Anda di halaman 1dari 24

RESPONSI/CASE BASED DISCUSSION

HIPERTENSI

Oleh:
I Dewa Gede Indra Pratama (1902611196)
Bimo Adi Laksono (1902611199)
IB Gde Ananta Mahesvara (1902611195)
Ruthirar Kalaichevam (1902611194)

PENGUJI:
dr. Rani Paramitha Iswari Maliawan, Sp.JP

DALAM RANGKA MENJALANI KEPANITERAAN KLINIK MADYA DI


KSM/DEPARTEMEN KARDIOLOGI DANKEDOKTERAN VASKULAR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR
2019

1
TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai meningkatnya tekanan darah melewati


batas normal kepada dinding pembuluh darah yang dimana akan berdampak
pada gangguan kardiovaskular. Batas normal tekanan darah telah
diklasifikasikan yaitu tekanan sistolik 120mm Hg dan tekanan diastolic 90mm
Hg. Namun, faktor resiko gangguan kardio vascular semakin meninggi apabila
tekanan darah seseorang sudah mencapai 115/75mm Hg dan resikonya terus
menmbesar setiap 20/10mm Hg peningkatan tekanan darah. Sehingga saat ini
dikenal adanya istilah pre-hipertensi yang dicetuskan oleh Joint National
Community (JNC) untuk mendeskripsikan tekanan sistolik diantara 120-140
mmHg.1 Sedikit berbeda dengan orang dewasa, hipertensi pada anak-anak diukur
dengan menggunakan persentil dilihat dari umur, berat badan, jenis kelamin dan
tinggi badan yang setidaknya diukur tiga kali pada pengukuran yang berbeda.2

II. Klasifikasi

Berdasarkan etiologinya hipertensi dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu:


Hipertensi Primer atau hipertensi essential dan hipertensi sekunder atau
hipertensi renal.
1. Hipertensi Primer (Hipertensi Essential)
Hipertensi primer diklasifikasikan sebagai hipertensi yang disebabkan oleh
faktor lingkungan dan/atau genetik. 90-95% dari total hipertensi adalah
hipertensi primer. Belum ada penelitian tegas yang menyatakan apa penyebab
dari hipertensiprimer namun dalam beberapa hasil penelitian disebutkan bahwa
genetik sangat berperan dalam munculnya hipertensi primer. Selain genetik,
faktor lingkungan dan pola hidup merupakan hal yang bisa menjadi penyebab
hipertensi primer.3 Pada fenomena epigenetic, DNA methyalin dan modifikasi
histon bisa menjadi penyebab hipertensi primer.4

2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi Sekunder adalah hipetensi yang penyebabnya diketahui secara
pasti. Kasus ini hanya sekitar 5% dari total penyakit hipertensi yang ada.

2
Penyakit ginjal adalah hal yang paling sering menyebabkan hipertensi tipe ini.
Beberapa keadaan yang bisa menyebabkan hipetensi sekunder adalah
penggunaan obat- obatan, seperti: kokain, non-steroidal, cycloporin,
erythropoietin, dsb. Atau yang palin sering adalah karena mengalami gangguan
pada ginjal, seperti: gagal ginjal kronis, nefritis, dsb. Gangguan pada
kardiovaskular dan endokrin juga menjadi penyebab dari hipertensi sekunder.5
Hipertensi selain diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya, yang sudah
dipaparkan pada bagian etiologi, juga diklasifikasikan berdasarkan tekanan darah
yang diukur mengunakan Sfigmomanometer atau yang lebih dikenal dengan
Tensimeter. Ada dua versi klasifikasi yaitu berdasarkan JNC (lihat table 2.1) dan
berdasarkan WHO (lihat table 2.2).6 berikut adalah Klasifikasi berdasarkan
keduanya:
Tabel 1 Klasifikasi Hipertensi berdasarkan Wold Health Organisation (WHO)

Tabel 2. Klasifikasi Hipertensi berdarkan Joint National Community (JNC)

III. Faktor Risiko

3
Hipertensi mempunyai banyak faktor resiko. Secara umum, faktor resiko
hipertensi digolongkan menjadi 2, yaitu Faktor resiko Essential atau tidak bisa
diubah 7, seperti: Keturunan dan Jenis Kelamin dan ada yang bisa diubah,
seperti: Merokok dan pola tidur.

1. Keturunan
Dari hasil penelitian diketahui bahwa mempunyai orang tua, keduanya atau
salah satunya pernah atau masih menderita hipertensi maka mempunyai risiko
lebih besar untuk terkena hipertensi daripada orang yang kedua orang tuanya
tidak pernah menderita hipertensi. Adanya riwayat keluarga terhadap hipertensi
dan penyakit jantung secara signifikan akan meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi.7

2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin mempunyai pengaruh penting dalam regulasi tekanan darah.
Sejumlah fakta menyatakan hormon sex mempengaruhi sistem renin-
angiotensin. Secara umum tekanan darah pada laki – laki lebih tinggi daripada
perempuan. Pada perempuan risiko hipertensi akan meningkat setelah masa
menopause yang mununjukkan adanya pengaruh hormon.7

3. Merokok
Merokok dapat meningkatkan beban kerja jantung dan menaikkan tekanan
darah.Menurut penelitian, diungkapkan bahwa merokok dapat meningkatkan
tekanan darah.Nikotin yang terdapat dalam rokok sangat membahayakan
kesehatan karena nikotin dapat meningkatkan penggumpalan darah dalam
pembuluh darah dan dapat menyebabkan pengapuran pada dinding pembuluh
darah. Nikotin bersifat toksik terhadap jaringan saraf yang menyebabkan
peningkatan tekanan darah baik sistolik maupun diastolik, denyut jantung
bertambah, kontraksi otot jantung seperti dipaksa, pemakaian O 2 bertambah,
aliran darah pada koroner meningkat dan vasokontriksi pada pembuluh darah
perifer.7

4. Pola Tidur

4
Berdasarkan studi, secara singkat dikatakan bahwa pola tidur merupakan
salah satu faktor terjadinya hipertensi . Gangguan tidur, seperti: Deprivasi tidur
dan/atau insomnia menyebabkan durasi dan kualitas tidur menurun. Tidur
membantu kita untuk mengatur kembali hormon dan sistem saraf agar tetap
sehat. Durasi dan kualitas tidur yang buruk akan mengakibatkan ketidak
seimbangan hormone, terutama yang berkaitan dengan stress sehingga
menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Pada saat kita tidur, tekanan darah
akan menurun dibandingkan dengan saat kita terjaga penuh. Hal ini
dinamakan ―Nocturnal Dipping”.Hilangnya Nocturnal Dipping dikarenakan
gangguan tidur merupakan salah satu predictor hipertensi.8

IV. Patofisiologi

Kaplan menggambarkan beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian


tekanan darah yang mempengaruhi rumus dasar: Tekanan Darah = Curah
Jantung x Tahanan Perifer.

1. Curah Jantung Dan Tahanan Perifer


Keseimbangan curah jantung dan tahanan perifer berperan penting terhadap
tekanan darah.Pada sebagian besar kasus hipertensi esensial curah jantung
biasanya normal tetapi tahanan perifernya meningkat.Tekanan darah ditentukan
oleh konsentrasi sel otot halus yang terdapat pada arteriol kecil. Peningkatan
konsentrasi sel otot halus akan berpengaruh pada peningkatan konsentrasi
kalsium intraseluler. Peningkatan konsentrasi otot halus ini semakin lama akan
mengakibatkan penebalan pembuluh darah arteriol yang mungkin dimediasi oleh
angiotensin yang menjadi awal meningkatnya tahanan perifer yang irreversible.9

2. Sistem Renin-Angiotensin
Sistem Renin-Angiotensin merupakan sistem endokrin yang penting dalam
pengontrolan tekanan darah. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin converting
enzyme(ACE). ACE memegang peranan fisiologis penting dalam mengatur
tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduks di hati, yang
oleh hormon renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I
(dekapeptida yang tidak aktif), dan oleh ACE yang terdapat di paru-paru,

5
angiotensin I diubah menjadi angiotensin II (oktapeptida yang sangat aktif).
Angiotensin II berpotensi besar meningkatkan tekanan darah karena bersifat
sebagai vasoconstrictor melalui dua jalur, yaitu:
1) Meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH
diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal
untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya
ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis) sehingga urin menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya.
Untuk mengencerkan, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan
dengan cara menarik cairan dari bagian instraseluler, Akibatnya
volume darah meningkat sehingga meningkatkan tekanan darah.
2) Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron
merupakan hormon steroid yang berperan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan mengakibatkan tingginya
reapsorbsi ke pembuluh darah di tubulus ginjal oleh aldosterone
sehingga nantinya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.9

3. Sistem Saraf Otonom


Sirkulasi sistem saraf simpatetik dapat menyebabkan vasokonstriksi dan
dilatasi arteriol. Sistem saraf otonom ini mempunyai peran yang penting dalam
mempertahankan tekanan darah. Hipertensi dapat terjadi karena interaksi antara
sistem saraf otonom dan sistem renin-angiotensin bersama – sama dengan
faktor lain termasuk natrium, volume sirkulasi, dan beberapa hormon.9

4. Disfungsi Endotelium
Pembuluh darah sel endotel mempunyai peran yang penting dalam
pengontdrolan pembuluh darah jantung dengan memproduksi sejumlah vasoaktif
lokal yaitu molekul oksida nitrit dan peptida endotelium. Disfungsi endotelium
banyak terjadi pada kasus hipertensi primer. Secara klinis pengobatan dengan
antihipertensi menunjukkan perbaikan gangguan produksi dari oksida nitrit.9
5. Substansi vasoaktif

6
Banyak sistem vasoaktif yang mempengaruhi transpor natrium dalam
mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal. Bradikinin merupakan
vasodilator yang potensial, begitu juga endothelin. Endothelin dapat
meningkatkan sensitifitas garam pada tekanan darah serta mengaktifkan sistem
renin angiotensin lokal. Arterial natriuretic peptide merupakan hormon yang
diproduksi di atrium jantung dalam merespon peningkatan volum darah. Hal ini
dapat meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal yang akhirnya dapat
meningkatkan retensi cairan dan hipertensi.10

6. Disfungsi diastolik
Hipertropi ventrikel kiri menyebabkan ventrikel tidak dapat beristirahat
ketika terjadi tekanan diastolik. Hal ini untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
input ventrikel, terutama pada saat olahraga terjadi peningkatan tekanan
atrium kiri melebihi normal, dan penurunan tekanan ventrikel.10

V. Penentuan Risiko Kardiovaskular

Menggunakan perhitungan estimasi risiko kardiovaskular yang formal (ESC


2013), untuk mengetahui prognosis . Selalu mencari faktor risiko metabolic
( diabetes, ganguan tiroid dan lainnya) pada pasien dengan hipertensi dengan atau
tanpa penyakit jantung dan pembuluh darah11

Faktor risiko, Tekanan darah (mmHg)


Normal Hipertensi Hipertensi Hipertensi
kerusakan
tinggi (TDS derajat I derajat II derajat III
target oran
130 – 139 (TDS 140 – (TDS 160 – (TDS ≥180
yang
atau TDD 85 159 atau TDD 179 atau TDD atau TDD
asimomatik
– 89) 90 – 99) 100 – 109) ≥110
atau penyakit
Tanpa FR Risiko rendah Risiko sedang Risiko tinggi
lain
1 – 2 FR Risiko Risiko sedang Risiko sedang Risiko tinggi
rendah – tinggi
≥ 3 FR Risiko Risiko sedang Risiko tinggi Risiko tinggi
rendah – – tinggi
sedang
OD, CKD std Risiko Risiko tinggi Risiko tinggi Risiko tinggi

7
3 atau DM sedang – – sangat
tinggi tinggi
CVD Risiko Risiko sangat Risiko sangat Risiko sangat
simtomatik, sangat tinggi tinggi tinggi tinggi
CKD ≥ std 4
atau DM
dengan OD/
FR

VI. Diagnosis

Dalam menegakan diagnosis hipertensi, diperlukan beberapa tahapan pemeriksaan


yang harus dijalani sebelum menentukan terapi atau tatalaksana yang akan
diambil. Algoritme diagnosis ini diadaptasi dariCanadian Hypertension Education
Program. The Canadian Recommendation for The Management of Hypertension
2014)12

VII. Tatalaksana Hipertensi


Non farmakologis Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat
menurunkan tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam
menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang menderita

8
hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain, maka strategi pola
hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani setidaknya
selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan
penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko
kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi
farmakologi.

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines adalah :

Intervensi Dosis Dampak terhadap SBP


Nonfarmakologis Normotensi Hipertensi
Aktivitas fisik
Aerobik  90–150 mnt / minggu -5/8 mm Hg -2/4 mm
 65% –75% cadangan Hg
detak jantung
Resistensi dinamis  90–150 mnt / minggu -4 mm Hg -2 mm Hg
 Maksimal pengulangan
50% –80% 1
 6 latihan, 3 set /
latihan, 10 repetisi / set
Resistensi  4 2 menit (genggaman -5 mm Hg -4 mm Hg
isometrik tangan), istirahat 1
menit di antara latihan,
30% -40%
 kontraksi sukarela
maksimum, 3 sesi /
minggu,
 8-10 minggu
Diet sehat Diet kaya akan buah- -11 mm Hg -3 mm Hg
Pola diet DASH buahan, sayuran, biji-
bijian, dan produk susu
rendah lemak dengan
berkurangnya kandungan
lemak jenuh dan total

9
Penurunan berat Berat badan / lemak tubuh -5 mm Hg -2/3 mm
badan Berat badan ideal adalah Hg
tujuan terbaik tetapi untuk
penurunan berat badan $ 1
kg
Pengurangan Sodium diet <1.500 mg / -5/6 mm Hg -2/3 mm
asupan makanan hari adalah tujuan optimal Hg
[Na+] tetapi pengurangan $
1.000 mg / hari di
sebagian besar orang
dewasa
Asupan makanan Makanan potasium 3.500– 4/5 mm Hg 2
yang ditingkatkan 5.000 mg / hari, lebih mm Hg
[K+] disukai dengan konsumsi
makanan kaya kalium

Moderasi dalam Konsumsi alkohol Pada -4 mm Hg -3 mm Hg


asupan alkohol orang yang minum
alkohol, kurangi alkohol
menjadi
Pria: <2 gelas /
hari
Wanita: <1 gelas /
hari

Terapi farmakologi

Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai bila pada pasien
hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami penurunan tekanan darah setelah > 6
bulan menjalani pola hidup sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2.

10
Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga
kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :

1. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal


2. Berikan obat generic (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
3. Berikan obat pada pasien usia lanjut ( diatas usia 80 tahun ) seperti pada
usia 55 – 80 tahun, dengan memperhatikan faktor komorbid
4. Jangan mengkombinasikan angiotensin converting enzyme inhibitor
(ACE-i) dengan angiotensin II receptor blockers (ARBs)
5. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi
farmakologi
6. Lakukan pemantauan efek samping obat secara teratur. Algoritme
tatalaksana hipertensi yang direkomendasikan berbagai guidelines
memiliki persamaan prinsip, dan dibawah ini adalah algoritme tatalaksana
hipertensi secara umum, yang disadur dari A Statement by the American
Society of Hypertension and the International Society of
Hypertension2013;11

Tatalaksana Hipertensi pada Pasien dengan Penyakit Jantung dan Pembuluh


Darah

Tatalaksana hipertensi pada pasien dengan penyakit jantung dan pembuluh darah
ditujukan pada pencegahan kematian, infark miokard, stroke, pengurangan
frekuensi dan durasi iskemia miokard dan memperbaiki tanda dan gejala. Target
tekanan darah yang telah banyak direkomendasikan oleh berbagai studi pada
pasien hipertensi dengan penyakit jantung dan pembuluh darah, adalah tekanan
darah sistolik < 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik < 90 mmHg.13

Penyakit jantung koroner

1. Angina Pektoris Stabil

Betablocker

Betablocker merupakan obat pilihan pertama dalam tatalaksana hipertensi pada


pasien dengan penyakit jantung koroner terutama yang menyebabkan timbulnya

11
gejala angina. Obat ini akan bekerja mengurangi iskemia dan angina, karena efek
utamanya sebagai inotropik dan kronotropik negative. Dengan menurunnya
frekuensi denyut jantung maka waktu pengisian diastolik untuk perfusi koroner
akan memanjang. Betablocker juga menghambat pelepasan renin di ginjal yang
akan menghambat terjadinya gagal jantung. Betablocker cardioselective (β1)
lebih banyak direkomendasikan karena tidak memiliki aktifitas simpatomimetik
intrinsic.11,13

Calcium channel blocker (CCB)

CCB akan digunakan sebagai obat tambahan setelah optimalisasi dosis betabloker,
bila terjadi Tekanan Darah yang tetap tinggi, angina yang persisten, atau adanya
kontraindikasi absolute pemberian dari betabloker

CCB bekerja mengurangi kebutuhan oksigen miokard dengan menurunkan


resistensi vaskular perifer dan menurunkan tekanan darah. Selain itu, CCB juga
akan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan efek vasodilatasi coroner.13

ACE inhibitor (ACEi)

Penggunaan ACEi pada pasien penyakit jantung koroner yang disertai diabetes
mellitus dengan atau tanpa gangguan fungsi sistolik ventrikel kiri merupakan
pilihan utama dengan rekommendasi penuh dari semua guidelines yang telah
dipublikasi. Pemberian obat ini secara khusus sangat bermanfaat pada pasien
jantung koroner dengan hipertensi, terutama dalam pencegahan kejadian
kardiovaskular. Pada pasien hipertensi usia lanjut ( > 65 tahun ), pemberian ACEi
juga direkomendasikan , ACEi memperbaiki hasil akhir kardiovaskular bila
dibandingkan dengan pemberian diuretik, walaupun kedua obat memiliki
penurunan tekanan darah yang sama.

Nitrat

Indikasi pemberian nitrat kerja panjang adalah untuk tatalaksana angina yang
belum terkontrol dengan dosis betablocker dan CCB yang adekuat pada pasien
dengan penyakit jantung coroner.

12
2. Angina pectoris tidak stabil / Infark miokard non elevasi segmen ST

Dasar dari tatalaksana hipertensi pada pasien dengan sindroma koroner akut
adalah perbaikan keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, setelah
inisiasi terapi antiplatelet dan antikoagulan. Walaupun kenaikan tekanan darah
dapat meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, tetapi harus dihindari penurunan
tekanan darah yang terlalu cepat terutama tekanan diastolik, karena hal ini dapat
mengakibatkan penurunan perfusi darah ke koroner dan juga suplai oksigen,
sehingga akan memperberat keadaan iskemia.13

Pasien dengan kondisi hipertensi berat dengan edema pulmonal akut dapat disertai
juga dengan peningkatan biomarker enzim jantung, sehingga jatuh dalam
kelompok sindromakoroner akut. Terapi awal yang direkomendasikan pada pasien
dengan kondisi ini meliputi furosemide, ACEi dan nitrogliserin (IV) dan
selanjutnya dapat ditambahkan obat lain dibawah pengawasan yang ketat. Bila

13
presentasi utama pasien adalah iskemia atau takikardia, maka dianjurkan untuk
pemberian betabocker dan nitroglycerin (IV). Tekanan darah harus diturunkan
sesegera mungkin, dengan monitor ketat pada kondisi iskemia dan serebral (25%
dari Mean aterial Pressure pada 1 jam I, dan bertahap selama 24 jam mencapai
target tekanan darah sistolik yang diinginkan).11,13

Pada pasien angina pectoris tidak stabil atau NSTEMI, terapi awal untuk
hipertensi setelah nitrat adalah betablocker, terutama golongan cardioselektive
yang tidak memiliki efek simpatomimetik intrinsic. Pada pasien dengan
hemodinamik yang tidak stabil, pemberian betablocker dapat ditunda sampai
kondisi stabil. Pada pasien dengan kondisi gagal jantung, diuretic merupakan
terapi awal hipertensi.13

Bila terdapat kontraindikasi atau intoleransi pemberian betablocker, maka dapat


diberikan CCB golongan nondihidropiridin (verapamil, diltiazem), tetapi tidak
dianjurkan pada pasien dengan gangguan fungsi ventrikel kiri. Bila tekanan darah
atau angina belum terkontrol dengan pemberian betablocker, maka dapat
ditambahkan CCB golongan dihidropiridin kerja panjang. Diuretik tiazid juga
dapat ditambahkan untuk mengontrol tekanan darah.13

Pada pasien dengan hemodinamik yang stabil, dengan : a. riwayat infark


sebelumnya b. hipertensi yang belum terkontrol c. gangguan fungsi ventrikrel kiri
atau gagal jantung d. diabetes mellitus maka harus diberikan ACEi atau ARB.
Target penurunan tekanan darah adalah < 140/ 90 mmHg. Bila terdapat disfungsi
ventrikel, perlu adanya pemikiran untuk menurunkannya hingga < 130/ 80 mmHg.
Pada pasien dengan penyakit jantung koroner, tekanan darah harus diturunkan
secara perlahan, dan harus berhati-hati bila terjadi penurunan tekanan darah
diastolik < 60 mmHg, karena akan berakibat pada perburukan iskemia
miokard.11,13

3. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-ST)

Pada pasien IMA-ST, prinsip utama tatalaksana hipertensi adalah seperti pada
pasien dengan angina pectoris tidak stabil, dengan ada beberapa pengecualian.
Terapi awal hipertensi pada pasien dengan hemodinamik stabil adalah betablocker

14
cardioselective, setelah pemberian nitrat. Tetapi, bila pasien mengalami gagal
jantung atau hemodinamik yang tidak stabil, maka pemberian betablocker harus
ditunda, sampai kondisi pasien menjadi stabil. Dalam kondisi ini, maka diuretic
dapat diberikan untuk tatalaksana gagal jantung atau hipertensi.13

ACEi atau ARB harus diberikan pada sedini mungkin pada pasien IMA-ST
dengan hipertensi, terutama pada infark anterior, terdapat disfungsi venrikel kiri,
gagal jantung atau diabetes mellitus. ACEi telah terbukti sangat menguntungkan
pada pasien dengan infark luas, atau riwayat infark sebelumnya. ACEi dan ARB
tidak boleh diberikan secara bersamaan, karena akan meningkatkan kejadian efek
samping. Aldosterone antagonist dapat diberikan pada pasien dengan IMA-ST
dengan disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung; dan dapat memberikan efek
tambahan penurunan tekanan darah. Nilai kalium darah harus dimonitor dengan
ketat. Pemberian obat ini sebaiknya dihindari pada pasien dengan kadar kreatinin
dan kalium darah yang tinggi ( kreatinin ≥ 2 mg/dL, atau K ≥ 5 mEq/dL).13

CCB tidak menurunkan angka mortalitas pada IMA-ST akut dan dapat
meningkatkan mortalitas pada pasien dengan penurunan fungsi ventrikel kiri dan
atau edema paru. CCB golongan dihidropriridin kerja panjang dapat diberikan
pada pasien yang intoleran terhadap betablocker, angina yang persisten dengan
betablocker yang optimal atau sebagai terapi tambahan untuk mengontrol tekanan
darah. CCB golongan nondihidropiridin dapat diberikan untuk terapi pada pasien
dengan takikardia supraventrikular tetapi sebaiknya tidak diberikan pada pasien
dengan aritmia bradikardia atau gangguan fungsi ventrikel kiri.11

Seperti juga pada pasien dengan dengan Angina pectoris tidak stabil/ IMA-NST,
Target penurunan tekanan darah adalah < 140/ 90 mmHg. Bila terdapat disfungsi
ventrikel, perlu adanya pemikiran untuk menurunkannya hingga < 130/ 80 mmHg.
Pada pasien dengan penyakit jantung koroner, tekanan darah harus diturunkan
secara perlahan, dan harus berhati-hati bila terjadi penurunan tekanan darah
diastolik < 60 mmHg, karena akan berakibat pada perburukan iskemia miokard.13

15
RESPONSI/CASE BASED DISCUSSION (CBD)
KSM/DEPARTEMEN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULAR
PERIODE: 7 Oktober 2019 – 20 Oktober 2019

Pembimbing : dr. Rani Paramitha Iswari Maliawan, Sp.JP


Nama Dokter Muda :
1. I Dewa Gede Indra Pratama (1902611196)
2. Bimo Adi Laksono (1902611199)
3. IB Gde Ananta Mahesvara (1902611195)
4. Ruthirar Kalaichelvam (1902611194)

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : ORS
Usia : 74 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Wiraswata
Agama : Katolik
Alamat : Republica Haliana
Status Perkawinan : Menikah
Pendidikan : SMA
Tanggal MRS : 10 Oktober 2019 pukul 18.23 WITA
Tanggal Pemeriksaan : 10 Oktober 2019 pukul 18.27 WITA

II. ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA : Nyeri Dada

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke IGD PJT RSUP Sanglah, dengan keluhan nyeri dada
sejak siang hari awalnya pasien sedang berjalan jalan di tempat wisata kemudian
tiba tiba pasien merasakan nyeri dada seperti di tindih dengan benda berat nyeri
dada berlangsung sekitar 30 menit, nyeri hilang saat pasien beristirahat dan nyeri

16
terasa semakin memberat apabila mulai melakukan aktivitas yang cukup lama.
Nyeri dada di sertai dengan keluarnya keringat dingin, demsam (-), mual muntah
(-)
RIWAYAT PENYAKIT TERDAHULU
Pasien memiliki riwayat Hipertensi terkontrol, riwayat keluhan nyeri dada
yang sama di katakana pernah oleh pasien. Riwayat penyakit DM, Ginjal dan
Asma di sangkal pasien
RIWAYAT PENGOBATAN
Pasien mengaku sering mengchek kesehatannya di negara asalnya di italy
dan diberikan obat Acetosal 160 mg, clopidogrel 300 mg, ISDN 5 mg, Catopril 50
mg
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang serupa dengan
pasien. Keluarga pasien juga tidak ada yang memiliki penyaki jantung. Riwayat
penyakit sistemik di keluarga di sangkal oleh pasien.
RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL
Pasien sehari-hari merupakan seorang wiraswasta. Pasien memiliki
riwayat merokok sejak kuliah. Riwayat minum minuman beralkohol dikatakan
ada oleh pasien

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Present
Keadaan Umum : Sakit sedang
Gizi : Lebih (BMI)
Kesadaran : Kompos Mentis
GCS : E4 V5 M6
Tinggi badan : 180 cm
Berat badan : 98 kg
BMI : 30,24 kg/m2
Tekanan darah : 121/90 mmHg
Nadi : 98x/menit, reguler
Respirasi : 16 x/menit

17
Suhu : 36,5 0 C
Skala nyeri : 4/10
CRT : <2
Saturasi Oksigen : 99% dengan fm 4 lpm
Status General
Kepala : Normocephali
Wajah : Hemiparesis (-), mulut sianotik (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, edema palpebra -/-,
reflek pupil +/+ isokor
THT : JVP PR + 2 cmH2O, pembesaran kelenjar getah bening (-)
pembesaran tiroid (-)
Thoraks : Pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis
Cor : Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi :
a. Batas jantung atas : ICS II
b. Batas jantung bawah : ICS V
c. Batas kanan jantung : parasternal line dextra
b. Batas kiri jantung : anterior axillary line sinistra
Auskultasi : S1 S2 normal, regular, murmur (-), S3 gallop (-)
Pulmo : Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Palpasi : Fokal fremitus normal di seluruh lapang paru
Perkusi : Sonor,sonor,sonor/sonor sonor sonor

Auskultasi : Ves +++/+--, Rh ---/---, Wh ---/---


Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), scar (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), ascites (-)
Perkusi : Timpani (+)
Ekstremitas : Hangat ++/++ , Edema --/--

18
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG RSUP Sanglah (10 Oktober 2019, pk 18.30 Wita)

Irama : Sinus
Rate : 100x/menit, Reguler
Aksis : LAD
Gelombang P : Normal
Interval PR : 160ms
Kompleks QRS : 80ms
R/S V1 :<1
SV2 + RV5 : < 35mm
Segmen ST-Glb.T : ST elevasi
Kesan : Irama sinus, LAD, ST Elevasi

19
2. Chest X-Ray (10/10/2019 pukul 23.53 WITA di RSUP Sanglah)

Foto Thorax AP :
Cor : kesan membesar. CTR : 65%
Pulmo : tampak opasitas linier pada zona bawah paru kanan.
Corakan bronkovaskuler normal
Diaphragma kanan kiri normal 
Tulang-tulang : Tidak tampak kelainan
Soft Tissue : Tidak Tampak Kelainan
Kesan:
Cardiomegaly
Obsv. Opasitas linier pada zona bawah paru kanan. Suspek plate like
atelektasis

20
3. Laboratorium
1. Darah Rutin (10-10-2019 pukul 19.49 WITA di RSUP Sanglah)
Parameter Hasil Satuan Nilai Remarks
Hematologi Rujukan
3
WBC 13,41 10 /uL 4,1-11,0 Tinggi
HGB 15,27 g/dL 11,7-15,5
HCT 45,74 % 35-47
PLT 177,1 103/uL 150-450

2. Kimia Darah dan Cardiav Marker (10/10/2019 di RSUP Sanglah)

Parameter Hasil Satuan Nilai Remarks


Kimia Klinik Rujukan
V.
SGOT 192,7 U/L 11.00-33,00 Tinggi
SGPT 42,6 U/L 11,00-55,00
BUN 13,5 mg/dL 8,00 – 23,00
Kreatinin 1,04 mg/dL 0.70-1,20 Tinggi
Natrium (Na) 139 mmol/L 136-145
Kalium (K) 3,73 mmol/L 3,50-5,10
Troponin T 743 ng/mL <50 Tinggi
CK-MB 25,57 ng/mL <5,1 Tinggi

DIAGNOSIS
STEMI Anterior Extensive
Hipertensi Terkontrol

VI. PENATALAKSANAAN
MRS
Oksigen 4 lpm
IVFD NaCl 0,9% 8 tpm
Asetosal 80 mg tiap 24 jam
Clopidogrel 75 mg tiap 24 jam
Simvastatin 40mg tiap 24 jam
Captropil 50 mg tiap 8 jam

21
Bisoprolol 1,25 mg tiap 8 jam
Diazepam 5 mg tiap 24 jam
Laxadyn 15ml tiap 8 jam

VII. MONITORING
1. Vital sign
2. Keluhan

VII. PROGNOSIS
• Ad vitam : dubius ad bonam
• Ad functionam : dubius ad bonam
• Ad sanationam : dubius ad bonam

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Enersto, L. David, A. John, M. Do We Need A New Definition of


Hypertension after SPRINT? Am J Hypertens. 2016; 10(3)

2. Lurbe, E. Management of high blood pressure in children and


adolescents: recommendations of the European Society of Hypertension.
J. Hypertens. 2009; 27(9)

3. Gilang, Y. Hipertensi: Definisi, Epidemiology dan Treatment. Eprints


Undip.2013

4. Meena, S. Update on: Hypertension. , Med scape. 2014. Diakses di:


http://emedicine.medscape.com/article/241381-overview#a4

5. Rimoldi, S. Secondary arterial hypertension: when, who, and how to


screen?.Am J Med. 2013; 125(21). 14-22

6. Hernandez, E.A Review of JNC 8 Blood PressureGuidline.PubMed.


2015; 42(3): 226-228

7. Naresh, M. Assessment Of Risk Factors Of Hypertension: A


Crosssectional Study. Research Gate.2012; 01(4): 519-25

8. Radovanovic, C. Arterial Hypertension And Other Risk Factors


Associated With Cardiovascular Diseases Among Adults. Rev. Latino
Am. 2014; 22(4): 547-53

9. Munaf, M. Rizal, A. Prevalensi Kejadian Hipertensi Pada Penyakit Infark


Miokard Di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Tahun
2010.resipitoriUSU. 2012 diakses di:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/31090

10. Rupenia, Vimala S. Karakteristik Hipertensi pada Pasien Penyakit


Jantung Koroner yang Dirawat Inap di RSUP Haji Adam Malik dari
September Hingga November 2014.Resipitory USU. 2015 diakses di:
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/44818

23
11. The Task Force for the management of arterial hypertension of the
European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of
Cardiology (ESC). 2013 ESH/ESC Guidelines for the management of
arterial hypertension. Jour of Hypertension 2013, 31:1281-1357

12. Bakris, George, Waleed Ali Et All. ACC/AHA Versus ESC/ESH on


Hypertension Guidelines.2019. JACC Guideline Comparison Journal Of
The American College Of Cardiology 2019 , 73, NO. 23, 2019 ª
13. Soenarta, Ann Arieska dkk.2015. Pedoman tatalaksana hipertensi pada
peyakit kardiovaskular.Jakarta : PERKI.

24

Anda mungkin juga menyukai