Anda di halaman 1dari 9

Hindawi Publishing Corporation

Malaria Research and Treatment


Volume 2014, Article ID 765657, 6 pages
http://dx.doi.org/10.1155/2014/765657

Artikel penelitian
Profil Klinis Malaria Plasmodium Vivax Pada Anak-Anak
dan Penelitian Parameter Keparahan dalam
Hubungannya Terhadap Kematian: Sebuah Perspektif
Pusat Pelayanan Tersier di Mumbai, India
Manju Kumari dan Radha Ghildiyal
Departemen Pediatrik, T.N. Medical College, BYL Nair Hospital, Mumbai, India

Koresponden harus dialamatkan kepada Manju Kumari; manjunot@gmail.com

Diterima 5 Juli 2014; Direvisi 14 September 2014; Disetujui 20 September 2014; Dipublikasikan 2 November 2014

Editor akademi: Polrat Wilairatana

Copyright © 2014 M. Kumari dan R. Ghildiyal. Ini adalah artikel terbuka yang didistribusikan dibawah Lisensi Creative Common
Attribution, yang mengizinkan penggunaan tanpa batas, pendistribusian, dan reproduksi dalam berbagai media, asalkan hasil karya
asli dikutip dengan benar.

Latar belakang. Ketika penelitian terhadap P. vivaxlangka karena dianggap tidak berbahaya, terbukti dengan implementasi diagnosis
molekular bahwa penyakit ini juga dapat menyebabkan disfungsi berbagai organ dan merupakan penyakit yang sangat mengancam
jiwa. Tujuan. Untuk mempelajari presentasi klinis dan komplikasi P. vivax dan korelasi kematian terhadap parameter keparahan
sebagaimana yang telah didefinisikan oleh kriteria WHO untuk malaria berat. Bahan dan Metode. Penelitian ini dilakukan di sebuah
pusat pelayanan tersier di Mumbai. Dipastikan kasus P.vivax terdaftar dan diteliti untuk profil klinis mereka, dan parameter
keparahan WHO telah diuji untuk frekuensi penyakit dan hubungannya terhadap kematian. Hasil. Presentasi paling umum adalah
demam yang diikuti oleh pucat. 26% kasus terdapat dalam satu atau lebih kriteria parameter keparahan WHO. 2 kasus kematian;
keduanya edema dan perdarahan. Prediktor utama kematian diantara kriteria keparahan yang tak terdefinisikan ini adalah edema
pulmonal/ARDS. Pasien dengan anemia berat, kolaps peredaran darah, dan kejang menyeluruh berulang memiliki tingkat kehidupan
100%. Leukopenia tampak pada 10% kasus. Kedua kasus kematian tersebut memiliki leukopenia. Kesimpulan. Monoinfeksi P. vivax
cenderung memiliki komplikasi pada anak-anak. Dibutuhkan ulasan terhadap kriteria keparahan pada malaria P. vivax.

1. Pendahuluan
Empat negara telah melaporkan lebih dari 80% kasus yang diperkirakan adalah kasus P.
vivax (Etiopia, India, Indonesia, dan Pakistan). India sendiri berkontribusi 80% beban malaria
Asia Tenggara. Risiko keparahan penyakit P.vivaxterhadap penduduk area endemik telah
diamati meningkat dengan meningkatnya intensitas transmisi, meskipun peranan kurangnya
akses ke pelayanan dan faktor komorbid yang lebih banyak pada kondisi ini tidak pula dihitung.
Sebagai hasil tingkat penurunan yang lebih lambat pada insiden P. vivax, banyaknya program
pengontrol malaria yang mengarah kepada eliminasi membutuhkan perhatian yang lebih besar
untuk mengontrol P. vivax, terutama di negara-negara diluar sub-sahara Afrika. Tentu saja,
P.vivax didominasi di negara-negara dalam fase preeliminasi dan eliminasi [1].
Malaria P. vivax telah lama diaggap memiliki hubungan jinak dengan kekambuhan
multipel. Komplukasi khas yang terlihat pada malaria P. falciparum tidak selalu ditemukan
pada monoinfeksi P. vivax. Bagaimanapun, selama beberapa tahun terakhir, kecenderungan
manifestasi klinis malaria P. vivax telah berubah [2]. Beberapa penelitian terisolasi dari India
melaporkan kasus komplikasi berat malaria P. vivax [3].

1
Meskipun tipe malaria ini merupakan suatu penyakit beban besar, penelitian tentang
penyakit ini langka mungkin dikarenakan penyakit ini dianggap malaria jinak dibandingkan
dengan malaria P. falciparum. Bagaimanapun, dengan implementasi diagnosis molekular,
membuktikan bahwa monoinfeksi P. vivax juga dapat dimasukkan kedalam disfungsi organ
multiple dan keparahan penyakit yang mengancam jiwa sebagaimana yang tampak pada infeksi
P. falciparum.

2. Bahan dan Metode


2.1. Keadaan Penelitian. Sebuah prospektif penelitian observasional klinis rumah sakit yang
telah selesai lebih dari 2 tahun disebuah bangsal pediatrik dari sebuah rumah sakit
pelayanan tersier yang terletak di Mumbai, India. Total 50 pasien dibawah usia 12 tahun
terdaftar dalam penelitian.

2.2. Masalah Etik. Komite kelembagaan etik menyetujui penelitian.

2.3. Kriteria Inklusi


1) Anak-anak kelompok umur dibawah 12 tahun.
2) Apusan perifer atau rapid malaria antigent test (RMAT) posiif untuk malaria
Plasmodium vivax.
3) Tercatat didalam sebuah informed consent.
2.4. Kriteria Eksklusi
1) Tidak tercatat didalam informed consent.
2) Apusan perifer positif untuk P. falciparum atau keduanya P. falciparum dan P. vivax.
3) Pasien menunjukkan gejala demam (parasite malaria negatif pada apusan perifer
dan/atau RMAT negatif) tapi diterapi empirik seperti malaria.

2.5. Diagnosis. Diagnosis dan penetapan spesies P. falciparum dan P. vivax ditetapkan oleh
pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis dibawah minyak imersi dengan cat Giemsa dan
RDT. RDT didasarkan pada deteksi spesifik laktat dehidroginase dan histidin-kaya protein
2 pada Plasmodium spp.
Kategorisasi dalam keparahan dan non-keparahan malaria sudah dilakukan berdasarkan
panduan WHO untuk keparahan malaria.

Tabel 1. Distribusi usia dari total kasus (N=50)

2
Tabel 2. Distribusi jenis kelamin dari total kasus (N=50)

2.5.1. Kriteria Awal Organisasi Kesehatan Dunia dari 1990


i. Malaria serebral: koma yang tidak merespon terhadap rangsangan, tidak terkait
dengan penyebab lainnya, dengan skor GCS ≤9. Koma semestinya bertahan
setidaknya 30 menit setelah kejang menyeluruh.
ii. Anemia berat: hematokrit<15% atau hemoglobin <50g/L dalam adanya hitung
parasit >10.000/µL.
iii. Kegagalan ginjal: urin output <12mL/kg/24 jam pada anak-anak dan serum
kreatinin >3,0 mg/dL meskipun volume adekuat.
iv. Edema pulmonal dan sindrom distress pernapasan akut.
v. Hipoglikemia: konsentrasi seluruh gula darah <40 mg/dL.
vi. Kolaps peredaran darah <70 mmHg pada pasien usia >5 tahun (<50 mmHg pada
anak-anak usia 1,5 tahun), dengan kulit berkeringat dingin atau perbedaan suhu
inti kulit >10OC.
vii. Perdarahan abnormal dan/atau diseminasi koagulasi intravaskular: perdarahan
spontan gusi, hidung, dan traktus gastrointestinal, atau bukti laboratorium
diseminasi koagulasi intravaskular.
viii. Kejang menyeluruh berulang: 3 kejang yang diamati dalam 24 jam.
ix. Asidemia/asidosis: pH arteri <7,25 atau asidosis (plasma bikarbonat
<15mmol/L).
x. Hemoglobinuria maroskopik: hemolisis tidak sekunder pada defisiensi glukosa 6-
fosfat dehidroginase.

2.5.2. Kriteria Tambahan Organisasi Kesehatan Dunia dari 2000


i. Gangguan kesadaran: kondisi mental tarangsang.
ii. Lesu atau lemah.
iii. Hyperparasitemia: >5% eritrosit berparasit atau >250.000 parasit/µL (pada
individu non imun).
iv. Hyperpyrexia: suhu inti tubuh >40oC.
v. Hyperbilirubinemia: bilirubin total >2,5 mg/dL.

2.5.3. Kumpulan Data dan Analisis. Data tentang usia, jenis kelamin, presentasi klinis,
pemeriksaan, dan hasil pasien direkam. Pasien dikategorikan kedalam kelompok
berat dan tidak berat berdasarkan panduan WHO untuk klasifikasi keparahan
malaria. Uji Chi square dilakukan untuk menguji signifikansi statistik dari distribusi
jenis kelamin dalam kelompok umur berbeda. Prevalensi gejala, tanda, kriteria
keparahan, parameter lab, dan hubungannya terhadap kematian diteliti.

2.5.4. Penatalaksanaan. Pasien dirawat berdasarkan panduan WHO untuk


penatalaksanaan malaria.

3
3. Hasil
3.1. Distribusi Usia dari Kasus. Dalam penelitian ini kebanyakan kasus berada pada kelompok
umur 6-12 tahun (lihat Tabel 1).
3.2. Distribusi Jenis Kelamin dari Kasus. Lihat Tabel 2.
3.3. Distribusi Usia dan Jenis Kelamin. Keseluruhan rasio laki-laki terhadap perempuan adalah
1,94:1. Rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 1:1 kelompok usia <1 tahun; kasus laki-
laki kalah jumlah dengan perempuan dalam kelompok usia 6-12 tahun (laki-
laki:perempuan=5:1) (lihat Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi usia dan jenis kelamin dari total kasus (N=50)

3.4. Fitur Klinis. Lihat Tabel 4.

3.5. Distribusi Organomegali. Lihat tabel 5.

3.6. Keparahan penyakit.WHO telah mempertegas parameter keparahan malaria, yangmana


diuji untuk penelitian kami dalam konteks frekuensinya dan kaitannya terhadap hasil dalam
bentuk kematian. 13 kasus (26%) terdapat satu atau lebih kriteria dari parameter keparahan
WHO dan diklasifikasikan sebagai malaria berat. Profil klinis dan laboratorium dari kasus-
kasus ini disajikan dalam Tabel 6.

3.7. Padameter Laboratorium yang Tidak Termasuk dan Kriteria WHO diantara Kasus
Malaria Berat dan Hasilnya. Lihat Tabel 7.

3.8. Hasil. Diantara total 50 kasus yang diteliti 2 kasus kematian dengan case fatality rate 4%.
Diantara total 50 kasus yang diteliti 10 kasus (20%) membutuhkan pananganan ICU.

4. Diskusi
Laki-laki lebih banyak terinfeksi daripada perempuan, yangmana mungkin disebabkan
peningkatan aKtivitas luar dan peningkatan paparan terhadap nyamuk pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan. Kochar et al menemukan hasil yang sama dalam penelitian
mereka dengan 33,0% perempuan terinfeksi diantara kasus malaria P. vivax. Distribusi usia
diantara berbagai kelompok usia adalah 33,9% 0-5 tahun, 30,1% 5-10 tahun, dan 30% >10
tahun, yangmana hampir sama dalam semua kelompok umur [6]. Sebuah penelitian yang
dilakukan di Delhi Timur meneliti populasi 1 sampai 12 tahun yang menunjukkan 589,7% laki-
4
laki dan 40,3% perempuan terjangkit malaria P. vivax, bila dibandingkan dengan penelitian
kami yang menunjukkan 69% laki-laki dan 31% perempuan terjangkit malaria P. vivax dalam
kelompok umur yang sama 1-12 tahun [7].
Presentasi paling umum adalah demam, muncul dalam 48 dari total 50 kasus (96%).
Demam tinggi cenderung jelas pada penyakit P. vivax bahkan dengan parasitemia lebih
rendah diakitbakan oleh pengenalan ambang demam yang lebih rendah (sekitar 100 sel darah
merah/mikroliter terinfeksi) [8].
Hal ini diikuti dengan pucat yang terlihat dalam 31 kasus (62%). Dua penyebab umum
anemia adalah peningkatan hemolisis dan penurunan produksi eritrosit dari sumsum tulang
sedangkan malnutrisi dan infeksi parasit intestinal memperburuk masalah ini di area endemik
tinggi. Dalam sebuah penelitian sekitar 50% pasien dengan P. falciparum dan infeksi lanjutan
adalah anemia, sementara 29% kasus terinfeksi P. vivax mangalami abnormalitas ini [9].
Faktor perancu utama dalam analisis global anemia adalah kontribusi lokal terhadap
komplikasi hemotologi ini seperti anemia defisiensi besi [10].Tidak ada dari kasus ini
menunjukkan gangguan ginjal, hipoglikemia, jaundis, dan hiperparasitemia.

Tabel 4. Distribusi presentasi dalam total kasus (N=50)

5
Tabel 5. Distribusi organomegali antara total kasus (N=50)

Pedoman WHO terbaru sudah menunjukkan hyperbilirubinemia (bilirubin total >3.0


mg/dL) sebagai tanda lemah dari keparahan, kecuali diikuti dengan disfungsi organ vital
lainnya [11].2 kasus kematian; keduanya mengalami edema pulmonal dan perdarahan dan 1
kasus mengalami gangguan kesadaran.

Tabel 6. Distribusi parameter keparahan WHO dan hasilnya

Prediktor utama kematian diantara standar kriteria keparahan WHO ini adalah edema
pulmonal/ARD dengan mortalitas 100%, sedangkan pasien dengan anemia berat, kolaps
peredaran darah, dan kejang menyeluruh berulang memiliki tingkat hidup 100%.
Signifikansi statistik tidak berlaku karena hanya terdapat 2 kematian diantara kelompok
penelitian.
Anstey et al menyatakan pasien P. vivax mungkin lebih menderita sindrom distress
pernapasan karena mereka memiliki disfungsi kapiler alveolus yang lebih berat. Penyerapan P.
vivax menginfeksi eritrosit dalam makrovaskular pulmonal dan respon inflamasi lebih besar
terhadap beban parasit yang diberikan dalam P. vivax mungkin bertanggungjawab terhadap
disfungsi kapiler alveolus ini. Obstruksi kecil jalur pernapasan, perubahan pertukaran gas,
peningkatan aktifitas fagosit, dan akumulasi monosit pulmonal merupakan mekanisme lainnya
untuk komplikasi pernapasan [12].
Case fatality rate dalam penelitian ini adalah 4%. Kebanyakan literatur yang diterbitkan
sebelumnya terdiri dari beberapa laporan kematian atau deskripsi kecil rangkaian klinis kurang
disebutkan. Penelitian terbaru dari Papua, Indonesia, melaporkan case fatality rate 1,6% dan
2,2% masing-masingnya disebabkan oleh P. vivax dan P. falciparum [6]. Case fatality rate
6
dalam penelitian diatas dan penelitian ini dengan demikian menekankan infeksi P. vivax
menjadi hampir sama seriusnya dalam menyebabkan kematian signifikan dibandingkan dengan
P. falciparum.
Diantara parameter laboratorium sebagaimana disebutkan dalam Tabel 7 prediktor
utama kematian muncul sebagai leukopenia dengan 40% kematian diikuti oleh trombositopenia
(hitungplatelet <50.000/mm3).
Diantara total 50 kasus penelitian 10 kasus (20%) membutuhkan menanganan ICU.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Manaus perkiraan kasar resiko penanganan
ICU per spesies menunjukkan resiko yang relatif sama untuk P. vivax (4,7/10.000 kasus) dan
P. falciparum (5,5/10.000 kasus). Penelitian tersebut meliputi semua kasus malaria yang
dilaporkan pada anak usia 1-14 tahun di Manaus [13].
Populasi penelitian kami bukan menupakan representasi populasi ideal dan mungkin
menjadi alasan tingkat kebutuhan ICU yang tinggi dalam penelitian kami. Penelitian
selanjutnya dibutuhkan untuk meneliti beban malaria P. vivaxpada fasilitas ICU pada pasien
rawat inap sebagai taksiran kebutuhan optimum fasilitas untuk memaksimalkan pelayanan
pasien.
Kekurangan penelitian kami adalah kecilnya ukuran sampel dan adalanya faktor-faktor
perancu dari berbagai parameter, walaupun penelitian menunjukkan presentasi klinis beragam
dari malaria P. vivax mulai dari demam sampai malaria serebral, ARD, dan edema pulmonal
dan juga menekankan pentingnya keparahan malaria P. vivax dan dibutuhkan penelitian lebih
lanjut untuk menegakkan kematian dan keparahan prediktor yang khas pada malaria P. vivax.

Tabel 7. Distribusi parameter laboratorium yang tidak termasuk dalam kriteria WHO diantara
kasus malaria berat dan hasilnya

7
5. Kesimpulan
Penelitian saat ini menyorot epidemiologi malariaP. vivax pada kalompok usia pediatrik. Sejak
P. vivax dianggap sebagai sebuah penyakit yang jinak, terdapat laporan yang langka. Penelitian
menekankan bahwa Plasmodium vivax dapat menyebabkan penyakit yang parah dan tidak bisa
lagi dianggap sebagai kondisi yang jinak. Penelitian saat ini menunjukkan bahwa beberapa
manifestasi dari kriteria keparahan WHO tidak tampak pada malaria P. vivax (gangguan ginjal,
hypoglikemia, jaundis, dan hiperparasitemia), sedangkan leukopenia dan trombositopenia yang
bukan bagian dari kriteria keparahan WHO sering tampak dan berkaitan dengan kematian. Ini
mengimplikasikan butuhnya pemisahan parameter keparahan untuk malaria P. vivax.
Bagaimanapun, penelitian yang lebih besar butuh dilakukan untuk menetapkan parameter
keparahan spesifik dan lemahnya indikator-indikator prognostik.

Konflik Kepentingan
Penulis menyatakan bahwa mereka tidak memiliki konflik kepentingan

Referensi

[1] WHO, World Malaria Report 2013, World Health Organization, Geneva, Switzerland,
2013.
[2] D. K. Kochar, V. Saxena, N. Singh, S. K. Kochar, S. V. Kumar, and A. Das, “Plasmodium
vivax malaria,” Emerging InfectiousDiseases, vol. 11, no. 1, pp. 132–134, 2005.

8
[3] D. K. Kochar, A. Das, S. K. Kochar et al., “Severe Plasmodium vivax malaria: a report on
serial cases from Bikaner in northwestern India,” American Journal of Tropical Medicine
andHygiene, vol. 80, no. 2, pp. 194–198, 2009.
[4] B. Sina, “Focus on Plasmodium vivax,” Trends in Parasitology, vol. 18, no. 7, pp. 287–289,
2002.
[5] S. Picot, “Is Plasmodium vivax still a paradigm for uncomplicated malaria?” Medecine et
Maladies Infectieuses, vol. 36, no. 8, pp. 406–413, 2006.
[6] D. K. Kochar, G. S. Tanwar, P. C. Khatri et al., “Clinical features of children hospitalized
with malaria—a study from Bikaner,
Northwest India,” The American Journal of Tropical Medicineand Hygiene, vol. 83, no. 5, pp.
981–989, 2010.
[7] S. Gomber and L. Kabilan, “Prevalence of malaria in East Delhi—a hospital based study,”
Indian Pediatrics, vol. 36, no. 6, pp. 579–580, 1999.
[8] P. A. Zimmerman, R. K. Mehlotra, L. J. Kasehagen, and J. W. Kazura, “Why do we need to
know more about mixed Plasmodium species infections in humans?” Trends in Parasitology,
vol. 20, no. 9, pp. 440–447, 2004.
[9] N. Latif, M. S. Ejaz, S. Hanif, and H. Memon, “Clinical and hematological pattern in
patients with Plasmodium vivax,” Medical Channel, vol. 18, no. 1, pp. 48–51, 2012.
[10] M. V. G. Lacerda, M. P. Mourao, M. A. A. Alexandre et al., “Understanding the clinical
spectrum of complicated Plasmodium vivax malaria: a systematic review on the contributions of
the Brazilian literature,” Malaria Journal, vol. 11, article 12, 2012.
[11] World Health Organization, WHO Guidelines for the Treatmentof Malaria, World Health
Organization, Geneva, Switzerland,
2nd edition, 2010.
[12] N. M. Anstey, T. Handojo, M. C. F. Pain et al., “Lung injury in vivax malaria:
pathophysiological evidence for pulmonary vascular sequestration and posttreatment alveolar-
capillary inflammation,” The Journal of Infectious Diseases, vol. 195, no. 4, pp. 589–596, 2007.
[13] E. F. C. Lanc ¸a, B. M. L. Magalhaes, S. Vitor-Silva et al., “Risk ˜ factors and
characterization of plasmodium vivax-associated
admissions to pediatric intensive care units in the Brazilian amazon,” PLoS ONE, vol. 7, no. 4,
Article ID e35406, 2012.

Anda mungkin juga menyukai