Anda di halaman 1dari 31

Case Report

MARET 2023
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

“CLOSED FRAKTUR MEDIAL HUMERUS SINISTRA”

Disusun Oleh :

Nur Yusri

N 111 21 114

PEMBIMBING KLINIK :

dr. Harris Tata, Sp.OT, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PAL
U

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nur Yusri


No. Stambuk : N 111 21 114
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Refleksi Kasus : Closed fraktur medial humerus sinistra
Bagian : Bagian Ilmu Bedah

Bagian Ilmu Bedah


RSUD UNDATA PALU
Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako

Palu, Maret 2023


Pembimbing Dokter muda

dr. Harris Tata,Sp.OT, M.Kes Nur Yusri

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.......................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN............................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 2
2.1 Definisi fraktur.................................................................................. 2
2.2 anatomi dan fisiologi......................................................................... 2
2.3 etiologi............................................................................................... 7
2.4 epidemiologi...................................................................................... 8
2.5 klasifikasi.......................................................................................... 8
2.6 diagnosis............................................................................................ 10
2.7 penyembuhan fraktur......................................................................... 10
2.8 penatalaksanaan................................................................................. 13
BAB III LAPORAN KASUS................................................................ 15
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................... 22
BAB V KESIMPULAN......................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA............................................................................ 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Cedera yang sering terjadi pada tulang umumnya dikenal dengan patah tulang
atau fraktur. Fraktur merupakan suatu kondisi diskontinuitas tulang atau terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa atau trauma,
baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung. Fraktur dapat terjadi pada
seluruh tulang, salah satunya adalah fraktur humerus. Fraktur humerus adalah fraktur
pada tulang terpanjang dan terbesar dari ekstremitas superior yang disebabkan oleh
benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung.1
Fraktur dapat mengakibatkan terjadinya keterbatasan gerak, terutama di daerah
sendi yang fraktur dan sendi yang ada di daerah sekitarnya. Karena keterbatasan gerak
tersebut mengakibatkan terjadinya keterbatasan lingkup gerak sendi. 1
Fraktur humerus yang menyebabkan keterbatasan lingkup gerak sendi bahu
meembuat penderita mengalami kesulitan dalam menggerakan tangan. Seperti gerakan
mengangkat tangan keatas, mengayungkan tangan kedepan dan kebelakang, serta
membuka ke arah samping. Aktivitas sehari-hari penderita juga ikut terganggu
dikarenakan tidak leluasanya tangan untuk bergerak, seperti mandi, mengangkat
barang berat, mengambil atau mengembalikan benda ditempat tinggi dan berkendara. 1

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Fraktur


Fraktur atau patah tulang merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas pada
struktur tulang. Fragmen tulang yang dihasilkan dapat bergeser atau tidak bergeser. Jika
fraktur yang terjadi tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh, tulang tidak keluar melalui
kulit disebut fraktur tertutup. Jika fraktur yang terjadi merusak jaringan kulit, karena adanya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka sangat berpotensi menjadi infeksi.
Kebanyakan fraktur terjadi akibat trauma, beberapa fraktur juga dapat terjadi secara
sekunder akibat proses seperti osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang
patologis.2
Adapun fraktur humerus adalah kondisi terputusnya jaringan tulang pada humerus.
Fraktur humerus disertai dengan kerusakan jaringan lunak mencakup otot, kulit, jaringan
saraf, dan pembuluh darah. sehingga memungkinkan terjadinya hubungan antara fragmen
tulang yang patah dengan udara luar yang disebabkan oleh cedera dari trauma langsung pada
lengan atas.5

2.2 Anatomi dan Fisiologi


Arm bone (humerus) sebagai bagian dari ekstremitas superior merupakan tulang
terpanjang dan terbesar. Humerus bersendi dengan scapula pada articulatio humeri dan
dengan radius dan ulna pada articulation cubiti. Ujung atas humerus memiliki sebuah caput,
yang membentuk sekitar sepertiga kepala sendi dan bersendi dengan cavitas glenoidalis
scapulae. Tepat di bawah caput humeri terdapat collum anatomicum. Di bawah collum
terdapat tuberculum majus dan minus yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus bicipatis.
Pada pertemuan ujung atas humerus dan corpus humeri terdapat penyempitan disebut collum
chirurgirum. Sekitar pertengahan permukaan lateral corpus humeri terdapat peninggian

2
kasaryang disebut tuberositas deltoidea. Di belakang dan bawah tuberositas terdapat sulcus
spiralis yang ditempati oleh nervus radialis. 8

Gambar 1. Tulang pada lengan atas, Humerus, sisi kanan, dilihat dari ventral15

Ujung bawah humerus memiliki epicondylus medialis dan epicondylus lateralis


untuk tempat lekat otot dan ligamentum, capitulum humeri yang bulat bersendi dengan
caput radii, dan trochlea humeri yang berbentuk katrol untuk bersendi dengan incisura
trochlearis ulnae. Di atas capitulum terdapat fossa radialis, yang menerima caput radii pada
saat siku difleksikan. Di anterior, di atas trochlea, terdapat foss coronoidea, yang selama
pergerakan yang sama menerima processus coronoideus ulnae. Di posterior, di atas trochlea,
terdapat fossa olecrani, yang bertemu dengan olecranon pada waktu sendi siku dalam
keadaan ekstensi.8

3
Persendian terjadi di antara caput humeri yang bulat dengan cavitas glenoidali
scapulae yang dangkal dan berbentuk seperti buah pir. Facies articularis diliputi oleh
cartilage articulare hialin, dan cavitas glenoidalis diperdalam oleh adanya lingkaran
fibrocartilage yang dinamakan labrum glenoidale. Tipe sendi pada humeri adalah sendi
sinovial “ball and socket”. Capsula articularis meliputi sendi dan di medial melekat pada

pinggir cavitas glenoidalis di luar labrum, lateral capsula melekat pada collum anatomicum
humeri. Capsula articularis ini tipis dan lemas, memungkinkan gerakan yang luas. Capsula
articularis diperkuat oleh lembaran fibrosa yang berasal dari tendo musculus subscapularis,
musculus supraspinatus, musculus infraspinatus, dan musculus teres minor (otot-otot manset
rotator).8
Gambar 2. Humerus, sisi kanan, dilihat dari dorsal15

Ligamenta glenohumeralia adalah tiga buah pita jaringan fibrosa yang memperkuat
bagian depan capsula articularis. Ligamentum humerale transversum memperkuat capsula
articularis dan menghubungkan celah antara kedua tuberculum. Ligamentum
coracohumerale memperkuat capsula articularis dari sebelah atas dan terbentang dari
pangkal process coracoideus sampai ke tuberculum majus humeri. Ligamentum
coracoacromiale terbentang di antara processus coracoideus dan acromion. Fungsinya adalah

4
untuk melindungi bagian atas sendi. Terdapat membrana synovialis, membrana ini melapisi
capsula articularis dan melekat pada pinggit cartilage yang meliputi facies articulari.
Membran ini membentuk
sarung di sekitar tendo
musculus biceps brachii
caput longum.
Membran ini menonjol
keluar dari dinding
anterior capsula untuk
membentuk
bursa subscapularis
yang terletak di
bawah musculus
subscapularis
yang terletak di
bawah musculus
subscapularis. Persarafan pada articulation humeri terdiri dari nervus axillaris dan nervus
suprascapularis.8

5
Gambar 3. Tampilan Anterior Saraf di Sakitar Humerus15

Gambar 4. Tampilan Lateral Saraf di Sakitar Humerus15

6
Gambar 5. Tampilan Aliran Darah di Sekitar Humerus15

Gambar 3. Gerakan-gerakan yang mungkin dilakukan pada articulation humeri. abduksi


glenohumeral murni hanya mungkin sebesar 120, gerakan selanjutnya dari
exremitas superior di atas tingkat tersebut membutuhkan gerakan rotasi dari
scapula15

Articulatio humeri mempunyai gerak yang luas dan stabilitas sendi yang kurang.
Kekuatan sendi tergantung pada tonus otot-otot manset rotator yang terdapat di depan, di
atas, dan di belakang sendi, yaitu musculus subscapularius, musculus supraspinatus,
musculus infraspinatus, dan musculus teres minor. Jika sendi dalam keadaan abduksi,
permukaan bawah caput humeri disokong oleh caput longum musculus triceps yang
menekuk ke bawah oleh karena panjangnya dan memberikan sedikit sokongan pada
humerus. Selain itu, bagian bawah capsula articularis merupakan tempat yang paling lemah.
Gerakan-gerakan yang dapat dilakukan yaitu :8
a) Fleksi
Fleksi normal sekitar 90 dan dilakukan oleh serabut anterior musculus deltoideus,
musculus pectoralis major, musculus biceps brachii, dan musculus coracobrachialis.8
b) Ekstensi

7
Ekstensi normal sekitar 45 dan dilakukan oleh serabut posterior musculus deltoideus,
musculus latissimus dorsi, dan musculus teres major.8
c) Abduksi
Abduksi extremitas superior terjadi pada dua sendi, yaitu articulatio humeri dan sendi di
antara scapula dan dinding thorax. Gerakan ini dilakukan oleh serabut tengah musculus
deltoideus, dibantu oleh musculus supraspinatus. Musculus supraspinatus memulai
gerakan abduksi dan mempertahankan caput humeri pada cavitas glenoidalis scapulae;
posisi ini memungkinkan musculus deltoideus berkontraksi dan melakukan abduksi
humerus pada articulatio humeri.8
d) Aduksi
Normal extremitas superior dapat melakukan gerakan mengayun sebesar 45 di depan
thorax. Gerakan ini dilakukan oleh musculus pectoralis major, musculus latissimus dorsi,
musculus teres major, dan musculus teres minor.8
e) Rotasi lateral
Rotasi lateral normal sekitar 40 sampai 45. Gerakan ini dilakukan oleh musculus
infraspinatus, muculus teres minor, dan serabut posterior musculus deltoideus.8
f) Rotasi medial
Rotasi medial normal sekitar 55. Gerakan ini dilakukan oleh musculus subscapularis,
musculus latissimus dorsi, dan musculus teres major, dan serabut anterior musculus
deltoideus.8
g) Sirkumduksi
Kombinasi dari geraka-gerakan di atas.8

2.3 Etiologi
a) Trauma
Trauma dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Trauma langsung
berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di tempat itu, sedangkan trauma
tidak langsung jika titik tumpuan benturan dengan terjadinya fraktur bergantian.9
b) Non Trauma
Fraktur dapat terjadi karena kelemahan tulang akibat kelainan patologis didalam
tulang, non trauma dapat terjadi karena kelainan metabolik atau infeksi.9

8
c) Stress
Fraktur stress disebabkan karena trauma yang terus menerus pada suatu tempat
tertentu.9

2.4 Epidemiologi
Fraktur humerus mencakup 1% hingga 3% dari semua fraktur yang ditangani oleh ahli
bedah ortopedi. Fraktur ini terjadi pada semua kelompok usia dan dengan etiologi yang
berbeda-beda. Pada pria muda, fraktur biasanya disebabkan oleh trauma berenergi tinggi,
sedangkan pada populasi yang lebih tua, fraktur ini terlihat pada wanita setelah jatuh dari
permukaan tanah. Cedera ini biasanya menyebabkan kecacatan sementara pada populasi
yang lebih muda, sedangkan pada kecacatan permanen dapat dilihat pada orangtua. 3,4,6,7

2.5 Klasifikasi
Fraktu humerus dapat dibagi menjadi tiga, yaitu sebagai berikut:14
1. Fraktur Proksimal Humerus
Insiden fraktur proksimal humerus meningkat pada usia yang lebih tua yang terkait
dengan osteoporosis, perbandingan wanita dan pria yakni 2:1. Mekanisme trauma pada
orang dewasa tua biasa dikaitkan dengan kerapuhan tulang (osteoporosis). Pada pasien
dewasa muda, fraktur ini dapat terjadi karena high-energy trauma, seperti kecelakaan lalu
lintas sepeda motor. Mekanisme yang jarang terjadi antara lain peningkatan abduksi
bahu, trauma langsung, kejang, proses patologis, dan malignansi.14
Gejala klinis pada fraktur proksimal humerus berupa rasa nyeri, bengkak, nyeri
tekana, nyeri saat digerakkan, dan dapat teraba krepitasi. Ekimosis dapat terlihat dinding
dada dan pinggang setelah terjadi cedera. Hal ini harus dibedakan dengan cedera toraks.
Klasifikasi fraktur proksimal humerus menurut Neer, yaitu:14
a. One-part fracture (tidak ada pergeseran fragmen, tetapi terlihat garis fraktur)
b. Two-part fracture
- Anatomic neck
- Surgical neck
- Tuberculum mayor
- Tuberculum minor

9
c. Three-part fracture
- Surgical neck dengan tuberculum mayor
- Surgical neck dengan tuberculum minus
d. Four-part fracture
e. Fracture-dislocation
f. Articular surface fracture
2. Fraktur Shaft Humerus
Fraktur shaft humerus adalah fraktur yang sering terjadi, 60% kasus adalah fraktur
sepertiga tengah diafisis, 30% fraktur sepertiga proximal diafisis, dan 10% sepertiga
distal diafisis. Mekanisme terjadinya trauma dapat secara langsung maupun tidak
langsung. Gejala klinis pada fraktur shaft humerus berupa nyeri, bengkak, deformitas,
dan dapat terjadi pemendekan tulang pada tangan fraktur. Pemeriksaan neurovaskuler
meliputi pemeriksaan fungsi nervus radialis. Adapun klasifikasi fraktur shaft humerus,
yaitu:14
a. Fraktur terbuka atau tertutup
b. Lokasi (sepertiga proksimal, sepertiga tengah, sepertiga distal)
c. Derajat (dengan pergesaran atau tanpa pergeseran)
d. Karakter (transversal, oblique, spiral, segmental, komunitif
e. Kondisi intrinsik dari tulang
f. Ekstensi articular
3. Fraktur Distal Humerus
Fraktur distal humerus jarang tejadi pada orang dewasa, insiden kejadiannya sekitar
2% untuk semua kejadian fraktur dan hanya sepertiga bagian dari seluruh kejadian fraktur
humerus. Fraktur ini dapat terjadi karena trauma langsung atau tidak langsung. Gejala
klinis fraktur distal humerus meliputi pada daerah siku terlihat bengkak, kemerahan,
nyeri, kaku sendi, dan biasanya pasien akan mengeluhkan siku lengannya seperti akan
lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat nyeri tekan, krepitasi, dan
neurovaskuler dalam batas normal. Klasifikasi fraktur distal humerus, yaitu:14
a. Suprakondiler fraktur
b. Transkondiler fraktur
c. Interkondiler fraktur

10
d. Kondiler fraktur
e. Medial condyler physeal fractures

2.6 Diagnosis
Diganosis fraktur ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan radiologis. Pada anamnesis ditemukan adanya riwayat
trauma dan gejala-gejala seperti nyeri, pembengkakan, perubahan bentuk, dan gangguan
gerak. Pada pasien dengan riwayat trauma pada anamnesis yang perlu ditanyakan yaitu
waktu terjadinya, posisi penderita, dan lokasi trauma. Jika tidak ada riwayat trauma berarti
merupakan fraktur patologis. Adapun yang dilakukan pada pemeriksaan fisik, yaitu:9
1) Look (Inspeksi)
a. Deformitas
b. Bengkak atau kebiruan
c. Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak)
2) Feel (Palpasi)
a. Tenderness (nyeri tekan)
b. Krepitasi
c. Nyeri sumbu
3) Move (Gerakan)
a. Nyeri jika digerakkan, baik gerakan aktif maupun pasif
b. Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada sendinya

Pemeriksaan trauma di tempat lain seperti kepala, thoraks, abdomen, traktus urinarius,
dan pelvis. Pemeriksaan komplikasi fraktur berupa neurovascular bagian distal fraktur
meliputi pulse arteri, warna kulit, temperature kulit, pengembalian darah ke kapiler, sensesi
motoric, dan sensorik. Sebagai penunjang yang penting dalam penegakan diagnosis harus
dilakukan pemeriksaan radiologis, untuk melengkapi deksripsi fraktur dan dasar untuk
tindakan selanjutnya. Foto rontgen minimal harus dua proyeksi yaitu AP dan lateral.9
2.7 Penyembuhan Fraktur
Penyembuhan fraktur merupakan suatu proses biologis alami yang akan terjadi pada
setiap fraktur. Setiap tulang yang mengalami fraktur dapat sembuh tanpa disertai jaringan

11
parut. Proses penyembuhan pada fraktur terjadi segera setelah tulang mengalami kerusaka
jika lingkungannya memadai, maka bisa sampai terjadi konsolidasi. Pada proses
penyembuhan faktor mekanis seperti imbolisasi sangat penting, disamping itu faktor
biologis juga sangat esensial dalam penyembuhan fraktur. Setiap tulang memiliki proses
penyembuhan fraktur yang berbeda, baik itu pada tulang kortikal (tulang panjang), tulang
kanselosa (metafisis tulang panjang dan tulang pendek), dan tulang rawan persendian.9
Adapun proses terjadinya penyembuhan fraktur pada tulang kortikal, yaitu:9
1) Fase hematoma
Pada saat terjadi fraktur pada tulang panjang, pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan
akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar ini
dilipiuti oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan
akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga terjadi ekstravasasi darah ke dalam
jaringan lunak. Osteosit dengan lakukannya yang terletak beberapa millimeter dari daerah
fraktur akan kehilangan darah dan mati, sehingga menimbulkan suatu daerah cincin
avaskuler yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma terjadi.10
2) Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak yang terdapat di sekitar fraktur sebagai
suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik
yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada daerah
endosteum membentuk kalus interna sebagai aktifitas seluler dalam kanalis medularis.
Jika terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari
diferensiasi sel-sel mesenkimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak. Pada
tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel
osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang
bersifat lebih cepat dari tumor ganas. Dalam kurang waktu beberapa minggu, kalus dari
faktur akan membentuk suatu massa meliputi jaringan osteogenik. Namun, pada
pemeriksaan radiologis kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu
daerah radiolusen.10
3) Fase pembentukan kasus (fase union secara klinis)

12
Seteleh adanya pembentuk jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen
sel dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblas membentuk tulang
rawan. Tempat osteoblast akan diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlengketan polisakarida oleh garam-garam kalsium membentuk suatu tulang yang
imatur. Bentuk ini ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi kalus atau
woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologic pertama terjadinya
penyembuhan fraktur.10
4) Fase konsolidasi (fase union secara radiologik)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblast yang menjadi struktur lamelar
dan kelebihan kalus akan direabsoprsi secara bertahap.10
5) Fase remodeling
Jika union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang
menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis. Pada fase
remodeling ini, perlahan-lahan terjadi reabsorpsi secara osteoklastik dan tetap terjadi
proses osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan menghilang.
Kalus intermediate berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan
kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum.10

Untuk penyembuhan fraktur pada tulang kanselosa terjadi secara cepat karena
beberapa faktor, yaitu :10
- Vaskularisasi yang cukup
- Terdapat permukaan yang lebih luas
- Kontak yang baik memberikan kemudahan vaskularisasi yang cepat
- Hematoma memegang peranan dalam penyembuhan fraktur

Tulang kanselosa yang terdapat pada metafisis pada tulang panjang, tulang pendek,
serta tulang pipih diliputi oleh korteks yang tipis. Penyembuhan fraktur pada daerah tulang
kanselosa melalui proses pembentukan kalus interna dan endosteal. Pada anak-anak proses
penyembuhan pada daerah korteks juga memegang peranan penting. Proses osteogenik
penyembuhan sel dari bagian endosteal yang menutupi trabekula, berproliferasi untuk
membentuk woven bone primer didalam daerah fraktur yang disertai hematoma.

13
Pembentukan kalus interna mengisi ruangan pada daerah fraktur. Penyembuhan fraktur pada
tulang kanselosa terjadi pada daerah dimana terjadi kontak langsung diantara kedua
permukaan fraktur yang berarti satu kalus endosteal. Jika terjadi kontak dari kedua fraktur
maka terjadi union secara klinis. Selanjutnya woven bone diganti oleh tulang lamelar dan
tulang mengalami konsolidasi. Untuk tulang hialin permukaan sendi sangat terbatas
kemampuannya untuk mengalami regenerasi. Pada fraktur intraartikuler penyembuhan tidak
terjadi melalui tulang rawan hialin, tetapi terbentuk melalui fibrokartilago.10
2.8 Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan fraktur humerus, yaitu:11
1. Apabila terjadi trauma, segera lakukan primary survey terlebih dahulu.11
2. Sebelum penderita diangkut, pasang bidai untuk mengurangi nyeri, mencegah
(bertambahnya) kerusakan jaringan lunak dan makin buruknya kedudukan fraktur. Jika
tidak terdapat bahan untuk bidai, contohnya jika lesi dianggota gerak bagian atas untuk
sementara anggota yang sakit dibebatkan ke badan penderita.11

Adapun pilihan terapi secara khusus yakni konservatif atau operatif. Tujuan dari
tatalaksana fraktur sendiri untuk mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam jangka
waktu sesingkat mungkin.12
a) Fraktur proksimal humeri
Pada fraktur impaksi tidak diperlukan tindakan reposisi. Lengan yang cedera
diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 6 minggu. Selama masa
pengobatan, pasien diliatih untuk menggerakkan sendi bahu berputar sambil
membongkokka badan meniru gerakan bandul (pendulum exercise) dengan tujuan untuk
mencegah kekauan sendi. Pada penderita dewasa jika terjadi dislokasi abduksi dilakukan
reposisi dan dimobilisasi dengan gips spica, posisi lengan dalam abduksi (shoulder
spica).12,13
b) Fraktur shaft humeri
Pada fraktur humerus dengan garis patah transversal, jika terjadi dislokasi kedua
fragmen dapat dilakukan reposisi tertutup dalam narkose. Jika kedudukan sudah cukup
baik, dilakukan imobilisasi dengan gips berupa U slab (sugar tong splint). Imbolisasi
dipertahankan selama 6 minggu. Adapun teknik pemasangan gips yang lain yaitu dengan

14
hanging cast, yang digunakan pada pasein yang dapat berjalan dengan posisi fragmen
distal dan proksimal terjadi contractionum (pemendekan).11
Jika fraktur humerus ini disertai komplikasi cedera n.Radialis, harus dilakukan open
reduksi dan internal fiksasi dengan plate-screw untuk humerus disertai eksplorasi N.
Radialis. Jika terdapat N. Radialis putus dilakukan proses penyambungan kembali dengan
teknik bedah mikro. 12,13
c) Fraktur suprakondiler humeri
Jika pembengkakan tidak parah dapat dilakukan reposisi dalam narkose umum.
Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi diteruskan sampai A. Radialis mulai tidak
teraba. Setelah itu, siku diekstensi sedikit untuk memastikan A. Radialis teraba lagi.
Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan gips spal. Posisi fleksi
maksimal dipindahkan karena penting untuk meregangkan otot trisep yang berfungsi
sebagai internal splint.12,13
Jika dalam pengontoraln radiologi menunjukkan kondisi fraktur membaik, gips
dapat dipertahankan dalam waktu 3-6 minggu. Jika dalam pengontrolan pasca reposisi
ditemukan tanda Volkmann’s iskemik secepatnya posisi siku diletakkan dalam ekstensi,
untuk immbolisasinya diganti dengan skin transi dengan sistem Dunlop. Biasanya pada
orang dewasa kebanyakan patah di daerah suprakondiler dengan garis patah berbentuk T
atau Y, dalam hal ini biasanya dilakukan tindakan operasi dengan pemasangan internal
fiksasi.12,13
d) Fraktur transkondiler humeri
Terapi konservatif diindikasikan pada fraktur dengan dislokasi minimal atau tanpa
dislokasi. Tindakan yang paling baik dengan melakukan operaso reposisi terbuka dan
dipasang fiksasi interna dengan plate-screw.12,13
e) Fraktur interkondiler humeri
Jika dilakukan tindakan konservatif yakni reposisi dengan immbolisasi dengan gips
sirkuler akan timbul komplikasi berupa kekauan sendi (ankilosis). Untuk mengatasi hal
tersebut dilakukan tindakan operasi reduksi dengan pemasangan internal fiksasi dengan
plate-screw.12,13
f) Fraktur kondilus lateral dan medial humeri

15
Jika fraktur tertutup terlebih dapat dilakukan reposisi tertutup, kemudian dilakukan
imbolisasi dengan gips sirkular. Jika hasilnya kurang baik, perlu dilakukan tindakan
operasi reposisi terbuka dan dipasang fiksasi interna dengan plate-screw. Jika lukanya
terbuka dilakukan debridement dan dilakukan fiksasi luar.12,13

BAB III
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
Alamat : Palu selatan
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 05-03-2023
Tanggal Pemeriksaan : 06-03-2023

16
B. Anamnesis
Keluhan utama : Nyeri dan bengkak pada lengan atas kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang wanita datang dengan keluhan nyeri dan bengkak pada lengan atas kiri
yang dialaminya sejak 2 hari yang lalu. Rasa sakit dialami setelah kecelakaan lalu lintas
tunggal yang dialami oleh pasien dikarenakan kondisi jalan yang licin ketika hujan dan
ban motor pasien tergelincir. Posisi pasien saat jatuh kearah kiri sehingga lengan kiri
tertimpa badannya. Tidak ada keluhan di bagian lain tubuh pasien. Sakit kepala (-),
pusing (-), muntah (-). BAB dan BAK pasien biasa.
Riwayat Penyakit Terdahulu :
Pasien tidak memiliki Riwayat penyakit
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarga.
Riwayat Pengobatan Terdahulu :
Pasien belum pernah berobat sebelumnya
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Status Kesadaran : E4V5M5, Compos mentis
c. Keadaan Jiwa : Baik
d. Tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
N : 80 kali/menit
RR : 20 kali/menit
S : 36.2 oC
SpO2 : 99%
VAS :7
Status Generalis
Kepala : Normochepal, hematom (-) , laserasi (-)

17
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), injeksi konjungtiva (-/-), sklera
ikterik (-/-), RCL (+/+), RCTL (+/+)
Hidung : Deformitas (-), septum deviasi (-), epistaksis (-), hipertrofi
konka (-/-)
Mulut : Sianosis (-), lidah kotor (-), fraktur dental (-), laserasi (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil T1-T1
Telinga : otorhea (-/-),
Leher : Pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)
Thorax : Simetris Sinistra & Dextra, sonor (+/+),
Rh (-/-), Wh (-/-)
Cor : Ictus cordis tidak terlihat,
Abdomen : Tampak datar, hematom (-), Peristaltik (+) kesan normal,
normal, Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Ekstremitas superior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), gerak (terbatas/Bebas),
kekuatan (2/5)
Ektremitas Inferior : Edema (-/-), akral dingin (-/-), gerak (bebas/Bebas),
kekuatan (5/5)

Status lokalis :
1. Regio brachii sinistra
a. Look : deformitas (+), edema (+), hematoma (-), tidak
tampak luka terbuka
b. Feel : nyeri tekan (+), Suhu sama antara kiri dan kanan.
c. Move : Gerakan aktif dan pasif dari sendi shoulder joint
hingga elbow joint terbatas, nyeri bila
digerakan(+)
d. Neuro Vascular Distal: Pulsasi arteri (+) ????????, CRT <2
detik, sensibilitas (+/+),

18
Foto Klinis (Regio brachii)

Diagnosis kerja
Closed Fracture medial humerus sinistra
C. Diagnosis banding
 Dislokasi shoulder joint
 Dislokasi ankle joint

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium (05-03-2023)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Darah rutin :
Leukosit 9.5 Ribu/uL 4,0 - 11,0
Eritrosit 4,52 Juta/uL 4,1 - 5,1
Hemoglobin 11.0 g/dL 14-18

19
Hematokrit 33.7 % 36 - 47
Trombosit 403 Ribu/uL 150 - 450
GDS 90 mg/dL 70-140
BT 4’ menit 1-5
CT 8’ menit 1-15
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

2.Pemeriksaan foto regio femoral dextra (05/03/2023)

Kesan : fraktur complete os humerus sinistra 1/3 tengah, cum contractionum


obliqum, aposisi dan alighment kurang baik

E. Resume
Seorang wanita datang dengan keluhan nyeri dan bengkak pada lengan atas kiri yang
dialaminya sejak 2 hari yang lalu. Rasa sakit dialami setelah kecelakaan lalu lintas tunggal
yang dialami oleh pasien dikarenakan kondisi jalan yang licin ketika hujan dan ban motor
pasien tergelincir. Posisi pasien saat jatuh kearah kiri sehingga lengan kiri tertimpa badannya.

20
Tidak ada keluhan di bagian lain tubuh pasien. Sakit kepala (-), pusing (-), muntah (-). BAB
dan BAK pasien biasa.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum : sakit sedang , kesadaran :
compos mentis, dan tanda-tanda vital TD : 120/90, N : 80x/m, R : 20x/m, S : 36,2, Spo2 :
99%, VAS : 7. Pada pemeriksaan fisik Regio brachii sinistra pada status lokalis didapatkan
fracture tertutup, edema (-), deformitas (+), nyeri tekan (+), ROM shoulder joint dan ankle
joint terbatas. Pada foto regio brachii didapatkan tampak fraktur os humerus 1/3 medial.

F. Diagnosis Akhir
Close Fracture humerus sinistra 1/3 medial
G. Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
Imobilisasi
Pre op
IVFD Rl 20 tpm
Ketorolac 3 X 30 mg
Ranitidine 2 X 50 mg
Post op
IVFD RL 20 tpm
Anbacim 2X1 gr
Gentamicin 2 X 80 mg
Ketorolac 3 X 30 mg
Ranitidine 2 X 50 mg

Pembedahan
ORIF (open reduction internal fixation)

21
Sebelum

pengerjaan

sesudah

22
H. Follow up

Foto Kontrol (Regio brachii sinistra proyeksi AP) (08-03-2023)

Tampak garis fraktur 1/3 medial os humerus sinistra yang terpasang 1 plate dengan 6 screw

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus diatas pasien mengeluhkan kesulitan menggerakkan ekstremitas superior


sinistra akibat kecelakaan lalu lintas yang dialami 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit.setelah dilakukan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dfidapatkan
diagnosa closed fraktur media humerus sinistra.
Dilihan dari materi cara penentuan diagnosa fraktur kita harus melakukan anamnesis
yang terstruktur, lalu melakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa
pemeriksaan laboratiorium dan radiologi. Dari materi tersebut dijelaskan bahwa salah satu
etiologi dari fraktur yaitu trauma, dimana pasien ini mengalami trauma akibat kecelakaan lalu
lintas. Pada pemeriksaan fisik menurut materi dilakukan look (inspeksi) dan didapatkan
deformitas. Pada pasien ini didapatkan hasil tampakan deformitas pada ekstremitas superior
sinistra, dan hilangnya fungsi gerak dari ekstremitas superior sinistra.
Pada pemeriksaan fisik selanjutnya yaitu feel (palpasi) dimateri dijelaskan terdapat
tenderness (nyeri tekan) pada daerah fraktur, krepitasi akibat nyeri tekan yang dialami.
Kemudian pemeriksaan fisik move, gerakan aktif dan pasif dari sendi elbow dan shoulder sulit
digerakkan akibat adanya deformitas
Setelah melakukan pemeriksaan fisik selanjutnya dilakukan pemeriksaan penunjang
untuk lebih memastikan diagnosa kerja yang telah ditegakkan dan didapatkan hasil adanya
fraktur pada daerah humerus sinistra.
Dilihan dari hasil pemeriksaan foto x-ray didapatkan hasil adanya fraktur media humerus
sinistra, terlihat bahwa tulang mengalami disfokasi dan harus direduksi, sehingga tatalaksana
pembedahan yang harus dilakukan yaitu rekonstruksi dengan orif (open reduction internal
fixation) yang merupakan metode fiksasi interna untuk stabilisasi tulang dan bone grafting.
Pasien yang memiliki masalah di bagian musculoskeletal memerlukan tindakan pembedahan
yang bertujuan untuk memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan,stabilisasi,
mengurangi nyeri, dan mencegah bertambah parahnya gangguan mesculoskeletal. Salah satu
prosedur pembedahaan yang sering dilakukan yaitu diksasi interna atau disebut juga dengan
pembedahan ORIF.ORIF adalah suatu jenis operasi dengan pemasangan internal fiksasi yang
dilakukan ketika fraktur tersebut tidak dapat direduksi secara cukup dengan close reduction,

24
untuk mempertahankan posisi yang tepat pada fragmen fraktur.
Pada pasien ini dilakukan tatalaksana ORIF karena masuk dalam indikasi dilakukan operasi
tersebut yaitu tipe patah tulang yang tidak stabil yang tidak segaris atau non aligment.

25
BAB V
KESIMPULAN
Fraktur humerus adalah hilangnya kontinuitas tulang , tulang rawan sendi, tulang
rawan epifisial baik yang bersifat total maupun parsial pada tulang humerus. Etiologi fraktur
humerus umumnya merupakan akibat trauma. Selain dapat menimbulkan patah tulang
(fraktur), trauma juga dapat mengenai jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Mekanisme
trauma sangat penting dalam mengetahui luas dan tingkat kerusakan jaringan tulang serta
jaringan lunak sekitarnya. Diagnosis fraktur humerus dapat dibuat berdasarkan anamnesis
yang baik, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologis. Penatalaksanaan penderita fraktur
humerus harus dilakukan secara cepat dan tepat untuk mencegah komplikasi segera, dini, dan
lambat.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Sa’diah, M.Penatalaksanaan fisioterapi pada keterbatasan lingkup gerak sendi bahu


akibat post orif fraktur shaft humerus dextra di kelurahan alalak utara banjarmasin tahun
2018.jurnal.polanka.no 1 (1).2019

2. Blom, A., Warwick, D. Michael, R., et al. Apley & Solomon’s : System of Orthopaedics
and Trauma. 10 th ed. United Kingdom : CPR Press. 2018. 23 p.
3. Elstron, A.J., Virkus, W. W., Pankovich, A.M. Handbook of Fractures. 3 rd ed. USA :
The McGraw-Hill Companles. 2013. 100 p. 
4. Egol, K. A., Koval, J.K., Zuckerman, J.D. Handbook of Fractures. 4 th ed. USA :
Lippincott Williams & Wilkins Publisher. 2014. 203 p.
5. GF., Mourad, W., Abboud, J.A. Humeral Shaft Fractures. J Shoulder Elbow Surgery.
2018 April : 27 (4) : (4 p).
6. Haeberle, H.S., Navarro, S. M., Power., E. J., Schickendantz, M.S., Farrow L.D.,
Ramkumar, P.N. Prevalence and Epidemiology of Injuries Among Elite Cyclists in the
Tour de France. Orthop J Sports Med. 2018 Sep;6(9):2325967118793392.
7. Willeumier, J.J, van de Sande, M.A.J., van der Wal, R.J. P, Dijkstra , P.D.S. Trends in
the surgical treatment of pathological fractures of the long bones: based on a
questionnaire among members of the Dutch Orthopaedic Society and the European
Musculo-Skeletal Oncology Society (EMSOS). Bone Joint J. 2018 Oct;100-B(10):1392-
1398. 

8. Snell, R.S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. USA : Lippicott Williams & Wilkins
Publisher. 2012. 318-375 p.

9. Emedicine. 2012. Humerus Fracture. Accessed: 2nd February 2012. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/825488-overview

10. Aaron N., Michael D.M., et.al., 2011. Distal Humeral Fractures in Adults. Accessed: 2nd
February 2012. Available from: http:// www.jbjs.org /article. aspx?articleid=35415

27
11. Reksoprodjo, S. 2009. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher, Bab 9;
Orthopaedi.

12. Noffsinger, M. A. Supracondylar Humerus Fractures. Available at www.emedicine.com.


Accessed on 4thMarch 2012.

13. Thompson, J.C. 2010. Netter’s: Concise Otrhopaedic Anatomy. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier
Inc. p. 109–116.

14. Wang, E.D. & Hurst, L.C. 2006. Netter’s Orthopaedics. 1st Edition. Philadelphia:
Elsevier, Chapter 15; Elbow and Forearm.

15. Paulsen, F., & J. Wachke. 2013. Sobotta : Atlas Anatomi Manusia. EGC : Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai