PENDAHULUAN
Malaria merupakan penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia
karena dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian, dan dapat menimbulkan kejadian
luar biasa (KLB). Sampai saat ini pemerintah masih memandang malaria merupakan
penyakit yang masih mengancam status kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat di
daerah terpencil. Hal ini tampak pada peraturan presiden nomor 2 tahun 2015 tentang
rencana pembangunan jangka menengah, dan didalamnya tertuang bahwa penyakit malaria
merupakan salah satu penyakit yang menjadi prioritas untuk di tanggulangi.
Dampak dari penyakit malaria ini dapat menimbulkan terjadinya anemia dan juga dapat
menurunkan produktifitas. Upaya penanggulangan malaria merupakan target untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Program penanggulangan malaria ini memiliki
target eliminasi malaria selambat-lambatnya pada tahun 2030. Eliminasi malaria merupakan
upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat di wuatu wilayah geografis tertentu,
tetapi bukan berarti tidak akan terjadi kasus malaria import dan bukan berarti tidak adanya
vektor malaria di daerah tersebut, sehingga tetap diperlukan kewaspadaan masyarakat untuk
mencegah terjadinya penularan malaria kembali. Salah satu tantangan terbesar dalam
penanggulangan malaria saat ini adalah menurunnya efikasi pada penggunaan beberapa obat
malaria, dan juga terjadinya resistensi terhadap klorokuin. Penurunan efikasi ini terjadi
akibat adanya penggunaan obat malaria yang tidak rasional. Sejak tahun 2004 pemberian
terapi malaria di Indonesia menggunakan Artemicin, atau yang dikenal dengan Artemicin-
Based combination Therapy (ACT). Penggunaan artemisin ini dilakukan untuk
meningkatkan mutu pengobatan malaria yang sudah resisten terhadap klorokuin karena
penggunaan artemisin ini memiliki efek terapeutik yang lebih baik.
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah menyelesaikan modul ini, maka dokter mampu menguatkan kompetensi nya pada
penyakit malaria
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
DEFINISI
Malaria merupakan penyakit infeksi oleh parasit plasmodium yang ditularkan melalui
gigitan nyamuk Anopheles Betina. Plasmodium hidup di tubuh manusia seperti benalu,
memperoleh makanan dari sel darah merah, dan membelah diri di dalam sel darah merah.
Setelah membelah diri, kemudian Plasmodium keluar memecahkan sel darah merah dan
menginfeksi sel darah merah lainnya demikian seterusnya. Proses tersebut menyebabkan
penyakit malaria yang ditandai dengan demam, menggigil, sakit kepala, mual muntah,
hingga dapat menyebabkan kematian. Penyakit malaria dapat menimbulkan anemia pada
penderitanya, dan anemia ini dapat menurunkan kualitas hidup penderita. Disamping itu bila
tidak ditangani dengan baik, anemia ini dapat berlanjut menjadi anemia berat yang dapat
menimbulkan kematian. Malaria pada ibu hamil, bila tidak diobat dengan baik akan
berakibat pada keguguran, lahir kurang bulan (prematur), lahir dengan berat badan lahir
rendah (BBLR) serta lahir mati.
ETIOLOGI
1. Malaria falciparum disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Gejala demam yang
muncul dapat intermitten dan dapat kontinu. Ini merupakan jenis malaria yang paling
sering menjadi malaria berat dan menimbulkan kematian.
2. Malaria vivax disebabkan oleh Plasmodium vivax. Demam pada malaria vivax berulang
dengan interval bebas demam 2 hari. Malaria vivax dapat berlanjut menjadi malaria berat
juga.
3. Malaria malariae disebabkan oleh Plasmodium malariae. Gejala demam berulang dengan
interval bebas demam 3 hari.
4. Malaria Ovale disebabkan oleh Plasmodium ovale. Manifestasi klinis yang muncul
ringan, dengan pola demam seperti malaria vivax.
5. Malaria Knowlesi disebabkan oleh Plasmodium knowlesi. Gejala demam menyerupai
malaria falciparum.
PETA KONSEP
FAKTOR RESIKO
Penyakit malaria merupakan penyakit yang ditularkan melalui gigitan vektor nyamuk
anopheles betina. Sehingga Faktor resiko pada penyakit malaria antara lain
1. Gigitan nyamuk anopheles betina
2. Bepergian ke daerah yang endemis malaria
Pencegahan terjadinya penularan malaria dapat dilakukan dengan penggunaan kelambu
berinsektisida, penggunaan repelen, penggunaan kawat nyamuk untuk menghindari
terjadinya gigitan nyamuk anopheles betina. Disamping itu bila akan melakukan perjalanan
ke daerah endemis malaria dapat dilakukan kemoprofilaksis dengan mengkonsumsi
doksisiklin 100 mg/ hari mulai dari 1 hari sebelum berangkat, selama di daerah endemis
sampai dengan 4 mingu setelah kembali dari daerah endemis. Doksisiklini ini tidak boleh
diberikan pada ibu hamil, anak anak di bawah usia 8 tahun. Dan Pemberian obat ini tidak
boleh lebih dari 3 bulan.
PENEGAKAN DIAGNOSIS
ANAMNESIS
Pada anamnesis setiap individu yang tinggal di daerah endemis malaria, bila didapatkan
demam atau ada riwayat demam dalam 48 jam atau tampak anemis, wajib dicurigai sebagai
malaria tanpa mengesampingkan penyebab demam yang lain. Sedangkan untuk individu
yang tidak tinggal di daerah endemis malaria, bila didapatkan demam atau adanya riwayat
demam dalam 7 hari terakhir dan adanya resiko tertular malaria, wajib diduga malaria.
Resiko tertular malaria antara lain adanya riwayat berpergian ke daerah endemis malaria,
atau adanya kunjungan dari seseorang dari daerah endemis malaria ke tempat tinggal
penderita.
Gejala demam yang timbul tergantung jenis malaria. Gejala klasik biasanya timbul pada
penderita yang berasal dari daerah non endemis, yaitu demam akut (paroksismal) yang
didahului oleh stadium dingin (menggigil) diikuti demam tinggi kemudian berkeringat
banyak. Bila penderita berasal dari daerah endemis biasanya selain gejala klasik dapat
ditemukan gejala lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot.
Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:
1. Keluhan: demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah,
diare dan nyeri otot atau pegal-pegal
2. Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria
3. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria
4. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.
PEMERIKSAAN FISIK
1. Suhu tubuh aksiler > 37,5 °C b Konjungtiva atau telapak tangan pucat Sklera ikterik
2. Pembesaran Limpa (splenomegali) Pembesaran hati (hepatomegali)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan dengan mikroskop Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di
Puskesmas/lapangan/ rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:
1. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).
2. Spesies dan stadium plasmodium.
3. Kepadatan parasit/jumlah parasit.
Plasmodium vivax
Plasmodium falciparum
Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test) Mekanisme kerja tes ini
berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda
imunokromatografi. Sebelum menggunakan RDT perlu dibaca petunjuk penggunaan dan
tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan RDT tidak digunakan untuk mengevaluasi
pengobatan.
DIAGNOSIS KLINIS
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding untuk kasus malaria dapat didiagnosa dengan demam tifoid, demam
berdarah dengue, leptospirosis, chikungunya, dan infeksi saluran nafas.
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
TERAPI FARMAKOLOGIS
1. Standar Pengobatan:
a. Pengobatan radikal penderita malaria harus mengikuti kebijakan nasional
pengendalian malaria di Indonesia.
b. Pengobatan dengan Artemisinin based Combination Theraphy (ACT) hanya diberikan
kepada penderita dengan hasil pemeriksaan darah positif malaria
c. Penderita malaria tanpa komplikasi harus diobati dengan kombinasi ACT ditambah
Primakuin sesuai dengan jenis plasmodiumnya. Tidak diberikan Primakuin pada bayi
< 6 bulan, ibu hamil, ibu menyusui bayi< 6 bulan dan penderita malaria yang
menderita kekurangan enzim Glucosa 6 Phosphat Dehidrogenase (G6PD)
d. ACT yang saat ini digunakan sebagai obat dalam program pengendalian malaria
adalah Dihidroartemisinin Piperaquine (DHP)
e. DHP diberikan selama 3 hari dengan dosis sesuai dengan berat badan penderita
dimana dosis pertama diberikan pada hari saat didiagnosis malaria disebut Hari ke Nol
(H0), dosis kedua pada Hari pertama (H1) dan dosis ketiga pada Hari ke 2 (H2).
f. Semua obat antimalaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena
mengiritasi lambung sehingga diberikan setelah makan.
g. Penderita malaria berat harus diobati dengan Artesunate intravena atau intramuskular
dan dilanjutkan dengan DHP oral dan Primakuin, seperti pada pengobatan malaria
tanpa komplikasi.
h. Kepatuhan penderita terhadap pengobatan sangat penting untuk mencegah terjadinya
resistensi plasmodium terhadap obat.
i. Sebelum merujuk penderita malaria berat, harus diberikan dosis awal Artesunate
intramuskular/intravena.
2. Kemoprofilaksis
Obat yang digunakan sebagai kemoprofilaksis adalah Doksisiklin dengan dosis
100mg/hari. Obat diminum 1 hari sebelum bepergian, selama berada didaerah tersebut
sampai 4 minggu setelah kembali. Doksisiklin tidak boleh diberikan pada ibu hamil dan
anak dibawah umur 8 tahun dan tidak boleh diberikan lebih dari 3 bulan. Pemberian obat
kemoprofilaksis diutamakan pada orang dengan resiko tinggi, terkena malaria karena
pekerjaan dan perjalanan ke daerah endemis tinggi, dengan tetap mempertimbangkan
keamanan dan lama penggunaan obat tersebut.
Pada ibu hamil karena termasuk kelompok beresiko tinggi maka dilakukan skrining
dengan mikroskop atau RDT pada setiap kali melakukan antenatal care di puskesmas.
Selanjutnya dianjurkan untuk tidur menggunakan kelambu berinsektisida. Pemberian
Tablet Besi bagi ibu hamil tetap dilanjutkan.
Konseling dan edukasi yang harus diberikan kepada pasien maupun masyarakat yang tinggal
daerah endemis antara lain pengetahuan mengenai tanda dan gejala penyakit malaria, tanda-
tanda defisiensi G6PD, keteraturan minum obat sampai habis terutama Primakuin yang
harus diminum sampai 14 hari untuk mencegah terjadinya relaps pada malaria Vivax, selalu
melakukan tindakan pencegahan dari gigitan nyamuk Anopheles dengan menjaga pola hidup
bersih dan sehat, menggunakan pelindung dari gigitan nyamuk seperti repelen anti nyamuk
dan atau menggunakan kelambu berinsektisida saat tidur di malam hari.
MONITORING PENGOBATAN
1. Monitoring pengobatan pada pasien rawat jalan
Pada pasien rawat jalan evaluasi pengobatan dilakukan pada hari ke- 3, 7, 14, 21, dan 28
dengan pemeriksaan klinis dan mikroskopis. Apabila terdapat perburukan gejala klinis
selama masa pengobatan dan evaluasi, pasien dianjurkan untuk segera datang kembali
tanpa menunggu jadwal evaluasi diatas.
2. Monitoring pengobatan pada pasien rawat inap
Pada pasien rawat inap evaluasi pengobatan dilakukan setiap hari dengan pemeriksaan
klinis dan darah malaria secara kuanititatif hingga klinis membaik dan hasil mikroskopis
negatif. Evaluasi pengobatan dilanjutkan pada hari ke- 3, 7, 14,21 dan 28 dengan
pemeriksaan klinis dan mikroskopis.
KRITERIA RUJUKAN
Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit atau Puskesmas
Perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya jika dibutuhkan
fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke RS dengan fasilitas yang lebih lengkap.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi pada malaria berat antara lain gagal nafas, gagal ginjal akut,
gagal sirkulasi, perdarahan dan Trombositopeni, Anemia berat, Hipoglikemia dan ikterus.
PROGNOSIS
Jika penderita malaria tidak ditangani segera dapat menjadi malaria berat yang dapat
menyebabkan kematian. Malaria dapat menyebabkan anemia yang mengakibatkan
penurunan
kualitas sumber daya manusia. Malaria pada wanita hamil jika tidak diobati dapat
menyebabkan keguguran, lahir kurang bulan (prematur) dan berat badan lahir rendah
(BBLR) serta lahir mati.
PENCEGAHAN
Prinsip pencegahan malaria antara lain :
1. Awareness kewaspadaan terhadap risiko malaria.
2. Bites prevention mencegah gigitan nyamuk. Pencegahan gigitan nyamuk dengan
menggunakan kelambu berinsektisida, repelen, kawat kassa dan sebagainya.
3. Chemoprophylaxis pemberian obat profilaksis.
4. Diagnosis dan Treatment. Early diagnosis and prompt treatment
5. Protokol layanan Malaria pada masa pandemi Covid-19
a. Pencegahan Penularan COVID-19 Dalam Layanan Malaria
Penyakit malaria memiliki beberapa gejala yang mirip dengan COVID-19 seperti:
demam, sakit kepala, dan nyeri otot. Penderita malaria dapat terinfeksi penyakit
lainnya termasuk COVID-19. Di daerah endemis tinggi malaria saat dilakukan
pemeriksaan COVID- 19 (dengan rapid test ataupun PCR) juga dilakukan
pemeriksaan darah malaria dengan RDT termasuk pada orang tanpa gejala (OTG). Di
daerah endemis tinggi sering ditemukan malaria tanpa gejala (asimptomatis). Di
daerah fokus Malaria dan eliminasi malaria maka skrining malaria dilakukan pada
orang yang mempunyai gejala malaria atau indikasi tertular malaria.
Dalam upaya perlindungan terhadap petugas layanan malaria dari penularan COVID-
19 maka setiap petugas yang melakukan layanan malaria diwajibkan menggunakan
alat pelindung diri (APD) sesuai standar protokol pencegahan penularan COVID-19
serta mengupayakan physical distancing (jaga jarak fisik) dalam menjalankan
aktivitasnya. Masyarakat juga menjalankan protokol pencegahan penularan COVID-
19 (menggunakan masker kain, cuci tangan pakai sabun (CTPS), menghindari
kerumunan lebih dari 5 orang, dan jaga jarak fisik). Untuk menghindari penumpukan
pasien di fasyankes dan agar pasien tidak terlalu lama berada di fasyankes
(mengurangi risiko tertular penyakit lain), maka pemeriksaan diagnostik malaria
dilakukan dengan RDT dan diberikan pengobatan bila positif. Pembuatan sediaan
darah tetap dilakukan untuk konfirmasi hasil RDT.
b. Diagnostik dan Tatalaksana Pasien COVID-19 dengan Malaria
Pada situasi pandemi COVID-19, pasien COVID-19 yang tinggal atau berasal atau
mempunyai riwayat perjalanan ke daerah endemis malaria patut diduga terinfeksi
malaria pula. Perlu segera dilakukan pemeriksaan menggunakan RDT untuk
penegakan diagnostik malaria. Pemeriksaan mikroskopis diperlukan untuk
konfirmasi.
Berikut adalah bagan untuk penapisan malaria pada penderita COVID-19:
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku saku tatalaksana malaria tahun 2020. Direktorat Jenderal Pencegahan dan
pengendalian penyakit. Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia. Tahun 2020
2. Guidelines for the treatment of Malaria 3rd edition, WHO, 2015.
3. Pedoman layanan terpadu ibu hamil, dan balita dalam pengendalian malaria di fasilitas
pelayanan kesehatan. Direktorat Pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor dan
zoonotik. Direktorat Jenderal Pencegahan dan pengendalian penyakit. Kementrian
Kesehatan RI. Tahun 2019.
4. Situasi terkini perkembangan program pengendalian malaria di indonesiatahun 2018.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Tahun 2018.
5. Protokol Layanan Malaria Dalam Masa Pandemi Covid-19, Direktorat Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Kementrian Kesehatan RI April 2020.