Anda di halaman 1dari 35

SMF/BAGIAN RADIOLOGI REFERAT

RSUD dr. T. C. HILLERS JULI 2023

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

REFERAT

DISLOKASI DI REGIO SHOULDER PADA FOTO RONTGEN

Disusun oleh:

Ryan Arnold Ethelbert, S. Ked

Pembimbing:

dr. Martina Widayanti, M.Sc., Sp. Rad

DIBAWAKAN DALAM KEPANITERAAN KLINIK

SMF/BAGIAN ILMU RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD dr. T. C. HILLERS

MAUMERE

2023
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Referat ini dengan judul: Dislokasi di Regio Shoulder Pada Foto Rontgen oleh

dokter muda atas nama Ryan Arnold Ethelbert, S. Ked pada Program Studi Profesi

Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana telah disajikan dalam

kegiatan kepaniteraan klinik bagian Radiologi RSUD DR. T.C. Hiller Maumere

pada Juli 2023

Mengetahui Pembimbing:

1. dr. Martina Widayanti, M.Sc., Sp. Rad 1. ..........................................

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan

anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul

“Dislokasi di Regio Shoulder Pada Foto Rontgen”. Referat ini dibuat untuk

memenuhi persyaratan ujian kepanitraan klinik di bagian Radiologi Fakultas

Kedokteran dan Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

(1) dr. Martina Widayanti, M.Sc, Sp.Rad selaku pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, memberikan kesempatan penulis untuk belajar,

membagikan ilmu dan pengetahuan, serta menyediakan waktu, tenaga, dan

pikiran dalam penulisan referat ini.

(2) Seluruh staf dan karyawan Instalasi Radiologi RSUD dr. T, C. Hillers

Maumere.

(3) Teman-teman dokter muda di SMF/Bagian Ilmu Radiologi RSUD dr. T, C.

Hillers Maumere.

(4) Seluruh pihak yang telah membantu terlaksananya pembuatan referat.

Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan oleh

karena itu semua saran dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan untuk

perbaikan selanjutnya. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat kepada serta

menjadi sumber motivasi dan inspirasi untuk pembuatan referat selanjutnya.

Maumere, Juli 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................................. ii


KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................2
2.1 Anatomi Shoulder Joint ......................................................................................2
2.1.1 Tulang ..................................................................................................................6
2.1.2 Ligamen................................................................................................................9
2.1.3 Otot .......................................................................................................................9
2.1.4 Pembuluh Darah dan Saraf ..............................................................................10
2.2 Dislokasi Shoulder .............................................................................................11
2.2.1 Definisi................................................................................................................11
2.2.2 Epidemiologi ......................................................................................................11
2.2.3 Etiologi ...............................................................................................................12
2.2.4 Patofisiologi dan Klasifikasi .............................................................................12
2.2.5 Manifestasi Klinis ..............................................................................................14
2.2.6 Langkah Diagnosis ............................................................................................16
2.2.7 Tatalaksana ........................................................................................................24
2.2.8 Komplikasi .........................................................................................................27
2.2.9 Prognosis ............................................................................................................28
BAB III PENUTUP ........................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................30

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Dislokasi shoulder atau biasa yang disebut dislokasi sendi glenohumeral

adalah pemisahan os. Humerus dari glenoid di os. Scapula di sendi glenohumeral.

Dislokasi shoulder mewakili 50% seluruh kasus dislokasi sendi mayor, dengan tipe

dislokasi anterior yang paling umum. Prevalensi kejadian dislokasi shoulder

bergantung pada umur dan jenis kelamin. Pada rentang umur 20-30 tahun, pria

memiliki resiko yang jauh lebih besar dibandingkan dengan wanita, dengan

perbandingan 9:1.1,2

Gaya yang besar dibutuhkan, seperti hentakan tiba-tiba pada bahu, untuk

menarik atau mendorong tulang dari tempatnya. Dislokasi shoulder dapat

dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan arah dari os. humerus keluar dari sendi,

yaitu dislokasi anterior, dislokasi posterior dan dislokasi inferior, dengan dislokasi

anterior yang paling umum. Setiap jenis dislokasi shoulder memiliki patofisiologi

dan mekanisme penyebabnya tersendiri.1,3

Gejala dislokasi shoulder setiap pasien dapat berbeda-beda. Gejala yang

dapat terjadinya antara lain, deformitas, pembengkakan, hilangnya sensasi sensorik,

kelemahan dan memar. Pada saat menangani dislokasi shoulder, dibutuhkan 2 sudut

pandang dalam melakukan pemeriksaan radiologi. Tatalaksana yang paling penting

di dislokasi shoulder adalah reduksi tertutup yang tepat pada sendi glenohumeral.

Umur pasien pada saat kejadian pertama dislokasi menentukan angka rekurensi,

dengan umur semakin muda dapat kemungkinan besar menyebabkan rekurensi. 4,5

1
BAB II
TINJUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Shoulder Joint

Sendi bahu yang merupakan titik pangkal dari anggota gerak atas,

merupakan sendi yang memiliki mobilitas paling tinggi dibandingkan dengan

semua sendi yang kita miliki. Sendi ini memiliki kebebasan gerak yang

memungkinkan anggota gerak atas untuk bergerak menurut tiga bidang gerak pada

ketiga axis gerak utama. Akibat adanya derajat gerak yang sangat bebas ini maka

sendi bahu harus mengorbankan aspek stabilitasnya. Komponen sendi dari shoulder

girdle terdiri dari 7 sendi yaitu : (1) Glenohumeral, (2)Suprahumeral, (3)

Acromioclavicular, (4) Costoscapula, (5) Sternoclavicular, (6) Costosternal, (7)

Costovertebral.6

Sendi glenohumeral merupakan sendi “ball and socket” yang dibentuk

oleh caput humeri dan cavum glenoidalis. Terdapat perbedaan luas permukaan

kontak sendi antara caput dan cavum glenoidalis. Luas permukaan kontak caput

humeri luasnya 1350 sedangkan luas permukaan kontak cavum humeri yang tidak

tertampung oleh cavum glenoidalis (seluas 780). Untuk menambah stabilitas sendi

ini maka terdapat perluasan permukaan cavum berupa labrum glenoidalis. Lima

dari Sembilan otot yang terdapat pada sendi glenohumeral dapat dianggap sebagai

prime mover sendi bahu. Kadang-kadang kelompok otot ini disebut sebagai “the

intrinsic muscles of the shoulder”, yaitu M. Deltoid, M. Supraspinatus, M.

Infraspinaus, M. Teres minor, dan M. Subscapularis. Gerak utama sendi

glenohumeral disebabkan oleh empat otot yang terakhir yang secara keseluruhan

disebut sebagai “ the musculotendinous cuff muscles” atau “the rotator cuff

2
muscles”. Otot-otot ini berperan sebagai rotator melalui insersinya pada caput

humeri. Rotator cuff bersama-sama dengan M. Deltoid berfungsi untuk

mengabdusikan lengan. Rotator cuff membentuk tendon bersama dan berinsersi

pada tuberculum majus humeri. M. Supraspinatus berinsersi pada bagian paling

atas. Sedikit di bawah dan dibelakangnya terdapat insersi M. Infraspinatus,

sementara M. Teres minr berada di belakang M. Infraspinatus. M. Subscapularis

berinsersi pada tuberculum minor, medial dari sulcus intertubercularis. Gerak sendi

glenohumeral merupakan gerakan komplek sebagai hasil koordinasi gerak oleh

otot-otot Rotator cuff dan M. deltoid. Gerakan terdiri dari abduksi dan penekanan

caput humeri pada daerah supra humeral (lig. Coracohumerale). Secara

keseluruhan, gerak ini disebut Scapulo-humeral rhythm.6

Gambar 2.1 Sendi glenohumeral7

3
Sendi suprahumeral, sendi ini bukan merupakan sendi sejati. Ia lebih

bersifat sebagai sendi protektif antara caput humeri dan lengkungan yang dibentuk

oleh ligamentum triangulare yang menghubungkan processus coracoideus dan

acromion (lig. Coracoacromiale). Fungsinya adalah mencegah trauma dari arah atas

dan mencegah dislokasi caput humeri ke arah atas, serta menahan caput humeri di

tempatnya pada saat abduksi anggota atas. Pada sendi suprahumeral ini dapat

dijumpai bagian dari bursa subacromial, bursa subcoracoid, tendo dan otot

supraspinatus, bagian atas kapsul glenohumeral, dan sebagian dari tendo M. biceps.

Di daerah yang terlindungi ini banyak terdapat jaringan yang sensitif. Pada gerakan

abduksi lengan, caput humeri harus dapat bergerak melewati bagian bawah

ligament coracoacromial ini tanpa menekan jaringan-jaringan yang sensitif tadi.

Oleh karena itu gerakan ini memerlukan koordinasi yang baik, kelenturan jaringan

lunak, dan rotasi yang tepat dari caput humeri. Berbagai gangguan pada faktor-

faktor tersebut akan menyebabkan immobilisasi, nyeri dan disabilitas. 6

Sendi scapulothoracic, Acromion ditahan pada jarak yang tetap dari

dinding thorax oleh os. clavicula yang berhubungan dengan sternum dan acromion.

Scapula membentuk jembatan antara pars acromialis clavicula dan dinding thorax,

sehingga margo vertebralis scapula kontak erat dengan dindig tersebut. Sifat gerak

sendi scapulothoracic adalah gabungan dari gerakan melucur (gliding) dan berputar

(rotator). Hasil akhir dari gerakan ini adalah berputarnya cavitas glenoidalis ke atas

atau ke bawah. Gerakan scapula disebabkan oleh 2 otot prime mover, yaitu M.

Trapezius dan M. Serratus anterior. M. Trapezius terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian

atas, tengah dan bawah. Otot bagian atas dan bawah berfungsi untuk memutar

4
cavitas glenoidalis ke atas, sedangkan bagian tengah berfungsi untuk menarik sisi

medial scapula ke tangan dan ke bawah selama proses abduksi lengan. Fungsinya

adalah menarik scapula ke atas, dan karena insersinya terdapat di sebelah bawah

dari poros sendi acromioclavicular, maka ia berperan sebagai rotator. Terdapat

hubungan gerak yang teratur dan sinkron antara os. humerus dan os. scapula pada

bidang koronal, yaitu pada setiap pergerakan umerus sebanyak 10 0 terjadi gerakan

scapula sebanyak 50 (perbandingan 2:1). Sinkronisasi ini disebut sebagai

scapulohumeral rhythm. Gerak scapulohumeral rhythm hanya akan terjadi bila ada

gerakan pada sendi penghubung keduanya yaitu sendi acromioclaviculare dan

sternoclaviculare.6

Sendi acromioclavicular adalah suatu sendi yang datar yang

menghubungkan permukaan ujung luar os. clavicula dengan bagian anteromedial

dari processus acromialis. Diantaranya terdapat cincin fibrokartilago yang

berfungsi sebagai meniscus intraartikuler. Sendi acromioclaviculare memilki

kapsula sendi yang lemah dan longgar, diperkuat oleh ligamen acromioclaviculare

superior dan inferior yang kuat yang mencegah dislokasi posterior os. clavicula

terhadap acromion.6

Sendi sternoclavicular dibentuk oleh ujung sternal os. clavicula dengan

permukaan superolateral manubrium sterni dan cartilage iga pertama. Sendi ini

diperkuat oleh ligamentum sternoclaviculare anterior dan posterior, dan

ligamentum interclaviculare. Stabilitas sendi diperkuat lagi oleh ligamentum

costoclaviculare, yaitu suatu ligamen yang kuat yang berasal dari bagian medial iga

5
pertama dan berjalan ke arah lateral untuk melekat pada permukaan bawah os.

clavicula.6

2.1.1 Tulang

a. Os. Humerus

Os. Humerus adalah tulang panjang yang terletak pada region

Brachium. Os. Humerus berarticulatio dengan os scapula di

extremitas proximal dan berarticulation dengan os radius ulna pada

extremitas distal. Bagian-bagiannya terbagi atas :

• Extremitas proximalis, struktur yang dijumpai terdapat caput

humeri.

• Corpus; facies anterior, facies lateral dan facies dorsal.

• Extremitas distalis; epycondilus lateralis dan medialis,

capitulum humeri, trochlea humeri.8

Gambar 2.2 Os. Humerus7

6
b. Os. Clavicula

Disebut juga tulang selangka, jumlahnya sepasang yaitu os.

clavicula dextra dan sinistra, merupakan tulang yang berbentuk seperti

huruf ‘S’. 2/3 cembung ke medial 1/3 cekung ke arah lateral. Os.

clavicula terbagi atas 3 bagian, yaitu

• Extremitas Acromialis ; bagian tulang diujung lateral

bersendi dengan acromion dengan diameter yang lebih kecil

dan bentuknya yang gepeng.

• Extremitas Sternalis ; bagian tulang di ujung medial bersendi

dengan sternum yang disebut dengan diameter lebih tebal

dan bentuknya yang bulat.

• Corpus ; bagian tulang di tengah antara kedua ujung tulang

yang berbentuk huruf “S”, struktur yang dapat dijumpai

diantaranya: foramen nutricium, tuberositas conoideum di

lateral dan tuberositas costalis di medial.8

Gambar 2.3 Os. Clavicula7

7
c. Os. Scapula

Disebut juga tulang belikat, jumlahnya sepasang yaitu

Scapula dextra dan sinistra, berbentuk segitiga, masing-masing

mempunyai 3 bagian sudut, 3 sisi dan 2 permukaan.8

• Sudut terdiri atas : angulus lateralis, dijumpai strukturnya

berupa cavitas glenoidalis, tuberculum supraglenoidalis,

angulus medialis dan angulus inferior.

• Sisi terdiri atas : margo superior dijumpai strukturnya berupa

incisura scapulae, processus coracoideus, margo axilaris

(lateralis), dan margo vertebralis (medialis)

• Permukaan terdiri atas : Facies costalis, terdapat struktur

berupa fossa subcostalis dan linea muskularis dan Facies

dorsalis, terdapat struktur berupa spina scapulae, acromion,

fossa supraspinata dan fossa infraspinata.8

Gambar 2.4 Os. Scapula7

8
2.1.2 Ligamen

Kapsul sendi sendi bahu diperkuat oleh berbagai ligament dan tendo otot-

otot rotator cuff. Ligamen coracohumerale terletak di cranial, berorigo dari

processus coracoideus, dan memanjang ke dalam aspek posterior kapsula. Ligamen

coracohumerale, bersama-sama dengan prosessus coracoideus dan acromion,

membentuk bagian atas bahu di luar kapsula articularis. Ligamen glenohumeral

terdiri dari 3 jenis ligament yang berbeda, yaituligamen glenohumeral superior,

ligament glenohumeral medial dan ligament glenohumeral inferior. Ligamen

glenohumeral ini berfungsi sebagai penstabil kapsul sendi glenohumeral.7,9

Gambar 2.5 Sendi glenohumeral7

2.1.3 Otot

Beberapa otot berperan pada stabilisasi articulatio humeri dengan insersio

tendon-tendonnya ke dalam capsula artikularis. Otot-tot tersebut secara bersama-

sama disebut rotator cuff. M. subscapularis memperkuat capsula artikularis dari

9
ventral, M. supraspinatus dari superior, dan M. infraspinatus dan M. teres minor

dari aspek dorsal. Oleh sebab itu, aspek inferior merupakan bagian capsula

artikularis yang paling lemah.7

Gambar 2.6 Sendi glenohumeral aspek lateral7

2.1.4 Pembuluh Darah dan Saraf

Pembuluh-pembuluh darah besar dan saraf-saraf axillaris terbungkus

dalam suatu selubung yang disebut axillary sheath yang berhubungan dengan fasia

di daerah leher. Selubung beserta isinya memasuki daerah axilla melalui celah

berbentuk segitiga yang dibatasi 3 tulang, yaitu os. clavicula, costa pertama dan tepi

atas scapula.6

Pembuluh darah utama anggota gerak atas adalah A. Subclavia sampai ia

mencapai tepi bawah costa pertama. Dari bagian ini sampai tepi bawah teres major,

ia berada di daerah axilla dan disebut A. Axillaris. Setelah keluar dari daerah axilla

ia disebut A. Brachialis. Arteri Axillaris dibagi menjadi 3 bagian oleh M. Pctoralis

10
minor. Bagian kedua berada tepat di belakang M. Pectoralis minor, sedikit di bawah

processus coracoideus. Bagian ini memiliki arti klinis yang penting. Pada bagian

pertama, terdapat satu percabangan, pada bagian kedua terdapat 2 percabangan dan

pada bagian ketiga terdapat 3 percabangan. Dari ke 6 cabang ini, A. Subscapularis

merupakan yang terbesar yang berjalan mengikuti tepi bawah M. Subscapularis.

Dari cabang ni keluar A. Circumflexa scapularis yang berjalan ke bagian dorsal

scapula. Vena Axillaris terdapat di bagian medial atau sisi konkaf arteri, tetapi ia

akan menyilang arteri dan menutupinya pada saat abduksi humerus. Vena ini

merupakan lanjutan dari V. Basilica, dan pada daerah costa I menjadi V. Subclavia.

Plexus brachilais dibentuk oleh 5 rami ventral dari segmen C5-T1. Ke 5 rami dan

trakus terletak di daerah leher, divisi berada di belakang os. clavicula, sedangkan

korda berada di atas dan di belakang pectoralis minor. 6

2.2 Dislokasi Shoulder

2.2.1 Definisi

Dislokasi adalah pemisahan 2 tulang dimana mereka bertemu dalam

persendian. Dislokasi shoulder merupakan cedera yang menyakitkan dan

melumpuhkan dari sendi glenohumeral, terjadi pemisahan caput os. humerus

dengan glenoid dari os. Scapula.1

2.2.2 Epidemiologi

Dislokasi shoulder merupakan jenis dislokasi sendi mayor yang paling

umum. Walaupun dislokasi shoulder paling umum terjadi secara anterior, akan

tetapi dislokasi shoulder juga dapat terjadi secara posterior dan inferior. Pasien

dengan dislokasi shoulder sebelumnya lebih rentan terjadi dislokasi shoulder

11
rekuren di kemudian hari. Hal ini dapat terjadi karena jaringan pengikat sekitar

sendi tidak sembuh dengan baik. Jenis kelamin dan umur berpengaruh pada tingkat

kejadian dislokasi shoulder. Pasien usia muda berjenis kelamin pria lebih rentan

terjadi dislokasi shoulder dikarenakan faktor resiko yang besar terjadinya trauma

akibat olahraga. Pada umur 20-30 tahun, dislokasi shoulder lebih banyak terjadi

pada pria, dengan perbandingan 9:1 dibandingkan wanita. Sedangkan, pada pasien

yang lebih tua, dengan rentang umur 60-80 tahun, wanita lebih sering mengalami

dislokasi shoulder yaitu 3:1 jika dibandingkan dengan pria. 1,2

2.2.3 Etiologi

Sekitar 95% dari dislokasi shoulder terjadi akibat peristiwa traumatik

besar, dan hanya 5% yang terjadi akibat proses atraumatik. Posisi paling lemah

sendi shoulder adalah ketika dalam kondisi abduksi dan eksternal rotasi. Trauma

olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab umum yang paling sering

terjadi. Dislokasi shoulder juga dapat terjadi rekuren, dimana pasien dengan riwayat

dislokasi shoulder sebelumnya dapat mengalami dislokasi kembali di kemudian

hari. Menentukan penyebab utama dari dislokasi shoulder sangatlah penting untuk

menentukan tatalaksana yang akan dilakukan di kemudian hari.2–4

2.2.4 Patofisiologi dan Klasifikasi

a. Dislokasi anterior

Dislokasi shoulder anterior merupakan tipe dislokasi

shoulder yang paling umum terjadi, sekitar 97% dari seluruh kasus

dislokasi shoulder. Mekanisme terjadi dislokasi ini adalah adanya

pukulan atau hentakan saat lengan dalam posisi abduksi, eksternal

12
rotasi dan terekstensi. Pada pemeriksaan, biasanya ditemukan lengan

yang terabduksi dan eksternal rotasi, dengan acromion tampak

menonjol. Komplikasi dapat terjadi pada 40% dislokasi shoulder

anterior diantaranya adalah kerusakan saraf, robeknya jaringan ikat

seperi ligament dan fraktur di labrum, fossa glenoid dan caput os.

humerus.1

Gambar 2.7 Patogenesis Dislokasi Shoulder Anterior10

b. Dislokasi posterior

Dislokasi shoulder posterior dapat terjadi pada 2-4% kasus

dislokasi shoulder. Umumnya, dislokasi ini dapat terjadi akibat

pukulan pada anterior bahu atau pembebanan aksila saat lengan dalam

keadaan adduksi dan internal rotasi. Dislokasi ini juga dapat terjadi

akibat kontraksi otot yang hebat, seperti pada kejang dan tersengat

13
listrik. Pada saat pemeriksaan, umumnya lengan dalam keadaan

adduksi dan internal rotasi serta pasien tidak dapat menrotasi eksternal

lengan. Trauma dengan resiko tinggi dislokasi shoulder posterior

adalah fraktur tuberositas dan leher os. Humerus, lesi reverse Hill-

Sachs dan trauma pada labrum glenoid atau tendon rotator cuff. 1,11

c. Dislokasi Inferior

Dislokasi shoulder inferior merupakan tipe dislokasi

shoulder yang paling jarang ditemukan, hanya kurang dari 1% dari

seluruh kasus dislokasi shoulder. Umumnya terjadi akibat

hiperabduksi atau pembebanan pada aksila pada saat lengan dalam

kondisi abduksi. Pada pemeriksaan didapatkan lengan diangkat keatas

dibelakang kepala dan pasien tidak dapat menadduksikan lengan.

Sering diassosiasikan dengan kerusakan saraf, cedera rotator cuff,

robekan di kapsul internal dan insidensi terbesar untuk terjadinya

cedera saraf aksila dan arteri jika dibandingkan dengan tipe dislokasi

lainnya.1

2.2.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis pasien dislokasi shoulder berbeda-beda bergantung pada

patomekanisme terjadinya cedera. Pada umumnya pasien akan mengeluhkan

adanya sensasi meletus/meletup, pengurangan ROM secara tiba-tiba dan sensasi

sendi yang bergeser dari tempat seharusnya. Pada kasus dislokasi shoulder, saraf

dapat terdampak sehingga beberapa pasien melaporkan sensasi tersetrum dan kebas

di lengan yang terdislokasi.1

14
Pemeriksaan fisik wajib dilakukan untuk mendiagnosis pasien suspek

dislokasi shoulder.

• Berkurangnya ROM dan nyeri

• Dislokasi anterior, lengan dalam posisi abduksi dan eksternal rotasi. Pada

pasien kurus, caput os. Humerus dapat teraba diposisi anterior, dan ruang

kosong dapat terlihat di posterior dari bahu, menghilangnya kontur normal

dari deltoid dan acromion. Dislokasi anterior dapat menyebabkan

kerusakan pada tulang dan otot rotator cuff, serta kerusakan vascular

sebagai hasil dari traksi di pembuluh darah aksila yang dapat

menyebabkan melemahnya tekanan darah atau rasa dingin pada tangan.

• Dislokasi posterior, dislokasi ini seringkali terlewatkan, posisi lengan

dalam keadaan adduksi dan internal rotasi. Pada pasien kurus, caput os.

Humerus dapat terpalpasi di posterior dan kontur deltoid dapat ada atau

menghilang. Dislokasi shoulder posterior dapat menyebabkan robeknya

otot subscapularis yang berakibat pada kelemahan dan hilangnya

kemampuan untuk menginternal rotasi lengan. Kerusakan neurovascular

jarang terjadi, akan tetapi dislokasi houlder posterior dapat berakibat pada

cedera glenolabral dan kapsul os. Humerus.1,12

Pemeriksaan neurovascular wajib dilakukan sebelum melakukan reduksi.

Cedera saraf aksila dapat terjadi pada 40% kasus dislokasi shoulder. 1

15
2.2.6 Langkah Diagnosis

a. Anamnesis

Anamnesis harus menentukan mekanisme cedera, termasuk

posisi lengan, jumlah gaya yang diberikan, dan lokasi titik tumpuan.

Cedera dengan lengan dalam keadaan ekstensi, abduksi, dan rotasi

eksternal meningkatkan kemungkinan terjadinya dislokasi anterior.

Kejut listrik, kejang, atau jatuh pada lengan ekstensi dan adduksi

biasanya sering menyebabkan dislokasi posterior. Jika ketidakstabilan

terjadi berulang, riwayat cedera awal, posisi atau tindakan yang

menyebabkan ketidakstabilan, berapa lama bahu mengalami dislokasi,

apakah radiografi tersedia dengan bahu keluar dari sendi, dan cara apa

yang diperlukan untuk mereduksi bahu. Anamnesis juga mamastikan

adanya masalah neurologis atau rotator cuff setelah episode

ketidakstabilan bahu sebelumnya. Perawatan sebelumnya dari

ketidakstabilan berulang, serta keefektifan dari perawatan ini, harus

didokumentasikan.13

b. Pemeriksaan Fisik

Bahu yang mengalami dislokasi akut biasanya sangat nyeri, dan

otot-otot mengalami kontraksi dalam upaya menstabilkan sendi. Pada

dislokasi shoulder anterior, kepala os. humerus bisa teraba di anterior.

Aspek posterior dan lateral bahu menunjukkan cekungan di bawah

akromion. Lengan dipegang dengan sedikit abduksi. Gerakan pasif dan

aktif dibatasi oleh rasa nyeri. Karena kemungkinan terjadi cidera saraf

16
yang mengikuti dan kemungkinan cidera vaskular, pemeriksaan fisik

dislokasi bahu anterior memerlukan penilaian status neurovaskular dari

ekstremitas atas dan pencatatan sebelum reduksi. Pada dislokasi shoulder

posterior, lengan dalam kondisi internal rotasi dan adduksi. Kepala/caput

os. Humerus akan teraba diposisi posterior. Sedangkan, pada dislokasi

shoulder inferior akan didapatkan lengan diangkat keatas dibelakang

kepala dan pasien tidak dapat menadduksikan lengan. 1,13

c. Pemeriksaan Radiologi

Foto polos shoulder joint merupakan pemeriksaan radiologi

yang cukup untuk mengdiagnosis dislokasi shoulder. Walaupun,

terkadang diperlukan pemeriksaan CT-scan dan MRI untuk memeriksa

lebih lanjut fraktur pada tepi glenoid dan cedera ligament atau tendon. 2

Dislokasi shoulder anterior dan inferior pada umumnya

merupakan diagnosis sederhana, dengan mellhat posisi caput os.

humerus dan garis batas glenoid tidak selaras. Dislokasi posterior dapat

sulit diidentifikasi apabila hanya terdapat foto AP view saja, dimana

caput os. humerus keluar ke arah posterior dan kongruensi dapat terjadi.2

Semua jenis dislokasi dapat diidentifikasi dengan mudah dengan

foto lateral view. Ketika caput huumerus dalam posisi alignment yang

baik, caput os. humerus akan terproyeksikan di tengah-tengah garis pusat

yang dibentuk oleh coracoid, scapula dan acromion.2

Dislokasi shoulder anterior pada AP view, akan terlihat posisi

caput os. humerus terdislokasi ke arah medial dan inferior ke arah fossa

17
glenoid serta menutupi glenoid. Pada lateral view, caput os. humerus

akan terdislokasi ke arah anterior dan inferior dari fossa glenoid, serta

caput os. humerus juga dapat terdislokasi ke arah inferior ke prosessus

coracoid.11,14

Gambar 2.8 Dislokasi shoulder anterior, AP view14

Gambar 2.9 Caput humeri dextra terproyeksi di infero-medial dari cavitas

glenoidalis dextra, mengarah dislokasi gleno-humeral joint dextra ke anterior

Dislokasi shoulder posterior pada AP view, sendi glenohumeral

akan tampak melebar (rim sign) dan caput os. Humerus akan tampak

seperti “light bulb” akibat internal rotasi yang berlebihan dari os.

18
Humerus. Pada lateral view, caput os. Humerus akan terletak di posterior

dari fossa glenoid.11,14,15

Gambar 2.10 Rim sign15

Gambar 2.11 Light bulb sign14

19
Gambar 2.12 Caput humeri dextra terproyeksi di superior dari cavitas glenoidalis,

mengarah dislokasi posterior shoulder joint dextra

Selain menilai dislokasi shoulder, melakukan penilaian dari

tulang, soft tissue dan area sekitar harus dilakukan dalam

menginterpretasikan foto polos shoulder joint. Dalam semua posisi, baik

AP atau lateral, lakukan penilaian terhadap garis korteks setiap tulang

yang tampak. Sebagian besar dislokasi shoulder terjadi karena trauma,

oleh karena itu kemungkinan trauma tulang tidak dapat

dikesampingkan.14

Dalam menilai soft tissue, perhatikan apakah ada soft tissue

swelling atau tidak. Terkadang, dapat terjadi kalsifikasi pada tendon di

sekitar shoulder yang menjadi tanda akan adanya trauma kronis.

Penilaian pada lapangan paru yang terlihat juga harus dilakukan.

Terdapat kemungkinan terjadinya kelainan pada costae dan paru akibat

dari trauma yang menyebabkan dislokasi shoulder.14

20
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menilai foto

shoulder joint:

a. Arah dislokasi

b. Fraktur dan trauma yang berkaitan

i. Hill-Sachs defect

Gambar 2.13 Hill-Sachs defect16

ii. Lesi Bony Bankart

Gambar 2.14 Lesi Bony Bankart17

21
iii. Fraktur 1/3 proksimal os. Humerus

Gambar 2.15 Fraktur 1/3 prosimal os. Humerus18

iv. Fraktur os. Clavicula

Gambar 2.16 Fraktur os. Clavicula16

22
v. Gangguan sendi acromioclavicular

Gambar 2.17 Gangguan sendi Acromioclavicular16

vi. Fraktur glenoid

Gambar 2.18 Fraktur glenoid16

23
vii. Fraktur Tuberositas besar (Greater tuberosity)

Gambar 2.19 Great tuberosity fracture11,16

2.2.7 Tatalaksana

a. Dislokasi shoulder anterior

i. Dengan pembiusan umum

1. Metode Hipocrates

Pasien dibaringkan dengan posisi supine,

sementara dokter memegang lengan yang terdislokasi pada

lengan bawah dan tangan pasien. Kemudian dokter

meletakan kaki pada daerah aksila bahu yang terdislokasi,

yang bertindak sebagai tumpuan sementara lengan

diadduksikan dan memulai reduksi.19

24
Gambar 2.20 Metode Hipocrates

2. Metode Kocher

Pasien dibaringkan posisi supine dengan lengan

diadduksikan ke dada dan siku difleksikan 90o. Kemudian

dokter mengrotasi eksternal lengan pasien sampai terasa

tahanan. Angkat lengan pasien perlahan dengan tetap

mempertahankan posisi eksternal rotasi dan adduksi.

Lengan pasien kemudian diarahkan ke posisi internal rotasi,

memicu reduksi.19

25
Gambar 2.21 Metode Kocher

ii. Tanpa pembiusan umum

Metode Stimson, metode ini sangat baik. Caranya

penderita dibaringkan tertelungkup sambil bagian lengannya

yang mengalami luksasio keluar dari tepi tempat tidur,

menggantung ke bawah. Kemudian diberikan beban yang

diikatkan pada lengan bawah dan pergelangan tangan, biasanya

dengan dumbbell dengan berat tergantung dari kekuatan otot si

penderita. Si penderita disuruh rileks untuk beberapa jam,

kemudian bonggol sendi akan masuk dengan sendirinya.13

b. Dislokasi shoulder posterior

Dislokasi shoulder posterior dengan lesi reverse Hill-Sachs <20%

dan tanpa fraktur dapat stabil setelah reduksi tertutup. Setelah reduksi

tertutup, lengan diimobilisasi selama 4 minggu dengan kondisi bahu rotasi

26
netral, abduksi dan fleksi. Kemudian pasien dikonsultasikan ke fisioterapis

untuk dilaksanakan rehabilitasi. Apabila reduksi tertutup tidak berhasil,

dapat dilakukan reduksi terbuka.20

c. Dislokasi shoulder inferior

Tatalaksana dislokasi shoulder inferior sama seperti dislokasi

shoulder anterior. Pasien dilakukan reposisi/reduksi secara tertutup, jika

gagal dilakukan reposisi terbuka dengan operasi.21

2.2.8 Komplikasi

Komplikasi yang paling umum dari dislokasi shoulder akut adalah

rekurensi. Hal ini dapat terjadi karena kapsul dan ligament sekitar sudah teregang

dan terdeformitas selama dislokasi. Sebanyak 90% kasus dislokasi shoulder pada

remaja akan mengalami rekurensi di masa depan. Komplikasi umum berikutnya

adalah terjadinya fraktur, seperti lesi Hill-Sachs atau fraktur kompresi dari caput

posterios os. Humerus. Fraktur dari proksimal os. Humerus, tuberositas, coracoid

dan acromion juga dapat terjadi.4

Robeknya otot rotator cuff juga sering terjadi pada dislokasi shoulder, dan

frekuensi kejadiannya meningkat menurut umur pasien. Komplikasi ini dilaporkan

terjadi pada 30-35% pasien dengan umur lebih dari 40 tahun. Pemulihan perlahan

untuk kembali ke fungsi normal pada pasien usia menengah harus dilakukan

pemeriksaan terlebih dahulu untuk mengeliminasi adanya robekan otot rotator

cuff.4

Kerusakan vascular jarang terjadi, akan tetapi dapat terjadi pada pasien

usia tua. Cedera vascular lebih umum terjadi pada dislokasi posterior, yang

27
biasanya melibatkan cabang dari arteri aksilaris. Kerusakan saraf lebih umum

terjadi dibandingkan dengan kerusakan vascular, terutama pada dislokasi anterior

dan inferior. Saraf aksilaris merupakan saraf yang sering terjadi cedera, dengan

kemungkinan terjepit oleh caput os. humerus dan batas aksila dari scapula atau

cedera karena traksi dari caput os. Humerus. Cedera saraf dilaporkan terjadi pada

33% pasien dislokasi akut anterior.4

2.2.9 Prognosis

Terapi gold standart satu-satunya untuk dislokasi shoulder adalah reduksi.

Tingkat keberhasilan reduksi bergantung pada umur dan bentuk tubuh pasien serta

lamanya sendi terdislokasi. Semakin muda dan berotot seorang pasien, akan

meningkatkan kesulitan reduksi. Semakin pendek durasi dislokasi akan mengurangi

komplikasi yang mungkin terjadi. Pasien muda dengan dislokasi shoulder anterior

memiliki 85% kemungkinan untuk terjadinya rekurensi di masa depan. 2

Dislokasi shoulder sering dikaitkan dengan robeknya otot rotator cuff pada

pasien usia lanjut, meningkat pada usia 40 tahun dengan puncak pada pasien lebih

dari 60 tahun. Morbiditas mayor yang berkaitan dengan rupture rotator cuff yang

tidak diobati dapat dihindari dengan pemeriksaan klinis yang kompeten. Hasil

terbaik tatalaksana dislokasi shoulder didapatkan melalui operasi perbaikan rotator

cuff sesegera mungkin.2

28
BAB III
PENUTUP

Dislokasi adalah pemisahan 2 tulang dimana mereka bertemu dalam

persendian. Dislokasi shoulder merupakan cedera yang menyakitkan dan

melumpuhkan dari sendi glenohumeral, terjadi pemisahan caput os. humerus

dengan glenoid dari os. Scapula. Sekitar 95% dari dislokasi shoulder terjadi akibat

peristiwa traumatik besar, dan hanya 5% yang terjadi akibat proses atraumatik.

Trauma olahraga dan kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab umum yang

paling sering terjadi.

Klasifikasi dislokasi shoulder dibagi menjadi 3, yaitu dislokasi shoulder

anterior, dislokasi shoulder posterior dan dislokasi shoulder inferior. Manifestasi

klinis pasien dislokasi shoulder berbeda-beda bergantung pada patomekanisme

terjadinya cedera. Pada umumnya pasien akan mengeluhkan adanya sensasi

meletus/meletup, pengurangan ROM secara tiba-tiba dan sensasi sendi yang

bergeser dari tempat seharusnya. Pemeriksaan foto polos shoulder joint 2 posisi

sudah dapat mendiagnosis suatu dislokasi shoulder. Gold standart tatalaksana

dislokasi shoulder adalah reduksi, baik reduksi tertutup atau reduksi terbuka.

Komplikasi yang paling umum dari dislokasi shoulder akut adalah

rekurensi. Sebanyak 90% kasus dislokasi shoulder pada remaja akan mengalami

rekurensi di masa depan. Tingkat keberhasilan reduksi bergantung pada umur dan

bentuk tubuh pasien serta lamanya sendi terdislokasi. Semakin muda dan berotot

seorang pasien, akan meningkatkan kesulitan reduksi. Semakin pendek durasi

dislokasi akan mengurangi komplikasi yang mungkin terjadi.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Abrams R, Akbarnia H. Shoulder Dislocations Overview. NCBI, StatPearls


Publishing. 2022 Aug;

2. Jones J, Ranchod A, Qureshi P. Shoulder Dislocation.


https://radiopaedia.org/articles/shoulder-dislocation. 2023.

3. Pruthi S, Krych AJ, Rizzo M, et all. Dislocated Shoulder.


https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/dislocated-shoulder/symptoms-
causes/syc-20371715. 2022.

4. Cothran VE. Shoulder Dislocation. Medscape. 2022;

5. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Dislocated Shoulder.


https://orthoinfo.aaos.org/en/diseases--conditions/dislocated-shoulder/.

6. Safei I, Sunaryo H, Sastradimadja B, Moeliono MA. Shoulder Hand Syndrome.


UMI Medical Journal : Jurnal Kedokteran. 2019 Jun;4(1).

7. Paulsen F, Waschke J. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia. 23rd ed. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2010. 1–406 p.

8. Sutysna H, Lubis ID. Panduan Praktikum Semester 1 ANATOMI. Fakultas


Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara. 2017.

9. Baba Y. Glenohumeral Ligaments. https://radiopaedia.org/articles/glenohumeral-


ligaments. 2023.

10. Hunter M. Anterior Shoulder Dislocation: Pathogenesis, radiographic and clinical


finding. https://calgaryguide.ucalgary.ca/wp-content/uploads/2016/04/Anterior-
Shoulder-Dislocation-Pathogensis-clinical-and-radiographic-findings-1.png. 2016.

11. Davies AM, Pettersson H. The WHO Manual of Diagnostic Imaging. Ostensen H,
Pettersson H, editors. Vol. 2. Malta: World Health Organization; 2002.

12. Physiopedia. Shoulder Dislocation. https://www.physio-


pedia.com/Shoulder_Dislocation. 2023.

13. Gerald Y. Anterior Glenohumeral Joint Dislocation. Denpasar; 2019 Jan.

14. Hacking J. Shoulder X-Ray Interpretation. https://geekymedics.com/shoulder-x-


ray-interpretation/. 2023.

15. Cadogan M. Posterior Shoulder Dislocation. https://litfl.com/posterior-shoulder-


dislocation/. 2023.

30
16. Lloyd-Jones G. Trauma X-ray-Upper Limb Gallery 1.
https://www.radiologymasterclass.co.uk/gallery/trauma/x-
ray_arm_1/fractures_3#top_2nd_img. 2018.

17. Cadogan M. Bankart Lesion. https://litfl.com/bankart-lesion/. 2023.

18. Farooque K, Khatri K, Dev C, Sharma V, Gupta B. Mechanism of injury and


management in traumatic anterior shoulder dislocation with concomitant
humeral shaft and ipsilateral scapula fracture: A case report and review of the
literature. J Med Case Rep. 2014;8(1).

19. Alkaduhimi H, van der Linde JA, Flipsen M, van Deurzen DFP, van den Bekerom
MPJ. A systematic and technical guide on how to reduce a shoulder dislocation.
Vol. 16, Turkish Journal of Emergency Medicine. Emergency Medicine Association
of Turkey; 2016. p. 155–68.

20. Paparoidamis G, Iliopoulos E, Narvani AA, Levy O, Tsiridis E, Polyzois I. Posterior


shoulder fracture-dislocation: A systematic review of the literature and current
aspects of management. Chinese Journal of Traumatology - English Edition. 2021
Feb 1;24(1):18–24.

21. Penanganan Non-operatif Dislokasi Bahu Akut. Banda Aceh: Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala; 2022.

31

Anda mungkin juga menyukai