Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan malnutrisi sebagai


ketidakseimbangan seluler antara pasokan nutrisi dan energi dan permintaan
tubuh bagi mereka untuk memastikan pertumbuhan, pemeliharaan, dan fungsi-
fungsi tertentu lainnya. Pada tahun 1979 malnutrisi menjadi istilah umum yang
digunakan untuk merujuk pada gizi buruk atau tidak memadai, sedangkan pada
tahun 2000 di sisi lain malnutrisi didefinisikan sebagai penyakit yang terjadi
ketika nutrisi tidak dikonsumsi dalam proporsi yang tepat seperti yang dibutuhkan
oleh tubuh. Sehingga ada 2 bentuk utama malnutrisi yaitu kurang gizi dan
kelebihan gizi.1
Malnutrisi energi protein ( MEP ) adalah spektrum keadaan yang
disebabkan oleh berbagai tingkat defisiensi protein dan kalori. Berdasarkan lama
dan beratnya kekurangan energi protein, MEP diklasifikasikan menjadi MEP
derajat ringan-sedang ( gizi kurang ) dan MEP derajat berat ( gizi buruk ), gizi
kurang belum belum menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai
gangguan pertumbuhan dan anak tampak kurus. Pada gizi buruk, di samping
gejala klinis didapatkan kelainan biokimia sesuai dengan bentuk klinis. Pada gizi
buruk didapatkan 3 bentuk klinis yaitu, kwarshiorkor, marasmus dan marasmik
kwarshiorkor, walaupun demikian penatalaksanaannya tetap sama.2
Malnutrisi energi protein juga merupakan salah satu dari empat masalah
gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur
5 tahun ( balita ) serta pada ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan Riskesdas 2007,
13 % balita menderita gizi kurang sedangkan angka gizi buruk turun menjadi 4,9
%.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Gizi buruk / Malnutrisi energi protein berat adalah suatu kondisi patologis
yang timbul dari kurangnya protein dan kalori (kualitas dan kuantitas) secara
kebetulan. Ini terjadi paling sering pada bayi dan anak-anak dan umumnya terkait
dengan infeksi. Contoh kekurangan energi protein adalah kwashiorkor, marasmus,
dan kwashiorkor marasmik.1
Gizi buruk/ kekurangan energi protein merupakan keadaan yang disebabkan
oleh berbagai tingkat defisiensi protein dan kalori.2
Gizi buruk merupakan keadaan yang terjadi untuk sekelompok gangguan
yang meliputi marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.4

EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2000, WHO memperkirakan bahwa anak-anak yang kekurangan
gizi berjumlah 181,9 juta (32%) di negara-negara berkembang. Selain itu,
diperkirakan 149,6 juta anak-anak lebih muda dari 5 tahun mengalami kekurangan
gizi ketika diukur dalam hal berat badan untuk usia. Di Asia Tengah Selatan dan
Afrika Timur, sekitar separuh anak-anak mengalami keterbelakangan
pertumbuhan karena kekurangan energi protein. Sebuah studi cross-sectional
remaja Palestina menemukan bahwa 55,66% anak laki-laki dan 64,81% anak
perempuan memiliki asupan energi yang tidak memadai, dengan asupan protein
yang tidak adekuat pada 15,07% anak laki-laki dan 43,08% anak perempuan.5
Di Indonesia, Gizi buruk atau malnutrisi energi protein (MEP) merupakan
salah satu dari empat masalah gizi utama di Indonesia. Prevalensi yang tinggi
terdapat pada anak di bawah umur lima tahun (balita) serta pada ibu hamil dan
menyusui. Berdasarkan Riskesdas 2007, 13% balita menderita gizi kurang dan
5,4% balita menderita gizi buruk. Pada Risdesdas 2010, 13% balita menderita gizi
kurang sedangkan angka gizi buruk turun menjadi 4,9%.3

2
ETIOLOGI
Di seluruh dunia, penyebab paling umum gizi buruk adalah asupan makanan
yang tidak memadai. Anak-anak usia prasekolah di negara-negara berkembang
sering beresiko kekurangan gizi karena ketergantungan mereka pada orang lain
untuk makanan, peningkatan kebutuhan protein dan energi, sistem kekebalan yang
belum matang menyebabkan kerentanan yang lebih besar terhadap infeksi, dan
paparan kondisi non-higienis.1
Faktor lain yang signifikan adalah menyapih yang tidak efektif akibat
ketidaktahuan, kebersihan yang buruk, faktor ekonomi, dan faktor budaya.
Prognosis lebih buruk ketika malnutrisi energi protein terjadi dengan infeksi HIV.
Infeksi gastrointestinal sering menyebabkan kekurangan gizi energi protein
karena keadaan klinis yang terkait diare, anoreksia, muntah, peningkatan
kebutuhan metabolik, dan penurunan penyerapan usus. Dan infeksi parasit juga
memainkan peran utama di banyak bagian dunia. 1
Di negara maju, asupan makanan yang tidak memadai adalah penyebab
kurang gizi yang kurang umum; malnutrisi energi protein lebih sering disebabkan
oleh penurunan absorpsi atau metabolisme abnormal. Dengan demikian, di
negara-negara maju, penyakit seperti cystic fibrosis, gagal ginjal kronis,
keganasan masa kanak-kanak, penyakit jantung bawaan, dan penyakit
neuromuskular, berkontribusi pada kekurangan gizi. Diet, manajemen yang tidak
tepat dari alergi makanan, dan penyakit psikiatri, seperti anoreksia nervosa, juga
dapat menyebabkan malnutrisi energi protein yang parah. 1

PENENTUAN STATUS GIZI


Penentuan status gizi berdasarkan tampilan klinis dan antropometri.6

3
JENIS-JENIS GIZI BURUK
 Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk dari kekurangan energi protein
yang tersering dan disebabkan oleh kehilangan kalori berat. Marasmus
juga dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit, seperti fibrosis kistik,
tuberkulosis, kanker, AIDS. Anak-anak yang mengalami marasmus akan
memilki penampilan wajah seperti orangtua, terlihat sangat kurus,
perubahan mental, cengeng, kulit menjadi kering, dingin dan mengendor
keriput. Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang, otot
atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas. Kadang dapat disertai dengan
bradikardi, penurunan tekanan darah.2,7
 Kwarshiorkor
Kwashiorkor malnutrisi energi protein diakibatkan dari defisiensi protein
berat dan asupan kalori yang tidak adekuat. Anak-anak yang mengalami
kwarshiorkor akan terjadi perubahan mental bahkan sampai apatis,
anemia, perubahan warna dan tekstur rambut ( mudah dicabut atau rontok
), gangguan sistem gastrointestinal, pembesaran hati, perubahan kulit,
atrofi otot dan edema simetris pada kedua punggung kaki, bahkan dapat
sampai seluruh tubuh.2,7
 Marasmik-kwarshiorkor
Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara
bersamaan.7

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau anorexia
bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana
makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan
kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen
ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun
senja. Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada
sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya

4
terang dan gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai.
Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut
adaptasi rodopsin.
Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau
kemunduran adaptasi rodopsin. Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel
kekurangan air (dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin
myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn
protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali
terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi
penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini membuat penurunan HDL dan LDL.
Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport
ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan lemak di hepar.
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula. Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular
menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial.
Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor
tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium
berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor,
selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma
pada intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel
dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang
rapat. Edema biasanya terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya
gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik.2

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran
antropometri. Anak didiagnosis gizi buruk apabila:
 BB/TB < -3 SD atau <70% dari median (marasmus)

5
 Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor:
BB/TB > -3SD atau marasmik-kwashiorkor: BB/TB < -3SD
Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur, gunakan tanda klinis berupa anak
tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan
lemak bawah kulit terutama pada kedua bahu, lengan, pantat dan paha; tulang iga
terlihat
jelas, dengan atau tanpa adanya edema.
Anak-anak dengan BB/U < 60% belum tentu gizi buruk, karena mungkin
anak tersebut pendek, sehingga tidak terlihat sangat kurus. Anak seperti itu tidak
membutuhkan perawatan di rumah sakit, kecuali jika ditemukan penyakit lain
yang berat.8
Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis.
Anamnesis terdiri dari anamnesis awal dan anamnesis lanjutan.9
 Anamnesis awal (untuk kedaruratan):
- Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
- Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan
muntah dan diare (encer/darah/lendir)
- Kapan terakhir berkemih
- Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin.
Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami
dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera.
 Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana
selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani):
- Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit
- Riwayat pemberian ASI
- Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari
terakhir
- Hilangnya nafsu makan
- Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru
- Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
- Batuk kronik

6
- Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung
- Berat badan lahir
- Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain
- Riwayat imunisasi
- Apakah ditimbang setiap bulan
- Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)
- Diketahui atau tersangka infeksi HIV
 Pemeriksaan Fisik
- Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua
punggung kaki. Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB
- Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati
menentukan status dehidrasi pada gizi buruk).
- Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat,
nadi lemah dan cepat), kesadaran menurun.
- Demam (suhu aksilar ≥ 37.5° C) atau hipotermi (suhu aksilar <
35.5° C).
- Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung
- Sangat pucat
- Pembesaran hati dan ikterus
- Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites,
atau adanya
- suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash).9

7
Alur Pemeriksaan Anak Gizi buruk

(Gambar 1.Alur pemeriksaan anak gizi buruk, dikutip dari referensi 6)

Alur Pelayanan Anak Gizi Buruk Di Rumah Sakit/Puskesmas Perawatan6

(Gambar 2.Alur pelayanan anak gizi buruk , dikutip dari referensi 6)

8
PENATALAKSANAAN
MEP berat / Gizi Buruk di tatalaksana melalui 3 fase (stabilisasi, transisi dan
rehabilitasi) dengan 10 langkah tindakan seperti tabel di bawah ini:

(Gambar 3.10 Tindakan tatalaksana Gizi Buruk , dikutip dari referensi 6)


Klasifikasi Tanda Bahaya

(Gambar 4. Klasifikasi Tanda Bahaya, dikutip dari referensi 9)

9
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. Jangan memberikan Fe sebelum minggu ke 2 ( Fe diberikan pada fase
stabilisasi )
2. Jangan berikan cairan intravena kecuali terjadi syok atau dehidrasi berat
3. Jangan memberikan protein terlalu tinggi pada fase stabilisasi
4. Jangan berikan diuretik pada penderita kwarshiorkor6
10 Langkah Tindakan tatalaksana gizi buruk :
 HIPOGLIKEMIA

 HIPOTERMIA

10
 TANDA-TANDA DEHIDRASI

 TINDAKAN PENGOBATAN PENYAKIT PENYULIT


 Gangguan pada mata akibat Kekurangan Vitamin A

11
 Gangguan pada Kulit Gangguan pada Anemia berat

 Gangguan Diare Persisten

 Penyakit Penyulit TB

12
 Penyakit penyulit Malaria
Hal-Hal yang perlu diperhatikan pada anak gizi buruk dengan malaria :
Pada anak penderita gizi buruk yang tinggal di daerah risiko tinggi malaria
atau ada riwayat kunjungan ke daerah risiko tinggi malaria agar diperiksa
tanda/gejala klinis malaria, sebagai berikut :
- Demam (teraba panas, suhu 37,5 C atau lebih)
- Menggigil dan berkeringat renjatan (syok)
- Kaku kuduk atau kejang
- Kesulitan nafas
- Ikterik
- Perdarahan
Apabila ditemukan hal-hal tersebut diatas, maka dilakukan pemeriksaan darah
malaria (dengan mikroskop atau dengan uji reaksi cepat/Rapid Diagostic
Test/RDT).
Anak Gizi Buruk yang menderita malaria berat (malaria serebral), segera
ditransfusi dengan packed red cell 10 ml/kgBB/3-4 jam, tidak diberikan furosemid
sebelum transfusi, karena penderita malaria umumnya terjadi hipovolemia. Obat
anti malaria diberikan secara intravena.
Pemberian Fe atau sirup besi tetap setelah 2 minggu (Fase Rehabilitasi),
namun harus diperhatikan bahwa anemia pada penderita bukan karena kurang Fe
tetapi karena pecahnya sel darah merah (hemolisis).
Obat antimalaria Primakuin tidak boleh diberikan pada anak umur kurang
dari 1 tahun. Untuk pemberian Artemisinin Based Combination Therapy (ACT)
perlu dijelaskan pada ibu agar mengamati anak selama 30 menit sesudah
pemberian ACT. Jika dalam waktu 30 menit anak muntah, ulangi pemberian ACT
dan ibu diminta kembali ke Puskesmas/ Rumah Sakit untuk mendaptkan tablet
tambahan/pengganti.
Selain itu dijelaskan kemungkinan timbul gatal-gatal setelah pemberian obat.
ACT yang dipakai adalah kombinasi Artesunat - Amodiakuin diberikan sekaligus.
Bila tidak diberikan sekaligus maka jarak pemberiannya tidak boleh lebih dari 30
menit, karena akan mempengaruhi kerja obat. Amodiakuin lebih dahulu diberikan,

13
baru kemudian Artesunat. Untuk dosis Artesunat dan Amodiakuin dianjurkan
dihitung berdasarkan berat badan.
Untuk mengurangi rasa sakit dan menurunkan suhu tubuh, dapat diberikan
parasetamol terutama pada anak yang demam tinggi (suhu 38,5 C) atau nyeri
telinga.9

Pengobatan pencegahan ( kemoprofilaksis )


Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi risiko terinfeksi malaria dan
apabila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Obat anti malaria yang
dipakai untuk Profilaksis adalah Doxycycline. Doksisiklin diminum 1-2 hari
sebelum ke daerah endemis malaria sampai dengan 1-2 minggu setelah kembali
(maksimal 12 minggu) dan tidak boleh diberikan kepada anak usia < 8 tahun dan
ibu hamil.9

14
 TERAPI GIZI
Terapi gizi dalam 10 langkah tindakan pelayanan gizi buruk, meliputi:9
- Cara penyelenggaraan Dan Kebutuhan Zat Gizi

- Jadwal pemberian makan

15
- Pemantauan dan Evaluasi

 MEMBERIKAN STIMULASI SENSORIK DAN DUKUNGAN


EMOSIONAL
Pada anak gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan mental dan
perilaku karenanya harus diberikan :
- Kasih sayang
- Lingkungan yang ceria
- Terapi bermain terstruktur selama 15 - 30 menit /hari (permainan
ci luk ba, dll)
- Aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dan
sebagainya).6

16
 TERAPI GIZI PADA FASE TINDAK LANJUT9

Cara Pembuatan Formula


 Resomal ( Rehidration Solution for Malnutrisi )

17
 Formula WHO dan Modifikasi

Formula WHO 75
Formula WHO 75 adalah makanan cair yang mengandung 25 gram susu
bubuk skim, 100 gram gula pasir, 30 gram minyak sayur, dan 20 ml larutan
elektrolit dalam larutan 1000 ml.
Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan
larutan mineral mix, kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedikit, aduk
sampai kalis dan berbentuk gel. Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai homogen dan volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa
langsung diminum. Masak selama 4 menit, bagi anak yang disentri atau diare
persisten.

Formula WHO 75 dengan Tepung


Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan
larutan mineral mix, kemudian masukkan susu skim dan tepung sedikit demi
sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Tambahkan air sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai homogen sehingga mencapai 1000 ml dan didihkan sambil
diaduk-aduk hingga larut selama 5-7 menit.

18
Formula WHO 75 Modifikasi (1, II,) :
Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan
larutan mineral mix. Kemudian masukkan full cream/ susu segar dan tepung
sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Tambahkan air sedikit
demi sedikit sambil diaduk sampai homogen sehingga mencapai 1000 ml dan
didihkan sambil diaduk-aduk hingga larut selama 5 - 7 menit.

Formula WHO 100


Formula WHO 100 adalah makanan cair yang mengandung 85 gram susu
bubuk skim, 50 gram gula pasir, 60 gram minyak sayur dan 20 ml larutan eletrolit
dalam larutan 1000 ml.
Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan
larutan mineral mix, kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedikit, aduk
sampai kalis dan berbentuk gel. Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai homogen volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa
langsung diminum atau dimasak dulu selama 4 menit.

Formula WHO 100 Modifikasi :


Campurkan gula dan minyak sayur, aduk sampai rata dan tambahkan
larutan mineral mix, kemudian masukkan susu skim dan tepung sedikit demi
sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Tambahkan air sedikit demi sedikit
sambil diaduk sampai homogen sehingga mencapai 1000 ml dan didihkan sambil
diaduk-aduk hingga larut selama 5-7 menit.

Catatan :
1. Agar formula WHO lebih homogen dapat digunakan blender.
2. Pada pemberian melalui NGT, tidak dianjurkan untuk diblender, karena dapat
menimbulkan gelembung udara.

19
Contoh Makanan Formula9

20
Kriteria Pemulangan Anak Gizi Buruk Dari Ruang Rawat Inap :
Persiapan untuk tindak lanjut di rumah dapat dilakukan sejak anak dalam
perawatan, misalnya melibatkan ibu dalam kegiatan merawat anaknya. Kriteria
sembuh bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis.

21
Anak dapat dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut :
1. Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
2. BB/PB atau BB/TB > -3 SD
3. Komplikasi sudah teratasi
4. Ibu telah mendapat konseling gizi
5. Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-
turut
6. Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.6

KOMPLIKASI
Anak kurang gizi lebih rentan terhadap infeksi, terutama sepsis, pneumonia,
dan gastroenteritis. Hipoglikemia biasa terjadi sesudah masa puasa berat, tapi
dapat juga merupakan tanda sepsis. Hipotermia dapat menandai infeksi atau,
dengan bradikardi dapat menandai penurunan kecepatan metabolik untuk
menghemat energi. Bradikardi dan curah jantung yang buruk memberi
kecendrungan anak kurang gizi untuk menderita gagal jantung, yang diperburuk
oleh beban cairan atau zat terlarut akut. Defisiensi vitamin dapat juga mempersulit
malnutrisi. Defisiensi vitamin A biasa terjadi di negara berkembang dan
merupakan penyebab penting perubahan respon imun dan peningkatan morbiditas
( misal infeksi dan kebutaan ) dan mortalitas ( terutama akibat campak ).
Bergantung pada usia onset dan durasi malnutrisi, anak kurang gizi dapat
menderita pertumbuhan kerdil permanen ( dari malnutrisi dalam rahim, masa bayi,
atau remaja ) dan perkembangan terlambat ( malnutrisi pada masa bayi atau
remaja). Kehilangan lingkungan dapat berinteraksi dengan pengaruh malnutrisi
hingga terjadi gangguan perkembangan dan fungsi kognitif lebih lanjut.2

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Shashidhar R.H. (2017). Malnutrition in Children. Associate Professor,


Departement of Pediatric, Chief, Division of Pediatric Gastroenterology
and Nutrition, University of Kentucky Medical Cente.
2. Behrman R.E dan Kliegman R.M. (2010). Nutrisi Pediatri dan Gangguan
Nutrisi. Nelson Esensi Pediatri. Edisi 4. Jakarta: ECG
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2010. Laporan Hasil
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Nasional 2010.
www.diskes.jabarprov. go.id/download.php?title=RISKESDAS%202010
4. Onis M de, Monteiro C, Clugston G. The worldwide magnitude of protein-
energy malnutrition: an overview from the WHO Global Database on
Child Growth. Bulletin of the World Health Organization. 1993. 71(6):
5. World Health Organization, Dept of Nutrition for Health and
Development. Nutrition for health and development: a global agenda for
combating malnutrition. World Health Organization. Available
at http://whqlibdoc.who.int/hq/2000/WHO_NHD_00.6.
6. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak, Direktorat
Bina Gizi. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jilid I. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2011
7. Pudjiadi, Hegar, Handryastuti dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis.
Jakarta: IDAI
8. WHO Indonesia. 2009. Gizi Buruk. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah
Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten. Jakarta: WHO Indonesia.
9. Direktorat Jenderal Bina Gizi Dan Kesehatan Ibu Dan Anak, Direktorat
Bina Gizi. Buku Bagan Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jilid II. Jakarta :
Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2011

23

Anda mungkin juga menyukai