Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi


jantung, dimana jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan1.
Prevalensi gagal jantung meningkat seiring bertambahnya usia.
Prevalensinya adalah 1-2% populasi di bawah 55 tahun dan meningkat hingga
tingkat 10% untuk orang-orang yang berusia lebih dari 75 tahun. Meskipun
demikian, gagal jantung bisa terjadi pada usia berapapun, tergantung
penyebabnya2.
Menurut data American Heart Association (AHA) tahun 2017, gagal
jantung mempengaruhi sekitar 6,5 juta orang Amerika berusia 20 tahun ke atas.
Dengan peningkatan kelangsungan hidup pasien dengan infark miokard akut dan
dengan populasi yang terus menua, gagal jantung akan terus meningkat sehingga
akan menjadi masalah kesehatan utama di Amerika Serikat. AHA
memproyeksikan peningkatan prevalensi gagal jantung sebesar 46% dari tahun
2012 sampai tahun 20303.
Sebagian besar pasien yang mengalami gagal jantung disebabkan karena
ketidakmampuan untuk memberikan curah jantung yang cukup. Berdasarkan
dari sudut pandang klinis, penyebab gagal jantung dibagi atas penyebab utama
dan penyebab yang mendasari, penyebab utama gagal jantung meliputi kelainan
struktural (kongenital atau acquired) yang mempengaruhi sirkulasi arterial
perifer, perikardium, miokardium, atau katup jantung, yang menyebabkan
meningkatnya beban hemodinamik atau miokard atau insufisiensi koroner,
selanjutnya penyebab yang mendasari, penyebab yang mendasari meliputi
mekanisme biokimia dan fisiologis, yang mana meningkatnya beban
hemodinamik atau pengurangan pengiriman oksigen ke miokardium sehingga
menyebabkan penurunan kontraksi miokard1.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI
Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan tangan.
Organ ini terletak di rongga toraks sekitar garis tengan antara sternum di sebelah
anterior dan vertebra di posterior (mediastinum media). Jantung memiliki dasar
lebar diatas dan meruncing membentuk titik di ujungnya, apeks di bagian bawah.
Jantung terdiri dari empat ruangan: atrium dextrum dextrum dan strium sinistrum
dan ventriculus dexter dan ventriculus sinister. Jantung memiliki tiga lapisan yang
terdiri dari: endocardium, myocardium dan epicardium. Suplai arterial jantung
berasal dari cabang pertama aorta yaitu: atreri coronaria dextra dan sinistra.
Drainase vena jantung bermuara ke sinus coronarius dan masuk kedalam atrium
dextrum. Jantung memiliki sistem konduksi yang mengkoordinasi siklus jantung
terdiri dari nodus sinoatrial dan nodus atrioventricularis4.

Gambar 1: Anatomi jantung

FISIOLOGI
Jantung berfungsi sebagai suatu pompa ganda, dengan mengikuti jejak
setetes darah melintasi satu sirkuit lengkap (Gambar 2). Siklus jantung dimulai
dengan periode pengisian dan pemanjangan ventrikular (diastole) dan berakhir

2
dengan suatu periode pengosongan dan pemendekan ventrikular (sistole). Darah
yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan melalui vena kava
superior dan inferior. Darah yang masuk dari atrium kanan telah kembali dari
jaringan tubuh, dimana O2 telah diambil darinya dan CO2 ditambahkan darinya.
Darah yang telah terdeoksigenasi parsial ini megalir dari atrium kanan kedalam
ventrikel kanan, yang memompanya keluar menuju arteri pulmonalis, yang segera
membentuk dua cabang masuk kedalam sirkulasi paru.
Didalam paru, melalui kapiler-kapiler alveoli terjadi pertukaran O2 dari luar
tubuh dengan CO2 dari dalam tubuh. Darah yang kaya O2 masuk kedalam atrium
kiri memalui vena pulmonalis yang berasal dari kedua paru. Darah yang kaya O2
selanjutnya di pompakan ke ventrikel kiri dan selanjutnya ke aorta untuk di
distribusikan keseluruh tubuh5.

Gambar 2: Sirkulasi jantung

DEFENISI

Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan
pada struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gagal
jantung ditandai dengan manifestasi klinik berupa kongesti sirkulasi, sesak,

3
fatigue dan kelemahan. Gagal jantung masih merupakan masalah utama dalam
negara industri6. Baru-baru ini didapatkan bahwa Congestive Heart Failure
terkait dengan penurunan kardiak output dan vasokonstriksi perifer yang
berlebihan7.
Gagal jantung kongestif adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian volume diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif
yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan8.
Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat kelainan
struktural dan fungsional jantung sehingga mengganggu kemampuan pengisian
ventrikel dan pompa darah ke seluruh tubuh. Tanda-tanda kardinal dari gagal
jantung ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan pembatasan toleransi aktivitas
dan retensi cairan yang berujung pada kongesti paru dan edema perifer. Gejala ini
mempengaruhi kapasitas dan kualitas dari pasien gagal jantung9.

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi gagal jantung berdasar wawancara terdiagnosis dokter di
Indonesia sebesar 0,13 persen, dan yang terdiagnosis dokter atau gejala sebesar
0,3 persen. Prevalensi gagal jantung berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi DI
Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa Timur (0,19%), dan Jawa Tengah (0,18%).
Prevalensi gagal jantung berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi di Nusa
Tenggara Timur (0,8%), diikuti Sulawesi Tengah (0,7%), sementara Sulawesi
Selatan dan Papua sebesar 0,5 persen10.
Prevalensi penyakit gagal jantung berdasarkan wawancara yang terdiagnosis
dokter di Riau sebesar 0,1 persen, dan menurut diagnosis dokter dan/atau gejala
sebesar 0,2 persen. Prevalensi gagal jantung berdasarkan wawancara yang
terdiagnosis dokter tertinggi ditemukan di Bengkalis (0,5%), diikuti Indragiri Hilir
dan Kota Pekanbaru (masing-masing 0,2%). Prevalensi gagal jantung menurut
diagnosis dokter dan/atau gejala tertinggi terdapat sama di Bengkalis (0,5%),

4
diikuti Kuantan Singingi (0,4%), Indragiri Hilir (0,3%), dan Kota Pekanbaru
(0,2%)11.

ETIOLOGI

Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :


a. Penyakit Jantung Koroner
Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk
menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner
dengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit
jantung koroner selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung
kongestif12. Pada negara maju, sekitar 60-75% pasien penyakit jantung
koroner menderita gagal jantung kongestif13. Bahkan dua per tiga pasien
yang mengalami disfungsi sistolik ventrikel kiri disebabkan oleh Penyakit
Jantung Koroner14.
b. Hipertensi
Hipertensi menyebabkan gagal jantung kongestif melalui
mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel kiri. Hipertrofi
ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard, aritmia
atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal jantung
kongestif15.
c. Cardiomiopathy
Cardiomiopathy merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak
disebabkan oleh penyakit jantung koroner, hipertensi atau kelainan
kongenital. Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah
dilated cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering
terjadinya gagal jantung kongestif. Dilated cardiomiopathy berupa dilatasi
dari ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini
disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan
penambahan jaringan fibrosis15.
Hipertrophic cardiomiopathy merupakan salah satu jenis
cardiomiopathy yang bersifat herediter autosomal dominan. Karakteristik

5
dari jenis ini ialah abnormalitas pada serabut otot miokardium. Tidak
hanya miokardium tetapi juga menyebabkan hipertrofi septum. Sehingga
terjadi obstruksi aliran darah ke aorta (aortic outflow). Kondisi ini
menyebabkan komplians ventrikel kiri yang buruk, peningkatan tekanan
diastolik disertai aritmia atrium dan ventrikel16.
Jenis lain yaitu Restrictive and obliterative cardiomiopathy.
Karakteristik dari jenis ini ialah berupa kekakuan ventrikel dan komplians
yang buruk, tidak ditemukan adanya pembesaran dari jantung. Kondisi ini
berhubungan dengan gangguan relaksasi saat diastolik sehingga pengisian
ventrikel berkurang dari normal. Kondisi yang dapat menyebabkan
keadaan ini ialah Amiloidosis, Sarcoidosis, Hemokromasitomatosis dan
penyakit resktriktif lainnya16.
d. Kelainan Katup Jantung
Dari beberapa kasus kelainan katup jantung, yang paling sering
menyebabkan gagal jantung kongestif ialah Regurgitasi Mitral.
Regurgitasi mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan
volume di jantung. Peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk
berkontraksi lebih kuat agar darah tersebut dapat didistribusi ke seluruh
tubuh. Kondisi ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung
kongestif15.
e. Aritmia
Artial Fibrilasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung
tanpa perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi.
31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi
dan ditemukan 60% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi
setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya
sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis
dengan meningkatkan morbiditas dan mortalitas17.
f. Alkohol dan Obat-obatan
Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan
atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka

6
panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapati 2-3% kasus gagal
jantung kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka panjang.
Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap
miokardium diantaranya ialah agen kemoterapi seperti doxorubicin dan
zidovudine yang merupakan antiviral18.
g. Lain-lain
Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk
menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan
pada wanita belum ada fakta yang konsisten15.
Sementara diabetes merupakan faktor independen dalam mortalitas
dan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif melalui
mekanisme perubahan struktur dan fungsi dari miokardium. Selain itu,
obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol yang meningkatkan resiko
penyakit jantung koroner yang merupakan penyebab utama dari gagal
jantung kongestif. Berdasarkan studi Framingham disebutkan bahwa
diabetes merupakan faktor resiko yang untuk kejadian hipertrofi ventrikel
kiri yang berujung pada gagal jantung15.
Tabel 1: Penyebab Gagal Jantung Kongestif
Main  Ischemic Heart Disease (35-40%)
Cause  Cardiomiopathy expecially dilated (30-34%)
 Hypertension (15-20%)
Other Cause  Cardiomyopathy undilated :
Hyperttrophy/obstructive, restrictive
 (amyloidosis, sarcoidosis)
 Valvular heart disease (mitral, aortic, tricuspid)
 Congenital heart disease (ASD,VSD)
 Alcohol and drugs (chemotherapy-trastuzamab,
imatinib)
 Hyperdinamic circulation (anemia, thyrotoxicosis,
haemochromatosis)
 Right Heart failure (RV infarct, pulmonary
hypertension, pulmonary
 embolism, COPD
 Tricuspid incompetence
 Arrhythmia (AF, Bradycardia (complete heart block,
the sick sinus

7
 syndrome))
 Pericardial disease (constrictive pericarditis,
pericardial effusion)
 Infection (Chagas’ disease)
Sumber : Kumar, P., Clark, M., 2009. Cardiovascular disease. In :
Clinical Medicine
Ed 7th
KLASIFIKASI
New York Heart Association membagi klasifikasi Gagal Jantung
Kongestif berdasarkan tingkat keparahan dan keterbatasan aktivitas fisik:
Tabel 2: Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
Tidak ada keterbatasan dalam aktivitas fisik. Aktivitas
Kelas I fisik tidak menyebabkan sesak nafas, fatigue, atau
palpitasi.
Sedikit mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik.
Merasa nyaman saat beristirahat tetapi saat melakukan
Kelas II
aktivitas fisik mulai merasakan sedikit sesak, fatigue,
dan palpitasi
Mengalami keterbatasan dalam aktivitas fisik. Merasa
nyaman saat istirahat namun ketika melakukan aktivitas
Kelas III
fisik yang sedikit saja sudah merasa sesak, fatigue, dan
palpitasi
Tidak bisa melakukan aktivitas fisik. Saat istirahat
Kelas IV gejala bisa muncul dan jika melakukan aktivitas fisik
maka gejala akan meningkat.
Sumber : European Society of Cardiology (ESC), 2012. Guideline for the
Diagnosis and Treatment of Acute and Chronic heart Failure.

PATOFISIOLOGI

Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung yang


tidak bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard, gangguan
tekanan hemodinamik, overload volume, ataupun kasus herediter seperti
cardiomiopathy. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan penurunan

8
kapasitas pompa jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien masih
menunjukkan asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang minimal. Hal
ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh yang disebabkan oleh
cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri20.
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi Renin-
Angiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2)
peningkatan kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac
output tetap normal dengan cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi
penurunan cardiac output maka akan terjadi perangsangan baroreseptor di
ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal
aferen ke sistem syaraf sentral di cardioregulatory center yang akan
menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis posterior.
ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus sehingga
reabsorbsi air meningkat13.
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis
yang menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot
skeletal. Stimulasi simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin.
Peningkatan renin meningkatkan kadar angiotensin II dan aldosteron.
Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan dan garam melalui
vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Mekanisme kompensasi
neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan
struktural jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung
kongestif yang lebih lanjut13.
Perubahan neurohormonal, adrenergik dan sitokin menyebabkan
remodeling ventrikel kiri. Remodeling ventrikel kiri berupa (1) hipertrofi
miosit, (2) perubahan substansi kontraktil miosit, (3) penurunan jumlah
miosit akibat nekrosis, apoptosis dan kematian sel autophagia, (4)
desensitasi beta adrenergik, (5) kelainan metabolisme miokardium, (6)
perubahan struktur matrix ekstraseluler miosit20.
Remodeling ventrikel kiri dapat diartikan sebagai perubahan massa,
volume, bentuk dan komposisi jantung. Remodeling ventrikel kiri merubah

9
bentuk jantung menjadi lebih sferis sehingga beban mekanisme jantung
menjadi semakin meningkat. Dilatasi pada ventrikel kiri juga mengurangi
jumlah afterload dan mengurangi stroke volume. Pada remodeling
ventrikel kiri juga terjadi peningkatan end-diastolic wall stress yang
menyebabkan : (1) hipoperfusi ke subendokardium yang akan
memperparah fungsi ventrikel kiri, (2) peningkatan stess oksidatif dan
radikal bebas yang mengaktivasi hipertrofi ventrikel20.
Perubahan struktur jantung akibat remodeling ini yang berperan dalam
penurunan cardiac output, dilatasi ventrikel kiri dan overload
haemodinamik. Ketiga hal diatas berkontribusi dalam progresivitas
penyakit gagal jantung20.
Mekanisme gagal jantung kanan

10
Mekanisme gagal jantung kiri

MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur
pasien, beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang
jantung yang terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta
derajat gangguan penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung
kongestif, hampir selalu ditemukan :
1. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea
2. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer
3. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi
buruk sampai delirium.

11
Mekanisme manifestasi klinis gagal jantung:

DIAGNOSIS

Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif


ditegakkan apabila diperoleh :
1 atau dua kriteria mayor + dua kriteria minor

Tabel 3: Kriteria Framingham dalam penegakan diagnosis gagal


jantung kongestif
Kriteria Mayor Kriteria Minor
 Dispnea/orthopnea Nocturnal  Edema pretibial
Parkosismal  Batuk malam
 Distensi vena leher  Dispnea saat aktivitas
 Ronki  Hepatomegali
 Kardiomegali  Efusi pleura
 Edema pulmonary akut  Kapasitas vital paru menurun 1/3
 Gallop-S3 dari maksimal
 Peningkatan tekanan vena (>16  Takikardia (>120 kali/menit)
cmH2O)
 Waktu sirkulasi > 25 detik
 Reflex hepatojugularis

12
Kriteria Mayor atau Minor
Penurunan berat badan > 4.5 Kg dalam 5 hari

DIAGNOSIS BANDING

• Nephrotic Syndrome
• Cirrhosis
• Acute Kidney Injury
• Acute Respiratory Distress Syndrome
• Cardiogenic Pulmonary Edema
• Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
• Emphysema

PENATALAKSANAAN
Tujuan farmakoterapi untuk gagal jantung adalah mengurangi
morbiditas dan mencegah komplikasi. Seiring dengan pemberian
oksigen, dan obat-obatan untuk mengurangi gejala (symptom) meliputi:
1. Diuretik, untuk mengurangi edema dengan mengurangi volume
darah dan tekanan vena
2. Vasodilator, Untuk preload dan menurunkan afterload
3. Digoksin, Meningkatkan cardiac output (CO)
4. Ionotropik, mengembalikan perfusi organ dan mengurangi
congestive
5. Antikoagulan, Menurunkan risiko tromboembolisme
6. Beta-blocker, Modifikasi neurohormonal, perbaikan fraksi
ejeksi ventrikel kiri (LVEF), pencegahan aritmia, dan kontrol
tingkat ventrikel
7. ACEI (angiotensin-converting enzyme inhibitors), untuk
modifikasi neurohormonal, vasodilatasi, dan perbaikan LVEF
8. Angiotensin II receptor blockers (ARB), untuk modifikasi
neurohormonal, vasodilatasi, dan perbaikan LVEF
9. Analgesik, management nyeri

13
BAB III

ANALISA KASUS

Nama Ny S
Umur 68 Tahun
Agama Islam
Alamat Muara Uwai Bangkinang
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Status perkawinan Menikah
No rekam medik -
Tanggal masuk 18 Desember 2017 Jam : 23.00 WIB

Anamnesis

• Keluhan utama : Nyeri dada (+) dan sesak nafas sejak 3 hari SMRS

• Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang dengan keluhan sesak nafas


dan nyeri dada sejak 3 hari SMRS, awalnya pasien mengeluhkan nyeri ulu
hati, nyeri menjalar ke dada dan punggung. Nyeri dan sesak dirasakan
terus menerus, os juga mengatakan dadanya terasa panas dan berdebar-
debar. Keluhan sesak sudak dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, memberat 3
hari SMRS, sesak memberat jika os berbaring, dan untuk mengurangi
sesak os memposisikan tubuhnya duduk dengan diganjal bantal di
punggung. Os juga mengatakan ketika berjalan kurang lebih 15 menit, os
mulai merasakan sesak dan lemas. OS juga mengeluhkan mual, pusing,
susah tidur sudah 2 hari, dan bengkak pada kaki.

• Riwayat penyakit dahulu: Pasien pernah mengalami hal yang sama


sekitar 1 tahun yang lalu, lalu di bawa ke puskesmas tetapi tidak di rawat
inap, hanya diberi obat-obatan. Pasien memiliki riwayat tekanan darah
tinggi tidak terkontrol sejak 3 tahun yang lalu. Pasien tidak memiliki
riwayat gula darah tinggi

• Riwayat penyakit keluarga: Keluarga pasien tidak ada mengalami hal


yang sama dan pada keluarga tidak ada riwayat hipertensi dan DM

14
Resume Anamnesis :

Ny. S datang diantar oleh keluarganya ke Rumah Sakit Umum Daerah


Bangkinang pada tanggal 18 Desember 2017 pukul 23.00 WIB dengan keluhan
sesak napas dan nyeri dada sejak 3 hari yang lalu. Nyeri dada menjalar ke
punggung dan pasein mengeluhkan sulit tidur sudah 2 hari. Nyeri ulu hati (+),
mual (+), muntah (-).

III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)

Dilakukan pada tanggal : 19 Desember 2017 pukul: 07.00 WIB

Tekanan darah : 160/100 mmHg

Suhu tubuh : 37oC

Frekuensi denyut nadi : 97 kali/menit

Frekuensi nafas : 32 kali/menit

IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK :

IV. A. Keadaan Umum

Kesadaran : Komposmentis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Tinggi badan : 155 cm

Berat badan : 49 kg

Indeks Massa Tubuh : 20,4 (normal)

15
Skema manusia

Status Lokalis : Tidak tampak kelainan lokal

IV.B. Pemeriksaan Kepala : Normochepal, deformitas (-), rambut rontok


(-), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik
(-), hidung dalam batas normal, dan bibir
sianosis (-).

IV.C. Pemeriksaan Leher

Inspeksi : Leher tampak simetris, benjolan/massa (-),

JVP meningkat 5 + 3 cmH2O

Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), pembesaran


kelenjar getah bening (-).

Pemeriksaan trakea : Posisi trakea simetris, deviasi trakea (-)

Pemeriksaan kelenjar tiroid : Pembesaran kelenjar tiroid (-), nyeri tekan


(-)

16
IV.D. Pemeriksaan Thoraks

a. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Kuat angkat, ictus cordis teraba di ICS V
linea midclavikula sinistra.

Perkusi : Tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I-II regular, bising (-)


b. Paru

Inspeksi : Tampak simetris kanan dan kiri, scar (-/-),


retraksi dinding dada (-/-).

Perkusi : Sonor di kedua lapang paru.

Palpasi : Pergerakan dinding dada simetris, fremitus


dextra dan sinistra simetris, nyeri tekan (-/-)

Auskultasi : Suara napas vesikuler pada lapangan paru,


murmur (-), gallops (-), wheezing (-/-),
ronchi basah (+/+).

IV.E. Pemeriksaan Abdomen:

Inspeksi : Datar, scar (-)

Auskultasi : Bising usus (+)

Perkusi : Timpani

Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (+)

Pemeriksaan ginjal : Tidak dilakukan

Pemeriksaaan hepar : Tidak dilakukan

17
Pemeriksaan lien : Tidak dilakukan

IV.F. Pemeriksaan Ekstremitas:

Superior Inferior
Akral dingin (-/-) (-/-)
Edema (-/-) (+/+)
Sianosis (-/-) (-/-)

V. RESUME PEMERIKSAAN FISIK :

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tingkat kesadaran komposmentis,


keadaan umum tampak sakit sedang, suhu 37oC, status IMT normal, JVP
meningkat 5 + 3 cmH2O pada pemeriksaan thoraks, ictus kordis teraba di SIC V
line midclavicula sinistra. Pada pemeriksaan abdomen, perut tampak datar, bising
usus (+), nyeri tekan epigastrium (+). Pada pemeriksaan ektremitas, inferior
edema (+/+).

VI. DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS


DAN PEMERIKSAAN FISIK)
a. CHF FC III ec HHD

VII. RENCANA
VII.A. Tindakan Terapi:
a. Farmakologi
- Injeksi Furosemid 1 amp /8 jam
- Injeksi Omeprazole 40 mg/24 jam
- Spironolakton 25 1X1
- Bisoprolol 2,5 mg 1X1
- Valesco 80 mg 1x1
- Laksadin Syr 3XC1
- Sucralfat Syr 3XC1

18
b. Terapi non-farmakologi
- Tirah baring
- Diet rendah garam
- Batasi minum
VII.B. Tindakan Diagnostik/PemeriksaanPenunjang:
- Rontgen
- Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Penunjang
Radiologi :
RO: thorak

Kesan : cardiomegali CTR 72% (>50%)

Laboratorium :

Darah Rutin :
Hb :12 g/dl
Leukosit :9.800 mm3
Eritrosit :4,74 Juta/mm3
Hematokrit :37,2 %
Tromobosit :280.000

19
Follow up

Tanggal S O A P
pemeriksaan
19-12-2017 Sesak, tidak TD: CHF IVFD Ns 0,9 % 10 tpm
bisa tidur 160/100mmHg FC III Inj. Furosemid 10mg/8 jam
malam, N: 97x/min ec Inj. OMZ 40 mg/24 jam
nyeri dada R: 28x/min HHD P/O:
dan T: 37°C Spironolakton 25 : 1x1
punggung , Bisoprolol 2,5 mg:1x1
nyeri ulu Valesco 80 mg: 2x1
hati, mual, Laksadin Syr : 3xC1
kaki Sucralfat Syr : 3xC1
bengkak

20-12-2017 Sesak ↓ , TD:130/100mmHg CHF IVFD Ns 0,9 % 10 tpm


Nyeri dada N: 100x/min FC III Inj. Furosemid 10mg/8 jam
dan R: 28x/min ec Inj. OMZ 40 mg/24 jam
punggung ↓, T : 36,0°C HHD P/O:
Nyeri Ulu SN : RO +/- Spironolakton 25 : 1x1
hati ↓, mual Bisoprolol 2,5 mg:1x1
↓ , kaki Valesco 80 mg: 2x1
bengkak Laksadin Syr : 3xC1
Sucralfat Syr : 3xC1

21-12-2017 Sesak -, TD:120/80mmHg CHF Furosemid Tab 1x1


nyeri dada N: 92x/min ec Omeprazole 1x1
dan ulu hati R: 24x/min HHD Siponolakton 25 1x1
-, mual -, T : 36,7°C Bisoprolol 2,5 1x1
kaki Valesco 80 mg 1x1
bengkak ↓ Sucralfat syr 3xc1
Kontrol ulang 1 minggu
kemudian

20
BAB IV
PEMBAHASAN

Telah dilaporkan seorang pasien wanita dengan diagnosis CHF Fc III ec HHD
yang ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.

Dari anamnesis (autoanamnesis), didapatkan keluhan Pasien datang diantar


oleh keluarganya dengan keluhan sesak napas sejak 3 hari yang lalu, makin berat
saat aktivitas dan berbaring. Pasien mengatakan dada terasa sakit hingga menjalar
ke punggung.. Pasien mengatakan sulit tidur sudah 2 hari dan ada bengkak pada
kedua kaki. Untuk mengurangi sesak os memposisikan tubuhnya duduk dengan di
ganjal bantal di punggung. Os juga mengatakan ketika berjalan kurang lebih 15
menit os sudah mulai merasakan sesak dan lemas.. Nyeri ulu hati (+), mual (+),
muntah (-), dan demam (-). Buang Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK)
seperti biasa.

Menurut teori, gagal jantung kongestif adalah sindroma klinik yang komplek
disertai keluhan gagal jantung berupa sesak, baik dalam keadaan istirahat maupun
beraktifitas. Congestie heart failure merupakan suatu sindroma klinis yang
kompleks yang diakibatkan oleh gangguan pengisian ventrikel atau pemompoaan
jantung . Hipertensi Heart Disease (HHD) atau penyakit jantung hipertensi adalah
suatu penyakit yang berkaitan dengan dampak sekunder pada jantung karena
hipertensi sistemik yang lama dan berkepanjangan. Tekanan darah yang tidak
terkontrol dan berkepanjangan dapat menyebabkan berbagai perubahan pada
struktur miokard, pembuluh darah, dan sistem konduksi jantung. Hal tersebut
kemungkinan dikaitkan dengan gagal jantung kongestif, dimana menurunnya
kemampuan jantung untuk berkontraksi, sehingga tekanan darah tidak terkontrol
dan dapat menyebabkan penyakit jantung hipertensi. Berdasarkan kasus ini,
pasien mengalami sesak napas. Pada pasien gagal jantung kongestif terjadi
penumpukan cairan didalam paru-paru dan dapat mengganggu oksigen untuk
masuk kedalam darah sehingga dapat menyebabkan sesak. .

21
Pengobatan nonfarmakologi pasien dengan gagal jantung harus dipantau
masalah diet dan nutrisinya. Diet tinggi garam dapat memperberat dari kinerja
jantung itu sendiri. Pengobatan farmakologi ACEI, penyekat beta, antagonis
aldosteron, dan spironolakton diberikan untuk memperbaiki fungsi ventrikel.

Terapi yang diberikan pada pasien ini adalah tirah baring, diet rendah garam,
O2 4-6 L/menit, IVFD NaCl 0,9% 10 tpm/menit, Inj. Furosemide 10 mg/8 jam,
Inj. Omeprazol 40 mg/24 jam, Spironolakton 25 mg 1x1, Bisoprolol 2,5 mg 1X1,
Valesco 80 mg 1x1, Laksadin Syr 3XC1, Sucralfat Syr 3XC1

22
BAB III

KESIMPULAN

Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan
pada struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gagal
jantung ditandai dengan manifestasi klinik berupa kongesti sirkulasi, sesak,
fatigue dan kelemahan. Gagal jantung masih merupakan masalah utama dalam
negara industri (Kasper et al., 2004). Baru-baru ini didapatkan bahwa Congestive
Heart Failure terkait dengan penurunan kardiak output dan vasokonstriksi perifer
yang berlebihan.
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,
beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang
terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan
penampilan jantung. Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu
ditemukan : Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea, gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,
asites, hepatomegali, dan edema perifer, gejala susunan saraf pusat berupa
insomnia, sakit kepala, mimpi buruk sampai delirium.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Dumitru I.(2017). Heart Failure. Associate Professor of Medicine,


Division of Cardiology, Founder and Medical Director, Heart Failure and
Cardiac Transplant Program, University of Nebraska Medical Center;
Associate Professor of Medicine, Division of Cardiology, Veterans Affairs
Medical Center.
2. Benjamin EJ, Blaha MJ, Chiuve SE, et al, for the American Heart
Association Statistics Committee and Stroke Statistics Subcommittee.
Heart disease and stroke statistics-2017 update: a report from the
American Heart Association. Circulation. 135 (10):e146-e603.
3. Dharmarajan K, Rich MW. Epidemiology, pathophysiology, and
prognosis of heart failure in older adults. Heart Fail Clin. (3):417-26.
4. Moore K.L and Dalley A.F. 2013. Anatomi berorientasi klinis, Edisi ke V.
Jakarta: Erlangga
5. Sherwood L. 2007. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta. EGC
6. Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S Longo D and Jameson JL.
2004. Harrison's Principles of Internal Medicine 16th Edition. Publisher:
McGraw-Hill Professional, pp. 1367 1377.
7. Haji S and Movahed A. 2000. Update on Digoxin Therapy in Congestive
Heart Failure. American Family Physician vol 62 no 2.
8. Mansjoer A. dkk. (Eds). 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3.
Volume 1. Jakarta: Media Aesculapius.
9. American Heart Association, 2001. Evaluation and Management of
Chronic Heart Failure in the Adult. Available from :
http://circ.ahajournals.org/content/104/24/2996.full.pdf [Diakses 12
November 2017]
10. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan RI.
11. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pokok Pokok Hasil Riskesdas Provinsi
Riau 2013. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian
Kesehatan RI

24
12. Mann, D.L., 2008. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Fauci, A.S., et
al., Ed. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Volume 2. 17th ed.
USA: McGraw- Hill, 1443.
13. Doughty, R.M., White, H.D., 2007. Epidemiology of Heart Failure,
University of Auckland New Zealand. Available from:
http://spinger.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/978184
800101 5-c3.pdf. [Diakses 26 November 2017].
14. Lip, G.Y.H., Gibbs, C.R., Beevers, D.G. 2001. Aetiology. In: ABC of
Heart Failure.
15. Scoote M., Purcell I.F., Poole-Wilson P.A. 2005. Pathophysiology of
Heart Failure. In : Essential Cardiology. 2th Ed. 347-369.
16. Cowie, M.R., Wood, D.A., Coats, A.J.S., Thompson, S.G., Poole-Wilson,
P.A., Suresh, V., Sutton, G.C., 1998. Incidence and Aetiology of Heart
Failure. Available from :
http://eurheartj.oxfordjournals.org/content/20/6/421.full.pdf [Diakses 26
Oktober 2017].
17. Cowie, M.R., Dar, Q., 2008. The Epidemiology and Diagnosis of Heart
Failure. In: Fuster, V., et al., Ed. Hurst’s the Heart. 12th ed. Volume 1.
USA: McGraw-Hill, 713
18. Mann, D.L., 2007. Pathophysiology of Heart Failure. In: Braunwald, E.,
et. al., Ed. Braundwald’s Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular
Medicine. Ed. 8th, Philadelphia, Elsevier Saunders, 541-560.
19. Mann, D.L. 2010. Heart Failure and Cor Pulmonale. In : Harrison’s
Cardiovascular Medicine Ed. 17th

25

Anda mungkin juga menyukai