Anda di halaman 1dari 12

LEARNING OBJECTIVE

SKENARIO VI
INFEKSI VIRUS
“Pindah Kota”

NAMA : PUTRI ASWARIYAH RAMLI


STAMBUK : N 101 20 045
KELOMPOK :4

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
Modul 6 : Infeksi Virus

“Pindah Kota”

Seorang wanita berusia 28 tahun dengan umur kehamilan 24 minggu,


datang ke IGD RS Tadulako karena demam disertai menggigil dan berkeringat
yang hilang timbul sejak 10 hari yang lalu. Keluhan juga disertai lemah badan,
perut mules-mules, mual, muntah, dan nyeri di persendian tubuh. Pasien
sebelumnya tinggal di Papua dan saat ini mengikuti suami pindah tempat kerja.
Pasien sempat meminum obat antipiretik dan obat untuk mual muntah namun tidak
ada perubahan.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang,
kesadaran compos mentis, TD 130/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, Pernafasan 20
x/menit, suhu 37,9C, conjunctiva anemis, tekanan vena jugular tidak meningkat.
Pemeriksaan thorax didapatkan gerak dada dan fremitus taktil simetris, tidak
didapatkan rhonki dan wheezing. Pada pemeriksaan Abdomen didapatkan
Abdomen cembung, nyeri tekan regio epigastrium, terdapat Striae Gravidarum
dan terdapat splenomegali dengan Schuffner III. Denyut Jantung Janin 154 x/m.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb : 6,2 gr/dl, leukosit:
21.600/𝜇l, eritrosit: 3.800.000/𝜇l, trombosit: 147.000/ul dan hematokrit: 29%.
GDS 60 gr/dL, Bilirubin serum: Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
(SGOT) 47 u/L, Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT) 37 𝜇l/L dan
Hapusan darah tepi didapatkan sebagai berikut :
Learning Objective

1. Diagnosis banding
2. Komplikasi
3. Prognosis
4. Epidemiologi
5. Gambaran hasil apusan darah tepi dan cara menghitung derajat
parasitemianya
6. Jelaskan pemeriksaan fisik dan penunjang serta interpretasinya pada kasus
malaria dan malaria pada kehamilan
7. Jelaskan prinsip imunitas pada manusia dan juga pada kasus kehamilan
8. Jelaskan kasus anemia pada kasus malaria anemia kehamilan (mekanisme
anemia pada kehamilan)
9. Tatalaksana kasus malaria tanpa komplikasi, malaria dengan komplikasi,
dengan malaria pada kehamilan
10. Komplikasi pada malaria dengan kehamilan
11. Pencegahan dan rehabilitasi kasus malaria
12. Jelaskan mekanisme resistensi obat anti malaria
13. Proses rujukan
1. Diagnosis banding
Jawab :
Adapun diagnosis banding pada kasus malaria, yaitu sebagai
berikut (Zainuddin, 2014).
a) Demam dengue
b) Demam tifoid
c) Leptospirosis
d) Infeksi virus lainnya
Sumber :
Zainuddin, et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia.

2. Komplikasi
Jawab :
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan
kasus malaria, yaitu sebagai berikut (Zainuddin, 2014).
a. Malaria serebral
b. Anemia berat
c. Gagal ginjal akut
d. Edema paru atau ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome)
e. Hipoglikemia
f. Gagal sirkulasi atau syok
g. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, alat pencernaan dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskular
h. Kejang berulang > 2 kali per 24 jam pendidngan pada hipertermia
i. Asidemia (pH darah < 15 mmol/L). 10. Makroskopik hemoglobinuria
karena infeksi malaria akut.
Sumber :
Zainuddin, et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia.

3. Prognosis
Jawab :
Prognosis bergantung pada derajat beratnya malaria. Secara umum,
prognosisinya adalah dubia ad bonam. Penyakit ini dapat terjadi kembali
apabila daya tahan tubuh menurun (Zainuddin, 2014).
Sumber :
Zainuddin, et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia.

4. Epidemiologi
Jawab :
Malaria adalah salah satu penyakit menular yang upaya
pengendaliannya menjadi komitmen Sustainale Development Goals (SDGs)
hingga tahun 2030. World Health Organization (WHO) menyatakan kasus
malaria tahun 2015 sebanyak 211 juta pertahun, tahun 2016 terjadi
peningkatan yaitu 216 juta pertahun. Angka kematian akibat malaria di
seluruh dunia diperkirakan 1,5 – 2,7 juta pertahun. Indonesia merupakan
salah satu negara beresiko malaria (Darmawansyah, 2019). Di Indonesia, data
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan bahwa insiden
malaria penduduk Indonesia tahun 2007 didapati 2,9% dan tahun 2013
sebanyak 1,9%. Prevalensi malaria tahun 2013 sebesar 6,0%. Lima provinsi
dengan insiden dan prevalensi ertinggi adalah Papua, Nusa Tenggara Timur,
Papua Barat, Sulawesi Tengah, dan Maluku (Budiyanto, 2017).
Sumber :
Budiyanto, A., Wurisastuti, T. 2017. Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Malaria pada Ibu Hamil di Indonesia. Media Litbangkes.
Vol 27 (1) : 25 -30. Viewed on 20 April 2022. From : neliti.com.
Darmawansyah., Habibi, J., Ramlis, R., Wulandai. 2019. Determinan
Kejadian Malaria. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. Vol. 8 (3) :
136 – 142. Viewed on 20 April 2022. From : journlas.stikim.ac.id.
5. Gambaran hasil apusan darah tepi dan cara menghitung derajat
parasitemianya
Jawab :
Pemeriksaan mikroskopis masih yang terpenting karena selain dapat
mengidentifi kasi jenis Plasmodium secara tepat sekaligus juga dapat
menghitung jumlah parasit sehingga derajat parasitemia dapat diketahui.
Pemeriksaan dengan mikroskop, yaitu (Selvia, 2017) :
a) Pewarnaan Giemsa pada sediaan apusan darah untuk melihat parasit
b) Pewarnaan Acridin Orange untuk melihat eritrosit yang terinfeksi

Adapun cara menghitung derajat parasitemianya yaitu preparat


dikeringkan kemudian diperiksa dengan mikroskop pembesaran 1000 untuk
melihat ada tidaknya Plasmodium spp serta menghitung kepadatan parasit.
Jumlah parasit dihitung per lapangan mikroskopis dengan metode
semikuantitatif untuk hitung parasit pada sediaan darah tebal. Dinyatakan
negatif bila tidak ditemukan parasit dalam 100 lapangan pandang, positif 1
bila ditemukan 1-10 parasit/100 lapang pandang, positif 2 bila 11-100
parasit/100 lapang pandang, positif 3 bila 1 – 10 parasit/lapang pandang,
positif 4 bila 11-100 parasit/lapang pandang. Kepadatan parasit tinggi bila
didapatkan hasil ≥ positif 3 dan kepadatan parasit rendah bila hasil ≤ positif 2
(Selvia, 2017).
Sumber :
Selvia. 2017. Prevalensi Malaria pada Anak Usia Sekolah di Waigete, Sikka,
Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. Vol. 41 (12). Viewed on 21
April 2022. From : neliti.com.

6. Jelaskan kasus anemia pada kasus malaria anemia kehamilan


(mekanisme anemia pada kehamilan)
Jawab :
Berdasarkan defenisi WHO, seorang wanita hamil dikatakan anemia
apabila kadar hemoglobin (Hb) kurang dari 11 gram/dl. Anemia yang terjadi
pada trimester pertama kehamilan sangat berhubungan dengan kejadian Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR). Hal ini disebabkan karena Pertumbuhan janin
terjadi sangat pesat terjadi pada usia kehamilan sebelum 20 minggu. Anemia
akibat malaria terjadi karena pecahnya eritrosit yang terinfeksi dan yang tidak
terinfeksi. Pecahnya eritrosit yang tidak terinfeksi terjadi akibat
meningkatnya fragilitas osmotik sehingga mengakibatkan autohemolisis.
Pada malaria falciparum dapat terjadi anemia yang berat karena semua umur
eritrosit dapat diserang (Rusjdi, 2017).
Sumber :
Rusjdi, S. R. 2017. Malaria pada Masa Kehamilan. Majalah Kedokteran
Andalas. Vol. 2 (36). Viewed 0n 21 April 2022. From : ukdw.ac.id.

7. Tatalaksana kasus malaria tanpa komplikasi, malaria dengan


komplikasi, dengan malaria pada kehamilan
Jawab :
a) Tatalaksana malaria tanpa komplikasi
 Malaria falciparum
Lini pertama dapat diberikan Artesunat + Amodiakuin + Primakuin
dan pengobatan lini kedua dapat diberikan Kina + Doksisiklin atau
Tetrasiklin + Primakuin bila pengobatan lini pertama tidak efektif.
Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hami, bayi < 1 tahun dan
penderita G6-PD 2 (Fitriany, 2018).
 Malaria vivax dan ovale
Lini pertama dapat diberikan Klorokuin + Primakuin dan apabila
pasien resisten terhadap klorokuin dapat diberikan pengobatan lini
kedua yaitu Kina + Primakuin (Fitriany, 2018).
 Malaria vivax yang relaps
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) sama dengan
regimen sebelumnya hanya dosis perimakuin ditingkatkan Klorokuin
diberikan 1 kali per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg
basa/kgbb dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5
mg/kgbb/hari (Fitriany, 2018).
 Malaria malariae
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin 1 kali
per-hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kgbb
Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur
penderita (Fitriany, 2018).
b) Tatalaksana malaria dengan komplikasi
Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi (Fitriany,
2018) :
 Tindakan umum
 Pengobatan simptomatik
 Pemberian obat anti malaria
 Penanganan komplikasi
Pada malaria dengan komplikasi dapat diberikan artesunat parenteral
yang direkomendasikan untuk digunakan di Rumah Sakit atau
Puskesmas perawatan, sedangkan artemeter intramuskular
direkomendasikan untuk di lapangan atau Puskesmas tanpa fasilitas
perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester 1
yang menderita malaria berat (Fitriany, 2018).
c) Tatalaksana pada ibu hamil
Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan
pengobatan pada orang dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan
Primakuin. Berikut pengobatan malaria falciparum dan malaria vivax
pada ibu hamil (Kemenkes, 2017).

Umur Kehamilan Pengobatan


Trisemester I-III (0-9 bulan) ACT tablet selama 3 hari
2

Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut
kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus
makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria (Kemenkes,
2017).
Sumber :
Fitriany, J., Sabiq, A. 2018. Malaria. Jurnal Averrous. Vol. 4(2). Viewed on
20 April 2022. From: ojs.unimal.ac.id.
Kemenkes, 2017. Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria. Indonesia :
Kemernterian Kesehatan RI.

8. Komplikasi pada malaria dengan kehamilan


Jawab :
Komplikasi infeksi malaria pada kehamilan dapat berupa abortus,
bayi dengan berat badan lahir rendah, anemia, edema paru (sembab atau
penimbunan cairan di jaringan paru-paru), gangguan fungsi ginjal, dan
malaria kongenital (Budiyanto, 2017).
Sumber :
Budiyanto, A., Wurisastuti, T. 2017. Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Malaria pada Ibu Hamil di Indonesia. Media Litbangkes.
Vol 27 (1) : 25 -30. Viewed on 20 April 2022. From : neliti.com.
9. Pencegahan dan rehabilitasi kasus malaria
Jawab :
Pecegahan dan rehabilitasi kasus malaria dapat dilakukan
dengan langkah berikut (Zainuddin, 2014).
a) Pada kasus malaria berat disampaikan kepada keluarga mengenai
prognosis penyakitnya.
b) Pencegahan malaria dapat dilakukan dengan :
- Menghindari gigitan nyamuk dengan kelambu atau repellen
- Menghindari aktivitas di luar rumah pada malam hari
- Mengobati pasien hingga sembuh misalnya dengan pengawasan
minum obat
Sumber :
Zainuddin, et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia.

10. Jelaskan mekanisme resistensi obat anti malaria


Jawab :
Resistensi obat malaria adalah kemampuan dari parasit untuk terus
hidup dalam tubuh manusia, berkembang biak dan menimbulkan gejala
penyakit meskipun telah diberikan pengobatan secara teratur baik dengan
dosis standart maupun dengan dosis yang lebih tinggi yang masih bisa
ditolerir oleh pemakai obat. Penyebab resistensi terutama adalah karena
adanya mutasi pada gen-gen dari Plasmodium. Ada tiga faktor yang
mempengaruhi kecepatan terjadinya resistensi. Faktor tersebut adalah faktor
operasional misalnya dosis subterapik, kepatuhan inang yang kurang, faktor
farmakologik dan faktor transmisi malaria, termasuk intensitas, drug pressure
dan respon imun inang. Mutasi gen parasit berkaitan dengan target obat,
karena dapat mempengaruhi konsentrasi obat intraparasitik (Simamora,
2017). Adapun deteksi resistensi terhadap obat malaria, yaitu sebagai berikut
(Setiati, 2017).
a) Tes In Vivo
Tes in vivo meliputi tes standard yaitu dilakukan pemeriksaan darah tetes
tebal malaria setiap hari selama 7 hari, atau tes diperpanjang/lengkap yang
biasanya dilakukan di lapangan/ di lokasi yaitu tes selama 28 hari,
pemeriksaan malaria ditambah dengan hari 14, 21 sampai 28 hari setelah
pengobatan. Untuk mengetahui resistensi lebih awal dipergunakan tes 3
hari, yaitu dilakukan pemeriksaan malaria tiap hari sampai 48 jam setelah
pengobatan. Interpretasi hasil tes yaitu (Setiati, 2017).
- Resistensi derajat III : bila parasit tidak menurun atau malahan naik
pada standar tes 7 hari atau hitung parasit pada 48 jam pengobatan
tidak turun di bawah 75% dibandingkan hari 1 pada tes 3 hari.
- Resistensi derajat II : bila parasit menurun tetapi tidak pernah hilang
selama 7 hari atau hilang sementara kemudian muncul kembali pada
hari ke – 7 pada tes standar.
- Resistensi derajat I dini : parasit menjadi negatif selama 7 hari, tetapi
muncul kembali setelah hari ke- 8 sampai hari ke-14.
- Resistensi derajat 1 kasep : parasit menjadi negatif selama 7 hari,
tetapi muncul kembali setelah hari ke-15 sampai hari ke-28.
b) Tes In Vitro
- Piringan plastik ukuran 8 x 12 cm, mengandung 12 obat yag
diencerkan dan kontrol
- Darah heparin/EDTA diteteskan pada medium, kemudian diinkubasi
pada suhu 37,5C selama 24-26 jam
- Setelah itu supernatan diambil dan dibuat preparat tebal
- Setelah pengecetan, hasil tes didapat dengan menghitung proporsi
schizont dewasa dibandingkan dengan kontrol
Sumber :
Setiati, S. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6 th ed. Jakarta : Interna
Publishing.

11. Proses rujukan


Jawab :
Kriteria rujukan pada pasien malaria, yaitu (Zainuddin, 2014).
a) Malaria dengan komplikasi
b) Malaria berat, namun pasien harus terlebih dahulu diberi dosis awal
Artemisinin atau Artesunat per Intra Muskular atau intravena dengan dosis
awal 3,2 mg/kg BB.
Sumber :
Zainuddin, et al. 2014. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai