Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dislokasi adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran secara total dari
permukaan sendi dan tidak lagi bersentuhan (Apley, 1995). Dislokasi menyebabkan
terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi bisa mengenai
komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari
tempat yang seharusnya.

Dari sebuah studi pada penderita dislokasi yakni didapatkan dari 71,8 persen laki-
laki yang mengalami dislokasi , 46.8 persen penderita berusia antara 15-29 tahun; 48,3
persen terjadi akibat kegiatan olahraga, dan 37 persen dari semua cedera olahraga yaitu
pada olahraga sepakbola dan basket. Pada wanita, tingkat dislokasi yang lebih tinggi
terlihat di antara penderita yang berusia > 60 tahun. Peningkatan ini terutama diakibatkan
oleh kejadian terjatuh di rumah (Owens, 2010)

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:


1. Untuk mengetahui tentang dislokasi regio engkel termasuk definisi, etiologi,
diagnosis, penatalaksanaan, komplikasi, dan prognosis.
2. Mendapatkan keterampilan dalam melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
menggunakan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan dalam penegakkan diagnosis
dislokasi regio shoulder.
3. Mengkaji ketepatan dan kesesuaian kasus yang dilaporkan dengan teori berdasarkan
literatur.
BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN:

Nama : Ny Tati Aryati


Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat Tanggal Lahir :-
Umur : 45 tahun
Alamat : Jatiseeng Kidul Ciledug
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama: Kaki kanan tidak dapat digerakan

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien datang ke IGD RSUD waled bersama suaminya karena kaki kanan
pasien di bagian pergelangan tidak dapat digerakan. Selain tidak dapat digerakan kaki
pasien terasa sangat nyeri, keluhan tersebut dialami pasien 1 jam yang lalu. Pasien
dan suaminya mengalami kecelakaan motor dengan motor saat pasien hendak pergi
berjulan di pasar. Suami pasien mengendarai motor tossa dan pasien duduk di
belakang. Dari arah depan pasien tampak motor yang akan menyalip sebuah mobil di
depannya dan karena suami pasien merasa kaget akhirnya suami pasien mencoba
menghindar dan melakukan pengereman mendadak sehingga pasien terpental ke
depan dan kaki pasien terlindas oleh motor yang dikendarai oleh suami pasien sendiri.
Saat terlindas posisi pasien setengah tertelungkup, ban depan motor mengenai
pergelangan kaki kanan pasien yang tidak sempat pasien selamatkan, setelah terlindas
motor kaki pasien tidak tampak berdarah atau mengalami luka robek, hanya kaki
pasien tidak dapat digerakan dan mulai membengkak disertai nyeri yang hebat.
Bagian kepala dan dada tidak terbentur aspal, mual muntah tidak dirasakan pasien,
pasien sadar dan tidak mengalami pingsan. Sesaat setelah kejadian pasien segera
dilarikan ke rumah sakit.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Riwayat trauma disangkal
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, stroke disangkal
Riwayat alergi obat, makanan,dan lain-lain disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga:


Riwayat keluhan yang sama pada keluarga disangkal
Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan stroke disangkal

Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah berobat ke dokter

1. Status Generalis

Keadaan umum: sakit sedang


Kesadaran: Compos Mentis
GCS : E4V5M6=15

Vital sign :

Tekanandarah: 120/80mmHg
Nadi: 92x/menit
Suhu: 36.3C
Pernafasan: 22x/menit
Kepala dan Leher :
Konjungtiva anemis : (-/-)
Sklera ikterik : (-/-)
Pupil isokor : ( 2mm/ 2mm)
Sianosis : (-)
Dyspneu : (-)
Pembesaran KGB : (-)
Jejas : (-)

Thorax
Paru :
I : simetris kanan dan kiri, retraksi (-)
P : gerakan nafas thorax kanan dan kiri simetris
P : perkusi paru sonor kanan dan kiri
A : suara nafas dasar vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-
Jantung :
I: iktus kordis tidak terlihat
P: iktus kordis teraba dan kuat angkat
P: batas jantung dalam batas normal
A:bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : soefl
A : bising usus (+) normal
P : nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P : timpani

Ekstremitas
Atas : Akral hangat +/+, oedem -/-, jejas -/-, memar -/-, luka -/-
Bawah : Akral hangat +/+, oedem -/-, jejas -/-, memar +/-, luka -/-
2. Status lokalis : Regio dorsum pedis dekstra

Look
Tampak deformitas pada punggung dan pergelangan kaki, pergelangan
kaki kanan tidak sama dengan pergelangan kaki kiri
Feel
Tenderness (+), hangat (+), krepitasi (+), CRT <2, pulsasi arteri
dorsalis pedis +/+
Move
Tidak dapat digerakkan akibat nyeri
Kekuatan motorik :

- 55 55

33 55

- Range of Motion (ROM) : sendi ankle dextra

i. Fleksi : 20 menurun, normalnya : 160-180

ii. Ekstensi : 20 menurun, normalnya : 60

iii. Rotasi lateral dan rotasi medial tidak dapat dilakukan karena nyeri
III. Hasil Pemeriksaan Radiologi

IV. Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai normal


Hematologi
Hemoglobin 12,7 g/dL 13,5-17,5 g/dL
Leukosit 11,500/uL 4,100-10900/uL
Hematokrit 37% 41-53 %
Eritrosit 4,30 4,5-5,5 juta/uL
Trombosit 364000/uL 140000-440000 /uL
MCV 85,1 80-100fL
MCH 29,5 26-34pg
MCHC 34,7 31-36 g/dL
Hitung jenis:
Basofil 1 0-2%
Eosinofil 2 0-5%
Batang 0 2-6%
Segmen 62 47-80%
Limfosit 25 13-40%
Monosit 10 2-11%
Kimia darah
GDS 137 <140
Fungsi hati
SGOT 17 10-35 U/L
SGPT 14,5 9-43 U/L
Fungsi ginjal
Kreatinin 0,84 0,45-0,75
Ureum 14,3 21-42
Elektrolit
Na 139 135-147mmol/L
K 3,7 3,5-5,0 mmol/L
Cl 99 96-108 mmol/L

V. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD waled bersama suaminya karena kaki kanan
pasien di bagian pergelangan tidak dapat digerakan. Selain tidak dapat digerakan kaki
pasien terasa sangat nyeri, keluhan tersebut dialami pasien 1 jam yang lalu. Pasien
dan suaminya mengalami kecelakaan motor dengan daerah pergelangan kaki kanan
yang terlindas ban motor pasien sendiri, kaki dirasakan mulai membengkak disertai
nyeri yang hebat. Sesaat setelah kejadian pasien segera dilarikan ke rumah sakit.

Status lokalis : Regio dorsum pedis dekstra

Look
Tampak deformitas pada punggung dan pergelangan kaki, pergelangan
kaki kanan tidak sama dengan pergelangan kaki kiri
Feel
Tenderness (+), hangat (+), krepitasi (+), CRT <2, pulsasi arteri
dorsalis pedis +/+
Move
Tidak dapat digerakkan akibat nyeri
Kekuatan motorik :

- 55 55

33 55

- Range of Motion (ROM) : sendi ankle dextra

iv. Fleksi : 20 menurun, normalnya : 160-180

v. Ekstensi : 20 menurun, normalnya : 60

vi. Rotasi lateral dan rotasi medial tidak dapat dilakukan karena nyeri

VI. DIAGNOSIS KERJA


- Dislokasi ankle joint pedis dextra dan close fracture malleolus medial dextra, close
fraktur fibula dextra 1/3 distal.

VII. PENATALAKSANAAN

Medikamentosa

IVFD Ringer Laktat 20tpm/24 jam

Ketorolac (analgetik) 3x 1amp

Ranitidin 2x1 amp

Operatif : ORIF

VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad Fungsionam :Dubia ad bonam

Ad sanactionam :Dubia ad bonam


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Ankle Joint

Sendi pergelangan kaki terdiri atas sebuah kantung yang dibentuk poleh ujung-ujung
bawah tibia dan fibula, yang cocok dengan bagian atas corpus tali. Talus dapat digerakkan
pada sumbu transversal dengan cara mirip engsel, karena itu pergelangan kaki tergolong
sendi sinovial jenis engsel. Bentuk tulang-tulang dan kekuatan ligamen-ligamen dan tendon
di sekitarnya menjadikan sendi kuat dan stabil. (Moore & Agur, 2002 ; Snell, 1998)

Permukaan Articular

Ujung-ujung distal tibia dan fibula membentuk sebuah sosok (lekuk dalam) yang
mencakup talus. Permukaan medial malleolus lateralis bersendi dengan permukaan lateral
talus. Tibia bersendi dengan talus di dua tempat, yaitu permukaan inferior tibia membentuk
atap sosok tadi, malleolus medialis tibia bersendi dengan permukaan medial talus. (Moore
& Agur, 2002)

10
Kedua malleolus memegang talus erat-erat sewaktu tulang ini berumbang-ambing ke
depan dan ke belakang pada gerak sendi pergelangan kaki. Sendi pergelangan kaki bersifat
amat stabil pada dorsofleksi karena pada posisi ini permukaan artikular superior talus
(trochlea), mengisi pebuh sosok yang dibentuk oleh kedua malleolus. Cengkraman kedua
malleolus pada talus adalah paling kuat jika kaki berada dalam posisi dorsofleksi karena
gerak demikian mendorong bagian trochlea ke belakang, dan sedikit memencarkan tibia
dan fibula. Pemencaran demikian dibatasi oleh ligamentum interosseum yang kuat dan oleh
ligamentum tibiofibulare interior posterius yang mempersatukan tulang-tulang tungkai
bawah. Pada fleksi plantar kaki sendi pergelangan kaki relatif kurang stabil karena
permukaan artikular proksimal talus lebih sempit di sebelah posterior dan menempati sosok
tibiofibular hanya untuk sebagian. (Moore & Agur, 2002)

Simpai Sendi

Capsula fibrosa bersifat tipis di sebelah depan dan belakang, tetapi pada kedua sisi
diperkuat oleh ligamentum collaterale yang kuat. Proksimal simpai melekat pada tepi
permukaan artikular tibia dan kedua malleolus dan distal pada talus. (Moore & Agur, 2002)

Ligamentum

Di sebelah medial capsula fibrosa diperkuat oleh ligamentum mediale (deltoideum)


yang sangat kuat dengan puncaknya (proksimal) melekat pada malleolus medialis. Di
bawah (inferior), serat-serat dalamnya melekat pada daerah non-artikular permukaan
medial corpus tali; serat-serat superfisial melekat pada sisi medial talus, sustentaculum tali
(ligamentum tibiotalare anterius dan ligamentum tibiotalare posterius), ligamentum
calcaneonaviculare plantare (ligamen tibiocalcaneum) dan tuberosistasossis navicularis
(ligamentum tibionaviculare). Ligamentum tibionaviculare, ligamentum tibiotalare anterius
dan ligamentum tibiotalare posterius, dan ligamen tibiocalcaneum merupakan bagian-
bagian yang membentuk ligamentum mediale atau deltoideum. (Moore & Agur, 2002 ;
Snell, 1998)

11
Di sebelah lateral capsula fibrosa diperkuat oleh ligamentum lateral yang lebih lemah
dari ligamentum mediale yang terdiri tiga bagian: (Moore & Agur, 2002 ; Snell, 1998)

Ligamentum talofibulare anterius yang lemah, carik yang pipih yang berjalan dari
melleolus lateralis ke permukaan lateral tallus.
Ligamentum talofibulare posterius, berkas tebal dan cukup kuat, melintas horisontal
dalam arah medial, sedikit posterior terhadap fossa malleoli ke tuberculum laterale
tali.
Ligamentum calcaneofibulare, seutas tali yang bulat, melintas dalam arah
posteroinferior dari ujung malleolus lateralis ke permukaan lateral calcaneus.

12
Membrana Sinovial. Membran ini melapisi simpai dan berjalan sedikit ke atas di depan
ligamentum interosseum artikulasio tibiofibularis inferior. (Snell, 1998)

Perdarahan. Arteri-arteri berasal dari rami malleolares arteriae fibularis dan arteria tibialis
posterior dan anterior. (Moore & Agur, 2002)

Persarafan. Saraf-saraf berasal dari nervus tibilais dan nervus fibularis profundus, cabang
nervus fibularis communis. (Moore & Agur, 2002)

Pergerakan

Fleksio (jari-jari kaki menuju ke atas) dan plantar fleksio ( jari-jari menuju ke
bawah). Dorsofleksio dikerjakan oleh m. tibialis anterior, m. extentor hallucis longus, m.
extensor digitorum longus, dan m. peroneus tertius. Peristiwa inidibatasi oleh tegangnya
tendon calcaneus, serat-serat posterior lig. Mediale, dan lig. Calcaneofibulare.
Plantarfleksio dikerjakan oleh m. gastrocnemius, m. soleus, m. plantaris, m. peroneus
longus, m. peroneus brevis, m. tibialis posterior, m. pleksor digitorum longus, dan m.
fleksor hallucis longus. Peristiwa ini dibatasi oleh tegangganya otot berlawanan, serat-serat
anterior lig. mediale, dan lig. talofibulare anterius. (Snell, 1998)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, selama dorsofleksio sendi pergelangan


kaki, bagian anterior yang lebih lebar dari trochlear tali dipaksakan di antara malleolus

13
medialis dan lateralis, yang menyebabkannya agak terpisah dan mengencangkan ligamen
art. tibiofibularis inferior. Susunan demikian sangat menambah kestabilan sendi
pergelangan kaki bila kaki sedang dalam posisi awal gerak maju dalam berjalan, berlari,
atau melompat. Sedangkan bila sendi pergelangan kaki dalam keadaan plantar fleksio
sempurna, ligamen dari art. tibiofibularis inferior kurang diregangkan, dan memungkinkan
sedikit rotasi, abduksio, dan aduksio. (Snell, 1998)

3.2 Definisi dislokasi

Dislokasi adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran secara total dari
permukaan sendi. Dislokasi ditandai dengan keluarnya bongkol sendi dari mangkok sendi
atau keluarnya kepala sendi dari mangkoknya. Bila hanya sebagian yang bergeser disebut
subluksasi dan bila seluruhnya disebut dislokasi.

Dislokasi ankle adalah suatu kondisi yang ditandai oleh kerusakan dan robeknya
jaringan ikat sekitar sendi pergelangan kaki dengan perpindahan tulang. Dikatakan
Recurrent apabila terjadi suatu dislokasi berulang sedangkan Habitual apabila dislokasi
dapat diprofokasikan sendiri oleh penderitanya, keadaan ini bersifat kongenital atau akibat
injeksi berkali-kali (biasanya antibiotika) ke dalam otot (Apley, 1995).

14
3.3 Etiologi dislokasi

Dari segi Etiologi, Dislokasi dapat disebabkan oleh:


Cedera olah raga. Olahraga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak
bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat
bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering
mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja
menangkap bola dari pemain lain.
Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga seperti benturan keras pada sendi
saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi.
Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
Patologis : terjadinya tear ligament dan kapsul articuler yang merupakan
kompenen vital penghubung tulang.(Sufitmi, 2004)

3.4 Patofisiologi dislokasi


Cedera akibat olahraga dikarenakan beberapa hal seperti tidak melakukan
pemanasan yang benar sebelum melakukan olahraga sehingga dapat memicu
terjadinya dislokasi, yaitu cedera olahraga yang dapat menyebabkan terlepasnya
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga struktur sendi dan ligamen
menjadi rusak. Keadaan selanjutnya terjadinya kompresi jaringan tulang yang
terdorong ke depan sehingga merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid
menjadi teravulsi akibatnya tulang berpindah dari posisi yang normal. Keadaan
tersebut dikatakan sebagai dislokasi.
Begitu pula dengan trauma kecelakaan karena kurang tidak hati-hati dalam
melakukan suatu tindakan atau saat sedang berkendara dimana tidak menggunakan
helm atau sabuk pengaman memungkinkan terjadi dislokasi. Trauma kecelakaan
mengkompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi sehingga dapat merusak struktur
sendi dan ligamen. Keadaan selanjutnya yaitu terjadinya penekanan pada jaringan
tulang yang terdorong ke depan sehingga merobek kapsul sehingga tulang dapat
berpindah dari posisi normal dan menyebabkan dislokasi.

15
3.5 Klasifikasi dislokasi
Klasifikasi dislokasi menurut penyebabnya adalah:
1. Dislokasi kongenital
Hal ini terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan seseorang,
paling sering terlihat pada daerah panggul (hip).
2. Dislokasi spontan atau patologik
Hal ini dapat terjadi akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar
sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh
kekuatan tulang yang berkurang.
3. Dislokasi traumatik
Dislokasi traumatik adalah suatu kedaruratan ortopedi, yang
memerlukan pertolongan segera. Hal ini membuat sistem vaskularisasi
terganggu, susunan saraf rusak dan serta kematian dari jaringan. Trauma
yang kuat membuat tulang keluar dari posisi anatomisnya dan mengganggu
jaringan lain seperti merusak struktur sendi, ligamen, saraf, dan sistem
vaskular. Seringkali terjadi pada orang dewasa. Bila tidak ditangani dengan
segera dapat terjadi nekrosis avaskuler (kematian jaringan akibat anoksia
dan hilangnya pasokan darah) dan paralisis saraf.

Dislokasi berdasarkan tipe kliniknya dapat dibagi menjadi :


1. Dislokasi Akut
Umumnya dapat terjadi pada bagian bahu, siku tangan dan panggul.
Dislokasi ini dapat juga disertai nyeri akut serta pembengkakan di sekitar
sendi.
2. Dislokasi Kronis
Dislokasi kronis dapat dibedakan menjadi dislokasi rekuren,
berkepanjangan atau Prolonged dan kebiasaan atau Habitual. Pada dislokasi
rekuren penderita sering mengalami dislokasi namun tidak dapat mereposisi
sendiri. Pada dislokasi berkepanjangan dapat timbul bila dislokasi akut
didiamkan saja tanpa diberikan perawatan selama berminggu-minggu,
16
sedangkan untuk dislokasi kebiasaan atau habitual dislocation penderita
dapat berulang-ulang mengalami dislokasi dan dapat mereposisi sendi
tersebut sendiri. Pada dislokasi rekuren dan kebiasaan umumnya sudah
terjadi perubahan bentuk kapsul maupun ligamennya maka dari itu sendi
tersebut menjadi hipermobilitas.
3. Dislokasi Berulang
Jika suatu trauma pada daerah dislokasi sendi diikuti oleh frekuensi
berulang, maka dislokasi akan berlanjut dengan trauma yang minimal, hal
disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada sendi bahu (shoulder
joint) dan sendi pergelangan kaki atas (patello femoral joint). Dislokasi
berulang biasanya sering dikaitkan dengan fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnya ujung tulang yang patah akibat dari kuatnya trauma, tonus
atau kontraksi otot dan tarikan.

Dislokasi berdasarkan daerah anatomis


1. Dislokasi sendi bahu (shoulder joint)

Gambar 4. Dislokasi sendi bahu ( shoulder joint )

17
2. Dislokasi sendi siku tangan (elbow joint)

Gambar 5. Dislokasi sendi siku tangan ( elbow joint )


3. Dislokasi sendi panggul (hip joint)
Dislokasi panggul dapat terjadi ketika caput femur keluar dari daerah
acetabulum (socket) pada pelvis. Dislokasi ini dapat terjadi apabila daerah
tersebut mengalami benturan keras seperti pada kecelakaan mobil ataupun jatuh
dari ketinggian tertentu. Pada kecelakaan mobil, dimana akibat terbenturnya
lutut membentur dashboard sehingga terjadi deselerasi yang cepat dan tekanan
dihantarkan dari femur ke panggul.
Kadang dislokasi pada sendi panggul ini juga dapat disertai adanya
fraktur. Dislokasi pada sendi panggul merupakan jenis dislokasi yang amat
serius dan membutuhkan penanganan yang cepat. Diagnosis dan terapi yang
tepat untuk menghindari akibat jangka panjang dari hal ini yaitu nekrosis
avaskuler dan osteoarthritis.

18
Gambar 6. Dislokasi Sendi Panggul

Dislokasi sendi panggul terbagi menjadi dua yaitu dislokasi anterior dan dislokasi
posterior tergantung berat atau tidaknya trauma tersebut.

1. Dislokasi Posterior 90% dislokasi ini terjadi pada daerah panggul, dimana
tulang femur terdorong keluar dari socket atau acetabulum arah ke belakang
(backward direction). Dislokasi posterior ditandai dengan pergelangan kaki atas
(tulang femur) yang berotasi interna dan adduksi, panggul dalam posisi fleksi
namun pada bagian lutut serta pergelangan kaki bawah justru pada posisi yang
berkebalikan. Biasanya disertai juga dengan penekanan dari nervus ischiadicus.
2. Dislokasi Anterior (Obturator Type) Dislokasi ini sering disebabkan
tekanan hiperekstensi melawan tungkai yang abduksi sehingga caput femur
terangkat dan keluar dari acetabulum, caput femur terlihat di depan acetabulum
socketnya dengan arah maju ke depan (forward direction) sehingga daerah
panggul mengalami abduksi dan rotasi eksterna menjauhi dari bagian tengah
tubuh.

Klasifikasi Dislokasi Sendi Panggul Anterior menurut Epstein yaitu :


Tipe 1 : Dislokasi superior termasuk pubis dan subspinosa
1A Tidak terdapat fraktur
1B Terdapat fraktur atau impaksi dari caput femur

19
1C Terdapat fraktur dari acetabulum
Tipe 2 : Dislokasi inferior termasuk obturator dan perineal
2A Tidak terdapat fraktur
2B Terdapat fraktur atau impaksi dari caput femur
2C Terdapat fraktur acetabulum

4. Dislokasi sendi lutut (kneecap joint)


Dislokasi patella paling sering disebabkan oleh robeknya ligamen yang
berfungsi untuk menstabilkan dari sendi lutut tersebut. Ligamen yang paling
sering mengalami cedera dalam hal ini yaitu Ligamentum Krusiatum, dimana
hal ini dapat terjadi ketika bagian lateral dari lutut mengalami suatu tekanan
atau benturan keras. Padahal ligamen ini membutuhkan waktu yang cukup lama
untuk penyembuhannya. Dislokasi sendi lutut atau patella ini dapat
menyebabkan cederanya otot quadriceps, yang akan memperparah dalam hal ini
terutama bila terjadi efusi pada bagian lutut atau dalam keadaan terlalu cepat
melakukan pemanasan, dan terlalu cepat untuk kembali melakukan suatu
aktivitas (olahraga). Dislokasi pada sendi lutut jarang terjadi. Hal ini terjadi
akibat trauma yang cukup besar seperti terjatuh, tabrakan mobil, dan cedera
yang terjadi secara cepat. Bila sendi lutut mengalami dislokasi, maka akan
terlihat terjadinya deformitas. Bentuk dari kaki akan terlihat bengkok atau
mengalami angulasi. Kadang dislokasi pada sendi lutut ini akan mengalami
relokasi secara sendiri. Lutut dalam hal ini akan menjadi sangat bengkak dan
sakit.

20
Gambar 7. Dislokasi Sendi Lutut

5. Dislokasi sendi pergelangan kaki (ankle joint)


Dislokasi pergelangan kaki (ankle) adalah suatu kondisi dimana
rusaknya dan robeknya jaringan konektif di sekitar pergelangan kaki disertai
dengan berubahnya posisi tulang dalam suatu daerah persendian. Pergelangan
kaki terdiri dari dua tulang yaitu tulang fibula dan tibia yang berdampingan.
Kedua tulang ini turut membangun persendian pada pergelangan kaki. Sendi
pergelangan kaki terdiri atas kapsul sendi dan beberapa ligamen yang
membantu kestabilan dari persendian. Dalam pergerakannya, stretching atau
pemanasan yang berlebihan dapat merusak dari jaringan konektif yang ada,
sehingga tulang pada persendian ini dapat keluar dari posisi normalnya atau
mengalami dislokasi.

Gambar 8. Dislokasi Pergelangan Kaki

21
Dislokasi pergelangan kaki biasanya terjadi akibat trauma atau terjadi
dorongan yang keras terhadap tulang pergelangan sehingga terpisah. Hal ini
dapat terjadi akibat benturan langsung, kecelakaan motor atau pun cedera berat
pada pergelangan tersebut (severe sprain). Mekanisme dari dislokasi ini terjadi
sebagai kombinasi dari posisi plantar flexi pada bagian pergelangan kaki namun
kaki juga mengalami baik inversi maupun eversi agar dapat menahan beban.
Seseorang dengan dislokasi pada pergelangan kakinya biasanya akan
merasakan nyeri yang sangat hebat ketika mengalami cedera. Nyeri tersebut
bahkan dapat membuat pasien tidak dapat melakukan aktivitas serta menahan
beban sama sekali. Nyeri biasanya dirasakan pada bagian pergelangan kaki
namun dapat terjadi penjalaran nyeri pada bagian kaki sekitarnya. Nyeri sendiri
dapat dirasakan ketika bagian pergelangan kaki tersebut disentuh. Selain nyeri
didapatkan juga bengkak dalam hal ini. Pergerakan dari sendi lutut ini juga
akan semakin terbatas akibat membengkaknya daerah sendi dalam hal ini. Mati
rasa atau kebas dan kesemutan juga dapat dirasakan.

3.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai adanya riwayat trauma, bagaimana
mekanisme terjadinya trauma, apakah terasa ada sendi yang keluar, bila trauma
minimal, hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekuren atau habitual.

2. Pemeriksaan Fisik
Look
a) Tampak adanya perubahan kontur sendi pada ekstremitas yang mengalami
dislokasi
b) Tampak perubahan panjang ekstremitas pada daerah yang mengalami
dislokasi
c) Tampak adanya perubahan warna (lebam) pada daerah yang mengalami
dislokasi sendi
22
Feel
Didapatkan nyeri tekan pada daerah sendi yang cedera.
Move
Akan terlihat keterbatasan pada pergerakan sendi baik pada pergerakan sendi
secara aktif maupun pasif serta ketidakstabilan pada pergerakan pasien serta
dinilainya kekuatan otot pada daerah persendian.

Selain itu, perlu juga dilakukan pemeriksaan neurologis pada daerah persendian
yang mengalami cedera untuk mengetahui apakah terdapat cedera persarafan
pada daerah tersebut yang dapat menjadi komplikasi dini dari dislokasi.

3. Pemeriksaan Penunjang
a) X-Ray : dilakukan pemeriksaan berupa foto rontgen pada daerah dari
persendian yang mengalami cedera, hal ini juga dilakukan guna memastikan
apakah terdapat fraktur juga pada tulang di daerah persendian. Bisa juga
dilakukan pemeriksaan radiologi melalui CT Scan ataupun MRI.

Gambar 4. Foto Rontgen Dislokasi

b) Arteriogram : hal ini dilakukan guna melihat apakah terdapat cedera pada
pembuluh darah pada daerah persendian yang mengalami dislokasi.

23
3.7 Gambaran Klinis
Adanya mati rasa atau tebal dan kesemutan pada daerah persendian
Adanya rasa nyeri terutama bila sendi tersebut digunakan atau diberikan beban
Pergerakan dari sendi yang menjadi sangat terbatas
Terdapat bengkak dan kebiruan atau memar pada daerah persendian.
Sendi terlihat tidak pada posisi sebenarnya, adanya perubahan warna maupun
bentuk (adanya deformitas yaitu hilangnya tonjolan tulang yang normal)
Dislokasi posterior merupakan kondisi yg paling umum pada dislokasi ankle.
Talus yang bergerak kearah posterior menghasilkan distrupsi sindemosis
tibiofibular ( jenis sendi dengan tulang-tulang yang disatukan oleh jaringan ikat
fibrosa yang membentuk membran atau ligamen antarulang) pada dislokasi
posterior.
Kondisi dislokasi anterior terjadi akibat tekanan posterior menyebabkan tibia
menjadi dorsofleksi.
Dislokasi lateral terjadi akibat tekanan inversi atau rotasi internal-eksternal dari
ankle. Kondisi ini sering disertai adanya fraktur maleolus lateralis atau fraktur
tibia.
Dan dislokasi superior disertai dengan fraktur kalkaneus sehingga perlu dievaluasi
adanya injuri spina.

3.8 Penanganan

Penanganan Umum

Penanganan umum untuk semua pasien trauma tetap berpegang pada prinsip ATLS
(Advanced Trauma Life Support) yakni selalu menangani hal-hal yang mengancam nyawa
terlebih dahulu meliputi airway, breathing dan circulation. Pada dislokasi akut jarang
diperlukan tindakan terbuka, meskipun demikian tindakan yang dilakukan dengan paksa
harus dilakukan secara hati-hati karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang lebih
berat ataupun komplikasi fraktur. Yang perlu diingat adalah dapat terjadi interposisi

24
jaringan lunak yang menghalangi usaha reposisi kita yang sering kali memaksa kita untuk
melakukan tindakan terbuka ( Crenshaw, 1992)

Dislokasi akut semestinya dilakukan reposisi sesegera mungkin untuk mencegah


komplikasi lebih lanjut, meskipun perlu disadari reposisi yang segera ini belum menjamin
bahwa komplikasi lanjut (seperti fraktur-dislokasi, cedera saraf, cedera pembuluh darah,
dll) tidak akan terjadi. Tindakan reposisi sering kali memerlukan bantuan anestesi agar
tidak terasanya nyeri, meskipun demikian kadang dapat dilakukan tanpa pembiusan yaitu
pada periode shock jaringan.

1. Relokasi : Penanganan yang dilakukan pada saat terjadi dislokasi adalah melakukan
reduksi ringan dengan cara menarik persendian yang bersangkutan pada sumbu
memanjang. Tindakan reposisi ini dapat dilakukan di tempat kejadian tanpa
anastesi. Namun tindakan reposisi tidak bisa dilakukan dengan reduksi ringan, maka
diperlukan reposisi dengan anastesi lokal dan obat obat penahan rasa sakit.
Reposisi tidak dapat dilakukan jika penderita mengalami rasa nyeri yang hebat,
disamping tindakan tersebut tidak nyaman terhadap penderita bahkan dapat
menyebabkan syok neurogenik, ataupun menimbulkan fraktur. Dislokasi sendi
dasar misalnya dislokasi sendi panggul memerlukan anestesi umum terlebih dahulu
sebelum direposisi.
2. Imobilisasi : sendi diimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga
agar tetap dalam posisi stabil, beberapa hari beberapa minggu setelah reduksi
gerakan aktif lembut tiga sampai empat kali sehari dapat mengembalikan kisaran
sendi, sendi tetap disangga saat latihan.
3. Dirujuk : Dislokasi yang kadang disertai oleh cederanya ligamen bahkan fraktur
pada tulang yang dapat semakin memperparah hal tersebut, maka untuk mencegah
hal tersebut setelah dilakukan pemeriksaan dan penanangan awal maka perlu
dilakukan rujukan segera kepada spesialis ortopedi sehingga dapat diperiksa dan
ditangani lebih lanjut (dapat dilakukannya operasi atau tindakan pembedahan)

25
Indikasi untuk dilakukan operasi atau pembedahan diantaranya :
1. Pada seseorang dengan dislokasi yang disertai fraktur di daerah sekitar
persendian
2. Pada dislokasi yang tidak dapat direposisi secara tertutup
3. Pada dislokasi yang memilki resiko ketidakstabilan dari sendi berulang,
osteonekrosis, serta arthritis pasca trauma

Open reduction (Crenshaw, 1992)

Indikasi

Bila gagal dicapai reposisi anatomis yang dikehendaki

Bila hasil reposisi tidak stabil. Biasanya bila ada fragment tulang (fraktur dilokasi)

Terjadi cedera saraf setelah tindakan reposisi tertutup

Adanya cedera vascular sebelum reposisi dan masih tetap terjadi setelah reposisi

Kasus lama (neglected case). Operasi dilakukan dengan metode Bristow. labium
glenoid dan kapsul yang robek dan metode Putti-Platt untuk memendekkan kapsul
anterior dan subskapularis dengan perbaikan tumpang tindih. Metode operasi lain
yang dilakukan adalah metode Bankart untuk memperbaiki.

3.9 Komplikasi (Rasjad, 2007)

Komplikasi yang dapat terjadi pada seseorang dengan dislokasi diantaranya

1) Cedera pada saraf yang dapat menyebabkan kelemahan pada daerah otot yang
dipersarafi.
2) Cedera pada pembuluh darah di tulang, bahkan dapat menyebabkan avaskuler
nekrosis (osteonekrosis).
3) Fraktur dislokasi, yang akan semakin memperburuk keadaan dari pasien

26
3.10 Prognosa (Rasjad, 2007)

Prognosis dislokasi sendi pada umumnya baik apabila tidak terdapat


komplikasi lebih lanjut, dimana hal tersebut didukung dengan dilakukannya
fisioterapi yang rutin pada daerah persendian tersebut sehingga fungsi dari sendi
dapat kembali normal dalam beberapa bulan.

27
BAB IV

PEMBAHASAN

Dislokasi adalah suatu keadaan dimana terjadi pergeseran secara total dari permukaan
sendi. Dislokasi ankle adalah suatu kondisi yang ditandai oleh kerusakan dan robeknya
jaringan ikat sekitar sendi pergelangan kaki dengan perpindahan tulang.
Anamnesa
Kasus Teori
1. Pasien mengeluhkan pergelangan Gejala klinis pada dislokasi ankle yang
kaki kanan tidak dapat digerakan biasanya didapatkan pada anamnesa:
dan terasa nyeri 1. Pasien datang dengan suatu trauma.
2. Pergelangan kaki kanan sulit 2. Didapatkan nyeri yang hebat serta
digerakkan sejak 1 jam yang gangguan pergerakan sendi kaki.
lalu. Bahu kanan sulit digerakkan 3. Daerah yang mengalami dislokasi
setelah jatuh dan terlindas motor. akan ditopang dengan kaki lainnya
Terdapat keterbatasan gerak pada untuk mengurangi pergerakan dan
pergelangan kaki kanan, bengkak nyeri yang muncul.
dan nyeri .

Pemeriksaan Fisik
Kasus Teori
Pada pemeriksaan fisik didapatkan: Pada pemeriksaan fisik:
Regio Dorsum Pedis Dextra Inspeksi:
Look : Terdapat perubahan posisi
Tampak deformitas pada punggung dan anggota gerak, dimana terdapat
pergelangan kaki, pergelangan kaki kanan tonjolan pada bagian depan
tidak sama dengan pergelangan kaki kiri ankle akibat tibia yang bergeser
Feel : ke arah anterior

28
Tenderness (+), hangat (+), krepitasi (+), Ekspresi wajah terlihat
pulsasi a. Dorsalis pedis (+), capillary refill kesakitan akibat menahan nyeri
time < 2 Tidak terdapat luka pada daerah
Move : trauma
Sendi kaki : ekstensi (+) terbatas, fleksi (+) Didapatkan ankle terdapat nyeri
terbatas, rotasi lateral dan medial tidak tekan, dan adanya gangguan
dapat dilakukan karena nyeri gerak sendi kaki
Palpasi:
Nyeri tekan (+)
Krepitasi (+)
Pergerakan:
Setiap pergerakan akan
menyebabkan nyeri. Penderita
tidak mampu menggerakkan
kakinya
Ada
keterbatasan/ketidakmampuan
dalam melakukan suatu gerakan.

Pemeriksaan Penunjang
Kasus Teori
Rontgen Ankle Dextra AP Pada pemeriksaan penunjang
(terdapat dislokasi anterior) didapatkan:
Laboratorium Darah Pemeriksaan Radiologis
Leukosit : 11.500 K/L (membantu dalam hal penegakkan
Hemoglobin : 12,7 g/dl jenis dan letak dislokasi) yang
Hematokrit : 37 % umumnya diambil pada dua sisi
Trombosit : 364.000 K/L proyeksi yakni AP dan Lateral.
GDS : 137 mg/dl Pemeriksaan Laboratorium

29
SGOT : 17 U/L Pemeriksaan darah
SGPT : 14,5 U/L lengkap
Ureum : 14,3 mg/dL
Creatinin : 0,84 mg/dL
Bilirubin Total : 0,49 mg/dL
Na : 139 mg/dL
K : 3,7 mg/dL
Cl : 99 mg/dL

Penatalakasanaan
Kasus Teori
IVFD RL 20 tpm Penanganan pasien dengan trauma
Drip tramadol 1 ampul tetap memperhatikan prinsip ATLS
Konsul PPDS OT, advice : yakni ABC
1. MRS Penatalaksanaan kasus dislokasi
2. Pasang spalk dan perban elastis anterior ankle dapat dilakukan
3. Direncanakan reposisi ankle secara konservatif dan operatif
dengan general anestesi. Pilihan terapi konservatif berupa
reposisi tertutup dengan manuver
Laporan Operasi : Kocher dilanjutkan immobilisasi
a. Dilakukan reposisi secara reduksi dengan verban Velpeau atau collar
tertutup (manuver Kocher) dengan cuff selama lebih kurang 3 minggu.
menggunakan general anestesi. Dilakukan reduksi secara terbuka
b. Dilakukan balutan perban elastis apabila reposisi secara tertutup
secara Velpeauw Bandage. gagal dilakukan ataupun karena
sebab lain.

30
BAB V

KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien wanita Ny.T.A dengan usia 45 tahun dengan keluhan utama
pergelangan kaki sulit digerakkan. Dari hasil pemeriksaan fisik pada regio dorsum pedis
dextra tampak deformitas, tampak edema, adanya nyeri tekan, dan pergerakan ekstensi,
fleksi, rotasi lateral, serta rotasi medial terbatas. Kemudian dilakukan pemeriksaan
radiologi yang didapatkan adanya dislokasi anterior regio dorsum pedis dextra. Dari hasil
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penujang ditegakkan diagnosa sebagai
dislokasi ankle anterior dextra dan dilakukan tindakan open reduction.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Apley, A Graham & Solomon, Louis. 1995. Ortopedi dan Fraktur sistem Apley. Jakarta
: Widya Medika.

2. Brett Owens, MD, study co-author. March, 2010. Studies show high rates of shoulder
dislocation in young men and elderly women an orthopedic surgeon at the Keller Army
Hospital at West Point, New York and Associate Professor at the Uniformed Services
University of Health Sciences

3. Crenshaw. AH:Dislocation in Campbells Operative Orthopaedics,8th ed. Vol II


1992.Mosby Year Book, St.Louis Baltimore Boston Chicago London Philadelphia
Sydney Toroto.

4. Eko Ardi P, M.Subhan Zuhdi, Tony Wahyu P, Satrio Yudi Er.2011. Dislokasi Pada
Sendi Bahu. Digitasl Library USU.

5. Hardianto Wibowo, dr, Pencegahan dan penatalaksaan cedera olahraga, cetakan I, EGC,
1995.

6. Nordin, M and Frankel H victor : Basic Biomechanic of the Muskuloskeletal system.


Lea and Febriger Philadelphia, London , tahun 1989 , halaman 225-234.

7. Rasjad, Chairuddin.Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi edisi V.2007. Yarsif Watampone :


Jakarta.

8. Sufitni. Cedera pada Extremitas Superior. Anatomi Fakultas


Kedokteran.2004.Universitas Sumatera Utara.

9. Werner Spalteholz, 2000. Hand atlas of human anatomy, seven edition in English. JB
Lippincott Company

32

Anda mungkin juga menyukai