Anda di halaman 1dari 8

Malaria

Pendahuluan
Malaria merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh parasit Plasmodium, yang
ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Terdapat 5 spesies parasite yang
menyebabkan malaria pada manusia dan dua diantaranya adalah P. falciparum dan P. vivax
menimbulkan ancaman yang paling besar.
Berdasarkan laporan malaria dunia, terdapat 229 juta kasus malaria pada tahun 2019
dibandingkan 228 juta kasus tahun 2018. Perkiraan kematian akibat malaria sebesar 409,000 di
tahun 2019. Anak dibawah 5 tahun merupakan kelompok yang rentan terkena malaria. Di tahun
2019 sekitar 67% (274,000) dari seluruh kematian akibat malaria diseluruh dunia merupakan dari
kelompok usia dibawah 5 tahun. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, kasus malaria pada tahun 2018 mencapai 8,076 kasus positif melalui
pemeriksaan darah oleh tenaga kesehatan, dengan provinsi Papua memiliki angka tertinggi
(12,07%).
Gejala awal adalah demam, nyeri kepala dan menggigil yang timbul 10-15 hari setelah gigitan
nyamuk dan dapat menunjukkan gejala yang ringan dan sulit untuk dikenali. Bila tidak diobati,
malaria P. falciparum dapat menjadi penyakit berat dan kematian dalam waktu 24 jam.

Gejala
Gejala malaria dapat berupa demam terutama selama tujuh hari atau lebih. Demam biasanya naik
turun disertai fase menggigil, demam dan keringatan. Namun seringkali juga tidak terjadi
demikian. Gejala ini juga dapat disertai nyeri kepala, lelah/perasaan kurang enak badan,
kelemahan, gangguan perut, gejala saluran napas atas, nyeri otot. Pada kasus yang berat dapat
termasuk kulit tampak kuning, kebingungan, kejang dan urin berwarna gelap. Pada anak, gejala
dapat disertai lemas, lelah/kurang enak badan, nyeri perut, mual, muntah dan diare; dan pada
kasus berat dapat berupa rasa kantuk (penurunan kesadaran), kejang, dan koma. Tentunya gejala
ini harus disertai dengan riwayat perjalanan ke tempat-tempat endemis malaria atau riwayat
tinggal di tempat endemis malaria.

Penyebab
Terdapat 5 spesies Plasmodium yang dapat menginfeksi manusia:
 P. falciparum
 P. ovale
 P. vivax
 P. malariae
 P. knowlesi
Agen penular malaria, nyamuk Anopheles, mendapat gamet saat penghisapan darah, yang
kemudian membentuk sporozoit. Sporozoit kemudian dilepaskan melalui kelenjar air liur
nyamuk ke aliran darah manusia saat penghisapan darah berikutnya. Sporozoit ini mencapai
organ hepar dan menginvasi hepatosit untuk kemudian membelah diri membentuk merozoit.
Pada infeksi aktif, organisme ini masuk kembali ke aliran darah dan menginvasi sel darah merah.
Di dalam sel darah merah, plasmodia memakan hemoglobin dan berkembang menjadi tropozoit
matur atau gametosit dari tropozoit imatur (stadium ring). Tropozoit matur bereplikasi
membentuk schizont, merusak integritas membran sel eritrosit, menyebabkan perlengketan
endotel kapiler dan perusakan sel.

Diagnosis
Diagnosis malariaditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Malaria berat didiagnosis berdasarkan kriteria
WHO.
Pada anamnesis, dokter akan menanyakan mengenai keluhan, riwayat sakit malaria dan minum
obat malaria, riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria, dan riwayat tinggal di daerah
endemis malaria. Keluhan seperti demam, menggigil, berkeringat, disertai sakit kepala, mual dan
muntah, diare dan nyeri otot merupakan gejala yang dapat menandakan kemungkinan malaria.
Pada pemeriksaan fisik, mungkin didapatkan suhu tubuh 37,5 oC, konjungtiva atau telapak tangan
pucat, sclera ikterik, pembesaran limpa, pembesaran hati. Sedangkan pemeriksaan laboratorium
dapat menggunakan mikroskop dengan sediaan darah tebal dan tipis di
puskesmas/lapangan/rumah sakit/lab klinik untuk menentukan ada tidaknya parasite malaria,
spesies dan stadium plasmodium, serta kepadatan parasite. Pemeriksaan Mikroskop merupakan
baku standar dalam mendiagnosis malaria. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah
pemeriksaan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostik Test). Pemeriksaan ini bekerja dengan
mendeteksi antigen parasite malaria menggunakan metoda imunokromatografi.
Diagnosis malaria berat adalah ditemukannya Plasmodium falciparum stadium aseksual dengan
minimal satu dari manifestasi klinis atau temuan hasil laboratorium. Manifestasi klinis yang
dilihat berdasarkan WHO:
- Perubahan kesadaran
- Kelemahan otot (tidak bias duduk/berjalan)
- Kejang berulang lebih dari 2 episode dalam 24 jam
- Distress pernafasan
- Gagal sirkulasi atau syok: pengisian kapiler > 3 detik, tekanan darah sistolik < 80 mmHg
(anak: <70 mmHg),
- Kuning (lab bilirubin >3 mg/dl dan kepadatan parasite >100.000)
- Urin mengandung darah (hemoglobinuria)
- Perdarahan spontan yang abnormal
- Edepa paru (radiologi, saturasi oksigen <92%)
Gambaran laboratorium yang dilihat:
- Hipoglikemia (Gula darah <40%)
- Asidosis metabolic (bikarbonat plasma <15 mmol/L)
- Anemia berat (Hb <5 gr% untuk endemis tinggi, <7 gr% untuk endemis sedang-rendah),
pada dewasa Hb < 7gr% atau hematocrit <15%).
- Hiperparasitemia (Parasit > 2% eritrosit atau 100,000 parasit/µL di daerah endemis
rendah atau >5% eritrosit atau 100,000 parasit/ µL didaerah endemis tinggi)
- Hiperlaktemia (asam laktat > 5 mmol/L)
- Hemoglobinuria
- Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%)

Pengobatan
Pasien dengan diagnosis malaria ditangani dengan obat pembasmi schizont, perawatan suportif,
dan perawatan di rumah sakit untuk pasien risiko tinggi. Pasien yang tidak stabil, terutama pada
malaria serebral atau dengan gangguan pernapasan, memerlukan perawatan intensif.
Pengobatan melibatkan terapi kombinasi yang menarget bentuk hepatic (parasite di hati) dan
eritrositik (parasite di sel darah merah). Antimalaria utama adalah klorokuin, hidroksiklorokuin,
primakuin, terapi kombinasi berbasis artemisin (ACT), dan atovaquone-proguanil.
Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah primakuin.
Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, primakuin untuk malaria
valsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0.25 mg/KgBB, dan untuk
malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0.25 mg/KgBB. Primakuin tidak boleh diberikan
pada bayi usia <6 bulan. Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks tertera pada Tabel 1 dan 2.

Catatan:
Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila penimbangan berat badan
tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.
a. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka
dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.
b. Apabila pasien P. falciparum dengan BB > 80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan
setelah pemberian obat dan pemeriksaan sediaan darah masih positif P. falciparum ,
maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari.
Pengobatan kasus malaria vivaks relaps (kambuh) diberikan regimen ACT yang sama tapi dosis
primakuin ditingkatkan menjadi 0.5 mg/KgBB/hari.
Pengobatan malaria ovale saat ini menggunakan ACT yaitu DHP ditambah dengan primakuin
selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks
Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis sama
dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin.
Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan
dosis 0.25 mg/KgBB/hari selama 14 hari.

Catatan:
a. Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, apabila penimbangan berat
badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur
b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka
dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan
c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal
d. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

Berdasarkan panduan CDC 2019, pengobatan yang terbaik bergantung pada spesies Plasmodium,
stabilitas klinis, dan usia pasien serta kerentanan antimalarial regional:
- Infeksi P. falciparum, P. malariae atau P. knowlesi tanpa komplikasi pada lokasi
sensitive klorokuin diobati dengan klorokuin fosfat 600 mg (anak: 10 mg/kg) dosis awal,
dilanjutkan dengan 300 mg (anak: 5 mg/kg) pada 6, 24, 48 jam; atau hidroksiklorokuin
620 mg (anak: 10 mg) dosis awal, dilanjutkan dengan 310 mg (anak: 5 mg/kg) pada 6, 24
dan 48 jam.
- Infeksi P. falciparum tanpa komplikasi pada daerah resisten klorokuin atau daerah yang
tidak diketahui diobati dengan atovaquone-proguanil 250 mg/100 mg 4 tablet (anak:
dosis bervariasi berdasarkan berat badan, 6,5/25 mg tab perhari selama 4 hari; atau
artemether-lumefantrine 20 mg/120 mg 4 tablet untuk dosis awal, lalu 8 jam kemudian,
lalu dua kali perhari selama 2 hari; atau kuinin sulfat 542 mg (anak: 8,3 mg/kg) 3 kali
perhari selama 3 hari (7 hari di Asia Tenggara) ditambah antara doksisiklin 100 mg
perhari selama 7 hari (anak 2,2 mg/kg tiap 12 jam), atau tetrasiklin 250 mg perhari
selama 7 hari (anak 25 mg/kg/hari dibagi 4 kali perhari selama 7 hari), atau klindamisin
20 mg/kg/hari dibagi 3 kali perhari selama 7 hari (anak: serupa); atau meflokuin 684 mg
(anak: 13,7 mg/kg) dosis awal dilanjutkan dengan 456 mg (anak: 19,1 mg/kg) tiap 6
sampai 12 jam selama total 1250 mg (anak total: 25 mg/kg).
- Infeksi P. vivax atau P. ovale pada daerah sensitive klorokuin diobati dengan klorokuin
fosfat atau hidroksiklorokuin serupa dengan diatas, ditambah antara primakuin fosfat 30
mg (anak: 0,5 mg/kg) perhari selama 14 hari, atau tafenokuin 300 mg sekali (serupa
dengan anak lebih dari 16 tahun).
- Infeksi P. vivax tanpa komplikasi pada daerah resisten klorokuin (Indonesia, Papua New
Guinea) diobati dengan kuinin sulfat seperti diatas dengan doksisiklin, primakuin, atau
tafenokuin seperti diatas; atau atovaskuone-proguanil seperti diatas ditambah dengan
primakuin atau tafenakuin; atau meflokuin seperti diatas dengan primakuin atau
tafenokuin seperti diatas.
- Infeksi tanpa komplikasi dengan spesies apapun pada wanita hamil pada daerah sensitive
klorokuin membutuhkan pengobatan dengan klorokuin atau hidroksiklorokuin seperti
diatas.
- Infeksi tanpa komplikasi dengan spesies apapun pada wanita hamil di daerah resisten
klorokuin diobati dengan kuinin sulfat seperti diatas ditambah dengan klindamisin atau
meflokuin seperti diatas untuk trimester satu, dua dan tiga; artemether-lumefantrine
seperti diatas hanya untuk trimester dua dan tiga.
- Pengobatan Malaria berat pada pasien tidak stabil dan tidak hamil disemua daerah
termasuk artesunat IV 2,4 mg/kg (anak: lebih dari 20 kg menerima 2,4 mg/kg, <20 kg
menerima 3,0 mg/kg) pada 0,12,24 dan 48 jam dan artemether-lumefantrine, atovakuone-
proguanil, doksisiklin, atau meflokuin seperti di atas.
Pencegahan malaria dapat menurunkan angka kejadian dan angka kematian malaria. Kontrol
vector yang efektif dan obat antimalaria untuk pencegahan memiliki pengaruh besar dalam
menurunkan beban penyakit ini. Kesadaran masyarakat untuk menjaga diri dan lingkungan agar
tidak terjadi penyebaran penyakit malaria. Kontrol vector merupakan komponen penting dalam
strategi mengontrol dan mengeliminasi karena angka pencegahannya yang efektif dalam
menurunkan transmisi penyakit. Dua inti penting dalam intervensi ini adalah kelambu
berinsektisida dan penyemprotan dalam ruangan. Pengobatan pencegahan merupakan
penggunaan obat-obatan untuk mencegah infeksi malaria.

Komplikasi
Komplikasi malaria yang paling mencolok adalah malaria serebral (otak), anemia malaria berat,
dan sinrom nefrotik (kerusakan ginjal).
Malaria serebral berkontribusi sebanyak 80% dari kasus malaria yang fatal. Lebih sering terjadi
pada anak dibawah 5 tahun dengan angka kematian 18%. Pada malaria serebral, sekuestrasi
sekuestrasi dan vasodilatasi serta peningkatan respon inflamasi menyebabkan kongesti,
penurunan perfusi, aktivasi endotel, gangguan barrier darah-otak, dan edema serebral yang
menyebabkan peningkatan volume otak. Peningkatan volume ini berkontribusi dalam kematian
pasein pada malaria serebral.
Anemia malaria berat diakibatkan oleh mekanisme suatu mediator inflamasi yang menyebabkan
peningkatan perusakan dan penurunan produksi sel darah merah.
Sindrom nefrotik timbul karena pengendapan komplek antigen-antibodi glomerulus dan dapat
menyebabkan gagal ginjal. Sindrom nefrotik sering terjadi pada P. malariae dan P. knowlesi,
mungkin terjadi pada P. vivax, dan jarang pada P. falciparum dan P. ovale.
Komplikasi lain yang dapat terjadi:
- Demam remiten empedu terjadi dengan nyeri perut dan muntah persisten yang dapat
menyebabkan dehidrasi, kuning dan urin berwarna gelap
- Algid malaria merupakan kurangnya adrenal akibat kongesti parasite dan kematian
jaringan dari glandula adrenal
- Sindrom distress pernafasan akut, kolaps sirkulsi, Koagulasi intravascular diseminata,
pembengkakan paru, koma dan kematian.

Anda mungkin juga menyukai