PENDAHULUAN
Gonore merupakan istilah umum untuk menunjukkan serangkaian kondisi klinis yang
melibatkan infeksi oleh bakteri pathogen Neisseria gonorrhoeae yang didapat melalui
hubungan seksual. Sekitar 85% wanita yang mengalami penyakit ini dinyatakan tidak
mengeluhkan gejala, sehingga mereka kemungkinan besar tidak akan periksa dan tidak akan
mendapat pengobatan. Pada umumnya penyakit gonore ini disebabkan oleh bakteri patogen
yang ditularkan melalui hubungan seksual, yaitu terutama bakteri Neisseria
gonorrhoeae dan/atau Chlamydia trachomatis. Data dari “Survei Terpadu Biologis dan
Perilaku (STPB)” yang diterbitkan oleh Kementrian Kesehatan republik Indonesia tahun
2013 melaporkan bahwa kasus infeksi yang disebabkan oleh kedua jenis bakteri tersebut
sebesar 32% di antara populasi wanita pekerja seks, sehingga para pria yang berhubungan
dengan mereka akan berisiko tertular serta menularkan kepada istrinya.
TUJUAN PEMBELAJARAN
ETIOLOGI
A. Infeksi Gonore
Neisseria gonore adalah organism gram negative, nonmotil, non-spore forming yang tumbuh
sendiri dan berpasangan (dalam bentuk monokokus dan diplokokus) (Talhari, 1997).
PETA KONSEP
BELUM ADA
FAKTOR RISIKO
BELUM ADA
PATOGENESIS
Infeksi Gonore (GO) ditularkan terutama melalui hubungan seksual, namun penularan dapat
juga terjadi dari ibu kepada janin dalam kandungan atau saat kelahiran, melalui produk darah
atau transfer jaringan yang telah tercemar, kadang-kadang dapat ditularkan melalui alat
kesehatan (Cunningham, F.G, 2014).
PENEGAKKAN DIAGNOSIS
ANAMNESIS
A. Infeksi Gonore
Wanita yang terinfeksi oleh N. gonorrhae awalnya masih asimptomatik atau hanya memiliki
gejala ringan. Gejala yang dapat terjadi antaranya adalah discharge yang sedikit dari vagina
yang dapat disebabkan dari servix yang terinflamasi (bukan vaginitis atau vaginosis) dan
disuria (biasanya tanpa gangguan urgensi dan frekuensi) yang terjadi pada gonococcal
urethritis. Masa inkubasi pada wanita jarang dapat ditentukan dengan tepat. Namun gejala
dapat terjadi dalam jangka waktu 10 hari setelah terinfeksi dan menunjukkan gejala yang
lebih hebat berbanding infeksi chlamydial cervicitis. Komplikasi yang dapat terjadi pada
pada gonococcal servitis adalah dyspareunia dan lower abdominal pain akibat infeksi yang
lebih dalam dan jauh. Pada keadaan tersebut harus difikirkan Pelvic Inflamatory Disease
(PID) (Fauci, 2011).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Infeksi Gonore
Diagnosis dengan temuan pewarnaan Gram`s yang dilakukan pada urethral exudates
B. Infeksi Non Gonore
1. Periksa adanya lesi yang menunjukkan adanya PMS.
2. Sediakan sample bila ada duh yang keluar untuk pemeriksaan lebih lanjut.
3. Setelah pemeriksaan urethra diikuti pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk kultur
seviks (Talhari, 1997)
DIAGNOSIS KLINIS
A. nfeksi Gonore
BELUM ADA
DIAGNOSIS BANDING
BELUM ADA
SARANA PRASARANA
BELUM ADA
PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF
TERAPI FARMAKOLOGIS
A. Infeksi Gonore
Pemberian Cephalosporins generasi ketiga yaitu cefixime 400 mg (peroral) dan ceftriaxone
125 mg (intramuskular), keduanya sebagai single dose, menjadi terapi pilihan utama pada
infeksi gonococcal (urethra, cervix, rectum, atau pharynx) yang belum ada komplikasi
(Martha, 2011).
B. Infeksi Non Gonore
Terapi antibiotik harus dapat mencakup kedua penyakit yakni urethritis gonokokal dan
urethritis non gonokokal. Pilihan antimikrobial untuk penatalaksanaan urethritis
termasuk ceftriaxone secara parenteral, azithromycin oral, ofloxacin oral, ciprofloxacin
oral, cefixime oral, doxycicline oral, dan spectinomycin parenteral. Azithromycin dan
doxysiklin telah terbukti setara dalam hal efikasi untuk mengobati infeksi C Trachomatis.
Ofloxacin dan azithromycin efektif untuk pengobatan urethritis non-gonokokal (GNO),
dimana ciprofloxacin tidak efektif bagi semua infeksi chlamydia. Kombinasi probenecid
dengan penicillin, amoxicillin, atau ampicillin sudah tidak digunakan lagi karena kuman
bersifat resisten. Secara terbalik, golongan makrolida termasuk eritromisin dan
tetrasiklin, kesemuanya memiliki kesamaan efektifitas bagi GNO. Insidensi N
gonorrhoeae resisten terhadap quinolone tinggi di asia dan negara asifik dan meningkat
pada pantai barat amerika serikat. Riwayat perjalanan pasien terbaru dapat membantu
menentukan penatalaksanaan yang langsung (Martha, 2011).
1. Azithromycin
Azithromycin dalam dosis 2 g, dapat mengobati baik gonococcal dan non-gonokokal
. Obat ini merupakan pilihan terapi dan dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien.
Pengobatan membutuhkan 8 tablet besar, dan juga tersedia dalam bentuk cair
(Martha, 2011).
2. Doxycycline
3. Obat ini hanya mampu mengobati non-gonokokal urethritis (GNO) saja. Dosis : Awal
: 200 mg/hari terbagi 2 kali sehari PO/IV atau IV diberikan 1x/hari, Lanjut : dosis
rumatan : 100 – 200 mg/ hari terbagi tiap 12 jam PO/IV (Martha, 2011).
KONSELING DAN EDUKASI
BELUM ADA
MONITORING PENGOBATAN
BELUM ADA
KRITERIA RUJUKAN
BELUM ADA
KOMPLIKASI
BELUM ADA
PROGNOSIS
BELUM ADA
PENCEGAHAN
Jika kondom digunakan dengan benar, hal ini akan menghasilkan proteksi yang sangat
efektif dalam menghalang terjadinya transmisi gonorrhea serta infeksi lain dari dan ke
perukaan mukosa. Apabila sudah terdiagnosa dengan infeksi gonorrhea, semua pasangan
seksual harus turut dievaluasi dan diberikan terapi secara bersamaan. Pasien juga harus
diberitahukan supaya tidak melakukan aktivitas seksual selama terapi masih berlangsung
dan gejala masih positif (Tjandra, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F.G, et al. 2014. Obstetric William’s 24th. The McGraw - Hill Co: New
York.
2. Fauci, et al. 2011. Harison’s Principles of Internal Medicine, 18th Ed. McGraw-Hill :
USA.
3. Martha, et al.2011. Urethritis. Medscape for iPhone. United Kingdom : eMedicine.
4. Talhari, S., Benzaquen, A., Orsi, A.T. 1997. Diseases Presenting As Urethritis/Vaginitis:
Gonorrhoea, Chlamydia, Trichomoniasis, Candidiasis, Bacterial Vaginosis.
5. Tjandra Y.A, et al. 2011. Pedoman Nasional Penanganan Infeksi Menular Seksual.
Kementrian Kesehatan RI: Jakarta