LAPORAN KASUS
TATI SULASTRI
NIM : 210704135
Pembimbing
TTD
NIDK. 890-4820-021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas yang berjudul
“Asuhan Kebidanan Usia Balita pada An. A Dengan Penyakit Campak Di PMB tati
Sulastri Kragilan Tahun 2022 ”.
Dalam penyusunan Laporan Kasus, penulis banyak mendapatkan dukungan dari
berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Untuk itu penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Khairil Walid, SKM, MPd Ketua Yayasan Abadi Nusantara Jakarta.
2. Ibu Lia Idealistiana, SKM, SST, MARS, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi
Nusantara Jakarta.
3. Dr. maryati Sutarno, SPd, SST, MARS, MH Pembimbing kelompok 13 banyak
memberikan masukan, pengarahan, dan bantuan kepada penulis dalam melakukan
perbaikan-perbaikan untuk kesempurnaan laporan penulis.
4. Ibu Maryani.M.Keb. Kaprodi Profesi Kebidanan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Abdi Nusantara Jakarta.
5. Teman teman seperjuangan, serta keluarga besar yang selalu mendoakan, memotivasi
dan membantu dengan tulus dan ikhlas. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan
rahmat dan hidayahnya kepada kita semua.
Dalam penulisan laporan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Penulis berharap semoga laporan
kasus ini dapat berguna bagi pembaca umumnya dan profesi kebidanan khususnya.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Campak merupakan penyakit yang sangat menular (infeksius) yang
disebabkan oleh virus, 90% anak yang tidak kebal akan terserang penyakit campak.
Manusia diperkirakan satu- satunya reservoir, walaupun monyet dapat terinfeksi tetapi
tidak berperan dalam penyebaran. Penyakit campak adalah penyakit menular dengan
gejala bercak kemerahan berbentuk makulo popular selama 3 hari atau lebih yang
sebelumnya didahului panas badan 380C atau lebih juga disertai salah satu gejala
batuk pilek atau mata merah (Parker & James, 2015).
Sebanyak 90% dari anak yang kontak dengan penderita campak akan terkena
infeksi (Widagdo, 2011). Penyakit campak masih merupakan penyebab kematian bayi
dan anak dinegara berkembang dan juga terus berjangkit di negara maju.(Center of
Disease Control and Prevention (CDC), 2018) Penyakit campak sangat berpotensi
untuk menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB), apabila terdapat 5 atau lebih kasus 3
campak dalam waktu 4 minggu secara berturut-turut, terjadi mengelompok dan
adanya hubungan epidemiologis. (Kemenkes RI, 2011).
Pada tahun 2010, Sidang Kesehatan Dunia berkomitmen untuk mengurangi
penyakit campak kematian oleh 95% dari 2000 tingkatan pada tahun 2015. Pada
tahun 2010, diperkirakan penyakit campak kematian global menurun 74% dari
535.300 kematian di tahun 2000 dan 139.300 di tahun 2010. Angka kematian penyakit
campak dikurangi dengan lebih dari tiga perempat di semua wilayah yang selain yang
Wilayah Asia Tenggara. India dianggap untuk 47% dari perkiraan kematian di tahun
2010, penyakit campak dan wilayah Afrika yang dianggap untuk 36% (WHO, 2012).
Berdasarkan data terbaru United Nations Children’s Fund (UNICEF), 98 negara
di Dunia melaporkan peningkatan kasus campak di banding tahun 2017. Kasus
campak mengalami peningkatan signifikan secara global sebesar 48,8% pada tahun
2018 dan menewaskan 136.000 orang. Berdasarkan data World Health Organization
(WHO) tahun 2015, Indonesia termasuk 10 negara dengan jumlah kasus campak
terbesar di dunia. Kementrian Kesehatan mencatat jumlah kasus campak dan rubella
di Indonesia sangat banyak dan cenderung meningkat dalam kurun waktu lima tahun
terakhir. Adapun jumlah kasus suspek campak-rubella yang dilaporkan antara 2014
sampai dengan juli 2018 sebanyak 57.056 kasus, dimana 8.964 diantaranya positif
1
campak dan 5.737 positif rubella. Tahun 2014 tercatat ada 12.943 kasus suspek,
terdiri dari 2.241
2
positif campak dan 906 rubella. Jumlah ini bertambah mencapai 15.104 kasus suspek
di 2017, dimana 2.949 diantaranya positif campak, dan 1.341 positif rubella. Hingga
juli 2018 ini sudah tercatat 2.389 kasus suspek, terdiri dari 383 positif campak dan 732
positif rubella. Lebih dari tiga per empat dari total kasus yang dilaporkan, baik campak
88% maupun rubella 77%, diderita oleh anak usia dibawah 15 tahun (Kemenkes RI,
2018).
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus genus
Morbillivirus, famili Paramyxoviridae.1,5,6 Virus ini dari famili yang sama dengan virus
gondongan (mumps), virus parain_uenza, virus human metapneumovirus, dan RSV
(Respiratory Syncytial Virus) (Maldonado, 2012).
Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup droplet di udara yang berasal dari
penderita. Virus campak masuk melalui saluran pernapasan dan melekat di sel-sel
epitel saluran napas. Setelah melekat, virus bereplikasi dan diikuti dengan
penyebaran ke kelenjar Life regional. Setelah penyebaran ini, terjadi viremia primer
disusul multiplikasi virus di sistem retikuloendotelial di limpa, hati, dan kelenjar limfe.
Multiplikasi virus juga terjadi di tempat awal melekatnya virus. Pada hari ke-5 sampai
ke-7 infeksi, terjadi viremia sekunder di seluruh tubuh terutama di kulit dan saluran
pernapasan. Pada hari ke-11 sampai hari ke- 14, virus ada di darah, saluran
pernapasan, dan organ-organ tubuh lainnya, 2-3 hari kemudian virus mulai berkurang.
Selama infeksi, virus bereplikasi di sel-sel endotelial, sel-sel epitel, monosit, dan
makrofag (Cherry, 2014)
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MMR
(Measles, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014,
vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat dapat
diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15 bulan, tidak
perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada
usia 5-6 tahun.13 Dosis vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL subkutan
(Sugijanto, 2011).
Imunisasi merupakan proses untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh
dengan cara memasukkan vaksin yakni virus atau bakteri yang dilemahkan, dibunuh,
atau bagian-bagian dari bakteri (virus) tersebut telah dimodifikasi (Williams, 2003).
Imunisasi rutin untuk campak diberikan pada saat anak umur 9-12 bulan, dan
imunisasi lanjutan (booster) akan diberikan pada anak usia sekolah yakni imunisasi
campak satu kali pada anak kelas 1 SD atau sederajat dilaksanakan pada saat BIAS
(Bulan
3
Imunisasi Anak Sekolah), untuk melindungi anak terhadap campak selama 10 tahun
setelah peberian booster. (Kemenkes RI, 2005).
Pada campak tanpa komplikasi tata laksana bersifat suportif, berupa tirah
baring, antipiretik (parasetamol 10-15 mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai setiap 4
jam), cairan yang cukup, suplemen nutrisi, dan vitamin A.1,10,12 Vitamin A dapat
berfungsi sebagai imunomodulator yang meningkatkan respons antibodi terhadap
virus campak. Pemberian vitamin A dapat menurunkan angka kejadian komplikasi
seperti diare dan pneumonia (Maldonado, 2012).
Kasus campak atau morbili di PMB Tati Sulastri sangat jarang sekali ditemui,
terakhir didapatkan pasien anak dengan sakit campak pada tahun 2017 dan dilakukan
rujukan.
Berdasarkan jarangnya kasus campak di PMB Tati Sulastri dan dampak yang
berbahaya bila tidak ditangani dengan baik, maka penulis sangat tertarik untuk
membuat laporan kasus balita dengan campak.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Mahasiswa mampu menganalisa kasus dari pengkajian, menegakan diagnose,
merencanakan dan melakukan tindakan serta mengevaluasi asuhan kebidana pada balita
dengan penyakit campak di PMB Tati Sulastri Kragilan Tahun 2022.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subjektif dan objektif, Asuhan kebidanan Pada
Balita dengan penyakkit campak di PMB Tati Sulastri Kragilan Tahun 2022.
b. Mahasiswa mampu menegakan diagnose pada Asuhan Kebidanan Balita dengan Penyakit
Campak di PMB Tati Sulastri Kragilan Tahun 2022.
c. Mahasiswa mampu membuat rencana dan melakukan tindakan AsuhanKebidanan pada Balita
dengan Penyakit Campak di PMB Tati Sulastri Kragilan Tahun 2022.
d. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi Asuhan kebidanan pada Balita dengan penyakit
campak di PMB Tati Sulastri Kragilan Tahun 2022.
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi Asuhan Kebidanan pada Balita dengan penyakit
Campak di PMB Tati sulstri Kragilan Tahun 2022.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Campak
1. Definisi
Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala bercak kemerahan
berbentuk makulo popular selama 3 hari atau lebih yang sebelumnya didahului
panas badan 38 derajat celcius atau lebih juga disertai salah satu gejala batuk pilek
atau mata merah (WHO, 2004)
Campak adalah satu penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh
virus. Campak disebut juga dengan rubeola, morbili atau Measures. Penyakit ini
ditandai dengan gejala awal demam, batuk, pilek dan konjungtivitis yang kemudian
diikuti dengan bercak kemerahan pas kulit (ras). Campak biasanya menyerang
anak
– anak dengan derajat ringan sampai sedang. Penyakit ini dapat meninggalkan
gejala sisa kerusakan neurologis akibat peradangan otak (ensefalitis) (Irianto,
2014)
2. Penyebab
Penyebab penyakit campak ini adalah paramyxoviridae (RNA), jenis
Morbilivirus yang mudah mati karena panas dan cahaya (Noor, 2006)
3. Gambaran Klinis
Campak mempunyai gejala klinis demam > 38 derajat celcius selama 3 hari
atau lebih, disertai salah satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata
berair. Gejala khas (patognomonik) adalah Koplik’s spot atau bercak putih keabuan
dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mucosa buccal). Bercak kemerahan/
rash dimulai dari belakang telinga pada tubuh berbentuk makulo popular dan dalam
beberapa hari (4-7 hari) menyebar ke seluruh tubuh. Setelah 1 minggu sampai 1
bulan bercak kemerahan berubah menjadi kehitaman (hiperpigmentasi) disertai
kulit bersisik. Sebagian penderita akan sembuh, komplikasi sering terjadi pada
anak usia
< 5 tahun dan penderita dewasa > 20 tahun. Komplikasi yang sering terjadi adalah
diare dan bronchopneumonia. Penyakit campak menjadi lebih berat pada penderita
malnutrisi, defisiensi vitamin A dan imun defisiensi (HIV) serta karena penanganan
5
yang terlamba (DepKes RI, 2006)
6
keadaan influenza (Common Cod) pada umumnya. Tanda pertamanya bersin –
bersin yang diikuti dengan gejala hidung buntu (nasal congestion) dan sekret
mukopurulen yang menjadi lebih berat pada puncak erupsi. Pilek ini cepat
menghilang setelah suhu tubuh penderita menjadi normal.
c. Konjungtivitis : Pada periode prodomal dapat ditemukan transversal marginal
lline Inspection pada palpebra inferior. Gambaran ini sering dikaburkan dengan
adanya inflamasi konjungtiva yang luas dengan adanya edema palpebra.
7
Keadaan ini dapat disertai dengan adanya penigkatan lakrimasi dan
fotofobia.konjuntivitis akan hilang setelah demam turun.
d. Batuk : Disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran pernapasan.
Intensitas batuk meningkat dan mencapai puncaknya pada saat erupsi. Namun,
batuk dapat bertahan lebih lama dan menghilang secara bertahap dalam waktu
5 – 10 hari.
e. Koplik’s Spot : Merupakan bercak – bercak kecil yang ireguler sebesar ujung
jarum / pasir yang berwarna merah terang dan pada bagian tengahnya
berwarna putih morbili. Beberapa jam setelah timbulnya ruam sudah dapat
ditemukan adanya Koplik’s pot dan mengjilang dalam 24 jam sampai hari kedua
timbulnya ruam.
f. Ruam / Rash : Timbul setelah 3 – 4 hari demam. Ruam mulai sebagai eritema
makulopapulet, mulai timbul dari belakang telinga pada batas rambut, kemudian
menyebar kedaerah pipi, leher, seluruh wajah dan dada serta selanjutnya ke
seluruh tubuh mencapai kaki pas apahri ketiga. Pada saat ruam sampai kaki,
ruam yang timbul duluan mulai berangsur – angsur menghilag. Penyakit campak
akan berbahaya bila ruam tidak keluar pada kulit sebab ruam akan muncul
dirongga tubuh lain seperti dalam tenggorokan, paru – paru, perut atau usus.
Hal ini diyakini akan menyebabkan gangguan pernapasan, atau diare yang
dapat menyebabkan kematian. (Chin, 2007)
Sebagian besar penderita akan sembuh, komplikasi sering terjadi pas anak usia
< 5 tahun dan penderita dewasa > 20 tahun. Komplikasi yang sering terjadi
adalah diare, bronchopnemonia, malnutrisi, titis media, kebutaam, encepalitis,
Subacute Sclerosing Panencephalitis (SSPE) dan ulkus mukosa mulut. Penyakit
campak menjadi lebih berat pas apenderita malnutrisi, defisiensi vitamin A dan
imun defisiensi (HIV) serta karena penanganan yang terlambat (Kemenkes,
2018).
5. Penularan Campak
Virus campak mudah menularkan penyakit. Virulensinya sangat tinggi
terutama pada anak yang rentan dengan kontak keluarga, sehingga hampir 90%
anak rentan akan tertular. Campak ditularkan melalui droplet di udara oleh
penderita sejak 1 hari sebelum timbulnya gejala klinis samai 4 hari sesudah
munculnya ruam. Ibu yang pernah menderita campak akan menurunkan
kekebalannya kepada janin yang dikandungnya melalui plasenta, dan kekebalan ini
bisa bertahan sampai bayinya berusia 4-6 bulan. Pada usia 9 bulan bayi
8
diharapkan membentuk antibodinya sendiri secara aktif setelah menerima
vaksinasi campak. Dalam waktu 12 hari setelah infeksi campak sampai puncak
sekitar 21 hari, igM akan terbentuk dan akan cepat menghilang untuk kemudian
digantikan oleh igG. Cakupan imunisasi
9
campak yang lebih dari 90% akan menyebabkan kekebalan kelompok (herd
immunity) yang akan menyebabkan penurunan kasus campak di masyarakat
(Irianto, 2014)
6. Pengobatan Campak
Pengobatan campak berupa perawatan umum seperti pemberian cairan dan
kalori yang cukup. Obat simptomatik yang perlu diberikan antara lain: Antidemam,
Antibatuk, Vitamin A, Antibiotik diberikan bila ada indikasi, misalnya jika campak
disertai dengan komplikasi. Pasien tanpa komplikasi dapat berobat jalan di
puskesmas atau unit pelayanan kesehatan lainnya, sedangkan pasien campak
dengan komplikasi memerlukan rawat inap di rumah sakit. Tidak ada pengobatan
khusus untuk campak. Namun sebaiknya menjalani istirahat. Untuk menurunkan
demam, berikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan
antibiotik, maka dari itu harus berjaga-jaga (Irianto, 2014).
10
selama bertahun-tahun. Keberhasilan program imunisasi dapat diukur dari
menurunnya jumlah kasus campak dari waktu ke waktu. Kegagalan imunisasi
dapat disebabkan oleh :
1) Terdapatnya kekebalan yang dibawa sejak lahir yang berasal dari antobodi
11
ibu. Antibodi itu akan menetralisasi vaksin yang diberikan.
2) Terjadi kerusakan vaksin akibat penyimpanan, pengankutan, atau
penggunaan di luar pedoman (Irianto, 2014).
c. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini
mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian
pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat
progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan
kecatatan, yaitu:
1) Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan
fisik atau darah.
2) Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk
sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak
pada ruang khusus atau mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan
melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari
pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat
mengurangi keterpajanan pasienpasien dengan risiko tinggi lainnya.
3) Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita
yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika
hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi.
4) Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk
meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi
terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia,
ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel.
d. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya
komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada
pencegahan tertier yaitu :
1) Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak.
2) Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun
secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan
imunitas mereka (Irianto, 2014).
13
a. Tahap Reduksi
Pengertian reduksi campak adalah menurunkan angka kematian sebesar
90% pada tahun 2009 dibandingkan tahun 2000 dengan strategi yang dilakukan
sebagai berikut :
1) Meningkatkan cakupan imunisasi rutin minimal 90% di desa (UCI) dengan
indikator cakupan campak, DPT3, Polio.
2) 95% desa mencapai UCI.
3) Pemberian imunisasi campak dosis kedua pada anak kelas 1 SD, secara
nasional dimulai tahun 2006.
4) Meningkatkan surveilans epidemiologi berbasis rumah aki dan
puskesmas.
5) Penyelidikan KLB disertai pemeriksaan laboratorium.
6) Tatalaksana kasus dengan pemberian Vit A dan pengobatan adekuat
terhadap komplikasi.
7) Rujukan kasus sesuai indikasi.
The World Summit for Children telah menyepakati program reduksi
campak pada tahun 2000. Reduksi campak adalah hilangnya wilayah kantung
campak. Secara epidemiologis, daerah rawan campak dikelompokkan menjadi:
1) Daerah reservoir, yaitu desa yang selama tiga tahun berturut-turut terdapat
kasus campak.
2) Daerah kantung, yaitu desa dengan cakupan imunisasi campak < 80%
selama tiga tahun terakhir.
Kegiatan yang dilakukan adalah akselerasi reduksi campak yang berupa
imunisasi campak pada balita berusia 9-59 bulan. Sesuai laporan Profil
Departemen Kesehatan 2000, sampai saat ini masih banyak daerah rawan
campak di Indonesia. (Irianto Koes, 2014).
Reduksi campak ditentukan oleh jumlah kasus dan kematian campak yaitu
penurunan 90% kasus dan 90% kematian akibat campak dibandingkan dengan
keadaan sebelum program imunisasi campak melalui kendala yang timbul
dalam reduksi campak. Strategi yang disusun oleh Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial adalah :
1) Cakupan imunisasi rutin minimal >90%.
2) Upaya akselerasi dengan memberikan imunisasi pada anak usia 9 bulan
sampai 5 tahun di daerah kumuh perkotaan atau daerah kantung cakupan.
3) Mengadakan sweeping di desa dengan cakupan rendah. Kegiatan sweeping
diperlukan untuk membantu puskesmas dalam rangka meratakan cakupan
14
imunisasi di tingkat desa.
4) Melakukan ring vaksinasi pada setiap KLB campak pada sekitar desa KLB
dengan sasaran umum 9 bulan- 5 tahun.
5) Melakukan catch-up campaign pada anak sekolah tingkat dasar di seluruh
Indonesia, dalam pelaksanaan dilakukan bertahap.
b. Tahap Eliminasi
Pada tahun 2010, diharapkan masuk kedalam tahap eliminasi campak
dengan tujuan untuk memutus transmisi virus campak indigenous dengan
strategi yang dilakukan sebagai berikut:
1) Mencapai cakupan imunisasi rutin ≥ 95% di setiap desa
2) Pemberian imunisasi campak dosis kedua pada anak kelas 1 SD dengan
Cakupan minimal 95%.
3) Melaksanakan surveilans berbasis kasus individu dengan melakukan
konfirmasi laboratorium.
4) Tatalaksana kasus dengan pemberian Vitamin A dan pengobatan adekuat
terhadap komplikasi.
5) Rujukan kasus sesuai dengan indikasi.
c. Tahap Eradikasi
Pada tahap ini tidak ditemukan lagi virus campak, cakupan imunisasi sangat
tinggi dan merata dengan strategi yang dilakukan sebagai berikut:
1) Mencapai cakupan imunisasi rutin ≥ 95% di setiap desa.
2) Pemberian imunisasi campak dosis kedua pada anak kelas 1 SD dengan
cakupan 100%.
3) Imunisasi campak tambahan.
4) Melaksanakan surveilans ketat berbasis kasus individu dengan konfirmasi
laboratorium.
5) Tatalaksana kasus dengan pemberian Vitamin A dan pengobatan adekuat
terhadap komplikasi.
6) Rujukan kasus sesuai dengan indikasi.
16
A. Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan Kewenangan Bidan
Kewenangan bidan dalam memberikan asuhan kebidanan tertuang pada Undang-undang RI Nomor 4 Tahun 2019
tentang Kebidanan
Bab IV
Bagian Kedua : Tugas dan Wewenang
Pasal 46
(1) Dalam menyelenggarakan Praktik Kebidanan, Bidan bertugas memberikan pelayanan yang meliputi:
a. pelayanan kesehatan ibu;
b. pelayanan kesehatan anak;
c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana;
d. pelaksanaan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang; dan/atau
e. pelaksanaan tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu.
(2) Tugas Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan secara bersama atau sendiri.
(3) Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara bertanggung jawab dan
akuntabel.
Pasal 47
(1) Dalam menyelenggarakan Praktik Kebidanan, Bidan dapat berperan sebagai:
a. Pemberi Pelayanan Kebidanan;
b. Pengelola Pelayanan Kebidanan;
c. Penyuluh dan konselor;
d. Pendidik, pembimbing, dan fasilitator klinik;
e. Penggerak peran serta masyarakat dan pemberdayaan perempuan; dan/atau
f. Peneliti.
(2) Peran Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 48
Bidan dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47, harus
sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
17
Paragraf 1
Pelayanan Kesehatan Ibu
Pasal 49
Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 ayat (1)
huruf a, Bidan berwenang :
a. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa sebelum hamil;
b. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa kehamilan normal;
c. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa persalinan dan menolong persalinan normal;
d. Memberikan Asuhan Kebidanan pada masa nifas;
e. Melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu hamil, bersalin, nifas, dan rujukan; dan
f. Melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa kehamilan, masa persalinan, pascapersalinan,
masa nifas, serta asuhan pascakeguguran dan dilanjutkan dengan rujukan.
2. Permenkes No. 28 Tahun 2017 Tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
Pasal 18
Dalam penyelenggaraan Praktik Kebidanan, Bidan memiliki kewenangan untuk memberikan:
a. pelayanan kesehatan ibu;
b. pelayanan kesehatan anak; dan
c. pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Pasal 19
(1) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a diberikan pada masa sebelum hamil,
masa hamil, masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan.
(2) Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan :
a. konseling pada masa sebelum hamil;
b. antenatal pada kehamilan normal;
c. persalinan normal;
d. ibu nifas normal;
e. ibu menyusui; dan
f. konseling pada masa antara dua kehamilan.
(3) Dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bidan berwenang
melakukan:
a. Episiotomi;
b. Pertolongan persalinan normal;
c. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
d. Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
18
e. Pemberian tablet tambah darah pada ibu hamil;
f. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
g. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini dan promosi air susu ibu eksklusif;
h. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartum;
i. Penyuluhan dan konseling;
j. Bimbingan pada kelompok ibu hamil; dan
k. Pemberian surat keterangan kehamilan dan kelahiran.
20
4. Permenkes No 21 Tahun 2021 Tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan
Kesehatan Seksual
Pasal 2
Pengaturan penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil, Persalinan, dan Masa
Sesudah Melahirkan, Pelayanan Kontrasepsi, dan Pelayanan Kesehatan Seksual bertujuan untuk mengurangi
angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi baru lahir dengan:
a. Menyiapkan kesehatan remaja, calon pengantin, dan/atau pasangan usia subur pada masa sebelum hamil;
b. Menjamin kesehatan ibu sehingga mampu melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas;
c. Menjamin tercapainya kualitas hidup dan pemenuhan hak-hak reproduksi;
d. Menjamin kualitas Pelayanan Kontrasepsi; dan mempertahankan dan meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan ibu dan bayi baru lahir.
Bagian Kedua Pelayanan Kesehatan Masa Hamil
Pasal 13
(1) Pelayanan Kesehatan Masa Hamil bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu hamil memperoleh pelayanan
kesehatan yang berkualitas sehingga mampu menjalani kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan
melahirkan bayi yang sehat dan berkualitas.
(2) Pelayanan Kesehatan Masa Hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sejak terjadinya masa
konsepsi hingga sebelum mulainya proses persalinan.
(3) Pelayanan Kesehatan Masa Hamil dilakukan paling sedikit 6 (enam) kali selama masa kehamilan meliputi:
l. 1 (satu) kali pada trimester pertama;
m. 2 (dua) kali pada trimester kedua; dan
n. 3 (tiga) kali pada trimester ketiga.
(4) Pelayanan Kesehatan Masa Hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki kompetensi dan kewenangan dan paling sedikit 2 (dua) kali oleh dokter atau dokter spesialis kebidanan
dan kandungan pada trimester pertama dan ketiga.
(5) Pelayanan Kesehatan Masa Hamil yang dilakukan dokter atau dokter spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) termasuk pelayanan ultrasonografi (USG).
(6) Pelayanan Kesehatan Masa Hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan melalui pelayanan
antenatal sesuai standar dan secara terpadu.
(7) Pelayanan antenatal sesuai dengan standar sebagaimana dimaksud pada ayat (6) meliputi:
a. Pengukuran berat badan dan tinggi badan;
b. Pengukuran tekanan darah;
c. Pengukuran lingkar lengan atas (LiLA);
21
d. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri);
e. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin;
f. Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi;
g. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 (sembilan puluh) tablet;
h. Tes laboratorium;
i. Tata laksana/penanganan kasus; dan
j. Temu wicara (konseling) dan penilaian kesehatan jiwa.
(8) Pelayanan antenatal secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan pelayanan komprehensif
dan berkualitas yang dilakukan secara terintegrasi dengan program pelayanan kesehatan lainnya termasuk
pelayanan kesehatan jiwa.
(9) Pelayanan antenatal sesuai standar dan secara terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8)
dilakukan dengan prinsip:
a. Deteksi dini masalah penyakit dan penyulit atau komplikasi kehamilan;
b. Stimulasi janin pada saat kehamilan;
c. Persiapan persalinan yang bersih dan aman;
d. Perencanaan dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi; dan
e. Melibatkan ibu hamil, suami, dan keluarga dalam menjaga kesehatan dan gizi ibu hamil dan menyiapkan
persalinan dan kesiagaan jika terjadi penyulit atau komplikasi.
(10) Pelayanan Kesehatan Masa Hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicatat dalam kartu ibu/rekam
medis, formulir pencatatan kohort ibu, dan buku kesehatan ibu dan anak sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan
22
BAB III
ASUHAN KEBIDANAN USIA BALITA PADA An. A DENGAN PENYAKIT CAMPAK DI
PMB TATI SULASTRI KRAGILAN TAHUN 2022
APAKAH ANAK DEMAM ? Ya ..√ . Tidak ..... Demam bukan Beri Paracetamol
(anamnesis ATAU teraba panas ATAU suhu > 37,50C) Malaria 3x1/ per 8 jam
Tentukan Daerah Risiko Malaria : Tinggi – Rendah – Tanpa Risiko
Jika Daerah Tanpa Risiko, tanyakan riwayat bepergian kedaerah resik malaria dalam 2
minggu terakhir dan tentukan daerah risiko sesuai tempat yang dikunjungi.
Sudah berapa lama ? 2 hari Lihat dan periksa adanya kaku kuduk Hasil test
Jika lebih dari 7 hari, apakah Lihat adanya pilek Malaria : RDT
demam terjadi setiap hari ? tdk Lihat adanya penyebab demam oleh bakteri + / RDT –
Apakah pernah sakit malaria Lihat adanya tanda – tanda campak saat ini : Mikroskopis
atau minum obat malaria?tdk • Ruam kemerahan di kulit yang menyeluruh
Apakah anak sakit campak • Terdapat salah satu tanda berikut :
dalam 3 bulan terakhir ?iya batuk, pilek, mata merah, dan /atau diare
23
LAKUKAN TES MALARIAjika tidak ada klasifikasi penyakit berat :
Pada semua kasus demam didaerah risiko tinggi
Pada daerah risiko rendah jika tidak ditemukan penyebab pasti demam
24
MEMERIKSA STAUS HIV Kemungkinan
Tentukan Daerah Risiko HIV : Epidemi Meluas - Epidemi Terkonsentrasi bukan infeksi HIV
Jika Daerah Epidemi Meluas :
Apakah anak atau ibu pernah diperiksa HIV ? Ya .√ ... Tidak .....
Jika Ya, tentukan status HIV
• ibu : Positif .... Negative .√ ..
• anak : Tes Virologi Positif .... Negative ....
Tes Serologi Positif .... Negative ....
jika Ibu HIV positif & Anak HIV negative ATAU tidak diketahui, tanyakan :
• apakah anak mendapatkan ASI pada saat dilaksanakan tes atau dalam 6
minggu sebelum tes ? Ya .... Tidak ....
• apakah anak masih mendapatkan ASI ? Ya ...... Tidak .......
Jika Ya, tanyakan : Apakah Ibu dan Anak dalam ARV provilaksis ? Ya .... Tidak ....
Jika Tidak, periksa ibu, apakah status ibu dan anak tidak diketahui
periksa anak, apabila ibu HIV positif dan status anak tidak diketahui
Jika Daerah Epidemi Terkonsentrasi,
Lihat klasifikasi anak, apakah terdapat klasifikasi berat lain ?
Apakah terdapat Gizi Buruk Tanpa Komplikasi yang tidak membaik dengan
pengobatan standar ?
Apakah terdapat minimal 2 dari :
• Oral Trust
• Pnemonia berat
• Sepsis berat
• Kematian ibu yang berkaitan dengan HIV atau penyakit HIV yang lanjut pada ibu
Apakah anak pernah menderita Tuberkulosis atau mendapat OAT berulang ?
Apakah anak mengalami riwayat Gizi Buruk berulang ?
Apakah anak mengalami riwayat Pnemonia berulang ?
Apakah anak mengalami riwayat Diare Kronis atau diare berulang ?
Apakah anak pernah dites HIV ? Ya .... Tiidak ....
Jika Ya, bagaimana hasilnya ? Tes Virolois Positif ..... Negative .....
Tes Serologis Positif .... Negative ....
Jika tidak, lakukan tes
MEMERIKSA STATUS IMUNISASI Imunisasi Lengkap
Lingkari imunisasi yang dibutuhkan hari ini, beri tanda √ jika sudah diberikan,
√ √ √ √ √ _√
BCG HB0 Polio 1 Polio 2 Polio 3 Polio 4
√ √ √ √
DPT-HB-Hib 1 DPT-HB-Hib 2 DPT-HB-Hib 3 IPV
√
Campak PT-HB-Hib (lanjutan) Campak (lanjutan)
25
•
Apakah anak mendapat makanan atau minuman lain? Ya.√ . Tidak .....
Jika ya, makanan atau minuman apa ? ....MPASI..
Berapa kali sehari ?3-4 kali
Alat apa yang digunakan untuk memberi minum anak ?Dot
•
Jika anak GIZI KURANG atau GIZI BURUK TANPA KOMPLIKASI :
Berapa banyak makanan atau minuman yang diberikan pada anak ? ..................
Apakah anak mendapat makanan tersendiri? Ya ....... Tidak .......
Siapa yang memberi makan dan bagaimana caranya ? ...........................................
•
Selama sakit ini, apakah ada perubahan pemberian makan? Ya ..... Tidak ......
Jika ya, bagaimana ? ..............
26
A. PATHWAY ASUHAN KEBIDANAN PADA BALITA DENGAN CAMPAK
Hari dan Tanggal : KAMIS/ 01 November 2022
Tempat Praktik : PMB tati Sulastri
Nama / Program Studi : Tati Sulastri / profesi kebidanan
Nama : An. A
Usia : 1 tahun 3 bulan
Assasment :Bayi A, 15 Bulan dengan Penyakit Campak
27
BAB IV
PEMBAHASAN
28
imunodulator yang
29
meningkatkan respons antibodi terhadap virus campak sehingga dapat mencegah
terjadinya komplikasi seperti diare dan pneumonia. Pemberian paracetamol 3 x 5ml (1
sendok takar) atau dapat diberikan 4 jam sekali bila demam tidak turun. Bila tidak
terjadi demam, pengobatan paracetamol dihentikan. Ibu juga diajarkan untuk memberi
kompres air hangat pada daerah axila, leher dan dahi. Untuk pemberian antibiotik,
dilakukan kolaborasi dengan dokter dengan advis : Thiamphenicol sirup 3 x 5 ml
selama 3 – 6 hari .
Menurut Irianto (2014) pengobatan campak berupa perawatan umum seperti
pemberian cairan dan kalori yang cukup. Obat simptomatik yang perlu diberikan
antara lain: Antidemam, Antibatuk, Vitamin A, Antibiotik diberikan bila ada indikasi,
misalnya jika campak disertai dengan komplikasi. Pasien tanpa komplikasi dapat
berobat jalan di puskesmas atau unit pelayanan kesehatan lainnya, sedangkan pasien
campak dengan komplikasi memerlukan rawat inap di rumah sakit. Tidak ada
pengobatan khusus untuk campak. Namun sebaiknya menjalani istirahat. Untuk
menurunkan demam, berikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri,
diberikan antibiotik, maka dari itu harus berjaga-jaga.
Hasil observasi dan konsultasi ibu dengan bidan via telekomunikasi online
didapatkan setelah hari ke-4 demam mulai berkurang, ruam merah semakin banyak di
bagian belakang telinga, punuk/leher belakang, dada dan pipi. By. A mulai mau untuk
makan nasi dan buah. Hari ke-5 tidak ada demam, batuk berkurang dan ruam
semakin merata kedaerah perut dan ekstremitas (tangan dan kaki). Setelah hari ke 6,
secara perlahan ruam mulai berwarna pucat kehitaman dan menghilang pada hari ke-
10.
Widoyono (2011) menyatakan bahwa, tanda dan gejala campak dibagi menjadi
3 stadium yaitu :
a. Stadium Prodromal : Stadium ini berlangsung selama 3 – 5 hari. Dimulai dengan
tmbulnya gejala – gejala klinis panas, malaise dan anoreksia. Dua puluh empat jam
kemudian timbul gejala coryza, conjungtivitis dan batuk. Gejala ini secara bertahap
meningkat menjadi lebih berat dan mencapai puncak dengan timbulnya ruam,
timbul Koplik’s pot pada mukosa pipi yang berhadapan dengan molar. Dalam
waktu3 hari, lesi ini meningkat jumlahnya dan menyebar keseluruh membran
mukosa. Kolik,s pot akan menghilang pada hari kedua timbulnya ruam. Gejala
prodromal ini bisa berat, ditandai dengan demam yang lebih tinggi dan kadang –
kadang bisa timbul kejang bahkan pneumonia.
b. Stadium Prodromal : Stadium ini berlangsung selama 3 – 5 hari. Dimulai dengan
tmbulnya gejala – gejala klinis panas, malaise dan anoreksia. Dua puluh empat jam
30
kemudian timbul gejala coryza, conjungtivitis dan batuk. Gejala ini secara bertahap
31
meningkat menjadi lebih berat dan mencapai puncak dengan timbulnya ruam,
timbul Koplik’s pot pada mukosa pipi yang berhadapan dengan molar. Dalam waktu
3 hari, lesi ini meningkat jumlahnya dan menyebar keseluruh membran mukosa.
Kolik,s pot akan menghilang pada hari kedua timbulnya ruam. Gejala prodromal ini
bisa berat, ditandai dengan demam yang lebih tinggi dan kadang – kadang bisa
timbul kejang bahkan pneumonia.
c. Stadium Konvalen Stadium ini ditandai dengan ruam berubah warna kehitaman /
berwarna gelap. Kemudian diikuti dengan deklamasi kulit dan akan menghilang
dalam waktu 7 – 10 hari. Biasaya diikuti dengan pembesaran kelenjar Life yang
terlihat dengan adanya limfadenopati didaerah rahang bawah dan daerah belakang
telinga dan splenomegali ringan. Timbulnya limfadenopati pada daerah
mesenterium akan menimbulkan gejala nyeri abdomen. Apabila terjadi gejala
perubahan mukosa apendiks, dapat menyebabkan terjadinya penutupan lumen
apendiks dan akan menimbulkan gejala apendisitis. Selanjutnya diikuti dengan
menurunnya suhu tubuh menjadi normal. Tetapi gejala batuk akan menghilang
dalam waktu yang agak lama.
32
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. An. A mengalami penyakit campak dengan gejala klinis demam > 38 0C selama 3 hari
disertai batuk dan gejala khas (patognomonik) adalah bercak kemerahan/ rash dimulai
dari belakang telinga pada tubuh berbentuk makulo populer.
2. Asuhan kebidanan yang diberikan : konseling tentang penyebab campak, peningkatan
imunitas dengan nutrisi, pemberian kapsul vitamin A merah, Paracetamol dan
kolaborasi untuk pemberian antibiotik Thiampenicol sirup.
Penatalaknanaan sudah sesuai dengan teori yang ada, tidak ada kesenjangan antara
teori dan kenyataan pada pasien
B. Saran
1. Bagi Orang Tua
Penting untuk memberikan imunisasi dasar bagi bayinya agar bayi memiliki antibodi
terhadap penyakit yang dapat dicegah melalaui imunisasi. Sehingga, bila bayi
mengalami penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi maka tidak sampai
mengalami komplikasi berat.
2. Bagi Bidan
Selama masa pandemi covid-19, hendaknya membuka layanan konsultasi melalui
online sehingga tetap dapat memberikan pelayanan dan menjalankan protokol
kesehatan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Cherry JD. 2014. Measles Virus. In: Cherry JD, Harrison GJ, Kaplan SL, Hotez PJ, Steinbach WJ, editors. Feigin &
Cherry’s textbook of pediatric infectious diseases. 7th ed. Philadelphia: Elsevier Inc.; (Vol 2.).
Departement Kesehatan RI. 2006. Petunjuk Teknis Kampanye Imunisasi Campak Tahun 2006. In. Edited by PP&PL D.
Jakarta: Depkes RI.
Hulu, VT., dkk. 2020. Epidemiologi Penyakit Menular : Riwayat, Penularan dan Pencegahan.
Yayasan Kita Menulis : Medan
Irianto, Koes. 2015. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular : Panduan Klinis.
Bandung : Alfabeta.
Kemenkes RI. 2005. Lampiran Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 1611/MENKES/SK/XI/2005 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Indonesia.
Kemenkes RI. 2011. Buku Pedoman Penyidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Mennular dan
Keracunan Pangan (pedoman Epidemiologi Penyakit). Edited by K. K. R. Indonesia. Jakarta.
Maldonado YA. 2012. Rubeola virus (measles and subacute sclerosing panencephalitis). In: Long SS, Pickering LK,
Prober CG, editors. Principles and practice of pediatric infectious diseases. 4th ed. Churchill Livingstone:
Elsevier Inc..
Maldonado YA. 2012. Rubeola Virus (Measles and Sbacute Sclerosing Panencephalitis). In: Long SS, Pickering LK,
Prober CG, editors. Principles and practice of pediatric infectious diseases. 4th ed. Churchill Livingstone:
Elsevier Inc..
Noor, NN. 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Rineka Cipta; Jakarta Soegijanto S, Salimo H.
Campak. In: Ranuh IGNG, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita
CB, Ismoedijanto, Soedjatmiko. Pedoman imunisasi di Indonesia. 4th ed. Jakarta: Badan Penerbit.
WHO. 2012. Global Measless and Rubella Startegic Plan 2012–2015. [diunduh 17 Juni 2021] tersedia Online
http://www.who.int
WHO. 2004. Imunization Practice: A Practical Guide for Health Staff. In. Edited by Organization WH. Geneva;
21
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
Nama : Ny.A
Umur : 25 Tahun
Alamat : Kp. Sait Muncang, desa Cisait Kec Kragilan.
Bersama ini menyatakan kesediaannya untuk dilakukan Tindakan dan prosedur Pemeriksaan pada anak saya,
persetujuan ini saya berikan setelah mendapat penjelasan dari operarator/petugas kesehatan yang berwenang di
fasilitas Kesehatan tersebut diatas
Demikian surat persetujuan ini saya buat tanpa paksaan dari pihak manapun dan agar dapat di dipergunakan
sebagaimana mestinya.
22
23
24