Anda di halaman 1dari 16

PROTAP MENGENAI FRAKTUR COLLUM HUMERI

DISUSUN OLEH:
PRASASTI (1806179970)

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI


PROGRAM PENDIDIKAN VOKASI
UNIVERSITAS INDONESIA
Definisi

 Fraktur
Fraktur merupakan kerusakan structural dalam tulang, lapisan efisiensi, atau
permukaan sendi tulang rawan. Sementara kerusakan pada tulang seringkali langsung
terlihat nyata, kerusakan pada jaringan lunak sekitarnya dapat luput dari deteksi klinis
yang dini.
Kerusakan jaringan lunak yang berhubungan dengan suatu fraktur sangat
bermakna secara klinis dan akhirnya dapat mempengaruhi hasil klinis.
 Fraktur collum humeri

Fraktur adalah patah di permukaan tulang baik di korteks atau melalui permukaan
artikularnya (Ebnezar, 2005). Humeri adalah tulang panjang seperti tongkat yang
mempentuk struktur lengan atas, sedangkan Collum atau leher yaitu bagian diantara
kepala dan ujung atas tulang lengan atas (Saputra dan Luvina, 2012).

Anatomi

Humerus atau tulang pangkal lengan ada sepasang dan berbentuk tulang panjang dan
terletak pada brachium. Humerus berartikulasi dengan scapula di proksimal dan dengan radius
ulna di distal.
Humerus dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu : proksimal humeri, shaft humeri dan distal
humeri (Santoso M.W.A, 2002).
Otot yang terdapat pada collum humeri, yaitu :
 M. Latissimus Dorsi
 M. Dltoideus
 M. Infraspinatus
 M. Subscapularis
 M. Teres Minor
 M. Teres Mayor
 M. Biceps Brachii
 M. Coracobracialis
 M. Brachialis
 M. Axillaris (C5-C6)

Proksimal humeri
Pada proksimal humeri, terdapat caput humeri yang setengah bulat dan dilapisi oleh
tulang rawan. Caput humeri merupakan bagian humerus yang berartikulasi dengan kavitas
glenoidalis yang merupakan bagian scapula. Arah caput humeri serong mediosuperior dan sedikit
posterior. Caput humeri dipisahkan dengan struktur di bawahnya oleh collum anatomicum
(Santoso M.W.A, 2002).
Didapatkan dua tonjolan tulang yang disebut tuberculum majus dan tuberculum minor.
Tuberculum majus mengarah ke lateral dan melanjutkan diri ke distal sebagai crista tuberculi
majoris. Tuberculum minor mengarah ke anterior dan melanjutkan diri sebagai crista tuberculi
minoris. Di antara kedua tuberculum serta crista tuberculi dibentuk sulcus intertubercularis yang
dilapisi tulang rawan dan dilalui tendon caput longum m. bicipitis (Santoso M.W.A, 2002).

Shaft humeri
Shaft humeri memiliki penampang melintang berbentuk segitiga. Permukaan shaft
humeri dapat dibagi menjadi facies anterior medialis, facies anterior lateralis dan facies posterior.
Pertemuan facies anterior medialis dengan facies posterior membentuk margo medialis. Margo
medialis ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris medialis.
Pertemuan facies anterior lateralis dengan facies posterior membentuk margo lateralis. Margo
lateralis ini juga ke arah distal makin menonjol dan tajam sebagai crista supracondilaris lateralis
(Santoso M.W.A, 2002).
Dipertengahan sedikit proksimal facies anterior lateralis didapatkan tuberositas deltoidea.
Di posterior dari tuberositas deltoidea dan di facies posterior humeri didapatkan sulcus nervi
radialis (sulcus spiralis) yang berjalan superomedial ke inferolateral. Foramen nutricium
didapatkan dekat margo medialis dan merupakan lubang masuk ke canalis nutricium yang
mengarah ke distal (Santoso M.W.A, 2002).

Distal humeri
Distal humeri lebih tipis dan lebar dibandingkan dengan shaft humeri. Margo medialis
yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris medialis berakhir sebagai epicondilus
medialis. Demikian pula margo lateralis yang melanjutkan diri sebagai crista supracondilaris
lateralis berakhir sebagai epicondilus lateralis. Epicondilus medialis lebih menonjol
dibandingkan epicondilus lateralis serta di permukaan posterior epicondilus medialis didapatkan
sulcus nervi ulnaris (Santoso M.W.A, 2002).
Diantara kedua epicondilus didapatkan struktur yang dilapisi tulang rawan untuk
artikulasi dengan tulang-tulang antebrachii. Struktur ini mempunyai sumbu yang sedikit serong
terhadap sumbu panjang shaft humeri. Struktur ini disebut trochlea humeri di medial dan
capitulum humeri di lateral. Trochlea humeri dilapisi oleh tulang rawan yang melingkar dari
permukaan anterior sampai permukaan posterior dan berartikulasi dengan ulna. Di proksimal
trochlea baik di permukaan anterior maupun di permukaan posterior didapatkan lekukan
sehingga tulang menjadi sangat tipis. Dipermukaan anterior disebut fossa coronoidea dan di
permukaan posterior disebut fossa olecrani (Santoso M.W.A, 2002).
Capitulum humeri lebih kecil dibandingkan trochlea humeri, dilapisi tulang rawan
setengah bulatan dan tidak mencapai permukaan posterior. Capitulum humeri berartikulasi
dengan radius. Di permukaan anterior capitulum humeri didapatkan fossa radialis (Santoso
M.W.A, 2002).

Otot-otot yang berhubungan dengan pergerakan dari tulang humerus meliputi mm. biceps
brachii, coracobrachialis, brachialis dan triceps brachii. Selain itu humerus juga sebagai tempat
insersi mm. latissimus dorsi, deltoideus, pectoralis mayor, teres mayor, teres minor,
subscapularis dan tendon insersio mm. supraspinatus dan infraspinatus (Santoso M.W.A, 2002).

Etilogi
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyaki kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
(1) peristiwa trauma tunggal
(2) tekanan yang berulang-ulang
(3) kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik) (Apley, A. Graham, 1995).

Penyebab Fraktur akibat peristiwa trauma adalah:


1. Trauma langsung: Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan (Rasjad C, 2007). Pemukulan (pemukulan sementara)
biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
Pengahancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur kominutif disertai kerusakan
jaringan lunak yang luas (Apley, A. Graham, 1995).
2. Trauma tidak langsung: disebut trauma tidak langsung apabila trauma dihantarkan ke
daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat
menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak masih utuh
(Rasjad C, 2007). Trauma dapat berupa (1) pemuntiran, yang menyebabkan fraktur spiral;
(2) penekukan, yang menyebabkan fraktur melintang; (3) penekukan dan penekanan, yang
menyebabkan fraktur yang sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu-kupu
berbentuk segitiga terpisah; (4) kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan,
yang menyebabkan fraktur oblik pendek; atau (5) penerikan, dimana tendon atau ligamen
benar-benar menarik tulang sampai terpisah (Apley, A. Graham, 1995).

Fraktur kelelahan atau tekanan


Retak dapat terjadi pada tulang, seperi halnya pada logam benda lain, akibat tekanan
berulang-ulang. Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsak,
terutama pada atlet, penari dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh (Apley, A.
Graham, 1995).

Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh
tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget) (Apley, A. Graham,
1995).

Tahap Penyembuhan

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.
Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Wim de Jong & Sjamsuhidajat R, 2004)

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur penyembuhan tulang:


1. Faktor intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk timbulnya
fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan (fatigue fracture), dan
kepadatan atau kekerasan tulang.
2. Faktor ektrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,
waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut:

1. Stadium Pembentukan Hematom :

- Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang


robek 
- Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot)
- Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam
2. Stadium Proliferasi Sel / Inflamasi :

- Sel – sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur
- Sel – sel ini menjadi precursor esteoblast
- Sel – sel ini aktif tumbuh kea rah fragmen tulang
- Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsung tulang
- Terjadi setelah hari ke – 2 kecelakaan terjadi

3. Stadium Pembentukan Kallus :

- Osteoblast membentuk tulang lunak ( kallus )


- Kallus memberikan regiditas pada fraktur
- Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah menyatu
- Terjadi setelah 6 – 10 hari setelah kecelakaan terjadi
4. Stadium Konsolidasi :

- Kallus mengeras dan terjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah menyatu
- Secara bertahap menjadi setelah mature
- Terjadi pada minggu ke 3 – 10 setelah kecelakan
5. Stadium Remodeling :

- Lapaisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur


- Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
- Pada anak-anak remodelling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda
penebalan tulang.

Kerangka waktu penyembuhan tulang :


Penatalaksanaan Fisioterapi ( Fraktur Collum Humeri )

Hasil Anamnesis :
Ny S berumur 67 tahun datang ke fisioterapi dengan keluhan nyeri pada tangan kanan dan
keterbatasan gerak pada tangan kanan sejak 1 bulan yang lalu.

Keluhan Utama :
Nyeri dan keterbatasan gerak pada tangan kanan sejak 1 bulan lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :


Keluhan yang menggambarkan riwayat perjalanan penyakit secara lengkap

Riwayat Penyakit Dahulu :


Ditanyakan apakah penderita pernah sakit serupa sebelumnya atau tidak, bila dan kapan
terjadinya dan sudah berapa kali dan telah diberi obat apa saja, serta mencari penyakit yang
relevan dengan keadaan sekarang.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Anamnesis ini digunakan untuk mencari ada tidaknya penyakit keturunan dari pihak keluarga

Riwayat Penyakit Psikososial :


Anamnesis ini untuk mengetahui status sosial pasien, yang meliputi pendidikan, pekerjaan
pernikahan, kebiasaan yang sering dilakukan si pasien.

Pelaksanaan Fisioterapi :

TUJUAN

a. Jangka pendek
 Mengurangi nyeri
 Meningkatkan LGS pada shoulder dextra
 Mengurangi spasme
 Mengurangi kontraktur 
b. Jangka panjang
 Meningkatkan aktivitas fungsional pasien

a. Konservatif
Fraktur pada humerus dapat sembuh dengan mudah. Fraktur itu tidak membutuhkan
reduksi yang sempurna ataupun imobilisasi. Beratnya lengan beserta gips luarnya biasanya
cukup untuk menarik fragmen sehingga menjajar. Gips menggantung dipasang dari bahu
sampai pergelanggan tangan dengan siku yang berfleksi 90 derajat dan bagian lengan
bawah tergantung pada kain gendongan yang melingkar pada leher pasien. Gips ini dapat
diganti setelah 2-3 minggu dengan gips yang pendek (dari bahu ke siku) atau suatu
penahan polipropilen fungsional yang dipakai selama 6 minggu selanjutnya. Pergelangan
tangan dan jari diberi latihan sejak awal. Latihan bahu dengan pemberat dimulai dalam
seminggu, tetapi abduksi aktif ditunda hingga fraktur telah menyatu. Pilihan lainnya,
fraktur dapat dipertahankan tereduksi dengan fiksator luar (Apley, A. Graham, 1995).

Gambar 9. Penatalaksanaan pada fraktur shaft humerus dengan konservatif diambil dari
Apley, A. Graham. 1995. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Widya Medika:
Jakarta.

Berikut beberapa metode dan alat yang digunakan pada terapi konservatif:
 Hanging cast
Indikasi penggunaan meliputi pergeseran shaft tengah fraktur humerus dengan
pemendekan, terutama fraktur spiral dan oblik. Penggunaan pada fraktur transversal
dan oblik pendek menunjukkan kontraindikasi relatif karena berpotensial terjadinya
gangguan dan komplikasi pada saat penyembuhan. Pasien harus mengangkat tangan
atau setengah diangkat sepanjang waktu dengan posisi cast tetap untuk efektivitas.
Seringkali diganti dengan fuctional brace 1-2 minggu pasca trauma. Lebih dari 96%
telah dilaporkan mengalami union (Kenneth J, dkk, 2002).
 Coaptation splint
Diberikan untuk efek reduksi pada fraktur tapi coaptation splint memiliki
stabilitas yang lebih besar dan mengalami gangguan lebih kecil daripada hanging
arm cast. Lengan bawah digantung dengan collar dan cuff. Coaptation splint
diindikasikan pada terapi akut fraktur shaft humerus dengan pemendekan minimal
dan untuk jenis fraktur oblik pendek dan transversa yang dapat bergeser dengan
penggunaan hanging arm cast. Kerugian coaptation splint meliputi iritasi aksilla,
bulkiness dan berpotensial slippage. Splint seringkali diganti dengan fuctional brace
pada 1-2 minggu pasca trauma (Kenneth J, dkk, 2002).
 Thoracobranchial immobilization (velpeu dressing)
Biasanya digunakan pada pasien lebih tua dan anak-anak yang tidak dapat
ditoleransi dengan metode terapi lain dan lebih nyaman jadi pilihan. Teknik ini
diindikasikan untuk pergeseran fraktur yang minimal atau fraktur yang tidak bergeser
yang tidak membutuhkan reduksi. Latihan pasif pendulum bahu dapat dilakukan
dalam 1-2 minggu pasca trauma (Kenneth J, dkk, 2002).

 Shoulder spica cast


Teknik ini diindikasikan pada jenis fraktur yang mengharuskan abduksi dan
eksorotasi ektremitas atas. Kerugian teknik ini meliputi kesulitan aplikasi cast, berat
cast dan bulkiness, iritasi kulit, ketidaknyamanan dan kesusahan memposisikan
ektremitas atas (Kenneth J, dkk, 2002).
 Functional bracing
Memberikan efek kompresi hidrostatik jaringan lunak dan mempertahankan
aligment fraktur ketika melakukan pergerakan pada sendi yang berdekatan. Brace
biasanya dipasang selama 1-2 minggu pasca trauma setelah pasien diberikan hanging
arm cast atau coaptation splint dan bengkak berkurang. Kontraindikasi metode ini
meliputi cedera massif jaringan lunak, pasien yang tidak dapat dipercaya dan
ketidakmampuan untuk mempertahankan asseptabilitas reduksi. Collar dan cuff
dapat digunakan untuk menopang lengan bawah; aplikasi sling dapat menghasilkan
angulasi varus (kearah midline) (Kenneth J, dkk, 2002).

b. Tindakan operatif
Pengobatan operatif dengan pemasangan plate and screw atau pin dari rush atau
pada fraktur terbuka dengan fiksasi interna (Rasjad C, 2007).
Kalau fraktur sangat tak stabil dan sulit dikendalikan, fiksasi internal lebih baik-
baik dengan plat dan sekrup atau paku intermedula panjang. Pemasangan plat memerlukan
banyak keahlian, dan pemasangan pen mempunyai kelemahan yaitu ujung proksimal pen
dapat menggangu kerja supraspinatus (Apley, A. Graham, 1995).
Fraktur spiral menyatu sekitar 6 minggu dan jenis lainnya dapat memakan waktu
4-6 minggu lebih lama. Sekali menyatu, yang diperlukan hanyalah kain gendongan hingga
fraktur berkonsolidasi (Apley, A. Graham, 1995).

Meskipun demikian, ada beberapa indikasi untuk dilakukan tindakan pembedahan,


diantaranya (Kenneth J, dkk. 2002)
 Cedera multiple berat
 Fraktur terbuka
 Fraktur segmental
 Fraktur ekstensi intra-artikuler yang bergeser
 Fraktur patologis
 Siku melayang (floating elbow) – pada fraktur lengan bawah (antebrachii) dan
humerus tidak stabil bersamaan
 Palsi saraf radialis (radial nerve palsy) setelah manipulasi
 Non-union
 Teknologi Intervensi Fisioterapi

Teknologi intervensi fisioterapi yang digunakan untuk mengatasi problematika pada


kondisi fraktur collum humeri dengan pemasangan plate and screw adalah Infra red dan terapi
latihan.

1. Infra Red
Efek fisiologis dari infrared yaitu menghasilkan efek panas pada lapisan epidermis
superfisial, sehingga menimbulkan vasodilatasi yang akan meningkatkan sirkulasi darah
di daerah tersebut, ini akan meningkatkan suplai oksigen dan pasokan nutrisi yang akan
menghilangkan nyeri , dan efek sedatif pada ujung saraf akan menimbukan penurunan
spasme otot. Sedangkan efek teraputik dari infrared yaitu mengurangi nyeri, relaksasi
otot, dan meningkatkan suplai darah (Singh, 2005).
2. TENS
Berguna untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit yang efektif
menghilangkan nyeri

3. Terapi latihan
Tujuan dari terapi latihan adalah untuk mengembalikan gerak dan fungsi akibat dari
gejala tertentu, selain itu upaya yang juga dilakukan untuk mengembalikan kekuatan,
ketahanan, kelenturan, relaksasi, kesulitan gerak, dan keterampilan berkoordinasi pada
tingkataan sebelum cidera (Ebnzar, 2005).
- Free active movement
Free active movement adalah gerakan segmen dalam ROM (Range Of
Motion) terbatas yang dihasilkan oleh kontraksi aktif otot-otot yang melintasi
sendi (Kisner dan Colby, 2007).
- Active asissted movement
Active asissted movement Active asissted movement adalah jenis active
movement diamana bantuan diberikan manual atau mekanis oleh kekuatan luar
karena otot-otot penggerak utama membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan
gerakan (Kisner dan Colby, 2007).
- Relaxed passive movement
Relaxed passive movement adalah pergerakan segmen dalam ROM (Range Of
Motion) terbatas yang dihasilkan sepenuhnya oleh kekuatan eksternal, ada sedikit
atau tidak ada kontraksi otot volunter (Kisner dan Colby, 2007).
- Exercise
Sangat efektif untuk menangani kekakuan/keterbatasan gerak atau nyeri persendian
karena gangguan fungsi mekanik sendiri
- MASSAGE AND FRICTION
Upaya pengobatan dengan menggunakan manipulasi tangan dengan tujuan
memperoleh penurunan spasme otot, merangsang kontraksi otot, peregangan otot,
tendon, dan ligamen.

EVALUASI
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien dan tingkat
keberhasilan program terapi yang diberikan, dilakukan sebelum latihan selanjutnya dan
sesudah latihan juga dilakukan evaluasi, antara lain :
 Pengukuran nyeri menggunakan VAS
 Pengukuran kekuatan otot menggunakan MMT
 Pengukuran LGS dengan menggunakan goniometer
DAFTAR PUSTAKA
1. Elis Harorld, 2006, Part 3: Upper Limb, The Bones and Joint of the Upper Limbs; In:
Clinical Anatomy Eleventh Edition (e-book); BlackwellPublishing; Oxford University; p
169-170
2. Appley, G. A and Solomon, Louis, 1995; Orthopedi dan Fraktur Sistem Appley; Edisi
ketujuh, Widya Medika, Jakarta.
3. Helmi ZN. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
4. Russe, O. A, and John, J.G, 1975; International SFTR Method of Measuring and
Recording Joint Motion; First edition, Hans Hubber Pur
5. Holmes E.J and Misra R.R; 2004; Humerus fracture – Shaft fracture In: A- Z of
Emergency Radiology (e-book); UK; Cambridge University Press; p 110-111

Anda mungkin juga menyukai