Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Pleura dibentuk oleh jaringan yang berasal dari mesodermal. Pembungkus


ini dapat dibedakan menjadi pleura viseral yang nmelapisi paru dan pleura parietal
yang yang melapisi dinding dalam hemithorax. Diantara kedua pleura tadi
terbentuk ruang yang disebut rongga pleura yang sebenernya tidak berupa tetapi
merupakan ruang potensial. Pada keadaan normal rongga pleura tersebut berisi
cairan pleura dalam jumlah yang sedikit yang menyelimuti kedua belah pleura
yang memisahkan pleura parital dan pleura viseral. Penyakit penyakit yang
berhubungan dengan rongga pleura seperti efusi pleura dan pneumotoraks. Bila
terdapat udara disertai cairan di dalan rongga pleura disebut hidropneumotoraks.1.2

Keadaan tersebut disertai dengan nanah (empiema) maka disebut


piopneumotoraks. Etiologi Piopneumotoraks biasanya berasal dari paru seperti
pneumonia, abses paru, adanya fistula bronkopleura, bronkiektasis, tuberkulosis
paru, aktinomikosis paru, dan dari luar paru seperti trauma toraks, pembedahan
toraks, torakosentesis pada efusi pleura, abses sub phrenik dan abses hati amuba.
Patofisologi dari empiema itu sendiri yaitu akibat invasi kuman piogenik ke
pleura. Hal ini menyebabkan timbuk keradangan akut yang diikuti dengan
pembentukan eksudat seros. Dengan bertambahnya sel-sel PMN, baik yang hidup
ataupun yang mati dan peningkatan kadar protein didalam cairan pleura, maka
cairan pleura menjadi keruh dan kental. Endapan fibrin akan membentuk
kantungkantung yang akhirnya akan melokalisasi nanah tersebut. Pencatatan
tentang insiden dan prevalensi hidropneumothorak belum ada dilkakukan, namun
insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara 2,4 – 17,8 per 100.000
penduduk per tahun. Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki dibandingkan
dengan perempuan 5:1. Ada pula peneliti yang mendapatkan 8:1.3

Pada kurang lebih 25 % penderita pneumothorax ditemukan juga sedikit


cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinesa atau
1
kemerahan (berdarah). Hidrotorax dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya
pneumothorax pada kasus-kasus trauma/ perdarahan intrapleura atau perforasi
esofagus (cairan lambung yang masuk ke dalam rongga pleura.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan
cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.5

2.2. Insiden dan Prevalensi


Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumothoraks belum
dilakukan secara menyeluruh karena episodenya sulit diketahui, namun insidens
pneumothoraks berkisar antara 2,4 – 17,8 per 100.000 penduduk setahun. Menurut
Barrie, insidens kejadian menurut seks ratio laki-laki dibandingkan dengan
perempuan 5:1. Pada kurang lebih 25% penderita pneumothoraks ditemukan juga
sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasa bersifat serosa, serosanguinesa
atau kemerahan (berdarah). Hidrothoraks dapat terjadi dengan cepat setelah
terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma (tension hydropneumothorax),
perdarahan intrapleura atau perforasi esophagus (akibat cairan lambung yang
masuk ke dalam rongga pleura).6 Ada penelitian yang menjelaskan bahwa
pneumothoraks lebih sering terjadi pada hemithoraks kanan dibandingkan dengan
hemithoraks kiri.

2.3. Anatomi dan Fisiologi Pleura

Pleura adalah suatu mebran serosa yang melapisi permukaan dalam dinding
thoraks. Pleura merupakan lapisan pembungkus untuk pulmo. Dimana antara
pleura yg membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya
mediastinum. Pleura dari interna ke eksterna terbagi atas 2 bagian :

3
 Pleura Visceralis/ Pulmonis : bagian pleura yang langsung melekat pada
permukaan pulmo.
 Pleura Parietalis : bagian pleura yang berbatasan dengan dinding thorax.

Kedua lapisan pleura ini berhubungan pada hilus pulmonis sebagai


ligamentum pulmonale (pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura ini
terdapat sebuah rongga yang disebut dengan cavum pleura dimana di dalam
cavum ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfungsi untuk menjaga kondisi
mekanis paru agar tidak terjadi gesekan antar pleura saat pernapasan. Arah aliran
dari cairan pleura tersebut ditentukan oleh tekanan hidrostatik dan tekanan
osmotik di kapiler sistemik.

Pada saat inspirasi, tekanan di dalam paru lebih kecil dari tekanan atmosfer.
Tekanan paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar. Membesarnya volume
paru dakibatkan oleh pembesaran rongga dada. Pembesaran rongga dada terjadi
akibat dua faktor yaitu 1) faktor torakal dan 2) faktor abdominal. Faktor torakal
yang merupakan gerakan otot-otot pernafasan dinding dada akan memperbesar
rongga dada kearah transversal dan anterosuperior, sementara faktor abdominal
(kontraksi diafragma) akan memperbesar diameter vertikal rongga dada.
Akibatnya membesar rongga dada dan terciptanya tekanan negatif pada kavum
pleura, udara akan terisap dalam paru-paru sehingga mengembang dan volumenya
bertambah sekaligus menyebabkan tekanan intrapulmoner menurun.

Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih besar dari
tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi diafragma akan
mengakibatkan rongga dada kembali ke ukuran semula sehingga tekanan pada
kavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak paru-paru. Akibatnya, tekanan
intrapulmoner akan meningkat sehingga udara yang kaya dengan CO2 akan keluar
dari paru-paru ke atmosfer.

4
a. Patogenesis

Keadaan fisiologi dalam rongga dada pada waktu inspirasi tekanan


intrapleura lebih negatif dari tekanan intrabronkial, maka paru mengembang
mengikuti gerakan dinding dada sehingga udara dari luar akan terhisap masuk
melalui bronkus hingga mencapai alveoli. Pada saat ekspirasi dinding dada
menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi daripada
tekanan udara alveoli atau di bronkus akibatnya udara akan ditekan keluar melalui
bronkus.7,8
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran
pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin atau
mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat
sebelumnya batuk, bersin, dan mengejan. Apabila di bagian perifer bronki atau
alveoli ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadinya robekan bronki atau
alveoli akan sangat mudah.7,8
Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumotoraks dapat dijelaskan
yaitu jika ada kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui robekan atau
pleura yang pecah. Bagian yang robek tersebut berhubungan dengan bronkus.
Pelebaran alveolus dan septa-septa alveolus yang pecah kemudian membentuk
suatu bula yang berdinding tipis di dekat daerah yang ada proses non spesifik atau
fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling sering dari
pneumothoraks.7,8
Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu “katup bola”
yang bocor yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum.
Sirkulasi paru dapat menurun dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran
tertutup dan paru tidak mengadakan ekspansi kembali dalam beberapa minggu,
jaringan parut dapat terjadi sehingga tidak pernah ekspansi kembali secara
keseluruhan. Pada keadaan ini cairan serosa terkumpul di dalam rongga pleura
dan menimbulkan suatu hidropneumotoraks.7,8
Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB
paru dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan
5
nekrotik perkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga
pleura dan udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat
keluar paru ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga
pleura akan meningkat melebihi tekana atmosfer, udara yang terkumpul dalam
rongga pleura akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas.7,8
Pneumotoraks merupakan suatu kondisi dimana terdapat udara pada
kavum pleura. Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga
paru-paru dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum
pleura ini dapat ditimbulkan oleh :
a. Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai
closed pneumotoraks. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai
katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum
pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak
sehingga mendorong mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan
terjadinya tension pneumotoraks.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari
2/3 diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut
dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan
dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum pleura
lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsilateral. Saat ekspirasi,
tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura keluar
melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut sebagai open pneumotoraks.7,8

b. Gejalan Klinis
Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumotoraks amat
tergantung pada besarnya lesi pneumotoraks dan ada tidaknya komplikasi
penyakit paru. Beberapa pasien menunjukkan keadaan asimtomatik dan kelainan
hanya dapat ditemukan pada pemeriksaan foto dada rutin. Pada beberapa kasus,
pneumotoraks terluput dari pengamatan. 7
6
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat
unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus.
Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat.
Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang ditemukan pada
aktivitas biasa atau waktu istirahat. 7
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghebat atau menetap
bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu
perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumotoraks, sehingga terjadi
perdarahan intrapleura (hemato- pneumotoraks). 7
Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan
pneumotoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonar, fremitus yang
melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai menghilang pada
sisi yang sakit. 7
Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumotoraks, trakea dan
mediastinum dapat terdorong ke sisi kontralateral. Diafragma tertekan ke bawah,
gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun,
terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun.7
Kebanyakan pneumotoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi
kiri (45%) dan bilateral hanya 2%. Hampir 25% dari pneumotoraks spontan
berkembang menjadi hidropneumotoraks. Disamping keluhan-keluhan dan gejala-
gejala klinis tersebut di atas, diagnosis lebih meyakinkan lagi dengan pemeriksaan
sinar tembus dada. 7
Pada pemeriksaan fisik dapat didapatkan sesak nafas dan takikardi yang dapat
disertai dengan atau tanpa sianosis pada hidropneumotorak ventil atau ada
penyakit dasar paru (hidropneumothoraks sekunder).
 Inspeksi: mungkin terlihat sesak napas, pergerakan dada yang berkurang,
batuk-batuk, sianosis serta iktus kordis yang tergeser kearah yang sehat.
 Palpasi: dapat dijumpai ruang antar iga dapat normal atau melebar (retraction
of intercostal space, trakea tergeser kearah yang sehat dan iktus kordis tidak
teraba atau terdorong ke sisi toraks yang sehat, vocal fremitus melemah atau
menghilang pada sisi yang sakit.
7
 Perkusi: Suara ketok pada sisi sakit, dapat ditemukan hipersonor sampai
timpani dan tidak menggetar. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang
sehat apabila tekanan intrapleura tinggi.
 Auskultasi: Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang, Suara napas melemah.

Pada gambaran radiologi hidropneumothorax merupakan perpaduan antara


gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumothorax. Pada
hidropneumothorax cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka meniscus
sign tidak tampak. Pada foto lurus maka akan dijumpai air fluid level
meskipun cairan sedikit. Pada foto tegak terlihat garis mendatar karena adanya
udara di atas cairan. Gambaran radiologi pada hidropneumothorax ini ruang
pleura sangat translusen dengan tak tampaknya gambaran pembuluh darah
paru, biasanya tampak garis putih tegas membatasi pleura visceralis yang
membatasi paru yang kolaps, tampak gambaran semiopak homogen menutupi
paru bawah, dan penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang
menyebabkan sinus costofrenikus menumpul.8.9

c. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan mengikuti prinsip penatalaksanaan pasien trauma secara


umum (primary survey - secondary survey).

Tidak dibenarkan melakukan langkah-langkah: anamnesis, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan diagnostik, penegakan diagnosis dan terapi secara konsekutif
(berturutan). Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila
pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable
bronchoscope. Tidak dibenarkan melakukan pemeriksaan dengan memindahkan
pasien dari ruang emergency.

Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi


terutama untuk menemukan masalah yang mengancam nyawa dan melakukan

8
tindakan penyelamatan nyawa. Pengambilan anamnesis (riwayat) dan
pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur
penanganan trauma.10

Water Sealed Drainage ( Wsd )

Merupakan tindakan invasif yang dialakukan untuk mengeluarkan udara,


cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga thoraks, dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung.11

Indikasi dan tujuan pemasangan WSD

1. Indikasi :

 Pneumotoraks, hemotoraks, empyema

 Bedah paru :

- karena ruptur pleura udara dapat masuk ke dalam rongga pleura

- reseksi segmental msalnya pada tumor, TBC

- lobectomy, misal pada tumor, abses, TBC

1. Tujuan pemasangan WSD

1) Memungkinkan cairan ( darah, pus, efusi pleura ) keluar dari rongga pleura

2) Memungkinkan udara keluar dari rongga pleura

3) Mencegah udara masuk kembali ke rongga pleura yang dapat


menyebabkan pneumotoraks

4) Mempertahankan agar paru tetap mengembang dengan jalan


mempertahankan tekanan negatif pada intra pleura.

9
Prinsip kerja WSD

1. Gravitasi : Udara dan cairan mengalir dari tekanan yang tinggi ke


tekanan yang rendah.

2. Tekanan positif : Udara dan cairan dalam kavum pleura ( + 763 mmHg
atau lebih ). Akhir pipa WSD menghasilkan tekanan WSD sedikit ( + 761
mmHg )

3. Suction

Jenis WSD

1. 1. Satu botol

Sistem ini terdiri dari satu botol dengan penutup segel. Penutup mempunyai dua
lobang, satu untuk ventilasi udara dan lainnya memungkinkan selang masuk
hampir ke dasar botol. Keuntungannya adalah :

- Penyusunannya sederhana

- Mudah untuk pasien yang berjalan

Kerugiannya adalah :

- Saat drainase dada mengisi botol lebih banyak kekuatan yang diperlukan

- Untuk terjadinya aliran tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan botol

- Campuran darah dan drainase menimbulkan busa dalam botol yang


membatasi garis pengukuran drainase

1. 2. Dua botol

10
Pada sistem dua botol, botol pertama adalah sebagai botol penampung dan yang
kedua bekerja sebagai water seal. Pada sistem dua botol, penghisapan dapat
dilakukan pada segel botol dalam air dengan menghubungkannya ke ventilasi
udara.

Keuntungan :

- Mempertahankan water seal pada tingkat konstan

- Memungkinkan observasi dan pengukuran drainage yang lebih baik

Kerugian :

- Menambah areal mati pada sistem drainage yang potensial untuk masuk ke
dalam area pleura.

- Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih tinggi dari tekanan
botol.

- Mempunyai batas kelebihan kapasitas aliran udara pada kebocoran udara.

1. 3. Tiga botol

Pada sistem tiga botol, botol kontrol penghisap ditambahkan ke sistem dua botol.
Botol ketiga disusun mirip dengan botol segel dalam air. Pada sistem ini yang
terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ketiga dan bukan
jumlah penghisap di dinding yang menentukan jumlah penghisapan yang
diberikan pada selang dada. Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada
botol ketiga harus cukup unutk menciptakan putaran-putaran lembut gelembung
dalam botol. Gelembung kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan
penghisap dan meningkatkan tingkat kebisingan dalam unit pasien. Untuk
memeriksa patensi selang dada dan fluktuasi siklus pernafasan, penghisap harus
dilepaskan saat itu juga.

11
Keuntungan :

- sistem paling aman untuk mengatur pengisapan.

Kerugian :

- Lebih kompleks, lebih banyak kesempatan untuk terjadinya kesalahan


dalam perakitan dan pemeliharaan.

- Sulit dan kaku untuk bergerak / ambulansi

1. 4. Unit drainage sekali pakai

 Pompa penghisap Pleural Emerson

Merupakan pompa penghisap yang umum digunakan sebagai pengganti


penghisap di dinding. Pompa Penghisap Emerson ini dapat dirangkai
menggunakan sistem dua atau tiga botol.

Keuntungan :

- Plastik dan tidak mudah pecah

Kerugian :

- Mahal

- Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainage bila unit


terbalik.

 Fluther valve

Keuntungan :

12
- Ideal untuk transport karena segel air dipertahankan bila unit terbalik

- Kurang satu ruang untuk mengisi

- Tidak ada masalah dengan penguapan air

- Penurunan kadar kebisingan

Kerugian :

- Mahal

- Katup berkipas tidak memberikan informasi visual pada tekanan intra


pleural karena tidak adanya fluktuasi air pada ruang water seal.

 Calibrated spring mechanism

Keuntungan :

- Mampu mengatasi volume yang besar

Kerugian

- Mahal

Tempat pemasangan WSD

1. Bagian apeks paru ( apikal )

2. Anterolateral interkosta ke 1- 2 untuk mengeluarkan udara bagian basal

3. Posterolateral interkosta ke 8 – 9 untuk mengeluarkan cairan ( darah, pus ).

Persiapan pemasangan WSD

 Perawatan pra bedah

13
1. Menentukan pengetahuan pasien mengenai prosedur.

2. Menerangkan tindakan-tindakan pasca bedah termasuk letak incisi,


oksigen dan pipa dada, posisi tubuh pada saat tindakan dan selama
terpasangnya WSD, posisi jangan sampai selang tertarik oleh pasien
dengan catatan jangan sampai rata/ miring yang akan mempengaruhi
tekanan.

3. Memberikan kesempatan bagi pasien untuk bertanya atau mengemukakan


keprihatinannya mengenai diagnosa dan hasil pembedahan.

4. Mengajari pasien bagaimana cara batuk dan menerangkan batuk serta


pernafasan dalam yang rutin pasca bedah.

5. Mengajari pasien latihan lengan dan menerangkan hasil yang diharapkan


pada pasca bedah setelah melakukan latihan lengan.

 Persiapan alat

1. Sistem drainase tertutup

2. Motor suction

3. Selang penghubung steril

4. Cairan steril : NaCl, Aquades

5. Botol berwarna bening dengan kapasitas 2 liter

6. Kassa steril

7. Pisau jaringan

8. Trocart

14
9. Benang catgut dan jarumnya

10. Sarung tangan

11. Duk bolong

12. Spuit 10 cc dan 50 cc

13. Obat anestesi : lidocain, xylocain

14. Masker

 Perawatan pasca bedah

Perawatan setelah prosedur pemasangan WSD antara lain :

d. Perhatikan undulasi pada selang WSD

e. Observasi tanda-tanda vital : pernafasan, nadi, setiap 15 menit pada 1 jam


pertama

f. Monitor pendarahan atau empisema subkutan pada luka operasi

g. Anjurkan pasien untuk memilih posisi yang nyaman dengan


memperhatikan jangan sampai selang terlipat

h. Anjurkan pasien untuk memegang selang apabila akan mengubah posisi

i. Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu

j. Ganti botol WSD setiap tiga hari dan bila sudah penuh, catat jumlah cairan
yang dibuang

k. Lakukan pemijatan pada selang untuk melancarkan aliran

l. Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, cynosis, empisema.


15
10. Anjurkan pasien menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk yang efektif

11. Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh

Bila undulasi tidak ada, ini mempunyai makna yang sangat penting karena
beberapa kondisi dapat terjadi antara lain :

1. Motor suction tidak jalan

2. Selang tersumbat atau terlipat

3. Paru-paru telah mengembang

Oleh karena itu harus yakin apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi
sistem drainase, amati tanda-tanda kesulitan bernafas.

Cara mengganti botol WSD

1. Siapkan set yang baru. Botol yang berisi aguades ditambah desinfektan.

2. Selang WSD diklem dulu

3. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem

4. Amati undulasi dalam selang WSD.

Indikasi pengangkatan WSD

1. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :

- Tidak ada undulasi

- Tidak ada cairan yang keluar

- Tidak ada gelembung udara yang keluar

16
- Tidak ada kesulitan bernafas

- Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara

Gambar pemasangan WSD

17
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. L
Umur : 56 th
Alamat : Jl. Anggrek
Pekerjaan : Petani
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status pernikahan : menikah
Tanggal masuk : 21 November 2017
Ruang : Ibnu Abbas/ Kelas III
No. RM : 152997

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal 22 November 2017 pukul 06.30 WIB.
A. Keluhan Utama
Sesak napas sejak 15 hari yang lalu
B. Riwayat Penyakit Sekarang
 Pasien datang ke RSUD Bangkinang melalui IGD dengan keluhan
sesak napas sejak 15 hari yang lalu, sesak semakin berat terutama saat
beraktivitas dan berkurang dengan istirahat, sesak tidak dipengaruhi
oleh perubahan cuaca, makanan, ataupun debu. Pasien juga
menyangkal mempunyai riwayat sesak napas sejak kecil.
 Batuk berdahak sejak 2 minggu yang lalu. Batuk berdahak dirasakan
hilang timbul, berwarna putih kekuningan, dan setiap batuk dahak
yang keluar sekitar 1 cc. Ketika batuk pasien merasakan nyeri dada.
Batuk tidak ada hubungannya dengan cuaca, makanan, maupun debu.
 Batuk berdarah sejak 1 minggu yang lalu, darah yang keluar sekitar 1
cc.

18
 Nyeri dada sebelah kiri sejak 2 minggu yang SMRS, rasa berat dan
tertekan, dan semakin memberat saat batuk. Nyeri dirasakan di bagian
dada dan tidak menjalar ke bagian punggung, lengan, hingga bahu.
Tidak ada riwayat trauma pada dada.
 Demam sejak 1 minggu, demam tinggi pada malam hari dan
setelahnya sering berkeringat.
 Penurunan berat badan 5 kg dalam 1 bulan terakhir. Berat badan awal
70 kg dan berat badan sekarang 65 kg.
 Nyeri ulu hati tidak ada keluhan
 Sering berkeringat pada malam hari
 Penurunan nafsu makan
 BAB dan BAK tidak ada keluhan
C. Riwayat Penyakit Dahulu
 Satu minggu SMRS pasien pernah dirawat di RS Santa Maria dengan
keluhan yang sama dan dilkaukan pemasangan WSD (Water Seal
Drainage), namun pasien keluar dari rumah sakit sebelum pengobatan
selesai, hal ini disebabkan adanya keterbatasan biaya.
 Riwayat penyakit TB disangkal
 Riwayat penyakit asma disangkal
 Riwayat DM disangkal
 Riwayat hipertensi disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat penyakit ginjal disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


 Dikeluarga tidak ada yang mengalami hal serupa
 Riwayat penyakit TB paru disangkal
 Riwayat asma disangkal
 Riwayat alergi disangkal

19
 Riwayat DM dan hipertensi disangkal
 Riwayat penyakit jantung disangkal

E. Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, dan kebiasaan


 Pasien bekerja sebagai petani
 Pasien merokok sejak usia 15 tahun. Sehari pasien menghabiskan 2
bungkus rokok atau sekitar 24 batang. Lama merokok sekitar 41 tahun
dan berhenti sejak 1 bulan ini.
Indeks Brinkman = 24 batang rokok/hari x 41 tahun merokok
= 984 (Perokok berat)
 Sosial ekonomi = menengah ke bawah
 Jarang olahraga
 Sering minum air teh 3x sehari
 Sering minum jamu 1x sehari
 Riwayat minum alkohol dan obat-obatan disangkal.

F. Pemeriksaan Umum
 Status Generalisata
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : composmentis
- Vital sign : TD = 130/90 mmHg

HR = 90 kali/menit

RR = 26 kali/menit

T = 39 oC

- BB= 65 kg TB= 155 cm


- IMT = 65 : (1,55)2 = 65 ; 2,40 = 27,08 % (overweight)

G. Pemeriksaan Fisik
20
1) Kepala : bentuk kepala normochepal
a) Mata
- Konjungtiva tidak anemis kanan dan kiri
- Sklera tidak ikterik kanan dan kiri
- Tidak ada edema dan hematom pada palpebra
- Pupil bulat dan isokor
- Reflex cahaya (+/+)
- Kornea jernih
b) Hidung
- Tidak ada deviasi septum
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada sekret
- Tidak ada nafas cuping hidung
- Tidak ada epistaksis
c) Mulut
- Bibir kering
- Lidah tidak kotor
- Gusi tidak berdarah dan tidak terdapat pembengkakan
d) Telinga
- Bentuk telinga dan daun telinga normal
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada keluar sekret dari telinga
e) Leher
- Tidak ada spasme otot leher dan bahu
- Tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada pembesaran tiroid dan KGB
- Tidak terdapat deviasi trakea
- Tidak ada peningkatan JVP (5 + 2 cm H2O)
2) Thorax
a) Paru-paru
 Anterior
21
- Inspeksi: Statis = simetris dinding dada kanan dan kiri
Dinamis = gerakan dinding dada kiri tertinggal dari
kanan
- Palpasi : fremitus taktil kiri menurun dari kanan
- Perkusi : redup di lobus inferior paru kiri, sonor di lobus
superior paru kiri dan lobus paru kanan
- Auskultasi : suara napas menghilang di paru kiri, ronchi (+)
 Posterior
- Inspeksi: Statis = simetris dada kanan dan kiri
Dinamis = gerakan dinding dada kiri tertinggal dari
kanan
- Palpasi : fremitus taktil kiri menurun dari kanan
- Perkusi : redup di lobus inferior paru kiri, sonor di lobus
superior paru kiri dan lobus paru kanan
- Auskultasi : suara napas menghilang di paru kiri, ronchi (+)
b) Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari ke medial linea
midclavicularis sinistra SIC V
- Perkusi :
Batas atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri : sulit dinilai
- Auskultasi : bunyi jantung S1 S2 reguler, gallop (-), murmur
(-)
3) Abdomen
- Inspeksi : Perut cembung, distensi (-), Scar (+)
- Auskultasi : Bising usus normal
- Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan lepas(-)
- Perkusi : Tympani , BU (+)
4) Ekstremitas
22
- Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)
- Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)

H. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah Rutin
- Hemoglobin : 12,4 gr%
- Hematokrit : 37,5 %
- Leukosit : 9,3 103/mm3 (meningkat)
- Trombosit : 522 103/mm3
2) Diabetes
- Gula darah (stick) : 91 mg/dl
3) Foto Thorax

- Paru : 1. Infiltrat
2. corakan bronkovaskuler meningkat
3. ada deviasi trakea
4. sela iga melebar
- Jantung : Tidak ada pembesaran
𝑎+𝑏 6 +3
CTR = = = 0,34 ( <50%)
𝑐 26

- Diafragma : letak di costa VII, sudut costofrenicus tumpul


Kesan: hidropneumothorax

23
I. Resume
Tn. S sesak napas sejak 15. Sesak napas dirasakan memberat saat
melakukan aktivitas. Sesak berkurang saat istirahat.
Pasien juga mengeluhkan adanya batuk berdahak sejak 2 minggu,
dahak berwarna putih kekuningan dan batuk berdarah sejak 2 minggu
dengan darah yang keluar sekiar 1 cc. Nyeri dada sebelah kiri sejak 2
minggu SMRS, rasa berat dan tertekan.
Pasien merokok sejak umur 15 tahun yang lalu. Sehari
menghabiskan 2 bungkus rokok atau sekitar 24 batang, dengan indeks
brinkman yaitu 984 dengan kategori perokok berat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tampak sakit sedang dengan
gizi baik. Pada pasien juga ditemukan rhonki pada kedua lapang paru, nyeri
tekan epigastrium tidak ada. Pada pemeriksaan penunjang ditemukan
trombosit meningkat

Daftar masalah :
 Sesak napas
 Batuk berdahak
 Batuk berdarah
 Nyeri dada
 Demam

III. DIAGNOSIS KERJA :


- Hidropneumothorax
- CAP

IV. DIAGNOSIS BANDING


- TB

V. RENCANA PEMERIKSAAN
- Cek BTA (sputum)
24
VI. PENATALAKSANAAN
a) Non-Farmakologi
o Pola hidup sehat
o Berenti merokok
o Tirah baring
b) Farmakologi
o IVFD RL 20 tpm
o Injeksi ceftriaxone 1 gr /12 jam
o Paracetamol Inf /8 jam
o Prospan syr 3x c1

Tabel Follow-up pasien (SOAP) :

No Tanggal SOAP
1 23 November S: Sesak nafas (+), batuk (+), dahak putih kekuningan
2017 (+), batuk darah (-), nyeri dada (+), demam (+)
O: TD=120/70 N=127 x/menit RR=32 x/menit
T=37,9o C
Suara nafas: suara napas menghilang pada inferior paru
kiri
Suara nafas tambahan: rhonki (+)
A: - Hidropneumothorax
- CAP
- TB
P: Tirah baring
 Diet MLTKTP
 IVFD RL 20 tpm
 Injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
 Prospan syr 3xc1
 Pro TB4 1x3

25
 B6 1x1
 Paracetamol tab 500 mg 3x1
 Candistatin 3x0,5 ml

2 24 November S: Sesak nafas (+), batuk (+), dahak putih kekuningan


2017 (+), batuk darah (-), nyeri dada (+), demam (+)
O: TD=100/70 N=117 x/menit RR=28 x/menit
T=37,6o C
Suara nafas: suara napas menghilang pada inferior paru
kiri
Suara nafas tambahan: rhonki (+)
A: - Hidropneumothorax
- CAP
- TB
P: Tirah baring
 Diet MLTKTP
 IVFD RL 20 tpm
 Injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
 Prospan syr 3xc1
 Pro TB4 1x3
 B6 1x1
 Paracetamol tab 500 mg 3x1
 Candistatin 3x0,5 ml

3 25 November S: Sesak nafas (+), batuk (+), dahak putih kekuningan


2017 (+), batuk darah (-), nyeri dada (+), demam (+), BAB
cair 3x/hari
O: TD=100/60 N=106 x/menit RR=34 x/menit
T=36,5o C
Suara nafas: suara napas menghilang pada inferior paru

26
kiri
Suara nafas tambahan: rhonki (+)
A: - Hidropneumothorax
- CAP
- TB
P: Tirah baring
 Diet MLTKTP
 IVFD RL 20 tpm
 Injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV
 Prospan syr 3xc1
 Pro TB4 1x3
 B6 1x1
 Paracetamol tab 500 mg 3x1
 Candistatin 3x0,5 ml

27
PEMBAHASAN

Diagnosis hidropneumothorax ditegakkan dari hasil anamnesis,


pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Berikut ini penjelasannya:

1. Anamnesis:
Dari hasil anamnesis pasien mengeluhkan sesak nafas, nyeri dada sebelah
kiri seperti rasa berat dan tertekan, nyeri memberat saat beraktivitas dan saat
batuk. Satu minggu yang lalu dilakukan pemasangan WSD pada pasien di RS
Santa Maria. Pasien tidak memiliki riwayat TB dan asma dikeluarga. Pasien
merokok lebih kurang selama 41 tahun. Dari hasil tersebut, diagnosis awal
diarahkan ke Hidropneumothorax karena gejala klinis pada pasien yaitu sesak
nafas sejak 2 minggu yang lalu SMRS disertai nyeri dada yang memberat jika
beraktivitas dan berkurang saat istirahat yang menyebabkan adanya keterbatasan
dalam melakukan aktifitas fisik. Keluhan disertai batuk berdahak sejak 2 minggu
yang lalu. Pasien memiliki riwayat merokok selama 41 tahun.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi nafas cepat, bentuk dada
simteris, retraksi dinding dada, gerakan dinding dada kiri tertinggal dari yang
kanan, sela iga melebar, fremitus taktil menurun pada thorax sinistra, suara napas
menurun pada inferior thorax sinistra dan terdapat rhonki pada thorax dextra. Hal
ini merupakan indikator kunci untuk mendiagnosis hidropneumothorax . Vital
sign menunjukkan takikardi.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada Pada gambaran radiologi hidropneumothorax merupakan perpaduan
antara gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumothorax. Pada
hidropneumothorax cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka meniscus sign
tidak tampak. Pada foto lurus maka akan dijumpai air fluid level meskipun cairan
sedikit. Pada foto tegak terlihat garis mendatar karena adanya udara di atas cairan.
Gambaran radiologi pada hidropneumothorax ini ruang pleura sangat translusen
dengan tak tampaknya gambaran pembuluh darah paru, biasanya tampak garis
putih tegas membatasi pleura visceralis yang membatasi paru yang kolaps, tampak
28
gambaran semiopak homogen menutupi paru bawah, dan penumpukan cairan di
dalam cavum pleura yang menyebabkan sinus costofrenikus menumpul.
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien ini yaitu Diet MLTKTP, IVFD RL 20 tpm,
Injeksi ceftriaxone 1 gr/12 jam/IV, Prospan syr 3xc1, Pro TB4 1x3, B6 1x1,
Paracetamol tab 500 mg 3x1, Candistatin 3x1. Pengobatan diberikan sesuai
kondisi yang dialami pasien yaitu pemberian antibiotik ceftriaxon untuk
mengatasi infeksi, pemberian prospan sirup untuk batuk mukolitik. Pro TB 4
untuk mengobati TB yang terdiri dari rifampicin 150 mg, INH 75 mg,
pyrazinamide 400 mg, etthambutol 275 mg. B6 merupakan vitamin untuk
menguatkan sistem kekebalan tubuh. Paracetamol untuk menurunkan demam.
Candistatin merupakan obat antifungal (obat anti jamur) untuk mengurangi
candidiasis pada pasien.

29
BAB IV
KESIMPULAN

Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara


dan cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan
paru.5 Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan
bersifat unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada
80-90% kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita
melakukan aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih
gampang ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat. Pada kondisi
normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada. Udara dalam kavum pleura ini dapat
ditimbulkanoleh :
5) Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal
dari alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini
disebut sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura
visceralis berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat
inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi.
Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong
mediastinum kearah kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension
pneumothorax.
6) Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat
hubungan antara kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang
yang terjadi lebih besar dari 2/3 diameter trakea, maka udara
cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding
traktusrespiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi, tekanan
dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke kavum
pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru
ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya
30
udara dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini
disebut sebagai open pneumothorax (British Thoracic Society, 2003).

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana


Penyakit Paru Obstruktif Kronis. Available at
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf

2. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice
guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin
infect Dis 2000; 31: 347-82

3. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket


Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention; 2015

4. Fletcher CM, Elmes PC, Fairbairn MB et al. (2000) The significance of


respiratory systems and the diagnosis of chronic bronchitis in a working
population. British Medical Journal 2:257-66.

5. Fauci, Anthony S, et al. Chronic Obstructive Pulmonary Disease in


Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States of
America: The McGraw-Hill Companies; 2008; Chapter 254

6. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Pocket


Guide To COPD Diagnosis, Management, and Prevention for Chronic
Obstructive Pulmonary Disease Updated 2015. Available at
http://www.goldcopd.org/uploads/users/files/GOLD_Report_2015.pdf

31
7. P.W. Jones, G. Harding, P. Berry, I. Wiklund, W-H. Chen and N. Kline Leidy.
Development and first validation of the COPD Assessment Test. Eur Respir J
2009, 34: 648–654.

8. Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat


Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta.

9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan


Pneumonia Komuniti 2003. Available at
https://www.scribd.com/doc/125419923/Pnemonia-Komuniti-Pdpi#download

10. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient


and outpatient, Chest 2007;131;1205

11. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;
2007

32

Anda mungkin juga menyukai