan teknik Kleinert maupun Duran.
c. Immobilisasi dibutuhkan untuk anak usia kurang 10 tahun dan bagi
pasien yang tidak dapat mengikuti program rehabilitasi. Immobilisasi
dengan pergelangan fleksi 10 derajat, sendi metacarpophalangeal fleksi
70 derajat dan sendi interphalanx netral selama 4 – 6 minggu.

Berdasarkan laporan penelitian dari Gelberman dkk., mengkonfirmasikan


bahwa hasil yang memuaskan akan dapat dicapai dengan menggunakan dua buah
cara teknik mobilisasi. Pertama, metode Kleinert, aktif ekstensi dari jari dapat
dicapai dengan teknik pasif fleksi menggunakan karet yang dilekatkan pada kuku
jari dan pergelangan tangan. Teknik kedua metode Harmer, Young dan Harmon
serta Duran dan Houser. Mengontrol gerakan pasif dengan memblok bagian

16
belakang dari jari. Rentang keamanan lebih meningkat apabila teknik penjahitan
dengan teknik. Multistrand.

Gambar 6. Teknik rehabilitasi menurut Kleinert.

Setelah dilakukan reparasi tendon fleksor, pergelangan tangan dan tangan


dilakukan pemasangan bidai posterior. Sebagai tambahan, jari yang tendonnya
putus diposisikan fleksi dengan menggunakan karet yang berjangkar di
pergelangan tangan. Pada posisi ini jari dapat aktif ekstensi dan pasif fleksi. Pada
jangka waktu 3 minggu dilakukan aktif fleksi dan ekstensi terbatas pada posisi
fleksi 40-60 derajat. Pada 3-8 minggu, karet elastik dilekatkan pada perban elastis
di pergelangan tangan. Setelah traksi karet dihilangkan dipasang bidai pada
malam hari selama 6-8 minggu.

17
Gambar 7. Teknik rehabilitasi menurut Duran dan Houser.

Rehabilitassi Tendon Ekstensor

Gambar 8. Teknik rehabilitasi tendon ekstensor

18
BAB III
Laporan Kasus

3.1. Identitas Pasien


Nama : Tn. KS
Umur : 46 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : petani
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
No. RM :
Tanggal Masuk : 18 Mei 2019

3.2. Anamnesis

Keluhan Utama : tangan terkena gerenda

Telaah : Pasien datang dengan keluhan luka robek pada


tangan kanan akibat terkena alat pemotong kayu sekitar 15 menit yang lalu
sebelum datang ke IGD RSUD Datu Beru. Awalnya pasien sedang memotong
kayu dan tanpa sengaja alat tersebut terlepas dan mengenai tangan kanan yang
diletakkan disamping kayu tersebut. Selanjutnya pasien meminta temannya untuk
diatarkan ke Rs. Sesampai di RS pasien mengeluhkan tidak bisa meluruskan jari-
jari tangannya dan terasa nyeri.

Riwayat mengonsumsi alkohol/NAPZA : tidak dijumpai


Riwayat pengobatan sebelumnya : tidak dijumpai
Riwayat penyakit terdahulu : disangkal
Riwayat penyakit keluarga : disangkal

19
3.3. Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak nyeri.


Vital Sign
GCS : E4V5M6
Heart rate : 80x/menit
Temperatur : 36.7 °C
Respiratory rate : 20x/i
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Pemeriksaan Umum :
 Kepala:
Mata : CA (-/-), SI (-/-), Injeksi konjungtiva (-)
Hidung : deformitas (-), discharge (-)
Mulut : darah (-)
Leher : kaku kuduk (-)
Lain-lain : Luka (-)
Kesimpulan : dalam batas normal
 Thorax
Pulmo
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+), suara tambahan (-)
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV 2 jari LMCS,
Perkusi : Kesan kardiomegali (-)
Auskultasi : S1-S2 regular, bising jantung (-)
 Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak terlihat massa
Auskultasi : Peristaltik (+) N

20
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-)
Hepar/ Lien  tidak teraba
 Ekstremitas
Superior D : Inspeksi : Skin loss pada regio dorsum manus dextra ,
ukuran 20 cm x 7 cm, perdarahan (+).
Feel : krepitasi (-)
Move : Terbatas, ekstensi metatarsophalangeal (-)
Fleksi metatarsophalangeal (+)

Superior S : Inspeksi : perubahan kulit (-), Rotasi (-), Muscle wasting


(-)
Palpasi : akral hangat, nyeri tekan (-)
ROM : bebas

Inferior D/S : Inspeksi : perubahan kulit (-), Rotasi (-), Muscle wasting
(-)
Palpasi : akral hangat, nyeri tekan (-)
ROM : bebas

 Genitalia : dalam batas normal

3.4 Pemeriksaan Penunjang

 Hasil Lab tanggal 19/05/2019

HB : 14,3 g/dL
Leukosit : 10.900/mm3
Hematokrit : 42.8 %
Eritrosit : 4.63 juta/mm3
Trombosit : 195.000/mm3
Waktu Pembekuan : 6 menit

21
Waktu Perdarahan : 3 menit
Golongan Darah :B

 Hasil Foto Rontgen tanggal 19/05/2019

Gambar 9. Hasil Foto Roentgen manus PA/Oblique D

Gambar 10. LukaTendon Ekstensor

22
3.5 Diagnosa

Ruptur tendon ekstensor II, III, IV, V manus dextra

3.6 Penatalaksanaan

IGD: Wound toilet (hecting sitosional)


Inj. NACL 0,9% 20 tpm
Inj. Ketorolac 15 mg/8 jam
Inj. ATS vial
Rujuk dokter spesialis bedah untuk eksplorasi dan repair tendon.

Follow up

Tanggal Perjalanan penyait Tindakan / terapi


20-05-2019 S/ nyeri tangan kiri (+) P/ IVFD RL 20 gtt/menit
(06.00) O/ KU : baik - inj. Ceftizoxine 1 gr/12
jam (H1)
GCS : 15
- inj. Ketorolak 1 amp/ 8
H-1 TD : 110/60 mmhg jam
N : 72 x/ menit - inj. Ranitidin 1 amp/12
jam
RR : 20x / menit
T : 36,7 0C
SL : a/r manus sinistra
I : luka tertutup kasa (+)
F : nyeri (+)
M : terbatas (+)

A/ post repair (H1) ruptur tendon


ekstensor manus D

23
21-05-2019 S/ / nyeri (+) P/- Diet MB
H.2 O/ KU : baik -IVFD RL 20 gtt/menit
- inj. Ceftizoxine 1 gr/12
GCS : 15
jam (H2)
TD : 100/60 mmhg - inj. Ketorolak 1 amp/ 8
N : 84 x/ menit jam
- inj. Ranitidin 1 amp/12
RR : 20x / menit
jam
T : 36,7 0C
SL : a/r manus sinistra
I : luka tertutup kasa (+)
F : nyeri (+)
M : terbatas (+)

A/ post repair (H2) ruptur tendon


ekstensor manus D

Tanggal Perjalanan penyait Tindakan / terapi


22-05-2019 S/ nyeri tangan kiri (+) P/ IVFD RL 20 gtt/menit
(06.00) O/ KU : baik - inj. Ceftizoxine 1 gr/12
jam (H3)
GCS : 15
- inj. Ketorolak 1 amp/ 12
H-3 TD : 110/80 mmhg jam
N : 78 x/ menit - inj. Ranitidin 1 amp/12
jam
RR : 20x / menit
T : 36,7 0C
SL : a/r manus sinistra
I : luka tertutup kasa (+)
F : nyeri (+)
M : terbatas (+)

A/ post repair (H3) ruptur tendon


ekstensor manus D

24
23-05-2019 S/ / nyeri (+) P/- Diet MB
H.4 O/ KU : baik -IVFD RL 20 gtt/menit
- inj. Ceftizoxine 1 gr/12
GCS : 15
jam (H4)
TD : 120/70 mmhg - inj. Ketorolak 1 amp/ 12
N : 80 x/ menit jam
- inj. Ranitidin 1 amp/12
RR : 20x / menit
jam
T : 36,7 0C
SL : a/r manus sinistra
I : luka tertutup perban (+) PBJ

F : nyeri (+)
M : terbatas (+)

A/ post repair (H4) ruptur tendon


ekstensor manus D

25
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang laki-laki berusia 46 tahun datang ke IGD RSUD Datu Beru


Takengon diantar oleh seorang temannya dengan keluhan luka robek pada tangan
kanan akibat terkena alat pemotong kayu dan pasien mengeluhkan sulit
menggerakkan tangannya setelah kejadian tersebut. Pasien mengaku tidak bisa
meluruskan jari tangannya dan terasa nyeri dan sulit saat menggerakkan jari ke
empat dan kelima tangan kirinya. Tampak pinggir luka kotor, ukuran 20 cm x 7
cm, dasar luka tampak tendon terputus digiti 2,3,4,dan 5 manus sinistra. Dari
anamesis dan pemeriksaan fisik diatas, didapatkan bahwa keluhan pada pasien
tersebut mengarah kepada diagnosis ruptur tendon extensor manus dextra.
Hasil pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil HB 14,3 g/dL, leukosit
10.900/mm3, Hematokrit 42,8 %, Eritrosit 4.63 juta/mm3, Platelet 195.000/mm3,
Waktu Pembekuan 6 menit, Waktu Perdarahan 3 menit.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa seorang pasien laki-laki
berusia 46 tahun, terdiagnosis skin loss dengan ruptur tendon ekstensor digiti
manus II-V sehingga penatalaksanaan awal pada kasus ini adalah penanganan
luka gawat darurat karena luka yang terjadi karena kecelakaan menurut
penggolongan CDC termasuk luka terkontaminasi, sehingga ditangani dengan
wound toilet, pemberian anti nyeri dengan ketorolac, roentgen manus PA/ Oblique
untuk memastikan ada tidaknya fraktur lalu dibebat tekan untuk dirujuk ke dokter
spesialis bedah untuk dilanjutkan debridement dan penyambungan tendon.
Bila sudah diterapi, prognosis pasien cukup baik. Pasien dengan luka yang
dibiarkan atau baru datang setelah 12 jam atau lebih dapat memiliki kemungkinan
infeksi lebih tinggi. Prognosis pada pasien ini:
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Sanam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Ad Bonam

26
BAB V
KESIMPULAN

Tendon adalah jaringan fibrosa yang melekatkan otot ke tulang. Dalam


beberapa kasus, tendon dapat snap atau pecah. Kondisi yang membuat pecah
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam, cedera dalam berolahraga, penyakit
tertentu (seperti arthritis dan diabetes).
Ruptur adalah robek atau koyaknya jaringan secara paksa. Ruptur tendon
adalah robek, pecah atau terputusnya tendon yang diakibatkan karena tarikan yang
melebihi kekuatan tendon.
Penatalaksanaan medis pada kasus rupture tendon biasanya melalui
pembedahan jika tidak ditangani dengan cepat dapat menyebabkan infeksi. Pada
kasus ini tampak bahwa ruptur tendon yang disambung dengan jahitan , lalu
dipertahankan ekstensinya dengan pemasangan seperti pembahasan diatas.yang
menunjukkan adanya kebutuhan penanganan ahli bedah orthopedik.

27
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Grace, Pierce A. dan Borley, Neil R. At A Glance : Ilmu Bedah. Ed.3. 2006.
Jakarta : Erlangga Medical Series

Sjamsuhidajat, R. dan de Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. 2004. Jakarta
EGC
Mansjoer, Arif, dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Ed.3. 2000. Jakarta :
Media Aesculapius FKUI
Saladin: Anatomy & Physiology: The Unity of Form and Function, Ed.3. 2003.
The McGraw Hill Companies.
[Accessed 26th Mei 2019] Tendon Repair: The Modified Kessler Technique,…
accessed at:
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=6
&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiBkvT3mJLRAhXKO48KHYbRAew
QFggtMAU&url=https%3A%2F%2Ffhs.mcmaster.ca%2Fsurgery%2Fdoc
uments%2FTendonRepairsOutlineHandoutof13Aug2008providedbyColin
White.pdf&usg=AFQjCNGlLJNiLveUee-
3zjvBTnE09GmekQ&sig2=FXvqMFfdxv26QTF3uDHGSA
Geert I. Pagenstert, Victor Valderrabano, Beat Hintermann, Tendon injuries of
the foot and ankle in athletes, Clinic of Orthopedic Traumatology,
Orthopedic Surgery Department, University Clinics Basel, Switzerland,
CH-4031 Basel; Schweizerische Zeitschrift für «Sportmedizin und
Sporttraumatologie» 52 (1), 11–21, 2004.

28

Anda mungkin juga menyukai