Anda di halaman 1dari 7

Andrew Ruspanah

Goodwin Anthony

Fraktur Salter Harris

A. DEFINISI
Piringan pertumbuhan, juga disebut sebagai piringan epiphyseal atau fisis adalah area
jaringan pertumbuhan didekat ujung tulang panjang anak-anak atau remaja. Tiap tulang panjang
mempunyai sedikitnya dua piringanan pertumbuhan yaitu pada masing-masing ujungnya.
Piringan pertumbuhan menentukan panjang dan ukuran tulang dewasa pada masa yang akan
datang. Jika pertumbuhan telah lengkap, kadang-kadang selama masa remaja piringan
pertumbuhan tertutup dan digantikan oleh tulang padat.

B. PATOFISIOLOGI
Gambaran histologis dari fisis sangat penting untuk memahami prognosis patah physeal.
Lapisan germinal tulang rawan berada diatas epiphisis dan menguraikan nutrisi dari bejana
epiphyseal. Sel tulang rawan tumbuh dari epiphysis menuju metaphysis, yang kemudian terjadi
degeneratif, fragmentasi dan mengalami hipertrofi. Fragmentasi sel kemudian termineralisasi. Ini
merupakan zona pengerasan sementara yang membentuk pembatas metaphyseal, dan bukan
tulang rawan.
Neovaskularisasi terjadi dari metaphysic menuju epiphysis. Sel endothelial berubah
menjadi osteoablast dan menggunakan puing-puing sel yang mengalami degeneratif untuk
membentuk tulang muda primer. Tulang muda ini secara progresif dibentuk kembali menjadi
tulang dewasa dan pembentukan ini kemudian menjadi tulang harversian dewasa. Kerusakan
baik pada saluran vascular epiphyseal maupun metaphyseal menggangu pertumbuhan tulang,
akan tetapi kerusakan lapisan tulang rawan munkin tidak signifikan jika permukaannya tidak
terganggu dan saluran vascular ke tulang rawan tidak terganggu secara permanent. Jika kedua
dasar vascular saling bersentuhan, fisis tersebut tertutup dan tidak ada lagi pertumbuhan tulang
berikutnya yang terjadi.
Daerah piringan epiphyseal merupakan bagian tulang rawan yang mengeras, dan jika
terjadi fraktur yang melibatkan piringan epiphyseal, biasanya garis pemisah berjalan melintang
melalui lapisan hipertrofik atau lapisan kapur pada lempeng pertumbuhan, dan sering masuk
kedalam metafisis pada salah satu tepi dan mencakup bibir segitiga dari tulang. Ini tidak
memberikan banyak efek terhadap pertumbuhan longitudinal yang terjadi dalam lapisan germinal
fisis dan lapisan fisis yang sedang berkembang biak.
1,5

Tetapi kalau fraktur melintasi lapisan sel reproduksi pada lempeng dapat mengakibatkan
penulangan premature pada bagian yang mengalami cidera dan menyebabkan gangguan
pertumbuhan tulang. Selain itu suplai darah piringan epiphyseal yang masuk dari permukaan
epiphyseal dapat kehilangan pasokan darahnya sehingga dapat mengakibatkan piringan tersebut
menjadi nekrotis dan tidak tumbuh lagi. Pada beberapa tempat suplai darah pada epiphyseal tidak
rusak pada saat terjadi luka karena pada epiphyseal femoral proximal dan epiphyseal radial
proximal pembuluh darah mengalir melalui leher tulang dan memotong sekeliling epiphyseal.
1,5

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi fraktur piringan epiphyseal Salter Haris berdasarkan pada mekanisme fraktur
dan juga hubungan garis patahan terhadap sel tumbuh piringan epiphyseal, selain itu, ini
berkaitan dengan metode perawatan dan juga prognosis luka yang berhubungan dengan
gangguan pertumbuhan.
1,2,3,4,5,6

1. Type I
Terdapat pemisahan total epiphysis sepanjang tulang tanpa patah tulang, sel piringan
epiphyseal yang tumbuh masih melekat pada epiphysis. Jenis luka ini akibat gaya gunting, lebih
umum terjadi pada bayi yang baru lahir ( dari luka kelahiran ) dan pada anak-anak yang masih
muda dimana piringan epiphyseal masih relative tebal.
2. Type II
Garis pemisah patah tulang memanjang sepanjang piringan epiphyseal hingga jarak
tertentu dan kemudian keluar melalui bagian metaphysis sehingga mengakibatkan fragmentasi
metaphyseal berbentuk triangular. Sel tumbuh pada piringan tersebut masih melekat pada
epiphysis. Jenis fraktur ini, akibat dari gaya gunting dan tekuk, basanya terjadi pada anak-anak
yang lebih besar dimana piringan epiphyseal relatif tipis. Periosteum tersobek pada sisi cembung
angulasi tersebut tetapi melekat pada sisi cekung sehingga engsel periosteal utuh dan selalu
berada pada sisi potongan mataphyseal.
3. Type III
Patah tulang tersebut adalah intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan
hingga bagian dalam piringan epiphyseal dan kemudian sepanjang piringan tersebut hingga
sekelilingnya. Jenis fraktur yang tidak umum ini disebabkan oleh gaya gunting intra artikular dan
biasanya terbatas pada epiphysis tibia distal.
4. Type IV
Patah tulang yang intra-articular, mamanjang dari permukaan sambungan malalui
epiphysis memotong ketebalan piringan epiphyseal dan melalui bagian metaphysic. Contoh yang
paling umum dari fraktur tipe IV ini adalah patah tulang condyle lateral tulang lengan bagian
atas.
5. Type V
Fraktur yang relatif kurang umum ini diakibatkan oleh gaya tekan yang keras yang terjadi
pada epiphysis menuju ke piringan epiphyseal. Tidak ada fraktur yang kelihatan tetapi lempeng
pertumbuhan remuk dan ini mungkin mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Seperti juga
yang terjadi pada daerah lutut dan pergelangan kaki.

A. GAMBARAN KLINIK
Fraktur ini lebih sering ditemukan pada anak laki-laki daripada anak perempuan dan
biasanya ditemukan pada masa bayi atau diantara usia 10-12 tahun. Defomitas biasanya sedikit
sekali, tetapi setiap cedera pada anak yang diikuti dengan rasa nyeri dan nyeri tekan di dekat
sendi harus dicurigai, dan pemeriksaan dengan sinar X penting dilakukan.
5

Sinar X fisis sendiri bersifat radiolusen dan penulangn epipisis mungkin belum lengkap,
ini membuat sulit mengatakan apakah ujung tulang telah rusak atau mengalami deformasi. Lebih
muda si anak lebih kecil bagian epifisis yang kelihatan sehingga lebih sukar menegakkan
diagnosis maka perbandingan dengan sisi yang normal dapat sangat membantu. Tanda-tanda
yang memberi petunjuk adalah pelebaran dari celah fisis , ketidaksesuaian sendi atau miringnya
poros epiphysis. Kalau terdapat pergeseran yang nyata diagnosinya jelas, tapi fraktur tipe IV
sekalipun mula-mula dapat sedikit pergeserannya sehingga garis fraktur sulit dilihat dan kalau
terdapat kecurigaan yang sedikitpun mengenai adanya fraktur fisis, pemeriksaan ulang sinar X
setelah 4 atau 5 hari perlu dilakukan.
3,5

B. PENANGANAN
Fraktur yang tidak bergeser dapat diterapi dengan membebat bagian itu dalam gips atau
suatu slab gips yang ketat selama 2-4 minggu (tergantung tempat cedera dan anak umur itu).
Tetapi pada fraktur tipe 3 dan tipe 4 yang tak bergeser, pemeriksaan sinar X setelah 4 hari dan
sekali lagi sekitar 10 hari kemudian wajib dilakukan agar pergeseran yang terjadi belakangan
tidak terlewatkan.
Pada tipe I reduksi tertutup tidak sulit karena perlekatan periosteal utuh disekitar
lingkarannya dan kemudian dibebat dengan erat selama 5-6 minggu. Prognosis untuk masa yang
akan datang sangat dipengaruhi oleh suplai darah pada epiphysis, dimana biasanya pada tempat
selain epiphysis femoral femoral proximal dan epiphysis radial proximal.
1,5

Pada tipe II reduksi tertutup relatif mudah didapatkan begitu juga dengan perawatannya
karena engsel periosteal utuh dan potongan metaphysis terlindung selama reduksi. Prognosis
selama perkembangan yang sempurna dengan suplai darah pada epiphisis adalah baik, yang
hampir selalu berada pada tempat dimana fraktur type II terjadi.
1,5

Penanganan pada tipe III membutuhkan reduksi anatomis yang sempurna. Dapat
dilakukan usaha untuk mencapai hasil ini dengan manipulasi secara pelan-pelan dibawah
anestesi umum, kalau ini berhasil tungkai ditahan dengan gips selama 4-8 minggu. Kalau tidak
dapat direduksi dengan tepat dengan manipulasi tertutup, reduksi terbuka biasanya dibutuhkan
segera untuk mengembalikan permukaan sambungan normal yang sempurna. Tungkai kemudian
dibebat selama 4-6 minggu, tetapi diperlukan waktu selama itu lagi sebelum anak siap untuk
melanjutkan aktivitas tanpa batasan. Prognosis untuk pertumbuhan adalah suplai darah yang baik
yang diberikan pada bagian epiphysis yang terpisah.
1,5

Penanganan tipe IV yaitu reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan kawat Kirschner
diperlukan dimana tidak hanya untuk mengembalikan permukaan sambungan normal tetapi juga
untuk mendapatkan pengembalian posisi piringan epiphyseal, kecuali jika permukaan patah
piringan epiphyseal dibiarkan tereduksi maka penyembuhan patahan tulang terjadi sepanjang
piringan tersebut dan selanjutnya memberikan pertumbuhan longitudinal yang tidak mungkin.
Prognosis untuk pertumbuhan pada tipe IV ini jelek kecuali jika reduksi sempurna dicapai dan
terjaga.
1,5

Karena epiphysis tersebut biasanya tidak tergeser, diagnosis fraktur tipe V sulit untuk
dilakukan. Beban ringan harus diabaikan paling tidak tiga minggu dengan harapan untuk
menjaga tekanan selanjutnya pada epiphyseal. Prognosis fraktur tipe V kurang diperhatikan
karena gangguan pertumbuhan hampir tidak terlihat.
1,5

Dari penanganan diatas dapat dikatakan bahwa luka yang melibatkan piringan epiphyseal
harus dirawat dengan hati-hati dan secepatnya. Fraktur tipe I dan II hampir dapat selalu dirawat
dengan reduksi tertutup. Fraktur tipe III biasanya membutuhkan reduksi terbuka dan tipe IV
selalu membutuhkan reduksi terbuka dan fiksasi internal. Periode immobilisasi yang dibutuhkan
pada fraktur tipe I, II, dan III hanya setengah dari yang dibutuhkan untuk patah tulang
mataphysis pada tulang yang sama pada anak dengan usia yang sama. Selanjutnya perlu diteliti
secara klinis dan radiologi dengan cemat dalam interval yang teratur paling tidak satu tahun dan
kadang lebih untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan.
1,5

C. PROGNOSIS
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam memperkirakan prognosis fraktur piringan
epiphyseal pada anak antara lain:
1

1. Tipe fraktur.
Prognosis untuk masing-masing dari kelima tipe klasifikasi fraktur piringan epiphyseal
telah dibahas diatas.
2. Usia anak.
Anak dengan usia yang lebih muda pada saat mengalami fraktur akan mempunyai
gannguan pertumbuhan yang lebih besar.
3. Suplai darah pada epiphysis
Gangguan suplai darah pada epiphysis berhubungan dengan prognosis jelek.
4. Metode Reduksi
Manipulasi yang sangat besar pada epiphysis yang tergeser dapat merusakan piringan
epiphyseal tersebut dan oleh karenanya dapat meningkatkan gangguan pertumbuhan.
5. Luka terbuka atau tertutup
Fraktur piringan epiphyseal terbuka dapat mengakibatkan infeksi yang pada akhirnya
akan merusak piringan tersebut dan mengakibatkan berhentinya proses pertumbuhan
sebelum waktunya.

KESIMPULAN
1. Salter Haris merupakan jenis patah tulang yang sering terjadi pada anak-anak yaitu patah
tulang yang melibatkan cedera piringan epiphyseal.
2. Fraktur piringan epiphyseal Salter Haris berdasarkan pada mekanisme fraktur dan juga
hubungan garis patahan terhadap sel tumbuh piringan epiphyseal diklasifikasikan dalam 5
type.
3. Penanganan tipe I dan II dengan reduksi tertutup, tipe III dengan reduksi terbuka dan tipe IV
dengan reduksi terbuka dan fiksasi internal.
4. Tipe V diagnosanya sulit ditegakkan karena epiphisis biasanya tidak bergeser. Penanganannya
dengan mengurangi tekanan paling tidak selama tiga minggu.
5. Prognosis fraktur piringan epiphyseal pada anak tergantung pada tipe fraktur, usia, suplai
darah pada epiphysis, metode reduksi, dan luka terbuka atau tertutup.









DAFTAR PUSTAKA
1. Apley G., Solomon L., 1993, apleys System of Orthopedies and Fractures, 7
th
edition: 432
438, Butterworth-Heinemann Ltd., Oxford.
2. De Jong W., Sjamsuhidajat R., 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi : 1140, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. Moore W., 2003, http//www. eMedicine - Salter-Harris Fractures Article,.htm
4. National Institutes of Health, 2001, http//www. Epiphyseal Plate Injury Questions and
Answers About Growth Plate Injuries. htm
5. Nugroho E., 1995, Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, ED. 7, hal 281-282, Widya
Medika, Indonesia.
6. Terrell WD., 2001, What is a fracture?Fracture Description and Classification, Hughston
Sport Medicine foundation, Auburn, Alabama

Anda mungkin juga menyukai